• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD (STUDI KOMPARATIF HUKUM KELUARGA DI INDONESIA, MALAYSIA DAN NEGARA BRUNEI DARUSSALAM) Sarjana Hukum (S.H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD (STUDI KOMPARATIF HUKUM KELUARGA DI INDONESIA, MALAYSIA DAN NEGARA BRUNEI DARUSSALAM) Sarjana Hukum (S.H."

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD (STUDI KOMPARATIF HUKUM KELUARGA DI INDONESIA,

MALAYSIA DAN NEGARA BRUNEI DARUSSALAM) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Ibnu Pa’qih 11160440000057

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M/1441 H

(2)

ii

(3)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

(5)

v

ABSTRAK

Ibnu Pa’qih, NIM 11160440000057.PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD (STUDI KOMPARATIF HUKUM KELUARGA DI

INDONESIA, MALAYSIA, DAN NEGARA BRUNEI

DARUSSALAM).Program Studi Hukum Keluarga, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 1441 H/ 2020 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud dalam perspektif fukaha dan hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, dan juga membandingkan ketentuan putusnya perkawinan karena suami mafqud di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam secara vertical, horizontal, dan diagonal.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normative, penelitian menggunakan teknik analisis data berupa content analysis dan perbandingan hukum secara horizontal, vertical, dan diagonal.

Hasil penelitian ini adalah putusnya perkawinan yang disebabkan karena suami mafqud memilki legitimasi yang kuat, baik dalam perspektif ulama fikih maupun dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975, Kompilasi Hukum Islam, Islamic Family Law (State of Johore) Enakmen No.17 Tahun 2003, Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008, Islamic Family Law Chapter 217 Brunei Darussalam.

Apabila dilakukan perbandingan secara vertical ketentuan mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud di Negara Malaysia dan Negara Brunei Darussalam tidak beranjak dari Fikih Klasik dengan menentukan batasan waktu menunggu bagi sang istri yang suaminya mafqud selama empat tahun, sedangkan Indonesia sudah beranjak dari fikih klasik dengan menentukan batasan waktu menunggu bagi sang istri hanya dua tahun saja.

Secara horizontal, ketentuan mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud di ketiga negara ini memiliki persamaan, yaitu memasukkan suami yang mafqud sebagai salah satu alasan atau sebab yang bisa memutus perkawinan, dan ketiga negara ini juga melarang seorang istri yang suaminya mafqud untuk

menikah kembali sebelum adanya putusan pengadilan, selain memiliki persamaan ketiga Negara ini juga memiliki perbedaan yaitu: Waktu menunggu bagi Istri yang suaminya mafqud di Malaysia dan Negara Brunei Darussalam adalah selama empat tahun, sedangkan Indonesia waktunya selama dua tahun, selanjutnya di Negara Malaysia dan Brunei Darussalam mengkategorikan putusnya perkawinan yang disebabkan karena suami mafqud adalah fasakh sedangkan di Indonesia tidak ditentukan secara jelas.

(6)

vi

Dan secara diagonal, Indonesia memiliki keunggulan dimana waktu menunnggu bagi Istri yang suaminya mafqud lebih singkat dibandingkan di Malaysia dan Negara Brunei Darussalam, tetapi Malaysia dan Negara Brunei Darussalam juga memiliki keunggulan yaitu kedua Negara ini sudah mengatur mengenai masalah mafqud ini didalam satu pasal khusus, kedua Negara ini juga sedari awal ini mengkategorikan putusnya perkawinan yang disebabkan karena suami mafqud dikategorikan sebagai fasakh sedangkan di Indonesia tidak mengatur masalah mafqud dalam satu pasal khusus, Indonesia juga tidak menjelaskna mengenai bentuk putusnya perkawinan karena suami mafqud Indonesia hanya memasukkannya sebagai alasan-alasan perceraian.

Kata Kunci: Putusnya perkawinan, suami mafqud Pembimbing: Dr.Muchtar Ali, M.Hum.

Daftar Pustaka: 1957-2020.

(7)

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin : Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا

tidak dilambangkan

ب

b Be

ت

t Te

ث

ts te dan es

ج

j Je

ح

h ha dengan garis bawah

خ

kh ka dan ha

د

d de

ذ

dz de dan zet

ر

r er

ز

z zet

س

s es

ش

sy es dan ye

ص

s es dengan garis bawah

ض

d de dengan garis bawah

ط

t te dengan garis bawah

ظ

z zet dengan garis bawah

ع

، koma terbalik di atas hadap

kanan

غ

gh ge dan ha

ف

f ef

ق

q qo

ك

k ka

ل

l el

(8)

viii

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

م

M Em

ن

N En

و

W We

ه

H Ha

ء

` Apostrof

ي

Y Ya

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ

a fathah

َ

i kasrah

َ

u dhammah

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يَـ

ai A dan i

وُـ

au A dan u

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اـ

â a dengan topi di atas

(9)

ix

4. Kata Sandang

Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan alif dan lam dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyah atau huruf kamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

5. Syaddah

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (

َ

).Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang

menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

ةرورضلا

Tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/

(lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

اـ

î i dengan topi di atas

اـ

û u dengan topi di atas

No Kata Arab Alih Aksara

(10)

x

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al- Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan- ketentuan di atas:

1.

ةقیرط

Tarîqah

2.

ةیملاسلإا ةعماجلا

al-jâmî’ah al-islâmiyyah

3.

وجولا ةادهو

wahdat al-wujûd

(11)

xi

Kata Arab Alih Aksara

ذا ت ْس لأا ب ھ ذ

Dzahaba al-ustâdzu

ةَّی رْص علا ة ك رح لا

al-harakah al،asriyyah

هللا َّلا إ ه ل إ لا ْن ا د ه ْش أ

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

هللا ْم ك ر ث ؤ ي

yu،atstsirukum Allâh

ْةَّي ل ْق علا ر ها ظ ملا

al-mazâhir al-،aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan.Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd;

Mohamad Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al- Rahmân.

(12)

xii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberkan banyak nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.Shalawat serta salam cinta dan hormat penulis selalu curahkan kepada kekasih penulis Nabi yang mulia Sayyidina Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang membantu kemudahan penyelesaian skripsi, baik secara moril maupun secara materiil.Oleh karena itu, penulis secara khusus menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr.Ahmad Thalabi Kharlie, S.Ag., SH., M.H., M.A., selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr.Hj.Mesraini, SH., M.Ag., selaku ketua program studi Hukum Keluarga dan Bapak Ahmad Chairul Hadi, MA., selaku sekretaris program studi Hukum Keluarga.

3. Bapak Dr.Muchtar Ali, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik yang juga sebagai dosen pembimbing skripsi, yang sering menasihati dan membimbing penulis.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya, tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat penulis.

5. Staf Perputakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis serta menyediakan fasilitas untuk penulis melakukan studi kepustakaan.

6. Keluargaku yang sangat kucintai, ayah H.Hasan Marzuki dan umi Hj.Siti Hidayati, yang senantiasa memberikan support, serta doa yang tiada hentinya kepada penulis selama menempuh proses perkuliahan.Kakakku

(13)

xiii

tercinta Azkaa Zuhdiyah, S.Farm., Apt., dan adikku tercinta Muhammad Hifzhi yang juga selalu memberikan support kepada penulis.

7. Seluruh keluarga besar Hukum Keluarga angkatan 2016, khususnya Hukum Keluarga Kelas B.

8. Teman seperjuangan ku Salman alfarisi, teman kosan ku yang selalu menemani penulis selama menjalani proses perkuliahan, Abdul Aziz Maulana.

(14)

xiv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I.PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, dan Rumusan Masalah ... 8

1.Identifikasi Masalah ... 8

2.Pembatasan Masalah ... 9

3.Rumusan Masalah ... 10

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.Tujuan Penelitian ... 10

2.Manfaat Penelitian ... 11

D.Review Kajian Terdahulu ... 12

E.Metode Penelitian. ... 16

1.Jenis Penelitian ... 17

2.Sumber Data ... 17

3.Teknik Pengumpulan Data ... 18

4.Metode Analisis Data ... 19

5.Teknik Penulisan ... 20

F.Sistematika Penulisan ... 20

BAB II.PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD ... 22

DALAM KHAZANAH FIKIH ISLAM ... 22

A.Pengertian Mafqud ... 22

B.Dasar Hukum Mafqud ... 24

C.Macam-Macam Mafqud ... 26

(15)

xv

D.Putusnya Perkawinan Karena Suami Mafqud dalam Perspektif Ulama

Klasik………..28

E.Putusnya Perkawinan Karena Suami Mafqud dalam Perspektif Ulama Kontemporer ... 35

BAB III.PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD DALAM HUKUM KELUARGA DI INDONESIA, MALAYSIA, DAN NEGARA BRUNEI DARUSSALAM ... 37

A.Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam ... 37

1.Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia ... 37

2.Sejarah Hukum Keluarga di Malaysia (Kedah, dan Johor) ... 60

3.Sejarah Hukum Keluarga di Negara Brunei Darussalam ... 64

B.Materi Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam ... 66

1.Materi Hukum Keluarga di Indonesia ... 66

2.Materi Hukum Keluarga di Malaysia ... 68

3.Materi Hukum Keluarga di Negara Brunei Darussalam. ... 70

C.Ketentuan Putusnya Perkawinan Karena Suami Mafqud dalam Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam. ... 71

BAB IV.PERBANDINGAN VERTIKAL, HORIZONTAL, DAN DIAGONAL ANTARA FIKIH MAZHAB DENGAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA, MALAYSIA DAN NEGARA BRUNEI DARUSSALAM. 84 A.Perbandingan Vertikal antara Fikih Mazhab dengan Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam. ... 85

B.Perbandingan Horizontal antara Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam. ... 95

C.Perbandingan Secara Diagonal antara Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. ... 103

BAB V.PENUTUP ... 105

A.Kesimpulan ... 105

B.Saran ... 106

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN

(17)

xvii

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Nikah menurut Syekh Abu Zahrah adalah akad yang menjadikan halalnya hubungan seksual antara kedua orang yang melaksanakan akad, menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya, dan saling tolong- menolong diantara keduanya.1

Tujuan dari adanya pernikahan itu sendiri adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar-Rum ayat 21:2

ًة َّد و َّم ْم ك نْي ب ل ع ج و ا هْي ل ا ا ْٖٓو ن ك ْس ت ل اًجا وْز ا ْم ك س فْن ا ْن م ْم ك ل ق ل خ ْن ا ٖٓ ه تٰيٰا ْن م و ن ْو ر َّك ف تَّي ٍم ْو ق ل ٍتٰيٰ لا ك لٰذ ْي ف َّن ا

َ

ًة م ْح ر َّو

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah tersebut bisa diraih apabila antara suami dan istri menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku dalam rumah tangga.

1 Abu Zahrah, al Ahwal as-Syakhsiyyah, (Kairo: Dar al-fikr al-arabi, 1957), cet.3, h.18.

2 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta:

PT.Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h.573.

(19)

2

Dalam beberapa kasus yang terjadi, ada banyak factor yang menyebabkan hak dan kewajiban itu tidak dapat dilaksanakan.Salah satu penyebabnya adalah tidak diketahuinya keberadaan salah satu pihak atau dalam fiqih disebut dengan istilah mafqud.

Mafqud sendiri secara etimologis merupakan isim maf’ul dari kata:

دقف - هدقف - هدقفي - ادقف - ديقف وهف ،همدع:دوقفو انادقفو

yang berarti kehilangan, ketiadaan, ketidakhadiran, ketidakberadaan, kekurangan, dan kerugian.3 Secara terminologis menurut Imam Alâuddin al-Kâsânî dalam kitabnya Badai al-Sanâiˋ, mafqud adalah:

ٌت ي م ْم أ ٌّي ح هَّن أ ه ر ب خ ف رْع ي لا و ه د ل ب ْن ع با غ ٍصْخ ش ل ٌم ْسا

Mafqud adalah nama untuk orang yang hilang dari negerinya dan tidak diketahui kabarnya apakah dia hidup atau sudah mati.4

Hilangnya seorang suami pastilah menimbulkan kegamangan, dan ketidakjelasan status bagi istri yang ditinggalkan, apakah perkawinannya dengan suami yang mafqud tersebut dapat diputus atau tidak.

Dalam menyikapi perkara mafqud, para ulama berbeda pendapat mengenai apa yang harus dilakukan terhadap hartanya dan apa yang harus dilakukan oleh istri.Dalam hal ini ada empat pendapat dikalangan ulama:5 Pertama, Orang yang mafqud dianggap masih hidup,baik ditinjau dari segi hartanya, maupun dari segi hubungan perkawinan dengan istrinya.Akibat hukum dari pendapat pertama ini adalah isteri orang yang mafqud tetaplah

3 Muhammad al-Fairuzzabadi, Qamus al-Muhith, (Kairo, Dar al-Hadits, 2008), h.1257- 1258.Lihat Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka Progressif, 1997),cet.14, h.1066.Lihat Achmad Sunarto, Kamus Arab Indonesia Al-Kabir, (Surabaya:Karya Agung, 2010), h.499.

4 Alâuddin Abi Bakr bin Masûd al-Kâsânî, Badâi ،al-Sanâiˋ fi Tartîbi al-Syarâiˋ, (Beirut:Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2003), Juz 8, h.316.

5 Mahmoud Syaltout dan Muhammad Ali As-Sayis, Muqaranatul Mazahib fil Fiqh, (Kairo:Dar Ma’arif,1986), h.118.

(20)

istrinya dan hartanya masih tetap sebagai miliknya,sampai ada berita atau bukti yang meyakinkan akan hidup atau matinya.

Kedua, Orang yang mafqud dianggap sudah mati baik ditinjau dari segi hartanya, maupun dari segi hubungan perkawinan dengan istrinya.Akibat hukum dari pendapat kedua ini istri orang yang mafqud keluar dari ikatan perkawinan, dan hartanya dapat dibagikan kepada para ahli warisnya.

Ketiga, Orang yang mafqud dianggap sudah mati dari segi hubungan perkawinan dengan istrinya dan dianggap masih hidup dari segi hartanya.

Keempat, Orang yang mafqud dianggap sudah mati dari segi hartanya dan dianggap masih hidup dari segi hubungan perkawinan dengan istrinya.

Mazhab Hanafi, dan Imam Syafi’i dalam Qaul Jadidnya mengambil pendapat yang pertama yaitu suami yang mafqud tidak boleh diceraikan dari istrinya, dan istrinya harus tetap menunggu suami yang mafqud tersebut sampai datang bukti yang jelas akan kematiannya dan harta miliknya tidak boleh dibagikan kepada ahli warisnya.

Imam Syafi’i dalam Qaul Qadimnya dan Imam Malik mengambil pendapat yang ketiga, Jika seorang suami mafqud maka istrinya menunggu sampai 4 tahun sejak ia mengadukan perkaranya kepada penguasa.Jika tempo empat tahun tersebut telah berakhir maka istri menjalani iddah kematian selama 4 bulan 10 hari, dan ia halal untuk dinikahi tetapi harta nya tidak boleh diwarisi oleh ahli warisnya.6 Hal ini berdasarkan atsar dari Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu ta’ala ‘anhu

باطخلا نب رمع نأ بيسملا ديعس نع ديعس نب ىيحي نع كلام نع ىيحي ينثدح لاق نت اهنإف وه نيأ ردت ملف اهجوز تدقف ةأرما اميأ تعت مث نينس عبرأ رظت

هشأ ةعبرأ د ر

6 Abi Ishâq Ibrahim bin Ali al-Syîrâzi, Al-Muhazzab fi Fiqhi Imam Syafi’i, (Beirut:Darul Fikr, 2005), Jilid 2, h.206.Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid:Analisa Fiqih Para Mujtahid, terj.Imam Gazali Said dan Achmad Zaidun, (Jakarta:Pustaka Amani, 2007), h.514.

(21)

4

لحت مث ارشعو

Menceritakan kepadaku Yahya dari Malik, dari Yahya Ibn Sa’id, dari Sa’id Ibn Musayyab:sesungguhnya Umar Ibn Khattab berkata : Perempuan manapun yang kehilangan suaminya dan ia tidak mengetahui keberadaanya, maka hendaknya ia menunggu selama empat tahun, kemudian ia menjalani iddah selama empat bulan sepuluh hari.7

Menurut Mazhab Hanbali, mafqud terbagi menjadi dua yaitu:

Pertama, hilang yang menurut zahirnya itu celaka atau tidak selamat seperti orang yang hilang diantara dua pasukan yang bertempur, atau orang yang menaiki sebuah kapal dan kapal tersebut tenggelam, atau orang yang pergi untuk menunaikan shalat isya atau shalat-shalat lainnya dan ia tidak kembali dan tidak diketahui kabarnya.Dalam keadaan hilang yang seperti ini menurut Mazhab Hanbali istri harus menunggu selama empat tahun, jika dalam waktu empat tahun itu tidak juga ada kabar, maka isteri ber’iddah selama empat bulan sepuluh hari, dan hartanya dapat dibagikan kepada ahli warisnya.8

Kedua, hilang yang menurut zahirnya selamat seperti orang yang hilang ketika ia pergi berdagang atau orang yang pergi menuntut ilmu.Dalam keadaan hilang yang seperti ini menurut Mazhab Hanbali, hartanya tidak boleh dibagikan dan istrinya tidak boleh diceraikan dari suaminya sampai jelas akan kematian suaminya atau melewati suatu masa yang tidak mungkin manusia masih hidup pada masa itu, dan dalam menentukan batasan waktunya diserahkan pada ijtihad hakim, dalam

7 Imam Malik, Al-Muwatha’, terj.Adib Bisri Musthofa, (Semarang:CV.Asy Syifa’,1992), Jilid 2, h.99.

8 Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad, Al-Mughni, (Riyadh:Dar Alam Kutub, 1997), Jilid 9, cet.3, h.186. Lihat juga Mansur bin Yunus al-Buhti, Raudhul Murbi’ bisyarh Zadil Mustaqni’ Mukhtashar Muqni’, (Beirut:Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1988), Jilid 2, h.293.

(22)

pendapat lain batasan waktunya adalah sampai usia mafqud sembilan puluh tahun sejak dari lahirnya karena tidak mungkin ada manusia yang dapat hidup melewati masa tersebut.9

Dalam Hukum Keluarga di Indonesia, perkawinan dapat putus disebabkan karena tiga hal, yang pertama karena kematian, perceraian dan atas keputusan Pengadilan.10 Dan mengenai suami yang mafqud, dalam Hukum Keluarga di Indonesia masuk dalam alasan-alasan perceraian hal ini dapat dilihat dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tentang Alasan-alasan Perceraian dikatakan:11

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri ;

9 Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad, Al-Mughni, Jilid 9 , h.186.Lihat juga Mansur bin Yunus al-Buhti, Raudhul Murbi’ bisyarh Zadil Mustaqni’ Mukhtashar Muqni’, Jilid 2, h.293.

10 Pasal 38 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo. Undang-Undang No.16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, lihat juga dalam Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991.

11 Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991

(23)

6

f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

g. Suami melanggar taklik talak;

h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa baik dalam Undang- Undang Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dijelaskan mengenai persoalan mafqud secara rinci hanya dikatakan jika seorang istri dapat mengajukan perceraian terhadap suami yang hilang setelah 2 tahun menghilang, dan didalam KHI tidak dijelaskan dengan rinci apakah perceraian antara istri dengan suaminya yang mafqud tersebut dihukumi talak atau fasakh.

Di Malaysia, masalah mengenai mafqud diatur didalam Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008 dan Islamic Family Law (State of Johore) Enakmen No.17 Tahun 2003 Seksyen 54 ayat(1), (2), (3), dan (4).

Didalam Seksyen 54 ayat (1) dinyatakan bahwa:

“ Jika suami seorang perempuan telah meninggal, atau dipercayai telah meninggal, atau tidak didengar kabar mengenai dirinya dalam waktu empat tahun atau lebih, dalam hal demikian dengan maksud untuk memperbolehkan seorang perempuan untuk menikah kembali, dan untuk dianggap telah meninggal sesuai dengan Hukum Syara’, maka Mahkamah boleh diatas permohonan perempuan itu dan setelah melakukan investigasi, mengeluarkan dalam bentuk yang sudah ditetapkan suatu akta kematian suami dan Mahkamah boleh dengan permohonan perempuan itu membuat

(24)

perintah bagi pembubaran perkawinan atau fasakh sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 53.12

Sedangkan di Negara Brunei Darussalam, ketentuan ini terdapat didalam Islamic Family Law Chapter 217 Tahun 2012 Pasal 53 ayat (1) dan (2).

Ketentuan Pasal 53 ayat (1) yang ada di Brunei memiliki kesamaan dengan ketentuan Pasal 54 ayat (1) Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008 dan Islamic Family Law (State of Johore) Enakmen No.17 Tahun 2003 berbunyi:13

Where the husband of any woman is believed to be dead, or has not been heard of for a period of 4 years or more, and the circumstances are such that he ought, for the purpose of enabling the woman to remarry, to be presumed in accordance with Hukum Syara’ to have died , the Court may on the application of the woman in the prescribed form and after such inquiry as may be proper, issue a Certificate of Presumption of Death of the husband in the prescribed form and the Court may, on the application of the woman in the prescribed form, order the dissolution of marriage by fasakh.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai ketentuan hukum mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud yang berlaku di Negara Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam.Mengapa waktu menunggu suami yang mafqud Indonesia berbeda dengan negara Malaysia dan Negara Brunei Darussalam dan mengapa Malaysia dan Brunei Darussalam memasukkan putusnya perkawinan karena suami mafqud sebagai fasakh? Apa yang menyebabkan

12 Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008 Seksyen 54.

LIhat juga Islamic Family Law (State of Johore) Enakmen No.17 Tahun 2003.

13 Islamic Family Law Chapter 217 Brunei Darussalam 2012.

(25)

8

terjadinya perbedaan tersebut padahal ketiga negara tersebut sama-sama bermazhab Syafi’i ? Hal tersebut akan dikaji didalam skripsi yang berjudul:

“ PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD (STUDI

KOMPARATIF HUKUM KELUARGA DI INDONESIA,

MALAYSIA, DAN NEGARA BRUNEI DARUSSALAM).

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

1) Perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai kedudukan mafqud dalam Perkawinan dan Kewarisan menurut Hukum Islam.

2) Perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai pendapat para ulama tentang penentuan masa tunggu bagi seseorang yang mafqud.

3) Perlu ditelusuri lebih lanjut bagaimana para fukaha memandang putusnya perkawinan yang disebabkan karena suami mafqud dan akibat hukum yang ditimbulkan terhadap perkawinannya.

4) Perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai kedudukan mafqud dalam Perkawinan dan Kewarisan menurut Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia dan Negara Brunei Darussalam.

5) Perlu ditelusuri lebih jauh bagaimana Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam mengatur penentuan masa tunggu bagi seseorang yang mafqud.

(26)

6) Perlu ditelusuri mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh mafqudnya suami dan akibat hukum yang ditimbulkan terhadap perkawinannya.

7) Perlu ditelusuri mengenai komparasi antara hukum Islam dan hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam mengenai putusnya perkawinan karena suaminya mafqud secara vertical, horizontal, dan diagonal.

2. Pembatasan Masalah

Batasan masalah berfungsi sebagai pijakan awal dan landasan penelitian. Batasan masalah dapat mempermudah peneliti dalam penelitian agar tetap fokus terhadap penelitianya. Maka, masalah harus sudah diidentifikasi, dibatasi dan dirumuskan secara jelas, sederhana dan tuntas saat memulai memikirkan penelitian.14 Adapun focus dari penelitian ini adalah mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud dalam hukum keluarga di Indonesia yaitu didalam Undang- Undang No.1 Tahun 1974 jo. Undang-Undang No.16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 116 Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

Kemudian didalam hukum keluarga di Malaysia yaitu Islamic Family Law (State of Johore) Enakmen No.17 2003 Seksyen 54, Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008 Seksyen 54 , Islamic Family Law (State of Kedah) Enakmen No.

14 Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2006), h.93

(27)

10

dan hukum keluarga di Negara Brunei Darussalam dalam Islamic Family Law Chapter 217 Tahun 2015 Pasal 53.

3. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana perbandingan ketentuan hukum putus perkawinan karena suami mafqud dalam perspektif fiqih dan hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam”.

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka peneliti menuangkannya dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana pendapat hukum para fukaha mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud ?

b. Bagaimana hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam mengatur mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud?

c. Bagaimana perbandingan vertical, horizontal, dan diagonal antara Hukum Keluarga di Indonesia,Malaysia,dan Negara Brunei Darussalam mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud dalam pandangan para fukaha.

(28)

b. Untuk menjelaskan mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud di negara Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam.

c. Untuk mengetahui perbandingan vertical, horizontal, dan diagonal antara Hukum Keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud.

2. Manfaat Penelitian

a) Secara teoritis yaitu:

 Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga untuk mengetahui perbedaaan serta persamaan mengenai masalah putusnya perkawinan karena suami mafqud di negara Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam.

 Untuk menambah wawasan dan khazanah keilmuan dalam bidang hukum perkawinan, khususnya yang berkaitan dengan putusnya perkawinan karena suami mafqud.

b) Secara praktis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat Islam pada umumnya, terutama sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam menyelesaikan masalah-masalah mengenai mafqud.

(29)

12

D. Review Kajian Terdahulu

Kajian tentang suami yang mafqud ini bukanlah hal yang baru, banyak penelitian sebelum penelitian ini yang membahas tentang suami yanh mafqud. Penelitian tersebut dipublikasikan dalm bentuk jurnal, tesis, maupun skripsi.

Diantara penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1) Jurnal yang berjudul “Perkara Mafqud di Pengadilan Agama di Provinsi Riau dalam Perspektif Gender” yang ditulis Sofia Hardani dan Asmiwati. Penelitian ini membahas mengenai proses perceraian karena suami mafqud di Pengadilan Agama Provinsi Riau dalam perspektif gender.15

2) Jurnal yang berjudul,“Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pendapat Mazhab Syafii tentang Batasan Masa Tunggu Suami/Isteri Mafqud

” yang ditulis oleh Novita Dwi Lestari.Penelitian ini membahas mengenai batasan menunggu suami yang mafqud dalam perspektif Mazhab Syafi’i dan dalam perspektif Kompilasi Hukum Islam.16

3) Jurnal yang berjudul “Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Cerai Gugat Suami Mafqud (Analisis Putusan Nomor 0205/Pdt.G/2016/Ms.Ttn)” yang ditulis oleh Harry Kurniawan dan Maisuriati.Penelitian ini membahas mengenai dasar pertimbangan yang digunakan oleh hakim dalam putusan nomor

15 Sofia Hardani dan Asmiwati,“Perkara Mafqud di Pengadilan Agama di Provinsi Riau dalam Perspektif Gender”, Marwah:Jurnal Perempuan, Agama, dan Jender, (Vol.17, No.2,2018).

16 Novita Dwi Lestari, Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pendapat Mazhab Syafii tentang Batasan Masa Tunggu Suami/Isteri Mafqud ”, Jurnal Islam Nusantara, (Vol.02, No.01, Januari-Juni, 2018).

(30)

0205/Pdt.G/2016/MS.Ttn, tentang cerai gugat dengan alasan suami mafqud.17

4) Jurnal yang berjudul, “Mafqud and Fasakh in The Writings of Muslim Jurists and Provisions of Malaysian Federal Territory Islamic Family Law: The Case of MH370 Missing Plane”, yang ditulis oleh Mek Wok Mahmud dan Siti Zulaikha binti Mokhtar.Penelitian ini membahas mengenai batasan waktu menunggu bagi Istri yang suaminya mafqud (hilang) dalam kasus hilangnya pesawat MH370 untuk bisa mengajukan fasakh dalam perspektif hukum islam dan hukum keluarga di Malaysia.18

5) Skripsi yang berjudul “Perceraian Karena Suami Mafqud Menurut Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Cibinong No.0406/Pdt.G/2016/PA.Cbn)” yang disusun oleh Ardiasyah Pratama Putra.Penelitian ini membahas mengenai dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh Pengadilan Agama Cibinong dalam memutuskan perkara cerai gugat karena suami mafqud dengan nomor perkara 0406/Pdt.G/2016/PA.Cbn.19

6) Skripsi yang berjudul “Putusan tentang Suami Mafqud (Studi Putusan Nomor.3144/Pdt.G/2016/PA.Cbn dan Putusan Nomor.002/Pdt.G/2009/PA.GM.)” yang disusun oleh Zara Putri

17 Harry Kurniawan dan Maisurati, “Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Cerai Gugat Suami Mafqud (Analisis Putusan Nomor 0205/Pdt.G/2016/Ms.Ttn)” Jurnal Al- Murshalah, (Vol.3, No.1, Januari-Juni, 2017).

18 Mek Wok Mahmud dan Siti Zulaikha binti Mokhtar,”Mafqud and Fasakh in The Writings of Muslim Jurists and Provisions of Malaysian Federal Territory Islamic Family Law: The Caseof MH370 Missing Plane”, Journal Intellectual Discourse (Vol.25, 2017).

19 Ardiasyah Pratama Putra, “Perceraian Karena Suami Mafqud Menurut Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Cibinong No.0406/Pdt.G/2016/PA.Cbn)”, (Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017).

(31)

14

Aulia. Penelitian ini membahas mengenai dasar hukum yang digunakan oleh Pengadilan Agama Cibinong dan Pengadilan Agama Giri Menang dalam perkara gugatan perceraian karena suami mafqud, dimana dalam putusan Pengadilan Agama Cibinong hakim menjatuhkan talak satu bain sughra, sedangkan Pengadilan Agama Giri Menang menjatuhkan putusan fasakh.20

7) Skripsi yang berjudul “Pemikiran Fikih Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status Pernikahan Istri Akibat Suami Menghilang” yang disusun oleh Iim Rosadi.Penelitian ini membahas mengenai status pernikahan istri akibat suami menghilang (mafqud) dalam perspektif Ibnu Qudamah dalam Kitabnya Al-Mughni.21

8) Skripsi yang berjudul “Perceraian karena suami mafqud (Studi Empiris terhadap Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Boyolali) yang disusun oleh Ryan Ganang Kurnia. Penelitina ini membahas mengenai proses penyelesaian perkara perceraian karena suami mafqud di Pengadilan Agama Boyolali.22

9) Tesis yang berjudul “Batasan Waktu Pengajuan Perceraian Mafqud (Studi Keadilan terhadap Pasal 116 Ayat B Kompilasi Hukum Islam)” yang disusun oleh Ahmad Masyhadi.Penelitian ini membahas mengenai ketentuan istri harus menunggu selama 2 tahun

20 Zara Putri Aulia, “Putusan tentang Suami Mafqud (Studi Putusan Nomor.3144/Pdt.G/2016/PA.Cbn dan Putusan Nomor.002/Pdt.G/2009/PA.GM. )”, (Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017).

21 Iim Rosadi,“Pemikiran Fikih Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status Pernikahan Istri Akibat Suami Menghilang”, (Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017).

22 Ryan Ganang Kurnia, “Perceraian karena suami mafqud (Studi Empiris terhadap Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Boyolali”,(Skripsi S-1, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015).

(32)

didalam pasal 116 ayat B Kompilasi Hukum Islam ditinjau dari perspketif teori keadilan utilitarianisme.23

10) Skripsi yang berjudul “ Pelimpahan Hak Asuh Kepada Bapak Karena Istri Mafqud (Analisis Yurisprudensi No.881/Pdt.G/2008/PA.JB)” yang ditulis oleh Siti Munawaroh.Dalam penelitian ini dijelaskan tentang metode ijtihad yang digunakan oleh hakim dalam perkara No.881/Pdt.G/2008/PA.JB dalam menetapkan hak hadhanah kepada bapak karena istri mafqud.24

11) Skripsi yang berjudul “Perbandingan Mazhab dengan Hukum Keluarga di Indonesia dan Negara Brunei Darussalam Tentang Perceraian yang ditulis oleh Luthfah Rohmanah.Penelitian ini membahas mengenai syarat sah perceraian, masa idah qabla dukhul, dan mediator dalam Hukum Keluarga di Indonesia dan Brunei Darussalam.25

Yang membedakan penelitian ini dengan kesebelas penelitian diatas, objek penelitian ini membahas mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud dalam perspektif empat mazhab fiqih dan dalam perspektif hukum keluarga di Indonesia yaitu didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo. Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo.Pasal 116 Instruksi

23 Ahmad Masyhadi, “Batasan Waktu Pengajuan Perceraian Mafqud (Studi Keadilan terhadap Pasal 116 Ayat B Kompilasi Hukum Islam)”,(Tesis S-2, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2013).

24 Siti Munawaroh,“ Pelimpahan Hak Asuh Kepada Bapak Karena Istri Mafqud (Analisis Yurisprudensi No.881/Pdt.G/2008/PA.JB)”, (Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011).

25 Luthfah Rohmanah,”Perbandingan Fikih Mazhab dengan Hukum Keluarga di Indonesia dan Negara Brunei Darussalam Tentang Perceraian”, (Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,2019).

(33)

16

Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Hukum Keluarga di Malaysia yaitu didalam, Islamic Family Law (State of Johore) Enakmen No.17 Tahun 2003 Seksyen 54 dan Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008 Seksyen 54.

Dan juga didalam hukum keluarga di Negara Brunei Darussalam dalam Islamic Family Law Chapter 217 Tahun 2012 Pasal 53 dan yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luthfah Rohmanah penelitian ini objek penelitian nya lebih difokuskan dalam putusnya perkawinan yang disebabkan oleh suami mafqud dan bukan subjek penelitiannya bukan hanya di Negara Brunei Darussalam saja tetapi juga di Malaysia.

E. Metode Penelitian.

Penelitian menurut Ulber Silalahi adalah suatu proses penyelidikan atas suatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah untuk menemukan solusi atas masalah atau jawaban pertanyaan penelitian dan menambah pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan.26 Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative / yuridis doctrinal.Kemudian jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

Untuk memperjelas jalannya penelitian ini, maka penulis menguraikan metode penelitian yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

26 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial Kuantitatif, (Bandung:Refika Aditama, 2015),cet.4, h.3.

(34)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah:

a. Penelitian yuridis normatif atau bisa juga disebut sebagai Penelitian Hukum Doktrinal adalah penelitian dimana hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undang (law ini book) atau hukum dikonsepsikan sebagai sebuah kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas.27

b. Penelitian Kualitatif, ciri dari metode penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan secara induktif dan eksploratif dengan melihat apa yang terjadi, mengapa terjadi, dan bagaimana terjadinya. Ciri lainnya dalam penelitian ini data yang disajikan berupa gambaran kata- kata, pendapat, ungkapan, gagasan, norma, atau aturan- aturan dari fenomena yang diteliti.28

2. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Penulis menyusun berdasarkan sumber data yang terbagi ke dalam dua kriteria, yaitu sumber data utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder) ialah:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah bahan hukum yang bersifat authoritatif atau memiliki otoritas.29 Adapun data

27 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum:Normatif dan Empiris, (Jakarta:Kencana, 2016), cet.1, h.124.

28 Muh.Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas, dan Studi Kasus, (Sukabumi: CV Jejak Publisher, 2017), cet.1, h.46. Lihat juga Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.3.

29 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana, 2017), cet.13, h.181.

(35)

18

primer yang penulis gunakan putusnya perkawinan karena suami mafqud adalah: Hukum keluarga di Indonesia yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo.Undang-Undang No.16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 116 Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, kemudian didalam hukum keluarga di Malaysia yaitu Islamic Family Law (State of Johor) Enakmen No.17 Tahun 2003 Seksyen 54 dan Islamic Family Law (State of Kedah) Enactment Number 11 Tahun 2008 Seksyen 54. Serta hukum keluarga di Negara Brunei Darussalam dalam Islamic Family Law Chapter 217 Tahun 2012 Pasal 53.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah semua bahan yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.30 Adapun data sekunder yang penulis gunakan bersumber dari kitab-kitab fiqih, buku-buku, serta tulisan- tulisan berupa jurnal, artikel yang membahas tentang persoalan mafqud.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah proses diperolehnya data dari sumber data.Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu pe

30 Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2011), cet.13, h.13.

(36)

ngumpulan data dengan mencari konsepsi-konsepsi, teori- teori, pendapat-pendapat, atau penemuan yang berhubungan dengan mafqud.

4. Metode Analisis Data

Analisis data menurut Fossey, sebagaimana yang dikutip oleh Muri Yusuf adalah proses mereview dan memeriksa data, menyintesis data, dan menginterpretasikan data yang terkumpul sehingga dapat menerangkan fenomena atau situasi sosial yang sedang diteliti.31

Penelitian ini menggunakan Content Analysis, yaitu metode yang menganalisis isi peraturan tentang putusnya perkawinan karena suami mafqud dalam hukum keluarga di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam yang akan dikaji dari perspektif Hukum Islam. Selain menggunakan Content Analysis, penulis juga menggunakan metode komparatif / perbandingan hukum, perbandingan hukum merupakan sebuah kegiatan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain atau hukum dari suatu waktu dengan waktu yang lain.32 Dan ada tiga perbandingan hukum yang penulis gunakan yaitu:

a. Perbandingan hukum secara vertical, yaitu perbandingan system hukum tertentu pada berbagai masa tertentu. 33 Dimana didalam penelitian ini maka yang dimaksud dengan perbandingan hukum vertical adalah perbandingan antara ketentuan hukum keluarga yang terdapat di Negara Indonesia, Malaysia,d an

31 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Metode Gabungan, (Jakarta: Kencana Prenada Meida Group, 2017), cet.4, h.400.

32 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h.173.

33 R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), h.329

(37)

20

Negara Brunei Darussalam dengan ketentuan hukum keluarga yang berlaku dalam fiqih klasik.

b. Perbandingan hukum secara horizontal, yaitu perbandingan hukum/lembaga hukum antara satu daerah/negara dengan hukum/lembaga hukum daerah/negara lainnya.34 Dimana didalam penelitian ini maka yang dimaksud dengan perbandingan hukum secara horizontal yaitu perbandingan antara ketentuan hukum keluarga yang terdapat di Negara Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam.

c. Perbandingan hukum secara diagonal, yaitu perbandingan yang melakukan penelusuran terhadap aspek-aspek perbedaan aturan, antara Negara Indonesia, Malaysia dan Negara Brunei Darussalam berikut dengan tingkat perbedaanya masing-masing.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan Fakultas Syariah dan Hukum 2017.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini dibagi atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Bab pertama dalam penelitian ini berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang yang menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan,

34 R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, h.239

(38)

identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Kemudian Bab kedua, membahas secara umum mengenai pengertian mafqud, dasar hukum mafqud, macam-macam mafqud, dan pendapat hukum para fukaha empat mazhab serta beberapa ulama kontemporer mengenai putusnya perkawinan karena suami mafqud.

Selanjutnya bab ketiga, dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai sejarah hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam, materi muatan hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam, dan ketentuan putusnya perkawinan karena suami mafqud di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam .

Selanjutnya bab empat, pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai perbandingan putusnya perkawinan karena suami mafqud menurut fikih klasik dengan hukum keluarga di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam secara vertikal, horizontal, dan diagonal.

Adapun bab lima menjelaskan simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang diberikan untuk penulis selanjutnya yang akan mengkaji tentang penelitian ini.

(39)

22

BAB II

PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA SUAMI MAFQUD DALAM KHAZANAH FIKIH ISLAM

A. Pengertian Mafqud

Mafqud sendiri secara etimologis merupakan isim maf’ul dari kata:

دقف - هدقف - هدقفي - ادقف - ديقف وهف ،همدع:دوقفو انادقفو

yang berarti kehilangan, ketiadaan, ketidakhadiran, ketidakberadaan,

kekurangan, dan kerugian.1 Kata faqada sendiri terdapat didalam Al-qur’an Surat Yusuf ayat 72 yang berbunyi:

ٌمْي ع ز ه ب ۠

ا ن ا َّو ٍرْي ع ب ل ْم ح ه ب ء ۤ

ا ج ْن م ل و ك ل م ْ

لا عا و ص د ق ْف ن اْو لا ق

Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.”2

Sedangkan secara terminologis ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para fukaha, yaitu:

1. Menurut Imam Alâuddin al-Kâsânî salah seorang ulama dari Mazhab Hanafi, mendefinisikan mafqud dengan:3

ه ر ب خ ف رْع ي لا و ه د ل ب ْن ع با غ ٍصْخ ش ل ٌم ْسا

ٌت ي م ْم أ ٌّي ح هَّن أ

Mafqud adalah nama untuk orang yang hilang dari negerinya dan tidak diketahui kabarnya apakah dia hidup atau sudah mati.

2. Menurut Kamâluddin Ibnu al-Humâm, yang juga salah seorang ulama dari Mazhab Hanafi, mendefinisikan mafqud dengan:4

يردي لا يذلا بئاغلا وه ح

هتوم لاو هتاي

Mafqud adalah orang yang hilang yang tidak diketahui hidup atau matinya.

1 Muhammad al-Fairuzzabâdi, Qamus al-Muhith,h.1257-1258.Lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia,h.1066.Lihat juga Achmad Sunarto, Kamus Arab Indonesia Al-Kabir, (Surabaya:Karya Agung, 2010), h.499.

2 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.329.

3Alâuddin Abi Bakr bin Masûd al-Kâsânî, Badâi al-Sanâiˋ fi Tartîbi al-Syarâiˋ, Juz 8, h.316.

4 Kamâluddin Muhammad bin Abdu al-Wâhid al-Sîwâsî, Syarh Fathul Qadir ‘ala Hidayah syarh Bidayah Mubtadi, (Beirut:Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,2002), Juz 6, cet.1, h.133.

(40)

قفو هلهأ نع باغ يذلا وه دوقفملا هربخ عطقنإ ىتح هود

Mafqud adalah orang yang menghilang dari keluarganya, dan mereka (keluarganya) merasa kehilangan orang tersebut karena terputus kabarnya.

4. Menurut Imam al-Nawawî, salah seorang ulama dari Mazhab Syafi’i, mendefinisikan mafqud dengan:6

دْن ع ْو أ ، ٍلا ت ق ي ف ٍر ض ح ْو أ ، ٍر ف س ي ف ه لا ح ل ه ج و ، ه ر ب خ ع ط قْنا نم ي ذَّلا وه دوقفملا ا م ه رْي غ ْو أ ، ٍة ني ف س را س كْنا ...

Mafqud adalah orang yang terputus kabarnya, atau tidak diketahui kondisinya dalam perjalanan, atau terlibat dalam peperangan, atau berada didalam kapal yang mengalami kecelakaan atau yang lainnya.

5. Menurut al-Buhûti, salah seorang ulama dari Mazhab Hanbali, mendefinisikan mafqud dengan:7

ط قْن لا ، ٌت ْو م لا و ٌةا ي ح ه ل م لْع ت لا ْن م ه ر ب خ عا

Mafqud adalah orang yang tidak diketahui hidup atau matinya, karena terputus kabar tentang dirinya.

6. Menurut Syekh Mahmud Syaltout dan M.Ali Sayis, mendefinisikan mafqud dengan:8

تيم مأ وه ىحأ ردي ملو عضوم هل فرعي ملف هربخ عطقناو باغ نم وه

Orang yang sudah tidak ada kabar beritanya, sehingga tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah ia masih hidup atau sudah

mati.

5 Abu Bakar bin Hasan al-Kasynâwi, Ashalul Madarik Syarh Irsyadul Salik fi Fiqh Imam Malik, (Beirut:Dar Al-Fikr,1997), juz 2, cet.2, h.132.

6 Abi Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawî, Raudhâtut Thâlibin wa ‘Umdâtul Muftin, (Damaskus:Maktab Al-Islami, 1991), jilid 6, cet.3, h.34.

7 Mansur bin Yunus al-Buhuti, Raudhul Murbi’ bisyarh Zadil Mustaqni’ Mukhtashar Muqni’, jilid 2, cet.9, h.293.

8 Mahmoud Syaltout dan Muhammad Ali As-Sayis, Muqaranatul Mazahib fil Fiqh, h.118.

(41)

24

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ulama diatas dapat disimpulkan bahwa Mafqud adalah orang yang hilang dari suatu daerah atau negara dan tidak diketahui hidup atau matinya karena terputus berita tentang dirinya.

B. Dasar Hukum Mafqud

Tidak ada satu pun ayat dalam al-qur’an yang menjelaskan secara detail terkait dengan permasalahan suami yang mafqud ini, dan bagaimana solusi jika terjadi permasalahan suami yang mafqud ini, begitupula dalam hadits Nabi hanya diketermukan satu hadits nabi yang diriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah yaitu:

نع هللا ي ضر ةبعش نب ةريغملا نع ةأرمأ: ملس و هيلع هللا ىلص هللا لوسر لاق لاق ه

يقهيبلاو ، ينطقرادلا هجرخأ( نايبلا اهيتأي ىتح هتأرما دوقفملا (

Dari Mughirah bin Syu’bah, Rasulullah SAW bersabda: “Isteri orang yang hilang adalah isterinya sampai datang bukti yang menyakinkan kepadanya”.

(HR.al-Baihâqî dan al-Dâruquthnî).9

Selain itu juga terdapat atsar dari sahabat Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib radhiyaallahu ‘anhu, sahabat Sayyidina Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, dan sahabat Sayyidina ‘Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu, yaitu:

: دوقفملا ةأرما يف لاق ايلع نأ ةبيتع نب مكحلا نع يمزرعلا هللا ديبع نب دمحم انربخأ قلاط وأ توم اهيتأي ىتح ربصتلف ، تيلتبا ةأرما يه

Mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al-Azramy dari Al- Hakam bin Uyainah dari Ali Radhiyaallahu Anhu, beliau berkata mengenai isteri orang yang hilang: Dia adalah perempuan yang diuji, maka hendaklah ia sabar sampai ada berita kematian atau berita thalaq (HR.Abdurrazaq dalam Mushannafnya).10

نب عيبرلا انأ،بوقعب نب دمحم سابعلا وبا ان،يكزملا قاحسإ يبأ نب ايركز وبأ انربخ

،ناميلس هللا دبع نب دابع نع،ورمع نب لاهنملا نع،ناسح نب ىيحي انأ،يعفاشلا انأ

9 Abu Bakar al-Baihâqî, Sunanul Kubra, (Beirut:Dar Kutub Al-Ilmiyah, 2003), jilid 7, cet.3, h.731.Dalam Sunan Ad-Daruquthni ada sedikit perbedaan lafazh dengan hadist diatas yaitu:ربخلا هيتأي ىتح هتأرما دوقفملا ةأرمأ .Lihat Ali bin ‘Umar al-Dâruquthnî, Sunan ad-Daruquthni, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2004), jilid 4, cet.1, h.483.

10 Abdurrazaq Ash-Shan’ani, Mushannaf Abdurrazaq, (Beirut:Maktab Al-Islami,1983), jilid 7, cet.2, h.90.

(42)

Dari ‘Ali Radhiyaallahu Anhu, beliau berkata: "Perempuan (istri) orang yang mafqud, sesungguhnya ia tidak boleh dinikah.” (H.R.Imam al-Baihâqî).11

ادبأ ه رظتنت اهنأ ىلع ايلع قفاو دوعسم نبا نأ ينغلب :لاق جيرج نبا نع قازرلا دبع

Dari Ibnu Juraij,ia berkata: Telah sampai kepadaku bahwa Ibnu Mas’ud menyetujui pendapat Ali bin Abi Thalib tentang isteri orang yang hilang menanti selama-lamanya.(H.R.Imam Abdurrazaq dalam Mushannafnya).12

: لاق باطخلا نب رمع نأ بيسملا ديعس نع ديعس نب ىيحي نع كلام نع ىيحي ينثدح برأ رظتنت اهنإف وه نيأ ردت ملف اهجوز تدقف ةأرما اميأ رهشأ ةعبرأ دتعت مث نينس ع

ارشعو لحت مث

Menceritakan kepadaku Yahya dari Malik, dari Yahya Ibn Sa’id, dari Sa’id Ibn Musayyab:sesungguhnya Umar Ibn Khattab berkata : Perempuan manapun yang kehilangan suaminya dan ia tidak mengetahui keberadaanya, maka hendaknya ia menunggu selama empat tahun, kemudian ia menjalani iddah selama empat bulan sepuluh hari. Maka ia halal (menikah).(HR.Imam Malik dalam Muwatha’ nya).13

،رمع دهع ىلع نجلا هتفستنا لاجر نأ،ةدعج نب/ىيحي نب ورمع نع ةنييع نبا انثدح

،اهقلطي نأ نينيس عبرأ دعب هيلو رمأ مث،نينس عبرأ صبرت نأ اهرمأف،رمع هتأرما تتأف هتأرما نيب ريخ،اهجوز ءاج نإف،تجوزت،اهتدع تضقنا اذإف،ودتعت نأ اهرمأ مث قادصلاو

Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah dari Amru bin Yahya bin Ja’dah, bahwa seorang laki-laki telah hilang diculik oleh jin pada masa Umar bin Khattab,maka isterinya mendatangi Umar bin Khattab menceritakan akan hal tersebut, lalu ‘Umar memerintahkannya untuk menunggu selama empat tahun, lalu ‘Umar memerintahkan kepada walinya sesudah itu untuk menthalaqnya kemudian ‘Umar memerintahkan perempuan itu melaksanakan

‘iddah, sesudah ia ber’iddah maka ia dapat menikah dengan orang lain, dan apabila suami yang pertama (yang hilang) tersebut kembali dan perempuan tersebut sudah menikah, maka ‘Umar berpendapat:suami yang pertama

11 Abu Bakar al-Baihâqî, Sunanul Kubra, Jilid 7, h.731.

12 Abdurrazaq Ash-Shan’ani, Mushannaf Abdurrazaq, Jilid 7, h.91.

13 Imam Malik bin Anas, Tarjamah Muwatha’ al-Imam Malik, terj.Adib Bisri Musthofa,dkk., jilid 2, cet.1, h.99.

(43)

26

tersebut dapat memilih antara isterinya atau mas kawinnya.(H.R.Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya).14

Serta sebuah atsar dari Said bin Musayyab:

ٍدو ع ْس م نْبا ى ر ت ْشا و ًة ن س ه ت أ رْما صَّب ر ت لا ت قْلا دْن ع فَّصلا ي ف د ق ف ا ذ إ بَّي س مْلا نْبا لا ق و َّللا لا ق و نْي م هْر دلا و م هْر دلا ي طْع ي ذ خ أ ف د ق ف و هْد ج ي ْم ل ف ًة ن س ا ه ب حا ص س م تْلا و ًة ي را ج َّم ه

و ه و ْح ن ٍساَّب ع نْبا لا ق و ة ط قُّللا ب او ل عْفا ف ا ذ ك ه لا ق و َّي ل ع و ي ل ف ٌن لا ف ى ت أ ْن إ ف ٍن لا ف ْن ع ب خ ع ط قْنا ا ذ إ ف ه لا م م سْق ي لا و ه ت أ رْما جَّو ز ت ت لا ه نا ك م م لْع ي ري س ْلأا ي ف ُّي رْهُّزلا لا ق ه ر

ه تَّن س ف

دو ق ْف م لا ةَّن س ْ

Said Ibn Musayyab berkata :”Apabila seorang hilang dalam barisan perang, maka istrinya harus menunggu selama satu tahun.” Ibn Mas’ud pernah membeli budak perempuan, lalu dia mencari pemiliknya selama satu tahun, tetapi tidak mendapatkanya dan hilang, maka dia memberi satu dirham dan dua dirham seraya berkata, “Ya Allah atas nama si fulan. Apabila fulan itu datang, maka untukku dan menjadi tanggunganku.” Dia berkata, “Demikianlah hendaknya kamu lakukan terhadap barang temuan.’ Ibn Abbas mengatakan sama sepertinya. Az-Zuhri berkata tentang tawanan yang diketahui tempatnya,

“Istrinya tidak boleh menikah dan hartanya tidak boleh dibagi. Apabila beritanya terputus selama satu tahun, maka diberlakukan sebagaimana halnya orang yang hilang.” 15

C. Macam-Macam Mafqud

Dalam literatur fiqih, ulama tidak menjelaskan secara spesifik mengenai kriteria yang dapat digunakan untuk mengkategorikan seseorang dapat

dianggap sebagai mafqud, ulama hanya menjelaskan mengenai macam- macam keadaan dan tempat ketika mafqud tersebut menghilang, perbedaan keadaan dan tempat ini tentunya akan memberi implikasi hukum yang berbeda juga terhadap penentuan status serta masa tunggu bagi istri.

Berikut macam-macam mafqud menurut ulama Malikiyah dan ulama Hanabilah:

14 Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, (Riyadh:Maktabah Rusyd, 2004), Jilid 6, cet.1, h.151.

15 Ibnu Hajar al-Asqalânȋ, Fath al-Bârȋ Syarh Sahih al-Bukhȃri, (Beirut:Dar Al-Fikr, 2007), Jilid 10, cet.1, h.422.

Gambar

Tabel  4.2.Perbandingan  Horizontal  antara  Hukum  Keluarga  di  Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei Darussalam

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang tepat (sahih, valid, benar) dan dapat

Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan beberapa alat medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan yang harus steril, bebas

Bagian terpenting dari halaman utama web ini adalah halaman web perhitungan angka kredit yang merupakan bagian yang harus diisi oleh instruktur setelah memperoleh

 Peserta didik berfikir bersama, tiap peserta didik dalam kelompok membagi tugas, menjelaskan kepada teman kelompoknya yang belum memahami materi, menyatukan pendapat

Iklan ditakrifkan sebagai sebarang bahan yang dimuat naik pada laman sesawang, termasuk pautan, logo atau penanda lain, yang mempromosi, mendorong atau menggalakkan secara langsung

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tapa Kabupaten Bone Bolango pada bulan Januari-Maret 2019 dengan jumlah sampel 60 ibu yang memiliki bayi

[r]

KPD adalah apabila terjadi sebelum persalinan berlangsung yang disebabkan karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekana intra uterin atau oleh kedua factor