• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah odontologi forensik yang memiliki nama lain forensic dentistry, tersusun dari paduan kata-kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu odons

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Istilah odontologi forensik yang memiliki nama lain forensic dentistry, tersusun dari paduan kata-kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu odons"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Istilah “odontologi forensik” yang memiliki nama lain forensic dentistry, tersusun dari paduan kata-kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “odons” yang berarti gigi dan “logis” yang berarti ilmu pengetahuan, serta dari bahasa Romawi yaitu

“forensik” yang berarti berhubungan dengan pengadilan

(3)

Identifikasi berdasarkan gigi-geligi pada korban yang tidak diketahui (dental identification of unknown body).

Perbandingan bekas gigitan (bitemark comparison).

Trauma pada jaringan rongga mulut (Trauma in oral tissue), yang terkait dengan permasalahan hukum (legal matter).

Kelalaian pada praktek kedokteran gigi (Dental negligence).

(4)

Identifikasi forensik dengan menggunakan jaringan gigi alat identifikasi forensik, hal yang tidak asing lagi. Salah satu kasus yang terkenal menurut

Heinemann, sebagaimana dikutip oleh Svensson (2002):identifikasi jasad pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler, berdasarkan sisa gigi dan gigi

jembatan (dental bridges) yang dimilikinya

(5)

 Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 118

menyebutkan bahwa mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi dan

pemerintah daerah dan masyarakat

bertanggung jawab atas upaya identifikasi.

 Identifikasi diperlukan karena status kematian korban memiliki dampak yang cukup besar

pada berbagai aspek kehidupan (aspek

kemanusiaan, aspek sosial, aspek hukum, aspek

ekonomi, aspek budaya) pada keluarga yang

ditinggalkan.

(6)

 Identifikasi forensik juga merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas

seseorang.

 Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun

perdata.

 Menentukan identitas personal dengan tepat

 penting dalam penyidikan  kekeliruan

dapat berakibat fatal dalam proses peradilan

(7)

Primary Identifier (PI) yang terdiri dari sidik jari, odontologi, dan DNA

Secondary Identifier (SI) yang terdiri dari medis, aksesoris, dan fotografi.

Identifikasi disebut sah dan benar apabila

telah berhasil diuji oleh minimal satu Primary Identifier atau dua Secondary Identifier.

(Interpol)

(8)

Pemeriksaan odontologi pada korban hidup dapat dilakukan dengan metode non- invasif (tanpa etraksi) misalnya

radiografis, sedangkan pada korban mati dapat dilakukan dengan semua jenis metode karena pada korban mati dapat dilakukan ekstraksi gigi. Pada korban mati dipilih metode radiografi ekstraoral panoramik

(9)

Jumlah korban pada saat kejadian

bencana juga mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan untuk

identifikasi uisa korban.

Pada kasus tunggal, dapat dipilih lebih dari satu metode yang sesuai dengan karakteristik usia untuk memastikan usia korban agar hasilnya lebih akurat.

Namun, pada bencana masal yang

biasanya menimbulkan banyak korban jiwa dan waktu yang terbatas untuk

identifikasi maka hanya dapat dipilih satu metode yang paling efektif dan efisien.

Contohnya pada kasus bencana alam

gunung meletus atau kecelakaan kapal laut, maka dapat menggunakan pemeriksaan

radiografis atau klinis yag lebih sederhana dan singkat dibandingkan dengan metode biokimiawi dan histologi

(10)

Peranan odontologi forensik yang merupakan Primary

Identifier dalam mengidentifikasi korban yang tidak memiliki identitas sangat penting dan memberikan kontribusi yang tinggi.

Pada bencana masal tenggelamnya kapal KM. Senopati

Nusantara di perairan Rembang, Jawa Tengah pada tahun 2006,

korban yang dapat teridentifikasi hanya 13 dari 36 penemuan jenazah karena lamanya waktu penemuan jasad jenazah

sehingga proses pembusukan cepat terjadi

(11)

Dari 13 jenazah yang teridentifikasi, 3 jenazah (23%)

teridentifikasi melalui data kombinasi pemeriksaan primer dan sekunder. Pemeriksaan primer yang digunakan untuk

mengidentifikasi ketiga jenazah tersebut adalah pemeriksaan gigi (dental record) sebanyak 2 jenazah (66,7%) dan

pemeriksaan DNA (33,3%)

(12)

bencana masal kecelakaan pesawat Garuda GA 200 PK-GZC Boeing 737- 400 jurusan Jakarta - Yogyakarta, saat melakukan pendaratan.

Pesawat yang membawa 133 penumpang dan 7 awak pesawat ini terbakar dan menewaskan 21 penumpangnya (20 penumpang, 1 kru pesawat).

Dua puluh dari 21 jenazah yang ditemukan (95%) mengalami kondisi menjadi separuh arang dan hanya 1 jenazah yang relatif tidak menjadi arang.

Sebanyak 14 jenazah (66,7%) murni

teridentifikasi hanya dengan pemeriksaan

primer (Primary Identifier) berdasarkan data gigi (dental record)

(13)

Sisanya sebanyak 6 jenazah (33,3%) teridentifikasi melalui kombinasi pemeriksaan primer dan sekunder. Dari 6 jenazah ini, pemeriksaan primer berdasarkan data gigi berhasil

mengidentifikasi semua identitas jenazah. Sehingga

pemeriksaan primer menggunakan data gigi pada kecelakaan pesawat ini mampu mengidentifikasi 20 jenazah dari total 21 jenazah (95%)

(14)

jumlah gigi orang dewasa berjumlah 32 gigi, yang tersusun secara proporsional pada masing-masing rahang atas dan

bawah, yakni terdapat dua insisivus, satu kaninus, dan dua atau tiga molar.

Pada anak-anak terdapat dua puluh gigi

dengan dua insisivus dan satu kaninus serta dua molar pada masing-masing kuadran (Rhine, 2008).

gigi geligi dapat digunakan untuk

menentukan perkiraan atau estimasi dari:

Usia

Jenis kelamin

Ras

(15)
(16)

Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun.

Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12–16

minggu dan berlanjut setelah bayi lahir.

Trauma pada bayi dapat merangsang stress

metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi.

Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line.

Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk .

Ketika ditemukan mayat diduga bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya

(17)

Amalia Widya Larasati, Muhammad Galih Irianto, Eka Cania Bustomi I Peran Pemeriksaan Odontologi Forensik Dalam Mengidentifikasi Identitas Korban Bencana Masal

Majority |Volume 7 |Nomor 3 |Desember 2018| 231 Tabel 1. Umur Timbulnya Gigi16

Jenis Gigi Usia

Gigi susu/sulung

I1 6-8 bulan

I2 7-9 bulan

M1 12-15 bulan

C 16-18 bulan

M2 20-24 bulan

Gigi tetap

M1 7 tahun

I1 8 tahun

I2 9 tahun

P1 10 tahun

P2 11-13 tahun

M2 11-15 tahun

M3 18-20 tahun

Prakiraan usia dengan pemeriksaan gigi korban dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu pemeriksaan klinis, radiografis, histologi, atau biokimawi. Masing-masing metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan metode dilakukan berdasarkan status individu (hidup atau mati), usia, jenis kasus (tunggal atau masal), dan ketersediaan sarana dan perangkat.8

Pemeriksaan odontologi pada korban hidup dapat dilakukan dengan metode non- invasif (tanpa etraksi) misalnya radiografis, sedangkan pada korban mati dapat dilakukan dengan semua jenis metode karena pada korban mati dapat dilakukan ekstraksi gigi.

Pada korban mati dipilih metode radiografi ekstraoral panoramik.17

Sedangkan, berdasarkan usia, ada beberapa pilihan metode yang dapat dipilih untuk dilakukan pemeriksaan odontologi. Pada korban kategori usia anak dan remaja , metode yang paling sesuai adalah metode klinis.16 Pemeriksaan biokimiawi dapat dilakukan pada kelompok usia anak sampai remaja apabila gigi sudah diekstraksi. Pemeriksaan histologis dipilih untuk kategori usia dewasa (lebih dari 21 tahun).18,19

Jumlah korban pada saat kejadian bencana juga memengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan untuk identifikasi uisa korban. Pada kasus tunggal, dapat dipilih lebih dari satu metode yang sesuai dengan karakteristik usia untuk memastikan usia korban agar hasilnya lebih akurat. Namun, pada bencana masal yang biasanya menimbulkan banyak korban jiwa dan waktu yang terbatas untuk identifikasi maka hanya

dapat dipilih satu metode yang paling efektif dan efisien. Contohnya pada kasus bencana alam gunung meletus atau kecelakaan kapal laut, maka dapat menggunakan pemeriksaan radiografis atau klinis yag lebih sederhana dan singkat dibandingkan dengan metode biokimiawi dan histologi. Selain itu, teknologi radiografi digital juga memungkinkan penyingkatan waktu pemeriksaan karena tidak memerlukan pencucian film.5

Bencana masal yang terjadi di daerah pedalaman, akan menyulitkan penyediaan sarana pemeriksaan secara radiografi, histologi dan biokimiawi. Sehingga untuk mengidentifikasi korban bencana masal yang berada di pedalaman dipilih metode klinis dengan perhitungan jumlah dan pola erupsi gigi untuk usia anak sampai remaja dan metode pola dan derajat atrisi pada individu usia dewasa.15,20

Keausan permukaan gigi merupakan kriterium selanjutnya dalam penentuan usia.

Untuk itu disusun 5 derajat keausan gigi:16 0. Tidak terlihat keausan sama sekali;

1. Enamel aus sedikit, tetapi tonjolan kunyah masih utuh;

2. Pada bbeberapa tempat telah terlihat beberapa dentin berwarna kuning;

3. Pada seluruh permukaan enamel telah aus

4. Sebagian besar mahkota gigi telah aus s.d. leher gigi

Peranan odontologi forensik yang merupakan Primary Identifier dalam mengidentifikasi korban yang tidak memiliki identitas sangat penting dan memberikan kontribusi yang tinggi. Pada bencana masal tenggelamnya kapal KM. Senopati Nusantara di perairan Rembang, Jawa Tengah pada tahun 2006, korban yang dapat teridentifikasi hanya 13 dari 36 penemuan jenazah karena lamanya waktu penemuan jasad jenazah sehingga proses pembusukan cepat terjadi. Dari 13 jenazah yang teridentifikasi, 3 jenazah (23%) teridentifikasi melalui data kombinasi pemeriksaan primer dan sekunder.

Pemeriksaan primer yang digunakan untuk mengidentifikasi ketiga jenazah tersebut adalah pemeriksaan gigi (dental record) sebanyak 2 jenazah (66,7%) dan pemeriksaan DNA (33,3%).1

Pada bencana masal kecelakaan pesawat Garuda GA 200 PK-GZC Boeing 737-

(18)

GIGI

RAHANG ATAS RAHANG BAWAH

Erupsi Akar lengkap

(Bulan) (Tahun)

Erupsi Akar lengkap

(Bulan) (Tahun)

Gigi susu : Incisivus 1 Incisivus 2 Caninus Molar 1 Molar 2

7,5 1,5

9. 2

18. 3,25

14. 2,5

24 3

6 1,5 7 1,5 16 3,25

12. 2,25

20 3

Gigi Permanen : Incisivus 1 Incisivus 2 Caninus Premolar 1 Premolar 2 Molar 1 Molar 2 Molar 3

7 – 8 10 8 – 9 11 11 – 12 13 – 15 10 – 11 12 – 13 10 – 12 12 – 14 6 – 7 9 – 10 12 – 13 14 – 16 17 – 21 18 - 25

6 – 7 9 7 – 8 10 9 – 10 12 – 14 9. – 12 12 – 13 10–12 13 – 14 7 - 11 9 – 10

11 – 13 14 – 15 17-21 18 - 25

erupsi gigi (Lutviandari, 2007)

(19)

Penentuan jenis kelamin pada prinsipnya tidak dapat dilepaskan dari istilah Dimorfisme seksual.

Dimorfisme berasal dari bahasa yunani di berarti berganda, morphe berarti bentuk.

Dalam antropologi ragawi istilah dimorfisme dipakai untuk

melukiskan perbedaan antara organisme pria dan wanita, yang nyata dalam morfologi, fisiologi dan kondisi psikis.

(20)

Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin termasuk penentuan jenis kelamin secara somatis.

Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm.

Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin (Eckert, 1997). Selain itu

penentuan jenis kelamin dari pemeriksaan gigi dapat

dilakukan dengan memakai metode “Fluoresensi chromosom Y”

(21)

Banyak ahli antropologi mengklasifikasikan ras manusia untuk membedakan ras yang satu dengan yang lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Coon seperti disampaikan oleh Daldjoeni (1991). Coon membedakan ras manusia menjadi lima

kelompok ras primer, yaitu ras kaukasoid (putih), ras

mongoloid (kuning), ras negroid (hitam), ras australid (hitam), ras kapid (coklat kekuning-kuningan).

(22)

Anatomi gigi-geligi, pada 3 ras besar di dunia:

Ras Caucasoid.

Dengan ciri yang dominan adalah pada gigi Premolar 2 bawah (P2) : mesio-distal memanjang.

Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.

Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari mandibula.

Maloklusi pada gigi anterior.

Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.

Dagu menonjol.

Cusp carabelli pada Molar 1 atas (Sumber: Eckert, 1997)

(23)

Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut:

Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila berbentuk sekop pada 85-99%.

Dens evaginatus, yakni aksesoris

berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.

Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20%

mongoloid.

Lengkung palatum berbentuk elips.

Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.

Insisivus berbentuk sekop (Sumber: Eckert, 1997)

(24)

Gambaran anatomi gigi menurut Eckert (1997), untuk ras negroid adalah sebagai berikut:

Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.

Sering terdapat open bite.

Palatum berbentuk lebar.

Protrusi bimaksila.

Contoh open bite sebagaimana yang sering terdapat pada ras negroid (Sumber:

http://www.kiferdentalspecialist.com/

braces-malocclusionphp)

(25)

Keausan permukaan gigi merupakan kriterium selanjutnya dalam penentuan usia. Untuk itu disusun 5 derajat keausan gigi:

0. Tidak terlihat keausan sama sekali;

1. Enamel aus sedikit, tetapi tonjolan kunyah masih utuh;

2. Pada bbeberapa tempat telah terlihat beberapa dentin berwarna kuning;

3. Pada seluruh permukaan enamel telah aus 4. Sebagian besar mahkota gigi telah aus

s.d. leher gigi

(26)

Komparasi antara data postmortem (hasil pemeriksaan korban) dan data antemortem (data gigi sebelumnya yang pernah dibuat korban salah satunya dari odontogram).

(27)

dapat berupa:

Dental record, keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada pemeriksaan, pengobatan, atau perawatan gigi.

Foto rontgen gigi.

Cetakan gigi.

Prothesis gigi atau alat ortodonsi.

Foto close up muka atau profil daerah gigi atau mulut.

Keterangan dari keluarga atau rekan terdekat korban yang diambil di bawah sumpah.

(28)

1. Klinik gigi rumah sakit

pemerintah/TNI- Polri dan swasta.

2. Puskesmas.

3. Rumah Sakit Pendidikan Universitas/Fakultas

Kedokteran Gigi.

4. Klinik gigi swasta.

5. Praktik pribadi dokter gigi.

Sumber Freemann, 2010

(29)

Untuk data postmortem, yang perlu dicatat pada pemeriksaan gigi adalah:

1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah lama atau baru terjadi.

2. Gigi yang ditambal, jenis bahan dan kalsifikasinya.

3. Anomali bentuk dan posisi gigi.

4. Karies atau kerusakan gigi yang ada.

5. Jenis dan bahan restorasi, perawatan dan rehabilitasi yang mungkin ada.

6. Atrisi atau pengikisan dataran kunyah karena proses

mengunyah. Derajat atrisi akan berbanding lurus dengan usia.

7. Pertumbuhan gigi molar ketiga.

(30)

Di Indonesia, untuk memperoleh data gigi antemortem masih

merupakan hal yang sulit karena tidak semua individu terarsipkan data mengenai giginya. Hanya beberapa profesi yang memiliki keterangan tertulis mengenai gigi, misalnya TNI dan pekerja di dunia penerbangan.

Apabila data antemortem tidak dimiliki, maka identifikasi dengan sarana gigi tidak bisa mencapai sampai tingkat individu melainkan hanya dapat memprakirakan usia, ras, dan ciri-ciri khas gigi dari korban.

(31)

Selain itu, teknologi radiografi digital juga memungkinkan penyingkatan waktu pemeriksaan karena tidak memerlukan pencucian film

Bencana masal yang terjadi di daerah pedalaman, akan menyulitkan penyediaan sarana pemeriksaan secara radiografi, histologi dan biokimiawi. Sehingga untuk

mengidentifikasi korban bencana masal yang berada di

pedalaman dipilih metode klinis dengan perhitungan jumlah dan pola erupsi gigi untuk usia anak sampai remaja dan

metode pola dan derajat atrisi pada individu usia dewasa

(32)
(33)

Rekam gigi (dental record) merupakan prioritas pemeriksaan utama terutama pada bencana masal seperti halnya kebakaran.

Hal ini mengingat keutuhan gigi pada korban kebakaran masih baik, di saat pemeriksaan primer (Primary Identifier) menggunakan data sidik jari sulit

dilakukan.

Sedangkan pemeriksaan DNA, walaupun bersifat sensitif dan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang relatif mahal sehingga akan sulit diaplikasikan pada bencana masal yang memiliki jumlah korban yang banyak

(34)

Memberikan gambaran umum keadaan gigi dan mulut pasien

Dokumen legal yang dapat melindungi dokter gigi dan pasien

Resume keadaan gigi dan mulut

Dasar perencanaan perawatan

Bahan penelitian

Sarana identifikasi

(35)
(36)

Penulisan menggunakan FDI (Federation Dentaire Internationale) Numbering System.

Permukaan/lokasi/posisi karies/tambalan wajib diisi: MODVL M=Mesial, O=Oclusal, D=Distal, V=Vestibular, L=Lingual

Restorasi gigi digunakan warna hitam putih.

Restorasi yang mempunyai warna sama dengan gigi, digunakan tanda arsir, dan dijelaskan pada tabel.

Restorasi logam atau amalgam, digunakan warna hitam penuh.

Inlay digambarkan sama dengan tambalan, namun dirinci pada tabel.

(37)

Jika akan digunakan warna, maka:

Untuk logam berwarna emas: warna merah

Untuk amalgam/logam biasa: warna hitam

Untuk restorasi berwarna sama dengan gigi: warna hijau

Untuk fissure sealant (restorasi pencegahan)= warna merah muda

(38)

Singkatan permukaan/lokasi/posisi karies atau tambalan ditulis dengan huruf kapital/besar, di depan singkatan yang lain. Misal: O car (Occlusal caries); MO amf (Mesial Occlusal Amalgam Filling);

Singkatan kondisi lain (keadaan gigi, bahan restorasi, restorasi, dan protesa) ditulis dengan huruf kecil;

Bila satu gigi memiliki dua atau lebih keterangan akan kondisi giginya, maka tiap singkatan dari kondisi gigi tersebut diberi tanda (-). Misal: gigi 16: O cof-rct; gigi 46: mis-pon-pob;

Keterangan tambahan tentang kondisi gigi yang tidak terdapat pada daftar singkatan, bisa ditambah tanda (“…..”).

misal: gigi 12: cfr “1/2 insisal” (crown fracture “1/2 insisal”)

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

Pemeriksaan odontologi forensik merupakan pemeriksaan yang memiliki peranan penting dan termasuk kategori pemeriksaan primer untuk mengidentifikasi identitas korban akibat bencana masal

(49)

Referensi

Dokumen terkait

dibandingkan dengan nilai α, menunjukkan nilai hasil P Value < α, yaitu 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan fungsi

usaha kecil.. zakat, infak dan shadaqah kepada masyarakat; kedua yaitu menerima dan menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat atau pihak ketiga dengan untuk

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Terdapat jaminan seperti

ROMLI MUBAROK Bahasa Arab MTs MTs... FADIL AZIZI BAHASA ARAB

Penyimpangan pada data (14c) terjadi pada kata karena dan kakalin. Penggunaan kata yang tepat adalah kerana 'karena', begitu juga kekalin dari kosa katanya sudah bahasa Bali dan

Untuk kepentingan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai

Untuk identifikasi masalah 2 dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor (pendidikan ibu rumah tangga, pekerjaan, pendapatan

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3, terlihat pada gambar bahwa post-larva udang vaname yang direndam dengan rElGH 15 mg/L lebih besar daripada kontrol dan kontrol pCold,