PERAN ISTRI YANG BEKERJA DI SEKTOR FORMAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI DALAM KELUARGA
(Studi Deskriptif di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur,
Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Emilia Simangunsong 110901049
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i ABSTRAK
Beberapa tahun terakhir ini angkatan kerja di Indonesia semakin membuka peluang bagi tenaga kerja perempuan untuk terlibat didalamnya, terlihat dari angka yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini berpengaruh terhadap keluarga karena semakin banyak istri yang terlibat di sektor publik. Keterlibatan istri dalam sektor publik mengakibatkan peran istri dalam keluarga mengalami perubahan, terutama dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga yang dulunya identik dengan peran seorang suami dikarenakan suami sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
Penelitian ini ingin melihat bagaimana peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan bagaimana pola relasi yang terjalin antara suami dan istri dalam pengambilan keputusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga patriakhat di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang istrinya bekerja di sektor formal dengan latar belakang pendidikan formal mulai Sekolah Menengah Atas sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang menjadi informan adalah istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang bekerja, dan suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai pekerjaan. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.
Hasil penelitian ini adalahpengambilan keputusan dalam keluarga yang dibagi atas; bidang produksi sepenuhnya diputuskan istri, pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok yang diambil secara bersama dimana istri yang dominan, sama halnya dengan bidang pembentukan keluarga yang diputuskan secara bersama dimana istri yang dominan, dan pengambilan keputusan dalam kegiatan sosial yang diambil sepenuhnya oleh istri. Pola relasi yang terjalin dalam pengambilan keputusan adalah adalah senior-junior partner dan equal patner yang kedua pola relasi ini sudah melibatkan istri untuk berperan dalam pengambilan keputusan, bahkan memiliki kekuatan yang sama dengan suami. Pola relasi suami-istri dalam proses pengambilan keputusan di dalam keluarga didasarkan kepada hubungan yang saling memberi kesempatan satu sama lain (seimbang) untuk mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai dan norma yang masih dijadikan pegangan keluarga, kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan pengetahuan akan informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Dalam pola relasi tersebut terjalin relasi kekuasaan yang beragam dan tersebar dalam setiap interaksi yang dilakukan suami-istri.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas izin dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini dengan judul “Peran Istri yang Bekerja di Sektor Formal dalam
Pengambilan Keputusan di dalam Keluarga”. Skripsi ini penulis persembahkan
kepada kedua orang tua saya A. Simangunsong dan T. Pangaribuan atas kasih
sayang, doa dan motivasi yang selalu diberikan kepada saya dalam menyelesaikan
perkuliahan hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini dan juga kepada kakak
dan adik saya, Marsaulina Simangunsong, Deliana Simangunsong, dan Hisar
Mangatas Simangunsong yang selalu memberi dukungan baik secara materi
maupun moril.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana
dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, nasehat, kritikan, serta motivasi, dari berbagai pihak. Oleh karena itu
dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh wakil dekan.
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Linda Elida, M.si selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan
iii
4. Ibu Ria Manurung, M.Si, sebagai penguji seminar proposal serta penguji
pada ujian sidang meja hijau penulis yang telah memberikan
masukan-masukan dan pengarahan dalam penulisan skripsi.
5. Dr.Sismudjito, M.si selaku dosen wali penulis yang telah membimbing
penulis dari awal perkuliahan hingga mengarahkan penulis dalam
menentukan judul skripsi.
6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
7. Keluarga di Medan, Tulang G. Pangaribuan dan Nantulang E. Sinaga yang
selalu memberi semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
8. Para informan untuk waktunya dan partisipasinya dalam penelitian skripsi
ini.
9. Sahabat dan kawan seperjuangan penulis saat menghadapi masa-masa sulit
dalam perkuliahan dan penyemangat selama masa perkuliahan, terkhusus
untuk Sara Margareth Purba, Andriani Saputri Ambarita, Angela C.Y
Manihuruk, dan Silvia Maria Goretti Purba.
10.Semua teman-teman mahasiswa/I Sosiologi stambuk 2011 atas semua
kebersamaan dan juga pengalaman-pengalaman selama masa perkuliahan,
terutama kepada Erawati Siagian, Elisabet Rumahorbo, Wawan Simbolon,
Handy Rio Sihombing, Hendrikson Siahaan, Jhon Sardo Saragih, Carlina
Panjaitan, Kathy Sabrina, Fransisca, Devi Sihotang, Elsa Elonika, Vera
Novalina, Ismi Andari, Siti Khadijah, Joan Naibaho, Repita Simamora,
Defasari Simbolon, Maiusna, Rama Dona, dan semua kawan-kawan
iv
11.Keluarga besar IMASI (Ikatan Mahasiswa Sosiologi) FISIP USU,
Abang/Kakak Senior dan Adik-adik Junior.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha secara maksimal,
namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, kesalahan, keterbatasan, baik dari sistem penulisan, materi,
ataupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan penulisan skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat untuk kajian sosiologi
khususnya sosiologi keluarga dan dapat menjadi sumbangan dalam ilmu
pengetahuan.
Medan, 20 September 2015
Penulis
Emilia Simangunsong
v DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel. ... v
Daftar Gambar ... vii
Daftar Matriks ... viii
Daftar lampiran ... ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Perumusan Masalah. ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 6
1.4Manfaat Penelitian ... 6
1.5Defenisi Konsep ... 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peran Istri Yang Bekerja Dalam Keluarga ... 9
2.2. Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga ... 10
2.3. Teori Kekuasaan ... 15
2.4. Pola Hubungan Dalam Keluarga ... 16
2.5. Penelitian Relevan ... 20
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 24
3.2. Lokasi Penelitian ... 24
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 25
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25
vi
3.6. Jadwal Kegiatan ... 27 3.7. Keterbatasan Penelitian ... 28 BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 29 4.2 Profil Informan dan Temuan Data ... 39 4.3 Interpretasi Data ... 47
4.3.1 Peran Istri Yang Bekerja Dalam
Keluarga... ... 46 4.3.2 Pola Pengambilan Keputusan Dalam
Keluarga... ... 64 4.3.3 Pola Hubungan Dalam Keluarga ... 67
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ... 74 5.2. Saran ... 76
vii
DAFTAR MATRIKS
Halaman
Matriks 4.1 Aktivitas I Suami Dan Istri Dalam Keluarga ...53
Matriks 4.2 Aktivitas Ii Suami Dan Istri Dalam Keluarga ...54
Matriks 4.3 Aktivitas Iii Suami Dan Istri Dalam Keluarga ...55
Matriks 4.4 Pengambilan Keputusan Di Dalam Keluarga ...56
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1 Transkrip Wawancara
2 Interview Guide
i ABSTRAK
Beberapa tahun terakhir ini angkatan kerja di Indonesia semakin membuka peluang bagi tenaga kerja perempuan untuk terlibat didalamnya, terlihat dari angka yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini berpengaruh terhadap keluarga karena semakin banyak istri yang terlibat di sektor publik. Keterlibatan istri dalam sektor publik mengakibatkan peran istri dalam keluarga mengalami perubahan, terutama dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga yang dulunya identik dengan peran seorang suami dikarenakan suami sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
Penelitian ini ingin melihat bagaimana peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan bagaimana pola relasi yang terjalin antara suami dan istri dalam pengambilan keputusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga patriakhat di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang istrinya bekerja di sektor formal dengan latar belakang pendidikan formal mulai Sekolah Menengah Atas sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang menjadi informan adalah istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang bekerja, dan suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai pekerjaan. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.
Hasil penelitian ini adalahpengambilan keputusan dalam keluarga yang dibagi atas; bidang produksi sepenuhnya diputuskan istri, pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok yang diambil secara bersama dimana istri yang dominan, sama halnya dengan bidang pembentukan keluarga yang diputuskan secara bersama dimana istri yang dominan, dan pengambilan keputusan dalam kegiatan sosial yang diambil sepenuhnya oleh istri. Pola relasi yang terjalin dalam pengambilan keputusan adalah adalah senior-junior partner dan equal patner yang kedua pola relasi ini sudah melibatkan istri untuk berperan dalam pengambilan keputusan, bahkan memiliki kekuatan yang sama dengan suami. Pola relasi suami-istri dalam proses pengambilan keputusan di dalam keluarga didasarkan kepada hubungan yang saling memberi kesempatan satu sama lain (seimbang) untuk mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai dan norma yang masih dijadikan pegangan keluarga, kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan pengetahuan akan informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Dalam pola relasi tersebut terjalin relasi kekuasaan yang beragam dan tersebar dalam setiap interaksi yang dilakukan suami-istri.
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini, angkatan kerja di Indonesia mulai membuka
peluang bagi tenaga kerja perempuan untuk terlibat di dalamnya, terlihat dari
angka yang terus meningkat setiap tahunnya dimana jumlah perempuan yang
bekerja di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 48.44 juta, meningkat dari tahun
sebelumnya 47,24 juta dan pada tahun 2009 46,68 juta orang. (Data Badan Pusat
Statistik, 2014). Meskipun masih terdapat perbedaan angka antara laki-laki dan
perempuan dalam partisipasi angkatan kerja dimana angkatan kerja laki-laki
mencapai sebesar 85% dan perempuan sebesar 53,5% pada Februari 2014. (www.
bps. go. id).
Peningkatan perempuan dalam sektor publik tidak terlepas dari pergeseran
nilai dan norma yang ada di masyarakat yang mengangap bahwa perempuan itu
tepatnya di sektor domestik mengurus segala hal yang berkaitan rumah, suami dan
anak-anak dan laki-laki yang berada di sektor publik untuk mencari nafkah buat
keluarga. Kondisi yang terjadi juga menyebabkan terjadinya ketergantungan
perempuan terhadap laki-laki mengingat laki-laki yang menghasilkan atau terlibat
dalam kegiatan produksi. Bila dilihat dari sejarahnya ketergantungan perempuan
itu bermula dari ketergantungan bahan makanan yang pada waktu itu harus dicari
laki-laki. Keadaan ini kemudian memperkokoh struktur laki-laki dalam keuarga
sehingga persepsi individu berkembang luas dalam berbagai aspek kehidupan
2
sebagai pencari nafkah dan anggapan masyarakat yang berkembang justru
mengisyaratkan bahwa perempuan sebagai makhluk yang tergantung pada
laki-laki.
Nilai yang ada di masyarakat akhirnya berkembang dan dilanggengkan
oleh budaya patriakhat, dimana budaya patriakhat menempatkan kedudukan dan
posisi laki-laki atau suami lebih tinggi daripada perempuan atau istri. Patriakhat
didasarkan pada sebuah relasi kuasa yang hierarkis, sehingga peran
masing-masing anggota keluarga ditentukan oleh struktur kekuasaan laki-laki atau suami,
suami sebagai kepala keluarga yang secara hierarkis lebih tinggi memiliki
otoritas/kewenangan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Pembedaan
peran dan posisi antara suami dan istri dalam keluarga dan masyarakat ini
diturunkan secara kultural pada setiap generasi. Dalam hal ini, kekuasaan suami
terhadap istri selain dipengaruhi oleh nilai, norma, dan budaya juga dipengaruhi
oleh ketergantungan ekonomi dalam keluarga.
Pergeseran nilai dan norma dalam masyarakat juga menyebabkan
anggapan masyarakat yang dulunya menganggap perempuan tidak perlu sekolah
dan memiliki pendidikan tinggi kini berangsur-angsur berubah mengingat saat ini
perempuan sudah banyak yang bersekolah dan berkesempatan untuk mengecam
pendidikan di perguruan tinggi. Pendidikan yang dimiliki perempuan menjadi
salah satu faktor yang menyebabkannya untuk terlibat dalam sektor publik,
dengan demikian perempuan memiliki tingkat penawaran terhadap tenaga kerja
dan hal ini berkaitan dengan imbalan yang nantinya akan mereka terima dan
berpengaruh terhadap berkurangnya ketergantungan terhadap suami sebagai
3
kemampuan dan keahlian seseorang. Hal ini meningkatkan kemampuan bersaing,
dan meningkatkan permintaan terhadap jasanya di pasar tenaga kerja. Faktor
lainnya yang menyebabkan perempuan untuk terlibat di sektor publik adalah
tuntutan ekonomi keluarga yang besar dan mendesak yang tidak dapat teratasi
atau terpenuhi dengan penghasilan suami sebagai pencari nafkah. Selain itu adalah
kebutuhan sosial untuk bersosialisasi dengan sesama.
Pada umumnya perempuan yang terlibat dalam sektor publik berada di
perkotaan mengingat lapangan pekerjaan di perkotaan lebih beragam dan berbasis
kepada industri dan jasa. Salah satunya adalah kota medan yang merupakan kota
terbesar ketiga di indonesia. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa, di Kota
Medan sendiri dapat ditemukan perempuan dalam hal ini istri yang bekerja pada
suatu perusahaan negeri maupun swasta di suatu kantor.
Secara tidak langsung, ketika perempuan yang terlibat di sektor
publik/bekerja menikah dan menjadi istri dalam keluarga maka perannya sebagai
istri dan ibu yang lekat dengan urusan rumah, suami dan anak-anak mulai
berubah, dimana pekerjaan itu sudah tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab
istri dan mulai dibantu suami untuk mengerjakannya dan bagi sebagian keluarga
lainnya mereka mulai melibatkan perempuan lain yaitu pembantu untuk mengurus
pekerjaan rumah. Meskipun ketika istri terlibat dalam sektor publik mereka tidak
sepenuhnya meninggalkan sektor domestik dengan segala urusannya.
Demikian juga, dengan anggapan masyarakat yang menggangap bahwa
peran suami sebagai pencari nafkah yang menyebabkan kedudukannya sebagai
pengambil keputusan penuh dalam keluarga mulai mengalami perubahan,
4
keluarga. Sehingga istri mulai terlibat dalam pengambilan keputusan di dalam
keluarga. Dalam hal ini pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang
dilakukan suami dan istri terkait bagaimana keputusan diambil dan sampai kepada
siapa yang memutuskan.
Perubahan dalam keluarga yang mana suami-istri terlibat dalam sektor
publik juga dialami keluarga yang berada di Kelurahan Pulo Brayan Darat I
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Data sekunder menunjukkan bahwa
suami-istri di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur bekerja di
sektor Formal (terbagi atas PNS 501 orang, ABRI 74 orang, Pegawai Swasta
6.115 orang, Non Formal (Wiraswasta) 5.701 orang dan dan Jasa 1.200 orang.
(Data Monografi Kelurahan Juni 2014).
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum pasangan suami-istri di
kelurahan ini sama-sama memiliki pekerjaan sebelum menikah dan memutuskan
untuk tetap terlibat dalam pekerjaan meskipun sudah menikah dan memiliki anak
terutama bagi istri. Meskipun istri bekerja di sektor publik, sebagian keluarga
dalam hal ini istri masih tetap mengurus urusan terkait sektor domestik seperti
membereskan rumah, memasak, dan mengurus anak. Mereka biasanya melakukan
semua tugas ini sebelum melakukan aktivitas disektor publik yang terkadang
dibantu oleh suami dan anak-anak, tetapi ada sebagian keluarga yang melibatkan
orang lain (pembantu) seperti mencuci, membereskan rumah, mengantar jemput
sekolah anak-anak, dan lain-lain. Selain bekerja, para istri juga terlibat dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti arisan, pesta, kegiatan rohani, dan
5
Dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga seperti pengambilan
keputusan di bidang produksi seperti penggunaan gaji dan terlibat di sektor publik
diputuskan oleh istri sendiri, hal yang sama juga terjadi dalam bidang kegiatan
sosial yaitu terkait dengan keikutsertaan istri dalam berbagai kegiatan di luar
rumah yang diputuskan oleh istri sendiri tanpa ada pengaruh suami di dalamnya,
sedangkan dalam bidang pengeluaran pokok yang terdiri dari makan, perumahan,
pendidikan, kesehatan keluarga, dan kebersihan rumah, serta bidang pembentukan
keluarga yang terdiri dari kebutuhan anak termasuk di dalamnya pendidikan anak,
pembelian barang-barang mewah, dan pemberian bantuan kepada keluarga luas
yang dilakukan secara bersama antara suami dan istri, meskipun yang menjadi
dominan dalam hal itu adalah istri.
Pola relasi yang terjalin antara suami dan istri dalam keluarga tradisional,
dimana suami sebagai kepala keluarga dan pemimpin sedangkan istri sebagai
pengasuh dan pemelihara mulai berubah menjadi patnern yang saling mendukung.
(Khairuddin, 1997). Apabila dikaitkan dengan perspektif kekuasaan Michael
Foucault dapat dikatakan bahwa dalam pola relasi antara suami dan istri dalam
keluarga terjalin hubungan kekuasaan, dimana kekuasaan itu sifatnya menyebar
dan meresap dalam seluruh jalinan relasi. Kekuasaan itu bekerja pada individu,
beroperasi melalui seluruh struktur tindakan yang menekankan dan mendorong
tindakan lain melalui rangsangan, larangan, dan tanpa paksaan. Dengan
keterlibatan istri di sektor publik menjadi hal yang patut untuk diperhitungkan,
karena dengan keterlibatan tersebut ada sebuah kontribusi yang dapat diberikan
istri dalam keluarga selain dalam mengurus urusan domestik juga ekonomi yang
6
Foucault kekuasaan terjadi akibat langsung adanya pemisahan, ketidaksamaan dan
ketidakseimbangan atau diskriminasi. Dalam keluarga diketahui bahwa sebelum
terjadi perubahan dalam pola relasi antara suami dan istri ada terjadi
ketidakseimbangan menyangkut peran masing-masing dalam keluarga.
Perempuan yang mandiri secara ekonomi atau memiliki penghasilan
sendiri akan menjadi otonom, bebas mengeluarkan pendapat, dan memberikan
kritik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wolf (1997) yang menyatakan bahwa
dengan bekerja akan mendorong istri untuk mengurangi ketergantungan terhadap
suami, sehingga perempuan yang memiliki penghasilan sendiri atau memiliki
uang akan menjadi otonom dan bebas untuk mengeluarkan opini.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melihat apakah istri yang bekerja
terutama di sektor formal yang pada dasarnya memiliki tingkat pendidikan yang
cukup tinggi, dan mandiri secara finansial berperan dalam pengambilan keputusan
di dalam keluarga atau malah tidak memiliki peran sama sekali. Maka peneliti
memilih melakukan penelitian terkait di Kelurahan Pulo Brayan Darat I
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar
belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana peran istri dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dengan
7 1.3 Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan
dalam keluarga di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota
Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah
penelitian telah selesai. Adapun yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini
adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi
dalam pengembangan ilmu khususnya sosiologi gender dan sosiologi keluarga.
Selain itu, dapat menjadi sumber dan masukan bagi pembacanya guna memahami
peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan di dalam
keluarga.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti dalam
membuat karya ilmiah, dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian
selanjutnya.
1.5 Defenisi Konsep
Konsep merupakan variabel-variabel dimana dapat ditentukan ada
8
konseptual adalah rangkaian pengertian logis yang dapat dipakai untuk
menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh pemahaman
yang tepat. Dengan kata lain, konsep adalah istilah yang mewakili atau
menyatakan suatu pengertian tertentu.
Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:
a. Peran Istri Bekerja Dalam Keluarga
Peran istri bekerja dalam keluarga adalah keikutsertaan atau partisipasi
istri dalam menjalankan perannya di dalam keluarga. Peran yang ada dibagi atas
tiga yaitu peran sebagai pekerja, istri dan ibu. Peran tersebut terangkum dalam
peran produktif yaitu peran yang berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan
ekonomi atau uang yaitu dengan bekerja di sektor publik seperti guru, pegawai,
karyawan, dan sejenisnya. Kedua, peran reproduktif yaitu peran yang berkaitan
dengan keberlangsungan keluarga dan berkaitan dengan sektor domestik seperti
menjaga dan memelihara kebersihan rumah, memutuskan untuk memiliki anak,
dan yang ketiga adalah peran sosial kemasyarakatan yaitu peran di lingkungan
kerja dan sekitarnya, seperti ikut berbagai aktivitas di luar rumah seperti arisan,
dharma wanita, kegiatan kerohanian, perkumpulan marga dan sejenisnya.
b. Pekerjaan Sektor Formal
Pekerjaan sektor formal terdiri dari tenaga profesional, teknisi dan
sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan
9
Pekerjaan sektor formal adalah pekerjaan yang didasarkan atas kontrak
kerja yang jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau kurang lebih
permanen. Seperti mandor, pegawai, petugas administrasi, guru, petugas tata
usaha, karyawan, dan sejenisnya. Secara umum pekerjaan ini diperoleh oleh orang
yang memiliki latar belakang pendidikan formal mulai sekolah menengah ke atas
sampai dengan perguruan tinggi.
c. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri dalam memutuskan suatu kebijakan/putusan di dalam keluarga yang dilihat dari bagaimana keputusan tersebut diambil dan sampai kepada siapa yang memutuskan. Pengambilan keputusan dalam keluarga yakni:
1. Keputusan di bidang produksi seperti kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan uang secara langsung, seperti dalam keputusan istri untuk bekerja, penentuan waktu bekerja, penggunaan/pengelola gaji atau penghasilan;
2. Keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok yaitu keputusan terkait dengan hal-hal yang sifatnya pengeluaran oleh masing-masing anggota keluarga, seperti pengeluaran untuk konsumsi sehari-hari, perumahan (pembelian dan perbaikan), pakaian, kesehatan, pendidikan dan perabot rumah tangga;
3. Keputusan di bidang pembentukan keluarga segala kegiatan yang mendukung keberlangsungan keluarga dan masing-masing anggota keluarga, seperti penentuan jumlah anak serta penggunaan alat kontraseptif, pembuatan peraturan dalam keluarga, sosialisasi anak-anak, penentuan tempat tinggal, pembagian tugas-tugas rumah, pendidikan anak dalam hal ini jenis pendidikan dan tempat pendidikan, dan pemberian bantuan kepada keluarga luas.
10
yang dilakukan di rumah seperti arisan, perkumpulan marga, pembiayaan untuk acara dirumah, menghadiri berbagai acara dan kumpul-kumpul/ hangout sama teman-teman.
d. Keluarga Patrilineal
Keluarga patrilineal adalah keluarga yang garis keturunannya diambil dari
ayah. Dalam keluarga ini ayah berperan sebagai kepala keluarga dan memiliki
kemampuan yang dominan dalam keluarga.
e. Keluarga Menengah Atas
Keluarga menengah atas yaitu keluarga yang anggota keluarganya (bapak,
ibu, dan anak-anak) memiliki pengeluaran sebesar Rp. 120.000-Rp. 240.000/hari
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Istri Yang Bekerja Dalam Keluarga
Peranan atau peran adalah pola perilaku yang dikaitkan dengan status atau
kedudukan. Setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat senantiasa
mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Peranan ini dapat diibaratkan
dengan peran yang ada dalam suatu sandiwara yang para pemainnya mendapatkan
tugas untuk memainkan sebagian atau seluruh bagian cerita yang menjadi tema
sandiwara tersebut (Soekanto, 1982).
Perempuan yang telah menikah mempunyai peran dalam keluarga inti
sebagai istri, sebagai pengurus rumah tangga dan sebagai pencari nafkah. Pada
umumnya dirasakan sebagai tugas utama dari seorang perempuan yang terkait
dalam gambaran perkawinan umumnya. Dalam tiga peran tersebut, perempuan
memberikan diri sepenuhnya demi kesejahteraan bagi keluarganya.
Dalam keluarga peran istri terbagi atas tiga yakni; Pertama, peran
produktif yaitu peran yang berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan
ekonomi atau uang yaitu dengan bekerja di sektor publik seperti guru, pegawai,
karyawan, dan sejenisnya. Kedua, peran reproduktif yaitu peran yang berkaitan
dengan keberlangsungan keluarga dan berkaitan dengan sektor domestik seperti
menjaga dan memelihara kebersihan rumah, memutuskan untuk memiliki anak,
dan yang ketiga adalah peran sosial kemasyarakatan yaitu peran di lingkungan
kerja dan sekitarnya, seperti ikut berbagai aktivitas di luar rumah seperti arisan,
12
Dari segi peran, pembagian peran perempuan dapat dibagi atas:
Peran tradisi, peran yang menempatkan perempuan dalam fungsi
reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan dan mengurus anak, serta
mengayomi suami). Hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian kerja sangat
jelas, yaitu perempuan di rumah dan lelaki di luar rumah.
Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain.
Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan
keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan.
Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, peran
domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau
sebaliknya pemicu keresahan atau bahkan menimbulkan konflik terbuka atau
terpendam.
Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan
di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk
menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika
tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk
mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan
keluarga.
Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri
dalam kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari
dominasi pria yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan mungkin
13
2.2 Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga
Keputusan adalah sesuatu yang telah ditetapkan setelah dilakukan
pertimbangan, dipikirkan atau telah disetujui. Keputusan dapat diartikan sebagai
penentuan sebuah pilihan atau arah tindakan tetentu. Pemikiran mengenai pola
pengambilan keputusan dalam keluarga sangat berguna untuk melihat bagaimana
terjadinya struktur dalam keluarga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa
yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam keluarga atau
atas dasar apa kekuasaannya (penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya).
Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang
mempengaruhi kehidupan keluarga itu, dalam hal ini dapat diketahui apakah
kekuasaan antara suami istri sama atau tidak.
Pola pengambilan keputusan (decision making) dalam suatu keluarga
menggambarkan bagaimana struktur atau pola kekuasaan dalam keluarga tersebut.
Menurut Scanzoni dan Scanzoni (Sajogyo,1983) metode yang digunakan untuk
mengukur kekusaan dalam perkawinan/keluarga (marital power atau family
power) adalah dengan mengetahui siapa yang mengambil keputusan terakhir
tentang sejumlah persoalan dalam keluarga.
Cromwell dan Olson (Ihromi, 1990) mengemukakan 3 bidang yang
berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga (family power),
yaitu:
1. Sumber/dasar kekuasaan (bases of family power),
2. Proses kekuasaan dalam keluarga (famili power processes)
14
Dari ketiga bidang ini, yang termasuk ke dalam masalah pengambilan
keputusan adalan bidang kedua dan ketiga, dalam arti pengambilan keputusan
adalah perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil
interaksi di antara para anggota keluarga untuk saling mempengaruhi (bidang
kedua), serta sekaligus juga menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur
kekuasaan dalam keluarga tersebut, seperti siapa yang membuat/mengambil
keputusan dalam keluarga (bidang ketiga). Menurut Safilios-Rotschild untuk
melihat struktur kekuasaan dalam keluarga dapat terlihat dari proses pengambilan
keputusan, yaitu tentang siapa yang mengambil keputusan, bagaimana
frekuensinya dan sebagainya.
Berkaitan dengan perempuan/istri sebagai pengambil keputusan, sampai
saat ini masih terdapat anggapan bahwa perempuan tidak mempunyai peranan
dalam pengambilan keputusan di dalam maupun di luar keluarga. Norma yang
pada umumnya diakui menyatakan bahwa yang paling menentukan dalam
pengambilan keputusan adalah kaum laki-laki /suami.
Pada kenyataannya, terdapat berbagai variasi tentang soal pengambilan
keputusan dalam keluarga. Adakalanya perempuan/istri tidak diikutsertakan,
namun adakalanya justru wanita yang menentukan dalam pengambilan keputusan.
Banyak pula keputusan dalam keluarga dilakukan bersama-sama antara
suami-istri. Berbagai faktor mempengaruhi peranan perempuan/istri dalam persoalan
pengambilan keputusan, antara lain seperti adanya pemikiran di masyarakat
mengenai keterkaitannya dengan budaya yang ada. Sehingga membedakan dua
sektor kegiatan dalam masyarakat, yaitu sektor publik dan sektor domestik. Sektor
15
saja, sedangkan sektor publik adalah bidang untuk laki-laki/suami yaitu di luar
lingkungan rumah tangga sebagai pencari nafkah untuk keluarga.
Selain itu ada faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi peranan
perempuan/istri dalam pengambilan keputusan (Sajogyo, 1982), yaitu:
1. Proses sosialisasi, dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan,
sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku dalam masyarakat dimana ia
hidup. Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama memperkenalkan
perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan mulai dari cara
memperlakukan, cara bersikap, peran-peran yang diperkenalkan dan harus
dilakukan sebagai anak laki-laki dan perempuan. Hal-hal yang seperti ini lah
berpengaruh terhadap peranan anak laki-laki maupun perempuan dalam
mengambil keputusan.
2. Pendidikan, dengan pendidikan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap cara
berpikir yang lebih luas berdasarkan pengalaman dan wawasan yang mungkin
tidak didapat dalam keluarga.
3. Latar belakang perkawinan, pengaruh latar belakang perkawinan terhadap
pengambilan keputusan istri dalam keluarga adalah kesepakatan antara
suami-istri untuk membentuk sebuah keluarga yang siap menerima satu sama lain,
yang diawali dengan perkenalan dan kesamaan tujuan ke depan.
4. Kedudukan dalam masyarakat, kedudukan yang dimiliki perempuan dalam
masyarakat secara tidak langsung akan terbawa dalam keluarga dan
berpengaruh terhadap perannya dalam keluarga.
Dalam perspektif proses orientasi, pengambilan keputusan dipengaruhi
16
nampak, sikap, dan sejarah pasangan yang memiliki peranan dalam proses
pengambilan keputusan keluarga. Kedua; Proses merupakan interaksi yang terjadi
antara pasangan suami-istri dalam proses pengambilan keputusan keluarga.
Ketiga; Hasil menggambarkan perilaku dari pasangan suami istri setelah proses
pengambilan keputusan keluarga berakhir. Ketiga elemen ini saling berkaitan satu
sama lain sehingga keputusan yang akan diambil dalam keluarga dapat
diputuskan. Dengan demikian dapat diihat siapa yang berpengaruh dalam keluarga
tersebut.
Sajogyo (1983) mengklasifikasikan peran perempuan sebagai pengambil
keputusan di dalam rumah tangga dalam empat aspek yaitu: Pertama, Keputusan
di bidang produksi adalah keputusan terkait keterlibatan istri dalam sektor publik
atau kegiatan yang menghasilkan nilai ekonomi (materi), dalam hal ini dapat
dilihat dari keputusan untuk bekerja dan hal-hal yang berkaitan dengan
penggunaan gaji/pendapatan. Kedua, Keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan
pokok keluarga, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan makan sehari-hari,
perumahan (pembelian dan perbaikan), pakaian, pendidikan anak-anak, kesehatan
dan pembelian perabot dalam rumah tangga, biasanya dalam hal ini istri lebih
mengetahui kebutuhan pokok dalam rumah tangga dibanding suami, sehingga istri
akan mendapatkan kepercayaan dari suaminya dalam membuat keputusan untuk
membelanjakan semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan sehari-hari. Ketiga,
Keputusan di bidang pembentukan keluarga seperti keputusan untuk menentukan
sekolah anak, penentuan aturan dirumah, memberi bantuan kepada saudara baik
17
Keputusan di bidang kegiatan sosial yang berupa aktivitas/kegiatan yang berasal
dari instansi pemerintah, lembaga keagamaaan, adat dan acara-acara lainnya.
Selain, melakukan pengklasifikasian terhadap bidang-bidang pengambilan
keputusan yang ada dalam keluarga, Pudjiwati juga pernah melakukan penelitian
tentang siapa yang mengambil keputusan dari masing-masing bidang tersebut
yang dilakukan di Pedesaan Jawa Barat yang menjadi salah satu titik tolak dalam
penelitian ini. Dimana hasil penelitiannya mengemukakan lima variasi tentang
siapa yang menjadi pengambil keputusan dalam keluarga diantaranya,
pengambilan keputusan hanya oleh istri, pengambilan keputusan hanya oleh
suami, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana suami lebih
dominan, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana istri lebih
dominan, pengambilan keputusan seimbang (setara) antara istri dan suami.
Menurut Scanzoni (1983 dalam Daulay, 2001) dalam pandangan modern
baik suami dan istri sama-sama mempunyai peranan dalam pengambilan
keputusan keluarga, sehingga terjadi negosiasi dalam proses pengambilan
keputusan, hal ini dikarenakan adanya perubahan pengaruh suami- istri dalam
pengambilan keputusan keluarga dari pandangan tradisional ke pandangan
modern. Dalam pandangan tradisional, suami memiliki pengaruh yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan keluarga. Sedangkan dalam pandangan modern
suami dan istri sama-sama memiliki pengaruh yang sama dalam pengambilan
keputusan keluarga. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial-ekonomi
dengan semakin banyaknya pasangan suami- istri yang berpendidikan dan
18
Menurut Hopper (1995 dalam Daulay, 2001) bertambahnya jumlah
pekerja perempuan yang telah menikah dan berpendidikan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku pengambilan keputusan keuangan keluarga.
Status pekerjaan seorang istri memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan
keluarga karena istri memberikan kontribusi keuangan di dalam pembiayaan
rumah tangga. Maka seorang istri memiliki pengaruh dalam proses dan hasil
pengambilan keputusan keluarga. Maynard (1985 dalam Daulay, 2001:11)
menghubungkan antara pengambilan keputusan pada keluarga dengan bidang
finansial, ia mendapatkan hasil penelitian bahwa otoritas yang ada di dalam
keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan uang lebih
banyak. Hal ini searah dengan hasil studi Burr Ahern dan Knowles (1977 dalam
Daulay, 2001:11) bahwa manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan
pendapatan suami, maka ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Burr
dkk juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap
power. Dengan demikian hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh
(kuasa) istri sebagian besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada
pendapatan rumah tangga.
2.3 Teori Kekuasaan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori kekuasaan Michael
Foucault, yang berusaha menganalisis pola relasi suami istri dalam proses
pengambilan keputusan dalam keluarga. Kekuasaan menurut Foucault dipandang
sebagai relasi-relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan yang mempunyai
19
kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang
didominasi atau yang powerful dengan powerless. Dengan demikian, kekuasaan
mesti dipaham sebagai bentuk relasi kekuatan yang imanen dalam ruang dimana
kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan mesti dipahami sebagai sesuatu yang
melanggengkan relasi kekuatan itu yang membentuk rantai atau sistem dari relasi
itu atau justru yang mengisolasi mereka dari yang lain dari suatu relasi kekuatan.
(Mudhoffir, 2013).
Oleh karena itu, kekuasaan merupakan strategi di mana relasi kekuatan
adalah efeknya. Persoalan kekuasaan bukanlah persoalan pemilikan, dalam
konteks siapa menguasai siapa atau siapa yangpowerfulsementara yang lain
powerless. Kekuasaan itu tersebar, berada di mana-mana (omnipresent), imanen
terdapat dalam setiap relasi sosial. Meskipun begitu, kekuasaan tidaklah
diberikan, ditukar ataupun dicari, melainkan dilaksanakan dan pelaksanaan ini
hanya ada dalam tindakan. (Mudhoffir, 2013).
Kekuasaan merupakan suatu hubungan kekuatan dan senantiasa ada di
dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah besar
atau rumit susunannya. Hal ini bukan karena kekuasaan itu memiliki kemampuan
mengkonsolidasikan segala sesuatu di bawah kondisi ketidaknampakannya,
melainkan karena kekuasaan selalu diproduksi dalam setiap momen dan setiap
relasi. Kekuasaan itu ada di mana-mana bukan karena ia merengkuh segala
sesuatu melainkan karena ia datang dari manapun. (Haryatmoko, 2002).
Selain itu, Foucault juga menyatakan bahwa kekuasaan adalah
pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan adalah kekuasaan atau lebih jelasnya
20
pengetahuan. Dalam hal ini, kekuasaan dan pengetahuan merupakan dua sisi yang
menyangkut proses yang sama. Bagi Foucault, pengetahuan tidak berasal dari
salah satu subyek yang mengenal, melainkan dari relasi-relasi kuasa yang
menandai subyek itu. Pengetahuan tidak ‘mencerminkan’ relasi-relasi kuasa;
pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi-relasi kuasa
tetapi pengetahuan berada di dalam relasi kuasa itu sendiri. Kuasa memproduksi
pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa, tetapi lebih
dari itu pengetahuan dan khususnya ilmu pengetahuan menyediakan kuasa.
(Haryatmoko, 2002).
Foucault memusatkan perhatian pada bagaimana orang mengatur dirinya
dan orang lain melalui kekuasaan. Dengan pengetahuan maka seseorang bisa
membangun kekuasaan dengan menjadikan orang lain sebagai subyek dan
mengaturnya dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Haryatmoko, 2002).
2.4 Pola Relasi Suami Istri Dalam Keluarga
Menurut Scanzoni dan Scanzoni (1981 dalam Ratih, 2008) relasi
suami-istri dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu Owner Property, Head
Complement, SeniorJunior Partner, dan Equal Partner.
Pertama, relasi owner property dimana istri adalah milik suami sama
seperti uang dan barang berharga lainnya. Tugas suami adalah mencari nafkah dan
tugas istri adalah menyediakan makanan untuk suami dan anak-anak dan
menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang lain karena suami telah bekerja
untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Dalam hubungan seperti ini berlaku
21
semua keinginan dan kebutuhan rumah tangga suami, istri harus menurut pada
suami dalam segala hal, istri harus melahirkan anak-anak yang akan membawa
nama suami, dan istri harus mendidik anak-anaknya sehingga anak-anaknya bisa
membawa nama baik suami.
Pada relasi ini, istri dianggap bukan sebagai pribadi melainkan sebagai
perpanjangan suaminya saja. Ia hanya merupakan kepentingan, kebutuhan,
ambisi, dan cita-cita dari suami. Suami adalah bos dan istri harus tunduk padanya.
Bila terjadi ketidaksepakatan, istri harus tunduk pada suami. Dengan demikian
akan tercipta kestabilan dalam rumah tangga. Tugas utama istri pada pola seperti
ini adalah untuk mengurus keluarga. Karena istri tergantung pada suami dalam hal
pencarian nafkah, maka suami dianggap lebih mempunyai kuasa (wewenang).
Kekuasaan suami dapat dikuatkan dengan adanya norma bahwa istri harus tunduk
dan tergantung pada suami secara ekonomis.
Demikian juga dengan status sosial, status sosial istri mengikuti status
sosial suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena ia
telah menjalankan tugasnya dengan baik. Istri juga bertugas untuk memberikan
kepuasan seksual kepada suami. Bila suami ingin melakukan hubungan seksual,
istri harus menurut meskipun ia tidak menginginkannya. Suami bisa menceraikan
istri dengan alasan bahwa istrinya tidak bisa memberikan kepuasan seksual. Bila
istri ingin mengunjungi kerabat atau tetangga, tetapi suami menginginkan ia ada
di rumah, istri harus menurut keinginan suami hanya karena normanya seperti itu.
Istri tidak boleh memiliki kepentingan pribadi dan kehidupan pribadi istri menjadi
hak suami begitu ia menikah, sehingga seakan-akan istri tidak punya hak atas
22
Kedua, relasi head-complement dimana istri dilihat sebagai pelengkap
suami. Suami diharapkan untuk memenuhi kebutuhan istri akan cinta dan kasih
sayang, kepuasan seksual, dukungan emosi, teman, pengertian dan komunikasi
yang terbuka. Suami dan istri memutuskan untuk mengatur kehidupan bersama
secara bersama-sama. Tugas suami masih tetap mencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya, dan tugas istri masih tetap mengatur rumah tangga dan mendidik
anak-anak. Tetapi suami dan istri kini bisa merencanakan kegiatan bersama untuk
mengisi waktu luang. Suami juga mulai membantu istri di saat dibutuhkan,
misalnya mencuci piring atau menidurkan anak, bila suami mempunyai waktu
luang. Tugas istri yang utama adalah mengatur rumah tangga dan memberikan
dukungan pada suami sehingga suami bisa mencapai maju dalam pekerjaannya.
Suami mempunyai seseorang yang melengkapi dirinya. Norma dalam perkawinan
masih sama seperti dalam ownerproperty, kecuali dalam hal ketaatan.
Dalam relasi ini, suami bisa menyuruh istrinya untuk mengerjakan
sesuatu, dan istri harus melakukannya. Tetapi dalam hubungan
head-complementsuami akan berkata, “Silakan kerjakan.” Sebaliknya, istri juga berhak
untuk bertanya, “Mengapa” atau “Saya rasa itu tidak perlu.” Di sini suami tidak
memaksakan keinginannya. Tetapi keputusan terakhir tetap ada di tangan suami,
dengan mempertimbangkan keinginan istri sebagai pelengkapnya. Dalam kondisi
tertentu, istri bisa bekerja dengan izin suami. Di segi ekspresif, ada perubahan
nilai di mana suami dan istri menjadi pacar dan teman. Mereka diharapkan untuk
saling memenuhi kebutuhan, tidak hanya semata-mata dalam hal penghasilan,
melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, kebutuhan seksual dan anak-anak.
23
pribadi, menemukan kesenangan dari kehadiran itu, saling percaya, dan berbagai
masalah, pergi dan melakukan kegiatan bersama-sama.
Dalam relasi ini secara sosial istri menjadi atribut sosial suami yang
penting. Istri harus mencerminkan posisi dan martabat suaminya, baik dalam
tingkah laku sosial maupun dalam penampilan fisik material. Misalnya, seorang
istri pejabat harus juga menjadi panutan bagi para istri anak buah suaminya. Istri
juga harus selalu menampilkan diri seperti pakaian, rambut, sepatu, dan perhiasan
lainnya sesuai dengan status suami. Dalam hubungan ini, kedudukan istri sangat
tergantung pada posisi suami atau ayah sebagai kepala keluarga. Bila posisi suami
meningkat, posisi istri pun ikut meningkat. Bila suami dipindah tugaskan, istri dan
anak-anak pun ikut serta. Pada pola perkawinan seperti ini, ada dukungan dari istri
untuk mendorong suksesnya suami. Usaha istri tersebut biasanya tidak terlihat dan
kurang dihargai daripada pekerjaan yang mendapat upah.
Ketiga, relasi senior-junior partner dimana posisi istri tidak lebih sebagai
pelengkap suami, tetapi sudah menjadi teman. Perubahan ini terjadi karena istri
juga memberikan sumbangan secara ekonomis meskipun pencari nafkah utama
tetap suami. Dengan penghasilan yang didapat, istri tidak lagi sepenuhnya
tergantung pada suami untuk hidup. Kini istri memiliki kekuasaan yang lebih
besar dalam pengambilan keputusan. Tetapi suami masih memiliki kekuasaan
yang lebih besar dari istri karena posisinya sebagai pencari nafkah utama. Artinya,
penghasilan istri tidak boleh lebih besar dari suami. Dengan begitu suami juga
menentukan status sosial istri dan anak-anaknya. Ini berarti, istri yang berasal dari
status sosial yang lebih tinggi, akan turun status sosialnya karena status sosialnya
24
karier suami didahulukan. Istri juga bisa merintis karirnya sendiri setelah karir
suami sukses. Dalam pola hubungan seperti ini istri harus mengorbankan
kariernya demi karir suaminya. Di kalangan beberapa instansi pemerintah, suami
harus menjalani tugas di daerah sebelum bisa dipromosikan ke pangkat yang lebih
tinggi. Demi karir suami inilah, seringkali istri rela berkorban.
Keempat, relasi equal partner dalam hal ini tidak ada posisi yang lebih
tinggi atau rendah di antara suami-istri. Istri mendapat hak dan kewajibannya
yang sama untuk mengembangkan diri sepenuhnya dan melakukan tugas-tugas
rumah tangga. Pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Dengan
demikian istri bisa pencari nafkah utama, artinya penghasilan istri bisa lebih tinggi
dari suaminya. Dalam hubungan ini, alasan bekerja bagi wanita berbeda dengan
alasan yang dikemukakan dalam pola hubungan sebelumnya. Alasan untuk
bekerja biasanya menjadi “sekolah untuk kerja” atau “supaya mandiri secara
penuh.” Dalam pola hubungan ini, norma yang dianut adalah baik istri atau suami
mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang, baik di bidang pekerjaan
maupun secara ekspresif. Segala keputusan yang diambil di antara suami istri,
saling mempertimbangkan kebutuhan dan kepuasaan masing-masing. Istri
mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri
dan tidak dikaitkan dengan suami. Dalam pola hubungan seperti ini,
perkembangan individu sebagai pribadi sangat diperhatikan.
25 2.5 Penelitian Yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan yakni penelitian dari Nurfitri Ana Sari dan
Hesti Aswandari (2008) dengan judul Peran Wanita Dalam Pengambilan
Keputusan Dalam Keluarga (Studi Tentang Wanita Bekerja Pada Sekretariat
Daerah Provinsi Riau). Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana
pembagian peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga wanita bekerja dan
bagaimana hubungan antara karakteristik sosial sosial budaya dengan pembagian
peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga wanita bekerja di Sekretariat
Daerah Provinsi Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik
pengumpulan data dengan wawancara berstruktur dan wawancara tidak
berstruktur, dokumentasi dan angket. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
peran wanita bekerja dalam keluarga masih dominan terutama dalam hal-hal yang
berkaitan dengan mengurus anak dan keluarga. Namun peran dalam keluarga yang
berkaitan dengan pekerjaan domestik seperti membersihkan rumah, mencuci dan
menyetrika pakaian, memasak makan siang lebih didominasi oleh pembantu
rumah tangga.
Pengambilan keputusan keluarga masih didominasi oleh istri terutama
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan anak dan
kebutuhan rumah tangga. Sedangkan keputusan yang berkaitan dengan pembelian
barang bernilai tinggi seperti rumah, kendaraan dan membeli barang-barang
bernilai tinggi seperti emas dan perhiasan keputusan ditetapkan berdasarkan hasil
diskusi antara suami dan istri. Begitu juga dalam memilih tempat berlibur dan
26
Pengambilan keputusan yang sifatnya jangka panjang, para wanita bekerja ini
memilih membicarakannya terlebih dahulu dengan suami sehingga keputusan
yang diambil merupakan keputusan berdua, sementara untuk hal-hal yang sifatnya
rutin dan untuk kebutuhan anak dan rumah tangga keputusan sepenuhnya
diserahkan kepada istri. (http:// jom.unri.ac.id/index.php/jomfisip/viewfile/2281)
Penelitian kedua yang relevan yaitu penelitian dari Nourma Ulva Devi
(2013) dengan judul Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga Pedagang
Perempuan Pasar Merjosari (Studi Kasus Pada Pola Pengambilan Keputusan
Rumah Tangga Pedagang Perempuan Pasar Merjosari, Kecamatan Lowakwaru,
Kota Malang). Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana pola hubungan
pengambilan keputusan dan bagaimana implikasi dari pola hubungan
pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar
Merjosari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data adalah
wawancara, pengamatan (observasi), dan dokumentasi yang diperoleh di
lapangan.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa adanya pola hubungan
pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar
Merjosari, merujuk pada suatu mekanisme struktur sebagai suatu proses teknik
aktivitas yang di dalamnya terdiri dari seperangkat aturan-aturan serta sumber
daya yang mengikat dan mempengaruhi dalam menghasilkan pengambilan
keputusan. Pola hubungan pengambilan keputusan yang melibatkan istri dalam
keluarga yang menentukan beberapa keputusan pemenuhan kebutuhan meliputi
27
pengasuhan terhadap anak. Kepemilikan atas struktur dominasi atas sumberdaya
ekonomi serta politik yang dimiliki oleh istri yang akhirnya mampu
mempengaruhi setiap pengambilan keputusan dalam rumah tangganya yakni istri
ikut menentukan dan mengatur beberapa kebutuhan konsumsi rumah tangga
meliputi pemenuhan kebutuhan tersier (kebutuhan barang-barang mewah),
keputusan pada kebutuhan produksi serta keputusan pengasuhan terhadap anak.
Implikasi dari terbentuknya pola hubungan pengambilan keputusan dalam
rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari adalah berupa konsekuensi
ketika istri mampu menyeimbangkan peran dan posisinya terhadap suami sebagai
kepala rumah tangga pada saat pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan istri
untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan tentunya dilandasi oleh
tindakan-tindakan atas dasar kesadaran praktis yakni agar setiap kebutuhan rumah
tangganya dapat terpenuhi dengan baik oleh pihak istri tanpa harus
mempertanyakan lagi. Kemudian secara tidak langsung istri dalam pemgambilan
keputusan juga dipengaruhi oleh kesadaran diskursif dengan alasan-alasan agar
setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan rumah tangga dapat
tercipta keteraturan dan terkontrol di dalam memenuhi setiap kebutuhan anggota
keluarganya. (https://www.academia.edu/5637626/JURNAL_NOURMA)
Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian Ratih Anggun Anggraini
(2012) yang berjudul Pola Relasi Istri Terkait Dengan Pembagian Kerja Dan
Pengambilan Keputusan (Studi Kasus Terhadap Tiga Keluarga Dalam Perubahan
Peran Di Keluarga). Penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana pola relasi
suami istri terutama dalam aspek pembagian kerja dan pengambilan keputusan
28
pendekatan kualitatif dengan penelitian studi kasus. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pada pola relasi suami istri
dilihat dari aspek pengambilan keputusan berdasarkan hasil temuan data adalah
senior-junior partner dan equal partner. Pada pola relasi senior-junior partner,
meskipun dalam saat tertentu istri dapat mengambil keputusan namun jika terkait
dengan prinsip keluarga maka suami pada akhirnya mengambil keputusan
tersebut. Hal ini juga karena ada pengaruh norma agama islam, yang
menyebutkan bahwa suami adalah pemimpin keluarga. Namun istri sebagai junior
partner tetap memiliki suara yang penting dalam perkembangan terhadap
keputusan yang akan diambil oleh suami sebagai senior partner. Sedangkan
dalam pola relasi equal partner, norma agama tidak selalu memengaruhi keluarga.
Suara yang dimiliki suami-istri adalah setara, hasil pengambilan keputusan
tergantung pada situasi atau keadaan yang berlangsung saat itu. Dalam penelitian
ini yang terjadi dalam pola relasi suami istri ini adalah pola relasi yang tidak
murni karena terdapat kombinasi aturan pola relasi tradisional pada pembagian
29 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan permasalahan, kejadian, atau peristiwa sebagaimana
adanya sesuai dengan fakta di lapangan. Penelitian deskriptif umumnya bersifat
apa adanya artinya, penelitian ini akan menceritakan fenomena apa sebenarnya
yang ada dalam kehidupan masyarakat tersebut tanpa ada manipulasi data.
Penelitian ini sifatnya hanya sekedar mengungkap fakta. Hasil penelitian lebih
ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya
dari objek yang diselidiki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti
akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai peran istri
yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pulo Brayan Darat I
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut
karena merupakan salah satu kelurahan di kota yang masyarakatnya tidak terlepas
dari pengaruh perubahan sosial budaya dan ekonomi yang melibatkan peran suami
dan istri di sektor publik. Selain itu, peneliti juga memahami keadaan lokasi
30 3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek
penelitian. Salah satu ciri atau karakteristik dari penelitian sosial adalah
menggunakan apa yang disebut dengan “unit of analysis”. Ada dua unit analisis
yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu maupun
kelompok sosial didalam masyarakat. Adapun yang menjadi unit analisis dalam
penelitian ini adalah adalah keluarga patriakhat di Kelurahan Pulo Brayan Darat I
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang istrinya bekerja di sektor formal
dengan latar belakang pendidikan formal mulai Sekolah Menengah Atas sampai
dengan Perguruan Tinggi.
3.3.2 Informan
Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian
sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin,
2007:76).Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah:
1. Istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang
bekerja.
2. Suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai
31 3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
2.4.1 Data Primer
Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan
langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti.
Adapun teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:
1. Observasi Langsung
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Observasi
adalah kemampuan seorang untuk menggunakan panca indera mata serta dibantu
dengan panca indera lainnya. (Bungin 2007: 115). Dalam penelitian ini, peneliti
mengamati bagaimana keseharian hidup informan yaitu istri yang bekerja di
sektor formal dalam kehidupan kesehariannya dalam keluarga.
2. Wawancara Mendalam
Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berkali-kali
dan membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan di lokasi penelitian
(Bungin, 2007:108). Pada penelitian ini, wawancara dilakukan dengan
memberikan pertanyaan kepada informaan secara spesifik dengan panduan
interview guide. Wawancara dengan interview guide dilakukan dengan melakukan
tanya jawab oleh peneliti dengan informan mengikuti pedoman pertanyaan yang
telah disiapkan terlebih dahulu sebelun dilaksanakan (Nawawi, 2006: 101). Data
32
informasi informan mengenai peran dan keterlibatannya dalam pengambilan
keputusan di dalam keluarga. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara
terhadap informan yaitu masyarakat yang berstatus sebagai istri yang bekerja di
sektor formal dan suami dari istri yang bekerja di sektor formal.
2.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak
langsung dari lapangan penelitian, melainkan melalui studi kepustakaan. Studi
kepustakaan adalah data yang didapat dari buku-buku, tulisan ilmiah, laporan
penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dengan
permasalahan yang diteliti.
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang
lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan.
Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan meninjau hasil penelitian secara
kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dari
lapangan (Moleong, 2006:151). Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat
mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dari
dokumentasi. Data tersebut semua umumnya masih dalam bentuk catatan
lapangan. Oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang
telah diperoleh dari studi kepustakaan juga terlebih dahulu dievaluasi dan data
dikelompokkan menjadi satuan yang dapat dikelola. Sedangkan hasil obsevasi
33
penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang
telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan-kesimpulan (Faisal,
2007:257).
3.6 Jadwal Kegiatan
No. Jenis kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Revisi proposal penelitian √ √ √
2. Acc proposal & seminar proposal √
3. Membuat interview guide √
4. Acc turun lapangan √
5. Pengurusan surat penelitian √
6. Observasi dan wawancara mendalam √ √
7. Penyusunan laporan akhir penelitian √ √
8. Bimbingan skripsi √ √
9. Revisi laporan akhir penelitian √ √
10. Acc meja hijau √
3.7 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman
yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Selain itu terkait
dengan instrumen wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu
saat melakukan wawancara dengan informan, karena informan memiliki
kesibukan masing-masing. Karena informan yang diteliti adalah istri dan juga
suami yang bekerja, yang kesibukannya di luar dari pagi sampai sore, dan malam
hari sibuk mengerjakan pekerjaan rumah dan juga waktu istirahat mereka.
Selain permasalahan teknis penelitian dan kendala di lapangan, peneliti
juga menyadari keterbatasan peneliti dalam hal kemampuan pengalaman
34
keluarga yang dikuasai oleh peneliti. Walaupun demikian peneliti berusaha
35 BAB IV
TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3.6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan
kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil
dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Kota Medan memiliki posisi strategis
sebagai gerbang/pintu masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik
perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis
Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan
secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini. Kota medan
merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. (Profil
Kota Medan, 2004).
Kota menjadi tempat berlangsungnya modernisasi atau perubahan
masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Kota menawarkan berbagai daya
tarik seperti daya tarik ekonomi, daya tarik sosial, daya tarik pendidikan dan daya
tarik budaya yang mendorong masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi.
Namun daya tarik yang kota berikan tidak serta merta didapat dengan mudah,
masyarakat harus terlebih dahulu berusaha untuk bekerja keras dengan lapangan
kerja yang beragam baik di sektor formal maupun informal, merubah pola pikir
dan cara pandang agar dapat menikmati gaya hidup masyarakat kota dengan
36
Kota medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan, salah satunya
Kelurahan Pulo Brayan Darat I yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Medan
Timur, dimana sebagian besar lokasi di keluarahan ini dimanfaatkan sebagai
daerah pemukiman atau perumahan masyarakat.
4.2 Letak Geografis, Iklim, dan Batas wilayah
Kelurahan Pulo Brayan Darat I, terletak pada 2 meter di atas permukaan
laut (mdpl). Keadaan iklim di Kelurahan Pulo Brayan Darat I yaitu curah hujan
berkisar pada 160 mm/thn dan suhu udara rata-ratanya berkisar pada 21-33oC.
Jaraknya 6 kilometer ke ibukota Kecamatan, 10 kilometer ke ibukota, dan 15
kilometer ke ibukota Provinsi.
Kelurahan Pulo Brayan Darat I memiliki luas wilayah 82,5 Ha yang terdiri
dari 14 (empat belas lingkungan) yang wilayahnya terdiri dari pemukiman
masyarakat, perkantoran, bangunan umum, dan sebagainya. Penggunaan lahan
paling banyak digunakan sebagai pemukiman/ perumahan dengan luas lahan 69.5
Ha, mengingat kelurahan ini merupakan salah satu daerah pemukiman/perumahan
di kota Medan. Sisanya dari lahan tersebut digunakan sebagai perkantoran,
industri, bengunan umum, pertokoan, dan sebagainya.
Adapun batas wilayah Kelurahan Pulo Brayan Darat I adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Glugur Darat II, Kecamatan
Medan Timur.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Glugur Darat I/Kelurahan
Tegal Rejo, Kecamatan Medan Perjuangan.
37
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Indra Kasih, Kecamatan Medan
Barat.
4.3 Keadaan Demografi
Kelurahan Pulo Brayan Darat I dengan luas wilayah 82,5 Ha didiami
penduduk sebanyak 20.297 jiwa, terdiri dari 10.130 jiwa laki-laki dan 10.167 jiwa
perempuan yang tersebar di XI lingkungan.
4.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Kelurahan P Brayan Darat I terdiri dari
beragam jenis mulai dari PNS (501), ABRI (74), Pegawai swasta (6.115),
Wiraswasta(5.701), Pertukangan(1.580), dan Jasa (1200).
4.4 Profil Informan dan Temuan Data
Profil informan merupakan biodata sumber pemberi informasi yang
mendukung pemenuhan data penelitian. Pentingnya informan bertujuan untuk
memfokuskan masalah penelitian karena dengan adanya informan maka
membantu penggambaran masalah di lokasi penelitian. Adapun informan yang
menjadi pilihan peneliti yaitu:
1. Istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang
bekerja.
2. Suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai
pekerjaan.
Dari kedua kriteria informan tersebut, peneliti berharap dapat memperoleh
38
pengambilan keputusan di dalam keluarga. Untuk lebih jelasnya maka peneliti
akan mendeskripsikan informan sebagai berikut:
Informan Pertama
Nama : Dra. Berniati Nadeak
Umur : 46 Tahun
Etnis/suku : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Tingkat pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS (Guru agama di SMA/SMK)
Lama bekerja : 15 Tahun
Jam kerja : 08.00-17.00
Pendapatan : 4 juta-an
Ibu Berniati Nadeak adalah seorang guru yang mengajar bidang study
agama di SMA/SMK. Beliau saat ini berusia 46 tahun dan sudah bekerja selama
kurang lebih 15 tahun dengan pendapatan berkisar Rp. 4.000.000,00 sampai Rp.
5.000.000,00 per bulan. Ibu Berniati memiliki seorang anak perempuan yang saat
ini berusia 16 tahun dan sedang menduduki bangku Sekolah Menengah Atas.
Suami Ibu Berniati juga adalah seorang PNS di bagian keuangan yang sudah
bekerja selama 25 tahun dengan pendapatan berkisar Rp. 4.000.000. Beliau
bernama Efendi Lumban Gaol yang sudah berusia 49 tahun. Selain menjadi
seorang staf keuangan di salah satu departemen, beliau juga merupakan sintua/
penatua agama di salah satu gereja di Kota Medan. Dengan peran Bapak sebagai