• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yunan Jiwintarum, Fihiruddin, I Gusti Putu Wilusantha. Kata Kunci: Pola Variasi Gen, Streptococcus pneumoniae, CSF, Swab Hidung, Lingkungan Udara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Yunan Jiwintarum, Fihiruddin, I Gusti Putu Wilusantha. Kata Kunci: Pola Variasi Gen, Streptococcus pneumoniae, CSF, Swab Hidung, Lingkungan Udara."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

__________________________________________________________________________________________

Yunan Jiwintarum, Fihiruddin, I Gusti Putu Wilusantha: Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Mataram, Jl.Prabu Rangkasari Dasan POLA VARIASI GEN PENYANDI FAKTOR VIRULENSI ISOLAT KLINIK STREPTOCOCCUS

PNEUMONIAE YANG DIISOLASI DARI CSF, SWAB HIDUNG DAN LINGKUNGAN UDARA DI KOTA MATARAM

Yunan Jiwintarum, Fihiruddin, I Gusti Putu Wilusantha

Abstract: Streptococcus pneumoniae is a major cause of pneumonia (60 - 80%), but can also cause sinusitis, otitis media, mastoiditis, conjunctivitis, meningitis and endocarditis. Infection by the bacterium Streptococcus pneumoniae occurs via the respiratory tract (respiratory route) after the colonization of the nasopharynx, the bacteria penetrate the mucosal immune system and blood flow into the next peresisten in the lining of the brain and Cerebro spinal fluid (CSF), which consequently can cause meningitis. The characteristics of serological types of Streptococcus pneumoniae from CSF is 18.23, 4, 6, 9, 14, 33, 18, 23 type air environment and nasal swab type 3, 18,14,4, 23. From each - each type is not known different types of DNA that determine the nature of virulence. The purpose of this study was to determine the pattern of variation of gene encoding virulence factors of Streptococcus pneumoniae clinical isolates were isolated from CSF, Nasal swab and Environmental Air. The results of this study is to show the pattern of variation of gene encoding Virulence Factor of Streptococcus pneumoniae clinical isolates were isolated from CSF, Nasal swab and Environmental Markets Airport, Terminal and by using PCR (Polymerase Chain Reaction) is the same which identified the positive lytA gene coding for virulence factors of N- Acetylmuramoyl - L - alanine amidase which determine the nature Autolisis, virulence genes encoding type N- Neuraminidase encode virulence factors and virulence genes coding for a type of encode Pneumococcal Surface Protein A resulted pneumolisin. Further investigation is needed to know the genotyping of the gene variation - gene using specific primers for genotyping and analysis of DNA encoding squencing virulence, so it can be used to determine the dendogram and pylogenetik dominant local strains of Streptococcus pneumoniae genome back packing in preparation for recombinant protein candidates for vaccine manufacture and diagnostic kits using local antigens.

Kata Kunci: Pola Variasi Gen, Streptococcus pneumoniae, CSF, Swab Hidung, Lingkungan Udara.

LATAR BELAKANG

Streptococcus pneumoniae bakteri berbentuk diplococcus seperti lancet, berkapsul, tidak berspora, tidak bergerak dan bersifat Gram +.

Koloninya jernih kecil–kecil dan membentuk alfa haemolisa bila ditumbuhkan pada media BAP. Uji kelarutan empedu positip, katalase negatip, uji pembengkakan kapsul positip, uji optuchin positip.

Banyak menghasilkan enzim seperti streptokinase, streptodornase, hiakuronidase, hemolisin, dan pneumolisin. Karena pneumococcus sensitif terhadap banyak obat anti jasad renik, pengobatan

dini dapat menyembuhkan infeksi oleh bakteri ini.

Bakteri ini sudah mulai resisten terhadap antibiotika tetrasiklin, eritromisin, dan linkomisin (Shulman ST,et al, 1994). Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama dari pneumoniae (60–

80%), tetapi juga dapat menyebabkan sinusitis, otitis media, mastoiditis, conjunctivitis, meningitis, dan endocarditis (Brooks GF,et. al, 2001).

Infeksi oleh bakteri Streptococcus pneumoniae terjadi melalui jalan saluran napas (Respiratory route) setelah terjadi kolonisasi di dalam nasofaring, bakteri menembus sistem

(2)

kekebalan mukosa dan masuk ke dalam aliran darah yang selanjutnya peresisten di selaput otak dan Cerebro Spinal Fluid (CSF) yang dapat menyebabkan meningitis (Howard et al, 1994).

Untuk menentukan serotype dari Streptococcus pneumoniae digunakan metode kultur untuk menumbuhkan Streptococcus pneumoniae dengan media BAP dan inkubator CO2 yang relatif biaya kultur mahal dan metode test yang sebenarnya sudah lama yaitu Quellung test atau test pembengkakan kapsul, tetapi karena test ini dalam pembacaannya membutuhkan mikroskop flourensen dan mikroskop medan gelap sehingga jarang laboratorium di Indonesia mengerjakannya. Sekarang berkembang test penentuan serotyping menggunakan antisera panel dari Streptococcus pneumoniae yang sensitif dapat menentukan type dari bakteri ini, tetapi kelemahan dari diagnostik ini apabila antigen kurang dari 10 3 CFU/ml, hasilnya bisa negatif.

Streptococcus pneumoniae terdiri atas 12 tipe penting yaitu tipe 3 ,4 ,6 ,9, 11, 14, 15, 18, 19, 22, 23, dan 33. Yang sering menyebabkan infeksi meningitis pada individu yang masih muda (bayi) adalah tipe 6, 14, 18, 19, dan 23. Selain dari sifat–

sifat tersebut di atas sifat terhadap ethyhydrocuprieme Hydrochloride (Optuchin test) dimana akan terjadi lisis pada sel Streptococcus pneumoniae (Cherian T, et. al, 1998; Joklik WK et.

al, 1992).

Hasil penelitian Diarti MW dkk. tahun 2004 menyatakan bahwa karakteristik serologi dari Streptococcus pneumoniae dari CSF adalah tipe 18, 23; lingkungan udara tipe 4, 6, 9, 14, 33, 18, 23; dan Swab hidung tipe 3, 18, 14, 4, 23. Dari masing – masing tipe ini belum diketahui perbedaan tipe DNA

yang menentukan sifat virulensinya. Perbedaan tipe DNA dapat diketahui dengan metode pemerksaan PCR. Polymerase chain reaction (PCR) dipakai untuk melipatgandakan DNA/RNA in vitro secara ensimatis dengan adanya ensim polimerase termostabil di dalam suatu mesin pengubah suhu (thermo cycler) (White et. al, 1993; Purwanta dkk., 1999).

PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA secara eksponensial dalam waktu singkat, selain itu dapat membantu para klinisi dan ahli epidemiologi untuk menegakkan diagnosis kasus-kasus penyakit infeksi yang sulit dengan tepat, sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan dan pencegahan yang spesifik secara dini. PCR mampu mendeteksi 1-5 copy DNA ( ≤ 10

3 CFU/ml atau < 2,5 –3,5 ug DNA), tahapan kerja cukup sederhana dan memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (94-100%) (Cherian et al, 1998).

Dengan mengetahui data tentang perbedaan tipe DNA yang menentukan virulensi dari masing – masing serotipe tersebut secara molekuler menggunakan metode PCR yang memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi maka diharapkan dapat digunakan untuk membuat kit–kit diagnostik yang lebih selektif sesuai dengan serotype dan tipe DNA virulensinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai “Pola Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan Lingkungan Udara.” Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk pola variasi gen penyandi faktor virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang

(3)

diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan Lingkungan Udara yang berkaitan dengan sifat virulensi dari masing – masing serotipe Streptococcus pneumoniae secara molekuler menggunakan metode PCR?

Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui pola variasi gen penyandi faktor virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan Lingkungan Udara.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratorik laboratorium yaitu mempelajari dan memberikan gambaran mengenai karakteristik tipe DNA Virulensi dari serotype–serotype isolat Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab hidung dan Lingkungan udara pasar, terminal dan rumah sakit dengan menggunakan metode PCR.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini: Isolat Streptococcus pneumoniae dari lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit (data primer) dan isolat klinik Streptococcus pneumoniae dari CSF dan Swab hidung (data sekunder) didapatkan dari isolat klinik koleksi laboratorium Mikrobiologi Insthalasi Litbang Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini:

Isolat Streptococcus pneumoniae dari lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit (data primer) dan isolat klinik Streptococcus pneurmoniae dari CSF dan Swab hidung (data sekunder) didapatkan dari isolat klinik koleksi laboratorium Mikrobiologi Insthalasi Litbang Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.

Cara Pengumpulan Data

Data primer isolat Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari lingkungan udara didapatkan dengan melakukan kultur Streptococcus pneumoniae menggunakan metode konvensional.

Sedangkan Data sekunder isolat Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari sampel CSF dan Swab hidung di dapatkan dari koleksi laboratorium Mikrobiologi Insthalasi Litbang Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Data mengenai Pola Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, swab hidung, dan lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit diperoleh dengan melakukan analisa molekuler PCR dengan 3 pasang primer yang berbeda yaitu:

Lyt A1 5’ GTC GGC GTG CAA CCA TAT AGG CAA 3’ 413 bp

Lyt A2 5’ GGA TAA GGG TCA ACG TGG TCT GAG 3’

nanAup 5’ TCA ACT TTC GGG GGA GAG C 3’

nanAdn 5’ TGG AGC GAA TTA TAG GCA AAC T3’

pspAup 5’ AAA GAG ATT GAT GAG TCT GA 3’

pspAdn 5’ TTA AAC CCA TTC ACC ATT GG 3’

Isolasi Bakteri Streptococcus pneumoniae dari Lingkungan Udara

Kultur primer bakteri Streptococcus pneumoniae dari lingkungan udara pasar, lingkungan udara terminal, dan lingkungan udara rumah sakit).

Lokasi yang diambil sampel udaranya adalah: Lokasi Terminal: Terminal Mandalika (1 Lokasi), Lokasi

(4)

Pasar: Pasar Pagesangan, Pasar Mandalika, Pasar Kebon Roek, Pasar Sindu, dan Pasar Cakranegara (5 lokasi), Lokasi Rumah Sakit Umum Provinsi NTB:

Ruang tunggu pasien poli paru, poli penyakit dalam, lorong poli, dan lorong pengunjung pasien (4 lokasi).

Masing–masing lokasi diambil 3 titik pada jam yang sama dengan jarak setiap titik ± 2 meter, sehingga jumlah sampel 3 titik x 10 lokasi = 30 sampel (30 media isolasi). Kultur primer dilakukan pada media BAP (Blood Agar Darah) dengan menggunakan darah domba 10% dan ditambahkan suplement isovitalex untuk menyuburkan pertumbuhan bakteri Streptococcus pneumoniae.

Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada inkubator CO2 10% karena bakteri ini bersifat mikroaerofilik.

Pemurniaan dari bakteri ini juga dilakukan dengan menggunakan BAP + Isovitalex.

Sub Kultur Isolat Streptococcus pneumoniae.

Sub kultur isolat Streptococcus pneumoniae yang merupakan koleksi Unit Riset Biomedik RSUP NTB yang berasal dari CSF dan lingkungan udara dengan masing – masing isolat 10 isolat yang sudah teridentifikasi serotypenya. Sub kultur di lakukan pada media BAP + Isovitalex, inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam pada inkubator CO2 10 % karena bakteri ini bersifat mikroaerofilik.

Test Agglutinasi Latex Streptococcus pneumoniae Menggunakan Reagen Kit Meningitis–Slide ( Bio- Merieux ) dan Uji Serotyping Menggunakan Panel Antisera Streptococcus Pneumoniae dari Sample Lingkungan Udara Terminal, Pasar, dan Rumah Sakit

Dilakukan uji aglutinasi latex dari bakteri Streptococcus pneumonia hasil pemurnian dari kultur lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit

yang positip teridentifikasi Streptococcus pneumoniae menggunakan reagen kit Meningitis–

slide (Bio–merieux) yang berisi 5 panel aglutinasi yaitu Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, E. coli, Neisseria meningitidis tipe A, dan Neisseria meningitidis tipe B.

Uji Serotyping Menggunakan Panel Antisera Streptococcus pneumoniae

Dilakukan uji Serotyping menggunakan panel antisera S.pneumoniae (Staten Serum Institut Swiss), dimana masing – masing tipe/group antisera telah dilekatkan pada permukaan lateks. Dengan menggunakan panel antisera ini akan diketahui serotipe maupun untype dari S.pneumoniae, terhadap sampel Streptococcus pneumoniae hasil pemurnian dari kultur lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit yang positip teridentifikasi Streptococcus pneumoniae menggunakan reagen kit Meningitis–slide (Bio–merieux).

Uji Tipe Dna Virulensi dengan Metode Pcr Tahapan Kegiatan untuk Memperoleh Data Pola Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi Isolat Klinik Streptococcus pneumoniae yang Diisolasi dari Csf, Swab Hidung, dan Lingkungan Udara Pasar, Terminal, dan Rumah Sakit

1. Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, swab hidung, dan lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit dilakukan menggunakan reagen trizol. Suspensi isolat Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, swab hidung, dan lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit dilakukan dengan menggunakan regen Trizol.

(5)

2. Amplifikasi DNA

Amplifikasi DNA dilakukan untuk mendeteksi adanya gen spesifik pengkode faktor virulensi. Reaksi amplifikasi dilakukan pada 50 µl menggunakan PCR core Invitrogen. Pasangan primer yang digunakan adalah:

Lyt A1 5’ GTC GGC GTG CAA CCA TAT AGG CAA 3’

Lyt A2 5’ GGA TAA GGG TCA ACG TGG TCT GAG 3’

nanAup 5’ TCA ACT TTC GGG GGA GAG C 3’

nanAdn 5’ TGG AGC GAA TTA TAG GCA AAC T3’

pspAup 5’ AAA GAG ATT GAT GAG TCT GA 3’

pspAdn 5’ TTA AAC CCA TTC ACC ATT GG 3’

(Whatmore et. al, 1999).

Campuran reagen mix PCR core system (Promega) dengan komposisi campuran adalah:

ddH20 30,75 ul Buffer ( - ) Mg 5 ul, MgCl2 3 ul, dNTP 1 ul, Forward Primer 2,5 ul, Reverse Primer 2,5 ul, Taq Polimerase 0,25 ul, Templete 5 ul,ingá total volumenya menjadi 50 ul. Pelaksanaan pencampuran bahan–bahan tersebut dilakukan dalam box pendingin supaya DNA dan enzim yang digunakan tidak rusak (Promega, 2000).

3. Amplifikasi dan visualisasi DNA.

Kondisi PCR dalam amplifikasi ini yaitu:

Temperatur pre denaturasi 94oC selama 4 menit, setiap siklus terdiri dari: Denaturasi ( pemisahan DNA ) 92oC selama 1 menit, Annealing (penempelan primer) 58oC selama 1 menit, Elongasi/Ekstensi (pemanjangan DNA) 72 oC selama 1 menit

(berlangsung sampai 35 siklus) tahap terakhir siklus diperpanjang 1 step elongasi 72oC selama 4 menit untuk memberi kesempatan proses elongasi berjalan dengan sempurna dan 1 step 20oC overwait menjaga amplikon tetap stabil walaupun ditinggal 24 jam.

Produk PCR (hasil amplifikasi) dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarose 2%

menggunakan penyelator ethidium bromida dan dibaca di bawah sinar ultra violet (Alberts B et. al, 1989; Bej AK et. al, 1991).

Analisis Data

Data mengenai pola variasi gen penyandi faktor virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, swab hidung, dan lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil Kultur Primer Streptococcus Pneumoniae yang Berasal dari Lingkungan Udara Pasar, Terminal, dan Rumah Sakit

Hasil kultur primer Streptococcus pneumoniae yang berasal dari lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit yang positip teridentifikasi adanya bakteri Streptococcus pneumoniae adalah lingkungan udara Pasar Pagesangan, lingkungan udara Pasar Shindu, lingkungan udara Pasar Kebon Roek, dan lingkungan udara Rumah Sakit ruang tunggu pasien poli paru dan lingkungan ruang tunggu pasien poli penyakit dalam. Hasil positip ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah banyaknya pengunjung pasien, karena pengambilan sampel dilaksanakan pada hari Senin dan Selasa saat pengunjung ramai.

Faktor lainnya adalah pasien yang datang berobat di

(6)

poli penyakit paru rata–rata tidak menggunakan masker sehingga droplet, batuk, dan dahak yang dikeluarkan pada saat menunggu giliran pemeriksaan akan tersebar di udara ruang tunggu pasien yang rata–rata menunjukkan gejala klinis batuk, sesak, dan influenza. Faktor yang menyebabkan teridentifikasinya Streptococcus pneumoniae di ruang tunggu pasien poli penyakit dalam disebabkan tersebarnya udara dari ruang tunggu pasien poli paru, karena letak ruang tunggu pasien poli penyakit dalam berdekatan dengan ruang tunggu pasien poli paru.

Hal ini juga menyebabkan penyebaran keberadaan bakteri Streptococcus pneumoniae. Pasien dan pengantar pasien rata–rata tidak menggunakan masker sehingga memungkinkan terjadinya penularan Streptococcus pneumoniae melalui udara yang terkontaminasi. Hasil positif teridentifikasinya Streptococcus pneumoniae di lingkungan udara Pasar Pagesangan, Pasar Sindu, dan Pasar Kebon Roek disebabkan oleh banyaknya transaksi pedagang dan pembeli, lokasinya yang dekat dengan jalan raya, banyak aktivitas transportasi terutama transportasi menggunakan kendaraan tradisional seperti cidomo yang penariknya menggunakan jasa kuda membuat polusi udara oleh bahan biologi semakin tinggi.

Faktor–faktor ini dapat mengkontaminasi udara, droplet, dan aktivitas batuk dari pada pengunjung pasar membuat kemungkinan besar terdapatnya bakteri Streptococcus pneumoniae di lingkungan udara pasar. Sedangkan hasil negatif didapatkan di pasar Mandalika, Terminal Mandalika, dan Pasar Cakranegara. Faktor penyebab tidak teridentifikasinya Streptococcus pneumoniae di Terminal Mandalika disebabkan faktor polusi gas karbon monoksida (CO) yang tinggi dari aktifitas

transportasi yang lebih padat bila dibandingkan dengan lingkungan pasar lainnya.

Hasil Uji Latex Aglutinasi Serotyping Streptococcus Pneumoniae dari Csf Dan Swab Hidung serta Test Agglutinasi Latex Streptococcus Pneumoniae Menggunakan Reagen Kit Meningitis-Slide (Bio-Merieux)

Hasil uji serotyping isolat Streptococcus pneumoniae menggunakan panel antisera Streptococcus pneumoniae yang di sub kultur dari sample CSF dan Swab Hidung adalah tipe 23, 18, 3, 14, dan 4. Serotyping dari Streptococcus pneumoniae menunjukkan tipe penting dalam patogenitasnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Brooks et. al pada tahun 2001, bahwa terdapat 12 tipe penting yaitu tipe 3, 4, 6, 9, 11, 14, 15, 18, 19, 22, 23, dan 33. Yang sering menyebabkan infeksi meningitis pada individu yang masih muda (bayi) adalah tipe 6, 14, 18, 19, dan 23. Uji aglutinasi latex dari bakteri Streptococcus pneumonia hasil pemurnian dari kultur lingkungan udara pasar, terminal, dan rumah sakit yang positip teridentifikasi Streptococcus pneumoniae dilakukan dengan menggunakan reagen kit Meningitis– slide (Bio–

merieux) yang berisi 5 panel aglutinasi yaitu Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, E. coli, Neisseria meningitidis tipe A dan Neisseria meningitidis tipe B. Uji serotyping menggunakan panel antisera Streptococcus pneumoniae (Staten Serum Institut Swiss), dimana masing–masing tipe/group antisera telah dilekatkan pada permukaan lateks. Dengan menggunakan panel antisera ini akan diketahui serotipe maupun untype dari Streptococcus pneumoniae, terhadap sampel Streptococcus pneumoniae hasil pemurnian dari kultur lingkungan

(7)

udara pasar, terminal, dan rumah sakit yang positip teridentifikasi Streptococcus pneumoniae menggunakan reagen kit Meningitis–slide (Bio–

merieux). Hasil tidak adanya variasi serotype/terdapat kesamaan serotyping dari bakteri Streptococcus pneumoniae dari masing–masing isolat yang diisolasi dari sampel lingkungan udara terutama tipe 18 dan 14. Lingkungan udara Pasar Pagesangan teridentifikasi Streptococcus pneumoniae tipe 18 dan 14, lingkungan udara Pasar Sindu teridentifikasi Streptococcus pneumoniae 3, 18, dan 14, lingkungan udara Pasar Kebon Roek teridentifikasi Streptococcus pneumoniae 3, 18, dan 14, lingkungan udara Rumah Sakit ruang tunggu pasien poli penyakit Paru teridentifikasi Streptococcus pneumoniae tipe 3, 18, dan 14 dan lingkungan udara Rumah Sakit ruang tunggu pasien poli penyakit dalam teridentifikasi Streptococcus pneumoniae tipe 14, 4, dan 14. Tipe–tipe Streptococcus pneumoniae yang teridentifikasi dari lingkungan udara pasar dan Rumah Sakit termasuk tipe–tipe yang penting dalam virulensi dan

patogenitas Streptococcus pneumoniae. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Diarti M.W. dkk.

tahun 2004 menyatakan bahwa karakteristik serologi dari Streptococcus pneumoniae dari CSF adalah tipe 18, 23, lingkungan udara tipe 4, 6, 9, 14, 33, 18, 23 dan Swab hidung tipe 3, 18, 14, 4, 23. Dari masing–

masing tipe ini menurut Brooks et al pada tahun 2001, bahwa terdapat 12 tipe penting yaitu tipe 3, 4, 6, 9, 11, 14, 15, 18, 19, 22, 23, dan 33. Yang sering menyebabkan infeksi meningitis pada individu yang masih muda (bayi) adalah tipe 6, 14, 18, 19, dan 23.

Hasil Uji Pola DNA Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi Isolat Klinik Streptococcus Pneumoniae yang Diisolasi dari Csf, Swab Hidung dan Lingkungan Udara dengan Metode PCR

Hasil pola variasi gen penyandi faktor virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan Lingkungan Udara pasar, terminal dan rumah sakit menggunakan metode PCR dengan primer yang dapat mendeteksi adanya gen lytA, gen nanA dan pspA adalah sebagai berikut:

lyt A1 5’ GTC GGC GTG CAA CCA TAT AGG CAA 3’ 413 bp lyt A2 5’ GGA TAA GGG TCA ACG TGG TCT GAG 3’

1 2 3 4 5 6 7 8

\

Keterangan: Pola DNA Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus

pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan Lingkungan Udara dengan metode PCR

413 bp

(8)

menggunakan primer gen lytA. Lanes 1: Kontrol negatif, Lanes 2: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Pagesangan, Lanes 3:

Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Sindu, Lanes 4: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Kebon Roek, Lanes 5:

Marker DNA ladder, Lanes 6: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Rumah Sakit, Lanes 7:

Streptococcus pneumoniae CSF, Lanes 8:

Streptococcus pneumoniae swab hidung. Produk PCR menunjukkan hasil adanya kesamaan Pola Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, swab hidung, dan lingkungan udara di Kota Mataram

yaitu adanya gen penyandi tipe virulensi lyt A1 dan lyt A2. N-Acetylmuramoyl –L– Alanine amidase dikode oleh gen lytA. Gen lyt A1 dan lyt A2 merupakan gen penyandi faktor virulensi N- Acetylmuramoyl - L– Alanine amidase atau amidase muramil L – alanin yang menentukan sifat Autolisis dari Streptococcus pneumoniae sehingga sulit dipertahankan dalam biakan invitro. Enzim N- Acetylmuramoyl – L – Alanine amidase diaktifkan oleh bermacam–macam rangsangan termasuk empedu, yang merupakan dasar dari kelarutan empedu dan membedakan Streptococcus pneumoniae dari bakteri α- haemolitikus lainnya (Shulman, 1994;

Brooks GF, Janet SB, and Stephen AM, 2001).

nanAup 5’ TCA ACT TTC GGG GGA GAG C 3’ 480 bp nanAdn 5’ TGG AGC GAA TTA TAG GCA AAC T3’

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

2000 bp 1200 bp

800 bp 480 bp 400 bp

200 bp

Keterangan : Pola DNA Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan Lingkungan Udara dengan metode PCR menggunakan primer gen nanA. Lanes 1: Marker, Lanes 2: Kontrol Negatif, Lanes 3: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Pagesangan, Lanes 4: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Sindu, Lanes 5: Streptococcus

pneumoniae lingkungan udara Pasar Kebon Roek, Lanes 6: Loading buffer, Lanes 7: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Rumah Sakit, Lanes 8: Streptococcus pneumoniae CSF 1, Lanes 9:

Streptococcus pneumoniae Swab Hidung 1, Lanes 10: Streptococcus pneumoniae CSF 2, Lanes 11:

Streptococcus pneumoniae Swab Hidung 2, Lanes 12: Tidak ada sampel, Lanes 13: Tidak ada sampel, Lanes 14: Tidak ada sampel, Lanes 15: Tidak ada

(9)

sampel. Produk PCR menunjukkan hasil adanya kesamaan Pola Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung, dan lingkungan udara di Kota Mataram yaitu adanya gen

penyandi tipe virulensi nanA yang menyandi faktor virulensi Neuraminidase. Neuraminidase merupakan komponen protein permukaan bakteri yang berfungsi untuk melepas partikel bakteri dari sel yang telah dilekatinya (Shulman, 1994).

pspAup 5’ AAA GAG ATT GAT GAG TCT GA 3’ 420 bp pspAdn 5’ TTA AAC CCA TTC ACC ATT GG 3’

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

420 bp

Keterangan: Pola DNA Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung dan lingkungan udara dengan metode PCR menggunakan primer gen pspA. Lanes 1:

Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Pagesangan 1, Lanes 2: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Pagesangan 2, Lanes 3 Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Kebon Roek, Lanes 4:Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Pasar Sindu, Lanes 5:

Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Rumah Sakit 1, Lanes 6: Streptococcus pneumoniae lingkungan udara Rumah Sakit 2, Lanes 7:

Streptococcus pneumoniae Swab Hidung, Lanes 8:

Streptococcus pneumoniae CSF, Lanes 9: Marker, Lanes 10: Tidak ada sampel, Lanes 11: Tidak ada sampel, Lanes 12: Tidak ada sampel, Lanes 13:

Tidak ada sampel, Lanes 14: Tidak ada sampel, Lanes 15: Tidak ada sampel. Produk PCR menunjukkan hasil adanya kesamaan Pola Variasi Gen Penyandi Faktor Virulensi isolat klinik Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab Hidung, dan lingkungan udara di Kota Mataram yaitu adanya gen penyandi tipe virulensi pspA yang menyandi/mengkode Pneumococcal Surface Protein A menghasilkan pneumolisin (Whatmore et al,1999).

KESIMPULAN

Tipe DNA virulensi serotype isolat Streptococcus pneumoniae yang diisolasi dari CSF, Swab hidung dan lingkungan udara teridentifikasi positip adalah gen lytA penyandi faktor virulensi N- Acetylmuramoyl – L – Alanine amidase yang menentukan sifat Autolisis, gen penyandi tipe

(10)

virulensi nanA yang menyandi faktor virulensi Neuraminidase dan gen penyandi tipe virulensi pspA yang menyandi/mengkode Pneumococcal Surface Protein A menghasilkan pneumolisin.

DAFTAR PUSTAKA

Alberts B, Bray D, Lewis J, Raff M, Roberts K and Watson JD. Molecular Biology of The Cell.

2nd ed., New York, Garland, 1989, pp. 95- 107.

Bej AK, Mahbubani MH, Atlas RM. Amplification of Nucleic Acids by Polymerase Chain Reaction (PCR) and Other Methods and Their Applications. Critical Reviews in Biochemistry and Molecular Biology, 1991, 26 (3/4): 301-334.

Brooks GF, Janet SB, and Stephen AM.

Mikrobiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Staf Mikrobiologi FK Unair. Ed. 1, Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2001, hlm 395–399, 429-431.

Cherian T, Lalitha MK, Anand M. Polymerase Chain Reaction and Enzyme Immuno Assay (EIA) For The Detection Of Streptococcus pneumoniae DNA in Cerebrospinal Fluid Sample from Patien with Cultur Negative Meningitis. Journal Clin Microbiology, 1998, pp. 3-10.

Howard BJ, Keiser JF, Smith TF, Weissfeld AS, Tilton RC. Clinical and Pathogenic

Microbiology. Second edition, St. Louis:

Mosby-Year Book Inc., 1994, pp. 289-296.

Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM.

Zinsser Microbiology. 20th Ed., California:

Appleton & Lange, 1992, pp. 445-450, 461 – 469.

Shulman ST, Phair JP, Sommers HM. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Edisi ke empat, penerjemah Wahab AS, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hlm 362-393.

Promega. Polymerase Chain Reaction (PCR) Core System Manual. Technical Bulletin.

Madison USA: Promega Corporation, 2000, pp. 1-11.

Purwanta M, Lusida MI, Handajani R.

Polymerase Chain Reaction. dalam:

Suhartono TP. Biologi Molekuler Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press, 1999, hlm. 150-166.

White TJ, Madej R, Persing DH. The Polymerase Chain Reaction: Clinical Applications.

Advances in Clinical Chemistry, 1993, 29:

161-196.

Whatmore,AM., King,SJ., Doherty,SC Sturgeon et.

al., Molecular Characterization of Equine Isolate of Streptococcus Pneumoniae:

Natural Discruption Of Genes Encoding The Virulence Factors Pneumolysin and Autolysin. Infect immun. 1999, June.67 (6):2776-2782.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Larangan bagi istri dan anak mantu aka berakhir ketika mereka meninggal dunia, karena jenasahnya diperbolehkan untuk melewati mbalekatounga (Pintu Utama) lalu

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG / JASA

Untuk itu kami meminta kepada saudara untuk menunjukan asli dokumen yang sah dan masih berlaku ( beserta copynya ), sebagaimana yang terlampir dalam daftar isian

[r]

Sama seperti apa yang diungkapkan Rato Lado sebelumnya tidak ada maksud untuk memisahkan posisi atau tempat perempuan dan laki-laki dalam rumah adat, hal

Mereka mendefinisikkan modal sosial sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama dengan tujuan mencapai harapan-harapan bersama didalam berbagai kelompok dan organisasi

Empat tahun yang akan datang 2 kali umur ayah sama dengan 5 kali umur Budi ditambah