vi ABSTRAK
Budaya patriarki yang begitu mengendap dan terinternalisasi dalam masyarakat membuat perempuan berada pada posisi yang subordinat dan tidak memiliki bargaining power. Kondisi demikian berimplikasi pada rendahnya kesempatan perempuan dalam hal mengambil keputusan. Dampak tersebut akan dialami pula oleh istri yang tidak bekerja, dimana mereka sangat tergantung pada suami terutama dalam hal ekonomi. Istri yang tidak bekerja tersebut, selain mengurus rumah tangga juga punya kesempatan yang lebih besar dalam berinteraksi dengan anak. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah peran istri yang tidak bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga.
Peran pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga adalah perwujudan posisi yang diemban seseorang yang merupakan rangkaian harapan untuk mengevaluasi dan memilih beberapa kemungkinan berdasarkan fakta, nilai dan minat dalam rangka memilih istitusi pendidikan bagi anak dan pengalokasian keuangan (ekonomi) keluarga. Aspek peran pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga, yakni aspek kognitif, motivasi, afektif, dan konasi.
Data diperoleh dengan metode pemberian skala peran istri tidak bekerja yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada 47 orang istri tidak bekerja. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif melalui program SPSS 11,5 for windows.
vii ABSTRACT
Patriarchal culture was really strong and internalized in our society; this made women in subordinate position and did not have bargaining power. This condition affected the low opportunity of women in making decision. Those effects will also felt by non working wives who really dependent on their husbands, especially in financial problem. Non working wives, besides taking care of the house, they also had greater opportunities to interact with their children. This research was a descriptive research which tries to identify how the role of non working wives in making decision about children’s education and family’s finance was.
The role of making decision about children’s education and family’s finance was a form of showing the position that a person carries. It was a series of hope to evaluate and to choose several possibilities based on facts, values, and interests in choosing education institution for children and the allocation of family’s finance. The aspects of making decision about children’s education and family’s finance were cognitive aspects, motivation aspect, affective aspects, and conation aspect.
The data were acquired by using the giving scale method to non working wives which had been tested its validity and reliability to 47 non working wives. Then the data were analyzed by using descriptive statistic method through SPSS 11,5 for windows.
i
PERAN ISTRI YANG TIDAK BEKERJA DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDIDIKAN ANAK DAN
EKONOMI KELUARGA
S k r i p s i
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Laora Bramantika
NIM: 029114085
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
!"
!
" # #
$
$ # %
$
vi ABSTRAK
Budaya patriarki yang begitu mengendap dan terinternalisasi dalam masyarakat membuat perempuan berada pada posisi yang subordinat dan tidak memiliki bargaining power. Kondisi demikian berimplikasi pada rendahnya kesempatan perempuan dalam hal mengambil keputusan. Dampak tersebut akan dialami pula oleh istri yang tidak bekerja, dimana mereka sangat tergantung pada suami terutama dalam hal ekonomi. Istri yang tidak bekerja tersebut, selain mengurus rumah tangga juga punya kesempatan yang lebih besar dalam berinteraksi dengan anak. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah peran istri yang tidak bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga.
Peran pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga adalah perwujudan posisi yang diemban seseorang yang merupakan rangkaian harapan untuk mengevaluasi dan memilih beberapa kemungkinan berdasarkan fakta, nilai dan minat dalam rangka memilih istitusi pendidikan bagi anak dan pengalokasian keuangan (ekonomi) keluarga. Aspek peran pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga, yakni aspek kognitif, motivasi, afektif, dan konasi.
Data diperoleh dengan metode pemberian skala peran istri tidak bekerja yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada 47 orang istri tidak bekerja. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif melalui program SPSS 11,5 for windows.
vii ABSTRACT
Patriarchal culture was really strong and internalized in our society; this made women in subordinate position and did not have bargaining power. This condition affected the low opportunity of women in making decision. Those effects will also felt by non working wives who really dependent on their husbands, especially in financial problem. Non working wives, besides taking care of the house, they also had greater opportunities to interact with their children. This research was a descriptive research which tries to identify how the role of non working wives in making decision about children’s education and family’s finance was.
The role of making decision about children’s education and family’s finance was a form of showing the position that a person carries. It was a series of hope to evaluate and to choose several possibilities based on facts, values, and interests in choosing education institution for children and the allocation of family’s finance. The aspects of making decision about children’s education and family’s finance were cognitive aspects, motivation aspect, affective aspects, and conation aspect.
The data were acquired by using the giving scale method to non working wives which had been tested its validity and reliability to 47 non working wives. Then the data were analyzed by using descriptive statistic method through SPSS 11,5 for windows.
viii
KATA PENGANTAR
Praise The Lord! Hanya karena anugerahNya yang menuntun dan mengarahkan, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini demi meraih gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis juga tidak melupakan pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga memperlancar pengerjaan skripsi ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus. Bahwa Dia ada maka segala kesedihan yang kualami terasa tak berarti, dan yang selalu menemani serta menggandengku bahkan ketika aku berkutat dengan keegoisanku. Rasa syukur ini tak terungkapkan Bapa.
2. Bapak Eddy Suhartanto, S. Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Santa Dharma yaitu Ibu Sylvia Carolina CMYM, S.Psi., M.Si.
4. Pembimbing skripsi saya yakni Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS. yang telah dengan sangat sabar menghadapi keterbatasan saya dan membantu serta memberi pencerahkan kala kesuraman menghampiri hari-hari saya.
5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tolong jangan pernah lelah mengajar dan mendidik kami ya Bapak dan Ibu Dosen. 6. Semua karyawan Kampus III Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan
ix
7. Bapak Agung Santoso, S.Psi., mantan pembimbing akademik-ku, karena kebaikan hatinya mau menjawab apapun pertanyaanku tentang statistik dan menerima berbagai obrolan tentang hal-hal yang nggak penting meski dari Negara Amerika sana. Terima kasih Master.
8. Untuk Mas Gandung, Mba Nani, Mas Muji, Mas Doni dan Pa’ Gi…betapapun sibuknya, kalian selalu menghadapi dan membantu kami para mahasiswa dengan senyum dan ketulusan. Sekretariat Fakultas Psikologi memang paling oke!
9. Papa Asiang, karena doa tak terputus dan dukungan tak bersyarat menjadikan lelahku menjadi semangat. Terima kasih ya Pa . Mama…Sang Dewi dalam keluarga…yang selalu menerima segala keluh kesahku dengan hati yang luar biasa sabar dan bantuan tak terkira saat kapanpun kubutuhkan. Terima kasih ya Ma . Jangan lupa “selipannya”.
10.Bram, “taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini
atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik (Pengkhotbah 11:6)”. Dalam diam kau menuntun, dalam diam kau mengajarkan. Terima kasih ya. Hehe. 11.Mein Schatz…Kamu melihat apa yang tak kulihat dari diriku...Kamu memberi
sangat banyak dalam hidupku lebih dari yang layak kuterima. Schatz, terima kasih karena sekarang hidupku dipenuhi oleh warna-warna cerah, and supaya kamu tahu aja, 50 lembar nggak cukup untuk ungkapkan kebaikanmu ke aku. (Huu!! Lebay! Lebay!) Hehe. Habe Dich sehr Lieb!
x
13.Elvin..the “Nenek”…selangkah demi langkah kita lalui bersama…Banyaknya kerikil bikin kita nangis bareng dan saat hujan turun tertawa juga kita bareng. Yang gua dapet dari persahabatan kita hanya arahanmu yang bikin hidup gua selalu melihat ke sisi yang positif. Makasih banyak Nek. I love you.
14.Penghuni dan Pengikut Canna Exclusive Club: Dewi (Semangat! Ayo kita masuki dunia kerja), Mami “Ayu” (Nge-dur lagi yok!), Nyonya “Nur” (Hidup empe-empe! Tolong besarkan dan lestarikan keturunan Kiko Arcana Brown), Tinul (Dugem? Ayuk atuh!), Sasa (Ibu kita Kartini...Putri sejati), Fani (ibarat bumbu, kalo nggak ada kamu Canna jadi sepi..Cuih! Cuih!), Jegeg (wanna be). Untuk Cahya (jangan pernah lelah dan takut Cha, Yesus nggak pernah tinggal diam), Mba Martha & Uthe (Ayo aku dimasakin lagi), Yesi, Nana, Maya dan nama-nama lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu (Selamat berjuang!). I love you all. 15.Teman-teman yang kusayangi: Dessy, Windra, Suko, Barjo, Adri, TN Family,
PAT, Maria, Diana, Anggi (Cium sayang buat Rangga ya) dan semua teman yang tidak tersebut namanya, aku sangat bersyukur Tuhan mempertemukan aku dengan kalian, dan kala kebersamaan kita hanya kebahagiaan yang kurasakan. Terima kasih. Jesus bless you always.
16.Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini: Bude Tami (Wah, kalo nggak ada Bude saya belum selesai nih skripsinya. Makasih ya), dan nama-nama lain yang tidak bisa saya sebut satu-satu: Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Yah, seperti lagu yang dinyanyi-in Yuni Shara “Kau selalu dihati..ku”. Tuhan memberkati.
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul……… i
Halaman Persetujuan……….. ii
Halaman Pengesahan……….. iii
Halaman Persembahan……….... iv
Halaman Pernyataan Keaslian……… v
Abstrak………... vi
Kata Pengantar……… viii
Daftar Isi………. xi
Daftar Tabel……… xiv
Daftar Lampiran………. xv
BAB I PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang………. 1
B. Rumusan Masalah……… 5
C. Tujuan Penelitian………. 5
D. Manfaat Penelitian……… 6
BAB II LANDASAN TEORI………. 7
A. Istri yang Tidak Bekerja……… 7
B. Peran dalam Pengambilan Keputusan Pendidikan Anak dan Ekonomi Keluarga……… 8
1. Peran……… 8
a. Definisi Peran……… 8
xii
2. Pengambilan Keputusan………. 13
3. Pendidikan Anak………. 16
4. Ekonomi Keluarga……….. 17
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran dalam Pengambilan Keputusan Pendidikan Anak dan Ekonomi Keluarga……… 19
D. Peran Istri yang Tidak Bekerja dalam Pengambilan Keputusan Pendidikan Anak dan Ekonomi Keluarga………. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 26
A. Jenis Penelitian………. 26.
B. Definisi Operasional………. 26
C. Subyek Penelitian………. 27
D. Prosedur Penelitian………... 29
1. Uji Coba (Try Out)………. 29
2. Penelitian……… 29
E. Metode Pengumpulan Data……….. 30
1. Penggunaan Skala……… 30
2. Indikator Skala……… 31
3. Blue Print dan Susunan Skala………. 31
4. Penskoran Skala……….. 32
F. Kredibilitas Alat Pengumpul Data……….. 33
1. Validitas……….. 33
2. Seleksi Item………. 34
xiii
G. Analisis Data……… 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 36
A. Persiapan Penelitian………. 36
B. Lokasi Penelitian……….. 36
C. Penentuan Subjek……… 36
D. Tahap Uji Coba Penelitian (Try Out)………... 37
1. Pelaksaan Uji Coba (Try Out)……… 37
2. Hasil Uji Coba (Try Out)……… 37
a. Seleksi Item……….. 37
b. Reliabilitas……… 39
E. Pelaksaan Penelitian………. 41
1. Penyebaran dan Pengumpulan Skala………. 41
2. Uji Normalitas……… 41
3. Hasil Analisis Data Penelitian……… 42
a. Analisis Statistik Data Penelitian………. 42
b. Deskripsi Statistik Masing-masing Apek…………. 44
F. Pembahasan……….. 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 55
A. Kesimpulan……….. 55
B. Saran………. 55
DAFTAR PUSTAKA……… 57
xiv
DAFTAR GAMBAR & TABEL
Gambar 1. Skema Penelitian……… 25
Tabel 1. Distribusi Item Skala Peran Peran Pengambilan Keputusan saat Try Out……….. 32
Tabel 2. Skor Item berdasarkan Sifat Item……… 32
Tabel 3. Distribusi Item Setelah Try Out……….. 38
Tabel 4. Distribusi Jumlah Item Sahih……….. 38
Tabel 5. Distribusi Item Lolos Seleksi dengan Nomor Baru……… 39
Tabel 6. Tingkat Relibilitas berdasarkan Nilai Alpha……….. 40
Tabel 7. Hasil Uji Relibilitas Skala Peran Pengambilan Keputusan……..….. 40
Tabel 8. Uji Normalitas Skala Peran Pengambilan Keputusan……… 41
Tabel 9. Deskripsi Data Penelitian……….……… 42
Tabel 10. Hasil Uji Signifikansi T Test Skala Peran Pengambilan Keputusan… 43 Tabel 11. Descriptive Statistics……… 44
Tabel 12. Hasil Analisis Statistik per Aspek………... 45
Tabel 13. Aspek Dominan berdasarkan Z Score……..……… 46
Tabel 14. Aspek Dominan berdasarkan Z Score………. 49
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Peran Pengambilan Keputusan (Try Out)……….. 61
Lampiran 2. Uji Reliabilitas Skala Try Out……….. 62
Lampiran 3. Uji Reliabilitas Item Sahih……… 64
Lampiran 4. Skala Peran Pengambilan Keputusan (Penelitian)……… 66
Lampiran 5. Tabel Z Score dan Aspek Dominan……….. 67
Lampiran 6. Tabel Spesifikasi Data Subyek Penelitian berdasarkan Aspek Dominan Kognitif………. 71
Lampiran 7. Tabel Spesifikasi Data Subyek Penelitian berdasarkan Aspek Dominan Motivasi……… 72
Lampiran 8. Tabel Spesifikasi Data Subyek Penelitian berdasarkan Aspek Dominan Afektif……….. 73
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tahun 1805, Inggris memberlakukan Undang-undang yang membenarkan atau
mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Masyarakat Romawi Kuno
menempatkan perempuan di bawah kekuasaan bapak atau saudara laki-laki, dan
setelah menikah di bawah kekuasaan suami. Demikian pula masyarakat Hindu
mengatur hak hidup perempuan sesuai dengan umur suaminya. Artinya jika suami
meninggal maka istri pun harus mengakhiri hidupnya (Oedjoe dalam
http://www.indomedia.com/poskup/2006/03/08/edisi08/0803pin1.htm, 2006). Kondisi
yang sudah berjalan berabad-abad lamanya ini menunjukkan bahwa perempuan hidup
dalam budaya patriarki. Budaya patriarki adalah budaya yang dikonstruksi
berdasarkan dominasi dan sub ordinasi yang menempatkan (pandangan) laki-laki
menjadi suatu hirarki dan norma (Manupil dalam
http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2007/mar_08/lkOpin001.html, 2007).
Wujud dari budaya patriarki yang umum terjadi di masyarakat adalah nama
belakang (keluarga) ayah yang disandang anaknya. Fakta di Bali, jika seorang
perempuan dari kasta yang rendah menikah dengan pria yang berkasta jauh diatasnya
dan mereka mempunyai anak, maka si anak tidak diperbolehkan makan sepiring
dengan ibunya. Sang ibu pun wajib berkomunikasi dengan anaknya dalam bahasa Bali
halus (Maharatni, 2003).
Budaya patriarki menempatkan kaum lelaki di posisi yang dominan atau superior,
interpersonal dengannya menjadi inferior atau posisinya lebih rendah. Adanya
internalisasi dalam budaya yang sudah berkembang berabad-abad lamanya ini
memberi kesempatan pada lelaki untuk menguasai hidup perempuan yang menjalin
relasi dengannya (istri, adik). Umar (dalam
http://www.sistersinislam.org.my/BM/Kudrat.pdf, 2006) mengatakan bahwa
internalisasi budaya patriarki sudah berada dalam fase unconscious seseorang sehingga seakan-akan itu adalah sebuah kodrat (berasal dari bahasa Arab qudrah yang artinya ditentukan Tuhan). Internalisasi budaya dan kepatuhan terhadap ajaran agama
semakin memperlemah posisi atau kedudukan perempuan yang hidup dalam budaya
patriarki.
Saat budaya patriarki begitu mengendap dalam tatanan masyarakat, maka
dominasi lelaki begitu merajai setiap aspek / lapisan dalam kubu inferior (perempuan)
serta menghalangi segala upaya dalam penyerataan gender. Perempuan tidak lagi
punya kuasa untuk menyalurkan ide kreatifnya, adu argumentasi dengan kaum lelaki
untuk mencari kebenaran, menyatakan opini ataupun sanggahan. Perempuan tidak
lagi punya bargaining power. Dominasi kaum lelaki secara tidak langsung mengikis kekuasaan atau kemampuan perempuan dan menyamarkan haknya akan sebuah
kehidupan yang setara dan seimbang.
Inferioritas perempuan memicu munculnya berbagai tindakan diskriminatif. Karl
Mannheim (http://matakala.wordpress.com/category/essay/, 2007) membedakan mata
pencaharian antara perempuan dan lelaki, dimana laki-laki bekerja sebagai prajurit
dan pemburu yang dianggap sebagai pekerjaan mulia, sedangkan perempuan bekerja
di bidang pertanian, yang dianggap sebagai pekerjaan rendahan. Dalam bidang
rendah yakni dibawah 20 % dari 30 % kuota yang disediakan. Data hasil pemilu
legislatif 2004 mengungkapkan hanya 11,09 % jumlah perempuan anggota legislatif
dengan spesifikasi bahwa dari 17 parpol yang memiliki kursi di DPR, hanya 9 parpol
yang memiliki wakil perempuan (http://www.kalteng.go.id/FORYOU/00000023.htm,
2006). Masih banyaknya perempuan pekerja yang rentan terhadap PHK, tidak
tersentuh pendidikan, pelatihan dan promosi, rentan pelecehan seksual, pembagian
upah, tunjangan keluarga dan kesehatan yang tidak seimbang, serta minimnya
kebebasan hak reproduksi, cuti haid dan melahirkan, merupakan bentuk diskriminasi
perempuan di tempat kerja (http://www.lbh-apik.or.id/kpkb-profil.htm, 2006).
Diskriminasi perempuan merupakan implikasi dari anggapan masyarakat akan
kedudukan perempuan yang rendah, menilai bahwa mereka lemah dan tidak berdaya.
Perempuan dianggap remeh dan dianggap tidak memiliki power untuk melakukan apapun. Ketiadaan power ini menghilangkan hak perempuan untuk ikut serta dalam proses penentuan dan pengambilan keputusan dalam bidang apapun. Suara perempuan
diabaikan, bahkan sengaja dilupakan karena ada kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan dari kaum lelaki. Mereka seakan-akan tidak rela memberi kesempatan pada
perempuan untuk mengambil keputusan di bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif
(hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/pikas/artikel210403.htm, 2003).
Kondisi di atas mencerminkan realita umum masyarakat perempuan saat ini. Bisa
dibayangkan betapa besar dampaknya jika yang mengalaminya adalah perempuan
(atau dalam hal ini istri) yang tidak bekerja karena mereka adalah orang-orang yang
sangat tergantung pada suami, terutama dalam hal ekonomi.
Istri yang tidak bekerja bukan hanya bergantung pada suami, tetapi juga terbiasa
tempat lain. Kondisi tersebut akan semakin memperlebar jurang kedudukan antara
lelaki dan perempuan. Ini mengakibatkan proses kerjasama antara suami dan istri
tidak akan lancar atau berjalan dengan baik, sehingga sebagian besar beban akan jatuh
ke pundak suami karena ketergantungan yang sangat besar dari istri yang tidak
bekerja.
Perempuan selain berperan sebagai seorang istri, juga berperan sebagai ibu. Istri
yang tidak bekerja tentunya akan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah
mengurus anak dan kebutuhan rumah tangga. Secara langsung kesempatan untuk
berinteraksi dengan anak juga akan lebih besar dibandingkan dengan suami (ayah).
Kuantitas waktu yang sedemikian tinggi juga membuka kesempatan yang lebih luas
bagi seorang istri yang tidak bekerja untuk lebih mengenal kepribadian, mengetahui
kebutuhan dan permasalahan serta mendidik anaknya, maka bisa dikatakan bahwa
perempuan sebagai ibu punya akses yang sangat besar terhadap perkembangan dan
pendidikan anak.
Ditambahkan pula, istri yang mengurus rumah tangga sering disebut sebagai “ratu
rumah tangga” dan merupakan “pekerjaan” mulia. Sebutan “ratu” seharusnya
berimplikasi pada peran perempuan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan di
tingkat keluarga, namun faktanya, bukan perempuan yang lebih berperan dalam
pengambilan keputusan penting, melainkan laki-laki
(http://www.rahima.or.id/SR/12-04/Fokus.htm).
Istri yang tidak bekerja memiliki peran yang besar terhadap anak. Peran tersebut
tidak akan teraplikasi dengan baik jika istri tidak diberi kesempatan untuk
Pola yang sama berlaku dalam hal ekonomi rumah tangga. Meski istri (dengan
status tidak bekerja itu) yang mengatur jalannya roda kehidupan rumah tangga,
menarik pula untuk diketahui apakah istri tersebut punya peran dalam memutuskan
pengalokasian dana (penghasilan) keuangan keluarga.
Saat lelaki dan perempuan memutuskan untuk hidup bersama dan berkeluarga,
ada pembagian tugas dan tanggung jawab. Artinya, mereka harus bekerja sama agar
pernikahan atau rumah tangga tersebut berjalan dengan baik dan bahagia, termasuk
diantaranya dalam hal pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui apakah istri yang tidak
bekerja, yang tergantung pada suami dan hidup dalam budaya patriarki, mempunyai
peran dalam pengambilan keputusan, terutama dalam hal pendidikan anak dan
ekonomi keluarga.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, peneliti mengajukan permasalahan “Apakah istri yang tidak
bekerja mempunyai peran dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah istri yang tidak bekerja
mempunyai peran dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi
D. MANFAAT PENELITIAN
1. MANFAAT TEORITIS
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan psikologi, khususnya
psikologi keluarga, dalam kaitannya dengan peran istri yang tidak bekerja.
2. MANFAAT PRAKTIS
Dalam prakteknya, penelitian ini bermanfaat bagi suami dan istri agar
keseimbangan peran yang terwujud dalam keseharian membawa keadilan yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. ISTRI YANG TIDAK BEKERJA
Pada umumnya, sebagian besar wanita memilih jalan hidup untuk menjadi
seorang ibu dan atau seorang istri. Sebagai istri, seorang wanita diharapkan dapat
mendampingi suami dan sebagai ibu, wanita diharapkan dapat mendidik dan
membesarkan anaknya. Ini sesuai dengan pendapat Susanto (1997) yang mengatakan
bahwa segenap cinta, waktu dan tenaga seorang wanita banyak dicurahkan bagi
suami dan anaknya.
Van Vuuren (dalam Dwijanti, 1999) melihat istri yang tidak bekerja (ibu rumah
tangga) sebagai seseorang yang bertanggung jawab bukan hanya untuk memelihara
keharmonisan hubungan antara ibu dengan anak, melainkan juga keharmonisan
hubungan antara istri dengan suami. Lebih lanjut Van Vuuren menggambarkan istri
yang tidak bekerja sebagai seorang yang sering berada di rumah, memelihara,
mendidik, dan mengasuh anaknya berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut Bernadib (1982) istri yang tidak bekerja adalah orang-orang yang
menghabiskan banyak waktunya di rumah untuk mengurusi keperluan domestik
rumah tangga. Sedangkan bagi Haditono (1989) istri yang tidak bekerja tidak
memiliki pekerjaan formal sehingga tidak memiliki jadwal yang tetap dan lingkup
pekerjaannya hanya di sekitar rumah.
Pendapat Hawari (2004) tentang istri yang tidak bekerja adalah wanita yang
kegiatannya bukan mencari nafkah, tetapi mendampingi dan merawat suami serta
istri yang tidak bekerja sebagai seseorang yang hanya berperan mengurus rumah
tangga, mengasuh anak, dan melayani suami sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat setempat.
Sesuai dengan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri istri yang tidak
bekerja dalam penelitian ini adalah seorang wanita menikah yang memiliki suami dan
anak dan yang tidak bekerja sehingga tidak memiliki sumber mata pencaharian lain
kecuali dari suaminya. Lingkup kegiatannya hanya di sekitar rumah mengurusi
kebutuhan rumah tangga, mendampingi dan melayani keperluan suami, merawat serta
mendidik anak-anaknya sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
B. PERAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDIDIKAN ANAK
DAN EKONOMI KELUARGA
1. PERAN
a. Pengertian peran
Peran adalah perilaku yang secara konsisten dilakukan seseorang sebagai
kontribusinya saat ia berhubungan dengan orang lain, baik yang stabil / tidak.
Bagi Newcomb dkk, perilaku peran bisa dikategorikan menjadi dua. Pertama,
perilaku peran yang ditentukan (prescribed role or idealize). Kedua, perlaku peran yang dilakukan (actual behavioral) (Newcomb dkk, 1965).
Lindgren (1981) mendefinisikan peran sebagai pola perilaku yang
menunjukkan posisi yang kita emban atau fungsi yang harus ditampilkan pada
situasi tertentu. Ini sejalan dengan pendapat Newcomb dkk (1965) yang
untuk mengeluarkan fungsi dari sebuah posisi yang secara normatif telah
disetujui oleh kelompok masyarakat.
Menurut Sarbin (1959) peran adalah seperangkat perilaku yang sudah
terpola yang dipelajari seseorang dalam sebuah interaksi. Pendapat tersebut di
dukung oleh Heiss (1981) yang menganggap peran sebagai seperangkat
perilaku yang dianggap sesuai saat seseorang memakai identitas tertentu
ketika berinteraksi dengan orang lain.
Perilaku peran merupakan seperangkat hak dan kewajiban. Ada hak dan
kewajiban yang harus dijalankan. Ini sejalan dengan pendapat Suhardono
(1994) yang mengatakan peran sebagai perangkat hak dan kewajiban yang
dipatokkan kepada setiap individu yang menduduki suatu status sosial dimana
individu berada.
Kimmel (1990) berpendapat bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan
dari seseorang ketika menduduki sebuah posisi. Ada harapan akan perilaku
yang berbeda dari peran sebagai “ibu”, “istri” dan atau “wanita karier”, meski
posisi ini diemban oleh satu orang yang sama.
Dari definisi-definisi yang diungkapkan oleh para tokoh tersebut mengenai
peran, dapat disimpulkan bahwa peran adalah sebuah perilaku yang dapat
dipelajari dan mencakup hak serta kewajiban yang dilakukan seseorang yang
memegang sebuah posisi saat berinteraksi dengan orang lain.
b. Dimensi peran
Krech (1962) mengatakan bahwa harapan yang membentuk sebuah peran
tentang motivasi, keyakinan (beliefs), perasaan (feelings), sikap (attitudes), dan nilai (values). Misalnya peran seorang guru bukan hanya mencakup harapan berupa tindakan (mengajar murid), tetapi juga harapan akan keinginan
dan tujuan (guru diharapkan untuk tetap tertarik memperdalam kemampuan
mengajarnya), perasaan (merasa puas misalnya dengan tidak berat sebelah
atau adil kepada sesama murid), sikap (guru diharapkan untuk bisa
membimbing atau membina dimanapun tempatnya), dan nilainya (guru
diharapkan dapat menjunjung tinggi pengetahuan sebagai cara untuk
mencerdaskan dan memperkaya kehidupan).
Nilai-nilai (values) dan keyakinan (beliefs) yang dianut oleh si pemegang posisi merupakan perwujudan dari sisi kognitif dalam sebuah peran, oleh
karenanya sisi kognitif sebuah peran dipengaruhi oleh faktor budaya yang
berkembang di masyarakat. Sistem patriaki sudah begitu mengendap dalam
tatanan atau ikatan kekeluargaan (Indonesia) sehingga dianggap sebagai
sebuah budaya di masyarakat. Pengendapan atau internalisasi ini tentu
mempengaruhi pola pikir seseorang, terutama perempuan karena posisinya
dianggap lebih rendah dibanding laki-laki, bagaimana ia seharusnya bertindak (berperan).
Ada dua kemungkinan pola pikir yang bisa mempengaruhi perwujudan
dari sisi kognitif dalam sebuah peran, yaitu:
1). Tradisional
Cara berpikir tradisional merupakan sebuah konsep penerimaan seseorang
untuk dihargai dan menanggung konsekuensi, baik di rumah maupun di
pada posisi pertama dalam segala hal (Holter dalam Scanzoni & Szinovacz,
1980). Spiegel (dalam Scanzoni & Szinovacz , 1980) memberi gambaran
tradisional sebagai berikut: Pertama, suami mengharapkan istri untuk
mengutamakan kepentingan (tujuan) suami lebih dari kepentingan istri sendiri
dan sebagai pengasuh utama (primary caretaker) anak-anak. Kedua, suami akan ikut membantu dalam membesarkan anak-anak dengan cara-cara tertentu
yang sudah diatur secara jelas pun terbatas. Ketiga, istri memberi keleluasan
pada suami untuk mengejar karier tanpa gangguan, selama suami bisa
memberi kecukupan (good provider). 2). Modern atau egaliter (seimbang)
Pola berpikir modern merupakan sebuah cara berpikir yang mendukung
(menuntut) adanya keseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan (suami
dan istri). Fakta terkini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah laki-laki
yang menginginkan perempuan mendapat lebih banyak kesempatan (dan
tanggung jawab) di tempat kerja, dan bagi laki-laki untuk mendapatkan
tanggung jawab (dan kesempatan) yang lebih besar di bidang domestik.
Disebutkan juga bahwa perkembangan sekarang orang lebih cenderung
menyukai pola yang modern daripada pola tradisional (Holter dalam Scanzoni
& Szinovacz, 1980).
Kedua pola berpikir di atas, yang terbentuk dari hasil pembelajaran, ditambah
dengan sistem patriakis yang sudah mengendap sedemikian hingga, tentunya
Huffman dan Vernoy (1987) menyebut motivasi sebagai sebuah proses
menggerakkan, menjaga, dan mengarahkan perilaku demi tercapainya tujuan
tertentu, sedangkan Holonen dan Santrock (1999) mendefinisikan motivasi
sebagai alasan mengapa seseorang berperilaku, berpikir, dan merasa. Sesuai
dengan pendapat Krech dkk (1962) dan Newcomb dkk (1965) tentang
kontribusi pemegang posisi dalam masyarakat guna tujuan dari masyarakat itu
sendiri (mereka menyebutnya fungsi posisi), maka motivasi disini berkaitan
dengan dorongan untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang memang
merupakan bagian dari sebuah peran, apa yang seharusnya (should be) dilakukan dan diberikan kepada masyarakat oleh si pemegang posisi.
Dorongan pada motivasi ini juga menunjukkan adanya keinginan-keinginan
atau harapan yang dimiliki oleh si pelaku peran.
Segi afektif merupakan perasaan (feelings) yang dialami seseorang saat ia mengemban sebuah posisi. Bagaimana seseorang melaksanakan fungsi dari
posisi yang diduduki dan merasakan bagaimana ia menjalankan perannya
merupakan pemaknaan si pemegang posisi akan peran yang diembannya.
Dalam hal ini, kedekatan hubungan (closeness) ibu dan anak serta intimacy (keintiman) antara suami dan istri bisa mempengaruhi perasaan (feelings) seorang perempuan dalam menjalalankan perannya.
Perilaku nyata yang ditunjukkan si pelaku peran merupakan sisi konasi
dari sebuah peran. Artinya adalah bagaimana seseorang mengaplikasikan atau
mewujudkan fungsi dari posisi dan menjalankan perannya dalam keseharian.
Hal ini sejalan dengan pendapat Linton (dalam Lindgren, 1981) bahwa peran
ditunjukkan tersebut berupa perilaku nyata yang dilakukan oleh si pelaku
peran dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulannya ada empat aspek yang membentuk sebuah peran, antara
lain aspek kognitif, motivasi, afektif, dan konasi. Dalam penelitian ini,
penekanannya yakni pada bagaimana seorang istri yang tidak bekerja mengerti
tentang posisinya dan kemudian menghayati perannya dalam wujud kognitif,
motivasi, afektif, dan konasi.
Dari keseluruhan paparan diatas yang berhubungan dengan peran, maka dapat
disimpulkan bahwa peran merupakan perwujudan dari posisi yang diemban
seseorang yang merupakan harapan berupa motivasi, kognitif berupa keyakinan
(beliefs) dan nilai (values), perasaan, serta perilaku nyata yang dianggap sesuai oleh masyarakat.
2. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Medin (1996) mengatakan, terdapat aspek penting dalam mengambil
keputusan, yakni adanya resiko yang harus ditanggung. Untuk membuat
keputusan yang baik, seseorang harus melihat atau menilai resiko-resiko yang
akan muncul, sehingga Medin merumuskan mengambil keputusan sebagai sebuah
proses menghasilkan, mengevaluasi, dan memilih dari sekumpulan pilihan atau
kemungkinan dimana pilihan tersebut memiliki resiko atau mengandung
ketidakpastian.
Shull (dalam Supriyanto dan Santoso, 2005) mendefinisikan pengambilan
keputusan sebagai sebuah proses sadar dalam memilih berbagai kemungkinan
sedangkan Harris (dalam Supriyanto dan Santoso, 2005) menyebut pengambilan
keputusan sebagai sebuah proses mengenali dan memilih berbagai alternatif
kemungkinan berdasarkan pada nilai dan minat (kesukaan) dari si pembuat
keputusan. Kedua pendapat tersebut diperkuat oleh :Lindsay dan Norman (dalam
Supriyanto dan Santoso, 2005) yang menambahkan bahwa sebuah keputusan
merupakan hasil interaksi antara karakteristik kepribadian, persepsi, dan
kemampuan berpikir seseorang.
Crozier dan Ranyard (dalam Supriyanto dan Santoso, 2005) merumuskan
empat situasi dimana seseorang sering mengambil keputusan, antara lain:
a. Situasi situasi untuk pindah; pindah rumah, pindah pekerjaan
b. Situasi ekonomi; belanja
c. Situasi dalam karier; menentukan jurusan atau sekolah
d. Situasi yang berkaitan dengan relasi sosial; menikah, undangan pesta
Pengambilan keputusan melibatkan proses kognitif, yakni mengenal masalah,
identifikasi solusi masalah, menilai, memilih, sampai memutuskan kemungkinan
yang paling baik (Supriyanto dan Santoso, 2005). Hal ini sejalan dengan pendapat
Medin (1996) yang mengatakan bahwa untuk membuat keputusan yang obyektif
dan optimal, terlebih dahulu harus mengumpulkan dan mengevaluasi sejumlah
informasi yang menyertai setiap pilihan atau kemungkinan, oleh sebab itu proses
memilih dan kemudian memutuskan membutuhkan waktu. Untuk mengatasinya,
diperlukan strategi yang efektif (pilihan atau kemungkinan yang tidak diinginkan
dihilangkan dan yang dipilih sejalan dengan tujuan yang hendaj dicapai) dan
efisien (mengurangi kerumitan saat proses pengevaluasian). Medin menambahkan
berharga baginya, karena dengan demikian diharapkan seseorang mampu untuk
memperkirakan pilihan yang akan dibuat atau dilakukan.
Pendapat Medin sejalan dengan Tversky (dalam Solso, 1991) yang
menyarankan untuk secara bertahap membuang atau menghilangkan pilihan atau
kemungkinan yang kurang menarik (less attractive) berdasarkan rangkaian evaluasi akan aspek atau sifat dari pilihan tersebut dalam mengambil sebuah
keputusan. Ia menyebutnya sebagai elimination by aspects. Jika beberapa kemungkinan atau pilihan tidak mencakup kriteria minimum yang kita inginkan,
maka kemungkinan atau pilihan tersebut akan dibuang atau dihilangkan.
Menurut Harrison (dalam Supriyanto dan Santoso, 2005) tanda-tanda orang
yang telah mengambil keputusan, yaitu:
a. telah memulai serangkaian perilaku yang mengarah pada hal yang lebih
diminati
b. secara kognitif telah mantap untuk melakukan tindakan tertentu
c. putusan telah diambil setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang
lain
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah
sebuah proses sadar untuk mengevaluasi dan memilih beberapa kemungkinan atau
alternatif demi terwujudnya sebuah keadaan yang diinginkan dengan cara
menghilangkan alternatif yang kurang menarik secara bertahap berdasarkan fakta,
nilai, dan minat si pembuat keputusan, untuk meminimalisir resiko yang harus
3. PENDIDIKAN ANAK
Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, termasuk
salah satunya adalah pendidikan. Ditambahkan pula, mendidik anak pada
dasarnya merupakan cara orang tua untuk mengeluarkan dan mengembangkan
segenap potensi yang ada pada diri anak. Yang termasuk pendidikan di sini bukan
hanya yang berasal dari lembaga formal, namun juga non formal. Dalam lembaga
tersebut, kepribadian dan kreativitas anak akan terbentuk, yang memampukannya
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan serta berdampak bagi kesejahteraan
keluarga
(http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?article_id=67766).
Menurut Kurniardi (dalam
http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/9806/pndidik2.htm), ada dua tokoh yang merumuskan pendidikan
sebagai berikut:
a. Ki Hajar Dewantoro
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta
jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
b. Paulo Freire
Pendidikan adalah aktifitas yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap
lingkungan, kerendahan hati, kepercayaan, dan pemikiran kritis (critical thingking) pada orang-orang yang terlibat didalamnya.
Berdasar uraian di atas, maka pendidikan anak adalah segala usaha yang
dilakukan orang tua untuk dapat menuntun anak menuju kesempurnaan hidup dan
satu usaha orang tua tersebut adalah pada pemilihan institusi pendidikan yang
tepat bagi anaknya. Hal tersebut sangat penting karena lembaga / institusi
pendidikan merupakan perpanjangan tangan orang tua dalam mendidik seorang
anak. Di samping itu, lembaga / institusi tersebut juga memiliki pengaruh jangka
panjang terhadap kelangsungan pendidikan anak, selain juga harus dipercaya bisa
mendidik dan mengoptimalkan potensi serta memenuhi harapan orang tua
menyekolahkan anaknya.
4. EKONOMI KELUARGA
Secara sederhana, ekonomi didefiniskan sebagai pengaturan administrasi
sumber-sumber penghasilan rumah tangga. Ekonomi sering diasumsikan sebagai
“kesejahteraan”, sehingga ada pendapat yang merumuskan ekonomi sebagai
sarana atau ilmu tentang bagaimana menambah produksi sehingga standar
kehidupan atau kesejahteraan masyarakat bisa bertambah.
Berdasarkan etomologi, ekonomi berasal dari bahasa Yunani oikonomia. Oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti aturan sehingga ekonomi disebut juga aturan rumah tangga (Suyanto & Nurhadi, 2007).
Menurut http://www.buddhistonline.com/dhammadesana/desana7.shtml yang
disampaikan oleh Bikkhu Sugono, ada beberapa tokoh merumuskan ekonomi
sebagai berikut:
a. Alfred Marshall
Ekonomi adalah ilmu yang tidak hanya mempelajari kekayaan materi, namun
juga mempelajari manusia dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan
b. Milton Spencer
Cara masyarakat mendayagunakan sumber-sumber kekayaan yang terbatas
yang dimanfaatkan untuk memproduksi barang-barang kebutuhan dan
konsumsi sekarang dan di masa yang akan datang
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi keluarga adalah
pengaturan, pengelolaan atau pengalokasian materi atau keuangan keluarga
(rumah tangga) untuk mencukupi kebutuhan dan konsumsi keluarga serta
memanfaatkan keuangan tersebut untuk meningkatkan standar kehidupan dan
kesejahteraan keluarga yang lebih baik.
Dari keseluruhan penjelasan di atas, maka peran pengambilan keputusan
pendidikan anak dan ekonomi keluarga adalah perwujudan posisi yang diemban
seseorang untuk mengevaluasi dan memilih beberapa kemungkinan berdasarkan
fakta, nilai dan minat dalam rangka memilih istitusi pendidikan bagi anak dan
pengalokasian keuangan (ekonomi) keluarga.
Aspek-aspek peran istri dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga sebagai berikut:
1. aspek kognitif
Aspek kognitif mencakup nilai (values) dan keyakinan (beliefs) seorang istri saat mengambil keputusan mengenai institusi pendidikan yang tepat dan pengalokasian
keuangan keluarga.
2. aspek motivasi
Aspek motivasi mencangkup dorongan berupa keinginan atau harapan seorang
istri saat mengambil keputusan mengenai institusi pendidikan dan pengaturan
3. aspek afektif
Aspek afektif mencakup perasaan (feelings) seorang istri dalam menjalankan perannya sesuai dengan posisi yang diduduki saat mengambil keputusan mengenai
pendidikan anak dan ekonomi keluarga.
4. aspek konasi
Aspek konasi merupakan perilaku nyata (overt) yang ditunjukkan untuk menunjukkan perannya dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga (misalnya, penyampaian ide dan pendapat, menentukan
prioritas kebutuhan, dan adu argumentasi).
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAN DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDIDIKAN ANAK DAN EKONOMI
KELUARGA
Sarbin (dalam Krech dkk, 1962) mengatakan bahwa peran merupakan sebuah
perilaku yang secara luas mencakup faktor situasional dan faktor psikologis. Faktor
situasional terkait dengan paham budaya, sedangkan faktor psikologis berhubungan
dengan keadaan diri si pelaku peran. Mengenai hal tersebut, Krech dkk (1962)
menjelaskan bahwa perilaku peran merupakan hasil interaksi antara faktor situasi dan
kognisi, keinginan, sikap, dan sifat seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Jika disimpulkan, maka faktor-faktor yang mempengaruhi peran adalah sebagai
berikut:
1) Posisi
Krech dkk (1962) mengatakan bahwa bagaimana seseorang menjalankan atau
2) Karakteristik individual
Karakteristik individual ini dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat
dimana seseorang berada. Batasan karakterisitik individual pada peran istri
tidak bekerja, antara lain:
a). pendidikan
Scanzoni (1980) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka ia akan semakin cenderung memegang paham modern
atau kesetaraan / keseimbangan (egaliter). Artinya, saat seseorang
memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, maka ia cenderung lebih
mau berperan atau mau ikut bekerja sama dalam setiap hal yang
membutuhkan pertimbangan
b). usia
Ketika seseorang berperan sebagai orangtua saat usianya sudah lebih
matang dan dewasa, maka ia akan lebih bertanggung jawab dan lebih
perhatian terhadap masalah keluarga (Hurlock, 1980). Diasumsikan bahwa
seseorang yang usianya lebih matang, maka kewajibannya terhadap
keluarga lebih diutamakan dibandingkan saat ia berkeluarga dalam usia
yang relatif muda atau belum dewasa. .
c). usia perkawinan
Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa dalam berhubungan antara pria
dan wanita (atau suami dan istri), semakin banyak pengalaman maka
semakin besar pengertian dan kemauan untuk bekerja sama dan
menyesuaikan diri satu dengan yan lain. Kondisi tersebut bisa terwujud
Semakin lama usia perkawinan diharapkan semakin baik pula proses
kerjasama antara suami dan istri.
D. PERAN ISTRI YANG TIDAK BEKERJA DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN PENDIDIKAN ANAK DAN EKONOMI KELUARGA
Istri yang tidak bekerja adalah seorang wanita yang memutuskan untuk
menghentikan kehidupan kariernya dan memilih jalan hidup hanya untuk menjadi
seorang istri atau ibu rumah tangga. Keadaan tersebut membuat lingkup kerja seorang
istri yang tidak bekerja hanya berkisar di seputar masalah rumah tangga saja,
melayani suami dan mengurusi anak-anak.
Istri yang tidak bekerja tidak memiliki sumber penghasilan lain kecuali dari
suaminya. Kondisi ini akan menimbulkan dependensi atau ketergantungan yang
sangat besar dari istri terhadap suaminya, terutama ketergantungan ekonomi, yang
menyebabkan lemahnya posisi istri dan rasa dominasi yang begitu kuat dari suami
karena ia berkuasa dalam setiap aspek kehidupan berumah tangga.
Dua hal penting dalam kehidupan berumah tangga adalah mengenai pendidikan
anak dan ekonomi keluarga. Anak tentunya harus dibekali oleh pendidikan yang
sebaik dan setinggi mungkin demi masa depan, sedangkan ekonomi keluarga
merupakan sarana penunjang yang sangat vital pada keberlangsungan sebuah
keluarga.
Pendidikan anak berkaitan dengan pemilihan lembaga / institusi pendidikan.
Pemilihan institusi pendidikan harus merupakan tinjauan dan evaluasi secara seksama
agar anak bisa mendapat ilmu dan pengetahuan dengan kualitas yang baik serta daya
pemenuhan kebutuhan setiap anggota keluarga, maka dari itu, perlu juga sebuah
pertimbangan seksama bagaimana pemasukan keuangan keluarga tersebut
dialokasikan.
Wanita yang menikah, selain sebagai istri, juga berperan sebagai ibu. Dengan
status tidak bekerja, praktis seorang istri hanya mengurus masalah rumah tangga saja. Oleh karena banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah, maka kesempatan untuk
berinteraksi dengan anak akan semakin luas jika dibandingkan dengan suami (ayah),
yang diikuti dengan pengenalan yang lebih lagi terhadap kepribadian, permasalahan
serta kebutuhan si anak.
Pentingnya peran seorang istri tidak bekerja terhadap perkembangan dan
pendidikan anak akan mengalami hambatan dalam hal pelaksanaannya jika tidak
diimbangi dengan keterlibatannya dalam pengambilan keputusan. Begitupun halnya
dalam masalah ekonomi. Meski sang istri yang mengatur jalannya roda kehidupan
rumah tangga, yang artinya peran istri pun sangat vital terhadap keutuhan rumah
tangga, akan menjadi terhambat pula perwujudan peran seorang istri dikarenakan
paradigma yang mengakar dalam masyarakat bahwa kedudukan perempuan lebih
rendah daripada suami.
Eksistensi peran istri tidak bekerja dalam penelitian ini merupakan penghayatan
akan aspek kognitif, motivasi, afektif, dan konasi, dimana keempat aspek tersebut
mempunyai efek atau dampak dalam proses pengambilan keputusan pendidikan anak
dan ekonomi keluarga. Aspek-aspek tersebut melandasi perwujudan peran yang
ditunjukkan oleh istri tidak bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan anak
Aspek kognitif merupakan nilai dan keyakinan yang dianut seorang istri yang
tidak bekerja. Aspek ini dipengaruhi oleh pola pikir orang tersebut terhadap budaya
yang berkembang di masyarakat. Cara pandangnya, apakah tradisional atau modern
(egaliter), bisa berpengaruh pada pelaksanaan peran seseorang istri tidak bekerja
dalam pengambilan keputusan pemilihan institusi pendidikan anak dan pengalokasian
keuangan keluarga.
Aspek motivasi merupakan dorongan yang dipengaruhi oleh keinginan atau tujuan
dari sang istri dalam mengambil keputusan. Aspek ini bisa dikatakan sebagai alasan
yang mendasari perilaku peran istri tidak bekerja mengenai pemilihan institusi
pendidikan anak dan pengalokasian keuangan keluarga.
Aspek afektif merupakan perasaan (feelings) yang dialami istri tidak bekerja dalam pengambilan keputusan. Keterikatan dengan anak serta loyalitas dan kepatuhan
pada suami tentunya juga berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Aspek
konasi merupakan perilaku tampak (nyata) yang muncul upaya mewujudkan peran
istri tidak bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi
keluarga, terutama dalam hal pemilihan institusi pendidikan dan alokasi keuangan
keluarga.
Pemilihan institusi pendidikan dan alokasi keuangan keluarga merupakan hal yang
sangat penting, maka segala keputusan yang berkaitan dengannya tentunya harus
diputuskan secara masak. Mengambil keputusan merupakan sebuah proses dan
membutuhkan waktu. Perlu ada evaluasi yang matang mengenai berbagai pilihan
yang tersedia dan banyak pertimbangan yang harus dipikirkan.
Istri yang tidak bekerja memiliki kedudukan yang subordinat dan tergantung pada
adalah membelanjakan kebutuhan rumah tangga dan (sebagai nilai tambah) ia lebih
mengetahui kebutuhan dan kemampuan anak. Kondisi yang dilematis tersebut
memunculkan sebuah permasalahan yang berkaitan dengan ada atau tidaknya peran
istri yang tidak bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi
Gambar 1.
SKEMA PENELITIAN
Istri yang tidak bekerja:
Tergantung suami
Subordinat
Tidak memiliki bargaining power
Membelanjakan kebutuhan rumah tangga
Lebih memahami kebutuhan dan
kemampuan anak
Peran istri yang tidak bekerja dalam pengambilan
keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga:
Aspek kognitif
Aspek motivasi
Aspek afektif
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif selain
bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi, juga untuk menggambarkan
ciri-ciri dari suatu populasi (Kerlinger & Black & Champion dalam Kristianti, 2006).
Kerlinger juga menambahkan bahwa penelitian deskriptif tidak berusaha untuk
menguji hipotesis, menerangkan korelasi, atau menjelaskan makna dan implikasi.
B. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel dalam penelitian ini adalah peran pengambilan keputusan pendidikan
anak dan ekonomi keluarga. Peran pengambilan keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga adalah perwujudan posisi yang diemban seseorang dalam rangka
memilih istitusi pendidikan bagi anak dan pengalokasian keuangan (ekonomi)
keluarga.
Dalam penelitian ini, peran pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi
keluarga memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
1. aspek kognitif
Aspek kognitif mencakup nilai (values) dan keyakinan (beliefs) seorang istri saat harus mengambil keputusan mengenai institusi pendidikan yang tepat dan
2. aspek motivasi
Aspek motivasi mencangkup dorongan berupa keinginan atau harapan seorang
istri saat mengambil keputusan mengenai institusi pendidikan dan alokasi
keuangan .
3. aspek afektif
Aspek afektif mencakup perasaan (feelings) seorang istri dalam menjalankan perannya sesuai dengan posisi yang diduduki saat mengambil keputusan mengenai
pendidikan anak dan ekonomi keluarga.
4. aspek konasi
Aspek konasi merupakan perilaku nyata (overt) yang ditunjukkan untuk menunjukkan perannya dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga (misalnya, penyampaian ide dan pendapat serta adu
argumentasi).
Besar kecilnya peran subjek dilihat dari skor total skala peran pengambilan
keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga. Semakin besar skor total, maka
semakin besar pula peran subjek dalam hal memilih institusi pendidikan bagi anak
dan pengalokasian ekonomi keluarga. Sebaliknya semakin rendah skor total, maka
semakin kecil peran subjek dalam memilih istitusi pendidikan bagi anak dan
pengalokasian ekonomi keluarga.
C. SUBJEK PENELITIAN
dipandang mempunyai keterkaitan dengan karakteristik atau sifat populasi yang
dikehendaki.
Karakterisitik subjek dalam penelitian ini adalah:
1. Wanita menikah
Wanita yang memiliki suami dan berada dalam ikatan pernikahan.
2. Mempunyai anak
Wanita menikah tersebut setidaknya mempunyai satu anak dalam usia sekolah
3. Tidak bekerja
Wanita yang tidak memiliki mata pencaharian (pekerjaan) dan tidak
mendapatkan pemasukan keuangan selain dari suaminya.
4. Wanita usia dewasa
Subjek adalah wanita matang dan dewasa dengan alasan ia akan lebih
bertanggung jawab dan lebih perhatian terhadap masalah keluarga. Tidak ada
batasan usia dalam penelitian ini, karena semakin matang usia subyek penelitian,
semakin baik. Tambahan pula untuk di Indonesia, pada usia 18 tahun (yang
menurut Hurlock (1980) sudah merupakan usia dewasa) sudah banyak wanita
yang memutuskan untuk menikah dan memiliki anak (terutama di pedesaan).
5. Wanita dengan tingkat pendidikan hingga Sekolah Menengah
Subjek penelitian adalah wanita yang mengenyam pendidikan di bangku
sekolah sampai dengan tingkat Sekolah Menengah, dengan alasan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan cenderung lebih mau berperan /
6. Usia pernikahan
Subjek penelitian adalah pasangan suami istri yang sudah menikah maksimal
selama 15 tahun. Batasan ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir
adanya penyesuaian dan kerjasama yang sudah terjalin baik seiring lamanya usia
pernikahan di antara pasangan suami istri tersebut. Alasan lain adalah dengan usia
pernikahan maksimal 15 tahun, dianggap bahwa anak hasil pernikahan tersebut
sudah bersekolah dengan tingkat pendidikan maksimal SMA.
D. PROSEDUR PENELITIAN
1. Uji Coba (Try Out)
a. membuat indikator perilaku yang akan diukur
b. membuat blue print skala
c. menulis item-item berdasarkan indikator setiap aspek
d. setelah skala jadi, kemudian di uji coba-kan (try out) e. melakukan seleksi item
f. menguji reliabilitas dan validitas
2. Penelitian
a menyiapkan skala penelitian berdasarkan item yang sudah diseleksi
b memberikan skala penelitian pada subyek yang sudah ditentukan
c melakukan analisis data
d membuat deskripsi hasil penelitian
E. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Penggunaan Skala
Data penelitian diperoleh dari skala peran pengambilan keputusan
pendidikan anak dan ekonomi keluarga. Skala menggunakan metode tingkat
sumatif (summated rating scale) yang berbentuk skala Likert. Skala tingkat sumatif merupakan kumpulan butir pertanyaan dimana subyek memberi
respon terhadap setiap butir pertanyaan dengan mengungkapkan taraf
(intensitas) kesetujuan atau ketidaksetujuan. Setiap butir memiliki skornya
sendiri-sendiri, yang kemudian setelah diisi oleh subyek akan dijumlahkan lalu
dicari rata-ratanya. Dari situ muncul skor setiap subyek. Skala tingkat sumatif
ini menempatkan setiap subyek pada sebuah titik tertentu pada kontinum
kesepakatan dengan sikap yang ditanyakan (Kerlinger dalam Kristianti, 2006).
Kontinum kesepakatan yang digunakan dalam skala penelitian ini adalah:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
Kontinum kesepakatan dalam skala ini tidak menyediakan jawaban
“ragu-ragu” dengan alasan, selain karena pilihan jawaban tersebut tidak dapat
menunjukkan dengan jelas kategori kontinum kesepakatan tertentu, namun
juga agar subyek memunculkan jawaban yang sebenarnya (Black & Champion
2. Indikator Skala
Indikator skala dalam penelitian ini dibuat berdasarkan aspek-aspek yang
telah dirumuskan terlebih dahulu, yakni:
a Aspek kognitif
Aspek ini terwujud dalam nilai dan keyakinan yang dianut si pelaku
peran
b Aspek motivasi
Aspek motivasi memiliki indikator yaitu keinginan dan harapan
terhadap perannya dalam mengambil keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga
c Aspek afeksi
Aspek afeksi terwujud dalam perasaan si pelaku peran perihal
perannya dalam mengambil keputusan pendidikan anak dan ekonomi
keluarga
d Aspek konasi
Wujud aspek ini misalnya berupa mengungkapkan ide dan pendapat
serta adu argumentasi saat mengambil keputusan mengenai pendidikan
anak dan ekonomi keluarga
3. Blue Print dan Susunan Skala
Skala penelitian ini terdiri dari 35 item dengan pembagian item favorabel
sebanyak 15 item, dan item unfavorabel sebanyak 20 item. Pernyataan
favorabel merupakan pernyataan yang mendukung indikator peran istri tidak
sedangkan item unfavorabel merupakan pernyataan yang tidak mendukung
indikator peran istri tidak bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan
anak dan ekonomi keluarga.
Tabel 1.
Distribusi Item Skala Peran Pengambilan Keputusan saat Try Out
Sifat item
No. Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah Jumlah
item (%)
1. Kognitif 1, 5, 12, 17, 25, 30,
37, 42
3, 8, 15, 20, 27, 33,
40
15 25
2. Motivasi 2, 11, 21, 29, 38,
47, 56
7, 16, 24, 34, 43, 52,
58, 60
15 25
3. Afektif 4, 13, 22, 31, 39,
48, 51, 57
9, 18, 26, 35, 45, 50,
53
15 25
4. Konasi 6, 14, 23, 32, 41,
49, 54, 59
10, 19, 28, 36, 44,
46, 55
15 25
Total 31 29 60 100
4. Penskoran Skala
Skala dalam penelitian ini diberi skor sebagai berikut:
Tabel 2.
Skor Item berdasarkan Sifat Item
Sifat item K.K
Favorabel Unfavorabel
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
Skor tersebut akan menggambarkan tentang peran istri yang tidak
bekerja dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan ekonomi keluarga.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka semakin tinggi pula peran istri yang
tidak bekerja tersebut dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dan
ekonomi keluarga. Prinsip yang sama juga berlaku jika nilai skor yang
diperoleh rendah.
F. KREDIBILITAS ALAT PENGUMPUL DATA
1. Validitas
Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah skala
penelitian yang sudah dibuat dapat menghasilkan data yang akurat sesuai
tujuan penelitian (Azwar, 2005).
Penelitian ini menggunakan pendekatan validitas isi demi mendapatkan
alat ukur yang baik dan akurat. Validitas isi merupakan sebuah cara menguji
validitas dengan analisis rasional melalui professional judgement, yakni orang-orang yang ahli dan professional di bidangnya, supaya item yang dibuat
tidak keluar jalur (Azwar, 1997). Validitas isi menunjukkan sejauh mana item
dalam skala mencakup keseluruhan kawasan yang hendak diukur supaya tetap
relevan dan tidak keluar dari batasan (Azwar, 1999).
Pengukuran validitas isi dalam penelitian ini menggunakan professional judgement, yakni dosen pembimbing skripsi, dengan cara mengkonsultasikan item yang sudah dibuat sehingga item dipandang cukup baik dan sesuai
2. Seleksi Item
Proses analisis dan seleksi item menggunakan SPSS 11,5 for windows berdasarkan data hasil uji coba skala pada subyek yang memiliki karakteristik
setara dengan subyek penelitian.
Untuk seleksi item pada skala penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan korelasi item total (rix atau rit). Korelasi item total ini memiliki
batasan rix > 0,30. Jika item skala dalam penelitian ini memiliki rix > 0,30
berarti daya pembedanya atau daya diskriminasinya dianggap memuaskan.
Item yang memiliki nilai dibawah rix > 0,30 mempunyai arti sebagai item yang
memiliki daya diskriminasi / daya pembeda rendah (Azwar, 2005).
3. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan keajegan, atau dengan kata lain keterpercayaan
hasil ukur. Jika hasil ukur tidak reliabel, maka skala tersebut tidak dapat
dipercaya karena tidak adanya kecermatan. Reliabilitas dapat diperoleh jika
pengukuran yang dilakukan beberapa kali kepada kelompok subyek yang
memiliki karakterisitik sama memiliki hasil yang relatif sama, sebaliknya
pengukuran yang tidak reliabel tidak memiliki konsistensi dari waktu ke waktu
(Azwar, 2005).
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas, yang memiliki rentang
antara 0 sampai dengan 1.00. Semakin mendekati angka 1.00, maka
reliabilitasnya semakin tinggi. Artinya, jika alat ukur dalam penelitian ini
mendekati angka 1, maka alat ukur tersebut dianggap mampu memberikan
Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan reliabilitas internal Consistency dari Cronbach Alpha dengan program SPSS for windows version 11,5.
G. ANALISIS DATA
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
statistik deskriptif, yang meliputi penyajian tabel, perhitungan nilai maksimum,
nilai minimum, pengukuran mean, serta standar deviasi. Dilakukan juga uji t
dengan program SPSS 11,5 for windows untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik. Penyamaan bobot dan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Dari hasil dari uji coba penelitian dapat diketahui item sahih dan item gugur.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dibuat sebuah alat ukur yang reliable yang akan disebarkan kepada subyek penelitian. Surat ijin penelitian dikeluarkan dengan
nomor 87a/D/KP/Psi/USD/VIII/2007 oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Kedung Puji, Kota Gombong, Kabupaten Kebumen,
Jawa Tengah dengan cakupan wilayah RW 1 dan RW 2 dengan jumlah 7 RT. Sulitnya
mencari subyek pada saat uji coba penelitian menyebabkan peneliti memilih lokasi
penelitian di daerah urban. Pemilihan lokasi penelitian adalah dengan pertimbangan di
wilayah tersebut masih cukup banyak ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja
dengan usia pernikahan dibawah atau sampai dengan 15 tahun yang sudah memiliki
anak usia sekolah dengan tingkat pendidikan maksimal Sekolah Menengah Atas.
C. Penentuan Subjek
Penentuan subjek penelitian adalah dengan metode purposive sampling. Subjek penelitian adalah istri yang telah menikah maksimal selama 15 tahun, tidak bekerja,
tingkat pendidikan maksimal Sekolah Menengah, dan mempunyai anak usia sekolah.
sulit diperoleh. Di wilayah yang masuk kategori kota, dominasinya adalah istri
dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan atau bekerja (sambilan). Di wilayah
desa, dominasinya adalah istri memiliki pekerjaan sambilan, meski bukan pekerjaan
tetap dan memiliki jam kerja yang tak tentu yang bisa dianggap sebagai tambahan
penghasilan keluarga.
D. Tahap Uji Coba Penelitian (Try Out)
1. Pelaksanaan uji coba (try out)
Uji coba penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus hingga 28
Agustus 2007. Wilayah penyebaran adalah Bantul dan Jakarta. Skala
disebarkan kepada 60 orang subjek penelitian, namun yang terisi dengan baik
dan dapat digunakan untuk pengolahan selanjutnya adalah sebanyak 35 buah.
2. Hasil uji coba (try out)
Skala yang telah terkumpul dari 35 subjek penelitian kemudian dilakukan
analisis dengan menggunakan SPSS for windows versi 11,5. a. Seleksi item
Dari hasil seleksi item, diperoleh skor korelasi item total (rix) yang
bergerak antara -0,8 hingga 0,8. Item yang memiliki rix ≤ 0,30 dianggap
sebagai item yang gugur. Dari 60 butir item, 25 item dinyatakan gugur dan
35 item lolos dengan rix ≥ 0,30, dengan demikian 35 butir item tersebut
mempunyai daya diskriminasi atau daya pembeda yang tinggi (Azwar,
Tabel 3.
Distribusi Item Setelah Try Out
Nomor item
No. Aspek Sifat item Sahih Gugur
Favorabel 1, 12, 25, 30 5, 17, 37, 42
1. Kognitif Unfavorabel 15, 20, 33, 40 3, 8, 27
Favorabel 38, 47 2, 11, 21, 29, 56
2. Motivasi Unfavorabel 16, 24, 43, 52,
60
7, 34, 58
Favorabel 4, 13, 31, 39, 51 22, 48, 57
3. Afektif Unfavorabel 18, 26, 35, 45,
50, 53
9
Favorabel 6, 14, 23, 41 32, 49, 54, 59
4. Konasi Unfavorabel 10, 19, 28, 36,
46
44, 55
Tabel 4.
Distribusi Jumlah Item Sahih
Sifat item
No. Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah Jumlah
item (%)
1. Kognitif 1, 12, 25, 30 15, 20, 33, 40 8 22,9
2. Motivasi 38, 47 16, 24, 43, 52, 60 7 20
3. Afektif 4, 13, 31, 39, 51 18, 26, 35, 45, 50,
53
11 31,4
4. Konasi 6, 14, 23, 41 10, 19, 28, 36, 46 9 25,7
Tabel 5.
Distribusi Item Lolos Seleksi dengan Nomor Baru