• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud karena adanya: (1) Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam. Akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita, serta (2) Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa).

Menurut Ilham, dkk (2003) dampak konversi lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinfestasikannya dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi. Sementara itu volume produksi yang hilang akibat konversi lahan sawah ditentukan oleh pola tanam yang diterapkan di

(2)

lahan sawah yang belum dikonversi, produktivitas usahatani dari masing-masing komoditi dari pola tanam yang diterapkan, dan luas lahan sawah yang terkonversi.

Pada dasarnya konversi lahan sawah sulit dicegah selama kebijakan pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Namun demikian konversi lahan akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ketahanan pangan, lingkungan, kesempatan kerja dan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah konversi lahan diharapkan lebih diarahkan untuk meminimalkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan.

Sampai batas tertentu konversi lahan dapat dilakukan selama dampak negatif yang ditimbulkan dapat ditekan dan dinetralisir (Ashari, 2003).

Adiningsih (1996) dan Asyik (1996) berpendapat bahwa pemantapan ekosistem sawah baru membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Areal sawah produktif yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap produksi pangan justru telah mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan ke penggunaan non pertanian. Oleh karena itu, meskipun secara agregat luas areal baku tanaman pangan dapat meningkat akibat pencetakan sawah baru, namun areal tanaman pangan cenderung menurun secara kualitas. Dengan demikian, masalah pengadaan pangan akan semakin kompleks di masa yang akan datang yang dicirikan dengan menyusutnya lahan baku tanaman pangan.

Faktor penting yang sangat mempengaruhi petani untuk melakukan konversi lahan adalah faktor stabilitas harga gabah yang masih relatif rendah dan belum memberikan pengaruh yang besar bagi peningkatan kesejahteraan petani.

Selain itu perbedaan tingkat upah di sektor pertanian dan industri, jumlah

(3)

pemilikan aset lahan serta luas pemilikan lahan sawah yang semakin kecil cenderung menjadi faktor pendorong proses konversi lahan sawah.

Perbandingan lahan yang terbatas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan sedikitnya lahan yang tersedia bagi setiap orang petani (land/man ratio yang rendah). Harga lahan yang tinggi dan skala usaha yang kecil mengakibatkan efisiensi usahatani rendah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan lambatnya pengembangan lapangan kerja di sektor yang lain, mengakibatkan rendahnya pendapatan di sektor pertanian (Sofjan, 1998).

Selain itu ketersediaan pangan yang berkelanjutan (sustainable) dibutuhkan untuk stabilisasi harga pangan. Ketidakstabilan harga pangan dapat mengurangi minat investasi pada sektor pangan. Pada tingkat usaha tani ketidakstabilan harga tidak merangsang petani untuk menggunakan teknologi baru, meningkatkan keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Pada tingkat hilir, ketidakstabilan menyebabkan rendahnya investasi di bidang pemasaran. Selain itu sektor industri pangan berpengaruh atas stabilitas harga pangan karena terkait dengan upah tenaga kerja. Harga yang stabil memudahkan perencanaan usaha dan merencanakan tingkat keuntungan.

Masalah yang paling pokok dalam menangani ketersediaan pangan sangat tergantung pada kebijakan nasional di bidang pertanian. Perhitungan yang matang untuk jangka pendek dan jangka panjang dalam memenuhi ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Perhitungan tersebut tentunya harus mempertimbangkan angka pertumbuhan penduduk, ketersediaan lahan, dan kapasitas produksi, serta hitungan-hitungan lain di luar aspek teknis pertanian.

Kita menyadari bahwa dari tahun ke tahun, jumlah penduduk terus meningkat.

(4)

Sementara ketersediaan lahan pertanian yang subur, tidak bertambah. Lahan yang tersedia itupun setiap tahun terus berkurang akibat konversi lahan, bagi pengembangan sektor-sektor di luar pertanian. Oleh karena itu, perlu ditata pengelolaannya secara komprehensif, bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi jangka menengah dan jangka panjang. Jangan tumpang tindih, jangan hanya untuk memenuhi kebutuhan satu sektor mengorbankan sektor yang lain (Rija, 2008).

2.2. Landasan Teori

Laju pertumbuhan penduduk disebutkan 1,3%-1,5%, sedangkan luas lahan pertanian tidak bertambah, sehingga Indonesia dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan 10 tahun dari sekarang. Keterkaitan antara laju permintaan pangan dan pertumbuhan penduduk adalah dasar teori pembangunan pertanian klasik. Suatu persamaan sederhana bahwa laju permintaan pangan suatu negara ditentukan oleh laju permintaan penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, dan elastisitas pendapatan terhadap pangan tersebut.

Dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3%, pertumbuhan ekonomi 6,1%, dan elastisitas pendapatan terhadap pangan sekitar 0,6, laju permintaan pangan Indonesia sekitar 4,96% per tahun. Pertumbuhan pasok pangan di Indonesia memang harus mencapai 5% atau lebih, jika ingin menghindari krisis pangan yang berkepanjangan. Strategi yang baik tentu saja perlu memprioritaskan pemenuhan pangan dari produksi dalam negeri, karena apabila mengandalkan pemenuhan pangan dari impor. Untuk pangan pokok, khususnya beras, peningkatan produksi domestik menjadi demikian mutlak, karena negara produsen beras besar-seperti China, Vietnam, India, dan Pakistan semakin hati-hati dalam

(5)

melempar produk mereka ke pasar internasional. Benar bahwa persoalan tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia harus terus diwaspadai. Namun, persoalan baru tentang kompleksitas baru karena perubahan pola perdagangan komoditas pangan di tingkat global jauh lebih penting untuk diantisipasi.

Pencetakan sawah baru penting, tetapi berbagai upaya yang mengarah kepada peningkatan produktivitas pangan per satuan luas lahan jauh lebih penting dan bermakna bagi kesejahteraan rakyat. Apabila laju peningkatan produktivitas ini lebih besar dari laju penurunan rasio lahan terhadap tenaga kerja-karena lahan nyaris tetap, sedangkan tenaga kerja terus bertambah-krisis pangan akan dapat dihindari. Maknanya, perubahan tekonologi di bidang pangan dan pertanian menjadi sangat mutlak dan tidak dapat diabaikan dalam penyusunan strategi dan kebijakan ekonomi pangan ke depan.

Krisis pangan juga akan dapat dihindari apabila berbagai program peningkatan produksi pangan tidak dimaksudkan hanya untuk memenuhi target politik semata. Langkah kebijakan pemerintah wajib bervisi peningkatan kesejahteraan petani sebagai pelaku sentral dalam pembangunan pertanian. Jadi, untuk menghindari krisis pangan, strategi peningkatan produksi pangan wajib disertai dengan langkah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani.

Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang dengan menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk kebutuhan komsumsi. Sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat (Mansur, 2005)

(6)

Masalah pokok perekonomian ialah adanya kelangkaan atau kekurangan akibat ketidakseimbangan antara (i) kebutuhan masyarakat dengan (ii) faktor- faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat. Disatu pihak keinginan masyarakat relatif tak terbatas sementara dilain pihak sumber-sumber daya atau faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang tersebut relatif terbatas. Faktor-faktor poduksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.

Pengertian produksi dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan atau menambah faedah ekonomi suatu benda dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan orang, badan usaha, atau organisasi yang menghasilkan barang dan jasa

Jumlah penduduk yang terus bertambah mencerminkan pula makin padat jumlah penduduk tiap 1 km2, dapat mempercepat eksploitasi sumberndaya alam dan mempersempit persediaan lahan hunian dan lahan pakai. Dengan kata lain jumlah penduduk yang terus bertambah dan makin padat sangat mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Menurut Kustiawan (1997) dalam perspektif makro, fenomena konversi lahan pertanian di negara-negara sedang berkembang terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan demografis. Transformasi struktural dalam perekonomian berlangsung dari semula yang bertumpu pada pertanian ke arah yang lebih bersifat industri. Sementara dari sisi demografis, pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat mengakibatkan konversi dari penggunaan pertanian ke penggunaan yang luar biasa.

(7)

Terjadinya konversi lahan sawah ke non sawah di Propinsi Jawa Timur sebagaimana dikemukakan Ashari (1995) disebabkan oleh kepadatan penduduk, nilai tukar petani, dan PDRB per kapita. Kepadatan penduduk disuatu tempat (terutama di perkotaan) yang juga mencerminkan land man ratio akan mendorong penduduk mencari tempat lain untuk membangun pemukiman di luar kota (pedesaan). Akibatnya banyak lahan yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian mengalami alih fungsi menjadi pemukiman. Sedangkan nilai tukar petani yang rendah menyebabkan tidak ada intensif bagi petani untuk terus hidup dari usaha pertaniannya, sehingga mareka cenderung mengkonversi lahan sawahnya.

2.3. Kerangka Pemikiran

Dengan bertambah pesatnya pertambahan jumlah penduduk maka kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi. Secara umum, kebutuhan lahan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat personal. Kebutuhan yang lebih bersifat menguntungkan sepihak tersebut tidak diseimbangkan dengan kebutuhan lahan yang sifatnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara umum. Kebutuhan masyarakat secara umum ini diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan lahan terhadap konsumsi masyarakat (pangan). Rawanan pangan disebabkan karena sawah lama menghasilkan produktivitas padi dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat tidak mampu menghasilkan produksi untuk menyeimbangkan antara besarnya konsumsi masyarakat dengan produksi yang dihasilkan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk penanganan daerah rawan pangan tersebut adalah dengan program aksi pencetakan lahan sawah baru

(8)

oleh Propinsi Sumatera Utara. Pencetakan lahan sawah baru tersebut diteruskan melalui daerah – daerah (kabupaten) yang ditunjuk dan bersedia sebagai daerah yang yang mampu mewujudkan ketahanan pangan yang mandiri. Salah satu wujud nyata dari aksi tersebut adalah pencetakan lahan sawah baru di Kabupaten Asahan. Pencetakan sawah baru ini diharapkan mampu menghasilkan produktivitas padi. Sehingga tingginya produksi yang dihasilkan diharapkan mampu menyeimbangkan dengan besarnya kebutuhan konsumsi masyarakat.

Sehingga kecukupan pangan masyarakat dapat tercapai. Secara skematis kerangka pemikiran diatas dapat digambarkan :

(9)

Sawah Lama

Produktivitas Produktivitas

Produksi

Ratio Produksi dan Kebutuhan Konsumsi

Kecukupan Pangan

Pencetakan Sawah Baru di Kabupaten

Asahan

Konsumsi

Pertambahan Jumlah Penduduk

Keterangan :

= Menyatakan Hubungan

= Mempengaruhi

Pencetakan Sawah Baru di Propinsi Sumatera Utara

(10)

2.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah :

1. Hasil produktivitas yang dihasilkan sawah baru lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas sawah lama.

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan produktivitas atau rendahnya produksi padi sawah di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan,

Import asam oksalat yang sangat tinggi juga disebabkan karena produksi asam oksalat yang sangat rendah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga

Industri batik cetak selain menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan di daerah pakaian dicetak, tetapi juga menghasilkan oleh produk yang paling dari semua

Mineral dan vitamin juga diperlukan oleh itik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi diantaranya untuk pertumbuhan, produktivitas maupun produksi itik, meskipun hanya dibutuhkan

Beberapa masalah yang terkait dengan ketersediaan pangan, di antaranya adalah kebutuhan pangan masyarakat lebih tinggi dari kapasitas produksi dalam negeri,

Pengamanan produksi beras nasional melalui peningkatan produktivitas padi dilakukan dengan: (1) meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam

Penelitian Irawan (2005) menegaskan bahwa dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan yang tidak dapat segera dipulihkan, disebabkan oleh 4 alasan, yaitu: (a) lahan sawah

Berdasarkan ganbar 1.1 diatas dapat dijelaskan bahwa usahatani padi terdiri dari dua yaitu usahatani padi ladang dan usahatni padi sawah kedua usahatani