• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS PROSES LAS FCAW/SMAW DAN SALINITAS TERHADAP SIFAT MEKANIK WELD JOINT MATERIAL BAJA PADA UNDERWATER WELDING DI LINGKUNGAN LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS PROSES LAS FCAW/SMAW DAN SALINITAS TERHADAP SIFAT MEKANIK WELD JOINT MATERIAL BAJA PADA UNDERWATER WELDING DI LINGKUNGAN LAUT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

8

PENGARUH JENIS PROSES LAS FCAW/SMAW DAN SALINITAS TERHADAP SIFAT MEKANIK WELD JOINT MATERIAL BAJA

PADA UNDERWATER WELDING DI LINGKUNGAN LAUT

Herman Pratikno

Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, email: hermanp@oe.its.ac.id

Abstract: Generally designed offshore building to hold up 20 years and the platform cons- truction have to be guaranteed from facet of strength and its safety in accepting environ- mental effects. In the event of damage under loadline, it is needed technology of underwater to be handled peculiarly. This research evaluates influences of welding pro- cess and salinity toward mechanical properties of weld joint steel material of underwater welding in marine environment. Underwater welding conducted by comparing method of SMAW and FCAW wet welding with variation of salinity 33o/oo and 37o/oo and material also welded in air as an comparator. Through tensile test and hardness test obtained by a tensile strength and the material hardness which with FCAW process is bigger compared to with process of SMAW underwater at salinity 37o/oo. This happen because of excelsior of salinity hence the refrigeration speed more and more high so that result material getting louder and brittle. This is marked with elongation and reduction of area is small of salinitas 33 o/oo and air. At metalography examination with welding process of SMAW and also FCAW, its microstructure formed by martensite at welding at salinity 37o/oo more than at salinity 33o/oo and also in air. This matter is effect of highest refrigeration at salinity of larger ones. Through macrostructure metallography examination in underwater wel-ding, it was found that there are many of hydrogen embrittlement due to water disasso-ciation during welding process.

Keywords: Underwater Welding, SMAW, FCAW, Mechanical Properties, Salinity

PENDAHULUAN

Salah satu kebutuhan teknologi le- pas pantai yaitu perencanaan, pembangu- nan dan pemeriksaan konstruksi anju- ngan minyak lepas pantai. Pada umum- nya bangunan lepas pantai dirancang untuk tahan 20 tahun dan selama 20 tahun itu konstruksi platform tersebut ha- rus dijamin dari segi kekuatan dan kese- lamatannya dalam menerima beban aki- bat lingkungan sekitarnya yaitu gelom- bang, angin, gempa bumi dan juga beban- beban perlengkapa atas platform.

Walaupun dirancang selama kurang lebih 20 tahun, namun bukanlah tidak

mustahil sebelum jangka waktu tersebut konstruksi akan mengalami kerusakan.

Apabila kerusakan yang terjadi di atas garis air maka tidaklah terlalu rumit untuk diperbaiki, tetapi bila kerusakan yang terjadi di bawah garis air maka di- perlukan teknologi bawah air yang akan ditangani secara khusus dengan persya- ratan yang khusus pula. Pada industri perkapalan, kapal secara berkala dibawa ke dry dock untuk direparasi. Sedangkan pada struktur lepas pantai (terutama je- nis fixed) tidak didesain demikian, sehing- ga kegiatan reparasi harus dilakukan di tengah laut (lokasi yang bersangkutan).

Hal ini menyebabkan pekerjaan bawah air

(2)

menjadi hal yang teramat penting (Joshi, 2000).

Wet Welding FCAW

Flux Cored Arc Welding (FCAW) adalah suatu proses pengelasan busur antara elektroda filler metal yang dium- pankan terus menerus dengan bidang material yang dilas. Ditinjau dari segi pe- nggunaan adalah, menggunakan kawat las yang sekaligus berfungsi sebagai elek- troda. Elektroda tersebut berupa gulu- ngan kawat (rol) yang gerakannya diatur oleh motor listrik. Kecepatan gerakan elektroda dapat diatur sesuai dengan ke- butuhan. Tangkai las dilengkapi dengan nozel logam untuk menyemburkan gas.

Gas yang dipakai adalah CO2 untuk pe- ngelasan baja dari baja lunak, argon atau campuran argon dan helium untuk penge- lasan alumunium dan baja tahan karat (Harsono W 1996).

Keuntungan yang diperoleh dari proses FCAW

Keuntungan yang diperoleh dari proses las FCAW adalah: (a) Kualitas de- posit logam yang tinggi; (b) Deposit rate tinggi; (c) Faktor operasi tinggi, mudah di- lakukan otomatisasi; (d) Pengelasan baja dengan macam-macam ketebalan yang lebih; (e) Bentuk hasil lasan yang baik, smooth dan uniform; (f) Pengunaan elek- troda relatif tinggi; (g) Kecepatan gerakan relatif tinggi; (h) Perencanaan sambungan ekonomis; (i) Mengurangi deformasi pun- tiran dibandingkan proses SMAW.

Keterbatasan Penggunaan Proses FCAW Sedangkan keterbatasan penggu- naan proses FCAW meliputi: (a) Perleng- kapan FCAW lebih mahal dan kompleks dari pada perlengkapan SMAW walaupun produktifitas yang dihasilkan sama;

(b) Penggunaan FCAW terbatas, hanya

digunakan untuk pengelasan ferrous metal dan nickel base alloy; (c) FCAW hanya digunakan pada bahan logam, teru- tama baja; (d) Kawat elektroda yang digunakan lebih mahal pada berat dasar daripada kawat elektroda padat.

Wet Welding SMAW

Wet Welding adalah pengelasan ba- wah air yang dilakukan secara langsung tanpa adanya perekayasaan kondisi ling- kungan air di sekitar lokasi pengelasan.

Teknik yang sering digunakan dalam wet welding ini adalah SMAW (yang juga biasa disebut sebagai stick welding). Elektroda yang digunakan adalah biasanya adalah AWS E 6013 dengan pelapis yang bersifat waterproof (Feelus, 2000).

Keuntungan SMAW Wet Welding

Menurut Joshi (2000) keuntungan SMAW Wet Welding meliputi: (a) Serba- guna dan rendah biaya, menyebabkan metode ini sangat diminati; (b) Keun- tungan lainnya adalah kecepatan, dima- na pengoperasiannya mudah dipindah- kan; (c) Biaya lebih sedikit (lebih murah) dibanding dengan dry welding; (d) Wel- der dapat meraih lebih banyak bagian pada offshore platform dibandingkan pengelasan dengan metode yang lain.

Kelemahan SMAW Wet Welding

Kelemahan SMAW Wet Welding adalah: (1) Hydrogen embrittlement ter- jadi sebagai bentuk disosiasi air pada dae- rah penyalaan busur. Disamping itu wet welding juga dapat menyebabkan crack dan microscopic fissures (belahan mikros- kopis). Crack yang merambat nantinya dapat menyebabkan catastrophic failure pada struktur; (2) Kelemahan yang lain- nya adalah poor visibility. Terkadang welder tak mampu mengelas dengan baik.

(3)

10 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010 Gambar 1. Diagram TTT untuk baja hypotectoid

Kecepatan Pendinginan

Struktur mikro dan sifat mekanis akhir lasan sangat ditentukan oleh laju pendinginan. Kecepatan pendinginan kri- tis atau Critical Cooling Rate (CCR) adalah kecepatan pendinginan dimana pada ba- tas ini cenderung timbulnya retak besar sekali, untuk baja akan terbentuk struktur martensit yang keras dan getas.

Uji Tarik

Kekuatan tarik merupakan sifat me- kanik logam yang penting. Terutama un- tuk perencanaan konstruksi maupun pe- ngerjaan logam tersebut. Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui dengan menguji tarik pada bahan yang bersang- kutan. Dari hasil pengujian tarik tersebut dapat diketahui pula sifat-sifat yang lain, seperti: kekuatan mulur, perpanjangan, reduksi penampang, modulus elastisitas, dan sebagainya.

Pengamatan Metalografi

Pengamatan metalografi didasarkan pada perbedaan intensitas sinar pantul

permukaan logam yang masuk ke dalam mikroskop, sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Pe- ngamatan ini akan dilakukan sesuai stan- dar ASTM E3-01. Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka permukaan logam tersebut terlebih dahu- lu dilakukan persiapan berikut: (a) Pemo- tongan spesimen; (b) Mounting spesimen (bila diperlukan); (c) Grinding dan poli- shing; (d) Etsa.

Pengujian Kekerasan Rockwell

Prosedur pengujian kekerasan rock- well dilakukan dengan menekan indentor dengan beban awal 10 kg, yang menye- babkan kedalaman indentasi (h), jarum di set pada angka nol skala hitam, setelah itu beban awal masih tetap.

Karena indentasi cukup kecil, di- samping itu metode pengukur yang digu- nakan, maka dalam persiapan specimen harus diperhatikan hal berikut: (a) Per- mukaan spesimen harus datar, halus serta bebas dari kotoran, minyak, benda asing maupun cacat; (b) Ketebalan spe-

(4)

simen minimum harus 0.01 inchi;

(c) Dashpot harus diatur pada pembe- banan 100 kg, handle berhenti bergerak dalam waktu 4 - 5 detik.

METODE PENELITIAN

Secara garis besar metode pene- litian dapat digambarkan dengan flow chart seperti terlihat pada Gambar 3.

Pengelasan SMAW

Sebelum dilakukan proses penge- lasan SMAW maka perlu dipersiapkan spesimen uji dan ba-han penelitian yaitu:

(a) Spesimen baja tipe A36 dengan uku- ran 150x240x10 mm yang telah di bevel;

(b) Eletroda las AWS E6013 RB 26 diame- ter 2,6 mm dan 3,2 mm yang telah di coa- ting dengan lilin; (c) Larutan media uji pa- da Salinitas 33o/oo; (d) Larutan media uji pada salinitas 37o/oo.

Pengelasan FCAW

Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pengelasan FCAW dila- kukan adalah: (a) Spesimen baja A36 de- ngan ukuran 150x240x10 mm yang telah di bevel; (b) Eletroda las AWS A 5.20 (E71- T diameter 1.2 mm); (c) Larutan uji dalam salinitas 33o/oo; (d) Larutan uji dalam sa- linitas 37 o/oo.

Pembuatan Spesimen Uji

Untuk spesimen uji tarik bentuk dan ukuran berdasarkan AWS 2004. Pada Las SMAW yang dilakukan di darat, di lingku- ngan laut salinitas 33o/oo dan 37o/oo ma- sing-masing ada tiga sampel spesimen uji tarik. Begitu juga pada jenis proses las FCAW di buat tiga sampel tiap variasinya.

Spesimen Pengamatan Metalografi Untuk persiapan pengamatan meta- lografi, persiapan spesimennya dimulai dengan beberapa tahap: (a) Persiapan spesimen dengan ukuran 60X20X10 mm;

(a) Permukaan yang akan diamati diha- luskan menggunakan mesin poles; (c) Pe- molesan dilakukan dengan kertas gosok tahan air dengan grade bertingkat mulai dari grade 80 hingga 2000; (d) Pemolesan dilakukan hingga permukaan spesimen bersih, mengkilap dan tidak lagi ada gore- san; (e) Untuk foto makro, permukaan spesimen dietsa sesuai dengan standar ASTM E 340. Untuk foto mikro, permuka- an spesimen dietsa dengan nital 4% (se- suai dengan standar ASTM E407).

Spesimen Uji Kekerasan

Ukuran spesimen uji kekerasan sa- ma dengan ukuran spesimen untuk pe- ngamatan metalografi, bedanya adalah permukaan spesimen tidak dietsa. Titik yang akan diuji adalah pada Gambar 5.

Gambar 2. Spesimen uji tarik

(5)

12 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Material uji (Mild Steel ASTM A36)

Persiapan Larutan Media Uji Pada Salinitas : 33 0/00 dan 37 0/00 (ASTM D1141-90)

Persiapan Percobaan

Pengelasan bevel single V groove ASTM A36 dengan proses las SMAW

=> Di lingkungan laut pada : - Salinitas 33 0/00 - Salinitas 37 0/00

=> Di darat

Pengelasan bevel single V groove ASTM A36 dengan proses las FCAW

=> Di lingkungan laut pada : - Salinitas 33 0/00 - Salinitas 37 0/00

=> Di darat

Uji Tarik (ASTM E8M)

Uji Kekerasan (ASTM E92)

Pengamatan Metalografi (ASTM E3-01)

Analisa data dan pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3. Diagram alir penelitian

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Hasil Pengujian Tarik pada Las SMAW dan FCAW

Dapat dilihat bahwa kekuatan tarik las SMAW lebih kecil nilainya dibanding- kan pengelasan yang menggunakan FCAW untuk tiap-tiap media pengelasan.

Hal ini dikarenakan pada las FCAW me- miliki kualitas deposit logam yang tinggi, mudah dilakukan otomatisasi, kecepatan gerakan relatif tinggi. Selain itu juga kare- na perbedaan elektrode yang digunakan pada masing-masing proses las. Kekuatan

tarik maksimum pada hasil las yang di- lakukan di lingkungan laut salinitas 37o/oo.

Karena proses pendinginan yang cepat maka material akan makin kuat dan keras namun getas.

Struktur Makro

Foto struktur makro material baja yang dilas di darat dengan proses las SMAW tampak bahwa leburan filler metal antar layer berlangsung dengan sempur- na. Bentuk HAZ-nya pun teratur. Di dae- rah tengah hasil lasan tampak adanya ca- cat las porosity. Porositas pada under- water wet welding disebabkan karena

(6)

udara yang terperangkap di dalam logam pengelasan yang tidak sempat keluar ka-

rena adanya pendinginan cepat pada dae- rah pengelasan.

Gambar 4. Spesimen Metalografi

Gambar 5. Spesimen uji kekerasan

Foto struktur makro material baja A36 yang dilas di lingkungan laut pada las SMAW tampak jelas bahwa leburan antar layer tidak sempurna, ditandai dengan terlihatnya garis-garis antar layer. Hal ini disebabkan karena media pengelasan di- lakukan dalam keadaan terendam air, sehingga terjadi pendinginan cepat di se- tiap layer-nya. Lebar HAZ baik pada pe- ngelasan SMAW di lingkungan air laut

tampak sangat tidak teratur, dan ditandai dengan over laping dan cacat undercut yang menggerus bevel base metal. Selain itu juga tampak terjadi retak antara capping dan base metal.

Hal ini terjadi akibat saat penge- lasan, pandangan saat mengelas ter- ganggu akibat munculnya gelembung- gelembung gas di air permukaan dan juga akibat keruhnya air.

Tabel 1. Perbandingan kekuatan tarik pada las SMAW dan FCAW

Media Pengelasan SMAW FCAW

σ ult ( Kgf/mm2) σ ult ( Kgf/mm2)

Darat 31,93 45,13

Salinitas 33o/oo 32,50 45,20

Salinitas 37o/oo 33,30 45,30

Media Pengelasan SMAW FCAW

(7)

14 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010 Gambar 6. Perbandingan kekuatan tarik pada las SMAW dan FCAW

Foto struktur makro material baja yang dilas di darat pada proses las FCAW tampak bahwa leburan filler metal antar layer berlangsung dengan sempurna.

Bentuk HAZ-nya pun teratur. Di daerah tengah hasil lasan tampak adanya cacat las porosity. Porositas pada underwater wet welding disebabkan karena udara yang terperangkap di dalam logam pe- ngelasan yang tidak sempat keluar karena adanya pendinginan cepat pada daerah pengelasan.

Pada pengamatan foto makro yang dilas dengan proses FCAW underwater terlihat jelas bahwa leburan antar layer tidak sempurna dengan terlihatnya garis- garis antar layer pada weld metal. Selain

itu tampak adanya cacat tinggi rendah (high low) ditandai dengan sisi-sisi kam- puh tidak dalam bidang datar.

Hal ini disebabkan karena pada saat tack weld letak bahan yang tidak sama rata. Selain itu juga terjadi cacat porosity yang sangat banyak sehingga terlihat seperti keropos dan akhirnya terkorosi.

Struktur Mikro

Pada pengamatan struktur mikro las SMAW di darat, yaitu pada spesimen yang dilas dengan proses las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) yang dila- kukan di darat tampak pada daerah top weld, center weld dan root weld tidak ada perbedaan yang mencolok.

(a) (b) (c)

Gambar 7. Struktur makro las SMAW (a) Di darat, (b) Salinitas 33o/oo, (c) Salinitas 37o/oo 0,00

10,00 20,00 30,00 40,00 50,00

Ult. Stress

Darat Salinitas 33 o/oo

Salinitas 37 o/oo M edia Pengelasan

Perbandingan Kekuatan Tarik pada Las SMAW dan FCAW

SM A W FCA W

(8)

(a) (b) (c)

Gambar 8. Struktur makro las FCAW (a) Di darat, (b) Salinitas 33 o/oo, (c) Salinitas 37o/oo

Pada daerah weldmetal tersebut terjadi kristalisasi antara ferit dan perlit dengan butiran kristal yang agak lebih halus dengan batas butir yang lebih rapat karena pendinginannya normal. Pada saat pendinginan, austenit bertransformasi menjadi ferit. Karena ferit sedikit sekali melarutkan karbon, maka masih ada austenit sisa yang nantinya bertrans- formasi menjadi perlit. Pada Pengelasan bawah air dengan SMAW, weld metal mengalami pencairan lalu membeku dengan cepat sehingga kesempatan butir yang mengalami pertumbuhan butir yang hebat pada waktu pencairan tidak sempat bertrans-formasi menjadi butir yang lebih halus karena cepatnya pendinginan, maka martensit dapat terbentuk. Pada dasar- nya martensit memiliki sifat yang keras sehingga material akan makin getas.

Struktur Mikro pada Las FCAW di darat Pada pengamatan struktur mikro, yaitu pada spesimen yang dilas dengan proses las FCAW (Flux Cored Arc Welding) yang di-lakukan di darat baik pada dae- rah top weld, center weld dan root weld tampak tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Pada dasarnya pada daerah Weld Metal (top weld, center weld, dan root weld) sama-sama mendapat heat input yang sama dan mengalami penca- iran dan pendinginan yang relatif sama.

Pada daerah-daerah tersebut terjadi kristalisasi antara ferit dan perlit dengan butiran kristal yang agak lebih halus dari- pada material yang mengalami pendi- nginan cepat. Pada baja A36 terdiri dari kristal ferit dan perlit. Daerah base metal tidak mengalami perubahan struktur mikro karena daerah tersebut tidak terke- na pengaruh panas. Sedangkan pada daerah HAZ (Heat Affected Zone) bentuk struktur mikronya lebih kasar. Hal ini karena mengalami pemanasan sampai temperatur tertinggi dan kemudian me- ngalami pendinginan yang sangat cepat karena pengelasan dilakukan di bawah air.

Hal ini menyebabkan ferit yang ter- bentuk (ferit proeutectoid) dari austenit tidak sempat bertransformasi menjadi lebih halus demikian pula dengan perlit yang terbentuk. Hal itu disebabkan oleh karena dengan temperatur lingkungan sebesar 20oC maka material akan menga- lami perpindahan panas yang sangat drastis sehingga ferit dan perlit belum sempat untuk tumbuh secara sempurna.

Selain itu terbentuk struktur mikro berupa austenit sisa dan martensit yang cukup banyak. Adanya martensit me- ngakibatkan material makin keras dan getas.

Struktur mikro dari daerah weld metal, pada gambar tersebut struktur mi-

(9)

16 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010 kronya masih berupa ferit dan perlit

dengan bentuk yang lebih halus dan rapat dari-pada daerah HAZ. Selain itu terjadi cacat porositas pada underwater wet welding terjadi disebabkan karena adanya gas hydrogen yang terjebak di dalam logam cair yang mengalami pembekuan secara cepat.

Uji Kekerasan (Hardness)

Setelah semua percobaan telah dilakukan, maka dapat dilihat perbedaan nilai kekerasan pada setiap daerah. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa nilai kekerasan terendah terdapat pada daerah base metal. Hal itu terjadi karena daerah base metal tidak mendapatkan pengaruh panas yang dapat merubah struktur mikro dari base metal yang ditimbulkan pada saat pengelasan.

Pada daerah fusion line mengalami pemanasan sampai mencapai temperatur tertinggi, sehingga daerah tersebut mempunyai butir dengan ukuran besar, sehingga pada daerah HAZ dekat fusion line kekerasan meningkat dengan jarak nilai kekerasan yang terpaut jauh. Hal itu dikarenakan pada daerah itu mendapat input panas dari daerah weld metal atau

logam cair dan seketika itu juga menga- lami pendinginan relatif cepat.

Dari pengujian kekerasan yang telah dilakukan didapatkan bahwa nilai kekera- san terendah sampai tertinggi pada pengelasan SMAW adalah darat (22,13 HRC) < di lingkungan laut salinitas 33o/oo (22,30 HRC) < di lingkungan laut salinitas 37o/oo (22,65 HRC).

Pada pengelasan FCAW pun nilai kekerasan tertinggi berada pada daerah HAZ dekat fusion line. Hal itu dikarenakan pada daerah itu mendapatkan input panas dari daerah weld metal setelah itu mengalami pendinginan relatif cepat karena pengelasan dilakukan dalam ling- kungan laut.

Daerah HAZ berbatasan langsung dengan daerah base metal dan daerah base metal mempunyai temperatur yang lebih rendah dari HAZ sehingga perpin- dahan panas akan berlangsung dari HAZ dan menuju ke base metal dengan laju pendinginan yang relatif cepat. Oleh karena itu nilai kekerasan pada daerah HAZ lebih tinggi daripada daerah base metal. Secara umum, semakin dekat me- nuju base metal, indeks kekerasan sema- kin menurun.

Tabel 2. Nilai kekerasan rockwell C pada las SMAW

Daerah Darat Salinitas 33 Salinitas 37

Top 22,14 22,24 22,76

Center 22,00 22,52 22,48

Root 22,24 22,14 22,71

Rata-Rata 22,13 22,30 22,65

Tabel 3. Nilai kekerasan rockwell C pada las FCAW

Daerah Darat Salinitas 33 Salinitas 37 Daerah

Top 23,29 23,19 23,38 Top

Center 23,29 23,43 23,62 Center

Root 23,00 23,43 24,00 Root

Rata-Rata 23,19 23,35 23,67 Rata-Rata

(10)

Gambar 9. Distribusi kekerasan pada las SMAW

Perbandingan Nilai Kekerasan pada Las SMAW dan FCAW

Dari distribusi nilai kekerasan di atas terlihat bahwa nilai kekerasan pada spesimen yang dilas di darat baik pada proses las SMAW maupun FCAW mem- punyai harga paling rendah dibandingkan spesimen yang dilas dalam lingkungan la- ut salinitas 33o/oo dan 37o/oo. Untuk keke- rasan tertinggi yaitu pada salinitas 37o/oo

yang kemudian diikuti salinitas 33o/oo dan di darat. Hal ini dikarenakan semakin ting-

gi proses pendinginan maka material akan semakin keras.

Air laut adalah media pendinginan yang mempunyai kapasitas pendinginan yang sangat tinggi. Secara meluas telah diketahui bahwa NaCl adalah senyawa garam yang selalu dijumpai terutama di lingkungan laut, senyawa ini bersifat ko- rosif yang mempunyai pengaruh terhadap hasil laslasan. Pengaruh korosi pada sam- bungan las rentan terjadi seiring dengan meningkatnya kadar Mangan (Mn) dan kandungan karbon (C).

Gambar 10. Distribusi kekerasan pada las FCAW

21,80 21,90 22,00 22,10 22,20 22,30 22,40 22,50 22,60 22,70

HRC

Darat Salinitas 33 Salinitas 37 Media Pengelasan

Nilai Rata-Rata Kekerasan pada Las SMAW

22,90 23,00 23,10 23,20 23,30 23,40 23,50 23,60 23,70

HRC

Darat Salinitas 33 o/oo

Salinitas 37

Media Pengelasan

Nilai Kekerasan Rata-Rata Las FCAW

(11)

18 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010 Tabel 4. Nilai Kekerasan Rockwell C pada las FCAW

Daerah HRC SMAW Daerah

Darat 22,13 Darat

Salinitas 33o/oo 22,30 Salinitas 33o/oo Salinitas 37o/oo 22,65 Salinitas 37o/oo

Peningkatan kandungan Mn ber- dampak pada fase pembentukan di daerah HAZ, dalam hal ini sama dengan peningkatan kecepatan pendinginan.

Karena pada dasarnya adanya garam mengakibatkan temperatur menjadi ren- dah dan akhirnya kecepatan pendi- nginanannya pun semakin tinggi yang mengakibatkan material makin keras dan getas sehingga keuletannya menurun.

Makin kerasnya material baja tersebut juga akibat kristal austenit yang ter- bentuk berukuran besar dan akibat adanya martensit. Martensit itu sendiri terbentuk akibat adanya pendinginan yang cukup tinggi.

Pada proses las FCAW mempunyai nilai kekerasan yang tertinggi diban- dingkan nilai kekerasan pada proses las SMAW untuk semua media pengelasan.

Hal ini bisa diakibatkan karena pada pengelasan FCAW memiliki Kualitas deposit logam yang tinggi, pengunaan elektroda relatif tinggi dan dilakukan secara kontinyu sehingga tidak perlu penggantian elektrode. Sedangkan pada las SMAW elektode yang digunakan adalah dalam bentuk stick sehingga bila elektrode habis diperlukan penggantian dan begitu seterusnya. Jenis elektrode dari masing-masing proses las pun sangat mempengaruhi.

Gambar 11. Perbandingan distribusi kekerasan pada las SMAW dan FCAW

KESIMPULAN

Kekuatan tarik material yang dilas dengan proses las FCAW underwater

lebih besar daripada yang dilas dengan proses SMAW underwater. Kekuatan tarik material yang terbesar baik pada las SMAW maupun FCAW adalah yang dilas

20,00 22,00 24,00

HRC

Darat Salinitas 33 o/oo

Salinitas 37 o/oo Media Pengelasan

Perbandingan Distribusi Kekerasan pada Las SMAW dan FCAW

SMA W FCA W

(12)

di lingkungan laut dengan salinitas 37o/oo

lebih besar dibandingkan kekuatan tarik yang dilas di lingkungan laut dengan sa- linitas 33o/oo maupun di darat. Akan te- tapi tingkat keuletannya jauh lebih kecil dibanding pengelasan dengan salinitas 33o/oo maupun di darat.

Hal ini ditandai dengan elongasi dan reduction of area material yang terkecil.

Kekerasan material yang dilas dengan proses las FCAW underwater lebih besar dari-pada yang dilas dengan proses SMAW underwater.

Dimana kekerasan material yang tertinggi baik pada las FCAW maupun SMAW adalah yang dilas di lingkungan laut dengan salinitas 37o/oo.

Hal ini terjadi karena semakin tinggi salinitas maka kecepatan pendinginannya pun makin tinggi, sehingga akan terben- tuk martensit pada struktur mikronya yang menyebabkan material keras dan getas.

REFERENSI

Feelus, P. 2000. Underwater Welding Explained-Wet Welding. UCi. Jour- nal Noordhoek Offshore BV.

Joshi, A. 2000. Underwater Welding.

Mechanical Engineering Depar- tement. Indian Institute of Techno- logy. Journal Research Fellow.

Referensi

Dokumen terkait

1) berkas B-1 KWK Pemohon yang diambil oleh Pemohon dari Kantor Termohon, dan telah berada dalam penguasaan Pemohon hingga acara pembuktian dilaksanakan dan

provinsi yang melaporkan terjadinya KLB DBD Pada bulan tersebut merupakan musim penghujan yaitu: Kota Kupang (NTT), Kabupaten Sumba dengan durasi yang lama,

Dan untuk teknik yang lebih kurang sama dengan teka gambar, fans anda akan buat tindakan yang anda suruh lakukan untuk ketahui perubahan yang berlaku pada gambar yang anda

Menurut penelitian Almilia dan Wijayanto (2007), perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang bagus akan direspon positif oleh para investor melalui fluktuasi harga saham

Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan

(1) Seksi Pemanfaatan, Pengendalian Tata Ruang mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan koordinasi serta

Dari seluruh hasil validasi terhadap modul Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kearifan lokal budaya melayu Riau yang dilakukan oleh ahli materi, ahli media, dan praktisi

Tentu banyak faktor yang menyebabkan peningkatan kunjungan ke Korea Selatan, oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik wisatawan dan