• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Program Prima Tani

Program Rintisan dan akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI) merupakan program Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian yang bertujuan untuk mendorong percepatan inovasi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Selain diseminasi, Prima Tani juga digunakan sebagai wahana pengkajian partisipatif, yang berarti merupakan implementasi dari paradigma baru Badan Litbang Pertanian, yakni Penelitian untuk Pembangunan (Research for Development) menggantikan paradigma lama Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delevery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi. Prinsip yang digunakan dalam Prima Tani adalah Build, Operate and Transfer (BOT), dalam arti bahwa model inovasi yang diperkenalkan dan dimasyarakatkan merupakan sesuatu yang baru, namun sifatnya masih introduksi awal dan untuk selanjutnya diteruskan kepada institusi teknis yang melaksanakan program pengembangan dalam skala luas (Badan Litbang Pertanian, 2004).

Makna Program rintisan dan Akselerasi pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI) dapat dijelaskan oleh namanya sendiri. Program berarti bahwa kegiatan terencana dan dilaksanakan sistematis untuk mewujudkan tujuan yang telah diuraikan sebelumnya. Kegiatan ini merupakan

(2)

salah satu program utama Badan Litbang Pertanian untuk akselerasi penyebaran inovasi teknologi pertanian pada tahun 2005-2009.

Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan berarti terobosan pembuka, pelopor atau inisiatif, penyampaian dan penerapan inovasi teknologi pertanian kepada dan oleh masyarakat luas. Pertama, Prima Tani haruslah dipandang sebagai langkah inisiatif Badan Litbang Pertanian untuk mengatasi masalah kebuntuan atau kelambatan dalam penerapan inovasi teknologi yang dihasilkan

secara luas oleh masyarakat pertanian sekaligus memperpendek waktu (lag period) yang dibutuhkan mulai dari penciptaan inovasi teknologi sampai

penerapan oleh pengguna. Kedua, Prima Tani hanyalah tindakan pembuka atau pelapor. Keterlibatan Badan Litbang Pertanian hanya sementara waktu. Pembinaan Prima Tani harus segera dilepaskan kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Dengan demikian, pengembangan Prima Tani dilaksanakan dengan prinsip “bangun, operasikan dan serahkan” (build, operate and transfer).

Inovasi teknologi pertanian adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis unggul mutakdir hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian. Prima Tani merupakan wahana untuk mengintroduksikan teknologi dan kelembagaan unggul yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Oleh karena itu, karakteristik teknologi Prima Tani adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh Balit Komoditas maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan demikian, Prima Tani pada dasarnya adalah metode penelitian dan pengembangan yang juga salah satu modus diseminasi teknologi, keduanya termasuk dalam mandat institusional Badan Litbang Pertanian.

(3)

Prima Tani merupakan strategi dalam mengimplementasikan paradigma baru Badan Litbang Pertanian tersebut. Di pandang dari segi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan, Prima Tani merupakan wahana untuk pelaksanaan penelitian dan pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan beroreantasi konsumen/pengguna (consumer oriented research and development). Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan desiminasi, Prima Tani merupakan wahana untuk menghubungkan secara langsung Badan Litbang sebagai penyedia teknologi sumber/dasar dengan masyarakat luas atau pengguna teknologi secara komersial maupun lembaga-lembaga pelayanan penunjang pembangunan sehingga adopsi teknologi yang dihasilkan tidak saja tepat guna, tetapi juga langsung diterapkan dalam pembangunan sistem usaha dan usaha agribisnis, setidaknya dalam tahapan rintisan atau percontohan. Rintisan atau percontohan tersebut diharapkan akan menjadi titik awal difusi massal teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian.

Prima Tani dilaksanakan dengan empat strategi, yaitu: (1) menerapkan teknologi inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif (Partisipatory Research and Development) berdasarkan penelitian untuk pembangunan, (2) membangun model percontohan sistem agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif dengan mengintegrasikan sistem inovasi dan sistem agribisnis, (3) mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta vasilitasi, dan (4) basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

(4)

Tujuan utama Prima Tani adalah untuk mempercepat waktu, meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian serta untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi yang merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan yang beroreantasi kebutuhan pengguna. Dengan kata lain, Prima Tani dirancang untuk berfungsi ganda, selain sebagai modus diseminasi juga sekaligus sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan Badan Litbang Pertanian. Dalam pedoman umum Prima Tani, dijelaskan bahwa tujuan Prima Tani sebagai modus diseminasi, meliputi kegiatan: (1) merancang dan memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif, (2) membangun pengadaan sistem teknologi dasar secara luas dan desentralisasi, (3) menyediakan informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk pemecahan masalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi praktisi agribisnis, dan (4) memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem secara mandiri (Adimihardja, 2006).

Tujuan Prima Tani sebagai Laboratorium lapang pada dasarnya adalah : (1) melaksanakan kaji terap untuk mengevaluasi dan menyempurnakan kinerja

komersial teknologi sumber yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian, (2) melaksanakan penelitian untuk pengembangan teknologi tepat guna secara

partisipatif, bersama-sama dengan para sasaran pengguna langsung teknologi tersebut, dan (3) mengungkap preferensi dan prilaku konsumen teknologi sebagai

(5)

dasar dalam merancang arsitektur teknologi tepat guna untuk dijadikan sebagai sasaran penelitian dan pengembangan (Irawan et al., 2006).

Kegiatan Prima Tani pada intinya adalah membangun laboratorium agribisnis adalah model percontohan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) berbasis inovasi yang memadukan sistem inovasi teknologi dan kelembagaan pedesaan yang mana ini merupakan keluaran akhir dari Prima Tani itu sendiri. Laboratorium ini dibangun bersama secara partisipatif oleh petani, pemerintah daerah, peneliti, penyuluh dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan Prima Tani. Inovasi yang diterapkan dapat dilakukan pada bidang komoditas yang meliputi aspek produksi, sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil, bidang pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, bidang bidang pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak dan pupuk serta bidang konservasi tanah dan air.

Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau

laboratorium agribisns dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu : (1) agroekosistem, (2) agribisnis, (3) wilayah, (4) kelembagaan, dan (5) pemberdayaan masyarakat. Penggunaaan pendekatan agroekosistem berarti

Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi bio-fisik lokasi meliputi aspek sumberdaya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi Prima Tani diperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama,

(6)

sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi resiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan Prima Tani tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perdesaan.

2.2. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

Prima Tani merupakan model pembangunan pertanian dan pedesaan melalui pemanfaatan teknologi secara terencana. Posisi tersebut menjadikan kegiatan pengawalan dan pendampingan yang intensif kepada petani/kelompok tani dalam implementasi Prima Tani sebagai unsur penciri utama (Departemen Pertanian, 2008). Salah satu teknologi yang dikawal atau didampingi dalam program Prima Tani berkaitan dengan usahatani padi sawah adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumberdaya alam secara bijak. Budidaya padi dengan pendekatan PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahatani (Ariani et al., 2009). Selanjutnya Sumarno dan Suyamto (1998) mengatakan tindakan PTT merupakan good agricultural practices.

(7)

Pendekatan PTT memperhatikan penerapan teknologi dengan kesesuaian sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Prioritas utama dalam model PTT adalah pemecahan masalah setempat dengan penerapan teknologi inovatif, sehingga paket teknologi yang dipilih PTT tidak tetap, tetapi spesifik lokasi. Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip, yaitu : (1) PTT bukan merupakan teknologi maupun paket teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan agar

sumberdaya tanaman, lahan dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya, (2) PTT memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan

diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi, (3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani, dan (4) PTT bersifat partisipatif yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang paling tepat dan sesuai dengan keadaan setempat dan kemapuan petani melalui proses pembelajaran (Badan Litbang Pertanian, 2004).

Tujuan penerapan PTT adalah meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang cocok untuk kondisi setempat yang dapat meningkatkan hasil gabah dan mutu beras serta menjaga kelestarian lingkungan. Dalam penerapan PTT tidak berlaku lagi rekomendasi untuk diterapkan secara nasional atau umum. Dalam hal ini petani secara bertahap dapat memilih komponen teknologi yang paling sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani. Selain itu PTT mengutamakan efisiensi biaya input dan saling menunjang antar satu teknologi dengan teknologi lainnya. Indikator keberhasilan pengelolaan tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi,

(8)

penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani meningkat tanpa merusak lingkungan.

2.2.1. Komponen Teknologi dalam Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah

Komponen teknologi yang dianjurkan dalam PTT padi sawah di kabupaten Kubu Raya adalah meliputi : (1) pemilihan varietas dan seleksi penyemaian benih,(2) pengaturan jarak tanam dengan jajar legowo, (3) penanaman bibit muda tunggal, (4) pemupukan, (5) penggunaan bahan organik, (6) pengendalian organisme pengganggu tanaman, dan (7) panen dan pasca panen.

2.2.1.1. Pemilihan Varietas dan Seleksi Benih

Varietas padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Varietas yang ditanam adalah varietas yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, berdaya hasil dan bernilai jual tinggi. Benih diseleksi agar benih yang ditanam benar-benar memiliki daya tumbuh yang tinggi. Seleksi benih dilakukan dengan merendam benih kedalam air garam 3 persen dengan tujuan : mencegah hama pada waktu perkecambahan, merangsang pertumbuhan akar, memperkecil resiko kehilangan hasil, memellihara dan memperbaiki kualitas benih.

2.2.1.2. Pengaturan Jarak Tanam dengan Jajar Legowo

Setelah berdaun dua, kira-kira 10–15 hari dipersemaian, bibit siap dipindah, ditanam dalam kondisi air macak-macak. Bibit ditanam secara teratur

(9)

dimana 1-2 bibit perlubang tanam. Jarak tanam untuk tegel dianjurkan 20 x 20 cm, sedangkan untuk sisten tanam jajar legowo yang dianjurkan 40 x 20 x 10 cm (legowo 4:1) adalah cara tanam berselang seling 2 baris dan 1 baris kosong. Jarak antar baris tanaman yang dikosongkan disebut satu unit.

Penyulaman 7 Hari Setelah Tanam (HST) dengan umur bibit sama. Manfaat tanam jajar legowo, selain dapat meningkatkan hasil dari pengaruh tanam pinggiran (border effect), meningkatkan populasi tanaman sampai 30 persen yaitu 213 000 rumpun/ha, pengendalian hama penyakit dan gulma lebih muda, menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas atau untuk mina padi, penggunaan pupuk lebih berdaya guna. Varietas unggul tipe baru seperti Gilirang jarak tanamnya harus lebih rapat karena varietas ini memiliki jumlah anakan sedikit (10 – 12 rumpun). Jumlah anakan pada semua varietas tipe baru adalah produktif.

2.2.1.3. Penanaman Bibit Muda Tunggal

Penanaman bibit muda tunggal akan menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit lebih tua. Penanaman bibit muda tunggal bibit padi yang ditanam berumur 18 – 20 HSS dengan penanaman tunggal yaitu 12 bibit per rumpun. Bibit muda akan tumbuh dan berkembang dengan lebih baik, sistem perakarannyaakan lebih intensif, anakan lebih banyak dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan dengan bibit yang lebih tua (> 20 HSS).

(10)

2.2.1.4. Pemupukan

Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah.

Berdasarkan hasil analisis tanah,maka anjuran pupuk anorganik untuk kabupaten sungai kakap adalah SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha dan untuk urea penggunaannya berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). Bagan warna daun adalah alat sederhana (bagan) untuk mengukur warna daun tanaman padi dengan skala 1 sampai 6. Skala 1 (kuning) menggambarkan tanaman sangat kekurangan N sedangkan skala 6 (hijau tua) menggambarkan tanaman kelebihan N. Dengan penggunaan BWD maka kebutuhan urea dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pengukuran tingkat kehijauan daun padi dengan BWD dimulai pada saat tanaman berumur 25 – 28 Hari Setelah Tanam (HST). Pengukuran dilanjutkan setiap 7 – 10 hari sekali sampai umur tanaman dalam kondisi bunting atau fase primordial. Khusus untuk tanaman padi hibrida dan padi tipe baru, pengukuran tingkat hijauan daun tanaman dilakukan sampai tanaman sudah berbunga 10 persen.

2.2.1.5. Penggunaan Bahan Organik

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah, kotoran hewan atau

hasil pengomposan. Keuntungan penggunaan bahan organik yaitu: (1) meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah, (2) memberikan tambahan hara, (3) meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba),

(4) memperbaiki sifat fisik tanah, dan (5) mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah tanaman.

(11)

2.2.1.6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam, dan tidak menimbulkan kerugian besar. Strategi pengendalian hama: (1) gunakan varietas tahan hama dan

penyakit, (2) tanam tanaman yang sehat, (3) pengamatan berkala di lapangan, (4) pemanfaatan musuh alami seperti pemangsa (predator), misalnya laba-laba,

(5) pengendalian secara mekanik, seperti menggunakan alat atau mengambil

dengan tangan, menggunakan pagar dan menggunakan perangkap, dan (6) penggunaan pestisida hanya bila diperlukan dengan insektisida, fungisida atau

molusida.

Pengendalian gulma diperlukan untuk : (1) mengurangi persaingan antara gulma dengan tanaman padi dalam memperoleh hara, air, sinar matahari dan tempat, (2) memutus siklus gulma, (3) mencegah terbentuknya inang alternatif bagi organisme pengganggu tanaman, dan (4) mencegah terhambatnya saluran aliran air irigasi.

2.2.1.7. Panen dan Pasca Panen

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah : (1) umur tanaman karena antara satu varietas dengan varietas lainnya kemungkinan berbeda, (2) hitung sejak padi berbunga, biasanya panen dilakukan pada 30-35 hari setelah padi berbunga, dan (3) panen dilakukan bila 90 persen malai menguning. Panen dilakukan dengan menggunakan arit dan perontokan dilakukan dengan menggunakan power threser. Panen biasanya dilakukan secara

(12)

berkelompok. Pengeringan gabah dilakukan setelah panen dengan cara menjemur disepanjang jalan karena belum tersedianya alat pengering atau dryer.

Faktor yang mempengaruhi kehilangan hasil adalah : (1) varietas padi, (2) umur panen padi, (3) alat panen, (4) sistem pemanenan padi, (5) prilaku pemanenan, dan (6) alat/cara perontok padi. Usahatani padi tidak memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur yang tidak tepat dan cara panen yang kurang benar. Penyimpanan gabah dilakukan pada kadar air kurang

dari 14 persen untuk konsumsi dan kurang dari 13 persen untuk benih.

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian mengenai pengukuran efisiensi teknis pada usahatani padi dan pendapatan telah banyak dilakukan. Adapun tinjauan studi terdahulu tentang studi efisiensi teknis efisiensi teknis dan pendapatan sebagai berikut :

2.3.1. Tinjauan Studi Efisiensi Teknis

Penelitian yang dilakukan oleh Pirngadi dan Makarim (2006) yang berjudul Peningkatan Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan melalui Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Usahatani pada Lahan Sawah Tadah Hujan dengan Pola Tanam Padi Gogorancah. Padi walik jerami masih diwarnai oleh penggunaan varietas lokal dan atau hasil rendah, kualitas benih rendah, populasi tanaman tidak optimal (jarak tanam tidak teratur dan pemupukan tidak tepat). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan model usahatani berbasis padi yang optimal (hasil tinggi, menguntungkan, dan input sesuai kemampuan petani) pada lahan sawah tadah hujan di wilayah sumberdaya rendah. Penelitian

(13)

yang dilaksanakan di desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada musim Hujan 2003/2004 dan Musim Kering 2004 menunjukkan

hasil tertinggi untuk padi gogorancah dan walik Jerami masing-masing 5.78 ton/ha dan 6.01 ton/ha GKG/ha. Widodo (1989) mengatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil padi adalah lingkungan fisik, irigasi, tingkat penggunaan sarana produksi, teknik bertani dan keadaan sosial ekonomi petani pengaruhnya pada petani dalam menentukan tingkat penggunaan sarana produksi dan kecakapan dalam pengelolaan usahatani (manajemen), dimana manajemen ini dicerminkan oleh tingkat efisiensi teknis.

Sumaryanto (2001) meneliti tentang tingkat efisiensi usahatani padi di Subang, Cianjur dan Sidrap dengan menggunakan fungsi produksi stochastic

frontier menyimpulkan bahwa tingkat produksi padi di Subang, Cianjur dan Sidrab berbanding lurus dengan luas lahan garapan dengan dugaan parameter

masing-masing sebesar 1.4055, 0.6841 dan 1.4498 yang semuanya nyata pada α = 0.01. Penggunaan benih di lokasi penelitian cenderung berlebih, ini dapat

dilihat dari nilai dugaan parameter yang negatif dan nyata (Subang sebesar –0.5817 nyata pada α= 0.01, Cianjur -0.0907 nyata pada α=0.05, dan

Sidrab -0.5047 nyata pada α=0.01). Respon produksi masih positif terhadap pupuk N (urea), sedangkan pupuk P negatif. Untuk pupuk K respon produksi di Cianjur dan Sidrab adalah positif dan nyata masing-masing sebesar 0.1202 pada α=0.001 dan 0.1200 nyata pada α=0.01 sedangkan di Subang negatif meskipun tidak nyata(-0.0273).

Hasil penelitian Sumaryanto (2001) didapatkan tingkat efisiensi teknis tertinggi adalah Cianjur dari lima kabupaten (Cianjur, Sukabumi, Subang, Bogor,

(14)

Tasikmalaya), dan yang terendah adalah Subang. Korelasi antara TE dengan variabel-variabel yang diduga kuat berhubungan dengan kapabilitas manajerial petani dalam usahatani padi antar lokasi cukup bervariasi. Di Subang faktor yang berkorelasi nyata dengan TE adalah status garapan usahatani dan umur petani. Petani pemilik penggarap cenderung lebih baik daripada non pemilik, dan petani lebih muda lebih tinggi TE-nya. Namun di Subang justru petani non pemilik umumnya dapat mengelola usahatani padinya dengan lebih efisien secara teknis.

Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa di Subang dan Cianjur ada kecendrungan menggunakan tenaga kerja yang telah berlebihan, ini ditunjukkan

oleh nilai dugaan parameternya masing-masing -0.1145 nyata pada α=0.10 dan -0.0928 nyata pada α=0,05. Sementara itu respon produksi terhadap penggunaan

tenaga kerja di Sidrap masih positif (0.078) nyata pada α=0.01. Pengaruh musim di Subang dan Cianjur adalah positif dan nyata dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.12740 nyata pada α=0.01 dan -0.0525 nyata pada α=0.05, sedangkan Sidrab positif (0.0234) meskipun tidak nyata.

Sumaryanto et al. (2003) melakukan penelitian tentang determinan efisiensi teknis usahatani padi di lahan sawah irigasi menggunakan TE efec model dengan pendekatan fungsi produksi stochastic frontier yang bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pencapaian produktivitas usahatani padi yang telah dicapai oleh petani beserta sebarannya, serta faktor-faktor utama yang mempengaruhi produktivitas usahatani padi yang dicapai di daerah irigasi DAS Brantas tahun 1999/2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi yang dicapai petani adalah 0.713 dengan koefisien variasi 0.184. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat pencapaian efisiensi teknis adalah peranan usahatani

(15)

sebagai sumber pendapatanrumahtangga petani, indeks diversifikasi pola tanam di hamparan blok tersier dimana lahan petani berada dan status garapan usahatani.

Brahmana (2005) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani pada lahan kering dengan pendekatan stochastic frontier di desa Taggeung, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis keragaan, pendapatan dan efisiensi teknis usahatani padi lahan kering di desa Tanggeung. Pengamatan dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif dengan pendeksatan R/C rasio dan fungsi produksi stochastic frontier. Usahatani padi di desa Tanggeung tidak layak untuk diusahakan karena nilai R/C rasio lebih kecil dari satu yaitu 0.89 yang artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan hanya menghasilkan penerimaan sebesar Rp.0.89. Walaupun demikian, petani sulit meninggalkan usahatani tersebut karena pekerjaan diluar pertanian kurang tersedia dan jika tidak mengusahakannya kembali maka mereka harus membelipadi untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Hasil penelitian Haryani (2009) didapatkan bahwa penerapan program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) bukan sebagai teknologi baru tetapi lebih kepada sistem pengelolaan komponen-komponen teknologi tanpa mengubah teknologi namun dapat mencapai peningkatan efisiensi didalam usahatani padi sawah, hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh dimana melalui program PTT di desa Teras Kecamatan Carenang Kabupaten Serang mampu meningkatkan efisiensi teknis dan pendapatan petani program PTT. Sebagian besar petani program PTT telah mencapai efisiensi teknis tetapi belum secara alokatif dan ekonomi, namun pencapaian efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani program PTT lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan program PTT.

(16)

Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi batas (frontier) pada petani peserta program PTT, petani bukan program PTT dan petani gabungan adalah sama yaitu ; benih, pupuk anorganik dan tenaga kerja, namun berbeda untuk faktor-faktor inefisiensi yang mempengaruhi pencapaian efisiensi teknis dimana pada program PTT adalah umur, pendidikan dan dummy sistem tanam, pada petani bukan program PTT adalah pendidikan, dependency ratio, partisipasi dalam kelompok tani dan dummy sistem tanam, sedangkan pada petani gabungan hanya dummy sistem tanam yang berpengaruh nyata.

Hasil penelitian Siregar (1987) dan Haryani (2009) dikatakan bahwa pengalaman bertani bukan merupakan faktor penting mempengaruhi efisiensi teknis yang dicapai petani. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang baru berpengalaman dalam berusahatani padi sawah akan memperoleh peluang yang sama baik dengan petani yang berpengalaman.

Mengukur tingkat efisiensi kegiatan usahatani dan analisis fungsi produksi telah banyak dilakukan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah analisis tingkat efisiensi menggunakan Stochastic Production Frontier (SPF). Pemilihan fungsi produksi Stochastic Frontier berdasarkan argumen bahwa dengan program Prima Tani melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) diasumsikan bahwa tingkat produktivitas yang telah dicapai oleh petani sudah mendekati kondisi maksimum (Frontier), sehingga apakah peningkatan produktivitasnya masih dapat dilakukan di lahan yang sama akan dapat terjawab. Melalui metode Stochastic Frontier faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi besarnya tingkat efisiensi teknis yang akan dicapai dapat ditangkap dan dijelaskan dengan bantuan model

(17)

ekonometrika. Sementara faktor-faktor penyebab ketidakefisienan juga dapat ditangkap pada saat bersamaan. Selain itu dapat pula diestimasi apakah inefisiensi disebabkan oleh random error dalam proses pengumpulan data dan

sifat dari beberapa variabel yang tidak dapat terukur atau disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam suatu proses

produksi.

Dalam penelitian ini akan menggunakan stochastic frontier sebagai alat analisis maka ada baiknya dipaparkan terlebih dahulu tentang studi-studi tentang penelitian yang menggunakan alat analisis yang sama yaitu analisis stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang berbeda. Adapun hasil-hasil dikemukakan berikut ini.

Penelitian Hert dan Mandac (1981), Tadesse dan Krishnamoorthy (1997) dalam Mariyah (2008), Hert dan Mandac melakukan penelitian tentang teknologi modern dan efisiensi ekonomi petani padi di Philipina memasukkan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi efisiensi ekonomi petani padi di Philipina memasukkan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi efisiensi petani padi. Faktor-faktor tersebut antara lain : skala perusahaan,informasi, umur, pekerja, pendidikan pekerja, lama hari kerja, kelangkaan tenaga kerja dan kesulitan memperoleh kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi harga maupun teknis adalah skala usaha, lama hari kerja, kurangnya akses terhadap sumber pembiayaan dari luar usaha berupa kredit dan pengalaman usaha serta informasi. Tadesse dan Krishmanamoorthy melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis di Tamil Nadu, India berdasarkan analisis mengenai efisiensi teknis usahatani dan zona

(18)

ekologi dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Hasil menunjukkan bahwa 90 persen variasi output yang dihasilkan oleh usahatani padi disebabkan oleh efisiensi teknis. Lahan, tenaga hewan dan pupuk secara signifikan mempengaruhi tingkat produksi padi. Efisiensi teknis yang dicapai antara 0.59 sampai 0.97, dengan efisiensi teknis rata-rata 0.83. Tingkat efisiensi teknis antara usahatani padi di negara tersebut juga berbeda secara signifikan antar zona ekologi dan ukuran usahatani.

Daryanto et al. (2001) menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi teknis petani padi yang menggunakan beberapa sistem irigasi pada tiga musim tanam yang berbeda di Jawa Barat. Sistem irigasi terdiri dari sistem irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi translogstochastic frontier, dengan model efek inefisiensi teknis non-netral. Faktor-veriabel penjelas

disertakan di dalam model efek inefisiensi teknis terdiri dari : (1) logaritma

luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa terhadap total tenaga

kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program intensifikasi. Hasil penelitian menunjukkan : (1) model fungsi produksi stochastic frontier

yang digunakan, secara signifikan dapat diterima, dengan kata lain, fungsi produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan inefisiensi teknis yang terjadi didalam proses produksi, (2) rata-rata nilai inefisiensi teknis petani sampel disertai sistem irigasi dan musim tanam, (3) semua variabel penjelas didalam model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier, secara signifikan mempengaruhi inefisiensiteknis, dan (4) ukuran lahan dan rasio tenaga kerja, tidak sama pengruhnya terhadap inefisiensi teknis disetiap sistem irigasi.

(19)

Swastika (1996) menggunakan fungsi produksi frontier stochastic translog untuk mengukur perubahan teknologi dan perubahan efisiensi teknis serta kontribusinya terhadap pertumbuhan produktivitas faktor total pada padi sawah irigasi di Jawa Barat. Variabel penjelas yang disertakan dalam model ini adalah vektor input yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan penggunaan traktor, serta dummy waktu sebagai proxy dari perubahan teknologi tahun 1988 dan 1992. Pendugaan fungsi produksi frontier dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan teknologi dari tahun 1980 sampai 1988 sebesar 42.72 persen. Dalam periode yang sama, efisiensi teknis turun sebesar 2 persen. Oleh karena itu, pertumbuhan produktivitas faktor totalnya adalah sebesar 40.74 persen. Sebaliknya, dari tahun 1988 – 1992 terjadi penurunan produksi frontier sebesar 51.57 persen dari kenaikan efisiensi teknis sebesar 1.06 persen. Pada periode tersebut, pertumbuhan produktivitas faktor total adalah sebesar 49.51 persen. Kenaikan produktivitas faktor total dari tahun 1980 – 1988 diduga disebabkan oleh perbaikan tingkat penerapan teknologi dari awal INSUS sampai SUPRA INSUS. Setelah SUPRA INSUS, tidak ada lagi terobosan teknologi baru, baik dari segi kultur teknis maupun varietas baru yang berpotensi hasil melebihi varietas-varietas sebelumnya. Selain stagnasi teknologi, juga disebabkan penurunan genetik varietas-varietas yang ada, penurunan kualitas dan kesuburan tanah dan serangan hama pada musim tanam 1992.

Satria (2003) tentang Kajian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pada petani peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Sumatera Barat menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas.

(20)

Fungsi produksi ini dipilih dengan pertimbangan mampu menggambarkan kondisi usahatani padi sawah pada lokasi penelitian. Variabel nitrogen, tenaga kerja, insektisida, irigasi dan SLPHT memberikan pengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap produksi. Rodentisida berpengaruh nyata dengan tanda negatif terhadap produksi. Peningkatan produksi padi di propinsi Sumatera Barat dapat dilakukan dengan cara mengoptimumkan penggunaan input. Hasil perhitungan efisiensi teknis di antara petani anggota SLPHT sebesar 66 persen menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani sebesar 34 persen jika dibandingkan dengan praktek dari petani terbaik ( the best farmers practice). Battese et al. (2001) menggunakan lima model fungsi produksi stochastic frontier yang berbeda untuk setiap wilayah dan satu model fungsi produksi metaproduction frontier yang merupakan fungsi produksi gabungan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk daerah Jakarta dan batas gabungan (metaproduction frontier), inefisiensi teknis dugaan meningkat seiring waktu, namun untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, inefisiensi teknis dugaan menurun seiring waktu. Seyoum et al. (1998) melalui penelitiannya menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas untuk melihat perbandingan efisiensi dan inefisiensi teknis antara dua kelompok petani jagung skala kecil yang mengikuti proyek Sasakawa-Global (SG 2000) dengan petani jagung yang tidak mengikuti proyek tersebut di beberapa district di negara Etiopia bagian Timur. Variabel bebas yang digunakan dalam model stochastic frontier mereka adalah jumlah hari kerja petani, jumlah hari kerja ternak (bagi petani SG 2000) dan jumlah hari kerja traktor (bagi petani diluar SG 2000) serta variabel boneka kabupaten (district). Sementara itu untuk melihat efek inefisiensi teknis

(21)

mereka membentuk model efek inefisiensi teknis terpisah dengan memasukkan variabel-variabel berikut : umur, lamanya pendidikan, keikutsertaan petani dalam pendidikan ketrampilan lainnya sebagai variabel penjelas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil batas dari petani SG 2000 antara satu district dengan district yang lainnya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan petani diluar SG 2000. Sedangkan dari sisi efek inefisiensi teknis, ditemukan bahwa umur petani mempengaruhi efisiensi teknis petani baik pada petani SG 2000 maupun petani diluarnya. Petani yang lebih mudah secara teknis lebih efisien dibandingkan petani yang lebih tua. Sementara itu efek lama pendidikan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis pada petani SG 2000 dan tidak berpengaruh sama sekali pada petani diluarnya. Petani yang lebih muda secara teknis lebih efisien dibandingkan petani yang lebih tua.

Selanjutnya Bravo-Ureta et al. (2007) mengatakan sumber pertumbuhan produktivitas berasal dari adanya perubahan teknologi (technologi change, TC) dan efisiensi teknis (technical efficiency,TE). Secara khusus dikatakan bahwa efisiensi teknis merupakan ukuran relatif dari kemampuan manajerial untuk teknologi yang sudah ada. Hal ini berarti bahwa efisiensi teknis terjadi karena adanya perbaikan pada pengambil keputusan atau kemampuan manajerialnya. Kemampuan ini berkaitan variabel-variabel yang antara lain pengetahuan, ketrampilan, umur dan pendidikan.

Berdasarkan gambaran studi terdahulu mengenai efisiensi usahatani maka dapat disimpulkan bahwa studi mengenai efisiensi sudah banyak dilakukan dengan aspek kajian, model dan komoditi yang berbeda. Misalnya ada yang

(22)

menggunakan fungsi produksi stochastic frontiertranslog, fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi biaya dual untuk menganalisis efisiensi ekonomi usahatani.

2.3.2. Tinjauan Studi Pendapatan Petani

Penelitian Ariani et al. (2009) menunjukkan bahwa usahatani padi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) lebih menguntungkan dengan R/C 2.4 dan lebih efisien dengan nilai Nisbah Peningkatan Keuntungan Bersih (NKB) 1.74 dibandingkan dengan usahatani padi yang dilakukan tanpa pendampingan teknologi PTT.

Andriati dan Sudana (2007) dilokasi Primatani desa Parakan dan Karangjaya kecamatan Tirtamulya, kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan benih berlabel, cara tanam pindah dan pemupukan yang sesuai rekomendasi menunjukan bahwa tingkat produksi gabah kering panen tertinggi dihasilkan oleh petani yang menggunakan empat jenis pupuk (Urea, SP36, KCl mencapai 5.8 ton perhektar pada musim hujan dan 5.4 ton pada musim kemarau, sedangkan penggunaan dua jenis pupuk (urea dan SP36) menghasilkan 4.4 ton perhektar pada musim hujan dan 4.2 ton perhektar pada musim kemarau.

Penelitian Haryati dan Nurawan (2007) dilokasi Prima Tani desa Playangan, kecamatan Gebang, kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat dengan introduksi pemupukan sesuai rekomendasi serta pengendalian ulat bawang merah dengan menggunakan feromon seks menunjukan terjadi peningkatan produksi sebesar 47.37 persen. Hal ini disebabkan karena petani dapat menekan biaya untuk pestisida dengan menggunakan feromon seks sehingga biaya input produksi lebih efisien.

(23)

Dahya (2009) melakukan penelitian tentang dampak program Prima Tani terhadap ekonomi rumahtangga petani pada agroekosistem lahan sawah berbasis padi di Kabupaten Konawe, propinsi Sulawesi Tenggara dikatakan bahwa usahatani padi memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan total rumahtangga, baik petani peserta maupun non peserta Prima Tani. Keputusan produksi usahatani petani peserta dan non peserta Prima Tani dipengaruhi secara nyata oleh jumlah penggunaan benih dan jumlah penggunaan pupuk urea untuk usahatani padi. Dikatakan curahan kerja dalam usahatani petani peserta dan non peserta Prima Tani dipengaruhi secara nyata oleh jumlah angkatan kerja keluarga dan curahan kerja luar usahatani untuk usahatani padi. Jumlah penggunaan sarana produksi berupa benih, pupuk dan pestisida petani peserta dan non peserta Prima Tani dipengaruhi secara nyata oleh penerimaan usahatani padi, harga benih, luas areal padi, harga pupuk dan harga pestisida, namun hanya jumlah penggunaan pupuk KCl yang respon terhadap penerimaan usahatani padi, dan selanjutnya dikatakan pula bahwa konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga petani peserta dipengaruhi secara nyata oleh pendapatan total rumahtangga dan jumlah anggota keluarga, sedangkan konsumsi pangan dan non pangan petani non peserta Prima Tani hanya dipengaruhi secara nyata oleh jumlah anggota keluarga.

Perubahan teknologi kelembagaan juga dapat mempengaruhi peningkatan produksi hasil pertanian. Salah satunya dilaporkan oleh Krause et al. (1990) dalam penelitiannya mengenai sistem pemberian kredit dengan tingkat bunga yang rendah pada pembangunan suatu wilayah. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa petani yang memperoleh bantuan kredit produksi dengan resiko yang rendah atau dengan tingkat bunga yang tidak terlalu tinggi cenderung

(24)

memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang berproduksi tanpa adanya bantuan.

Berdasarkan gambaran studi terdahulu mengenai pendapatan petani maka dapat disimpulkan bahwa studi mengenai pendapatan petani sudah banyak dilakukan dengan aspek kajian, model dan komoditi yang berbeda. Misalnya ada yang menggunakan R/C ratio, nilai Nisbah Peningkatan Keuntungan Bersih (NKB) dan pendapatan total rumah tangga untuk menganalisis pendapatan usahatani.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada aspek kajian dan model yaitu penelitian ini akan mengkaji mengenai efisiensi teknis dengan pendekatan model fungsi produksi frontier, mengkaji sumber-sumber inefisiensi teknis dengan menggunakan model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1995) dalam Coelli et al. (1998) dan mengkaji pendapatan petani. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah: (1) komoditi yaitu padi, dan (2) lokasi penelitian yaitu pada usahatani padi di lokasi pelaksanaan Program Prima Tani yaitu desa Sui Itik dan desa Pal IX sebagai desa pembanding, Kecamatan Sui Kakap, Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pendidikan pancasila saya menyadari bahwa ini sangat penting untuk menunjang kehidupan saya untuk lebih memperhatikan norma-norma yang berlaku pada

Petani menganggap materi yang disampaikan penyuluh tidak bermanfaat bagi mereka sehingga petani tidak menerapkan informasi tersebut4. Tidak

Ansoriyah (2017) Pendapat tersebut sejalan dengan [4], bahwa salah satu faktor kemampuan dalam menulis karya ilmiah adalah motivasi dan disiplin yang tinggi, yang diperlukan

Selain itu, hasil analisis dengan BLASTn menunjukkan persentase query cover yang tinggi yang artinya seluruh basa primer dalam penelitian ini sama dengan basa yang

Sedangkan kerugian yang diperoleh yaitu kemungkinan aspirasi lebih besar, pengaturan jalan nafas sering mengalami kesulitan, dan obat yang digunakan dapat

Penelitian molekuler seperti metode PCR-SSCP untuk mengamati keragaman gen Hormon Pertumbuhan telah banyak dikembangkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh secara simultan dan parsial antara investasi dalam negeri, investasi asing, dan laju inflasi terhadap pertumbuhan

IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FERMENTASI UDANG (CINCALOK) TERHADAP Vibrio parahaemolyticus DAN