• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gout Arthritis

2.1.1 Definisi Gout Arthritis

Gout Arthritis merupakan penyakit yang ditandai dengan serangan nyeri akut pada daerah persendian dan tingginya kadar asam urat di dalam darah(hiperurisemia) (Wilda & Panorama, 2020). Munculnya gout arthritis disebabkan karena adanya gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang. Konsentrasi gout arthritis dalam darah dipengaruhi oleh biosintesis dalam tubuh, intake purin, dan kemampuan ginjal dalam mengekskresikan kadar gout arthritis. Hiperurisemia terjadi ketika terdapat kelebihan pembentukan seperti mengkonsumsi makanan tinggi purin, alkohol dan obesitas sedangkan penurunan ekskresi seperti gangguan pada ginjal, intoksikasi dan asidosis metabolik ataupun terjadi keduanya, yang mengakibatkan kadar gout arthritis dalam darah meningkat (Lestari et al., 2018).

Dikatakan hiperurisemia jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,0 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6,0 mg/dL pada perempuan (Rivandi et al., 2018). Gout arthritis mayoritas diderita oleh wanita(27,5%) untuk laki-laki(21,8%), dengan rata-rata usia 34 tahun ke atas (Jaliana et al., 2018). Kadar normal asam urat pada laki-laki usia 40 tahun keatas yaitu 2-8,5 mg/dL, pada laki-laki dewasa yaitu 2-7,5 mg/dL, laki-laki usia 10-18 kadar normal 3,6-5,5 mg/dL, sementara pada perempuan dewasa 2-6,5 mg/dL dan pada anak perempuan 3,6-4 mg/dL (Simamora & Saragih, 2019).

(2)

2.1.2 Etiologi Gout Arthritis

Menurut Wiraputra (2017), etiologi dari penyakit gout arthritis digolongkan menjadi 2, yaitu:

1. Gout arthritis primer

Gout arthritis primer umumnya terjadi pada 90% kasus, Gout arthritis primer sering terjadi pada laki-laki usia 30 tahun keatas. penyebabnya belum diketahui secara jelas (idiopatik), namun diduga berkaitan erat dengan kombinasi faktor hormonal dan faktor genetik yang dapat meningkatkan produksi asam urat ataupun berkurangnya pengeluaran kadar asam urat dalam tubuh. Gangguan proses metabolisme dalam tubuh berhubungan dengan obesitas, diabetes mellitus, hipertensi dan dislipidemia.

2. Gout arthritis sekunder

Gout arthritis sekunder terjadi karena konsumsi obat, sebanyak 10% kasus dialami oleh perempuan menopause yang diakibatkan oleh gangguan hormone, makanan dengan zat purin tinggi, kadar trigliserida yang tinggi yang mempengaruhi proses pengeluaran asam urat yang dapat mencetuskan serangan akut pada penderita gout arthritis.

2.1.3 Patofisiologi Gout Arthritis

Awal mula terjadinya gout arthritis berhubungan dengan perubahan kadar asam urat dalam darah yang mengalami peningkatan ataupun penurunan secara mendadak.

Kadar asam urat harus dijaga agar tetap seimbang antara produksi (10%) dan pengeluaran (90%). Bila keseimbangan tidak stabil maka akan menyebabkan peningkatan kadar asam urat dalam darah yang disebut hiperurisemia, yang akan menimbulkan hipersaturasi asam urat. Terjadinya penumpukan kristal monosodium urat

(3)

dapat menimbulkan respon inflamasi dalam tubuh. Dengan adanya serangan berulang- ulang, maka akan menyebabkan terjadinya penumpukan kristal monosodium urat(tophi) yang mengendap di bagian perifer tubuh antara lain tangan dan telinga.

Sendi yang sering terserang yaitu metatarsophalangeal. Selain itu penumpukan kristal monosodium urat dapat memicu batu ginjal. Penumpukan kristal kemudian akan memunculkan aktivasi imun dan pelepasan beberapa sitokin inflamasi neutrophil.

Seiring berjalannya waktu, rongga sendi dapat rusak secara permanen(irreversible), yang akhirnya akan mencetuskan nyeri kronik dan disabilitas pada sendi (Zhaka. wali., 2019).

2.1.4 Faktor Resiko Gout Arthritis

Faktor resiko gout arthritis adalah usia, mengkonsumsi makanan tinggi purin, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi obat-obatan(diuretik), hipertensi, jantung, gangguan fungsi ginjal dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memperhatikan kesehatannya, seperti pola hidup yang buruk (Jaliana et al., 2018).

Gejala gout arthritis dipengaruhi oleh reaksi inflamasi terhadap pembentukan kristal monosodium urat (MSU). Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia. Menurut Efendi, (2018). Hiperurisemia pada penyakit gout arthritis terjadi karena:

1. Pembentukan asam urat dalam darah yang berlebih:

a. Gout arthritis primer metabolik, pembentukan asam urat yang berlebih yang disebabkan berbagai kelainan enzim

b. Gout arthritis sekunder metabolik, pembentukan asam urat yang berlebih karena penyakit lain seperti leukimia

2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal;

(4)

a. Gout primer renal, terjadi adanya gangguan ekskresi karena adanya defisit selektif pada transpor asam urat di tubulus distal ginjal

b. Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal 3. Usia

Gout arthritis dapat terjadi pada setiap tingkatan usia, namun hal ini banyak terjadi pada laki-laki usia ≥30 tahun, sedangkan untuk perempuan kebanyakan terdapat pada usia ≥40 tahun dikarenakan perempuan memiliki gangguan hormone estrogen(menopause).

4. Jenis kelamin

Laki-laki usia ≥30 tahun cenderung beresiko menderita gout arthritis dibandingkan dengan wanita, dikarenakan wanita dapat memproduksi hormone estrogen dan mengeluarkan asam urat pada saat menstruasi, akan tetapi gout arthritis akan berdampak buruk pada wanita yang telah memasuki masa menopause (Efendi, 2018).

5. Konsumsi makanan tinggi purin

Seiring perkembangan zaman masyarakat sangat sulit menghindari makanan cepat saji yang banyak mengandung kolesterol, kalori dan lemak. Gout arthritis muncul karena faktor makanan yang mengandung tinggi purin, Purin merupakan senyawa yang dirombak menjadi asam urat dalam tubuh. Makanan yang mengandung kadar purin tinggi (150-180 mg/100 gram) antara lain jeroan, jamur, kembang kol, bayam, kacang-kacangan, daging sapi, kambing, dan ikan. Makanan yang mengandung purin sedang (9-100 mg/100gr) seperti ayam, ikan, udang tahu, tempe, daging sapi (Jaliana et al., 2018).

Dengan demikian para penderita gout arthritis selalu berusaha menghindari makanan tinggi purin dan ketika mengkonsumsi makanan tinggi purin, para

(5)

penderita gout arthritis meminum obat diuretik sebagai upaya dalam menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.

6. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol dapat meningkatkan produksi asam urat dikarenakan kadar laktat dalam darah meningkat dan akan menghambat pengeluaran asam urat oleh ginjal.

7. Obesitas

Obesitas dapat mengakibatkan retensi leptin, leptin adalah asam amino yang disekresikan jaringan adiposa yang memiliki fungsi perangsang saraf simpatis, meningkatkan sensitivitas insulin, diuresis, natriuresis, angiogenesis dan mengatur nafsu makan. Apabila resistensi leptin terjadi pada ginjal maka akan menimbulkan gangguan diuresis berupa retensi urin, ketika sudah terjadi retensi urin maka akan menyebabkan gangguan pengeluaran kadar asam urat melalui urin pada orang yang obesitas.

8. Stress

Stress secara otomatis dapat meningkatkan sistem metabolisme badan yang dapat berdampak terhadap meningkatnya asam lambung dan kadar asam urat dalam darah (Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, 2017).

9. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan diuretik dapat meningkatkan absorpsi asam urat pada ginjal serta dapat menurunkan pengeluaran kadar asam urat dalam darah (El Ridi R., Tallima, 2017).

(6)

2.1.5 Manifestasi Klinis Gout Arthritis

Gout arthritis terjadi dalam 4 tahap, yaitu: (Lestari et al., 2018) 1. Fase Tanpa Gejala (Asimptomatik)

Pada fase ini terjadi penumpukan kadar asam urat dalam tubuh, akan tetapi belum menunjukkan gejala klinis yang menyertai. Pada tahap ini dianjurkan untuk mengubah gaya hidup dan mengontrol konsumsi makanan agar dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.

2. Fase akut

Pada fase ini ditandai dengan munculnya terasa nyeri seperti ditusuk jarum yang bersifat monoartikular, eritem, bengkak dan panas pada daerah persendian yang terjadi secara tiba-tiba. Pada serangan awal terjadi pada metatarsophalangeal 1(MTP-1) yang biasanya disebut dengan podagra sebanyak 50%. Gejala yang muncul yaitu rasa nyeri pada sendi yang muncul pada malam hari yang dapat berkurang dalam beberapa hari akan tetapi dapat kambuh kembali dalam waktu yang relatif singkat.

3. Fase Interkritikal

Pada fase ini terjadi periode interkritik asimptomatik yaitu fase tanpa gejala namun pada pemeriksaan aspirasi sendi ditemukan kristal monosodium urat. Hal ini menunjukkan adanya proses peradangan akan tetapi tidak ada keluhan. jika tidak ditangani penderita akan mengalami kekambuhan dengan interval waktu kurang dari 1 tahun.

4. Fase kronik

Pada fase ini sudah terjadi deposit kristal monosodium urat(tofi), di beberapa jaringan poliartikular (heliks telinga, bursa olecranon, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatellar dan tendon achilles). Penumpukan tersebut terjadi akibat

(7)

mengkonsumsi makanan tinggi purin, stress, mengkonsumsi obat-obatan pemakaian sepatu yang tidak sesuai ukuran kaki dan faktor lain sebagainya.

2.1.6 Penatalaksanaan Gout Arthritis

Secara umum penanganan gout arthritis bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri pada sendi, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah komplikasi. Penatalaksanaan utama pada penderita gout arthritis meliputi pola hidup(lifestyle) meliputi diet rendah purin dan rendah karbohidrat, menghindari rokok dan alkohol, konsumsi air yang cukup, perawatan komorbiditas dan medikamentosa berdasarkan kondisi penderita.

Penanganan nyeri pada gout arthritis meliputi terapi farmakologis yaitu dengan Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS), yang dapat mengontrol nyeri pada penderita gout arthritis akan tetapi obat tersebut memiliki efek samping seperti iritasi pada sistem gastrointestinal dan iritasi ulserasi pada perut dan usus. Kolkisin bermanfaat untuk menghilangkan rasa nyeri dalam waktu 48 jam pertama dengan mencegah fagositosis kristal neutrophil akan tetapi kolkisin memiliki efek samping seperti nausea dan diare. Kortikosteroid digunakan sebagai penanganan nyeri pada penderita yang tidak terbiasa menggunakan Obat Anti Inflamasi Non Steroid(OAINS), namun kortikosteroid memiliki efek samping yaitu menurunnya sistem imun tubuh terhadap infeksi, mengakibatkan penipisan tulang dan susah dalam menyembuhkan luka atau relatif lama (Wahyu. widyanto, 2017).

Sedangkan untuk terapi non farmakologis memiliki keunggulan yakni tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya dan dapat dilakukan dalam jangka waktu yang Panjang (Lestari et al., 2018). Terapi non farmakologi bisa dengan terapi diet makanan yakni mengkonsumsi makanan dengan zat purin yang rendah. Selain itu juga dapat dengan terapi tradisional yang dapat menurunkan rasa nyeri sendi yaitu dengan

(8)

kompres hangat. Kompres hangat mampu meredakan nyeri dan memberi rasa nyaman, karena dapat menstimulasi kulit yang ditransmisikan ke otak (Tunny et al., 2018). Selain kompres hangat ada upaya untuk menurunkan rasa nyeri yaitu dengan metode kompres jahe merah pada bagian yang sakit. Jahe merah memiliki kandungan gingerol, zingeron, dan shogaol yang memiliki efek analgesik, antioksidan, antiinflamasi, antikarsinogenik dan kardiotonik (Virda yuniarti et al., 2017). Jahe dapat diberikan dengan cara kompres air hangat maupun kompres parutan jahe (Rahayu et al., 2018).

Perbedaan antara kompres air hangat biasa dengan kompres jahe merah yaitu kompres air hangat biasa hanya memberikan efek hangat saja sedangkan pada kompres jahe merah terdapat rasa panas dan pedas (gingerol dan oleoresin tinggi) senyawa yang dapat meredakan rasa nyeri, kaku dan vasodilatasi pembuluh darah. Kompres dengan menggunakan jahe merah merupakan cara alternatif untuk mengurangi rasa nyeri pada penderita gout arthritis karena dapat dilakukan dan dibawa kemana saja dan memungkinkan penderita untuk melakukan aktivitas lain selama melakukan kompres jahe merah (Latulumamina & Aziza, 2018).

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi Konsep Nyeri

Nyeri merupakan gejala penyakit gout yang sangat mengganggu dan menyulitkan dan tak jarang menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis (Suriya, 2016).

Nyeri merupakan pengalaman sensorik maupun emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual maupun potensial. Setiap individu merasakan nyeri dengan cara yang berbeda (Putri et al., 2017).

Nyeri apabila tidak segera ditangani secara adekuat, akan memunculkan respon stres yang berkepanjangan yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan, pembekuan

(9)

darah, menurunkan daya tahan tubuh serta menurunkan fungsi imun sehingga akan memperburuk kualitas Kesehatan (Rahmawati & Hapsari, 2017). Nyeri adalah kondisi perasaan tidak menyenangkan yang bersifat sangat subjektif, dikarenakan perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebut yang dapat menjelaskan rasa nyeri yang sedang dialaminya (Mono Pratiko Gustomi., 2016).

2.2.2 Klasifkasi Nyeri

Menurut Zhaka wali (2019), Nyeri dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang muncul setelah cedera akut, nyeri akut muncul secara tiba-tiba dan tidak berlangsung yakni kurang dari 3 bulan, nyeri akut dapat meredah dengan sendirinya setelah pulih dari kerusakan. Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis yang akan memperlihatkan tanda-tanda seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, dan dilatasi pupil. Seseorang yang mengalami nyeri akut akan menunjukkan respons emosi dan perilaku seperti mengerutkan wajah, mengerang kesakitan dan menangis.

2. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang muncul secara intermitten (terus menerus) yang berlangsung lebih dari 6 bulan bahkan bisa lebih lama, intensitasnya bervariasi dan berdampak buruk terhadap kesehatan fisik dan mental bagi penderitanya.

2.2.3 Alat Pengukur Nyeri

Terdapat 4 metode penilaian skala nyeri dapat dilakukan sebagai berikut: Sari et al (2018).

a. Numerical Rating Scale

(10)

Skala penilaian intensitas nyeri numerik merupakan alat pengukur nyeri yang digunakan sebagai pendamping ataupun pengganti VDS, dengan penilaian skala nyeri 0-10. Dengan hasil (0) dikategorikan tidak nyeri, nyeri ringan (1-3) secara objektif klien mampu berkomunikasi dengan baik, nyeri sedang (4-6) secara objektif klien mendesis, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mampu berkomunikasi dengan baik. Nyeri berat (7-9) secara objektif klien tidak dapat mendeskripsikan nyeri, terkadang tidak dapat mengikuti instruksi. Nyeri hebat (10) klien tidak dapat berkomunikasi dan meringis menahan nyeri.

Gambar 2.1

Skala penilaian intensitas nyeri (Numerical Rating Scale)

b. Verbal Descriptor Scale

Skala pendeskripsi verbal merupakan alat ukur nyeri yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian, yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis yang menunjukkan rangking mulai dari “tidak merasa nyeri” sampai “nyeri yang tak tertahankan”.

Gambar 2.2

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale)

(11)

c. Visual Analog Scale (VAS)

Skala analog visual merupakan alat pengukur nyeri yang lebih sensitif, karena klien dapat menunjukkan rasa nyeri pada rangkaian angka sesuai tingkat nyeri yang dirasakan pada saat itu. Dimulai dari ujung kiri menunjukkan “tidak nyeri” sampai ujung kanan menunjukkan “nyeri berat”.

Gambar 2.3

Skala analog visual (Visual analog Scale)

d. Faces Scale

Skala wajah merupakan alat ukur yang digunakan untuk menentukan skala nyeri yang dirasakan berdasarkan ekspresi wajah, yang terdiri dari enam wajah kartun, wajah dari sebelah kiri menggambarkan wajah tersenyum yang memiliki makna “tidak sakit”, kemudian secara bertahap sesuai nyeri yang dirasakan meningkat menjadi wajah kurang bahagia dan paling kanan menunjukkan wajah yang sedih dan ketakutan yang memiliki makna “sangat merasakan sakit”.

Gambar 2.4 Skala wajah(Faces Scale)

(12)

2.3 Konsep Jahe Merah

2.3.1 Definisi Jahe Merah

Jahe merupakan salah satu tanaman yang dapat beradaptasi terhadap perbedaan suhu, jahe tumbuh baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Selain digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, Jahe juga biasa digunakan sebagai bahan kosmetik dan obat (Sebayang et al., 2020). Jahe merah merupakan jenis rimpang yang banyak digunakan sebagai salah satu bahan obat tradisional di Indonesia. Khasiat jahe merah telah banyak dikaji diantaranya efektif sebagai anti bakteri, anti inflamasi dan anti emetik. Salah satu komponen utama jahe merah adalah golongan senyawa gingerol dan shogaol (Winingsih, 2018).

Sebagai bahan baku obat tradisional, jahe Sunti (jahe merah) banyak dipilih karena kandungan minyak atsiri dengan zat gingerol. Dalam persentase yang tinggi dan oleoresin yang memberikan rasa pahit dan pedas lebih tinggi daripada jahe gajah dan jahe emprit. Jahe merah ini dimanfaatkan sebagai pencahar, anthelmintik, dan peluruh masuk angin. Rimpang jahe merah berkhasiat menghangatkan badan, penambah nafsu makan, peluruh keringat, serta mencegah dan mengobati masuk angin. Disamping itu, jahe juga berkhasiat mengatasi radang tenggorokan(bronchitis), rematik, sakit pinggang, lemah syahwat, nyeri lambung, meningkatkan stamina tubuh, meredakan asma, mengobati kepala pusing, nyeri otot, ejakulasi dini, dan melancarkan air susu ibu(ASI) (Redi Aryanta, 2019).

(13)

2.3.2 Klasifikasi Jahe

a. Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum)

Jahe merah memiliki rimpang (batang tumbuhan yang menjalar) berwarna kuning kemerahan dan memiliki rasa dan aroma yang tajam, dengan panjang 123-126 mm, tinggi 52-104 mm dan ber diameter 42-43mm.

Gambar 2.5 Jahe Merah

2.3.3 Pengaruh Jahe Merah terhadap penurunan rasa nyeri gout arthritis

Jahe memiliki kandungan vitamin C, karbohidrat, protein, kalori, sodium, fosfor, serat, besi, potassium, folat, magnesium, zeng, vitamin A, vitamin B6, niacin dan riboflavin. Beberapa senyawa aktif pada rimpang jahe yang berefek farmakologis terhadap kesehatan, antara lain: minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan komponen yang memunculkan aroma khas pada jahe dengan kandungan zingiberol, zingiberin, zingeron, gingerol borneol, shogaol, sineol, fellandren, kamfena, lemonin dan yang berefek farmakologis terhadap kesehatan, antara lain: minyak atsiri dengan (Widiya et al., 2019). Gingerol dalam jahe memiliki efek sebagai antioksidan, anti kanker, antiangiogenesis, anti arterosklerotik, antiinflamasi, antipiretik, gastroprotektif, kardiotonik, hepatotoksik dan antipiretik (Pairul, 2017).

Khasiat dari jahe yaitu untuk mencegah maupun meminimalisir penyakit, seperti:

batuk, kepala pusing, pegal-pegal, rematik, osteoarthritis, sakit pinggang, masuk angin,

(14)

nyeri otot, rasa sakit saat menstruasi, nyeri lambung, asma, mual saat hamil, gangguan sistem pencernaan, Alzheimer, penyakit infeksi, impoten, gairah seksual rendah, stamina tubuh rendah, produksi air susu ibu terganggu, bronchitis, vertigo, kadar kolesterol jahat, sakit jantung, kanker, gangguan fungsi otak dan trigliserida darah (Redi Aryanta, 2019).

Kompres jahe merupakan campuran air hangat dan juga parutan jahe yang sudah diparut sehingga akan ada efek panas dan pedas. Efek panas dan pedas dari jahe tersebut dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan sirkulasi darah dan menyebabkan penurunan nyeri dengan menyingkirkan faktor-faktor inflamasi seperti bradikinin, histamine dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri. Panas akan merangsang sel saraf menutup sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis dan otak dapat dihambat. Kompres jahe dilakukan dengan cara menempelkan jahe yang telah di sangrai dan di tumbuk terlebih dahulu di area persendian yang mengalami nyeri lalu kemudian dibalut dengan menggunakan kasa gulung, kompres ini dilakukan selama 20 menit (Zuriati, 2017). Jahe yang diletakkan pada area persendian dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi lancar agar rasa nyeri menjadi berkurang, selain itu jahe mengandung gingerol yang dapat membantu dalam menurunkan nyeri.

Kompres jahe merah akan memberikan respon lokal akan mengirimkan impuls dari perifer ke hipotalamus. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipothalamus diransang, sistem efektor mengeluarkan signal yang mulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke setiap

(15)

jaringan bertambah, khususnya yang mengalami radang dan nyeri, sehingga terjadi penurunan nyeri sendi pada jaringan yang meradang (Liana, 2019).

Menurut Mutiara, Pratiwi (2017), ketika pasien mengalami nyeri dimana pada saat kompres diletakkan ditempat yang nyeri maka rasa panas tersebut akan berpindah ketubuh atau kulit, sehingga terjadilah proses konduksi yang terjadi pada tubuh sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan otot yang tegang agar otot menjadi relaksasi dan rasa nyeri akan berkurang. Adanya O2 dan CO2 meningkat serta penurunan pH darah yang akan merangsang reseptore sensorik sehingga nyeri tidak diteruskan ke otak (Ani, 2016).

Jahe merah memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan dengan jahe emprit dan jahe gajah dikarenakan dalam jahe merah memiliki komponen yang memberikan rasa pahit dan pedas (olerasin) mencapai 3%(Anggraeni, 2019). Jahe merah sering kali diaplikasikan untuk menurunkan rasa nyeri, karena jahe merah memiliki efek anti inflamasi serta memiliki komponen aktif yang terdiri dari shongaol dan gingerol yang berfungsi menambahkan rasa panas pada kompres hangat, selain itu kandungan skilooginase pada jahe merah mampu menghambat leukotrin dan prostaglandin yang merupakan mediator rasa nyeri (Zhaka Wali, 2019).

Gambar

Gambar 2.5 Jahe Merah

Referensi

Dokumen terkait

sudah memiliki kepuasan terhadap konsumsi produk maka mereka akan cenderung untuk memiliki niat untuk datang kembali dikemudian hari ataupun bersedia untuk

4.b SPAM di Kawasan Kumuh/Nelayah Pembangunan SPAM di Kawasan Kumuh/Nelayan Pembangunan sarana air bersih di Kawasan Kumuh/Nelayan Optimalisasi sarana air minum di Kawasan

Sehingga dari permasalahan yang ada mendorong penulis untuk mengidentifikasi citra ikan berformalin dengan menggunakan metode MLP (Multilayer Perceptron) yang

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul perlu dioptimalkan fungsinya dengan menetapkan RSUD sebagai Unit

424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi BAB II, pasal 2, ayat 1, bahwa perusahaan asuransi dan reasuransi setiap saat wajib

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

"embatan yang didesain oleh *eon #olomon Moissei ini mulai dibangun pada 1 Oktober 11( 0emasangan kabel utama dilaksanakan pada 1 Agustus 17( 0ada tanggal

Pembangunan dan kepesatan ekonomi Tanah Melayu telah menggalakkan kedatangan buruh-buruh asing untuk bekerja di kawasan perlombongan bijih timah, estet-estet getah dan kawasan