LAPORAN AKHIR
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DANA BOPTN 2015
EDUKASI LINGKUNGAN MANGROVE DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS ECOLOGICAL VISION
UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR DI WILAYAH PESISIR SURABAYA
Tim Pengabdi :
Indah Trisnawati D T, M.Si.,Ph.D Jurusan Biologi/FMIPA Kristanti Indah P., S.Si., M.Si Jurusan Biologi/FMIPA Dini Ermavitalini, S.Si., M.Si Jurusan Biologi/FMIPA Ir. Sri Nurhatika, MP Jurusan Biologi/FMIPA Tutik Nurhidayati, S.Si., M.Si Jurusan Biologi/FMIPA Triono Bagus S., S.Si, M.Biotech Jurusan Biologi/FMIPA Iska Desmawati, M.Si Jurusan Biologi/FMIPA
Dibiayai melalui dana BOPTN ITS
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Hibah Pengabdian kepada Masyarakat
Nomor : 020728.81/IT2.11/PN.08/2015, tanggal 04 Mei 2015
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2015
RINGKASAN
Berbagai permasalahan lingkungan, khususnya hutan mangrove di lingkungan pesisir, merupakan tantangan pendidikan di Indonesia untuk menyiapkan dan menghasilkan warga negara yang peduli terhadap kerusakan atau pencemaran lingkungan. Pendidikan diharapkan akan berpengaruh bahkan berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam dalam ekosistem yang lebih luas. Konsep pendidikan ini mengarahkan pada pemahaman dan pembahasan pendidikan dilihat dalam perspektif ekologi (berbasis ecological vision). Pelaksanaan pendidikan berbasis ecological vision di sekolah-sekolah adalah memberdayakan lingkungan belajar, antara lain, dapat dilakukan dengan menerapkan model "lingkungan pengajaran"; mengisi kurikulum sekolah dengan visi pendidikan kompetensi ekologi; mengadakan lingkungan pengajaran, mengembangkan sikap kritis dan peduli lingkungan kepada siswa, memelihara lingkungan, dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
Adanya keterbatasan sarana pendidikan, bahkan mungkin tidak tersedianya materi-materi dan media pembelajarannya yang sesuai dengan usia sekolah, khususnya Sekolah Dasar (SD), menyebabkan para siswa tidak mengetahui betapa pentingnya peranan dan penyelamatan alam pesisir dan lingkungannya. Dalam kegiatan ini diupayakan agar proses pembelajaran dalam pendidikan lingkungan tersebut berjalan optimal. Sehingga diterapkan berbagai media pembelajaran berbasis ecological vision yang mengutamakan interaksi dalam hutan mangrove dengan berbagai hewan dan tumbuhan, seperti model pengajaran alam sekitar dengan pembuatan miniatur ekosistem mangrove, buku bergambar dan berbagai permainan, yang sesuai dengan usia SD.
Kegiatan edukasi awal telah dilakukan meliputi Dongeng Mangrove dengan menggunakan media “wayang mangrove”, Jalan-Jalan Mangrove di area mangrove di Kampus ITS untuk mengetahui secara langsung morfologi mangrove, serta Lomba Mewarnai agar peserta dapat menvisualisasikan melalui bentuk gambar. Kegiatan edukasi lanjutan telah pula dilakukan untuk mendukung pengenalan mangrove dengan jalan-jalan mangrove pada kegiatan awal, yaitu Peluncuran dan Sosialisasi buku saku bergambar “ Mangrove untuk Anak-Anak”. Selain itu dilakukan pula Lomba Membuat Miniature Hutan Mangrove dengan plastisin mainan secara berkelompok dan Menceritakan Kembali (Re-telling) apa yang mereka buat. Selain visualisasi gambar, siswa peserta mampu memvisualisasi ekosistem mangrove dengan media tiga dimensi melalui praktek membuat miniature mangrove tersebut. Tingkat pemahaman siswa peserta dapat dievaluasi melalui kegiatan Menceritakan Kembali (Re-telling) miniature ekosistem mangrove yang telah mereka buat. Dengan pengembangan pengetahuan dasar ekosistem mangrove dan perubahannya menggunakan media pembelajaran tersebut, diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran pada para siswa SD wilayah pesisir sebagai kader lingkungan terhadap perlindungan sumber daya mangrove bagi kehidupan di wilayah pesisir tersebut.
SUMMARY
Various environmental problems, particularly mangrove forests in the coastal environment, is the challenges of education in Indonesia to prepare and generate citizens who are concerned about environmental damage or pollution. Education is expected to be take effect even interact with the social environment and the natural environment in a broader ecosystem. This educational concept aimed at understanding and discussion of education seen in the perspective of ecology (ecological-vision based). The implementation of ecological vision-based education in schools is to empower the learning environment, among others, can be done by applying the model "teaching environment"; filling the school curriculum with the educational vision of ecological competence; held a teaching environment, develop a critical attitude and caring environment to students, nurturing environment, and use the environment as a learning resource.
There are limitations to facilities of education, perhaps even the unavailability of materials and learning media that adjusted for school age, particularly elementary school, causing the students do not know how important the role of coastal, coastal rescue and its environment. In this program aligned to the learning process in environmental education is running optimally. So that the applied a variety of ecological vision-based learning media that features interaction in mangrove forests with a variety of animals and plants, such as the nature teaching models using mangrove miniature, illustrated books and various games, should be appropriated to elementary school students.
The initial of educational activities have been conducted include Mangrove Story by using "wayang mangrove" media; Roads to Mangrove in mangrove area around ITS Campus to know directly the morphology of the mangrove; Coloring Competition so that students can visualize through the image forms. The further educational activities have been held to support the introduction of mangrove through roads to mangrove, i.e.
Launching and Socializing illustrated pocket book "Mangrove for Children". The competition have been done also Competition of Making Mangrove Forest Miniature with playdough toy in groups and Re-telling what they have made. In addition to the image visualizations, student will be able to visualize the mangrove ecosystem with three-dimensional media through the practice of making mangrove miniature. The level of students' understanding can be evaluated through Re-telling activities of mangrove ecosystem miniature they have made. With the development of basic knowledge of mangrove ecosystems and its changes using the learning media, is expected to growing awareness of elementary school students at coastal areas as environmental cadres to the protection of mangrove resources for the coastal area.
PRAKATA
Kami mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kegiatan pengabdian edukasi lingkungan mangrove yang ditujukan bagi siswa sekolah dasar di wilayah pesisir Surabaya ini dapat terlaksana.
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dibiayai melalui dana BOPTN ITS tahun anggaran 2015.
Kami mengucapkan terima kasih pada Jurusan Biologi yang telah memberikan restu dan tempat untuk melakukan pengabdian ini, rekan-rekan dosen yang turut berperan serta, tenaga kependidikan dan mahasiswa yang turut berpartisipasi sehingga kegiatan edukasi awal dan kegiatan edukasi lanjutan dapat terlaksana dengan lancar dan sukses.
Semoga kegiatan ini dapat berlanjut dan tidak berhenti pada tahun ini saja. Kami berharap edukasi lingkungan mangrove ini dapat terlaksana pula pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta dapat melibatkan guru-guru sekolah.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin agar hasil pengabdian ini dapat bermanfaat bagi para siswa dan lingkungan sekitarnya. Namun kritik dan saran akan sangat membantu kami untuk menyempurnakan laporan kemajuan ini agar dapat menjadi dokumen yang bisa dipertanggungjawabkan, serta dapat menyempurnakan kegiatan selanjutnya.
Surabaya, 9 Nopember 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Hal.
JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
RINGKASAN iii
SUMMARY iv
PRAKATA v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL ix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.2 Perumusan Konsep dan Strategi Kegiatan ………. 3
1.3 Tujuan, Manfaat, dan Dampak Kegiatan Yang Diharapkan ………. 3
1.4 Target Luaran ………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
BAB III STRATEGI DAN PERENCANAAN KEGIATAN 12
BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN KEBERLANJUTANNYA 14
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 28
BAB VI RENCANA SELANJUTNYA 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN I BIODATA TIM PENGABDI 32
LAMPIRAN II DAFTAR LUARAN 39
LAMPIRAN III PUBLIKASI MAKALAH 41
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 4.1. Pembuatan wayang mangrove untuk mendukung kegiatan
Dongeng Wayang Mangrove 15
Gambar 4.2. Acara pembukaan kegiatan edukasi awal lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di Jurusan Biologi
FMIPA ITS 16
Gambar 4.3. Kegiatan dongeng wayang mangrove pada edukasi lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di Jurusan Biologi
FMIPA ITS 17
Gambar 4.4. Kegiatan jalan-jalan mangrove untuk mengenal morfologi mangrove yang dilakukan pada kawasan mangrove
di Kampus ITS Sukolilo Surabaya 18 Gambar 4.5. Kegiatan lomba mewarnai mangrove pada pola gambar
mangrove untuk menilai kreasi dari siswa peserta 19 Gambar 4.6. Kegiatan penutupan edukasi awal lingkungan mangrove untuk
siswa sekolah dasar di Jurusan Biologi FMIPA Surabaya, yang diakhiri dengan foto bersama siswa peserta dan panitia 20 Gambar 4.7. Banner kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku serta
sampul depan Buku Saku Bergambar “Mangrove untuk
Anak-Anak” 21
Gambar 4.8. Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak” dengan menggunakan spesimen tumbuhan mangrove, yaitu bagian daun, bunga dan buah. Siswa peserta mencocokkan spesimen yang ada dengan gambar
di dalam buku saku. 22
Gambar 4.9. Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar
“Mangrove untuk Anak-Anak” dengan melihat tumbuhan
mangrove langsung di area mangrove sekitar Kampus ITS. Siswa peserta mengenali tumbuhan mangrove yang ditemui dengan
melihat gambar di dalam buku saku 22
Gambar 4.10. Pembedaan karakteristik dan tipe Mangrove untuk jenis-jenis mangrove sejati dan asosiasi. Pengenalan karakteristik mangrove dengan foto serta sketsa habitus dan bentuk hidup tumbuhan,
bentuk daun dan bentuk bunga tumbuhan mangrove 23 Gambar 4.11. Pengenalan jenis-jenis hewan (biota) mangrove yang sering
ditemui. Pengenalan menggunakan foto hewan secara langsung 24 Gambar 4.12. Kegiatan Praktek dan Lomba Pembuatan Miniature Hutan
Mangrove yang dilakukan siswa peserta edukasi lingkungan
mangrove 25
Gambar 4.13. Siswa peserta menceritakan kembali (Re-telling) mengenai gambaran ekosistem mangrove dari miniature yang mereka buat.
Siswa juga mendapatkan pemahaman mengenai perubahan
ekosistem mangrove dari miniature contoh 26
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 4.1 Jadwal kegiatan edukasi awal lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar pada 19 Mei 2015 di Jurusan Biologi
FMIPA ITS 14
Tabel 4.2 Jadwal kegiatan edukasi lanjutan : Sosialisasi Media
Pembelajaran Berbasis Ecological Vision untuk Siswa Sekolah Dasar dalam Rangka Edukasi Lingkungan Mangrove di Wilayah Pesisir Surabaya pada 18 Oktober 2015 di Jurusan Biologi
FMIPA ITS 20
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini lingkungan beserta sumber daya alamnya telah banyak mengalami gangguan dan kerusakan, sehingga keberadaannya mulai menjadi langka. Hal ini disebabkan meningkatnya eksploitasi berlebih yang kurang memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam tersebut. Meskipun mampu meningkatkan perekonomian, namun eksploitasi tersebut dapat menimbulan ancaman dan kerugian dari segi ekologi yang jauh lebih besar. Berbagai permasalahan lingkungan yang mulai tampak, seperti berkurangnya lahan, menurunnya kualitas lahan, kelangkaan sumber daya, serta berbagai bencana lingkungan, seperti banjir, tanah longsor. Sebagai akibat dari mulai berkurangnya sumber daya adalah pergeseran dalam pemanfaatan sumber daya daratan yang mulai mengarah ke sumber daya pesisir dan laut. Hutan mangrove merupakan salah satu contoh ekosistem dan sumber daya pesisir yang mulai banyak mengalami gangguan akibat konversi lahan dan eksploitasi berlebih. Luasan kawasan hutan mangrove dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan. Banyak kerusakan – kerusakan hutan mangrove di pesisir sebagian besar disebabkan oleh tekanan manusia dalam membuka lahan dan manfaatkan kawasan mangrove untuk usaha pertambakan, perindustrian, pertanian, pemukiman, dan tempat rekreasi, serta sebagian kecil karena bencana alam (banjir, kekeringan, dan badai tsunami) serta serangan hama penyakit (Purnobasuki, 2005)
Berbagai permasalahan lingkungan, khususnya hutan mangrove di lingkungan pesisir, merupakan tantangan pendidikan di Indonesia untuk menyiapkan dan menghasilkan warga negara yang peduli terhadap kerusakan atau pencemaran lingkungan, dengan harapan akan terjadi keseimbangan yang harmonis antara lingkungan dengan manusia yang hidup di dalamnya. Pendidikan diharapkan akan berpengaruh bahkan berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam dalam ekosistem yang lebih luas. Konsep pendidikan ini mengarahkan pada pemahaman dan pembahasan pendidikan dilihat dalam perspektif ekologi (berbasis ecological vision).
Pendidikan berbasis ecological vision ini telah saatnya menjadi prioritas untuk mempengaruhi hasil/keluaran dari penyelenggaraan pendidikan dalam hal kondisi lingkungan, termasuk keluarga, sekolah, masyarakat, daerah dan geografis, sejarah
masyarakat, politik negara, ilmu pengetahuan dan teknologi di sekitarnya, dan masyarakat global (Sari, 2006). Dalam pendidikan berbasis ecological vision perlu mempertimbangkan empat prinsip: holistik, keberlanjutan, keanekaragaman, dan keseimbangan (Ife, 2002). Pelaksanaan pendidikan ekologi di sekolah-sekolah adalah memberdayakan lingkungan belajar, antara lain, dapat dilakukan dengan menerapkan model "lingkungan pengajaran"; mengisi kurikulum sekolah dengan visi pendidikan kompetensi ekologi; mengadakan lingkungan pengajaran, mengembangkan sikap kritis dan peduli lingkungan kepada siswa, memelihara lingkungan, dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendidikan ekologi juga dapat dilakukan dengan pendekatan karakter ekologis, mampu menyentuh sisi psikologis manusia dalam kaitannya dengan alam dan lingkungan (Widhiarso, 2003; Tirtarahardja dan La Sulo, 2005).
Keterlibatan peran edukasi lingkungan di sekolah dalam pengembangan dan pengelolaan ekosistem hutan mangrove merupakan langkah strategis dan tepat, mengingat masa anak – anak merupakan generasi bangsa di masa mendatang. Wawasan lingkungan pesisir yang telah terpola akan terus melekat dalam diri siswa tersebut, hingga alam pesisir dapat berselaras dengan kehidupannya. Kadangkala para siswa tidak mengetahui betapa pentingnya peranan dan penyelamatan alam pesisir dan lingkungannya. Permasalahan tersebut dapat dimengerti karena keterbatasan sarana pendidikan bahkan mungkin tidak tersedianya materi-materi dan media pembelajarannya yang sesuai dengan usia sekolah dasar. Oleh karena itu, dalam kegiatan ini Laboratorium Ekologi dan Biosains Tumbuhan FMIPA ITS mengupayakan pendidikan dasar lingkungan agar berorientasi pada ekologi dan implikasinya dalam proses pembelajaran di sekolah. Agar proses belajar mampu berjalan dengan optimal diterapkan berbagai media pembelajaran berbasis ecological vision yang mengutamakan interaksi dalam hutan mangrove dengan berbagai hewan dan tumbuhan, seperti model pengajaran alam sekitar dengan pembuatan miniatur ekosistem mangrove, buku bergambar dan berbagai permainan sesuai dengan usia Sekolah Dasar (SD). Diharapkan dengan pengembangan pengetahuan dasar dan pengelolaan hutan mangrove dengan menggunakan media pembelajaran tersebut mampu menumbuhkan kesadaran pada para siswa SD wilayah pesisir sebagai kader lingkungan akan arti perlindungan sumber daya mangrove bagi kehidupan di wilayah pesisir tersebut.
1.2 Perumusan Konsep dan Strategi Kegiatan
Kegiatan ini berbentuk sosialisasi edukasi yang ditujukan kepada siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) di wilayah pesisir sekitar Kampus ITS Surabaya. Sosialisasi ini meliputi : (1) pemberian materi dasar ekosistem mangrove di areal mangrove di sekitar Kampus ITS berbekal buku bergambar, (2) praktek membuat miniature hutan mangrove dengan plastisin mainan secara berkelompok dan menceritakan kembali (re-telling) apa yang mereka buat, (3) pemberian materi perubahan ekosistem mangrove dengan miniature contoh, serta (4) permainan dan kuis dengan pemberian hadiah bagi para siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman mereka terhadap materi.
1.3 Tujuan, Manfaat, dan Dampak Kegiatan Yang Diharapkan
Tujuan dari kegiatan ini adalah sosialisasi edukasi lingkungan mangrove dengan menggunakan berbagai media pembelajaran berbasis Ecological Vision, sehingga dapat mendukung secara optimal pemahaman siswa Sekolah Dasar (SD) tentang keberadaan, ancaman terhadap ekosistem mangrove dan pengelolaannya.
Hasil dari pelatihan ini, diharapkan dapat mengenalkan sedini mungkin kepada generasi muda yang bertempat tinggal di wilayah pesisir, terutama siswa SD di sekitar kompleks ITS, apa itu mangrove, bagaimana interaksi tumbuhan dan hewan yang ada di dalam ekosistem mangrove, ancaman pada ekosistem mangrove serta pengelolaan hutan mangrove secara sederhana yang ada di sekitar lingkungan mereka. Dengan pembekalan menggunakan media pembelajaran tersebut, siswa SD dapat memiliki wawasan lingkungan pesisir sehingga mampu berperan sebagai kader lingkungan di lingkungan sekitarnya.
1.4 Target Luaran
Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan luaran berupa buku saku bergambar tentang ekosistem mangrove untuk anak Sekolah Dasar dan publikasi ilmiah pada Seminar Nasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Mangrove
Definisi mangrove secara umum mengacu pada kumpulan pohon tropis dan semak-semak yang tumbuh di zona intertidal. Beberapa kriteria berikut diperlukan untuk spesies untuk ditetapkan sebagai mangrove “sejati":
1. Secara tepat melengkapi lingkungan mangrove.
2. Berperanan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu untuk membentuk tegakan murni.
3. Memiliki spesialisasi morfologi untuk adaptasi habitat.
4. Memiliki spesialisasi Fisiologis untuk adaptasi ke habitatnya.
5. Memiliki isolasi taksonomi dari kerabat tumbuhan darat.
Tomlinson (1986) Dengan demikian, mangrove adalah istilah non-taksonomi yang digunakan untuk menggambarkan berbagai kelompok tumbuhan yang semuanya diadaptasikan dengan habitat basah dan salin. Mangrove biasanya dapat merujuk kepada individu spesies.
Istilah-istilah seperti komunitas mangrove, ekosistem mangrove, hutan mangrove, rawa mangrove, dan mangal digunakan secara bergantian untuk menggambarkan masyarakat mangrove secara keseluruhan (Feller and Sitnik, 2002).
Distribusi Mangrove tersebar luas dengan mayoritas populasi yang terdapat antara garis lintang 30 ° N dan S (Tomlinson 1986). Kurang lebih 75% dari garis pantai tropis dunia didominasi oleh mangrove. Sayangnya, luasan kawasan mangrove telah berkurang secara signifikan akibat aktivitas manusia di wilayah pesisir. Ada dua sentra keanekaragaman mangrove yaitu : Grup Timur (Australia, Asia Tenggara, India, Afrika Timur dan Pasifik Barat) di mana jumlah spesies sekitar 40, dan Grup Barat (Afrika Barat, Karibia, Florida, Atlantik Selatan Amerika, dan Pasifik Utara dan Amerika Selatan) di mana jumlah spesies hanya 8. Jadi, hutan di region New World yang relatif mengalami pemiskinan keanekaragaman spesies dibandingkan dengan hutan region Old World (Feller and Sitnik, 2002).
Mangrove memiliki sedikit kemampuan untuk pembiakan vegetatif dan dengan demikian tergantung pada benih/anakan untuk pemeliharaan hutan dan penyebarannya (Tomlinson 1986). Meskipun beberapa spesies (Avicennia germinans dan Laguncularia racemosa) dapat berkecambah dari tunggul (bertunas), proses ini tidak sama dengan
propagasi. Mangrove menunjukkan dua strategi reproduksi yang relatif unik, yaitu : hidrokori dan vivipari (Tomlinson 1986; Rabinowitz 1978 dalam Feller dan Sitnik, 2002). Hidrokori (penyebaran melalui air) merupakan sarana utama yang mangrove yang menyebarkan benih, buah, dan / atau propagul. Aksi pasang surut dapat membawa diaspores mangrove dengan jarak yang jauh dari daerah asalnya. Vivipari mengacu pada kondisi di mana embrio mangrove yang berkecambah masih melekat pada pohon induknya.
Faktor-faktor berikut di bawah ini dianggap sebagai penentu utama distribusi mangrove :
1. Iklim. Mangrove adalah spesies tropis dan tidak toleran terhadap temperatur beku. Batas garis lintang mangrove di seluruh dunia bervariasi tergantung pada suhu udara dan air (Tomlinson 1986; Waisel 1972, Sherrod et al 1986, Sherrod & McMillan 1985 dalam Feller dan Sitnik, 2002). Kelimpahan mangrove juga dipengaruhi oleh kekeringan, dan pembangunan jauh lebih besar di sepanjang pantai yang memiliki input curah hujan yang tinggi (Macnae 1968, Golley et al 1975 dalam Feller dan Sitnik, 2002)
2. Salinitas. Garam umumnya tidak merupakan persyaratan untuk pertumbuhan, karena sebagian besar mangrove dapat tumbuh di air tawar (Tomlinson 1986; Ball 1988).
Namun, mereka tidak berkembang pada habitat air tawar karena persaingan dengan spesies air tawar. Dengan demikian salinitas penting dalam menghilangkan spesies tumbuhan vaskular lain yang tidak beradaptasi untuk pertumbuhan di habitat salin.
3. Fluktuasi pasang surut. Pengaruh pasang surut juga bukan merupakan keharusan, tetapi berperan penting secara tidak langsung :
a. Genangan air asin membantu menyingkirkan kebanyakan tumbuhan vaskular lainnya sehingga mengurangi persaingan.
b. Pasang surut membawa air asin sampai muara melawan aliran air tawar dan memperluas perkembangan mangrove di daratan.
c. Pasang surut membawa sedimen, nutrien, dan air yang bersih ke lingkungan mangrove dan ekspor karbon organik dan mengurangi senyawa sulfur.
d. Saat penguapan tinggi, pasang surut membantu membasuh tanah dan menurunkan tingkat salinitas.
4. Sedimen dan energi gelombang. Mangrove tumbuh terbaik di lingkungan dengan endapan dimana energi gelombang rendah. Gelombang tinggi menghambat pembentukan propagul, mengekspos sistem perakaran dangkal, dan mencegah akumulasi sedimen halus (Tomlinson, 1986).
Hutan mangrove memiliki kepentingan secara ekologi, meskipun pada awalnya hutan mangrove dianggap komunitas yang tidak penting, komunitas transisi dengan produktivitas yang rendah. Pada saat ini para ahli ekologi melihat mangrove sebagai ekosistem yang sangat produktif, dan sistem ekologis yang penting. Empat peran utama hutan mangrove yang diketahui:
1. Mangrove berkontribusi terhadap pembentukan tanah dan membantu menstabilkan garis pantai.
2. Mangrove berperan sebagai filter untuk limpasan dataran tinggi.
3. Sistem Mangrove berfungsi sebagai habitat bagi banyak organisme laut seperti ikan, kepiting, tiram, dan invertebrata lainnya serta satwa liar seperti burung dan reptil.
4. Mangrove menghasilkan sejumlah besar detritus yang dapat berkontribusi terhadap produktivitas perairan lepas pantai.
Selain peran secara ekologis , hutan mangrove dianggap memiliki atribut yang secara khusus penting bagi manusia:
1. Hutan bakau berfungsi sebagai perlindungan bagi komunitas pesisir terhadap badai seperti topan badai. Ia telah mengemukakan bahwa hilangnya kehidupan (300.000 sampai 500.000 jiwa) di Bangladesh pada tahun 1970 tkarena angin topan adalah sebagian disebabkan oleh banyak hutan mangrove yang melindungi daerah pesisir telah hilang dan diganti dengan persawahan.
2. Hutan mangrove berfungsi sebagai pembibitan dan perlindungan bagi banyak organisme laut yang memiliki nilai komersial atau olahraga. Area dimana kerusakan luas mangrove telah terjadi biasanya mengalami penurunan perikanan.
3. Banyak spesies terancam atau hampir punah berada di hutan mangrove.
4. Hutan mangrove juga penting dari segi estetika dan pariwisata. Banyak orang mengunjungi daerah ini untuk olahraga memancing, berperahu, mengamati burung, snorkeling, dan kegiatan rekreasi lainnya.
(Feller dan Sitnik, 2002)
2.2 Gangguan dan Kerusakan Ekosistem Mangrove
Salah satu ekosistem pesisir yang mengalami tingkat degradasi cukup tinggi akibat pola pemanfaatannya yang cenderung tidak memperhatikan aspek kelestariannya adalah hutan mangrove. Luas hutan mangrove Indonesia menurut Departemen Kehutanan pada Tahun 1982 sekitar 4,25 juta ha. Hasil Inventarisasi Hutan Nasional
yang dilakukan oleh Departemen yang sama menyebutkan bahwa luas hutan mangrove Indonesia pada tahun 1996 tinggal 3,53 juta ha. Dengan demikian dalam kurun waktu 14 Tahun Indonesia telah kehilangan hutan mangrove sekitar 700 ribu ha dan hal ini terjadi hampir di seluruh kepulauan Indonesia.
Kerusakan ekosistem hutan mangrove di pesisir Pulau Jawa misalnya, semakin cepat berlangsung seiring dengan bertambahnya usaha-usaha perekonomian yang lebih mengarah pada daerah pantai. Perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap daerah pesisir telah mengorbankan ribuan hektar kawasan mangrove sehingga banyak areal mangrove yang tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh tekanan manusia dalam memanfaatkan dan membabat mangrove untuk usaha pertambakan, perindustrian, pertanian, pemukiman, dan tempat rekreasi, serta sebagian kecil karena bencana alam (banjir, kekeringan, dan badai tsunami) serta serangan hama penyakit (Purnobasuki, 2005).
2.3 Pendidikan Lingkungan Berwawasan Ekologi
Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya) (KBBI, 1997). Ekologi (Oekologie) pertama kali didefinisikan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1866 sebagai "ilmu tentang hubungan antara organisme dan lingkungan mereka" (Bramwell, 1989, p.40 dalam EETAP, 2002).
Lebih lanjut, Green, et al., (1996) mendefinisikan ekologi manusia sebagai kesalingterkaitan yang ada antara manusia dan lingkungan mereka.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (EETAP, 2002).
EETAP (2002) juga menjelaskan upaya Eugene Odum dalam menyempurnakan definisi dan konsep ekologi. Odum menyusun sebuah daftar 20 prinsip ekologi terpenting dalam artikelnya: “Gagasan Hebat dalam Ekologi” pada Tahun 1990-an, termasuk Termodinamika, Seleksi Alam, Perilaku Siklik dan Connectiveness. Lima item terakhir dalam daftar Odum berhubungan dengan ekologi manusia dan antarmuka ekologi-ekonomi, yang dianggapnya menjadi fokus utama dalam pendidikan keaksaraan
lingkungan mengingat dampak global yang semakin serius akibat dari aktivitas manusia (Odum, 1992). Dalam era yang sama, ahli ekologi lain, seperti Leopold dan Carson, mulai menyadari kebutuhan untuk konservasi ekosistem, dan untuk mengeksplorasi hubungan antara manusia dan penggunaan lahan, serta masalah-masalah polusi.
Pada saat ini telah terjadi krisis ekologi, yang ditandai dengan sistem ekologi mengalami ketidakstabilan maupun gangguan kesetimbangan pertukaran energi-materi dan informasi yang selanjutnya mengakibatkan ketidakseimbangan pada fungsi-fungsi distribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme dengan organisme lain dan alam lingkungannya sementara itu organisme (manusia) dengan teknologi, perilaku dan organisasi sosialnya belum mampu melakukan penyesuaian yang berarti dalam mengantisipasi atau merespons guncangan tersebut (Dharmawan, 2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa krisis ekologi ini merupakan krisis hubungan antar manusia dan kebudayaannya dengan lingkungan hidup tempat mereka berlindung, bermukim, dan mengeksploitasi sumberdaya alam.
Menurut Anwari (2010) dalam menghadapi masalah lingkungan hidup, dunia pendidikan dituntut mampu mengembangkan perspektif yang relevan. Pertama, dunia pendidikan harus membangun pengertian bahwa kerusakan ekologi merupakan dampak buruk dari ulah manusia memperebutkan sumber-sumber daya. Kedua, dunia pendidikan memahami kerusakan ekologi sebagai realitas buruk yang meminta tumbal pengorbanan manusia. Dua hal ini penting dimengerti oleh dunia pendidikan sebagai saling hubungan antara manusia dan lingkungan.
Ekologi pendidikan, menurut Sari (2006), adalah sebuah ekosistempendidikan yang meliputi beberapa macam komponen lingkungan anak. Selama ini dikenal bahwa sekolah adalah satu-satunya faktor yang mendukung keberhasilan pendidikan. Namun demikian, ternyata ekologi pendidikan menjelaskan bahwa sekolah bukan satu-satunya factor yang mendukung keberhasilan pendidikan, namun harapannya memiliki kontribusi besar dalam pendidikan karena bersifat kurikuler.
Terdapat empat prinsip ekologi yang banyak digunakan sebagai perspektif edukasi oleh kalangan intelektual, ilmuwan, dan penggiat hijau atau green. Empat prinsip ini menimbulkan beberapa konsekuensi sebagai berikut:
(1) holistik (holism): filosofi ekosentrik, respek pada kehidupan dan alam, menolak solusi linear, perubahan yang bersifat organik;
(2) keberlanjutan (sustainibility): konservasi mengurangi konsumsi eko-nomi tanpa menekankan pada pertumbuhan, kendala pada pengem-bangan teknologi;
(3) keanekaragaman (diversity): anti kapitalis, menghargai perbedaan, tidak ada jawaban tunggal atas suatu masalah, desntralisasi, jejaring (networking) dan komunikasi lateral, teknologi tepat guna (lower level technology); dan
(4) keseimbangan (equilibrium): global/lokal, yin/yang, gender, hak/ tanggung jawab, perdamaian dan kerjasama.
(Ife, 2002) Pendidikan berwawasan ekologi dimaksudkan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang dapat mempengaruhi hasil dari penyelenggaraan pendidikan itu ditinjau dari kondisi lingkungannya yang meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, daerah dan geografisnya, sejarah masyarakatnya, politik negaranya, ilmu dan teknologi di sekelilingnya, dan masyarakat globalnya (Sari, 2006).
Hungerford & Volk (1991) juga menetapkan sembilan konsep kunci ekologi yang perlu untuk dimasukkan ke dalam pengembangan program pendidikan lingkungan di sekolah. Inklusi ini akan membantu seseorang terhadap lingkungan menjadi melek huruf, yang berarti bahwa ia mampu dan bersedia untuk membuat keputusan lingkungan yang konsisten dengan baik kualitas kehidupan manusia dan kualitas yang sama besar dari lingkungan. Konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a. Individu dan populasi.
b. Interaksi dan saling ketergantungan.
c. Pengaruh lingkungan dan faktor pembatas.
d. Aliran energi dan siklus gizi.
e. Komunitas dan konsep ekosistem.
f. Homeostasis.
g. Suksesi.
h. Manusia sebagai anggota ekosistem.
i. Implikasi ekologi pada kegiatan manusia dan masyarakat.
Dalam pendidikan ekologi dapat menerapkan pendekatan karakter ekologis (Holahan, 1992, dalam Widhiarso, 2003), yang dimaksudkan untuk meningkatkan sikap berwawasan ekologis masyarakat, mengingat krisis ekologi yang terjadi selama ini lebih disebabkan oleh sikap maladaptif manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Program Ecological Character Building adalah salah satu pendekatan untuk merangsang sikap berwawasan ekologis individu. Program ini berisi kegiatan-kegiatan yang disusun untuk menyentuh sisi psikologis manusia dalam hubungannya dengan alam.
2.3 Implementasi Pendidikan Lingkungan Berwawasan Ekologi di Sekolah
Menurut Widhiarso (2003), aplikasi perilaku ekologis adalah aktivitas terjun langsung ke masyarakat untuk menyelesaikan masalah ekologis yang ada yang diikuti dengan memberikan pemahaman mengenai pentingnya memelihara kelestarian lingkungan. Aktivitas ini berupa aksi dalam bentuk sebagai berikut.
a. Penanaman pohon/membuat taman sekolah.
b. Pembersihan sampah.
c. Menyebarkan stiker dan pamflet gerakan ekologi di sekolah.
d. Eko-wisata.
Dalam mengaplikasikan perilaku ekologis, pada program pendidikan di sekolah, disarankan perlunya mengajarkan hidup bersih kepada para anak didik, mulai Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga Perguruan Tinggi (PT). Sebab, mereka masih bisa dididik. Pikiran mereka masih bisa dibentuk sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Pola pikirnya lebih terbuka dan mau menerima perubahan dari luar. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Program pendidikan kepedulian lingkungan yang praktis diterapkan untuk anak-anak sekolah dasar, sehingga diharapkan anakanak dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Yamin, 2008).
Pendidikan yang berwawasan ekologi diaplikasikan dengan “pengajaran alam sekitar” atau “kehidupan senyatanya” (Tirtarahardja dan La Sulo, 2005). Prinsip gerakan
“pengajaran alam sekitar”, sebagai berikut :
a. Dengan pengajaran alam sekitar guru dapat memperagakan secara langsung.
b. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif.
c. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas (tidak mengenal pembagian mata pelajaran, menarik minat, dan hubungan bahan pelajaran erat dan teratur).
d. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kokoh dan tidak verbalistis; serta memberikan apersepsi emosional.
Implikasi pendidikan berwawasan ekologis di salah satu sekolah menengah Santa Maria dapat menjadi salah satu contoh. Di sekolah tersebut, pendidikan yang berwawasan ekologis mulai diterapkan sebagai upaya untuk menumbuhkan sikap kritis individu baik secara moralitas maupun intelektualitas merupakan wujud nyata kepedulian pada lingkungan sekitar. Melalui kegiatan observasi lingkungan diharapkan
siswa dapat berinteraksi langsung pada sesama, alam maupun pada diri sendiri. Hal ini dapat memunculkan kesadaran personal bahwa manusia adalah mahkluk ekologis yang memandang semua kehidupan baik manusia, hewan maupun tumbuhan merupakan mahluk yang bernilai maka harus dirawat dan dijaga kelestariannya (Martinus, 2008).
Melalui komunitas Duta Lingkungan maka siswa diajak untuk berpikir kritis tentang kelestarian alam. Kegiatan observasi hutan bakau adalah salah satu contoh dimana siswa diajak untuk mengkritisi ekosistem tanaman ini, manfaat bakau bagi masyarakat dan sebagainya. Kegiatan lain adalah penelitian pencemaran pada air.
Dengan kegiatan ini siswa akan menemukan akibat ulah manusia yang tidak pernah memikirkan lingkungannya, bagaimana melestarikan air yang setiap harinya digunakan untuk konsumsi manusia dan sebagainya. Contoh yang lain adalah observasi hutan konservasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya yang selama ini terancam oleh perilaku eksploratif manusia melalui pembalakan secara liar. Kegiatan ke dalam dari komunitas ini antara lain pengolahan sampah menjadi kompos yang tentunya memberikan nilai lebih dan pemilahan sampah (Raharja, 2012).
BAB III
STRATEGI DAN PERENCANAAN KEGIATAN
3.1 Strategi
Kegiatan ini berbentuk sosialisasi edukasi yang ditujukan kepada siswa-siswi sekolah, khususnya Sekolah Dasar (SD) di wilayah pesisir sekitar Kampus ITS Surabaya.
Sosialisasi ini meliputi : (1) pemberian materi dasar ekosistem mangrove melalui Dongeng Wayang Mangrove di dalam kelas, (2) pemberian materi dasar ekosistem mangrove melalui Jalan-Jalan Mangrove di areal mangrove di sekitar Kampus ITS, (3) Lomba Mewarnai cetakan gambar ekosistem mangrove yang terdapat pohon mangrove dan hewan-hewan lainnya, (4) peluncuran dan sosialisasi penggunaan buku saku bergambar “ Mangrove untuk Anak-Anak”, (5) praktek membuat miniature hutan mangrove dengan plastisin mainan secara berkelompok dan menceritakan kembali (re- telling) apa yang mereka buat, (6) pemberian materi perubahan ekosistem mangrove dengan miniature contoh, serta (7) kuis dengan pemberian hadiah bagi para siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman mereka terhadap materi.
Strategi dari kegiatan ini adalah proses pembelajaran materi dasar di dalam kelas dan di areal mangrove di sekitar Kampus ITS, peluncuran dan sosialisasi penggunaan buku saku bergambar, kemudian dilanjutkan dengan praktek membuat miniature hutan mangrove dan re-telling, pemberian materi perubahan ekosistem mangrove serta permainan di dalam kelas yang memakan waktu selama 2 hari.
Pada kegiatan edukasi awal, diadakan kegiatan pemberian materi dasar ekosistem mangrove langsung di areal mangrove di sekitar kampus ITS, yang dilanjutkan dengan lomba mewarnai cetakan gambar ekosistem mangrove di dalam kelas. Kegiatan edukasi awal, meliputi :
- Pemberian materi dasar ekosistem mangrove dalam kelas, melalui Dongeng Wayang Mangrove.
- Pemberian materi dasar ekosistem mangrove langsung di area mangrove meliputi: apa itu mangrove, jenis-jenis mangrove, lingkungan sekitar mangrove, jenis-jenis hewan yang sering ditemukan dalam ekosistem mangrove.
- Pemantapan materi dasar ekosistem mangrove dengan lomba mewarnai cetakan gambar ekosistem mangrove.
Pada kegiatan edukasi lanjutan, diadakan kegiatan untuk mendukung pemberian materi dasar ekosistem mangrove dengan pengenalan mangrove dan komponennya di dalam kelas dan di area mangrove berbekal Buku Saku Bergambar. Di
samping itu digunakan media miniature ekosistem mangrove dari plastisin untuk mendukung pemahaman terhadap ekosistem mangrove dan perubahannya akibat berbagai aktivitas manusia, dilanjutkan dengan pemantapan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan melalui kuis dengan pemberian hadiah. Kegiatan edukasi lanjutan meliputi :
- Peluncuran dan sosialisasi penggunaan Buku Saku Bergambar, melalui media spesimen tumbuhan mangrove di dalam kelas, dan melihat secara langsung di area mangrove sekitar Kampus ITS.
- Praktek bagi siswa secara berkelompok untuk membuat miniature hutan mangrove dengan menggunakan plastisin mainan (playdough).
- Siswa menceritakan kembali (re-telling) apa yang telah mereka buat.
- Kuis pemahaman siswa peserta dengan berbagai hadiah hiburan.
3.2 Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan dibuat dalam bentuk diagram alir (flow chart) untuk memudahkan pemahaman kegiatan pengabdian masyarakat, seperti di bawah ini :
Sosialisasi Edukasi Lingkungan Mangrove dengan Media Pembelajaran Berbasis Ecological Vision
Persiapan materi dan media pembelajaran
Pendekatan pada sekolah-sekolah dasar di sekitar Kampus ITS
Penyampaian materi dengan media pembelajaran
Materi lanjut perubahan ekosistem mangrove Materi dasar ekosistem
mangrove
Kuis pemahaman dengan pemberian hadiah
Praktek & Lomba pembuatan miniature hutan mangrove & re-
telling
Meningkatkan pemahaman siswa SD tentang ekosistem mangrove yang ada di sekitarnya serta dampak perubahannya
Kontinuitas kegiatan sosialisasi edukasi lingkungan di sekolah-sekolah di wilayah pesisir di Jawa Timur
Dongeng Wayang Mangrove, Lomba Mewarna Gambar Mangrove, Buku
Saku Bergambar
BAB IV
HASIL YANG DICAPAI DAN KEBERLANJUTANNYA
4.1. Edukasi Awal Lingkungan Mangrove
Kegiatan edukasi awal lingkungan mangrove ini telah dilaksanakan yaitu pada tanggal 19 Mei 2015. Kegiatan awal ini mengacu dari kegiatan edukasi mangrove yang pernah dilakukan pada tahun 2014 untuk siswa sekolah dasar. Pada tahun 2014 kegiatan hanya dilakukan dengan pemberian materi dan kuis pengenalan ekosistem mangrove di dalam kelas. Pada kegiatan awal edukasi ini diikuti oleh siswa sekolah dasar dari kampung binaan Himpunan Mahasiswa Biologi ITS di Keputih, yang diikuti sebanyak 20 orang siswa.
Berikut adalah jadwal kegiatan yang telah dilakukan :
Tabel 4.1. Jadwal kegiatan edukasi awal lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar pada 19 Mei 2015 di Jurusan Biologi FMIPA ITS
Waktu Kegiatan
07.00 – 07.30 WIB Persiapan 07.30 – 07.45 WIB Registrasi
Pembukaan
07.45 – 08.00 WIB Sambutan Dosen Panitia Berdoa bersama
08.00-08.30 WIB Dongeng Wayang Mangrove 08.30-08.40 WIB Persiapan Jalan-jalan mangrove
Pembagian grup/kelompok dan kakak pembimbing 08.40-09.10 WIB Jalan-jalan Mangrove
09.10-09.15 WIB Persiapan lomba mewarnai
09.15-10.00 WIB Lomba mewarnai pola gambar mangrove 10.00-10.30 WIB Makan siang
10.30-10.45 WIB Pengumuman pemenang dan pemberian hadiah 10.45-11.00 WIB Selesai
Persiapan dilakukan ± 2 minggu sebelum kegiatan edukasi lingkungan dilaksanakan. Persiapan non teknis yang dilakukan diantaranya pembentukan panitia, perencanaan kegiatan, pembuatan konsep acara dan perencanaan anggaran dana.
Pembentukan panitia terdiri dari mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah biologi mangrove. Perencanaan kegiatan dilakukan untuk mempersiapkan diadakannya edukasi
lingkungan mangrove sebagai bentuk kepedulian terhadap ekosistem mangrove dan diharapkan generasi selanjutnya mengerti tentang pentingnya ekosistem mangrove.
Pembuatan konsep acara dilakukan untuk membuat teknis kegiatan beserta konsep secara keseluruhan. Beberapa hal terkait teknis dan non teknis yang disiapkan di antaranya : 1. Dongeng Wayang Mangrove
Persiapan yang dilakukan diantaranya perencanaan kegiatan, pembuatan konsep acara, pembuatan alur cerita dongeng, serta pembuatan karakter-karakter wayang.
Perencanaan kegiatan dilakukan untuk mempersiapkan pelaksanaan dongeng mangrove seperti persiapan background, backsound, serta properti pendukung lainnya. Pembuatan konsep acara yakni mengenai acara secara keseluruhan seperti tata letak properti, penggunaan background dan backsound, alur cerita dan lama waktu yang diperlukan.
Pembuatan alur cerita berisi mengenai hal-hal apa yang akan disampaikan dalam dongeng mangrove yang memiliki makna mengenai ekosistem mangrove dan pelestariannya, serta pemilihan 2 orang dari mahasiswa pembimbing yang dapat memerankan karakter-karakter wayang sesuai alur cerita. Pembentukan karakter wayang dilakukan dengan mencari gambar biota mangrove (ikan, udang, kepiting, dll) dan bioma mangrove (pohon bakau, dll), yang selanjutnya di print dan ditempelkan pada sterofoam lalu ditempelkan pada lidi bambu panjang.
Gambar 4.1. Pembuatan wayang mangrove untuk mendukung kegiatan Dongeng Wayang Mangrove.
2. Jalan-Jalan Mangrove
Persiapan yang dilakukan diantaranya perencanaan kegiatan, pembuatan konsep acara, penentuan lokasi dan peminjaman alat-alat yang diperlukan. Perencanaan kegiatan
dilakukan untuk mempersiapkan diadakannya Jalan-jalan Mangrove sebagai bentuk pengenalan secara langsung mengenai morfologi mangrove yang terdapat pada kawasan kampus ITS Sukolilo Surabaya. Pembuatan konsep acara dilakukan untuk menentukan hal-hal yang akan disampaikan kepada peserta mengenai bentuk morfologi maupun struktur pohon tiap-tiap spesies mangrove serta manfaatnya. Selanjutnya pemilihan mahasiswa pemandu dan pembimbing lapangan yang akan menemani siswa peserta yang telah dibagi di dalam beberapa grup. Hadiah akan diberikan ketika siswa mampu menjawab kuis selama dilaksanakan Jalan-jalan Mangrove.
3. Lomba Mewarnai
Persiapan yang dilakukan diantaranya yakni penggambaran pola gambaran yang akan digunakan dalam lomba mewarnai, memperbanyak gambar sejumlah siswa peserta yang hadir, pembelian alat mewarnai (crayon) yang nantinya akan diberikan pada peserta, serta penentuan waktu yang dibutuhkan. Penentuan juri juga dilakukan guna menilai kreasi dari siswa peserta.
Kegiatan edukasi awal lingkungan mangrove bagi siswa sekolah dasar ini dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2015, yang meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Pembukaan
Pembukaan kegiatan edukasi lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar ini dimulai pukul 07.45 WIB di laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA ITS Surabaya.
Pembukaan acara dimulai dengan sambutan panitia dan doa bersama.
Gambar 4.2. Acara pembukaan kegiatan edukasi awal lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di Jurusan Biologi FMIPA ITS.
2. Dongeng Wayang Mangrove
Dongeng wayang mangrove dilakukan setelah acara pembukaan, yaitu pada pukul 08.00 WIB di laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA ITS Surabaya. Siswa
peserta mendengarkan mahasiswa pembimbing melakukan dongeng wayang yang bercerita tentang kehidupan di ekosistem mangrove dan pentingnya pelestarian mangrove.
Dongeng wayang mangrove bercerita mengenai biota-biota yang ada pada ekosistem mangrove yang meliputi pohon mangrove, yaitu: Rhizopora mucronata, Avicenia apiculata, Sonneratia sp. dan lain-lain. Selain itu, terdapat biota lain penyusun ekosistem mangrove seperti kepiting, udang, ikan, dan lain sebagainya. Semua biota yang berada pada ekosistem mangrove pada mulanya hidup bahagia, tetapi setelah ada manusia yang menebang hutan banyak ikan, kepiting, udang yang kehilangan tempat tinggal dan mati. Dengan adanya hal tersebut, nyamuk ataupun serangga-serangga penghuni mangrove berpindah habitat ke habitat manusia sehingga mengganggu aktivitas manusia, karena hal tersebut akhirnya manusia sadar akan pentingnya pelestarian hutan mangrove. Dalam dongeng wayang mangrove, siswa peserta diberi pengetahuan mengenai pengenalan mangrove dan bagaimana menjaga mangrove dengan baik melalui metode yang sederhana yaitu melalui dongeng wayang. Siswa peserta antusias selama dongeng berlangsung, antusiasme peserta ditunjukkan selama dongeng berlangsung dengan adanya percakapan langsung antar siswa peserta dan pendongeng. Akhir dari dongeng mangrove diberi kesimpulan akan bahaya ketika ekosistem mangrove dirusak.
Gambar 4.3. Kegiatan dongeng wayang mangrove pada edukasi lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di Jurusan Biologi FMIPA ITS
3. Jalan-jalan Mangrove
Persiapan kegiatan Jalan-jalan Mangrove dilakukan pada pukul 08.30 WIB.
Pembagian peserta kedalam 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang dengan mahasiswa pembimbing yang dilakukan di parkir mobil Jurusan Biologi ITS.
Selanjutnya Jalan-jalan Mangrove dimulai dari lokasi yang terdapat spesies mangrove yakni sekitar depan Asrama ITS. Spesies yang ditemukan pada lokasi-lokasi tersebut yakni spesies Waru laut, ketapang dan bakau yang ditemukan di depan asrama dan bintaro di depan lokasi ITS press. Pada setiap lokasi mahasiswa pemandu memberi pertanyaan mengenai nama spesies yang ditemukan, siswa peserta boleh meminta bantuan mahasiswa pembimbing untuk menjawab pertanyaan dan grup yang berhasil menjawab akan mendapatkan hadiah berupa makanan ringan. Selanjutnya mahasiswa pemandu memberi penjelasan mengenai spesies yang ditemukan. Penjelasan yang diberikan yakni morfologi spesies yang meliputi bentuk akar, batang, daun dan buah.
Diberikan penjelasan pula mengenai manfaat tiap-tiap spesies. Setelah semua spesies telah dijelaskan maka dilakukan sesi diskusi dan review materi yang telah diberikan yang dilakukan pada spot lokasi terakhir. Dilakukan sesi Tanya jawab oleh siswa peserta kepada mahasiswa pemandu. Pada kedua sesi ini para siswa aktif me-review materi yang telah diberikan. Selanjutnya pada pukul 09.00 siswa kembali ke jurusan Biologi untuk melaksanakan kegiatan selanjutya.
Gambar 4.4. Kegiatan jalan-jalan mangrove untuk mengenal morfologi mangrove yang dilakukan pada kawasan mangrove di Kampus ITS Sukolilo Surabaya.
4. Lomba Mewarnai
Lomba mewarnai dimulai pukul 09.00 WIB setelah kegiatan jalan-jalan mangrove. Panitia membagikan crayon dan cetakan gambar ke masing-masing peserta lomba mewarnai. Cetakan gambar diberikan berupa suatu gambar ekosistem mangrove yang terdapat pohon mangrove dan hewan-hewan lainnya. Sambil mewarnai, adik-adik ditemani oleh mahasiswa dibimbing untuk mengetahui biota lain apa saja yang tinggal di ekosistem mangrove, seperti burung, ular, udang, kepiting, dan ikan-ikan lain. Suasana lomba mewarnai cukup tenang dan peserta sangat antusias dalam mengikuti lomba.
Siswa peserta menyelesaikan lomba hingga pukul 10.00 dan dilanjutkan oleh kegiatan makan siang sambil menunggu pengumuman lomba.
Gambar 4.5. Kegiatan lomba mewarnai mangrove pada pola gambar mangrove untuk menilai kreasi dari siswa peserta.
5. Penutupan.
Kegiatan awal edukasi lingkungan mangrove bagi siswa sekolah dasar ini ditutup dengan acara makan siang bersama, pengumuman pemenang dan pembagian hadiah, serta foto bersama siswa peserta dan panitia.
Gambar 4.6. Kegiatan penutupan edukasi awal lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di Jurusan Biologi FMIPA Surabaya, yang diakhiri dengan foto bersama siswa peserta dan panitia.
4.2. Edukasi Lanjutan Lingkungan Mangrove
Kegiatan edukasi lanjutan lingkungan mangrove ini telah dilaksanakan yaitu pada tanggal 18 Oktober 2015. Pada kegiatan lanjutan ini diikuti oleh siswa sekolah dasar dari SD Yapita Keputih-Sukolilo, SDN Kejawen Putih 1-243 Kejawen Putih Tambak, Mulyorejo, serta sekolah dasar kampung binaan Himpunan Mahasiswa Biologi ITS di Keputih, yang diikuti sebanyak kurang lebih 25 orang siswa.
Berikut adalah jadwal kegiatan yang telah dilakukan :
Tabel 4.2. Jadwal kegiatan edukasi lanjutan : Sosialisasi Media Pembelajaran Berbasis Ecological Vision untuk Siswa Sekolah Dasar dalam Rangka Edukasi Lingkungan Mangrove di Wilayah Pesisir Surabaya pada 18 Oktober 2015 di Jurusan Biologi FMIPA ITS.
Waktu Kegiatan
07.00 – 07.30 WIB Persiapan 07.30 – 07.45 WIB - Registrasi
- Pembukaan 07.45 – 08.00 WIB - Sambutan Panitia
- Berdoa bersama
08.00-08.30 WIB Peluncuran dan Sosialisasi Buku Saku Bergambar
“Mangrove untuk Anak-Anak” dan Cara Menggunakannya
08.30-08.40 WIB - Persiapan Jalan-Jalan Mangrove untuk Praktek Menggunakan Buku Saku Bergambar di lapangan - Pembagian grup/kelompok dan mahasiswa
pembimbing
08.40-09.15 WIB Jalan-Jalan Mangrove dengan Membawa Buku Saku Bergambar
09.15-09.30 WIB Persiapan Lomba Pembuatan Miniature Hutan Mangrove dan Menceritakan kembali (Re-telling) Hutan Mangrove
09.30-11.30 WIB Praktek dan Lomba Pembuatan Miniature Hutan Mangrove & Menceritakan kembali (Re-telling) Hutan Mangrove, kuis pemahaman siswa peserta.
11.30-12.00 WIB ISHOMA
12.00-12.15 WIB Pengumuman pemenang dan pemberian hadiah 12.15-12.30 WIB Penutupan
Kegiatan edukasi lanjutan lingkungan mangrove bagi siswa sekolah dasar ini dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2015, yang mentitikberatkan pada sosialisasi media pembelajaran berbasis Ecological Vision berupa media buku saku bergambar serta miniatur ekosistem mangrove dari plastisin mainan. Edukasi lanjutan ini meliputi kegiatan utama sebagai berikut :
1. Pengenalan dan Sosialisasi Buku Saku Bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak”
dan Cara Menggunakannya
Pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar dilakukan setelah acara pembukaan, yaitu pada pukul 08.00 WIB di laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA ITS Surabaya. Siswa peserta mendengarkan dosen pembimbing dibantu mahasiswa pembimbing memperkenalkan serta mengajarkan cara menggunakan buku saku bergambar pada siswa tersebut. Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan spesimen bunga, daun dan buah tumbuhan mangrove yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Gambar 4.7. Banner kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku serta sampul depan Buku Saku Bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak”
Gambar 4.8. Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak” dengan menggunakan spesimen tumbuhan mangrove, yaitu bagian daun, bunga dan buah. Siswa peserta mencocokkan spesimen yang ada dengan gambar di dalam buku saku.
Menurut Poedjiastuti (2005), m
pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor
anak, seperti ketersediaan
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk ny
benda, binatang, tumbuhan, dan alam (Arsyad 2004)
penggunaan buku saku bergambar ini, media tumbuhan mangrove yang dipersiapkan untuk digunakan siswa peserta.
Selain dengan menggunakan spesi
lingkungan, praktek penggunaan buku saku bergambar juga dapat dilakukan dengan jalan-jalan di area mangrove secara langsung. Pada kegiatan ini siswa peserta mengunjungi area mangrove di sekitar Kampus ITS berbekal buku s
mengenali jenis-jenis mangrove dan hewan yang mereka temui.
Gambar 4.9. Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak” dengan melihat tumbuhan mangrove langsung di area mangrove Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove Anak” dengan menggunakan spesimen tumbuhan mangrove, yaitu bagian daun, bunga dan buah. Siswa peserta mencocokkan spesimen yang ada dengan gambar di
Poedjiastuti (2005), media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta
Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, seperti Media Lingkungan
enda, binatang, tumbuhan, dan alam (Arsyad 2004). Dalam kegiatan sosialisasi penggunaan buku saku bergambar ini, media tumbuhan mangrove yang dipersiapkan untuk digunakan siswa peserta.
Selain dengan menggunakan spesimen tumbuhan mangrove sebagai media lingkungan, praktek penggunaan buku saku bergambar juga dapat dilakukan dengan jalan di area mangrove secara langsung. Pada kegiatan ini siswa peserta mengunjungi area mangrove di sekitar Kampus ITS berbekal buku s
jenis mangrove dan hewan yang mereka temui.
Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove Anak” dengan melihat tumbuhan mangrove langsung di area mangrove Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove Anak” dengan menggunakan spesimen tumbuhan mangrove, yaitu bagian daun, bunga dan buah. Siswa peserta mencocokkan spesimen yang ada dengan gambar di
edia pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik faktor yang menentukan kekayaan pengalaman buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta Media Lingkungan berupa . Dalam kegiatan sosialisasi penggunaan buku saku bergambar ini, media tumbuhan mangrove yang dipersiapkan
men tumbuhan mangrove sebagai media lingkungan, praktek penggunaan buku saku bergambar juga dapat dilakukan dengan jalan di area mangrove secara langsung. Pada kegiatan ini siswa peserta mengunjungi area mangrove di sekitar Kampus ITS berbekal buku saku, untuk
Kegiatan pengenalan dan sosialisasi buku saku bergambar “Mangrove Anak” dengan melihat tumbuhan mangrove langsung di area mangrove
sekitar Kampus ITS. Siswa peserta mengenali tumbuhan mangrove yang ditemui dengan melihat gambar di dalam buku saku.
Buku saku bergambar yang digunakan siswa peserta sangat membantu siswa mengenali tumbuhan dan hewan yang umum dijumpai di area mangrove. Selama proses pembuatan buku saku bergambar dilakukan survey lapangan untuk mendapatkan foto- foto tumbuhan dan beberapa hewan yang terdapat di hutan mangrove. Penyusunan, pengeditan dan penyempurnaan buku saku bergambar tentang ekosistem mangrove dan komponennya. Agar lebih komunikatif dan menarik bagi anak-anak usia sekolah dasar, maka diciptakan maskot dalam buku saku yang merupakan salah satu jenis ikan khas ekosistem mangrove yakni Mudskiper atau Ikan glodok (Periphthalmus sp), seperti pada Gambar 4.7.
Tumbuhan mangrove dalam buku saku dibedakan karakteristik dan tipenya untuk mempermudah anak-anak mengenali tipe mangrove. Pada tiap bagian dalam buku dibagi per bab untuk jenis-jenis mangrove sejati dan minor terutama jenis Avicennia marina, Avicenna alba, Sonneratia alba, Sonneratia casiolaris, Rhizophora mucronata, Nypha frutican, Exoecharia agallocha, dan beberapa mangrove asosiasi seperti widuri dan beluntas. Jenis hewan asosiasi mangrove juga melengkapi komponen ekosistem mangrove diantaranya adalah burung, kepiting bakau, ikan glodok, katak dan beberapa jenis ikan.
Gambar 4.10. Pembedaan karakteristik dan tipe Mangrove untuk jenis-jenis mangrove sejati dan asosiasi. Pengenalan karakteristik mangrove dengan foto serta sketsa habitus dan bentuk hidup tumbuhan, bentuk daun dan bentuk bunga tumbuhan mangrove.
Pada buku saku ini pengenalan morfologi luar tumbuhan mangrove bagi anak- anak dengan menggunakan foto tumbuhan serta sketsa gambar, yaitu berupa bentuk hidup dan habitus tumbuhan, serta bentuk daun dan bunga. Menurut Widodo (2012), cara mengenal dan mendeskripsi tumbuhan dapat dilakukan dengan mudah tetapi dapat pula sangat sulit. Deskripsi morfologis biasanya merupakan langkah awal untuk mengetahui
karakter struktur tumbuhan. Variasi struktur tumbuhan yang sangat banyak menuntut metode mengenali tumbuhan dengan tepat dan cepat pada langkah awal suatu pengkajian, penelitian, eksplorasi, dalam berbagai cabang kajian biologi. Pengenalan struktur tumbuhan diawali melalui pengenalan struktur makro berupa habitus dan bentuk hidup. Pengenalan habitus tumbuhan dapat berdasar ukuran dan karakter kandungan kayu. Habitus tumbuhan berdasarkan ukuran didiskripsikan meliputi pohon, perdu, semak, herba. Variasi habitus yang sangat besar menjadikan pengenalan dan kategorisasi tidak mudah dilakukan. Aspek karakter pertumbuhan dan bentuk pertumbuhan tumbuhan dalam penyesuaiannya terhadap lingkungan digunakan oleh Raunkiaer tahun 1934 untuk merumuskan pola-pola khas bentuk hidup (life form) tumbuhan (Loveless, 1994). Pola bentuk hidup dapat digunakan sebagai karakter penanda dalam mengenal tumbuhan secara makro untuk melengkapi pengenalan habitus sebelum memahami detail struktur serta karakter taksonomi. Bentuk hidup merupakan karakter pertama diskripsi tumbuhan dalam teks-teks buku-buku flora dan kajian ekologi (Widodo, 2012).
Sesuai dengan teori metode taksonomi dalam pendekatan klasifikasi berdasarkan bentuk, tanaman pada dasarnya dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk daun, serat batang, biji dan bunganya. Daun tumbuhan merupakan salah satu biometrik dari tumbuhan. Hal ini dikarenakan daun pada setiap jenis tumbuhan memiliki bentuk dan tulang daun yang berbeda-beda. Struktur bentuk tulang daun merupakan salah satu fitur unik yang dimiliki daun yang memiliki peranan penting dalam klasifikasi jenis tumbuhan (Wahyumianto, 2009).
Selain tumbuhan mangrove sejati dan mangrove asosiasi, jenis-jenis hewan asosiasi mangrove juga melengkapi komponen ekosistem mangrove diantaranya adalah burung, kepiting bakau, ikan glodok, katak dan beberapa jenis ikan.
Gambar 4.11. Pengenalan jenis-jenis hewan (biota) mangrove yang sering ditemui.
Pengenalan menggunakan foto hewan secara langsung.
2. Praktek dan Lomba Pembuatan Miniature Hutan Mangrove & Menceritakan kembali (Re-telling) Hutan Mangrove, kuis pemahaman siswa peserta.
Kegiatan ini merupakan pembelajaran mangrove dengan menerapkan model pengajaran alam sekitar dengan pembuatan miniatur ekosistem mangrove dari plastisin mainan warna-warni secara berkelompok. Dengan menggunakan media pembelajaran Tiga Dimensi ini (berupa model, maket, miniature), media pembelajaran mampu menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar, mengatasi keterbatasan, bahan ajar lebih bermakna dan dapat dipahami siswa, pengajaran lebih bervariasi dan tidak membosankan, siswa lebih banyak belajar dan tidak hanya mendengarkan, menuntun berpikir kongkrit, mempermudah pembelajaran dan belajar (Poedjiastuti, 2005).
Gambar 4.12. Kegiatan Praktek dan Lomba Pembuatan Miniature Hutan Mangrove yang dilakukan siswa peserta edukasi lingkungan mangrove.
Selain praktek membuat miniature ekosistem mangrove dari plastisin mainan, siswa peserta juga menceritakan kembali (Re-telling) mengenai gambaran ekosistem mangrove dari miniature yang mereka buat. Kegiatan ini juga sebagai dasar penilaian dari lomba tersebut, sekaligus evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap ekosistem mangrove dan perubahannya.
Gambar 4.13. Siswa peserta menceritakan kembali (Re-telling) mengenai gambaran ekosistem mangrove dari miniature yang mereka buat. Siswa juga mendapatkan pemahaman mengenai perubahan ekosistem mangrove dari miniature contoh.
4.3. Keberlanjutan
Terkait dengan keberlanjutan kegiatan edukasi lingkungan ini, maka siswa yang telah mengikuti akan menjadi bagian dari kegiatan sosialisasi edukasi lingkungan yang akan secara frekuentif dilakukan oleh laboratorium ekologi dan beberapa laboratorium di jurusan Biologi FMIPA ITS (biosains tumbuhan, zoologi dan mikrobiologi). Edukasi lingkungan di sekolah-sekolah di wilayah pesisir merupakan upaya penting bagi pengelolaan sumber daya alam. Siswa-siswa sekolah merupakan bagian dari masyarakat lokal di pesisir yang merupakan pilar bangsa bahari. Masyarakat pesisir yang berdaya mampu menjadi pengawas laut dan pesisir yang efektif, serta menjadi pengelola sumber daya alam setempat yang didukung traditional ecological knowledge (pengetahuan lokal yang berbasis ekologi). Diharapkan dengan sosialisasi ini, siswa peserta mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, sehingga menjadi kader lingkungan yang akan meneruskan pengetahuannya pada komunitas sekolah maupun lingkungan sekitarnya. Siswa peserta yang berprestasi juga mendapat kesempatan sebagai duta lingkungan bagi komunitas sekolah-sekolah pesisir di wilayah Jawa Timur, sehingga kegiatan edukasi lingkungan ini dapat terus berkelanjutan.
4.4. Analisis Capaian Luaran terhadap Target Luaran
Target jangka pendek kegiatan edukasi lingkungan mangrove ini adalah dapat diterapkannya model lingkungan pengajaran dengan media pembelajaran berbasis ecological vision (mengutamakan interaksi dalam hutan mangrove), sehingga proses pembelajaran lingkungan bagi siswa sekolah dasar dapat berjalan optimal. Kegiatan ini
diharapkan dapat menghasilkan luaran berupa buku saku bergambar tentang ekosistem mangrove untuk anak Sekolah Dasar serta publikasi ilmiah pada seminar nasional.
Target luaran berupa Buku Saku Bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak telah selesai dikerjakan. Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan agar buku saku dapat segera digunakan anak-anak di sekolah adalah melakukan evaluasi dan fiksasi desain dalam buku, serta pengurusan pengidentifikasi buku diperuntukkan bagi penerbitan buku, yaitu International Standard Book Number (ISBN). Kesulitan dalam menyusun buku saku ini adalah membuat desain dan sketsa gambar untuk karakteristik mangrove yang mudah dipahami oleh anak usia sekolah dasar. Oleh karena itu setelah kegiatan peluncuran dan sosialisasi perlu dilakukan evaluasi terhadap desain dan sketsa gambar buku saku.
Target luaran berupa publikasi ilmiah seminar nasional dilakukan dengan mendaftar sebagai presenter pada SENTA 2015 dengan tema “Teknologi Kelautan Untuk Menjawab Tantangan Tol Laut dan Poros Maritim” yang dilaksanakan di Kampus ITS, Surabaya pada tanggal 3 Desember 2015. Abstrak makalah ilmiah telah diterima (lolos seleksi) dan fullpaper masih dalam pengerjaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
- Kegiatan edukasi awal dan lanjutan lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di wilayah pesisir Surabaya, khususnya wilayah pesisir sekitar Kampus ITS, telah dilaksanakan pada 19 Mei dan 18 Oktober 2015.
- Siswa peserta adalah siswa sekolah dasar di wilayah Keputih dan Mulyorejo serta, kampung Keputih binaan Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA ITS.
Jumlah siswa peserta mencapai kurang lebih 25 siswa.
- Kegiatan edukasi awal telah berlangsung dengan baik, dimana pemberian Materi Pendahuluan mengenai mangrove melalui gambar dengan media Power Point, Dongeng Wayang Mangrove dengan media wayang kertas mangrove, serta Lomba Mewarnai pola gambar mangrove dilakukan di dalam ruang Laboratorium Botani Jurusan Biologi ITS.
- Kegiatan edukasi lanjutan juga telah berlangsung dengan baik, dengan Peluncuran dan Sosialisasi Buku Saku Bergambar “Mangrove untuk Anak-Anak” untuk mendukung materi dasar ekosistem mangrove, serta Praktek dan Lomba Membuat Miniature Ekosistem Mangrove dari plasisin dan Menceritakan Kembali (Re-telling) dari miniature yang telah dibuat.
5.2. SARAN
- Kepastian transfer dana kegiatan termin 1 yang belum ada serta keterlambatan dana, sehingga kegiatan edukasi awal dilakukan terlebih dahulu dalam rangka mendukung Tugas Perkuliahan Biologi Mangrove. Kegiatan edukasi awal tersebut dilakukan dengan dana terbatas agar Tugas Mata Kuliah Biologi Mangrove segera terlaksana sebelum libur semester berlangsung. Hal ini berimbas dengan persiapan yang relatif singkat dan membutuhkan kecepatan dalam menentukan keputusan, terhadap kegiatan apa saja yang mungkin bisa dilakukan pada kegiatan awal edukasi maupun edukasi lanjutan.
- Undangan yang diberikan kepada sekolah, perlu untuk diinformasikan jauh hari dan lebih detail sehingga sekolah dapat menyesuaikan dengan jadwal para siswanya untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah.
BAB VI
RENCANA SELANJUTNYA
Kegiatan pengabdian ini merupakan kegiatan edukasi awal dan lanjutan lingkungan mangrove untuk siswa sekolah dasar di wilayah pesisir Surabaya, khususnya wilayah pesisir di sekitar Kampus ITS Surabaya. Rencana tahapan selanjutnya edukasi lingkungan yang akan dilaksanakan adalah berupa kegiatan/program sebagai berikut:
- Pada kegiatan edukasi selanjutnya lebih difokuskan untuk menarik sebanyak- banyaknya siswa sekolah dasar di wilayah pesisir Surabaya dan Jawa Timur, agar mereka mempunyai rasa memiliki lingkungan pesisir disekitarnya serta lebih mengenal ITS dengan baik sebagai lembaga akademik yang berperan serta membantu program konservasi pesisir dan laut.
- Menyempurnakan program lanjutan edukasi lingkungan pesisir dan laut, serta media pembelajaran bagi siswa tingkat sekolah menengah di wilayah pesisir Jawa Timur.
- Penyusunan, pengeditan dan penyempurnaan buku saku bergambar tentang burung.
serangga serta berbagai biota ekosistem pesisir dan laut. Buku saku ini diharapkan mendukung kegiatan pemberian materi dasar ekosistem pesisir dan laut di dalam kelas maupun pembelajaran di lingkungan alam sekitar. Buku saku tersebut juga akan disesuaikan dengan tingkatan sekolah.