• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN. Lampiran A Form Bimbingan. xvi Perancangan Buku Informasi, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAMPIRAN. Lampiran A Form Bimbingan. xvi Perancangan Buku Informasi, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

xvi

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

LAMPIRAN

Lampiran A Form Bimbingan

(2)

xvii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(3)

xviii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran B Hasil Pengecekan TurnItIn

(4)

xix

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(5)

xx

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(6)

xxi

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran C Transkrip Wawancara

Penulis : Selamat siang Ko Yosehan.

Narasumber : Selamat siang.

Penulis : Hari ini aku mau wawancara koko sebagai konselor dan psikolog di bidang pendidikan memakai pertanyaan yang sudah aku siapkan dan sudah aku kirim juga ke koko, jadi aku langsung mulai wawancara ya.

Narasumber : Oke.

Penulis : Oke, pertanyaan pertama, apakah pada dasarnya guru memiliki peran dan tanggung jawab untuk memikirkan masa depan para pelajar atau hanya membimbing dan membantu menyelesaikan pendidikan mereka di masa sekolah?

Narasumber : Oke, nah kalau misalnya semua guru, pada dasarnya sama. Kalau guru BK secara tugasnya, tetapi kalau guru atau sekarang lebih sering disebut pendidik tidak hanya berbicara soal memberikan pembelajaran lalu selesai, bukan hanya mendeliver pelajaran, materi dan tugas, tetapi Namanya pendidik juga mendidik tentang kepribadian, tentang nilai hidup, jadi ini memang semua berperan, bukan hanya tentang masa depan tetapi tentang bagaimana pelajar menjadi orang seutuhnya, menjadi a human being. Nah itu di kurikulum juga sekarang sudah mulai dibicarakan, diterapkan, direncanakan, dan nilai karakter itu juga masuk dalam kurikulum- kurikulum untuk menjadi orang yang lebih baik. Khususnya di sekolah yang saya ajar, character values memang menjadi perhatian yang sangat besar, jadi semua pihak berperan dalam hal pertumbuhan anak untuk menjadi orang yang lebih baik, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk masyarakat. Itu memang peran besarnya sekolah.

Penulis : Oke, berarti memang para guru juga berperan aktif dalam pembentukan karakter agar mereka menjadi human being seutuhnya dan siap untuk masuk ke dunia yang lebih luas.

Narasumber : Iya betul.

Penulis : Nah tadi kan Ko Yosehan sudah mengatakan bahwa ada pengetahuan dan juga tanggung jawab guru. Aku mau tanyan kalau tadi koko bilang ada, nah kira-kira upaya dan pengetahuannya seperti apa dan bagaimana?

(7)

xxii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Narasumber : Nah ini baru berbeda peran, tentunya kalau guru BK itu terkesan perannya paling besar karena guru BK yang terus berbicara tentang karier, masa depan, persiapan dan sebagainya dan sudah pasti guru BK menjalani itu. Guru lain tidak selalu membahas tentang karier atau jurusan, tetapi biasanya dengan latar belakang mereka.

Contohnya guru matematika, mengapa mereka memilih menjadi guru matematika, pendidikannya bagaimana dan apa saja hal-hal yang menginspirasi, biasanya seperti itu, tetapi tidak secara langsung dalam pelajaran mereka. Di sekolah saya yang memakai kurikulum IB, di kelas 10 mereka membuat project apa saja dan guru-guru biasanya mendampingi, setiap anak ditugaskan dan ada gurunya. Untuk hal-hal seperti itu bisa, atau adanya club-club tertentu yang para guru buat, tapi secara spesifik apakah semuanya menjalankan ya tidak juga, yang pasti tidak spesifik semua guru membicarakan jurusan kuliah ke semua anak namun semua guru mencoba memberitahukan apa peran penting dari setiap pelajaran yang diajarkan terhadap pilihan karier dan jurusan mereka.

Penulis : Oke, i see. Tadi koko bilang di sekolah yang koko ajar ada club- club yang bisa mendukung minat mereka, pernahkah koko menemukan pelajar yang sudah ditawarkan berbagai club tapi pada akhirnya tetap tidak mau ikut, kira-kira apa sebabnya?

Narasumber : Ada saja pelajar yang seperti itu, mereka tidak bisa disalahkan karena setiap orang memiliki aha moment yang berbeda-beda. Ada yang mendapat aha moment tersebut di kelas 10 atau setelah kelas 12, setiap orang berbeda. Contohnya seperti kita makan buffet, buffet menyediakan semua jenis makanan, terserah orang tersebut mau makan atau tidak, kita tidak bisa bilang "kamu makan di buffet, masa kamu gak makan sih", kan tidak bisa. Bukan salah mereka, bukan salah sekolah juga, tapi memang momen, karena mereka perlu aha moment dalam menyadari dan mengetahui apa yang mereka inginkan, dan setelah itu mereka berjalannya lebih lancar. Itu lebih baik dari pada dipaksakan.

Penulis : Berarti setiap anak punya sentilan ilahi agar sadar ikut banyak kegiatan dan lain sebagainya yang menunjang minat mereka.

Nah mulai masuk ke bagian pelajar, sebelumnya koko bicara soal momen, namun kalau menurut koko sendiri, kapan waktu terbaik buat para pelajar memikirkan dan mempersiapkan pilihan jurusan?

Narasumber : Sebenarnya kalau pilih jurusan itu kan tidak hanya soal anak tersebut, tetapi juga melibatkan keluarga. Kalau di sekolah kami, setiap anak yang masuk kelas 7 sudah pasti orang tuanya diberitahu

(8)

xxiii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

bahwa anaknya sudah tingkat SMP, anaknya tidak harus selalu didampingi seperti saat SD tetapi tetap perlu dibimbing untuk tahu anak mau menjadi apa, mau menjadi orang seperti apa, mau kuliah jurusan apa, mau kerja apa, mau punya karier seperti apa, nah peran orang tua perlu masuk. Dan memang intensifnya di kelas 9 atau 10, itu lebih intensif, namun bukan berarti harus mulai dari situ, tetapi mulai dari pertama masuk tingkat SMP. Mengapa? Karena untuk mencari tahu anak itu sukanya apa, dan nantinya naik menjadi jurusannya apa, kuliahnya dimana. Jadi kalau ditanya kapan waktu terbaik bagi orang tua ya sekarang, bahkan jika anaknya masih kecil juga tidak ada salahnya membicarakan soal anaknya suka apa, mengapa harus tunggu kelas 12?

Penulis : Jadi selama orang tuanya sudah aware terlebih dulu, tak ada salahnya buat dibicarakan, dan nanti setelahnya mulai disisip dan ditanyakan terus sampai SMA ya?

Narasumber : Dan kadang kalau memang anaknya suka, tidak perlu ditanyakan terus karena nanti anaknya yang akan cari tahu sendiri kan? Kalau misal anaknya tidak tahu apapun, yang penting orang tuanya memberi kesempatan untuk anak cari tahu. Tidak hanya diingatkan, misal anaknya hanya suka menonton YouTube, jangan dibiarkan begitu saja, beri anak kesempatan misalnya ikut kelas online karena sekarang serba mudah, kalau dulu hanya tahu kursus piano, ikut club basket, ikut main ini itu. Kalau sekarang kan tidak seperti itu, misalnya mau ikut kursus dari Amerika, dari Jerman kan bisa, sangat bisa, kesempatannya sangat luas dan sebenarnya kita terlalu overload dengan informasi, tinggal bagaimana mereka mau ambil atau tidak.

Penulis : Berarti harusnya bisa disisip banyak informasi untuk mempersiapkan anak.

Narasumber : Betul Vi

Penulis : Apakah koko sendiri pernah menemukan anak yang sangat dipush oleh orang tuanya, misal orang tuanya dulu kuliah kedokteran dan dia dipaksa untuk kuliah kedokteran juga padahal anak itu mau masuk jurusan pertanian atau apapun jurusannya, atau justru koko pernah menemukan anak yang tidak tahu mau bagaimana dan orang tuanya juga acuh, bagaimana menurut koko?

Narasumber : Pasti ada berbagai jenis orang tua, dari yang "memaksakan"

jurusan orang tua ke anaknya ada, ada juga yang sampai anaknya cari sendiri juga ada, ada juga yang orang tua dan anak sama-sama tidak tahu. Namun memang itu diharapkan ada keseimbangan,

(9)

xxiv

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

karena di sekolah juga mengadakan acara yang mengundang orang tua untuk hadir dan memberikan insights adanya berbagai pilihan, karena kalau orang tidak tahu dan tidak mampu memilih kan wajar saja, maka dari itu mengapa exposure ke orang tua itu banyak.

Penulis : Oke, berarti koko sudah banyak pengalaman ya.

Narasumber : Ya orang tua dengan berbagai jenis pasti ada.

Penulis : Setuju ko. Nah sebelumnya koko mengatakan bahwa ada orang tua yang semacam itu, sekarang aku mau membahas soal anaknya.

Bisa saja anaknya tidak tahu apa-apa dan mereka tidak peduli, tapi pasti ada anak yang mencari koko untuk konsultasi dan berbincang untuk mendapatkan pencerahan lagi. Menurut pengalaman koko, biasanya anak-anak itu konsultasi karena memang kemauan mereka sendiri atau karena adanya desakan dari orang tua yang tidak sesuai dengan mereka dan mereka memutuskan untuk berkonsultasi? Dan mengapa demikian?

Narasumber : Kalau di sekolah, saya wajibkan untuk konsultasi. Di sekolah kami memang ada banyak konselor, jadi kita memiliki konselor setiap angkatan dan diminta untuk mengenali para murid. Lalu saat sudah kelas 9 atau 10, sudah lebih intensif dalam membahas karier, mau jurusan kuliah apa, kerja apa dan kalau masih ada yang bingung biasanya orang tuanya diundang karena anaknya bingung atau perlu didiskusikan dengan keluarga, nah itu lebih baik dan biasanya langsung kita undang orang tuanya untuk berdiskusi bersama. Jadi diharapkan dengan banyaknya upaya, anaknya juga familiar dengan konselor, tidak merasa datang ke konselor saat hanya ada masalah karena tujuannya tidak begitu. Tujuannya ya kalau tidak ada masalah kita bisa berbicara tentang hidup, kalau memang ada masalah juga tidak apa-apa mereka datang. Karena kalau tak kenal maka tak sayang, memang sekolah mewajibkan dan dengan begitu mereka dipaksa untuk berpikir. Anak dipaksa berpikir, kalau kita undang orang tuanya, kita dorong orang tua untuk berpikir juga. Karena kalau tidak, mau tunggu anaknya sampai kelas 12 baru memikirkan kuliah, itu sudah terlambat.

Penulis : Oke Ko, kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya karena berhubungan, apakah koko pernah menemukan anak-anak yang tidak tahu mau pilih jurusan apa, kalau diajak konseling juga berat hati, kira-kira bagaimana ciri anak-anak yang seperti itu dan apa alasan mereka sampai mereka tidak tahu apapun bahkan untuk cerita mereka juga segan?

(10)

xxv

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Narasumber : Tidak bisa bilang anaknya kenapa, karena setiap orang punya masalah masing-masing, ada yang mungkin memang menyerah buat bermimpi karena orang tuanya terlalu dominan, ada juga yang merasa mereka tidak perlu karena keluarganya sudah kaya dan setelah lulus sekolah tinggal meneruskan usaha orang tua, atau mereka sudah menjalankan bisnis dari masa sekolah jadi sudah tenang karena sudah ada uang, berbagai faktor bisa saja. Biasanya dari kami hanya memanggil anaknya untuk bertanya apakah anak tersebut mau memikirkan kuliah atau tidak, kalau mau ya dipikirkan, dan kalau ada anak yang bingung dan tidak tahu mau mulai dari mana ya pasti setiap orang punya hal yang mereka sukai walaupun mereka mengatakan hanya suka menonton YouTube atau tidur, itu tetap sesuatu yang kamu suka dan mulai dari situ, apa yang kamu suka dari tidur? Apa yang kamu suka dari YouTube?

Apa yang membuat kamu excited? Selalu ada, jadi tidak mungkin tidak ada yang dia sukai. Kalau anak sampai di titik sama sekali tidak suka apapun dan merasa hidup tidak ada gunanya, berarti anak tersebut butuh konseling lebih lanjut karena kemungkinan anak tersebut memiliki trauma, mengalami depresi, dan itu harus dibereskan terlebih dahulu, baru setelah itu bicara soal karier.

Kalau yang normal dan netral biasanya pasti ada sesuatu yang disukai, namun kadang mereka malas berbicara dan malas berpikir, merasa tidak penting untuk dipikirkan sekarang.

Penulis : Belum merasa dekat dan urgent ya Ko?

Narasumber : Itu juga, maka dari itu konselor diminta dari kelas 7 sudah sounding soal itu, dan di sekolah kami diusahakan setiap konselor mengikuti anaknya naik sampai kelas 11, jadi anaknya sudah terbiasa dengan konselor dan saat kelas 11 barulah dioper ke konselor khusus berbicara tentang karier dan universitas. Dan itu juga mereka sudah terbiasa, bayangkan kalau anak kelas 7 belum pernah bertemu konselor, konselor dianggap orang gila, kalau datang ke konselor berarti dihukum karena biasanya guru BK disamaratakan dengan disclipinary, padahal di sekolah kami sangat berbeda. Kita bukan “mendisplinkan”, tetapi lebih kepada well- being anak. Konsep konselor kan berbeda-beda di seluruh dunia maupun di Indonesia, dan orang tua juga merasa kalau anak dipanggil konselor berarti anaknya bermasalah, itu kan konsep keliru yang harus dibereskan. Kalau anak tersebut benar-benar bingung, harus dibantu.

Penulis : Berarti diajak bicara adalah kunci ya. Oke, kita masuk ke pertanyaan selanjutnya. Sebelumnya koko mengatakan bahwa

(11)

xxvi

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

pelajar pasti ada sesuatu yang mereka sukai dan mulai digali dari situ, nah menurut pengalaman koko, apakah mereka sebenarnya sadar atau tahu kalau mereka good at something atau cerdas? Tapi mungkin mereka yang terlalu malas, terlalu tidak peduli dan menganggap kecerdasan yang mereka miliki tidak berguna?

Narasumber : Tidak langsung particularly cerdas, tapi setidaknya mereka mampu melakukan sesuatu. Itu pasti ada dan biasanya dengan berbincang-bincang, mereka mulai berpikir "oh iya ya ternyata aku bisa ini, aku bisa itu" dan mulai mencari tahu, itu suatu awal yang baik, tetapi bukan berarti 100% sukses, tetap saja ada pelajar yang sampai akhir masih tidak tahu mau kemana, apalagi masa pandemi seperti ini.

Penulis : Belum lagi kalau anak-anak yang baru masuk di kelas 7 dan diajak konseling, biasanya bagaimana Ko?

Narasumber : Nah untuk anak-anak yang baru mulai itu, dibuat grup kecil dan guru BK masuk ke kelas agar mereka tidak asing dengan guru BK.

Kalau di kelas 10, guru BK tidak lagi masuk kelas, tetapi setidaknya mereka sudah berpengalaman, pernah bertemu konselor.

Dan diharapkan dari pengalaman tersebut, bisa diduplikasi pada saat mereka SMA, jadi saat mereka bertemu konselor khusus yang berbicara soal karier, mereka tidak merasa aneh lagi karena sudah terbiasa.

Penulis : Kalau anak-anak yang baru masuk saat SMA, itu bagaimana?

Narasumber : Untuk anak-anak yang baru masuk di SMA dan dari sekolah yang guru BK otoriter, itu yang perlu perjuangan.

Penulis : Oke Ko, masuk ke pertanyaan selanjutnya, koko pasti sudah pernah bertemu alumni, apakah koko pernah bertemu dengan anak yang salah jurusan walaupun dulunya ikut konseling dan sudah berdiskusi dengan orang tua dan lainnya?

Narasumber : Jarang tetapi ada, tidak mungkin 100% success, dan itu juga karena perjalanan hidup mereka. Saat mereka kuliah, mereka merasa mau ganti jurusan dan memang banyak pelajar yang berkesempatan kuliah di luar negeri. Di beberapa negara lebih mudah dalam pindah jurusan, tidak seperti di Indonesia yang harus mengulang dari awal. Kalau di luar negeri bisa langsung melanjutkan, contohnya daftar jurusan DKV tapi di tahun ketiga mau pindah Arsitektur, mereka bisa dan ada kesempatan untuk pindah jurusan, itulah mengapa di luar negeri biasanya mereka lulus tidak sampai salah jurusan karena bisa pindah. Namun juga

(12)

xxvii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

ada negara yang tidak bisa ganti jurusan seperti Australia, Inggris.

Dengan adanya begitu, lebih memastikan mahasiswa bahwa mereka tidak salah jurusan. Karena secara teori juga perkembangan otak yang optimal di antara umur 20an dan orang tersebut sudah berkuliah di tahun kedua atau ketiga, jadi sangat masuk akal jika setelah dua tahun pertama kuliah ingin ganti jurusan. Karena memang ada orang yang sudah mau selesai S1 ingin pindah jurusan tapi tidak bisa karena tanggung, akhirnya diselesaikan dan mengambil S2 dengan jurusan yang mereka inginkan, jarang sekali ada orang yang selesai S1, ulang lagi S1. Itu pasti sangat niat.

Penulis : Aku mau tanya lagi Ko, jadi aku sudah mengadakan kuesioner ke 100 pelajar dari usia 13-18 tahun di Jabodetabek. Dari data yang aku dapat, 58 pelajar merasa mempunyai kecerdasan tertentu namun tidak tahu pasti dengan kecerdasannya, menurut koko mengapa hal ini bisa terjadi?

Narasumber : Untuk angkatan Generasi Alpha, mereka memang generasi gadget yang punya perasaan kalau mereka akan mengadakan perubahan dunia. Nah di sisi lain, mereka tidak tahu bagaimana caranya.

Anggap mereka superhero yang tidak tahu superpower mereka apa tapi mereka tahu mereka punya superpower, lalu mengapa ini terjadi? Pertama, karena mereka masih remaja. Kedua, karena mereka kurang exposure, maksudnya mereka kurang mendapatkan kesempatan untuk mencoba segala hal yang mereka bisa coba, seperti bagaimana kamu tahu kamu jago melukis kalau tidak pernah melukis? Dulu kita tahunya hal-hal yang biasa seperti melukis, menyanyi, bermain bola, dan lainnya, namun kalau ternyata anaknya berbakat bermain klarinet, tetapi tidak pernah ada kesempatan untuk bermain klarinet karena klarinet mahal dan kurang mampu, itu tidak menutup kemungkinan. Anak-anak ini juga kurang cukup kerja keras dalam mengejar mimpi, dalam artian mereka berbakat main piano dan senang bermain piano, tetapi kalau latihan sejam sehari malah menolak karena itu terlalu berat.

Mengapa demikian? Karena generasi Alpha semuanya serba instan dan penuh kemudahan, seperti kalau mau nonton cukup buka YouTube, kalau lapar tinggal pesan via aplikasi, mau beli tiket bioskop tinggal pesan dan lainnya, semua dibuat serba available dan itu membuat kecerdasan, bakat berkembang harus terus dilatih, seperti menanam pohon harus selalu disiram dan beri pupuk. Hal itu mulai menurun di generasi Z dan Alpha, apalagi sekarang informasi begitu banyak, mereka tahu orang bisa ini itu, tetapi mereka tidak punya kesempatan untuk mencoba. Kalau dulu, bisa dicoba secara langsung, kalau sekarang banyak alternatif dan

(13)

xxviii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

pilihan. Terlalu banyak pilihan, keinginannya instan, exposure belum mendalam.

Penulis : Oke i see, memang masih terasa ya efek serba instan dan ingin semuanya instan. Berlanjut ke pertanyaan berikutnya. Menurut koko, apakah dengan kecerdasan majemuk dapat menjadi tolak ukur yang ideal bagi para pelajar dalam menemukan atau menentukan pilihan masa depan yang sesuai dengan kecerdasan atau potensi yang mereka miliki?

Narasumber : Banyak perdebatan tentang kecerdasan majemuk. Kalau mau disebut ideal, itu bukan yang paling ideal, tetapi apakah itu menjadi salah satu tolak ukur? Lebih baik dari pada tidak ada. Seperti saat membahas jurusan, kalau anaknya bimbang dan bingung, biasanya yang kami tanyakan ya kamu sukanya apa? Apakah dari jawaban tersebut, contohnya suka makan, apakah dari situ harus ambil jurusan culinary? Belum tentu. Tapi at least dia cari dahulu, "oh mungkin saya sukanya culinary", dan saat ditelusuri lebih lanjut ternyata kurang suka culinary tapi ternyata culinary ada hubungannya sama hospitality, dan setelah ditelusuri lagi ternyata lebih suka restaurant management. Dan itulah sesuatu yang dia cari. Sama seperti hal ini, kecerdasan majemuk jangan dijadikan tolak ukur satu-satunya, tetapi kalau memang benar-benar kebingungan atau mereka tahu mereka cerdas terhadap sesuatu tetapi tidak tahu kecerdasannya apa, silakan mulai dari kecerdasan majemuk. Apakah memang dia bagus di kecerdasan A B atau D, setidaknya dia mulai dari situ, nanti setelah dia bertambah usia, bertambah pengetahuan, dia bisa menghubungkan hal-hal yang sudah dia dapatkan dengan teori lainnya dan baru bisa menyimpulkan, "oh ternyata aku jagonya disini".

Penulis : Berarti memang kecerdasan majemuk kurang ideal, tetapi bisa menjadi langkah awal. Nah, sebelumnya koko sebut kecerdasan majemuk masih banyak perdebatan, nah menurut koko, apa kekurangan dari kecerdasan majemuk?

Narasumber : Mereka memang mengadakan riset dan mengatakan ada banyak kecerdasan. Kalau kita berbicara kekurangan kecerdasan majemuk, saya hanya bertanya apakah memang kecerdasan hanya ada itu?

Jika mau ditambah, mau ditambah berapa banyak? Atau ternyata kecerdasan lebih sedikit dari pada itu? Karena sebenarnya ini cara manusia mengotak-ngotakkan manusia dan setiap orang selalu punya lebih dari 1 kecerdasan. Kalau ada orang yang cerdas dalam semua kecerdasan, terus apa yang mau diukur? Hanya mendapatkan preferensi. Dan kembali fungsinya adalah

(14)

xxix

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

mengelompokkan orang, padahal setiap orang unik. Yang namanya tes psikologi memang mengotak-ngotakkan orang dalam kotaknya masing-masing.

Penulis : Benar juga, wah insight baru. Menurutku juga begitu sih Ko, tahu kita ada di kotak yang mana.

Narasumber : Kalau di konseling, minimal kita tahu kita bisa bantu atau diarahkan kemana. Kalau kamu tahu sendiri kecerdasanmu dan seiring berjalannya waktu kamu, kecerdasanmu bertambah, tetapi karena kamu terlalu berpatok dengan kecerdasan-kecerdasan yang kamu tahu akan berbahaya.

Penulis : Orang-orang juga harus terbuka ya Ko dengan kemungkinan &

kecerdasan lain. Nah sebelumnya koko mengatakan kalau orang- orang tidak bisa berdiri hanya dengan 1 teori, apalagi para pelajar, menurut koko apakah harus dibimbing oleh mentor atau konselor atau psikolog agar mereka mampu memilih jurusan yang sesuai dengan diri mereka? Apakah penting?

Narasumber : Kalau mentor, memang penting. Idealnya setiap orang punya mentor hidup, lebih ideal lagi kalau mentor hidup mereka adalah orang tua. Namun kadang ada orang yang sangat berbakat dalam satu bidang dan orang tuanya bukan mentor mereka dan itu bukan masalah, setidaknya orang tua tetap mendampingi dan anak itu tahu bahwa orang tuanya ada di sisinya menolong, bukannya dibiarkan atau dilempar ke mentor yang expert. Mentor yang dibutuhkan tidak harus selalu tenaga profesional seperti psikolog atau konselor, karena pergi ke konselor bisa kapan saja dan pergi ke psikolog bila ada masalah yang menghambat dirinya melakukan sesuatu secara maksimal, dan pergi ke coach kalau memang orang tersebut tidak ada masalah tetapi ingin dirinya lebih optimal. Yang penting orang tersebut punya values, ada hal-hal yang sejalan dengan value diri atau keluarga yang bisa diteladani.

Biasanya juga penting memiliki mentor yang sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki, mana mungkin bertanya pada konselor kalau ingin belajar lebih tentang musik? Saya lebih melihat keahlian orang tersebut dari pada kecerdasan majemuknya, ada orang yang ahli bermain piano tapi kecerdasannya logika matematika, dan orang seperti itu bermusik dengan perhitungan seperti membaca partitur dan semacamnya. Yang lebih dibutuhkan adalah yang juga ahli, tidak sekadar memiliki kecerdasan yang sama. Jangan memilih mentor yang mengklaim dirinya mentor tapi latar belakangnya tidak jelas.

(15)

xxx

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Penulis : Selama kita tahu orangnya expert di bidangnya, dan mungkin juga orangnya kita kenal, ada hal-hal yang bisa diteladani, berarti bisa kita jadikan mentor ya.

Narasumber : Ya, kita memang perlu mentor, terutama mentor hidup. Memang ada mentor tertentu untuk skill tertentu tapi yang lebih penting lagi adalah mentor hidup.

Penulis : Oke Ko i see, kita langsung lanjut ya Ko ke pertanyaan berikutnya. Aku mau ajak koko berhalu sejenak, kalau misalnya setiap anak sudah mengetahui kecerdasannya, kira-kira apa yang mungkin terjadi?

Narasumber : Ini berarti bicara soal ideal world, ya seperti film Divergent, manusia di usia tertentu langsung dipecah menurut keahliannya dan berjalan sesuai keahliannya. Menarik, tetapi kita seolah setuju dan mengamini bahwa orang itu "kotak". Seperti contoh, saya handal bermain piano, tapi saya tidak boleh bermain biola, drum, flute dan lainnya karena saya sudah ditentukan hanya boleh bermain piano.

Memang ada anak-anak yang prodigy dalam 1 bidang, dan mereka sedari dini sudah didrill dan dilatih, sehingga mereka benar-benar jago. Kembali lagi, kalau berbicara soal ideal world yang terbagi dengan kecerdasan majemuk, mungkin akan lebih efisien dan ideal tapi sangat kaku dan mungkin terjadi stereotyping dan superiority bahwa orang-orang dengan kecerdasan a lebih baik dari orang- orang dengan kecerdasan b, tidak dinamis.

Penulis : Menurut koko sendiri, yang paling baik sebenarnya bagaimana?

Narasumber : Paling oke ya mereka cari tahu terlebih dahulu kalau masih labil, misalnya akhirnya tahu bahwa dia memiliki kecerdasan A, ya dikembangkan dan jalani saja, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa itu bisa berubah dan berkembang ke kecerdasan lain.

Selama tidak berpatok pada satu teori dan terbuka terhadap yang lain ya tidak masalah, karena manusia terus berkembang. Kita selalu mengusahakan agar para pelajar tidak salah jurusan, tapi mungkin salah jurusan juga menjadi sebuah berkah dan perjalanan hidup pelajar tersebut.

Penulis : Yang penting selama anaknya mau cari tahu, terbuka terhadap berbagai kemungkinan dan mengusahakan apa yang sudah dia miliki (kecerdasan), itu sudah yang paling oke ya menurut koko, dan sebenarnya kembali ke anaknya, orang tua dan konselor.

Narasumber : Betul itu, setiap orang bertanggungjawab atas hidupnya sendiri.

Yang lainnya memang mendukung.

(16)

xxxi

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Penulis : Oke Ko, kalau dari aku sih cukup Ko, terima kasih banyak Ko atas kesediaan wawancara dan waktunya. Mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan Ko, sekali lagi terima kasih banyak Ko, jawaban koko sangat membantu.

Narasumber : Sama-sama Vi, kalau ada pertanyaan lagi, langsung hubungi saja.

Penulis : Oke Ko, terima kasih banyak Ko.

(17)

xxxii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran D Transkrip Focus Group Discussion

Penulis : Thank you teman-teman untuk kesediaannya bergabung di FGD ini, langsung saja kita masuk ke perkenalan. Boleh kali ya kita perkenalan dari yang paling muda sampai yang 18 tahun, silakan.

Boleh menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, sekarang kelas berapa dan usia kamu.

Jones : Nama saya Jones Jeremiah, biasa dipanggil Jones, kelas 8 dan sekarang umur 13 tahun.

Cleoni : Namaku Cleoni Tjahja, nama panggilanku Cleo, kelas 8 dan umur 13 juga.

Penulis : Ternyata partisipan umur 14 belum hadir, jadi kita lanjut ke yang berumur 15 tahun, silakan.

Caroline : Nama saya Caroline Lim, panggilannya Oline, sekarang kelas 10.

Made : Halo teman-teman, namaku I Made Christopher Suardhika, biasa dipanggil Made. Aku kelas 11, salam kenal.

Janessa : Halo semuanya, namaku Janessa Brayan Riang, biasa dipanggil Janes, sekarang kelas 12 dan umur aku 17 tahun, salam kenal.

Nathan N. : Halo, nama saya Nathanael Nelson, bisa dipanggil Nathan, umur 17, kelas 12.

Yuna : Halo, nama saya Tannie Wiyuna, panggilannya Yuna, umur 18, sekarang kuliah tahun kedua.

Penulis : Oke terima kasih teman-teman untuk perkenalannya, bagi yang belum tahu, namaku Vivian Gunawan, biasa dipanggil Vivi atau cici Vivi, terserah, sekarang kuliah semester 7. Itu saja, terima kasih semuanya sudah bersedia berkumpul di Zoom ini.

Kita langsung masuk ke pertanyaan pertama, dan teman-teman jawabnya jujur apa adanya ya, jangan dibuat-buat, intinya santai saja. Dan kali ini, aku akan tanya tentang perspektif kalian sebagai pelajar. Oke, dari hasil kuesioner yang sudah disebar, 95 dari 100 pelajar merasa bingung dan khawatir dengan jurusan atau karier yang akan dipilih, apakah kalian pernah merasakan yang sama?

Mungkin boleh dijawab oleh Made.

Made : Lumayan bingung ya, aku dari TK sampai SMP belum menemukan bisa apa, nanti kalau kuliah kira-kira akan melakukan apa. Tapi saat SMA sudah mulai menemukan harus bagaimana.

(18)

xxxiii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Penulis : Oke, terima kasih Made. Mungkin ada teman-teman lain yang mau menjawab? Ada yang masih bingung sampai sekarang? Atau punya jawaban lain?

Janessa : Aku bukan bingung, tetapi lebih ke pindah haluan. Jadi awalnya aku mau ambil psikologi, tapi belakangan ini berpindah haluan ke arah manajemen, ekonomi atau bisnis. Karena aku tiba-tiba merasa tidak cocok.

Penulis : Thank you Janes, ada lagi yang mau berpendapat? Atau semua disini sama-sama bingung?

Caroline : Sebenarnya bukan bingung, lebih ke takut jenuh ambil jurusan yang bukan minatnya, takutnya salah atau bosan.

Penulis : Oke thank you Caroline, memang wajar sih kalau takut dan normalnya begitu. Mungkin masih ada lagi yang merasa bingung?

Bagaimana Nathan?

Nathan : Dulu sempat bingung, tapi karena sekarang sudah kelas 12, ya harus memilih, akhirnya tidak bingung.

Penulis : Oh, berarti karena keadaan mengharuskan kamu buat memilih ya, I see I see. Kalau Cleoni sudah memikirkannya atau belum?

Cleoni : Aku sebenarnya mau masuk akuntansi, tapi masih khawatir bisa atau tidaknya.

Penulis : Oke, thank you Cleoni buat jawabannya. Berarti aku bisa tarik kesimpulan bahwa kita semua pernah mengalami kebingungan &

kekhawatiran tersebut ya.

Untuk pertanyaan selanjutnya sudah disinggung oleh Caroline, jadi kita kan jawab pernah, nah aku mendapatkan data bahwa 46 orang merasa takut pilihannya saat ini tidak sesuai dengan minat dan kecerdasan mereka. Menurut kalian, apakah wajar untuk takut dan mengapa demikian?

Yuna : Menurutku wajar, karena kita belum menghadapinya, belum tahu akan seperti apa, kita pasti merasa takut karena tidak ada gambaran akan seperti apa di depan walaupun kita sudah bertanya kepada orang yang sudah menjalani dan mengalaminya. Pengalaman orang pasti berbeda, dan belum tentu apa yang dia rasakan akan kita rasakan.

Janessa : Menurut aku juga wajar, karena kuliah secara tidak langsung berhubungan dengan teman-teman. Kalau kita pilih sekarang dan mungkin dalam perjalanannya bisa berpindah haluan dan karier,

(19)

xxxiv

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

tetapi 4 tahun bukan waktu yang sebentar, takutnya menyiksa.

Apalagi mau pindah haluan tapi ternyata tidak bisa, menurut aku sih seperti itu.

Made : Aku juga setuju dengan pendapat teman-teman sebelumnya, wajar kalau merasa takut karena belum mengalaminya

Penulis : Berarti teman-teman juga merasakan hal yang sama ya dan hal itu wajar. Oke mari lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Kalau sebelumnya kalian takut karena takutnya pilihan kalian yang sekarang belum tentu ke depannya sesuai, dan pertanyaan ini sudah disinggung oleh Yuna, jika alasannya adalah kekurangan informasi, bisakah hal itu menjadi alasan yang cukup berpengaruh dalam memilih jurusan? Apakah hal itu membuat kalian khawatir?

Cleoni : Kalau kekurangan informasi, bukankah bisa dicari dari orang- orang di sekitar kita?

Penulis : Jadi kamu tanya orangnya langsung yang juga berkecimpung disitu ya, Nah selain bertanya kepada orang yang sudah berpengalaman dan mencari informasi di internet, apakah ada cara lain untuk mendapatkan informasi lebih?

(Semua partisipan menggelengkan kepala)

Penulis : Berarti sejauh ini masih dengan kedua cara itu untuk mencari mendapatkan informasi tentang jurusan ya, baiklah. Mari kita bergeser ke pertanyaan berikutnya. Menurutmu, pentingkah untuk mempersiapkan pilihan jurusan atau karier dari sekarang? Mengapa demikian?

Yuna : Menurutku penting, karena kalau sudah mepet, mau tidak mau harus memilih akan semakin bingung dalam memilih.

Kemungkinan salah jurusan lebih besar. Bisa saja nanti tidak menikmati proses perkuliahan dan kerja, yang pada akhirnya berakhir lebih stres. Apalagi kalau kita berada di lingkungan teman-teman yang sudah mengetahui pilihan mereka dan sisa kita sendiri yang belum tahu bagaimana, terasa masa depan kita lebih suram dan tidak tahu mau melakukan apa nantinya.

Caroline : Penting karena semakin banyak waktu yang ada untuk berpikir, semakin matang juga ke depannya, tahu akan seperti apa dan apa yang harus dilakukan. Kalau mepet berarti tidak ada waktu untuk berpikir.

Penulis : Oke thank you Yuna dan Caroline untuk jawabannya. Kalau sebelumnya Nathan sempat mengatakan kalau kamu memilih

(20)

xxxv

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

jurusan karena kondisi yang mendesak, mungkin bisa Nathan jelaskan.

Nathan N. : Tidak semakin panik, malahan lega, karena sebelumnya sudah ada pilihan dan akhirnya terpilih juga 1 jurusan yang pasti.

Penulis : Baiklah, Nathan, terima kasih untuk jawabannya.

Kita akan langsung masuk ke bagian pertanyaan berikutnya.

Apakah kamu setuju bahwa kecerdasan adalah kemampuan manusia dalam menerima informasi, memahami dan memecahkan masalah dalam bidang atau skill tertentu?

(Sebagian besar partisipan setuju)

Made : Saya setuju tetapi menurut saya, kecerdasan sifatnya lebih luas, seperti orang yang ramah juga termasuk orang yang cerdas namun bukan dalam bidang akademik.

Penulis : Oke, thank you Made untuk jawabannya. Kalau Jones setuju atau tidak dengan definisi kecerdasan?

Jones : Setuju-setuju saja.

Penulis : Baiklah, thank you Jones. Memang benar seperti kata Made, cerdas tidak hanya bidang akademik. Baiklah kita langsung masuk ke pertanyaan selanjutnya. Menurut hasil kuesioner, sebagian besar mengatakan bahwa mereka tahu tentang kecerdasan dari internet dibanding dari sekolah atau guru BK, menurut kalian bagaimana pendapatmu tentang sekolah yang seharusnya gerbang utama dalam memberikan informasi tentang pilihan jurusan yang sesuai?

Caroline : Menurutku, kebanyakan sekolah lebih fokus ke bidang akademik, karena anak-anak yang mahir berhitung dianggap lebih pintar dibandingkan dengan anak-anak yang mahir di bidang lain, terlalu dibanggakan.

Made : Menurutku, jawaban akan hal ini sangat subjektif, karena sekolah dan guru berbeda-beda. Aku lebih banyak menemukan informasi di internet karena di masa pandemi, gurunya hampir tidak mengajarkan secara langsung, hanya memberikan materi dan tugas.

Belajar terkesan hanya untuk nilai dan formalitas tanpa mendapatkan sesuatu, dan aku merasa lebih baik belajar sendiri dibandingkan dengan guru.

Yuna : Menurutku, sekolah memberikan fasilitas yaitu guru BK, tetapi guru BK akan membimbing dan memberikan pendapat tentang jurusan kuliah kalau kita terlebih dahulu yang berinisiatif. Guru BK

(21)

xxxvi

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

memang lebih banyak membahas tentang kondisi psikis sekarang, bukan hal-hal yang akan datang. Jadi pada dasarnya, guru BK sudah punya cara dan fasilitas dalam mengurus soal jurusan perkuliahan, tapi memang harus siswanya yang meminta konseling soal jurusan.

Made : Kalau guru BK di sekolahku lebih fokus dengan hal-hal yang akan mendatang, guru BK di sekolahku sudah mulai mengontak universitas bagi para siswa.

Caroline : Mungkin karena aku masih kelas 10, jadi guru BK di sekolahku tidak begitu mempersoalkan hal tersebut.

Janessa : Di sekolahku juga sama seperti Yuna, guru BK hanya formalitas, memang ada tetapi tidak personal ke setiap pelajar yang mau tidak mau kita harus mencari informasi sendiri di internet dan juga seharusnya guru BK mampu memberikan informasi tentang jurusan yang mungkin hanya ada di universitas tertentu dan lainnya.

Yuna : Aku mau menambahkan sedikit, kalau tadi Caroline mengatakan bahwa sekolah hanya fokus pada bidang akademik, tetapi jujur, aku menentukan jurusanku yang sekarang juga dari nilai mata pelajaran, karena di sekolah juga tidak hanya belajar seperti IPA ataupun IPS, tapi juga ada seni, bahasa, yang walaupun bukan bidang akademik tetapi masuk ke dalam nilai rapor. Sebetulnya dari situ, kita bisa menyadari minat kita, namun untuk proses selanjutnya memang harus kita yang mencari informasi sendiri.

Penulis : Oke terima kasih untuk semua tanggapan dan jawaban, berarti memang masing-masing dari kalian punya pengalaman pribadi soal sekolah dan guru BK, nah setelah pembahasan sebelumnya, menurut kalian, sekolah seharusnya bagaimana?

Janessa : Menurutku pribadi, guru BK harus ditambahkan karena 1 guru BK bukan untuk semua murid, tapi 1 guru BK mengurus beberapa kelas atau kelompok. Karena di luar, ada guide atau pemandu yang benar-benar membimbing dan memandu siswa dalam mempersiapkan jurusan kuliah, seperti memberikan rekomendasi jurusan dan mengontak universitas. Butuh adanya guidance secara personal, bukan sekadar edu fair.

Made : Kalau aku lebih baik meningkatkan kualitas dibanding kuantitas dengan meluangkan waktu untuk para pelajar dan juga menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar, karena menurutku dalam mengembangkan minat, ada saja halangannya, seperti tugas, guru yang tidak niat mengajar yang akhirnya

(22)

xxxvii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

membuat suasana belajar yang kurang kondusif dan berakhir siswa malas dalam mengembangkan minatnya.

Nathan N. : Mungkin sekolah bisa mengadakan seminar yang mampu membantu pelajar menentukan masa depan, mungkin dengan penjelasan setiap jurusan yang ada.

Cleoni : Kalau aku setuju dengan Kak Made

Janessa : Aku juga mau menambahkan sedikit dari jawaban Made, betul bahwa kualitas juga harus ditingkatkan karena aku merasa guru BK di sekolahku terlalu fokus mendorong pelajar masuk PTN (perguruan tinggi negeri) dengan jalur-jalur yang ada, padahal ada juga pelajar yang memang tidak ingin masuk PTN, mungkin para pelajar mau masuk PTS (perguruan tinggi swasta) atau kuliah di luar negeri. Kalau bisa, guru BK dan sekolah tidak hanya memperhatikan anak-anak yang ingin masuk PTN, tetapi yang lain juga, berlaku adil untuk semua pelajar.

Penulis : Baiklah, terima kasih untuk tanggapan dan pendapat teman-teman sekalian. Pertanyaan selanjutnya, apakah kamu setuju kalau setiap orang cerdas dengan kecerdasannya masing-masing?

(Semua partisipan menggangguk)

Penulis : Dan kamu yakin kamu punya kecerdasan tertentu? Jika kamu yakin, apa kecerdasanmu dan mengapa kamu bisa mengatakan bahwa itu kecerdasanmu? Karena 58 orang berkata bahwa mereka merasa punya namun tidak tahu kecerdasan mereka.

Cleoni : Kalau aku belum yakin mempunyai kecerdasan karena belum tahu sama sekali.

Yuna : Aku merasa aku punya kecerdasan dalam hitung menghitung, kalau aku mengerjakan satu soal hitungan dan berhasil itu memiliki rasa puas dan senang tersendiri.

Caroline : Kalau aku merasa aku punya kecerdasan di bidang bahasa, bisa cepat memahami dan mempelajari bahasa tapi masih kurang yakin.

Janessa : Aku kurang lebih sama seperti ci Yuna, yaitu hitung menghitung, entah matematika atau ekonomi, tetapi aku bingung apakah itu benar-benar kecerdasanku karena aku merasa enjoy tapi aku tidak punya prestasi apapun dan aku merasa yang aku bisa, orang lain juga bisa, itulah mengapa aku tidak merasa cerdas karena aku juga tidak mempunyai prestasi yang dalam di bidang itu.

(23)

xxxviii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Nathan N. : Kalau saya yakin saya punya kecerdasan tapi tidak tahu persis apa kecerdasannya.

Made : Kalau yakin punya kecerdasan sih aku yakin, tapi aku suka set standar yang tinggi, seperti temanku tidak bisa, aku bisa, tetapi masih ada orang yang lebih baik dan bisa dari pada aku.

Penulis : I see I see, sangat beragam ya jawabannya, terima kasih untuk tanggapan teman-teman, mungkin ada yang mau menambahkan?

Yuna : Menanggapi pendapat Janes sebelumnya, menurutku kecerdasan itu tidak selalu tentang prestasi yang didapat, karena sebetulnya kita mampu, tapi kita tidak yakin dengan diri sendiri.

Penulis : Baiklah, selama kita mampu dan enjoy, bisa disebut kecerdasan.

Caroline : Sebelumnya Kak Yuna mengatakan bahwa kecerdasan itu sesuatu yang mampu kita lakukan dan dalam prosesnya kita enjoy, mungkin bisa dijelaskan lagi, kak?

Yuna : Ya kecerdasan itu kita mampu lakukan dan menikmatinya, tanpa ada rasa benci atau dibawa stres. Dan mungkin saat ini kita belum menjadi apa-apa dan belum dianggap, tapi di masa mendatang mungkin bisa mendapatkan penghargaan, karena kecerdasan tidak bisa hanya diukur sekarang atau dalam satu waktu.

Penulis : Luar biasa, terima kasih Yuna dan Caroline, nah kalau Jones bagaimana?

Jones : Kalau aku belum tahu sama sekali

Penulis : Baiklah, berarti semua teman-teman disini ada yang yakin dengan kecerdasannya, ada yang yakin punya tapi tidak tahu, dan juga yang sama sekali tidak tahu. Oke, jadi aku akan membagikan tautan berisi tes singkat kecerdasan majemuk, silakan teman-teman jawab sesuai dengan instruksi yang ada.

(Seluruh partisipan diberikan waktu untuk mengisi dan memberitahukan 3 kecerdasan diri yang paling dominan)

Penulis : Setelah teman-teman mengisi tes singkat dan mendapatkan hasil tes, menurutmu apakah kecerdasan majemuk ini penting diketahui oleh para pelajar? Sepenting kecerdasan majemuk ini bagi kalian?

Mengapa demikian?

Made : Penting dan setelah mengetahui kecerdasan yang dimiliki, kecerdasan tersebut butuh dikembangkan, karena semakin banyak yang kita bisa, untung juga di kita.

(24)

xxxix

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Caroline : Penting, jadi pelajar bisa mengembangkan kecerdasannya.

Nathan L. : Penting agar bisa dikembangkan, karena kalau tidak akan berakhir percuma.

Nathan N. : Penting, tapi bukan berarti menjadi tolak ukur utama dalam menentukan jurusan kuliah.

Janessa : Menurutku penting, karena orang dari yang tidak tahu menjadi tahu, tetapi bagi pelajar yang sudah memiliki banyak pertimbangan, akan semakin bingung.

Penulis : Tapi kalau misal, contohnya aku yang mungkin suka soal peternakan namun setelah mengisi tes, tidak ada kecerdasan naturalistik, justru cocoknya kecerdasan jasmani-kinestesis, bukankah dengan begitu anak tersebut tahu bahwa ia tidak cocok di peternakan, hanya berbasis suka dan minat. Menurut Janes, bagaimana?

Janes : Aku juga pernah memikirkan seperti itu ci, tapi ada yang pernah bilang ke aku kalau kita memilih jurusan kuliah tidak selalu apa yang kita bisa dan senangi, ada juga orang yang mengambil jurusan yang tidak sesuai dengan kecerdasan mereka karena mereka ingin mempelajari ilmu baru.

Penulis : Terima kasih buat semua jawaban teman-teman, bisa aku simpulkan kalau kecerdasan majemuk menjadi penting karena mampu dikembangkan, kecerdasan majemuk tidak bisa menjadi tolak ukur utama karena kita harus terbuka terhadap teori lain dan kemungkinan lain. Nah pertanyaan selanjutnya, menurutmu dalam menemukan kecerdasan diri, apakah penting peranan mentor atau orang lain yang membimbingmu? Mengapa?

Cleoni : Tergantung, ada yang butuh dan ada juga yang tidak butuh. Yang butuh karena memang ragu dalam memilih jurusan ataupun tidak tahu kecerdasan yang dimiliki, yang tidak butuh merasa tidak membutuhkan bantuan dari orang lain dan sudah yakin akan pilihan jurusannya.

Caroline : Mentor penting karena dengan adanya mentor, kita jadi tahu kuatnya di bidang mana, mungkin mentor juga melihat potensi kita ada dimana. Kita butuh bantuan orang lain agar kita lebih sadar dan lebih tahu kita baiknya masuk jurusan apa.

Penulis : Mungkin kita butuh bantuan orang lain karena orang lain lihat apa yang tidak kita lihat ya.

(25)

xl

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Yuna : Menurutku perlu karena kita bisa dibantu analisis, seperti apakah kita cocok masuk jurusan A? Kadang kita memang suka dengan jurusan A tapi sebenarnya ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, contohnya kalau mau masuk jurusan B sepertinya nanti kamu terkendala biaya, dan lainnya. Karena mentor lebih berpengalaman, mereka mampu menganalisis dari banyak aspek dan biasanya lebih kritis.

Nathan L. : Mentor itu penting dan perlu, karena mereka bisa membantu kita, contohnya mereka bisa tahu kalau jurusan itu kurang baik untuk kita atau mungkin kita bisa mempertimbangkannya kembali.

Penulis : Berarti peran mentor memang mengarahkan dan membantu kita mempertimbangkan jurusan, mana yang baik dan yang kurang baik agar kita juga tidak memilih secara asal atau hanya berbasis suka yang sifatnya sementara. Baiklah, terima kasih untuk responsnya, kita masuk ke pertanyaan terakhir. Selama ini, apakah kamu pernah mendengar, membaca atau menonton konten yang membahas tentang kecerdasan majemuk beserta kuisnya?

Nathan L. : Aku pernah lihat artikelnya di Google.

Cleoni : Aku pernah mendapat tautan dari teman, jadi dia menemukan tautan artikel dan dikirim ke aku.

Penulis : Memang sebagian besar tahu dari internet ya, ada yang pernah lihat buku?

(Seluruh partisipan menggelengkan kepala)

Penulis : Baiklah kalau begitu, kalau dari aku sudah selesai, kalau masih ada yang ingin ditanyakan, boleh ditanyakan. Terima kasih banyak untuk waktu dan kesediaan teman-teman semua mengikuti FGD ini, stay safe and see you when I see you!

(26)

xli

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran E Kuesioner Google Forms

(27)

xlii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(28)

xliii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(29)

xliv

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(30)

xlv

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(31)

xlvi

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(32)

xlvii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

(33)

xlviii

Perancangan Buku Informasi…, Vivian Gunawan, Universitas Multimedia Nusantara

Referensi

Dokumen terkait

Untuk beberapa kalangan kita bisa menyebutkan kalau cerita hantu bisa dikaitkan dengan legenda urban tapi tidak hanya hantu.. P : Menurut data yang saya dapatkan selama

Nah selain itu dari menunjukan promosi lifestyle tersebut kita juga mempromosikan barang barang yang kita punya, konsepnya itu seperti dalam tokopedia tapi ini tanpa customer

Perancangan Promosi Interaktif…, Marleen Phangestu, Universitas Multimedia

Adapun yang menjadi titik perhatian dan pembatasan penelitian ini adalah sesuai dengan uraian tersebut serta memperhatikan pentingnya permasalahan berkaitan dengan penegakan

Penggarapan tanah sawah : Kerjasama antara pemilik sawah dengan penggarap untuk mengolah tanah sawahnya dan penggarap akan mendapatkan bagian sesuai kesepakatan di

Kalau puerh beda lagi, karena puerh ini memang betul-betul teh yang menurut saya teh istimewa dia harus panas yang betul-betul panas, dan tekonya juga khusus?.

Pemetaan konsep tersebut kemudian direpresentasikan dalam ontologi untuk kemudian digunakan sebagai dasar dalam membantu menentukan gaya belajar yang dimiliki oleh seorang

Hasil wawancara lain yang dilakukan dengan mahasiswa yang memiliki sifat cenderung senang beraktivitas dengan banyak orang, hatinya terbuka, perilaku aktif, dan