• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Manajemen Keuangan

2.1.1. Keuangan Secara Umum

Brigham, Eugene F., Houston, Joel F., 2003, “Fundamentals of Financial Management”, 10th Edition, Thomson-South Western, pp 4, mengatakan bahwa pada dasarnya keuangan secara umum dapat terbagi menjadi 3 bagian yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu:

(1) Pasar uang dan pasar modal (Money and Capital Markets), adalah di mana diperdagangkannya surat-surat berharga dan segala sesuatu yang berhubungan dengan institusi keuangan.

(2) Investasi (Investments), bagian ini berfokus pada pengambilan-pengambilan keputusan yang dibuat baik secara individu maupun oleh institusi keuangan dalam proses pemilihan surat-surat berharga yang akan dipilih dalam portofolio investasi mereka.

(3) Manajemen Keuangan (Financial Management), atau keuangan bisnis, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan keuangan dalam sebuah perusahaan.

(2)

2.1.2. Manajemen Keuangan

Perkembangan dalam manajemen keuangan seperti diungkapkan oleh Brigham, Eugene F., Houston, Joel F., 2003, “Fundamentals of Financial Management”, 10 Edition, Thomson-South Western, pp 6, terbagi menjadi 4 bagian besar, yaitu:

th

• Pada saat Manajemen Keuangan memisahkan diri dan menjadi sebuah bidang bahasan studi yang berdiri sendiri pada awal tahun 1990-an, di mana pada tahap ini, manajemen keuangan menitikberatkan pada aspek-aspek hukum dari proses merger, bagaimana struktur dan susunan sebuah perusahaan yang baru, dan tipe-tipe surat berharga apa saja yang seharusnya dikeluarkan oleh perusahaan guna peningkatan modalnya.

• Pada saat kejatuhan ekonomi sekitar tahun 1930-an di Amerika Serikat, titik berat bidang studi manajemen keuangan beralih menjadi soal kebangkrutan (bankruptcy), pembenahan organisasi (reorganization), likuiditas perusahaan (corporate liquidity), dan peraturan-peraturan pada pasar sekuritas (regulation of security market).

• Awal tahun 1950-an, keuangan menjadi sebuah pemikiran yang deskriptif, lebih berfokus pada institusi, dan lebih berdiri pada sisi investor dari pada sebagai manajer.

• Kemajuan pada theoretical analysis pada akhir tahun 1950-an, dimana fokus dalam keuangan beralih dari pengambilan keputusan manajerial menjadi bagaimana memaksimalkan nilai perusahaan.

(3)

2.1.3. Tujuan Perusahaan

Menurut Keown, Arthur J., Martin, John D., 2002, “Financial Management- Principles and Applications”, 9th Edition, Prentice Hall International, pp 3, bahwa tujuan perusahaan adalah :

“... goals of the firms should be maximization of shareholders wealth, by which we mean maximization of the price of the existing common stock.”

Sama halnya dengan Keown, Brigham, Eugene F., Houston, Joel F., 2003,

“Fundamentals of Financial Management”, 10th Edition, Thomson-South Western, pp 15, mengatakan bahwa:

“The primary goal for management decisions; considers the risk and timing associated with expected earning per share in order to maximize the price of the firm’s common stock”

Berdasarkan kedua ahli keuangan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham dengan cara meningkatkan nilai perusahaan yang mana nilai perusahaan tercermin dari harga saham yang diperdagangkan.

2.1.4. Memaksimalkan Kesejahteraan Pemegang Saham

Keown, Arthur J., Martin, John D., 2002, “Financial Management- Principles and Applications”, 9 Edition, Prentice Hall International, pp 4, mengungkapkan bahwa:

th

“In formulating the goal of maximization of shareholders wealth, we are doing nothing more than modifying the goal of profit maximization to deal with the

(4)

complexities of the operating environment. We have chosen maximization of shareholders wealth-that is, maximization of the market value of the existing shareholder’s common stock- because the effects of all financial decisions are thereby included. The market price of the firm’s stocks reflect the value of the firm as seen by its owners and takes into account the complexities and complications of the real-world risk.”

Bagaimana caranya memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham?

Bagaimana caranya para Chief of Financial Officer dapat memaksimalkan kesejahteraan para para pemegang sahamnya? Menurut Brigham, Eugene F., Houston, Joel F., 2003, “Fundamentals of Financial Management”, 10th Edition, Thomson-South Western, pp 25, kesejahteraan para pemegang saham dapat ditingkatkan melalui:

“Within the firm, managers make investment decisions regarding the types of products or services produced, as well as the way goods and services are produced and delivered. Also, managers must decide how to finance the firm – what mix of debt and equity should be used and what specific types of debt and equity securities should be issue? In addition, the financial managers must decide what percentage of current earnings to pay out as dividend rather than retained and reinvest.”

Ditambahkan pula oleh Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., 2002,

“Corporate Finance”, 6th Edition, McGraw Hill, pp 5, bahwa memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham dapat dilakukan dengan cara meningkatkan nilai

(5)

perusahaan, di mana nilai perusahaan itu sendiri dapat ditingkatkan dengan cara sebagai berikut:

1. Perusahaan dapat membeli aktiva-aktiva yang dapat menghasilkan arus kas lebih banyak daripada biaya yang harus dikeluarkannya.

2. Perusahaan dapat menerbitkan obligasi dan saham ataupun instrumen keuangan lainnya yang dapat meningkatkan lebih banyak alur kas dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkannya.

2.2. Struktur Modal

Secara umum, perusahaan dapat memilih dari begitu banyak kombinasi struktur modal guna memaksimalkan nilai perusahaan, mulai dari menerbitkan saham preferen dengan bunga mengambang, obligasi, warrants, convertible bonds, dan lain- lain. Namun, kombinasi dari struktur modal tersebut jarang terjadi pada pasar modal Indonesia sehingga struktur modal yang kita fokuskan hanyalah kombinasi antara hutang dan saham.

2.2.1. Teori Struktur Modal

Teori-teori struktur modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene F., Houston, Joel F., 2003, “Fundamentals of Financial Management”, 10 Edition, Thomson-South Western, pp 498, terbagi atas:

th

(6)

1. Modigliani and Miller’s; Theory 1

Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh Prof. Modigliani and Merton Miller (disingkat MM), terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh pada dunia keuangan. MM mengungkapkan bahwa dibawah beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga mengatakan bahwa walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya.

Asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini adalah sebagai berikut:

! Tidak ada biaya perantara (brokerage costs)

! Tidak ada pajak (taxes)

! Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost)

! Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi perusahaan di masa yang akan datang.

! Pendapatan Operasional (EBIT) tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.

Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM diatas, namun perlu diakui bahwa hasil yang didapat (walaupun tidak reliastik) adalah penting, karena dengan tidak realistiknya teori struktur modal diungkapkan oleh MM, malah memberikan petunjuk tentang apa saja yang

(7)

dibutuhkan agar struktur modal menjadi relevant sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.

2. Modigliani and Miller’s; Theory 2 – The Effect of Taxes

Pada tahun 1963, MM mulai menyadari bahwa tidak adanya pajak perusahaan (Corporate Taxes) adalah tidak mungkin, sehingga pada revisi teorinya yang pertama, MM mulai menghilangkan asumsi tersebut.

Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang dari pendapatan operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham, perusahaan harus membayarkan dividen, dan karena dividen tidak bisa menjadi faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka seberapapun dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, MM mengungkapkan bahwa dengan asumsi pada teori pertama (tidak termasuk pajak perusahaan) maka struktur modal perusahaan yang optimal adalah dengan menggunakan 100% hutang.

Namun, kembali, beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton Miller (yang kali ini tanpa Prof. Modogliani), dimana dia mengungkapkan bahwa pajak individu (Personal Taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan. Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan

(8)

bersedia menerima imbal hasil sebelum pajak (before-tax returns) pada saham dibandingkan dengan imbal hasil sebelum pajak pada hutang. Sehingga Miller mengungkapkan 2 poin penting pada revisi teori struktur modalnya sebagai berikut:

(1) Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui hutang adalah yang lebih baik

(2) Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan pajak pada hutang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham menjadi lebih baik.

3. The Effect of Potential Bankruptcy Theory

Hasil yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga tidak relevan, di mana MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang bisa jadi adalah biaya yang sangat mahal.

Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and accounting expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan hilangnya kepercayaan dari konsumen, suplier dan bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi,

(9)

kebangkrutan seringkali memaksa perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada meneruskan operasional perusahaan.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan seringkali muncul apabila perusahaan lebih banyak menggunakan hutang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan menurunkan tingkat pengunaan hutang hingga pada level yang wajar.

Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu:

1. Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri.

2. Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.

4. Trade Off Theory of Leverage

Teori ini mengungkapkan bagaimana perusahaan dapat melakukan trade off keuntungan-keuntungan dari penggunaan hutang terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan.

Observasi yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal seperti dibawah ini:

! Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan hutang lebih murah dari pada menerbitkan saham baik saham biasa ataupun saham preferen, karena dengan penggunaan hutang, perusahaan mempunyai tax benefit.

Semakin besarnya hutang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan, akan semakin besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan yang dapat dinikmati oleh para investor, yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut.

(10)

! Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% hutang dalam struktur modalnya dengan alasan utama yaitu agar dapat menekan jumlah biaya kebangkrutan yang akan ditimbukan apabila menggunakan hutang terlalu besar.

! Adanya ambang batas dalam penggunaan hutang.

5. Signaling Theory

Kembali, berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh MM bahwa para investor mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (Symmetric Information) adalah tidak demikian adanya, karena pada kenyataannya para manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut Asymmetric Information, dan informasi seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang optimal.

Seseorang yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan cenderung berusaha menghindari penjualan saham sehingga secara tidak langsung memaksa perusahaan menggunakan hutang melebihi dari target normal dalam struktur modalnya. Begitu juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah negatif maka akan banyak investor yang melakukan aksi jual. Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public dengan melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai SIGNAL bahwa prospek kinerja perusahaan ke depan cenderung negatif.

(11)

Bagaimana implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan?

Seperti diungkapkan diatas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal dan cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa-masa normal harus mempertahankan Reserve Borrowing Capacity, yaitu kemampuan meminjam uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi.

Perusahaan dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit hutang dari apa yang diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure- nya sebagai cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan hutang secara berlebihan.

2.2.2. Batas Penggunaan Hutang

Pengunaan hutang yang mempunyai keuntungan pajak membuat biaya struktur modal (cost of capital) menjadi lebih murah apabila dibandingkan dengan pembiayaan struktur modal melalui penerbitan saham, Namun dengan penggunaan hutang yang berlebihan akan menyebabkan ketakutan dari para investor, apakah perusahaan mampu membayar hutang-hutangnya tersebut (cost of financial distress) dan juga para investor akan beranggapan bahwa perusahaan mempunyai kinerja yang buruk yang lambat laun akan mengalami kebangkrutan. Kehilangan kepercayaan ini akan mendorong para investor untuk melakukan aksi jual saham yang dimilikinya

(12)

sehingga akan menurunkan harga saham yang berarti juga menurunkan nilai perusahaan.

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa dengan penggunaan hutang pada level tertentu akan membuat biaya modal menjadi lebih murah namun apabila hutang digunakan melebihi batas wajar, malah akan menyebabkan menurunnya nilai perusahaan.

Menurut Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., 2002, “Corporate Finance”, 6th Edition, McGraw Hill, pp 425, ada beberapa cost of financial distress yang harus dikeluarkan perusahaan apabila perusahaan mempunyai hutang yang berlebihan, yaitu:

1. Direct Cost of Financial Distress: Legal and Administrative Cost of Liquidation or Reorganization

Biaya yang dikeluarkan untuk membayar pengacara yang terlibat pada tahap sebelum dan selama proses kebangkrutan serta biaya-biaya administrasi lainnya.

2. Indirect Cost of Financial Distress

Sulitnya mengembalikan kepercayaan para investor dan supplier adalah biaya yang paling besar yang harus dibayarkan secara tidak langsung oleh perusahaan, karena biasanya penjualan akan menurun drastis akibat dari ketidakpercayaan tersebut.

3. Agency Costs

Pengunaan hutang juga akan memicu conflicts of interest antara stockholders dan bondholders, dimana masing-masing pihak akan berusaha untuk

(13)

mendahulukan kepentingannya sendiri-sendiri apabila terjadinya financial distress.

2.3. Biaya Modal

Seperti telah disinggung diatas bahwa masing-masing instrumen dalam struktur modal mempunyai biaya yang harus dikeluarkan, Keown, Arthur J., Martin, John D., 2002, “Financial Management- Principles and Applications”, 9 Edition, Prentice Hall International, pp 383 mengungkapkan bahwa,

th

“There are three basic types of financing instrument and securities: Debt, preferred stocks and common stocks. In calculating the respective cost of financing from each financing instruments, we estimate the investor’s required rate of return properly adjusted for any transaction or floatation costs associated with each funding source. In addition, because we will be discounting after-tax cash flow, we should adjust our cost of capital for any influence of corporate taxes. In summary, the cost of a particular source of capital is equal to the investor’s required rate of return after adjusting the effects of both floatation cost and corporate taxes.”

2.3.1. Biaya Hutang

2.3.1.1. Biaya Hutang sebelum Pajak, k

Required rate of return adalah sama dengan imbal hasil yang diminta oleh para investor sebagai balasan karena telah meminjamkan uangnya pada perusahaan.

d

(14)

( ) (

d

)

n

n

t

t d t

d k

M k

NP I

+ +

=

+

= 1

$

$ 1

$

1

Di mana:

! adalah pendapatan bersih (Net Proceeds) yang diterima oleh perusahaan dalam menerbitkan bond.

NPd

! adalah jumlah (dalam dollar) bunga yang dibayarkan kepada para investor pada periode t untuk setiap bond yang diterbitkannya.

It

$

! adalah nilai jatuh tempo (maturity value) dari setiap bond yang dikeluarkan yang akan dibayarkan pada periode n

! adalah biaya hutang sebelum pajak (before-tax cost of debt) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

M

$

kd

! n adalah jumlah periode jatuh tempo

2.3.1.2. Biaya Hutang sesudah Pajak

Biaya hutang setelah pajak (after-tax cost of debt)

(

c

)

d T

k 1− Di mana:

! T adalah besarnya tarif pajak perusahaan yang harus dibayarkan c

2.3.2. Biaya Saham Preferen, kps

Biaya yang harus dikeluarkan apabila perusahaan menerbitkan saham preferen adalah sebesar:

(15)

ps ps

NP kps= D

Di mana:

! adalah dividen yang harus dibayarkan bagi para pemegang saham preferen

Dps

! NPps is pendapatan bersih (Net Proceeds) per preferred stock

2.3.3. Biaya Saham Biasa, kcs

2.3.3.1. Biaya Internal Saham Biasa (Laba ditahan), kcs

Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan apabila mendapatkan modal secara internal, yaitu yang berasal laba yang ditahan (retained earnings) adalah sebagai berikut:

P g k D

cs

cs = 1 +

Di mana:

Pcs

! adalah ekspektasi dividen tahun depan

! adalah harga saham yang berlaku saat ini g

D1

! adalah tingkat pertumbuhan dividen per tahun

kncs

2.3.3.2. Biaya Eksternal Saham Biasa (Penerbitan Saham Baru),

Biaya yang harus dikeluarkan perusahaan apabila menerbitkan saham baru adalah sebesar:

(16)

NP g k D

cs

ncs = 1 +

Di mana:

NPcs

! adalah pendapatan bersih (Net Proceeds) setelah dikurangi floatation costs per lembar saham yang terjual

2.4. Rasio Keuangan

Perusahaan yang menggunakan financial leverage, cenderung lebih memilih menggunakan hutang dibandingkan dengan penerbitan saham dalam struktur modalnya. Dengan menghitung financial leverage yang digunakan perusahaan, dapat diketahui seberapa besar ketidakmampuan perusahaan dalam melunasi hutang- hutangnya (default). Semakin tinggi jumlah hutang yang dimiliki oleh sebuah perusahaan, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi keawajiban-kewajibannya dalam membayar hutang, atau dengan kata lain, dengan tingkat penggunaan hutang yang tinggi akan menyebabkan tingginya kemungkinan kebangkrutan dan juga menimbulkan financial distress bagi para investornya.

2.4.1. Debt/Assets Ratio

Menurut Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., 2002, “Corporate Finance”, 6th Edition, McGraw Hill, pp 35, Debt/Asset Ratio adalah sebagai berikut:

Debt/Assets Ratio =

s TotalAsset

TotalDebt

(17)

Debt/Assets Ratio dapat dijadikan sebagai alat penyedia informasi bagi para kreditur tentang kemungkinan perusahaan dari kebangkrutan serta seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mencari additional financing guna pembiayaan peluang investasi yang potensial di masa yang akan datang.

2.4.2. Debt/Equity Ratio

Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., 2002, “Corporate Finance”, 6th Edition, McGraw Hill, pp 35, merumuskan Debt/Equity Ratio adalah sebagai berikut:

Debt/Equity Ratio =

y TotalEquit

TotalDebt

Menurut http://www.investorwords.com/cgi-bin/getword.cgi?1316

Debt/Equity Ratio dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menghitung seberapa besarnya leverage yang digunakan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan yang mempunya D/E Ratio yang besar dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar kepada para shareholdersnya seiring dengan tingginya risiko yang dihadapi bila dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai D/E Ratio yang lebih kecil.

2.4.3. Long Term Leverage

Jusuf, Jopie., 2000,”Analisis Kredit untuk Account Officer”, Edisi ke-5, Gramedia Jakarta, pp 57, merumuskan Long Term Leverage sebagai berikut:

Long Term Leverage

y TotalEquit

bt LongTermDe

=

(18)

Long Term Leverage ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi hutang jangka panjang terhadap jumlah modal yang dimiliki oleh perusahaan guna mendanai sisi aktiva perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif yaitu metode yang mengumpulkan, merumuskan dan mengklasifikasi serta menginterpretasikan data

Keith Davis dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2017:129) mengemukakan bahwa “discipline is management action to enforce organization standarts”. Berdasarkan pendapat Keith

Meningkatnya kebutuhan manusia menyebabkan banyaknya hutan mangrove yang ditebang, diubah untuk berbagai kepentingan seperti pertambakan, pemukiman dan

Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan , permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fi sik atau isyarat yang bersifat

- bahwa Majelis tidak sependapat dengan dalil Pemohon Banding yang menyatakan ketentuan yang harus dipergunakan dalam pemajakan atas keuntungan karena pengalihan

Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan memanfaatkan motor listrik sebagai sumber tenaga yang diteruskan kepuli dan transmisi sabuk, lalu diteruskan keputaran

1) Manajemen Sumber Daya Manusia. 2) Manajemen Sumber Daya Keuangan. 3) Manajemen Sarana dan Prasarana. 4) Manajemen Teknologi dan Informasi (IT). Maksud dan tujuan. Laporan ini

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis bakteri yang ditemukan pada air tambak dan udang galah segar dengan media chromocult, mengamati pengaruh konsentrasi chitosan