• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penulis menggunakan penelitian terdahulu adalah sebagai rujukan menambah pemahaman tentang hal yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, membantu dalam pengembangan gagasan penulisan, dan untuk menghindari terjadinya pengulangan atau duplikasi penelitian.

Pertama, Erina Suhestia Ningtyas, Abd. Yuli Andi Gani, Sukanto, 2013.

Judul penelitian “Pelaksaan Program Pembinaan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia(Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Lowokwaru Kota Malang)”. Hasil penelitian Pelaksanaan program pembinaan kurang efektif dikarenakan melebihi kapasitas (overload) dan tidak ada kerjasama dengan masyarakat ini diperlukan agar narapidana tidak merasa “terbuang” dan melatih bagaimana bermasyarakat secara baik.

Kedua, Anang Sugeng Cahyono, 2014. Judul penelitian “Pemberdayaaan dan Pengembangan Keterampilan Warga Binaan di LAPAS Kelas IIB Tulungagung”. Hasil penelitian Proses Pemberdayaan dan Pengembangan Ketrampilan Warga Binaan di LP Kelas II B Tulungagung pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Pihak lembaga melakukan kerjasama dengan pihak luar dalam proses pengembangan keterampilan yaitu dengan balai latihan kerja kabupaten Tulungagung.

(2)

8

Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam program pemberdayaan dan pengembangan keterampilan warga binaan diantaranya : 1).Keterbatasan modal dan anggaran untuk mengembangkan program keterampilan 2).Kurangnya Sumber Daya Manusia khususnya petugas di bagian Binker di LP Kelas IIB Tulungagung sehingga pembinaan dan pengawasan tidak optimal; 3).Belum terpatenkannya produk unggulan tersebut sehingga nilai tawar produk dipasaran sangat rendah.

Ketiga, Hendra Fitrianto, Syaiful Saleh, dan Jamaluddin Arifin, 2016.

Judul penelitian “Pola Pemberdayaan Narapidana”. Hasil penelitian Pola pemberdayaan :1). Esesmen (Penggalian Potensi) merupakan sebuah pola pemberdayaan terhadap narapidana dengan orientasi untuk melacak dan mengetahui potensi atau skill yang dimiliki seorang narapidana. 2). Pelatihan teknis aplikatif. Pelatihan ini merupakan pola yang diterapkan dalam rangka memudahkan narapidana mengembangkan skill dan kemampuannya secara praktis dan cepat tanpa menggunakan teori-teori lazimnya dalam sebuah sekolah dan perguruan tinggi. 3). Mengelola pekerjaan berdasarkan sumber daya warga binaan yang sudah di petakan. 4). Hasil kerja dan insentif hasil produksi.

Tabel 2.1

Data Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Tujuan Hasil

1. Erina Suhestia Ningtyas, Abd. Yuli Andi Gani, Sukanto

Pelaksaan Program Pembinaan Narapidana Pada Lembaga

Pemasyarakatan

Penelitian bertujuan mengetahui

pelaksanaan program pembinaan

narapidana pada Lembaga

Pelaksanaan program pembinaan kurang efektif dikarenakan melebihi kapasitas (overload) dan tidak ada kerjasama dengan masyarakat.

(3)

9 2013 dalam Rangka

Pengembangan Sumber Daya Manusia(Lembaga Pemasyarakatan Klas IA

Lowokwaru Kota Malang)

Pemasyarakatan dalam upaya pengembangan

sumber daya manusia.

2. Anang Sugeng Cahyono 2014

Pemberdayaaan dan

Pengembangan Keterampilan Warga Binaan di LAPAS Kelas IIB Tulungagung

Penelitian bertujuan untuk menjelaskan tentang pelaksanaan pemberdayaan dan pengembangan keterampilan warga binaan dan faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan.

1. Proses Pemberdayaan dan Pengembangan Ketrampilan Warga Binaan di LP Kelas II B Tulungagung pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Pihak lembaga melakukan kerjasama dengan pihak luar dalam proses pengembangan keterampilan yaitu dengan balai latihan kerja kabupaten Tulungagung.

2. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam program pemberdayaan dan pengembangan keterampilan warga binaan diantaranya : 1).Keterbatasan modal dan anggaran untuk mengembangkan program keterampilan warga binaan;

2).Kurangnya Sumber Daya Manusia

khususnya petugas di bagian Binker di LP Kelas IIB Tulungagung sehingga pembinaan dan pengawasan tidak optimal; 3).Belum terpatenkannya produk unggulan tersebut sehingga nilai tawar

(4)

10

produk dipasaran sangat rendah.

3.

Hendra Fitrianto, Syaiful Saleh, dan Jamaluddin Arifin 2016

Pola

Pemberdayaan Narapidana

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola pemberdayaan yang dilakukan lembaga

pemasyarakatan terhadap narapidan.

1. Pola pemberdayaan : 2. Esesmen (Penggalian Potensi) merupakan sebuah pola

pemberdayaan terhadap narapidana dengan orientasi untuk melacak dan mengetahui potensi atau skill yang dimiliki seorang narapidana 3. Pelatihan teknis

aplikatif. Pelatihan ini merupakan pola yang diterapkan dalam rangka memudahkan narapidana mengembangkan skill dan

kemampuannya secara praktis dan cepat tanpa

menggunakan teori- teori lazimnya dalam sebuah sekolah dan perguruan tinggi.

4. Mengelola pekerjaan berdasarkan sumber daya warga binaan yang sudah di petakan.

5. Hasil kerja dan insentif hasil produksi.

B. Kejahatan 1. Pengertian

a. Perspektif hukum (a crime from the legal point of view); batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hokum pidana.

(5)

11

Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan.

Pengertian diatas, sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sutherland:

“Criminal behavior is behavior in violation of the criminal law no matter what the degree of immorality, reprehensibility or indencency of an act it is not a crime unless it is prohibited by the criminal law”.

b. Perspektif masyarakat (a crime from sociological point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini menunjukkan bahwa setiap perbuatan menjadi

“jahat ” jika melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat, contoh : apabila seorang beragama Islam meminum minuman keras sampai mabuk, perbuatan itu merupakan dosa (kejahatan) dari sudut pandang umat Islam, namun dalam perspektif hukum bukanlah kejahatan.

Pengertian kejahatan dalam dua perspektif tersebut memiliki pengaruh dalam perumusan ketentuan pidana, sehingga pada akhirnya kejahatan dalam perspektif hokum ditempatkan dalam Buku II KUHP, sedangkan kejahatan yang berdasarkan perspektif masyarakat sebagian jenis-jenisnya diadaptasi dala m Buku III KUHP sebgai pelanggaran. Selain itu , kedua pengertian tersebut paling tidak memiliki pengaruh pada penderivasian unsur sifat melawan hukum materiil berfungsi negatif dalam menilai ada tidaknya suatu peristiwa pidana.

2. Faktor Penyebab

Dalam perkembangannya tentang kejahatan atau kriminologi dapat teradi disebabkan kondisi-kondisi dan proses-proses sosial.

(6)

12

Sebab-sebab terjadinya kriminalitas dapat disebabkan beberapa faktor yaitu faktor-faktor yang bersumber dari dalam diriindividu (intern) dan fakor- faktor yang bersumber dari luar diri inividu (ekstern)

a) Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri individu (Intern) Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri individu,

● Sifat khusus dalam diri individu

Sifat khusus ini adalah keadaan psikologi diri individu. Masalah kepribadian sering dapat menimbukan perilaku menyimpang, terlebih apabila seseorang tersebut tertekan perasaannya. Orang yan tertekan perasaannya mempunyai kecenderungan untuk menyimpang (terhadap sistem sosial). Ada beberapa sifat kusus yang dapat mnimbulkan kejahatan yaitu; sakit jiwa, emosional, dan rendahnya mental.

● Sifat umum dalam diri individu

Tabel 2.2

Faktor dalam diri yang mempengaruhi kejahatan

Faktor Keterangan

Umur

Setiap masa manusia dapat saja berbuat kejahatan, namun terdapat tingkatan kejahatan sesuai perkembangan alam pikiran

Sex/jenis kelmin

Berhubugan dengan keadaan fisik.

Laki-laki cenderung untuk melakukan tindak kejahatan daripada perempuan.

Kedudukan individu Seseorang yang tidak dianggap keberadaannya

Pendidikan individu Berpengaruh terhadap kondisi

(7)

13

jiwa,tingkah laku dan intelegensia Rekreasi/hiburan Pelepasan kepenatan

Sumber: Data Le mbaga Tahun 2020

b) Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri individu

Faktor-faktor ini berpokok pangkal pada lingkungan di luar diri individu, terutama hal-hal yang mmpunyai huungan dengan timbulnya kriminalitas.

● Faktor-faktor ekonomi

Faktor ekonomi meruapakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan.sebagai gambaran,misalnya pada perkembangan perekonomian di abad modern ini ketika tumbuh peraingan bebas,mnghidupan daya mnat konsumen dengan memasang iklan-iklan dan sebagainya. Hal ini cenderung mningkatkan keiginan untuk memiliki barang atau uang sbanyak-banyaknya sehingga untuk memenuhi hasrat tersebut akan melakukan segala cara.

● Faktor Bacaan/Film

Sangat berbeda dengan teori itu, teori penyimpangan budaya mengklaim bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki seperangkat nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai kelas menengah. Sebagai konsekuensinya, manakalah orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma konvensional dengan cara mencuri, merampok dan sebagainya.

(8)

14 C. Pemberdayaan

1. Pengertian

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber dan menjadi kata ”berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya memiliki arti kekuatan, berdaya memiliki arti kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan –m- dan akhiran –an menjadi

“pemberdayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan (Roesmidi dan Riza R, 2006).

Pemberdayaan adalah proses meningkatkan kekuatan pribadi, antar pribadi, atau politik sehingga individu-individu, keluarga-keluarga, dan komunitas- komunitas dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki situasi-situasi mereka (Gutierrez dalam Dubois & Miley, 2005). Menurut Robbins, Chatterje, dan Canda (1998) pemberdayaan menunjukkan proses yang dengan itu individu-individu dan kelompok-kelompok memperoleh kekuatan, akses pada sumber-sumber, dan kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Teori-teori pemberdayaan secara tegas memusatkan pada hambatan-hambatan struktural yang menghalangi orang untuk menjangkau sumber-sumber yang perlu untuk kesehatan dan kesejahteraan.teori- teori pemberdayaan tidak hanya berkepentingan dengan proses pemberdayaan, tetapi juga dengan hasil-hasil yang memberikan akses yang lebih besar pada sumber-sumber dan kekuatan bagi individu-individu dan kelompok-kelompok marginal.

Pemberdayaan mempunyai dimensi objektif dan subjektif. Aspek subjektif dari pemberdayaan adalah self-efficacy yang menunjukkan keyakinan

(9)

15

bahwa seseorang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dan untuk mengatur peristiwa-peristiwa dalam kehidupan (Bandura dalam Robbins et al., 1998). Self-efficacy harus dihubungkan dengan pengembangan kesadaran yang kritis yang membantu mengidentifikasi struktur kekuatan yang menekan dan menghasilkan tindakan yang ditujukan untuk megubah kondisi-kondisi sosial yang menekan atau menyebabkan ketidakberdayaan.

Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto (2005), menggunakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara -cara pemberdayaan. Menurut Jim lfe dalam membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang -orang yang lemah atau tidak beruntung. Masih dalam buku tersebut, person mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mempengaruhi terhadap kejadian- kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah

(10)

16

atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak tervakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial.

Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal, pertama bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemeberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. Kedua bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. (Edi Suharto,2005)

Berdasarkan definisi pemberdayaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemeberdayaan adalah serangkaiaan kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat, termasuk individu- individu yang mengalami masalah kemiskinan, sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhui kebutuhan hidupnya baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: kepercayaan diri, maupun menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencahariaan, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupanya. Adapun cara yang di tempuh dalam malakukan pemberdayaan yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran

(11)

17

tentang potensi yang di milikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki tersebut.

Pemberdayaan sebagai suatu proses, tentunya dilaksanakan secara bertahap, dan tidak bisa dilaksanakan secara instan. Adapun tahapan pemberdayaan menurut Ambar Teguh Sulistyani yang dikutip oleh Aziz Muslim dalam buku yang berjudul Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat, bahwa tahap -tahap yang harus dilalui dalam pemberdayaan dibagi menjadi tiga.

Pertama tahap penyadaran dan pembentukan perilaku. Perlu membentuk kesadaran menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Dalam tahapan ini pihak yang menjadi sasaran pemberdayaan harus disadarkan mengenai perlu adanya perubahan untuk merubah keadaan agar dapat sejahtera. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran akan tentang kondisinya saat itu, dan demikian akan dapat merangsang kesadaran akan perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Sehingga dengan adanya penyadaran ini dapat mengunggah pihak yang menjadi sasaran pemberdayaan dalam merubah perilaku.

Kedua, tahap trasformasi pengetahuan dan kecakapan ketrampilan, dalam hal ini perlu adanya pembelajaran mengenai berbagai pengetahuan, dan kecakapan ketrampilan untuk mendukung kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan. Dengan adanya pengetahuan, dan kecakapan ketrampilan maka sasaran dari pemberdayaan akan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan yang menjadi nilai tambahan dari potensi yang dimiliki. Sehingga

(12)

18

pada nantinya pemberdayaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Ketiga, tahap peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan ketrampilan. Dalam tahapan peningkatan kemampuan intelektual dan ketrampilan ini sasaran pemberdayaan diarahkan untuk lebih mengembangkan kemampuan yang dimiliki, meningkatkan kemampuan dan kecakapan ketrampilan yang pada nantinya akan mengarahkan pada kemandirian.

Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan: pada tahapan ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu: pertama, penyimpanan petugas, yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community woker, dan kedua penyiapan lapangan yang pad dasarnya diusahakan dilakukan secara non- direktif.

2. Tahapan pengkajian (assessment): pada tahapan ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (feel needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.

3. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan: pada tahapan ini petugas sebagai agen perubahan (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat

(13)

19

diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.

4. Tahap pemformulisasi rencana aksi: pada tahapan ini agen perubahan membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang mereka akan lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk memfomalisasikan gagasan mereka kedalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.

5. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan: dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peren masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerjasama antar petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahapan ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan.

6. Tahap evaluasi: evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan 31 Persiapan pan Pemformulasian rencana aksi warga tersebut diharpakan dalam jangka waktu pendek biasanya membentuk suatu sistem komunitas untuk pengewasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunikasi masyarakat yang lebih mendirikan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

(14)

20

7. Tahap terminasi: tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan proyek harus segera berhenti.

Penjelasan teori tahapan pemberdayaan yang dijelaskan oleh Isbandi Rukminto Adi, dapat diketahui bahwa tahapan pemberdayaan dapat dilakukan melalui 7 tahapan, meliputi tahap persiapan, tahap assesment, tahap perencanaan alternatif, tahap formulasi rencana aksi, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap terminasi.

D. Lembaga Pemasyarakatan

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Pasal 1 angka 3 UURI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan:

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksanaan teknis di bidang pembinaan narapidana berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM.

Berdasarkan pemaparan beberapa konsep mengenai pemasyarakatan, maka dapat kita simpulkan bahwa pemasyarakatan adalah suatu konsep yang dikembangkan untuk dapat membina, mengayomi, dan memberikan proses memanusiakan kembali narapidana yang ada dalam Lapas, dengan cara-cara yang lebih humanis.

(15)

21 2. Perubahan Sistem

Pembaharuan dari konsep penjara menuju LAPAS. Dalam dokumen Cetak Biru Pembaharuan Pelaksaan Sistem Pemasyarakatan tahun 2009,bab II, ditegaskan bahwa reintregasi sosial adalah filsafat penghukuman yang mendasari pelaksaan sistem pemasyarakatan:

“Secara filosofis Pemasyarakatan adalah system pemidaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi retributi (pembalasan), deterrence (penjeraan), dan resosialisasi. Dengan kata lain pemidanaan bukan ditujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, juga tidak diasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya…”

Tabel 2.2

Perbedaan Sistem Kepenjaraan dengan Pemasyarakatan

NO. KEPENJARAAN PEMASYARAKATAN

1. Hukuman merupakan isolasi terhadap penjahat untuk melindungi masyarakat.

Hukuman hanya dihilangkannya hak kemerdekaan/kebebasan bergerak 2. Pembalasan atau memuaskan

dendam masyarakat.

Mengikutsertakan masyarakat dalam proses pembinaan melalui program asimilasi.

3. Pemberian derita dengan tujuan memberi efek jera.

Pemeberian pembinaan berupa bimbingan kerja sehingga tidak mengulangi.

Sumber: Hasil Wawancara Tahun 2020

3. Dasar Hukum Lembaga Pemasyarakatan

Mega Prihartanti (2006:27) mengemukakan bahwa:

Lapas mempunyai dasar hukum sebagai berikut:

a. Pancasila

(16)

22 b. UUD 1945

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

e. Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

f. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Kemasyarakatan

g. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M-01-PK.04.10 Tahun 1998 Tentang Ketentuan Mengenai Tugas, Kewajiban, dan SyaratSyarat Pembimbing Kemasyarakatan

h. Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI Nomor E.39PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan

i. Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI Nomor E.40-PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan.

3. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Mega Prihartanti (2006:27) mengemukakan:

Kedudukan, tugas, dan fungsi Lapas adalah sebagai berikut:

a. Kedudukan Lembaga

Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah unit pelaksana teknis di bidang pembinaan narapidana. Lembaga Pemasyarakatan berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

(17)

23 b. Tugas Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) bertugas memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pelayanan masyarakat, bimbingan klien pemasyarakatan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Dalam melaksanakan tugasnya, masing -masing Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi: a. Lembaga Permasyarakatan dewasa dipergunakan untuk penempatan Narapidana dewasa pria berumur lebih dari 21 (duapuluh satu) tahun. b. Lembaga Permasyarakatan wanita dipergunakan untuk penempatan Narapidana dewasa wanita yang berumur lebih dari 21 (duapuluh satu) tahun. c. Lembaga Permasyarakatan pemuda dipergunakan untuk penempatan Narapidana pemuda pria dan wanita yang berumur lebih dari 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 21 (duapuluh satu) tahun.

E. Narapidana

1. Pengertian Narapidana

Narapidana secara umum adalah orang yang kurang mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari keluaganya. Sebab itu ia memerlukan perhatian yang cukup dari petugas Lapas untuk dapat memulihkan rasa percaya diri.

Perhatian dalam pembinaan, akan membawa banyak perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan sangat berpengaruh dalam merealisasi perubahan diri sendiri.

(18)

24

Pasal 1 angka 7 UURI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menentukan bahwa “Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Marini Mansyur, 2011:14) dinyatakan bahwa “Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman) karena tindak pidana”.

Arimbi Heroepoetri (Suhaeni Rosa, 2013:14) mengemukakan bahwa

“Imprisoned person atau orang yang dipenjarakan adalah seseorang yang dihilangkan kebebasan pribadinya atas tindak kejahatan”.

Dengan demikian pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan, telah divonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut penjara.

2. Hak-Hak Narapidana

Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 UURI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu:

Narapidana berhak:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. Menyampaikan keluhan;

(19)

25

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. Mendapatkan pembebsan bersyarat;

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis korelasi Product Moment dari Pearson terhadap hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan emosi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Pengembangan media pembelajaran papan analisis

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Isi modul ini : Ketakbebasan Linier Himpunan Fungsi, Determinan Wronski, Prinsip Superposisi, PD Linier Homogen Koefisien Konstanta, Persamaan Diferensial Linier Homogen

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dari penguraian di atas, dapat dipahami bahwa Sistem pemasaran produk di Koperasi KBIH Uswah adalah rangkaian kegiatan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi pemikiran dan

M.Pd.I., masing-masing selaku Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Hasaruddin, M.Ag., masing-masing Ketua dan Sekretaris Jurusan Manajemen