• Tidak ada hasil yang ditemukan

RABIES VIRUS INFECION: CONFIRMED by PCR. A.A.N. Subawa 1 DGD. Dharma Santhi 1 I.A. Putri Wirawati 1 A.A Raka Sudewi 2 ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RABIES VIRUS INFECION: CONFIRMED by PCR. A.A.N. Subawa 1 DGD. Dharma Santhi 1 I.A. Putri Wirawati 1 A.A Raka Sudewi 2 ABSTRACT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

RABIES VIRUS INFECION: CONFIRMED by PCR A.A.N. Subawa1

DGD. Dharma Santhi1 I.A. Putri Wirawati1

A.A Raka Sudewi2

1 Departemen Patologi Klinik FK – UNUD/ RSUP. Sanglah Denpasar

2 Departemen Neurologi FK – UNUD/ RSUP. Sanglah Denpasar ABSTRACT

Rabies has plaqued mankind for thousands of years and has been known in ancient Egypt and China from the fifth century. The disease is caused by the Rhabdovirus of the genus Lyssavirus spread from animals or bats to humans by saliva. A 40-year-old man was admitted to Sanglah General Hospital on 11 December 2009 in a conscious state, restless, complaining shortness of breath, and fever since two previous days. From anamnesis, it is known that patients have a history of dog bitten two months previously, had received wound treatment but had not yet received the vaccination. Physical examination was obtained hydrophobia positive, hipersaliva positive, agitation positive. A PCR test with samples derived from tears, saliva, and CSF and found positive results. After a while getting treatment, the patient eventually died. Post-mortem sampling of the CSF showed a positive PCR result rabies.

Key word: Rabies Virus Infection, Confirmed, PCR

PENDAHULUAN

Rabies merupakan salah satu penyakit infeksi pada manusia yang paling lama dikenal. Istilah rabies sudah dikenal sejak zaman Babilonia sekitar abad ke- 23 SM dan Democritus menulis secara jelas tentang hewan yang menderita rabies pada tahun 500 SM. Tulisan tentang rabies pada manusia dengan gejala hidrofobia dibuat oleh Celsus pada abad pertama dan gejala klinis rabies ditulis secara jelas oleh dokter Italia bernama Fracastoro pada abad ke-16. Rabies adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat, bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia. Rabies menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%.1.2

(2)

Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. De Haan pada manusia (1894), selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular rabies tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia II peta rabies di Indonesia berubah, dimulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), D.I. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997).3

Selama puluhan tahun, Bali menjadi salah satu dari sedikit provinsi di Indonesia yang selama ini dinyatakan bebas Rabies. Pada 28 November 2008 untuk pertama kalinya kasus Rabies ditemukan di Bukit Peninsula –Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Kasus Rabies di Bali kemudian berkembang sampai ke kabupaten lainnya di Propinsi Bali, antara lain kotamadya Denpasar, kabupaten Tabanan, Gianyar, Bangli, Karangasem, dan Buleleng. Pulau Bali dinyatakan berstatus wabah rabies tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008, yang ditandatangani Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada 1 Desember 2008.3,4,5 Sampai Maret 2010 diketahui sebanyak 34.421 warga Bali yang mengalami kasus gigitan anjing, dan dari data yang masuk ke RSUP. Sanglah sampai Mei 2010, sebanyak 85 kasus yang mendapat telah perawatan.

(3)

KASUS YANG DIBAHAS

Seorang laki – laki 40 tahun dirujuk ke RSUP. Sanglah Denpasar dengan suspect rabies, datang dalam keadaan sadar, gelisah, mengeluh sesak nafas sejak

dua hari sebelumnya. Pasien bertambah gelisah sejak sehari sebelumnya, banyak mengeluarkan air liur disertai riak – riak yang banyak, takut minum dan menelan ludah sehingga intake cairan kurang. Dari anamnesa dengan keluarga, diketahui bahwa pasien memiliki riwayat digigit anjing dua bulan sebelumnya, sudah mendapatkan perawatan luka tetapi belum mendapat vaksinasi. Dari pemeriksaan fisik diperoleh hidrofobia positif, hipersaliva positif, agitasi positif. Observasi Vital Sign TD= 140/90 mmHg, ND= 92 x/menit, S= 370C, RR= 26 kali/menit Dilakukan pemeriksaan penunjang menggunakan PCR dengan sampel pemeriksaan berasal dari air liur, ditemukan hasil positif.

Gambar 1. Hasil PCR antemortem

Ket.: M: Marker; PC: Positive Control; NC: Negative Control; MS2: Air mata; S2: Saliva; LCS

(4)

Setelah beberapa saat mendapat perawatan, pasien akhirnya meninggal.

Pengambilan sampel post-mortem dari LCS menunjukkan hasil PCR positif rabies.

Gambar 2. Hasil PCR postmortem

Ket.: M: Marker; PC: Positive Control; NC: Negative Control; S2:

Saliva; L2: LCS

Tabel 1. Terapi yang diperoleh selama perawatan

No. Terapi Dosis

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

IVFD 5% + Diazepam Ceftriaxone

Ranitidine Ondancentron Vit. B1, B6, B12 Paracetamol Novalgin

4 ampul, 8 tetes/ menit 2 X 2 gram

2 X 1 ampul 1 ampul K/P 2 X 1 tablet 3 X 500 mg 1 ampul K/P

Seorang anak perempuan berusia 10 tahun dirujuk ke rumah sakit Sanglah dengan suspect rabies

(5)

PEMBAHASAN

Rabies selain berbahaya bagi hewan ternak (sapi, kambing, domba, babi, kuda dan ayam), hewan piaraan (anjing, kucing dan kera) atau hewan liar (tikus, serigala, musang dan bison) juga dapat menyerang manusia. Rabies ditularkan oleh gigitan hewan (anjing) gila dan virus dapat disebarkan oleh beberapa jenis kelelawar.6,7,8,9

Gambar 3. Struktur Virus Rabies10

Virus Rabies yang termasuk virus ss -RNA dari golongan Rhabdoviridae, memiliki ukuran 75 x 180 nm dengan panjang genom 12.000 bp. Virus Rabies memiliki lima jenis partikel protein yang berbeda, yakni dua protein berada pada amplop (G dan M) dan tiga protein pada nukleokapsid (L, N, dan P). Berat molekul protein berturut -turut adalah 64-68 kD, 24-25 kD, 190 kD, 60 kD, dan 40 -45 kD.9 Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70%, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50%. Pada suhu 600°C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40°C dapat tahan selama beberapa tahun.10,11,12

(6)

Masa inkubasi pada manusia bervariasi, yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih).

Biasanya lebih cepat pada anak -anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi. Masa inkubasi virus rabies tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang terlibat, jumlah virus yang masuk, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke susunan saraf pusat. Pada gigitan dikaki masa inkubasi kira – kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.1,4,7

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium, yaitu:1,7,13,14 1. Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum

(7)

kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.

4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang - kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot - otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

Cara penularan virus Rabies dapat melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku - kukunya.11 Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuknya virus melalui saliva, virus tidak bisa masuk melalui kulit utuh.

Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annon’s hoorn. Sesampainya di otak, virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar

luas dalam semua bagian neuron, terutama sel - sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan - jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. 1,4,15 Gambaran yang paling

(8)

menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.6,10

Gambar 4. Negri body di neuron10

Gambar 5. Skema patogenesis infeksi virus rabies15

(9)

Untuk diagnosis laboratorium, spesimen antemortem dapat diambil dari air liur, hapusan kornea mata, biopsi kulit, folikel rambut, darah dan cairan serebrospinal. Sedangkan spesimen postmortem biasanya diambil dari otak, spinal cord, atau organ lainnya. Berbagai metode pemeriksaan telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen rabies/ virus, antibodi rabies, morfologi dan karakteristik dari virus rabies. Menurut WHO, diagnosis untuk menemukan antigen, virus, atau Negri bodies dari rabies dapat dilakukan dengan Fluorescent Antibody Test (FAT), Rapid Rabies Enzyme Immunodiagnosis (RREID), isolasi

virus pada sel neuroblastoma atau suckling mice (umur kurang dari 3 hari), penggunaan antibodi monoklonal atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).14,16 Metode di atas hanya dapat digunakan setelah virus mencapai jaringan otak atau bagian tubuh lainnya, dan praktis tidak mungkin dilakukan untuk mendiagnosis rabies dalam waktu yang singkat setelah dimulainya suatu invasi virus rabies.17 Untuk deteksi antibodi dilakukan dengan Mouse Serum Neutralization Test (MNT), Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test (RFFIT)

atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA).16

Penatalaksanaan pasien rabies meliputi isolasi pasien untuk menghindari rangsangan yang menimbulkan spasme otot dan mencegah penularan, penanganan luka dengan pencucian, desinfeksi, debridement, pemberian tetanus toksoid atau tetanus Immunoglobulin serta antibiotik; pemberian vaksin anti rabies (VAR) dan atau serum anti rabies (SAR), terapi simptomatik dan suportif seperti pemberian sedatif, analgetik, antikonvulsan, terapi terhadap komplikasi respirasi dan kardiovaskuler seperti pemasangan ventilator, defibrilasi.1,4 Vaksin rabies

(10)

dianjurkan diberikan pada semua orang dengan riwayat kontak dengan hewan pengidap rabies, kecuali kontak hanya jilatan pada kulit utuh.

Vaksin rabies yang lazim saat ini adalah tissue culture vaccine, suatu inactivated vaccine yang ditumbuhkan pada kultur sel seperti human diploid cell vaccine (HDCV), diproduksi sejak tahun 1964 dengan nama dagang ImovaxR, purified vero cell rabies vaccine (PVRV), diproduksi mulai tahun 1985 dengan nama VerorabR, purified chick embryo cell vaccine (PCEC) dengan nama RabipurR yang mulai dipasarkan tahun 1985. Vaksin generasi lama seperti suckling mouse brain vaccine (SMBV), suatu nerve tissue vaccine dan duck embryo vaccine (DEV), suatu non-nerve tissue vaccine, tidak digunakan lagi karena dapat menimbulkan komplikasi ensefalomielitis post-vaksinasi dan reaksi anafilaksis. Namun demikian nerve tissue vaccine masih diproduksi dan dipergunakan di beberapa negara Asia.

WHO merekomendasikan pemberian VAR secara intramuskuler pada otot deltoid atau anterolateral paha 0,5 ml pada hari 0, 3, 7, 14, 28 (regimen Essen), sedangkan Depkes RI menganjurkan pemberian tiga kali pada hari 0, 7, 21 (regimen Zagreb). VAR dapat diberikan pada ibu hamil atau bayi. SAR diberikan pada orang dengan luka gigitan multipel, luka lebar dan dalam, jilatan pada mukosa, luka di leher dan kepala, jari tangan atau kaki, atau di genitalia.

Pemberian VAR maupun SAR dapat menimbulkan efek samping ringan lokal maupun sistemik seperti nyeri, eritema, edema tempat suntikan, demam, nyeri kepala, mual, nyeri otot, nyeri sendi.4,10,18

Apabila penatalaksanaan untuk pasien rabies tepat dimulai begitu gejala rabies mulai muncul, prognosisnya baik. Berbagai penelitian dari tahun 1986

(11)

sampai 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing rabies yang segera mendapat VAR dan SAR menunjukkan angka survival 100%. Tetapi bila penatalaksanaannya baru dimulai setelah berbagai gejala rabies muncul, maka prognosisnya buruk. Kematian karena rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah mencapai sistem saraf.4,20

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto PN, Gunawan CA. Rabies. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV. Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006, pp 1736-1740.

2. Atmawinata, E. Mengenal Beberapa Penyakit Menular Dari Hewan Kepada Manusia.Yarma Widya, Bandung, 2006.

3. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 2007. Tentang Rabies. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. Diunduh dari:

http://www.disnak.jabarprov.go.id.(accessed July 7, 2010)

4. Gunawan, Carta A. Rabies: Diagnosis dan Penatalaksanaan. CDK 172/vol.

36 no. 6/ September – Oktober 2009.

5. Jejak Wabah Rabies di Bali. Suara Udayana Edisi Maret – April 2010.

6. Hsu, Yung Hsiang, Lih Shinn Wang, Li Kuang Chen, Jeh Jeh Lee, Hui Hua Yang. Rabies Virus Infection: Report of an Autopsy Case with Comprehensive Pathologic, Immnunoflorescant, Immunohistochemical and Molecular Studies. Tzu Chi Med J.2005.17.No.4.

7. Hanlon CA, Corey L. Rabies virus and other rhabdovirus. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (Eds).

Harrison`s Principles of Internal Medicine. 16th ed.Vol. 1. Mc Graw Hill, New York 2004, pp 1155-1160.

(13)

8. Warrel DA, Warrel MJ. Viral encephalitis. Rabies and related viruses. In : Strickland GT (Ed).Tropical Medicine. 7th ed. WB Saunders Co, Philadelphia 1991, pp 219-226.

9. Suwarno. Identifikasi Virus Rabies yang Diadaptasi pada Kultur Sel Neuroblastoma dengan Indirect Sandwich-ELISA dan Direct-FAT. Media Kedokteran Hewan.Vol. 21, No. 1, Januari 2005.

10. Rabies. Diunduh dari: http://www.cdc.gov. (accesed July 7, 2010)

11. Evalina, Ita. Karakteristik Tersangka Penderita Rabies di Puskesmas Pancur Batu Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serang Tahun 2007. Skripsi.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan 2009.

12. Rabies, Hydrophobia, Lyssa. Public Health Notifiable Disease Management Guidelines – Rabies December 2005. Diunduh dari:

http://www.cfsph.iastate.edu. Last update October, 2009.

13. DepKes RI. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gif=gitan Hewan Tersangka/ Rabies di Indonesia. Direktorat Jendral PPM dan PL, Jakarta, 2000.

14. WHO. Rabies: General Aspects & Laboratory Diagnosis Techniques.2007 15. Jackson, Alan C. Rabies. Neurol Clin 26, 2008, P.717–726

16. McElhinney , L. M, A. R. Fooks, A. D. Radford. Diagnostic Tools for the Detection of Rabies Virus. EJCAP - Vol. 18 - Issue 3 December 2008.

17. Takayama , Naohide. Rabies: A Preventable But Incurable Disease. J Infect Chemother (2008) 14:8–14.

18. Jackson, Alan C.,Mary J. Warrell,Charles E. Rupprecht, Hildegund C. J.

Ertl,Bernhard Dietzschold,Michael O’Reilly,Richard P. Leach,Zhen F. Fu,

(14)

William H. Wunner,Thomas P. Bleck,and Henry Wilde. Management of Rabies in Humans. CID 2003:36 (1 January).Diunduh dari:

http: //www.cdc.gov/rabies/docs/management.pdf

19. WHO. Current Who Guide for Rabies Pre and Post Exposure Treatments in

Human. Diunduh dari:

http://www.who.int/entity/rabies/en/WHO_guide_rabies_pre_post_exp_trea t_humans. (accesed July 7, 2010)

20. Rabies Treatment. Diunduh dari:

http://www.sosindonesia.com/Library/Rabies Treatment.pdf. (accesed July 7, 2010)

Gambar

Gambar 1. Hasil PCR antemortem
Gambar 2. Hasil PCR postmortem
Gambar 3. Struktur Virus Rabies 10
Gambar 5. Skema patogenesis infeksi virus rabies 15

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggibdapat mengakibatkan tersemburnya bahan plastik dari dalam cetakan dan hal ini akan berakibat proses produksi menjadi tidak efisien. 

Seperti halnya pada palung cermin parabola, transfer cairan panas atau uap dipanaskan dalam receiver (menara yang mampu mengkonsentrasikan energi

sikap diskriminasi memiliki jiwa mandiri dan independen, tidak berpikiran untuk meminta-minta. Jika beberapa kesulitan menimpanya, dia menghadapinya dengan sabar dan

Seleksi Umum; adalah metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi syarat.. Seleksi

Belajar dapat juga dimaknai sebagai proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan dan penilaian terhadap setiap pengetahuan dan kecakapan dasar

Berdasarkan hasil pemeriksaan kami,Puskesmas Kalibaru Kulon Kecamatan Kalibaru pada umumnya telah melaksanakan Tugas Pokok dan fungsi beserta aspek-aspek pendukungnya,namun

Definisi : Kehamilan dan proses melahirkan serta asuhan terhadap bayi baru lahir yang tidak sesuai dengan konteks, norma dan harapan lingkungan.. Batasan karakteristik :

Ketika dua buah sinyal dengan frekuensi yang berbeda dijumlahkan, akan dibentuk sinyal baru yang frekuensinya akan mengikuti sinyal awal yang memiliki frekuensi lebih tinggi dari