• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R TERHADAP KINERJA DEPARTEMEN PRODUKSI PLANT X PT X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R TERHADAP KINERJA DEPARTEMEN PRODUKSI PLANT X PT X"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh Nama : M Rizkia Malik K NIM : 41606120046

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCUBUANA

2009

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi yang terkandung dalam laporan Tugas Akhir dengan judul :

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R TERHADAP KINERJA

DEPARTEMEN PRODUKSI PLANT X PT X

Merupakan hasil penelitian dan pemikiran saya sendiri.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dan saya siap menerima konsekuensi apapun dimasa yang akan datang bila ternyata laporan Tugas Akhir ini merupakan salinan ataupun mencontoh karya-karya yang pernah dibuat/diterbitkan, kecuali yang sebutkan sumbernya.

Jakarta, 26 Januari 2009

Penulis

(M Rizkia Malik K)

(3)

Tugas Akhir dengan judul:

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R TERHADAP KINERJA

DEPARTEMEN PRODUKSI PLANT X PT X

Dengan ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Mercubuana.

Jakarta, 26 Januari 2009 Disusun oleh

Nama : M Rizkia Malik K NIM : 41606120046

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Ir. Torik Husein, MT) Menyetujui

Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Mercubuana

(Ir. Muhammad Kholil, MT)

(4)

Tugas Akhir dengan judul:

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R TERHADAP KINERJA

DEPARTEMEN PRODUKSI PLANT X PT X

Dengan ini telah diujikan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Mercubuana pada:

Hari/Tanggal : Tim Penguji

Disusun oleh

Nama : M Rizkia Malik K NIM : 41606120046

(5)

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segenap hati memuji dan mensyukuri nikmat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R TERHADAP KINERJA DEPARTEMEN PRODUKSI PLANT X PT X” pada waktu yang tepat.

Berbagai kendala dan kesulitan telah berhasil dilalui berkat sumbang saran, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Maka sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Bapak Ir. Muhammad Kholil, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Mercubuana.

2. Bapak Ir. Torik Husein, MT, selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingannya dan arahannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Segenap Dosen Pengajar dan Staff Fakultas Teknik Industri Universitas Mercubuana yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Kedua orang tuaku, Papa&Mama, Teh Elda, A’ Yudi, Dede Ferdi, Erlina Noerpitasari, yang selalu memberikan dukungan dan semangat disaat yang tepat, dan mencurahkan kasih sayang yang tidak ternilai.

5. Teman-temanku Fandi, Aldy, Rozak, Puguh, Pongki, Ismi, Yanus, Agus, Cecep, Nita, Arie, atas diskusi-diskusi kita yang bermanfaat, dan atas pinjaman bukunya.

(6)

karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif untuk kebaikan tugas akhir ini. Semoga ilmu yang sedikit ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Januari 2009

Penulis

(7)

Salah satu program Kaizen, yang menjadi kunci awal kesuksesan Jepang dalam persaingan, adalah konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin). Konsep ini merupakan cara yang dapat digunakan untuk pencapaian Total Quality Environment pada suatu lingkup pekerjaan. Konsep 5R dapat diaplikasikan baik dalam lingkungan pabrik maupun lingkungan kantor. Jika lingkungan kerja tertata rapi, bersih, dan tertib akan lebih memudahkan dalam usaha pencapaian efisiensi, produktifitas, kualitas, dan keselamatan kerja dalam industri.

Departemen produksi plant X PT X mulai menerapkan sistem kerja 5R sejak September 2005. Kemudian sistem kerja ini diresmikan pada tanggal 20 Oktober 2005. Plant X berhasil menyelesaikan tahapan R1 pada Febuari 2006, tahapan R2 pada Januari 2007, dan tahapan R3 pada Agustus 2007. Plant X menargetkan pada Agustus 2008 telah mampu menyelesaikan tahapan R4, Untuk selanjutnya menuju tahapan R5.

Untuk dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah pelaksanaan 5R, dilakukan pengambilan data-data parameter keberhasilan.

Data-data pelaksanaan 5R diambil sebelum penerapan sistem 5R, antara bulan Febuari 2004 sampai Oktober 2005 dan setelah penerapan 5R, antara bulan November 2005 sampai Juli 2008. Parameter keberhasilan tersebut antara lain:

tingkat pencapaian produksi aktual terhadap target, penurunan biaya produksi total, pengurangan lembur, pengurangan waktu tunggu, dan peningkatan performa mesin-mesin produksi.

Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan Uji Hipotesis Beda Dua Rataan (Uji t). Didalam melakukan pengujian ini, varian dari kedua populasi tidak diketahui dan diasumsikan tidak sama.

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem kerja 5R secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja departemen produksi plant X PT X. Meskipun menghasilkan perubahan yang signifikan, belum semua parameter kinerja yang ditetapkan sebagai parameter keberhasilan penerapan 5R mencapai target.

Dari keempat parameter keberhasilan 5R, hanya satu parameter yang mencapai target yaitu pencapaian produksi actual terhadap target.

Kata kunci: 5R, Kaizen, Parameter-parameter keberhasilan 5R, Uji t.

(8)

One of Kaizen program which is the key to Japan’s competitive success, is 5R concept. 5R is abbreviation of Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. This concept is the right way that applicable to achieve Total Quality Environment at working area. 5R concept is applicable in factory or office scope. If the working area is maintained neatly, cleanly, and orderly, it will be to easier to achieve efficiency, productivity, quality, and safety work in industry.

Production Department plant X PT X is started to apply working system 5R since the beginning of September 2005. And then, this working system legitimated on October 20th 2005. Plant X succeeds to apply the R1 level on February 2006, R2 level on January 2007, and R3 level on August 2007. Plant X is targeting to finish R4 level on August 2008. And then prepare to go to R5 level.

To discover the changes that happen after 5R, several data from 5R successful parameters has been collected. The implementer of 5R data collected before working system begin, between February 2004 until October 2005 and after working system started, between November 2005 until July 2008. The success parameters are: achievement actual production output to target, total production cost saving, overtime elimination, downtime elimination, and also production machine increasing performance.

On processing data, the writer uses the hypothesis different two average or be acquainted with t-Test. Two-sample assuming unequal variances is used.

Based on the result and analysis of data can be concluded that the 5R working system is effected positively to the performance of Plant X production department. But, even though 5R gives significant effects, there is not all 5R successful parameters achieved. From four successful parameters of 5R, there is only one parameter that success to achieve on target which is the actual production output to target.

Keywords: 5R, Kaizen, 5R successful parameters, t-Test.

(9)

LEMBAR PERNYATAAN...………i

LEMBAR PERSETUJUAN……….ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI………...iii

KATA PENGANTAR………..iv

ABSTRAK………vi

ABSTRACT………vii

DAFTAR ISI………..viii

DAFTAR TABEL………..xiii

DAFTAR LAMPIRAN………..xiv

DAFTAR GAMBAR ……….xv

BAB I PENDAHULUAN……….1

1.1. LATAR BELAKANG………..……….1

1.2. RUMUSAN MASALAH………..…………..… 2

1.3. BATASAN MASALAH………...… 3

1.4. TUJUAN PENELITIAN………...…….. 3

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN………..…. 4

BAB II LANDASAN TEORI ...………...………....6

2.1. SEJARAH 5R………. 6

2.1.1. Pengertian 5R………...8

(10)

2.1.5. Rapi ………...16

2.1.6. Resik ………. 21

2.1.7. Rawat ……… 25

2.1.8. Rajin ……….. 27

2.2. KINERJA ………. 29

2.2.1. Pengertian Kinerja ……….. 29

2.2.2. Kinerja Perusahaan ……… 30

2.2.3. Pembinaan Kinerja ………. 34

2.2.4. Evaluasi Kinerja ……….. 35

2.3. PENGUMPULAN DATA ……… 35

2.3.1. Pengumpulan Data Dengan Dokumentasi ………. 36

2.4. SAMPLING ……….. 36

2.4.1. Menentukan Ukuran Sampel ………. 37

2.4.2. Rancangan Sampling ………. 37

2.5. PENGUJIAN HIPOTESIS ………. 39

2.5.1. Langkah-Langkah Pengujian Hipotesis ………...41

2.5.2. Uji Hipotesis Untuk Beda Dua Rata-Rata (Uji t) ………….43

(11)

3.3. STUDI PUSTAKA ………47

3.4. STUDI LAPANGAN ……….47

3.5. PENGUMPULAN DATA ……….... 48

3.6. PENGOLAHAN DATA ………48

3.7. HASIL DAN ANALISA ……….49

3.8. KESIMPULAN DAN SARAN ……….49

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ………51

4.1. SEJARAH SINGKAT PT X ……… 51

4.2. PENERAPAN SISTEM KERJA 5R DI PLANT X PT X ………. 52

4.3. DATA PRODUKSI PLANT X PT X ………54

4.4. KINERJA PLANT X PT X SEBELUM PENERAPAN SISTEM KERJA 5R ………...…….. 56

4.4.1. Data Hasil Produksi Sebelum Penerapan 5R ……… 57

4.4.2. Data Biaya Produksi Total Per Tonase Sebelum Penerapan 5R ………. 61

4.4.3. Data Prosentase Perbandingan Upah Lembur Dengan Gaji Pokok Karyawan Sebelum Penerapan 5R …………. 62

4.4.4. Data Prosentase Perbandingan Downtime Dengan Waktu Kerja Normal Sebelum Penerapan 5R ………63

(12)

SETELAH PENERAPAN SISTEM KERJA 5R ………....…….. 66 4.5.1. Data Hasil Produksi Setelah Penerapan 5R ……….. 67 4.5.2. Data Biaya Produksi Total Per Tonase Setelah

Penerapan 5R ………. 73 4.5.3. Data Prosentase Perbandingan Upah Lembur Dengan Gaji Pokok Karyawan Setelah Penerapan 5R …..………. 74 4.5.4. Data Prosentase Pernamdingan Downtime Dengan

Waktu Kerja Normal Setelah Penerapan 5R ………...75 4.5.5. Data Prosentase Pencapaian Kapasitas Mesin

Setelah Penerapan 5R ………...………77 4.6. PENGOLAHAN DATA ………80

4.6.1. Pengujian Hipotesis Untuk Rataan Prosentase

Pencapaian Produksi Terhadap Target ……….. 82 4.6.2. Pengujian Hipotesis Untuk Prosentase Pencapaian

Kapasitas Mesin ………...86 4.6.3. Pengujian Hipotesis Untuk Rataan Biaya Total

Per Tonase ………...87 4.6.4. Pengujian Hipotesis Untuk Rataan Prosentase

Perbandingan Upah Lembur Dengan Gaji Pokok

Karyawan……….. 88

(13)

5.1. HASIL ……...………..90

5.2. ANALISA .……….93

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………. 98

6.1. KESIMPULAN………..98

6.2. SARAN..………99

DAFTAR PUSTAKA ……….100

LAMPIRAN ……… 101

(14)

Tabel 2.1 Dasar Pemilahan ……….. 13 Tabel 2.2 Petunjuk Penyimpanan Barang Yang Diperlukan ………... 15 Tabel 2.3 Tipe Kekeliruan Ketika Membuat Kesimpulan Tentang Hipotesis … 41 Tabel 4.1 Data Produksi PlanT X PT X ……….. 55 Tabel 4.2 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk A Sebelum 5R …………. 57 Tabel 4.3 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk B Sebelum 5R …………. 58 Tabel 4.4 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk C Sebelum 5R …………. 59 Tabel 4.5 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk D Sebelum 5R …………. 60 Tabel 4.6 Biaya Produksi Total Per Tonase Sebelum 5R ………....62 Tabel 4.7 Prosentase Perbandingan Upah Lembur Dengan Gaji Pokok

Karyawan Sebelum 5R ……… 63 Tabel 4.8 Prosentase Perbandingan Downtime Dengan Waktu Kerja Normal

Karyawan Sebelum 5R ……… 64 Tabel 4.9 Prosentase Pencapaian Kapasitas Mesin Sebelum 5R ……….65 Tabel 4.10 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk A Setelah 5R ………… 68 Tabel 4.11 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk B Setelah 5R ………… 69 Tabel 4.12 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk C Setelah 5R ………… 70 Tabel 4.13 Hasil Produksi dan %Pencapaian Produk D Setelah 5R ………… 72 Tabel 4.14 Biaya Produksi Total Per Tonase Setelah 5R ……….. 73 Tabel 4.15 Prosentase Perbandingan Upah Lembur Dengan Gaji Pokok

Karyawan Setelah 5R ………74

(15)

Tabel 4.17 Prosentase Pencapaian Kapasitas Mesin Setelah 5R ……… 77 Tabel 4.18 Rekapitulasi Data ……….. 78 Tabel 5.1 Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis Dua Rata-Rata

Dengan Uji t ………. 90 Tabel 5.2 Perbandingan Pencapaian Hasil Hingga R4 Dengan Target 5R …. 92

(16)

Gambar 2.1 Bagan Ancangan Tiga Langkah ...………. 24 Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian ………50 Gambar 4.1 Grafik Rekapitulasi Data ………. 79

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ketatnya kompetisi di dunia industri saat ini memaksa setiap industri atau perusahaan memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.

Adanya anggapan bahwa produk yang berkualitas baik memerlukan kinerja yang baik dari karyawan masih menjadi acuan perusahaan. Oleh karenanya salah satu cara untuk mendapatkan kualitas yang baik diperlukan adanya perbaikan sistem kerja yang menjaga kinerja karyawan selalu dalam keadaan yang baik.

Program Kaizen, yang menjadi kunci awal sukses Jepang dalam persaingan, menjadi salah satu alternatif yang digunakan oleh perusahaan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kinerja karyawannya. Kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan semua orang baik manajemen puncak, front line manager, maupun karyawan sehingga tercipta Total Quality Environment di lingkungan kerja.

Salah satu instrumen dalam Kaizen adalah 5R atau 5S: seiri, seiton, seiso, seiketsu, dan shitsuke, merupakan cara yang dapat digunakan untuk pencapaian Total Quality Environment pada suatu lingkup pekerjaan. 5R atau 5S sendiri dapat diaplikasikan baik dalam lingkungan pabrik maupun lingkungan kantor. Lingkungan kerja yang tercipta dengan rapi, bersih, dan tertib akan lebih memudahkan dalam

(18)

pencapaian efisiensi, produktifitas, kualitas, dan keselamatan kerja dalam industri.

Dalam lingkungan pabrik, sistem kerja 5R salah satunya diterapkan pada bagian produksi. Bagian produksi menjadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah industri manufaktur. Aplikasi sistem kerja 5R dapat menjaga stabilitas kinerja karyawan, sehingga kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan akan dapat terjaga dengan baik.

Namun, penerapan sistem kerja 5R di lingkungan pabrik jauh lebih sulit dibandingkan dengan penerapan 5R di lingkungan kantor. Hal ini disebabkan oleh jumlah karyawan dan peralatan yang relatif lebih banyak, serta sumber kontaminan yang sulit dihilangkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menentukan topik persoalan sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya. Rumusan masalah yang digariskan adalah mencari tahu apakah penerapan sistem kerja 5R dapat memberikan pengaruh yang signifikan dan terukur dalam perbaikan kinerja departemen produksi plant X PT X.

Penulis mancoba untuk meneliti perubahan kinerja yang terjadi pada departemen produksi plant X dari sebelum penerapan sistem kerja samapi setelah penerapan sistem kerja 5R. Apakah penerapan sistem kerja tersebut menjadikan kinerja bertambah baik atau tidak berbeda.

(19)

Selain itu diteliti pula sampai sejauh mana penerapan sistem kerja tersebut memenuhi target-target keberhasilan yang diramalkan. Dengan demikian penulis mampu memberikan masukan kepada perusahaan PT X untuk dapat mempertahankan sistem kerja 5R.

1.3 BATASAN MASALAH

Untuk menjaga agar pembahasan pada tugas akhir ini menjadi lebih terarah, penulis menetapkan batasan-batasan. Hal ini dikarenakan faktor keterbatasan waktu, kemampuan, dan kondisi lingkungan penelitian. Batasan-batasan tersebut antara lain:

• Penelitian hanya dilakukan pada tempat/bagian yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu departemen produksi plant X.

• Pengumpulan data dilakukan sampai kepada tahapan 5R yang sesuai pada kondisi lapangan.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan sistem kerja 5R pada departemen produksi plant X. Objek yang menjadi penelitian dalam penyusunan tugas akhir ini adalah:

1. Membandingkan tingkat pencapaian produksi per bulan terhadap peramalan (forecasting) dan target, sebelum dan sesudah 5R.

(20)

2. Membandingkan biaya lembur, downtime, dan performa mesin- mesin produksi sebelum dan sesudah sistem kerja 5R diterapkan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana evaluasi bagi PT X untuk mengetahui manfaat, baik materil dan nonmateril, dari pelaksanaan sistem ini. Hasil evalusi ini juga diharapkan dapat dijadikan tolak ukur bagi pembuatan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan selanjutnya.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Pada bagian ini penulis mencoba memberikan kerangka penulisan agar dapat memberikan gambaran dari setiap bab pada tugas akhir ini.

Kerangka penulisan pada tugas akhir ini terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pengantar bagi pembaca untuk mendapatkan gambaran secara umum mengenai topik-topik dan masalah-masalah yang akan disampaikan pada bab-bab berikutnya. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, pembatasan masalah, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori yang diambil dari beberapa literatur yang ada kaitannya dengan persoalan-persoalan yang

(21)

dipaparkan dalam tugas akhir ini. Landasan teori yang dicantumkan dapat memberikan suatu pola pemikiran untuk pembaca agar lebih mudah memahami isi tugas akhir ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini dijelaskan langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam menyusun tugas akhir ini. Mulai dari penelitian, analisa, hingga penulisan.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini disajikan data yang telah diperoleh penulis selama penelitian, baik data kuantitatif maupun data kualitatif untuk selanjutnya diolah dengan menggunakan hitungan- hitungan statistika untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan.

BAB V HASIL DAN ANALISA

Didalam bab ini ditampilkan hasil yang telah didapatkan dari pengolahan data. Selanjutnya dilakukan analisa atas hasil yang telah didapatkan tersebut.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan rangkuman dari hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan.

Dalam bab ini juga disampaikan saran-saran untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 SEJARAH 5R

Dalam kurun waktu 40 tahun setelah perang dunia kedua, Jepang mencapai kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi melalui lima masa peralihan. Jepang merupakan pesaing berat dalam bidang produksi berbagai jenis barang. Kelima peralihan tersebut ialah:

• Penyerapan besar-besaran teknologi yang diimpor dari Amerika dan Eropa.

• Rangsangan berproduksi dalam jumlah yang sebelumnya belum pernah terjadi.

• Program penyempurnaan mutu di seluruh negara yang diilhami oleh gagasan Dr. Deming dan Dr. Juran dari Amerika.

• Keluwesan dalam memproduksi barang.

• Kemultinasionalan.

Konsep dari kelima peralihan itu dijalankan dengan menggunakan strategi Kaizen.

Strategi kaizen adalah konsep tunggal dalam manajemen Jepang yang paling penting. Kaizen berasal dari bahasa Jepang yang artinya penyempurnaan atau perbaikan berkesinambungan yang melibatkan

(23)

semua orang, baik manajemen puncak, manajer maupun seluruh karyawan. Karena kaizen adalah tanggung jawab setiap individu/orang.

Kaizen dibagi menjadi 3 segmen, tergantung kebutuhan masing-masing perusahaan, yaitu:

 Kaizen yang berorientasi pada manajemen, memusatkan perhatiannya pada masalah logistik dan strategis yang terpenting dan memberikan momentum untuk mengejar kemajuan dan moral.

 Kaizen yang berorientasi pada kelompok, dilaksanakan oleh gugus kendali mutu, kelompok Jinshu Kansi/manajemen sukarela menggunakan alat statistik untuk memecahkan masalah, menganalisa, melaksanakan dan menetapkan standar/prosedur baru.

 Kaizen yang berorientasi pada individu, dimanifestasikan dalam bentuk saran, yaitu seseorang harus bekerja lebih pintar bila tidak mau bekerja keras.

Beberapa hal penting dalam proses penerapan Kaizen yaitu : 1. Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri) dalam istilah Jepang.

Konsep ini dibentuk untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu dan mengurangi atau efsiensi biaya.

Muda diartikan sebagai mengurangi pemborosan. Mura diartikan sebagai mengurangi perbedaan. Muri diartikan sebagai mengurangi ketegangan.

(24)

2. Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke)

Seiri artinya membereskan tempat kerja. Seiton berarti menyimpan dengan teratur. Seiso berarti memelihara tempat kerja supaya tetap bersih. Seiketsu berarti buat peraturan dalam penyusunan. Shitsuke berarti disiplin, selalu mentaati prosedur ditempat kerja.

3. Konsep PDCA dalam Kaizen

Setiap aktivitas usaha dilakukan dengan prosedur yang benar guna mencapai tujuan yang diharapkan. Maka PDCA (Plan, Do, Check, dan Action) harus dilakukan terus menerus.

4. Konsep 5W + 1H

Salah satu alat pola pikir untuk menjalankan roda PDCA dalam kegiatan Kaizen adalah dengan teknik bertanya dengan pertanyaan dasar 5W + 1H (What, Who, Why, Where, When, dan How).

2.1.1. Pengertian 5R

Pada dasarnya, sistem kerja 5R merupakan kebulatan tekad untuk mengadakan pemilahan, penataan, pembersihan, dan pemeliharaan lingkungan kerja yang sudah baik, serta pemeliharaan kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Konsep 5R menekankan pada penanaman sikap mental untuk selalu berusaha menemukan dan memecahkan setiap permasalahan sedini mungkin agar permasalahan tersebut tidak menjadi semakin besar sehingga diperlukan sumber daya yang lebih besar untuk mengatasinya.

(25)

5R merupakan suatu sistem yang diadopsi dari sistem kerja 5S yang banyak digunakan industri-industri di Jepang. 5S adalah singkatan dari lima kata berbahasa Jepang yang memiliki awalan huruf ”S”, yaitu : Seiri (Pemilahan), Seiton (Penataan), Seiso (Pembersihan), Seiketsu (Pemantapan) dan Shitsuke (Pembiasaan). Di negara asalnya, orang Jepang menyebut 5S sebagai pondasi bagi semua jenis industri. Dalam bahasa Indonesia konsep ini biasa disingkat degan istilah 5R yang terdiri dari lima tahapan yang dilaksanakan secara terus menerus yaitu ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin. Tahapan-tahapan ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak dapat ditukar posisinya.

2.1.2. Tujuan 5R

Secara umum ada beberapa hal yang ingin dicapai oleh sistem kerja 5R yaitu terutama tempat kerja yang tersusun rapi. Tujuan lain, yang merupakan tujuan bawaan dari tempat kerja yang tersusun rapi adalah faktor keamanan kerja, efisiensi, peningkatan kualitas produk, dan kelancaran aktifitas kerja rutin.

2.1.3. Manfaat 5R

Dengan penerapan 5R akan membentuk lingkungan kerja yang bersih, rapi, teratur, serta budaya kerja yang positif. Hal-hal tersebut dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan sehingga membentuk citra yang positif dimata pelanggannya.

Lebih dari itu, dengan penerapan 5R ditempat kerja akan memudahkan tercapainya sasaran-sasaran pokok dalam industri berupa

(26)

efisiensi, produkivitas, kualitas, dan keselamatan kerja. Hal-hal tersebut merupakan persyaratan mutlak bagi industri untuk tumbuh dan berkembang.

Pelaksanaan 5R menjadikan peralatan kerja selalu tertata rapi dan dalam kondisi siap pakai setiap saat, maka pekerjaan utama menjadi tidak terganggu. Sehingga waktu yang biasanya dihabiskan untuk menyetel (men-setup) peralatan berkurang, kecepatan kerja meningkat, dampaknya kepada kerja yang makin efisien. Selain itu, khusus di bagian produksi, karyawan akan semakin disiplin dalam menyimpan bahan baku yang berbahaya dan menggunakan mesin-mesin produksi sehingga faktor kesehatan dan keselamatan karyawan dapat tetap terjaga. Sejalan dengan itu kinerja karyawan akan meningkat.

Timbulnya pekerjaan ulang sebagai akibat peralatan dalam kondisi tidak memadai lagi (rusak) akan berkurang karena adanya kegiatan- kegiatan dalam 5R. Ini berarti 5R membantu meningkatkan mutu hasil kerja.

2.1.4. Ringkas

Area kerja seringkali menjadi tempat penampungan berbagai benda. Mulai dari benda atau barang yang rusak, barang setengah jadi, sampel/contoh barang, data-data yang tidak terpakai, bahkan barang- barang pribadi yang dibawa dan disimpan di area kerja. Berbagai barang dan benda tersebut menjadi beban bagi tempat kerja dan menyita

(27)

ruangan kerja yang tersedia, sehingga ruang kerja menjadi tidak nyaman, sempit, dan tidak ergonomis.

Ketidaknyamanan itu adalah hal yang melandasi dilakukannya ringkas dalam tahapan R1. Tahapan ini berpedoman pada pernyataan tegas: “singkirkan semua barang yang tidak diperlukan dari tempat kerja”.

Area kerja hanya diisi dengan barang-barang atau peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung suatu pekerjaan dilakukan.

A. Aktivitas

Aktivitas utama yang dilaksanakan dalam tahapan ini adalah pemilahan. Pemilahan berarti menyimpan barang-barang ditempatnya masing-masing. Pemilahan sebenarnya adalah seni membuang barang.

Di Jepang, seni membuang barang ini disebut Metode Aida. Metode Aida dicetuskan pertama kali oleh Prof. Yuji Aida dari Universitas Kyoto. Prof.

Aida berpendapat bahwa menyimpan suatu barang dengan tidak membedakan kepentingan hanya membutuhkan tempat ekstra dan menambah lebih banyak pekerjaan.

B. Dasar pemilahan

Salah satu kunci pokok pemilahan adalah mengidentifikasi apa-apa saja yang termasuk dalam pemilahan. Proses pemilahan sangat berkaitan dengan aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga membutuhkan suatu sistem terencana dalam melaksanakannya agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

(28)

Proses pemilahan didasarkan pada penilaian dan stratifikasi menurut kepentingan. Manajemen stratifikasi barang mencakup pada pentingnya suatu barang, mengurangi persediaan barang yang tidak diperlukan, sekaligus memastikan bahwa barang yang diperlukan disimpan dalam jarak dekat agar pekerjaan dapat lebih efisien. Kunci pokok manajemen stratifikasi adalah kemampuan untuk membuat keputusan tentang frekuensi pemakaian untuk memastikan bahwa barang berada ditempatnya. Dengan demikian barang-barang diletakkan berdasarkan tingkat kepentingannya.

Manajemen stratifikasi juga mencakup pengaturan barang-barang yang tidak diperlukan. Harus diusahakan agar barang-barang yang tidak diperlukan atau meragukan disimpan jauh-jauh dan ditentukan jangka waktu penyimpanannya. Dasar pemilahan dapat dilihat pada tabel 2.1.

(29)

Tabel 2.1 Dasar Pemilahan Frekuensi

Pemakaian Derajat Kebutuhan Stratifikasi

Rendah

Barang yang tidak dipergunakan

tahun lalu Buang

Barang yang hanya digunakan sekali dalam waktu 6-12 bulan

terakhir

Simpan jauh-jauh

Rata-rata

Barang yang hanya digunakan

dalam waktu 2-6 bulan terakhir Simpan di bagian tengah tempat

kerja Barang yang digunakan lebih

dari sekali dalam sebulan

Tinggi

Barang yang digunakan sekali dalam seminggu

Simpan di dekat orang yang menggunakannya

atau simpan di kantong baju/celana orang

itu Barang yang digunakan setiap

hari

Barang yang digunakan setiap jam

Sumber : Takashi Osada (2004) C. Mengidentifikasi barang

Identifikasi dilakukan dengan cara menggolongkan barang-barang kedalam beberapa kelompok tingkat kepentingan dan frekuensi penggunaan. Barang-barang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu :

(30)

a. Penting

b. Kurang penting c. Ragu-ragu d. Tidak penting

Barang-barang yang tergolong barang yang penting harus diletakkan di sekitar area kerja dan pada posisi yang mudah dilihat dan dijangkau oleh operator. Barang-barang yang kurang penting dapat disimpan di tempat yang cukup jauh dari area kerja sehingga keberadaannya tidak mengganggu jalannya proses kerja. Walaupun barang-barang tersebut kurang penting, perawatan yang baik harus tetap dilakukan agar tetap dapat digunakan jika suatu saat diperlukan.

Barang-barang yang tergolong barang yang meragukan, sebisa mungkin pada akhirnya digolongkan ke dalam kelompok barang-barang tidak penting agar proses peringkasan barang-barang di ruang kerja dapat berlangsung optimal.

Barang-barang yang tergolong barang yang tidak penting dikeluarkan dari ruang kerja, diberi label, lalu dimasukkan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk menunggu tindak lanjut. Dalam hal ini, tindak lanjutnya dapat berupa pemusnahan barang-barang yang ada di TPS. Selain itu, jika barang-barang di TPS yang masih dalam kondisi layak pakai dapat dihibahkan ke bagian lain, dijual dan lain sebagainya.

(31)

Petunjuk penyimpanan barang-barang di area kerja dapat dilihat di Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Petunjuk Penyimpanan Barang Yang Diperlukan

Barang Penyimpanan

Barang yang sering digunakan Simpan di tempat yang mudah terjangkau

Barang yang selalu digunakan Simpan agar mudah dijangkau, mudah disimpan, dan mudah dikembalikan ke tempat penyimpanannya

Barang yang kadang-kadang digunakan

Pastikan untuk menyimpannya kembali di tempat semula.

Artinya harus ada daftar inventaris, label, kode warna dan lain-lain

Sumber : Takashi Osada (2004) D. Melaksanakan pembersihan besar

Dalam tahapan ringkas, pembersihan berarti menyingkirkan semua barang-barang yang telah diidentifikasi sebagai barang-barang yang tidak penting. Pembersihan barang-barang yang tidak diperlukan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, karena setiap barang, baik diperlukan maupun tidak, pasti membutuhkan perawatan. Pembersihan juga menjadikan area atau ruang kerja terlihat lebih luas dan tertata sehingga menimbulkan efek menyenangkan bagi setiap karyawan yang bekerja di area atau ruangan tersebut.

(32)

Pembersihan dilakukan setelah sebelumnya memasukkan barang- barang yang tidak diperlukan ke TPS. Proses pembersihan dapat dilakukan dengan memusnahkan barang-barang yang sudah tidak layak guna sama sekali. Untuk barang-barang yang masih bernilai guna, pembersihan dapat dilakukan dengan menghibahkan barang-barang tersebut ke bagian lain atau dengan menjualnya. Semua barang yang dibersihkan harus jelas dokumentasinya karena menyangkut aset perusahaan.

Satu prinsip yang harus dipegang dalam proses pembersihan ini adalah menghindari kata ”sayang” untuk membuang suatu barang.

Semakin banyak kata ”sayang” maka akan semakin banyak barang- barang yang tidak berguna dan pada akhirnya membuat area kerja semakin berantakan.

2.1.5. Rapi

Dalam bekerja, kegiatan mencari adalah pemborosan karena tidak memberikan nilai tambah pada hasil produksi. Tanpa kegiatan mencari, pemanfaatan waktu kerja benar-benar terfokus pada kerja bernilai tambah. Akan banyak penghematan waktu bila kegiatan ”mencari”

dihapuskan dan kemungkinan keterlambatan penyelesaian pekerjaan dapat dicegah bila kegiatan mencari dihapuskan.

Setelah pada tahapan pertama 5R tempat kerja menjadi ringkas, selanjutnya pada tahapan kedua 5R tempat kerja dibuat menjadi rapi. Di

(33)

tempat kerja yang rapi, semua barang dapat ditemukan dengan cepat karena prinsip utama tempat yang rapi adalah: "setiap barang yang ada di tempat kerja mempunyai tempat yang pasti”. Dalam 5R, rapi berarti menyusun barang-barang dengan tepat dan mengimplikasikan semua prosedur yang diperlukan.

A. Aktivitas

Secara umum beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan rapi antara lain :

a. Pengelompokkan barang

Semua barang di tempat kerja dibagi dalam kelompok-kelompok barang sesuai dengan jenisnya, misalnya alat kerja, benda kerja, komponen, dan sebagainya. Pengelompokkan barang dapat diterapkan dengan logika yang sesuai. Ada 2 pola pengelompokkan barang yang lazim diterapkan yaitu uniform dan function. Pola uniform diterapkan bila barang yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama, sedang pola function diterapkan bila beberapa barang yang meskipun berlainan ditempatkan pada tempat yang sama dengan dasar urutan atau fungsi penggunaan yang bersamaan.

b. Penyiapan tempat

Setelah barang dikelompokkan, tempat yang sesuai harus disiapkan. Penempatan kelompok barang dipertimbangkan berdasarkan dua pertimbangan umum yaitu: volume (dimensi ruang

(34)

yang dibutuhkan) dan frekuensi (sering atau tidaknya barang digunakan dalam proses kerja).

c. Pemberian tanda batas

Tanda batas yang jelas pada lokasi penempatan barang akan mempercepat penemuan barang. Pembatas fisik seperti sekat pada lemari, rak, pagar, tembok, dan sebagainya dapat berfungsi sebagai pembatas tempat. Bila pembatas belum ada, dibuatkan garis pembatas dengan cat. Dengan garis batas tempat kondisi kelebihan barang dapat segera diketahui. Garis batas dapat pula dibuat dengan melukiskannya sesuai dengan bentuk barang yang ditempatkan pada area tersebut. Garis batas yang langsung menggambarkan bentuk barang memberi kemudahan untuk mengenali jenis barangnya, misalnya kunci pas, palu, gergaji, dan lain sebagainya. Barang yang tidak ada di tempatnya segera diketahui, dan tentu saja harus segera ditemukan dan dibereskan.

Dengan garis batas berupa gambar barang, setiap orang akan mudah mengembalikannya ke tempat semula.

d. Pemberian identitas barang

Langkah selanjutnya adalah pemberian identitas atau tanda pengenal pada barang, berupa secarik kertas atau label. Label barang berisi keterangan nama atau kode barang, lokasi penyimpanan, dan sebagainya. Label sebaiknya ditempelkan juga di tempat penyimpanan barang. Penggunaan label dengan nomor,

(35)

bentuk kertas tertentu, warna tertentu, dan sebagainya dapat mempermudah ketepatan identifikasi barang.

e. Denah atau peta

Langkah terakhir adalah membuat denah atau peta dan indeks daftar isi yang menggambarkan peruntukkan lokasi tempat barang.

Hal ini penting guna memudahkan dan mempercepat proses pencarian kembali. Dengan adanya denah atau peta, setiap orang akan lebih mudah mengetahui dimana letak dari sebuah barang.

Tempat kerja yang tertib dan rapi merupakan cermin pribadi penghuni tempat kerja. Bila semua elemen dalam perusahaan menerapkan rapi di tempat kerjanya, cepat atau lambat produktivitas akan meningkat. Intisari dari penerapan rapi di tempat kerja adalah kemudahan dalam mencari dan mendapatkan barang yang dibutuhkan pada saat yang tepat. Demikian pula setelah selesai pemakaiannya, pekerja juga mendapat kemudahan dalam mengembalikan alat kerja. Salah satu prinsip yang diterapkan di dalam kegiatan rapi adalah mengusahakan agar semua benda dapat terlihat dengan jelas oleh semua orang sehingga dapat lebih mudah diperoleh.

B. Teknologi penataan

Setelah membuang barang yang tidak diperlukan, masalah berikutnya adalah mengambil keputusan mengenai berapa banyak barang yang akan disimpan dan dimana penyimpanannya. Hal ini dinamakan

(36)

dengan penataan. Penataan merupakan kegiatan utama dalam tahapan R2 (rapi). Penataan berarti menyimpan barang dengan memperhatikan efisiensi, mutu, dan keamanan serta mencari tempat penyimpanan yang optimal.

Ada sejumlah besar contoh penataan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu diantaranya adalah tempat parkir. Semua kendaraan diparkir secara efisien sehingga setiap kendaraan dapat dikeluarkan dengan mudah bila diperlukan. Contoh lainnya adalah cara penyusunan buku di perpustakaan. Demikian juga cara tata letak sistematis, manajemen gudang, cara penyimpanan perkakas, bahkan cara penyusunan barang- barang di rak toko. Sekilas, tidak sulit untuk membayangkan dan memahaminya, tetapi relatif sulit untuk dilaksanakan.

Menurut Takashi Osada (2004), terdapat tiga aturan dalam teknologi penataan yang harus dipatuhi saat melaksanakan tahapan rapi dalam 5R, yaitu:

a. Tentukan tempat barang yang tepat

Langkah pertama adalah menentukan tempat untuk barang-barang secara tepat. Sudah tentu ada kriteria untuk menentukannya. Jika tidak ada kriteria dan pola tertentu, tidak mungkin seseorang mengetahui dimana tempat yang tepat untuk meletakkan suatu benda, dan ini berarti akan diperlukan waktu yang lebih banyak untuk menyimpan atau mengambilnya. Tetapi ada berbagai

(37)

kemungkinan, dan memilih salah satu yang terbaik memerlukan penelitian.

b. Tentukan bagaimana menyimpan barang

Langkah kedua adalah menentukan bagaimana menyimpan barang. Hal ini sangat penting sekali untuk penyimpanan fungsional. Barang harus disimpan agar mudah ditemukan dan mudah diambil. Penyimpanan harus dilakukan dengan memperhatikan agar mudah ditemukan kembali.

c. Taati aturan penyimpanan

Langkah ketiga adalah menaati aturannya. Ini berarti selalu menyimpan kembali barang ke tempatnya semula. Kedengarannya mudah, dan memang mudah jika kita membuatnya mudah. Yang sulit adalah pelaksanaannya. Dilakukan atau tidak, ini akan menentukan apakah pemilahan dan penataan berhasil atau tidak.

Selain itu, manajemen persediaan barang sangat diperlukan untuk mengetahui apakah bahan dan produk sudah habis atau belum.

2.1.6. Resik

Dahulu, ketika segala sesuatu jarang didapat dan barang tidak cukup banyak, alat dan mesin dipergunakan dengan baik sesuai aturan serta senantiasa dirawat agar tetap bersih. Seiring dengan berlalunya waktu dan meningkatnya kesejahteraan, orang mulai bersikap lebih santai dan kurang memperhatikan kebersihan alat dan perlengkapannya.

(38)

Mentalitas manusia dewasa ini berkembang menjadi mentalitas membuang segala sesuatu. Manusia mulai berfikir lebih mudah membeli barang baru daripada memelihara agar tetap dalam keadaan baik.

Tahapan ketiga dari 5R adalah resik. Secara umum aktivitas yang dilakukan pada tahapan resik adalah kegiatan pembersihan.

Membersihkan berarti lebih dari sekedar membuat barang menjadi bersih.

Hal ini lebih merupakan sebuah falsafah dan komitmen untuk bertanggung jawab atas segala aspek barang yang dipergunakan dan untuk memastikan semua barang selalu berada dalam kondisi baik dan siap pakai.

Dengan meningkatnya kecanggihan produk industri modern, debu, kotoran, bahan asing, dan masalah lain kemungkinan besar dapat mengakibatkan barang cacat, timbulnya pekerjaan ulang atau bahkan kecelakaan kerja. Pembersihan merupakan suatu jawaban. Pembersihan harus dipandang sebagai cara untuk menghilangkan penyebab masalah, bukan hanya teknik atau cara membersihkan.

Tempat kerja perlu resik, karena pengaruh resik terhadap produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja sangatlah jelas. Secara singkat prinsip resik adalah "bersihkan segala sesuatu yang ada di tempat kerja”. Jangan tinggalkan kotoran di tempat kerja. Kotoran menyembunyikan potensi-potensi gangguan yang mungkin terjadi.

Tempat kerja yang resik juga menimbulkan perasaan aman dan nyaman bekerja. Jadi terkait dengan peningkatan higiene perusahaan dan

(39)

kesehatan kerja, yang juga merupakan cermin keselamatan dan kesehatan kerja.

A. Membersihkan berarti memeriksa

Tempat kerja yang kotor, berdebu, lembab, dan berjamur adalah tidak sehat. Keadaan tempat kerja yang kotor dan kumuh berdampak pada kesulitan pemeriksaan mesin maupun peralatan kerja lainnya. Di tempat seperti itu gangguan mesin mudah terjadi karena tidak terpelihara.

Produk yang dihasilkan mesin yang sering macet tidak dapat dijamin kualitasnya. Kebocoran, retak, aus pada mesin atau peralatan dapat terjadi tanpa terpantau bila tempat kerja kotor. Resik di tempat kerja berarti segala potensi gangguan mesin dapat dipantau dan ditanggulangi sedini mungkin, karena membersihkan berarti memeriksa.

B. Membersihkan tempat kerja dan peralatan a. Ancangan tiga langkah

Pada umumnya, ada tiga tingkatan pembersihan yang benar.

Pertama, aktivitas tingkat makro membersihkan segala sesuatu dan mencari cara untuk menangani penyebab keseluruhan yang berkaitan dengan keseluruhan gambaran. Kedua, tingkat individual.

Pada tingkat individual dilakukan penanganan tempat kerja secara khusus. Tingkatan ketiga yaitu tingkat mikro, dimana suku cadang dan alat khusus dibersihkan dan penyebab kotoran dicari dan diperbaiki. Secara praktis, ancangan tiga langkah dapat dilihat pada Gambar 2.1. dibawah ini.

(40)

Gambar 2.1. Bagan Ancangan Tiga Langkah

Sumber : Takashi Osada (2004)

b. Prosedur

Prosedur pembersihan area kerja terdiri dari empat langkah, yaitu:

1. Bagi area kerja menjadi beberapa bagian dan alokasikan tanggung jawab untuk setiap bagian.

2. Tentukan apa yang harus dibersihkan, urutannya, dan kemudian kerjakan. Selain itu, setiap orang harus memahami pentingnya pembersihan sehingga sumber masalahnya dapat dianalisis.

3. Revisi cara melakukan pembersihan dan alat yang dipergunakan sehingga tempat yang sukar dibersihkan akan mudah dibersihkan.

4. Tentukan aturan yang harus ditaati supaya barang tampak seperti apa yang dikehendaki.

Membersihkan segala sesuatu dan menangani penyebab keseluruhannya

Membersihkan tempat kerja khusus dan bagian mesin khusus

Membersihkan bagian dan alat khusus serta penyebab kotoran diidentifikasi dan

diperbaiki Makro

Mikro Individual

(41)

2.1.7. Rawat

Rawat bisa berarti memelihara keadaan bersih, yang dalam konteks 5R, mencakup pertimbangan seperti warna, bentuk, pakaian, dan sebagainya yang memberikan suasana bersih. Lebih jauh lagi, rawat harus dianggap sebagai pengulangan proses ringkas, rapi, dan resik, serta sebagai kesadaran dan aktivitas tetap untuk memastikan bahwa siklus 5R dipelihara. Ini berarti melaksanakan aktivitas 5R dengan teratur, sehingga keadaan yang tidak normal dapat terlihat.

A. Aktivitas

Rawat pada prinsipnya adalah mengusahakan agar tempat kerja yang sudah menjadi baik dapat selalu terpelihara. Di tempat kerja yang terawat, kerawanan dan penyimpangan dapat segera dikenali, sehingga berbagai masalah dapat dicegah sedini mungkin. Contohnya, peminjam barang tidak mengembalikan ke tempat semula, atau perlakuan yang salah terhadap barang sehingga menjadi cacat.

Prinsip utama rawat di tempat kerja adalah semua orang memperoleh informasi yang dibutuhkan di tempat kerja, tepat waktu. Bila hal tersebut tercapai, maka kondisi tidak pasti dan resiko dapat dihilangkan. Berkurangnya ketidakpastian dan kerancuan dapat menghindari kesalahan dan penyimpangan kerja.

Prosedur kerja penting untuk menunjukkan cara kerja yang benar, terutama bagi operator baru. Prosedur kerja juga perlu untuk mengingatkan operator lama agar mereka selalu bekerja dengan benar.

(42)

Prosedur kerja yang diperagakan di tempat kerja meningkatkan konsentrasi pekerja. Prosedur kerja yang dibuat secara lengkap, rinci, dan seksama akan menjadi sia-sia bila hanya disimpan dilaci.

Walaupun terdapat prosedur kerja, tetapi proses kerja yang dilakukan sudah sangat berbeda dibandingkan prosedur itu, maka fungsi prosedur kerja tersebut menjadi sia-sia. Prosedur kerja yang paling baik dibuat oleh karyawan pelaku proses yang bersangkutan (operator), tentu saja dengan bantuan pimpinan kerjanya.

Kesempatan menyusun prosedur kerjanya merupakan pengakuan bahwa operator adalah orang yang paling mengenal bidang kerjanya dan diharapkan dengan demikian operator akan mematuhi prosedur kerja yang dibuatnya sendiri.

B. Kontrol visual

Salah satu hal yang dapat diperoleh pada tahapan rawat adalah memastikan bahwa ketidaknormalan bisa terlihat. Semua elemen perusahaan yang melaksanakan sistem kerja 5R harus melatih keterampilan untuk menciptakan dan memelihara kontrol visual. Dalam pekerjaan sehari-hari manusia menggunakan pikiran untuk mengingat sesuatu dan panca indera untuk melaksanakan pekerjaan yang terbaik.

Hal yang penting adalah mengubah sistem indera yang statis menjadi kesadaran yang dinamis dan membuatnya hidup.

(43)

Untuk memudahkan pekerjaan sehari-hari, dibutuhkan alat bantu visual dalam kontrol visual. Prinsip-prinsip alat bantu visual untuk kontrol visual adalah :

a. Mudah dilihat dari jarak jauh.

b. Pasang petunjuk penggunaan alat pada atau dekat alat yang bersangkutan.

c. Usahakan agar setiap orang mengatakan apa yang benar dan apa yang salah.

d. Usahakan agar setiap orang dapat menggunakan alat bantu visual tersebut dengan baik dan benar.

e. Usahakan agar setiap orang dapat malakukannya da mudah membuat koreksi yang diperlukan.

f. Usahakan agar dengan melaksanakannya menjadikan tempat kerja lebih teratur.

2.1.8. Rajin

Semua tahapan 5R yang telah dibahas tidak dapat diterapkan tanpa sentuhan manusia. Manusia menjadi kunci dari setiap usaha, termasuk usaha penerapan 5R. Rajin ditambahkan sebagai penutup dari 5R guna mengingatkan kembali tentang pentingnya unsur manusia dalam penerapan dan memberi arahan bagaimana manusia dapat memenuhi perannya sebagai manusia seutuhnya.

(44)

Banyak hal lain yang dilakukan secara sadar maupun tidak, menyalahi urutan yang berlaku sehingga mengakibatkan gangguan pada proses berikutnya. Kebiasaan buruk seperti itu tidak boleh dipertahankan dalam industri. Rajin di tempat kerja berarti pengembangan kebiasaan positif di tempat kerja. Apa yang telah baik harus selalu dalam keadaan baik setiap saat. Prinsip rajin di tempat kerja adalah lakukan apa yang harus dilakukan dan jangan melakukan apa yang tidak boleh dilakukan.

Setelah tahapan rawat yang berarti melaksanakan aktivitas 5R dengan teratur, maka tahapan rajin adalah komitmen masing-masing individu untuk mematuhi peraturan. Tim yang baik akan bekerja dengan menaati peraturan. Di tempat kerja, aktivitas tim merupakan aktivitas kooperatif. Setiap orang harus bekerja sama, berpikir bersama, dan bertindak bersama untuk membentuk tim yang kuat. Semakin banyak pekerjaan, semakin penting kerja sama diperlukan. Hal ini disebabkan karena kesalahan terkecil sekalipun dapat berakibat fatal. Sistem, prosedur, dan peraturan harus ketat dan dipatuhi oleh seluruh anggota tim. Setiap orang harus berhati-hati untuk melakukan pekerjaan masing- masing dengan benar.

Dalam “kamus” 5R, rajin berarti pembiasaan. Tidak terlalu sulit untuk memiliki kebiasaan untuk melaksanakan apa yang diharapkan. Hasil akhirnya adalah setiap orang bekerja sama memperkuat tim dan memperkuat perusahaan. Caranya adalah dengan menciptakan tempat kerja yang disiplin melalui:

(45)

a. Biasakan (sistematisasi) perilaku jika menginginkan hasil yang terbaik.

b. Perbaiki komunikasi dan pelatihan untuk memperoleh mutu yang terjamin.

c. Atur agar setiap orang mengambil bagian, setiap orang melakukan sesuatu, kemudian mengimplementasikannya.

d. Atur segala sesuatu sehingga setiap orang merasa bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan.

2.2 KINERJA

2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional (John Witmore, 1997).

(46)

2.2.2. Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan adalah agregasi atau akumulasi kinerja semua unit-unit organisasi, yang sama dengan penjumlahan kinerja semua orang atau individu yang bekerja di perusahaan tersebut. Misi dan tugas pokok dari setiap perusahaan atau organisasi diurai dan dibagi habis menjadi tugas pokok unit-unit organisasi secara berjenjang dari unit yang lebih besar ke unit yang lebih kecil dalam bentuk kelompok kerja, hingga menjadi tugas individu-individu dalam masing-masing kelompok atau unit kerja. Oleh karena itu, kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: dukungan organisasi, kemampuan manajemen, dan kinerja setiap orang yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

A. Dukungan Organisasi

Kinerja Perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan organisasi.

Antara lain dalam penyusunan struktur organisasi, pemilihan teknologi, dan penyediaan prasarana dan sarana kerja. Sebagaimana diuraikan di atas, pengorganisasian dimaksudkan untuk membagi habis tugas pokok pencapaian tujuan perusahaan menjadi tugas pokok beberapa unit organisasi secara seimbang, serta memberikan kejelasan bagi setiap unit tentang tugas pokok dan sasaran yang harus dicapai oleh masing-masing unit tersebut.

Namun dalam penyusunan struktur organisasi sering menimbulkan masalah ketidakseimbangan beban kerja, tumpang tindih, hambatan birokrasi dan atau efektifitas pengawasan yang menyebabkan kinerja

(47)

perusahaan menjadi rendah. Bila satu unit mempunyai beban kerja terlalu berat sementara unit-unit yang lain mempunyai beban kerja yang ringan, maka kinerja perusahaan secara keseluruhan bergantung pada unit organisasi berbeban berat. Unit organisasi berbeban lebih berat membutuhkan waktu lebih lama, atau tidak dapat menyelesaikan tugas pokoknya dalam waktu yang ditentukan, dan atau kualitas kerjanya menjadi rendah. Kinerja perusahaan secara keseluruhan akan menjadi lebih rendah, bila pelaksanaan tugas di unit-unit lain itu tergantung pada hasil kerja dari unit organisasi berbeban berat.

Penyusunan struktur organisasi berjenjang dapat menimbulkan masalah birokrasi, yaitu keterlambatan dalam proses penyampaian informasi dari pimpinan tertinggi sampai level yang paling bawah, dan sebaliknya penyampaian informasi dari level yang paling bawah ke level yang paling tinggi. Akibatnya dapat timbul kelambatan dalam pelaksanaan operasional dan dalam proses pengambilan keputusan. Di lain sisi, upaya memperpendek jenjang struktur organisasi menimbulkan konsekuensi untuk memperluas rentang kendali pengawasan (span of control) yang dapat mengakibatkan pengawasan menjadi kurang efektif.

Penyusunan struktur organisasi yang kurang cermat dapat menimbulkan masalah tumpang tindih (overlapping), yaitu tugas atau pencapaian sasaran tertentu dilaksanakan oleh beberapa orang di beberapa unit organisasi. Masalah seperti itu bukan saja mencerminkan pemborosan daya dan waktu, tetapi sering menimbulkan gesekan dan

(48)

konflik antara unit. Selanjutnya akan menghambat kelancaran pencapaian tujuan perusahaan atau organisasi tersebut.

Kinerja perusahaan juga sangat dipengaruhi oleh penggunaan teknologi. Semua perusahaan cenderung untuk berlomba-lomba menggunakan teknologi mutakhir bukan saja untuk mempercepat proses produksi dan meningkatkan kualitasnya, tetapi juga untuk memenangkan persaingan. Namun harus disadari bahwa teknologi maju tersebut dapat dimanfaatkan hanya bila didukung oleh sumberdaya manusia berkualitas yang mampu mengoperasikannya secara optimal. Demikian juga pengorganisasian perlu menjamin penyediaan berbagai sarana, prasarana dan alat-alat kerja lain.

Penyusunan struktur organisasi, pemilihan teknologi dan penyediaan sarana kerja secara langsung dan tidak langsung juga mempengaruhi kinerja setiap individu pekerja. Rumusan tugas pokok setiap unit organisasi yang diurai menjadi tugas pokok setiap individu akan diurai lebih lanjut menjadi uraian jabatan masing-masing pekerja.

Demikian juga, hampir tidak mungkin lagi memproduksikan barang atau jasa tanpa dukungan teknologi dan sarana kerja.

B. Peranan Manajemen

Manajemen adalah suatu proses mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sumber-sumber secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Untuk itu, manajemen melaksanakan fungsi-fungsi, antara lain: perencanaan, pengorganisasian,

(49)

perencanaan dan pembinaan pekerja, pelaksanaan, dan pengawasan.

Dalam hubungan ini manajemen berperan melakukan fungsi-fungsi berikut:

 Merumuskan atau mengkoordinasikan perumusan visi dan misi organisasi serta menguraikannya menjadi tugas pokok unit-unit organisasi, hingga tugas pokok dan uraian jabatan setiap individu.

 Menyusun struktur organisasi dengan tugas pokok, fungsi-fungsi dan sasaran masing-masing unit organisasi.

 Menyusun sistem dan mekanisme kerja yang jelas baik di masing- masing unit organisasi maupun antarunit organisasi.

 Merencanakan dan mengadakan sarana dan peralatan kerja, termasuk gedung dan peralatan kantor atau tempat kerja, serta alat-alat kerja lainnya.

 Merencanakan dan mengadakan karyawan atau pekerja untuk mengisi semua jabatan yang ada, masing-masing dengan kualifikasi yang sesuai dengan persyaratan jabatan.

 Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di masing-masing unit organisasi.

 Mengawasi pelaksanaan tugas di semua unit organisasi.

C. Dukungan Karyawan

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, kinerja perusahaan adalah penjumlahan atau akumulasi kinerja dari semua orang yang bekerja di perusahaan tersebut. Dukungan organisasi dan pelaksanaan fungsi-fungsi

(50)

manajemen seperti diuraikan diatas juga dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, memfasilitasi dan mendorong semua pekerja untuk meningkatkan kinerjanya secara optimal. Dengan demikian, kinerja setiap pekerja dipengaruhi oleh kompetensi individu yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.

2.2.3. Pembinaan Kinerja

Pembinaan kinerja dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja setiap individu, kelompok atau unit kerja. Serta meningkatkan kinerja perusahaan semaksimal mungkin.

Peningkatan kinerja dapat dilakukan antara lain dengan :

a. Mendorong pekerja memahami uraian tugas dan uraian jabatannya, serta memahami tanggung jawabnya.

b. Mendorong pekerja memahami sasaran yang harus dicapai, yaitu kondisi akhir yang dapat diukur setelah melaksanakan tanggung jawabnya.

c. Membantu pekerja memahami bagaimana melakukan pekerjaan dengan menggunakan alat-alat kerja yang sesuai.

d. Memberdayakan pekerja melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, rotasi penugasan dan lain-lain.

e. Menumbuhkan motivasi dan etos kerja.

f. Menciptakan iklim kerja yang kondusif.

(51)

2.2.4. Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja adalah suatu sistem dan cara penilaian pencapaian hasil kerja suatu perusahaan atau organisasi dan penilaian pencapaian hasil kerja setiap individu yang bekerja di dalam dan untuk perusahaan tersebut. Evaluasi kinerja terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

Mengumpulkan dan menyeleksi informasi

Mendeskripsikan dan menginterpretasikan data

Mengembangkan dan mengkaji informasi

Menarik kesimpulan.

2.3. PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data.

Proses pengumpulan data dapat dilakukan dengan jalan sensus atau sampling. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam usaha mengumpulkan data, antara lain:

 Penelitian langsung (observasi) terhadap obyek penelitian. Hasilnya dicatat lalu dianalisis.

 Mengambil sebagian atau seluruh data yang tercatat oleh badan atau orang lain.

(52)

 Pengadaan angket atau kuisioner.

2.3.1. Pengumpulan Data Dengan Dokumentasi

Pengumpulan data dengan metode dokumentasi meliputi kegiatan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, transkip, surat kabar, majalah, agenda, dan lain sebagainya.

Metode dokumentasi relatif lebih mudah, dalam arti jika ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.

2.4. SAMPLING

Sampel adalah kumpulan dari unit sampling. Sebuah sampel adalah bagian populasi. Survei sampel adalah suatu prosedur di mana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu.

Dalam menentukan sampel, para ahli biasanya menggunakan probability sample. Probability sample adalah suatu sampel yang ditarik sedemikian rupa dimana suatu elemen (unsur) individu dari populasi, tidak didasarkan pada pertimbangan pribadi tetapi tergantung kepada aplikasi kemungkinan (probabilitas). Jika pemilihan individu dari populasi didasarkan atas pertimbangan pribadi, maka sampel tersebut dinamakan judgement sample.

(53)

2.4.1. Menentukan Ukuran Sampel

Untuk menentukan besarnya ukuran sampel (n) dalam pendugaan, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Tentukan besar perbedaan yang dapat diterima (ditolerir).

b. Tentukan derajat kepercayaan atau koefisien kepercayaan.

c. Tentukan lebar interval yang dapat diterima.

Ketika menduga rata-rata µ oleh statistik x, maka beda b = | µ - x|.

Untuk koefisien kepercayaan α dan populasi berdistribusi normal dengan simpangan baku σ diketahui, maka ukuran sampel n ditentukan oleh:

2.4.2. Rancangan Sampling

Jika untuk penelitian ternyata sampling telah disepakati, selanjutnya sampling perlu dirancangkan dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan ini antara lain:

a. Rumuskan persoalan yang ingin diketahui.

b. Tentukan dengan jelas batas populasi mengenai persoalan yang ingin diketahui itu.

c. Definisikan dengan jelas dan tepat segala unit dan istilah yang diperlukan.

d. Tentukan unit sampling yang diperlukan. Unit sampling adalah satuan terkecil yang menjadi anggota populasi.

(54)

e. Tentukan dan rumuskan cara-cara pengukuran dan penilaian yang akan dilakukan.

f. Kumpulkan, jika ada, segala keterangan tentang hal yang ingin diteliti yang pernah dilakukan masa lampau.

g. Tentukan ukuran sampel, yakni berapa unit sampel yang harus diambil dari populasi.

h. Tentukan cara sampling yang mana yang akan ditempuh agar sampel yang diperoleh representatif.

i. Tentukan cara pengumpulan data yang mana akan dilakukan, apakah wawancara langsung, dengan daftar isian, meneliti langsung, atau mengumpulkan sumber-sumber yang sudah ada.

j. Tentukan metode analisis yang digunakan.

Untuk mempelajari populasi, diperlukan sampel yang diambil dari populasi yang bersangkutan. Meskipun dapat mengambil lebih dari sebuah sampel berukuran n dari sebuah populasi berukuran N, pada praktiknya hanya sebuah sampel yang biasa diambil dan digunakan untuk hal tersebut. Sampel yang diambil ialah sampel acak dari sebuah sampel tersebut nilai-nilai statistiknya dihitung untuk digunakan seperlunya. Untuk ini diperlukan sebuah teori yang dikenal dengan distribusi sampling.

Distribusi sampling biasanya diberi nama bergantung pada nama statistik yang digunakan.

Teori sampling mempelajari hubungan yang ada antara populasi dengan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Teori sampling juga

(55)

berguna didalam menentukan apakah perbedaan hasil pengamatan antara dua sampel adalah diakibatkan oleh adanya perubahan variasi atau memang keduanya signifikan berbeda. Statistik yang mempelajari hubungan perbedaan antara sampel dan populasi yang mendasarkan kepada teori kemungkinan disebut statistik induktif.

2.5. PENGUJIAN HIPOTESIS

Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan mengenai populasi, umumnya mengenai nilai-nilai parameter populasi, maka hipotesis ini disebut hipotesis statistik.

Setiap hipotesis memiliki kemungkinan benar atau tidak. Oleh karenanya, perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak. Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis dinamakan pengujian hipotesis.

Untuk pengujian hipotesis, penelitian dilakukan dengan mengambil sampel acak, nilai-nilai statistik yang perlu dihitung kemudian dibandingkan menggunakan kriteria tertentu dengan hipotesis. Jika hasil yang didapat dari penelitian itu, dalam pengertian peluang, jauh berbeda dari hasil yang diharapkan terjadi berdasarkan hipotesis, maka hipotesis ditolak. Jika terjadi sebaliknya, hipotesis diterima. Meskipun berdasarkan penelitian telah menerima atau menolak hipotesis, tidak berarti telah

(56)

membuktikan atau tidak membuktikan kebenaran hipotesis. Yang kita perlihatkan hanyalah menerima atau menolak hipotesis saja.

Dalam melakukan pengujian hipotesis, ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi, dikenal dengan nama-nama:

a. kekeliruan tipe I : ialah menolak hipotesis yang seharusnya diterima.

b. kekeliruan tipe II : ialah menerima hipotesis yang seharusnya ditolak.

Untuk mengingat hubungan antara hipotesis, kesimpulan dan tipe kekeliruan, dapat dilihat dalam tabel 2.3 dibawah ini

Tabel 2.3 Tipe Kekeliruan Ketika Membuat Kesimpulan Tentang Hipotesis

KESIMPULAN

KEADAAN SEBENARNYA

HIPOTESIS BENAR HIPOTESIS SALAH

Terima Hipotesis BENAR Keliru

(kekeliruan Tipe II) Tolak Hipotesis Keliru

(kekeliruan Tipe I) BENAR Sumber: Sudjana (2002)

Besar kecilnya α dan β yang dapat diterima dalam pengambilan kesimpulan bergantung pada akibat-akibat atas diperbuatnya kekeliruan- kekeliruan itu. Selain daripada itu perlu pula dikemukakan bahwa kedua kekeliruan itu saling berkaitan. Jika α diperkecil, maka β menjadi besar dan demikian juga sebaliknya. Pada dasarnya, haus dicapai hasil pengujian hipotesis yang baik, ialah pengujian yang bersifat bahwa di

(57)

antara semua pengujian yang dapat dilakukan dengan harga α yang sama besar, ambillah sebuah yang mempunyai kekeliruan β paling kecil.

Prinsip demikian memerlukan pemecahan matematik yang sudah keluar dari tujuan hipotesis ini. Karenanya, untuk keperluan praktis, kecuali dinyatakan lain, α akan diambil lebih dahulu dengan harga yang biasa digunakan, yaitu α = 0,01 atau α = 0,05. dengan α = 0,05 misalnya, atau sering pula disebut taraf nyata 5%, berarti kira-kira 5 dari setiap 100 kesimpulan bahwa kita akan menolak hipotesis yang seharusnya diterima.

Dengan kata lainkira-kira 95% yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang benar. Dalam hal demikian dikatakan bahwa hipotesis telah ditolak pada taraf nyata 0,05 yang berarti kita mungkin salah dengan peluang 0,05.

Untuk setiap pengujian dengan α yang ditentukan, besar β dapat dihitung. Harga (1- β) dinamakan kuasa uji. Ternyata bahwa nilai β berbeda untuk harga parameter yang berlainan, jadi β bergantung pada parameter, katakanlah θ, sehingga didapat β(θ) sebuah fungsi yang bergantung pada θ. bentuk β(θ) dinamakan fungsi ciri operasi, disingkat C.O, dan 1 – β(θ) disebut fungsi kuasa.

2.5.1. Langkah-Langkah Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis akan membawa kepada kesimpulan untuk menerima atau menolak hipotesis. Jadi dengan demikian terdapat dua pilihan. Agar supaya dalam penentuan salah satu di antara dua pilihan itu lebih terperinci dan lebih mudah dilakukan, maka akan digunakan

(58)

perumusan-perumusan seperlunya. Hipotesis, yang di sini akan dinyatakan dengan H, supaya dirumuskan dengan singkat dan jelas sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Supaya nampak adanya dua pilihan, hipotesis H ini perlu didampingi oleh pernyataan lain yang didampingi oleh pernyataan lain yang isinya berlawanan. Pernyataan ini merupakan hipotesis tandingan untuk H, akan disebut alternatif, dinyatakan dengan A. Pasangan H dan A ini, tepatnya H melawan A, lebih jauh juga menentukan kriteria pengujian yang terdiri daerah penerimaan dan daerah penolakan hipotesis. Daerah penolakan hipotesis sering pula dikenal dengan nama daerah kritis.

Jika yang sedang di uji itu parameter θ (dalam penggunaannya nanti θ bisa rata-rata µ, proporsi π, simpangan baku α dan lain-lain) maka didapat hal-hal :

1. Hipotesis mengandung pengertian sama. Dalam hal ini pasangan H dan A adalah :

1. H : θ = θo 2. H : θ = θo

A : θ = θ1 A : θ ≠ θo

3. H : θ = θ1 4. H : θ = θo A : θ > θo A : θ < θo

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5 (e-f) menunjukkan perbedaan kekerasan yang terjadi pada Spesimen 3, pasca proses quenching (e) dan pasca proses tempering (f) dengan nilai kekerasan mengalami

Konduktansi ekivalen pada pengenceran tak terhingga untuk elektrolit lemah didapat dari aplikasi hukum kohlrausch tentang migrasi independen ion ion.hukum itu menyatakan

Iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan (kerja) yang terdapat dalam organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai

ini peneliti mengangkat permasalahan yang berjudul ” “ Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok dengan Strategi Inkuiri terhadap Pemahaman

Untuk mengetahui perkembangan Kopwan SU “Setia Budi Wanita” Malang, berikut disajikan kondisi laporan keuangan periode berupa neraca dan laporan laba rugi Kopwan SBW

Pada tahun 2013 terdapat 281 kasus HIV/AIDS, tahun 2014 terdapat 316 kasus, dan pada tahun 2015 terdapat 367 kasus.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

1. Akan menjalankan kewajiban kami selaku Ketua dengan kesungguhan hati kami sebaik – baiknya. Akan menjalankan semua ketentuan yang berlaku sesuaI AD/ART dengan penuh