commit to user
iHUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN TINGKAT TUTUR DAN SIKAP EKSTROVERT DENGAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA ALUS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
JAWA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Oleh Joko Sukoyo
S441108008
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2013
commit to user
iicommit to user
HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN TINGKAT TUTUR DAN SIKAP EKSTROVERT DENGAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA ALUS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
JAWA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TESIS Oleh Joko Sukoyo
S441108008
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Andayani, M.Pd. ... ...Januari 2013
NIP. 196010301986012001
Seketaris Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. ... ...Januari 2013 NIP. 196105241989011001
Anggota Penguji
Prof. Dr. Sumarlam, M.S.
NIP. 196203091987031001 Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.
NIP. 196204071987031003
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat
pada ta Januari 2013
Mengetahui Ketua Program Studi
Direktur Program Pascasarjana UNS PBI M.U. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.
NIP. 196107171986011001 NIP. 196204071987031003
iii
commit to user
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Dengan ini, saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. A PENGUASAAN TINGKAT
TUTUR DAN SIKAP EKSTROVERT DENGAN KETERAMPILAN
BERBICARA KRAMA ALUS MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA UNIVERSITAS NEGERI tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagain institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester, saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 7 Januari 2013 Mahasiswa
Joko Sukoyo
iv
commit to user
MOTTO1. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan lain. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap. (Q.S. alam Nasyrah, ayat 6-8) 2. Ketakutan hanyalah sebuah ilusi yang maya, kebingungan hanyalah sebuah
kiasan belaka, keragu-raguan hanyalah intermezo dunia, dan kebimbangn hanyalah sebuah fenomena fatamorgana, untuk itulah tunjukkan bahwa kamu bisa mengatasinya.
3. Keberhasilan itu datangnya seiring dengan kekhusukan doa dan kesungguhan usaha.
4. Adalah lebih baik merangkak untuk tegak di telapak sendiri, daripada selamanya tegak dalam punggung orang lain.
v
commit to user
PERSEMBAHAN1. Bapak, ibuku tercinta dengan segala pengorbanan, perjuangan, perhatian, cinta dan kasih sayangnya yang tidak pernah aku lupakan sampai akhir hayat. Semuga sebentuk kecil keberhasilan ini bida diterima sebagai wujud bakti ananda.
2.
3.
4. Rekan-rekan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Bahasa dan Sastra Jawa angkatan 2011, terimakasih atas persahabatan yang indah ini.
5. Almamaterku yang aku banggakan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vi
commit to user
KATA PENGANTARDengan sepenuh hati sesarat hormat, penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas limpahan rahmat, hidayah, serta inayah, sehingga tesis at Tutur dan Sikap Ekstrovert dengan Keterampilan Berbicara Krama Alus Mahasiswa Program Studi Pendidikan n baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terimakasih, penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Sumarlam, M.S. selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran, keikhlasan, dan kebijaksanaan kepada penulis. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. Rektor Universitas Sebelas Maret atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti studi program S2.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.
3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. Kaprodi, dan Prof. Dr. Andayani, M.Pd.
Sekprodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan dan arahan.
vii
commit to user
4. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
5. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang angkatan 2010, yang telah bersedia menjadi responden.
6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Mahakuasa, memberikan imbalan yang setimpal atas amal baik Bapak, Ibu dan semua pihak yang telah membantu penulisan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi semua pihak pemerhati pembelajaran bahasa dan sastra Jawa. Amin.
Semarang, 7 Januari 2013 Penulis
Joko Sukoyo
viii
commit to user
Joko Sukoyo. 2012. Hubungan antara Penguasaan Tingkat Tutur dan Sikap Ekstrovert dengan Keterampilan Berbicara Krama Alus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang. TESIS.
Pembimbing I: Prof. Dr. Sumarlam, M.S,. II: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd,.Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) hubungan antara penguasaan tingkat tutur dengan keterampilan berbicara krama alus, (2) hubungan antara sikap ekstrovert dengan keterampilan berbicara krama alus, dan (3) hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan sikap ekstrovert dengan keterampilan berbicara krama alus.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang. Sampel untuk penelitian sebanyak 30 mahasiswa yang dipilih secara acak. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan tes. Analisis yang digunakakan adalah analisis korelasi sederhana dan regresi ganda.
Hasil penelitian ini adalah (1) terdapat hubungan positif dan signifikan antara penguasaan tingkat tutur dan keterampilan berbicara krama alus dengan koefisien korelasi 0,823. (2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap ekstrovert dan keterampilan berbicara krama alus dengan koefisien korelasi 0,784. (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penguasaan tingkat tutur, sikap ekstrovert dan keterampilan berbicara krama alus dengan koefisien korelasi 0,867, sedangkan koefisien determinasinya adalah 0,751. Hal ini berarti kontribusi yang diberikan oleh penguasan tingkat tutur dan sikap ekstrovert secara bersama-sama terhadap keterampilan berbicara krama alus adalah 75,1%, sisanya 24,9% ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata kunci: sikap ekstrovert, penguasaan tingkat tutur, keterampilan berbicara krama alus.
ix
commit to user
Joko Sukoyo. 2012. Hubungan antara Penguasaan Tingkat Tutur dan Sikap Ekstrovert dengan Keterampilan Berbicara Krama Alus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang. TESIS.
Supervisor I: Prof. Dr. Sumarlam, M.S,. II: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd, Program Study of Indonesia Language Education, Interest Language Education and Java Letter.
Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
The objectives of this research are find (1) the relationship between the mastery of level speech and the mastery of krama alus speaking skill, (2) the relationship between extrovert manner and the mastery of krama alus speaking skill, (3) the relationship between the mastery of level speech and extrovert manner with the krama alus speaking skill.
The method of this research is descriptive correlation. The population is the entire students of Language Education and Java Letter in Semarang State University.
The sample of the research is 30 students which are choosed randomly. The methodology of collecting data uses questionaire and test. The analysis used are correlation and regression.
The result of this research shows (1) there is a positive and significant relationship between the mastery of level speech and krama alus speaking skill with coefficient correlation 0.823. (2) there is a positive and significant relationship between extrovert manner and krama alus speaking skill with coefficient correlation 0.784.
(3) there is a positive and significant relationship between the mastery of level speech, extrovert manner, and the krama alus speaking skill with coefficient correlation 0.867, while the coefficient determination is 0.751. It means that the contribution which is given by the mastery of level speech and extrovert manner to the krama alus speaking skill is 75.1 percent. The other variables that are not analyzed shows 24. 9 percent.
Key Word: extrovert manner, mastery of level speech, krama alus speaking skill.
x
commit to user
Joko Sukoyo. 2012. Hubungan antara Penguasaan Tingkat Tutur dan Derajat Ekstroversi dengan Keterampilan Berbicara Krama Alus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang. TESIS.
Pembimbing I: Prof. Dr. Sumarlam, M.S,. II: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd,.Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
SARIPATHI
Ancasipun panaliten menika kangge mangertosi (1) gegayutanipun kewasisan unggah-ungguh basa Jawi kaliyan katrampilan micara basa krama alus, (2) gegayutanipun sikap ekstrovert kaliyan katrampilan micara basa krama alus, (3) gegayutan kewasisan unggah-ungguh basa Jawi, sikap ekstrovert kaliyan katrampilan micara basa krama alus.
Panaliten menika klebet panaliten deskriptif korelasional. Populasi panalitenipun inggih menika mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang. Cacahipun sampel panaliten menika 30 mahasiswa ingkang dipunpendhet kanthi cara random. Cara kangge ngempalaken data ngginakaken angket kaliyan tes. Analisis ingkang dipunginakaken inggih menika analisis korelasi kaliyan regresi.
Asil panalitenipun inggih menika (1) wonten gegayutan positif antawisipun kewasisan unggah-ungguh basa Jawa kaliyan katrampilan micara basa krama alus kanthi koefisien korelasi 0,823, (2) wonten gegayutan positif antawisipun sikap ekstrovert kaliyan katrampilan micara basa krama alus kanthi koefisioen korelasi 0,784, (3) wonten gegayutan ingkang positif antawisipun kewasisan unggah-ungguh basa Jawi, sikap ekstrovert kaliyan katrampilan micara basa krama alus kanthi koefisien korelasi 0,867, ewondene koefisien determinasini inggih menika 0,751. Tegesipun bilih kewasisan unggah-ungguh basa Jawi, kaliyan sikap ekstrovert nggadhahi pangaribawa tumrap katrampilan micara basa krama alus udakara 75,1%, sisanipun 24,9% dipuntemtokaken dening variabel sanes ingkang boten dipuntliti wonten ing panaliten menika.
Wosing tembung: ekstrovert, kawasisan unggah-ungguh basa, katrampilan micara, krama alus.
xi
commit to user
DAFTAR ISISAMPUL ... i
... ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
SARIPATHI ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
xii
commit to user
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Kajian Teori ... 8
1. Tingkat Tutur Bahasa Jawa ... 8
a. Leksikon dalam Bahasa Jawa ... 8
b. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa... 12
2. Hakikat Keterampilan Berbicara ... 22
a. Pengertian Berbicara ... 22
b. Pengertian Keterampilan Berbicara ... 23
c. Tujuan Berbicara... 27
d. Jenis-Jenis Berbicara ... 31
e. Pengukuran Keterampilan Berbicara ... 33
3. Sikap Ekstrovert ... 38
a. Pengertian Sikap ... 38
b. Kepribadian Manusia ... 40
c. Ekstrovert dan Introvert... 45
B. Penelitian yang Relevan ... 50
C. Kerangka Berpikir ... 52
D. Hipotesis ... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu... 57
B. Jenis Penelitian ... 58
C. Populasi dan Sampel ... 59
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 61
xiii
commit to user
E. Teknik Pengumpulan Data ... 62
F. Instrumen Pengumpulan Data ... 63
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 66
H. Teknik Analisis Data ... 74
I. Hipotesis Statistik ... 76
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 77
1. Deskripsi Data Penguasaan Tingkat Tutur ... 78
2. Deskripsi Data Derajat Ekstroversi ... 79
3. Deskripsi Data Keterampilan Berbicara Krama Alus ... 80
B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 82
1. Uji Normaitas ... 82
2. Uji Linieritas ... 83
C. Pengujian Hipotesis ... 86
1. Pengujian Hipotesis Pertama ... 86
2. Pengujian Hipotesis Kedua ... 89
3. Pengujian Hipotesis Ketiga ... 91
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 94
E. Keterbatasan Penelitian ... 98
BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 101
B. Implikasi Penelitian ... 102
C. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 110
xiv
commit to user
DAFTAR TABELHalaman
Tabel 1. Penggolongan Kepribadian Manusia ... 41
Tabel 2. Perbedaan Ekstrovert dan Introvert... 48
Tabel 3. Perbedaan Tipe Diri Ekstrovert dan Introvert ... `49
Tabel 4. Kelebihan dan Kelemahan Tipe Ekstrovert dan Introvert ... 49
Tabel 5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 57
Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Berbicara Krama Alus ... 64
Tabel 7. Kisi-Kisi Instrumen Penguasaan Tingkat Tutur... 64
Tabel 8. Kisi-Kisi Instrumen Sikap Ekstrovert ... 65
Tabel 9. Skala Sikap ... 66
Tabel 10. Sebaran Item Penguasaan Tingkat Tutur ... 71
Tabel 11. Sebaran Item Sikap Ekstrovert ... 72
Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas ... 73
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Berbicara Krama Alus. 78 Tabel 14. Distribusi Frekuensi Skor Penguasaan Tingkat Tutur ... 79
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Skor Sikap Ekstrovert ... 81
xv
commit to user
DAFTAR LAMPIRANHalaman
Lampiran 1. Kisi-kisi Tes Keterampilan Berbicara Krama Alus (Y)... 111
Lampiran 2. Instrument Keterampilan Berbicara Krama Alus (Y) ... 111
Lampiran 3. Kisi-kisi Tes Penguasaan Tingkat Tutur (X1) ... 112
Lampiran 4. Instrument Penguasaan Tingkat Tutur (X1) ... 113
Lampiran 5. Kisi-kisi Derajat Ekstroversi (X2) ... 129
Lampiran 6. Instrumen Derajat Ekstroversi (X2) ... 130
Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Y ... 135
Lampiran 8. Hasil Uji Validitas Butir X1 ... 136
Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas X1 ... 143
Lampiran 10. Hasil Uji Validitas Butir X2 ... 146
Lampiran 11. Hasil Uji Reliabilitas X2... 150
Lampiran 12. Data Induk Penelitian (Y,X1,X2) ... 151
Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Y ... 152
Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas X1 ... 153
Lampiran 15. Hasil Uji Normalitas X2 ... 154
Lampiran 16. Hasil Hitung Koefisien Korelasi Y - X1 ... 155
Lampiran 17. Hasil Uji Signifikansi dan Linieritas Regresi Y - 156 Lampiran 18. Hasil Hitung Koefisien Korelasi Y -
Lampiran 19. Hasil Uji Signifikansi dan Linieritas Y
xvi
commit to user
Lampiran 23. Hasil Hitu
xvii
commit to user
i DAFTAR GAMBARHalaman Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 55 Gambar 2. Diagram Batang Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Krama. 79 Gambar 3. Diagram Batang Frekuensi Nilai Penguasaan Tingka Tutur .. 80 Gambar 4. Diagram Batang Frekuensi Nilai Sikap Ekstrovert ... 81 Gambar 5. Diagram Pencar Y, X1 ... 86 Gambar 6. Diagram Pencar Y, X2 ... 86
xviii
commit to user
1 BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi, manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud dan sebagainya.
Sarana utama untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. (Sumarlam, et al, 2010: 1). Dengan demikian fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam garis besarnya dikenal dua cara, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarananya, sedangkan komunikasi nonverbal menggunakan sarana gerak tubuh, dan ekspresi wajah.
Negara Indonesia selain memiliki bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, juga memiliki banyak bahasa daerah. Salah satunya adalah bahasa Jawa. Bahasa-bahasa daerah tersebut dipelihara dan dijamin keberlangsunganya oleh negara, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36 ayat 2.
Secara geografis, bahasa Jawa merupakan bahasa yang dipakai di daerah- daerah Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Tetapi kenyataannya bahasa Jawa juga dituturkan oleh masyarakat Jawa yang bertransmigrasi ke luar Jawa seperti di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan beberapa pulau lainnya di Indonesia.
commit to user
Selain di ketiga provinsi tersebut bahasa Jawa juga digunakan sebagai bahasa nasional kedua di Negara Suriname, karena sebagian penduduknya adalah orang Jawa. Penutur bahasa Jawa sangat banyak sehingga bahasa Jawa perlu dibina dan dikembangkan. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan mata pelajaran bahasa Jawa dalam kurikulum pendidikan di tingkat dasar dan menengah, khususnya di tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mata pelajaran bahasa, termasuk bahasa Jawa mencakup komponen kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Menurut sifatnya, empat keterampilan berbahasa dibagi menjadi dua kelompok yaitu keterampilan berbahasa yang bersifat menerima (reseptif) dan keterampilan berbahasa yang bersifat mengungkapkan (produktif).
Keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif meliputi keterampilan menyimak dan keterampilan membaca. Keterampilan berbahasa produktif meliputi keterampilan berbicara dan menulis.
Keterampilan berbicara dianggap sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang menjadi tolak ukur dalam menentukan kualitas kemampuan berpikir seseorang. Berbicara merupakan ekspresi dari gagasan-gagasan seseorang yang menekankan komunikasi dua arah yaitu memberi dan menerima.
Pengajaran bahasa khususnya bahasa Jawa, masih menjadi bahan pembicaraan yang menarik oleh guru bahasa, akademisi, maupun pakar bahasa dalam forum pertemuan ilmiah. Banyak yang mengatakan, walaupun pembelajaran bahasa Jawa sudah dilaksanakan selama bertahun-tahun tetapi
commit to user
belum dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Berhubungan dengan bahasa lisan, mahasiswa belum mampu menyampaikan gagasan dengan jalan pikiran yang logis dan sistematis sesuai dengan tataran unggah-ungguh bahasa Jawa yang benar. Kesulitan yang dialami mahasiswa khususnya berbicara krama alus di antaranya adalah kesulitan menggunakan kaidah tata bahasa, pemilihan kosakata, dan penyusunan kalimat efektif.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang pun sering mengalami kesulitan ketika harus mengungkapkan ide dan gagasannya dalam bahasa lisan. Padahal keterampilan berbicara merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi mahasiswa yang nantinya akan menjadi guru bahasa Jawa. Sebagai calon guru keterampilan berbicara ini lebih dituntut terutama dalam pelaksanaan praktik keguruan. Tidak dapat disangkal sebagian besar proses belajar mengajar dilaksanakan melalui komunikasi lisan, baik dalam bentuk ceramah, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas dan sebagainya. Terlebih lagi mengingat sistem pengajaran di Indonesia yang masih bersifat klasikal keterampilan berbicara seorang guru sangat menentukan sebagai salah keberhasilan proses belajar mengajar.
Keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal mahasiswa. Faktor internal adalah
commit to user
segala potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun nonfisik.
Faktor fisik menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ bicara misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor nonfisik menyangkut kepribadian, karakter, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensia.
Faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan.
Jadi keterampilan berbicara krama alus mahasiswa juga tergantung pada mahasiswa itu sendiri sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Faktor dalam diri mahasiswa diduga berperan meningkatkan hasil belajar, seperti sikap ekstrovert. Sikap ekstrovert adalah sikap seseorang yang membuka diri dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa dan benda-benda di sekitarnya.
Lawan dari ekstrovert adalah introvert. Introvert adalah sikap seseorang yang menarik diri dan tenggelam dalam pengalaman-pengalaman batinnya sendiri (Herlambang, 2011: 50-51). Banyak siswa yang sesungguhnya berpotensi untuk terampil berbicara tetapi karena dia introvert maka potensi yang ada dalam dirinya berkurang.
Selain sikap ekstrovert, penguasaan tingkat tutur mahasiswa diduga juga ada hubungannya dengan keterampilan berbicara krama alus. Tingkat tutur adalah variasi bahasa yang perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicara (O1) terhadap lawan bicara (O2) (Poedjasoedarma, 1979:3). Mahasiswa yang menguasai tingkat tutur dengan baik diduga dapat berbicara krama alus dengan baik, karena dia
commit to user
memiliki pengetahuan dalam memilih kata yang paling tepat untuk mengungkapkan ujarannya dalam bahasa krama alus.
Mengacu pada beberapa perkiraan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara variabel penguasaan tingkat tutur, sikap ekstrovert dan keterampilan berbicara krama alus. Dengan mengetahui hubungan antara variabel-variabel tadi, akan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka penyusunan teori maupun konsep-konsep baru terutama tentang hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan sikap ekstrovet dengan keterampilan berbicara krama alus. Selain itu kajian-kajian teori yang dikembangkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu rujukan dalam pengembangan pembelajaran keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan berbicara.
Jadi penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa penguasaan tingkat tutur ada hubungannya dengan keterampilan berbicara krama alus. Selain itu sikap ekstrovert juga dianggap ada hubungannya dengan keterampilan berbicara krama alus sehingga diperkirakan antara penguasaan tingkat tutur, sikap ekstrovert dan keterampilan berbicara krama alus saling berhubungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Adakah hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan keterampilan berbicara krama alus?
commit to user
2. Adakah hubungan antara sikap ekstrovert dan keterampilan berbicara krama alus?
3. Adakah hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan sikap ekstrovert secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara krama alus?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan keterampilan berbicara krama alus.
2. Hubungan antara sikap ekstrovert dan keterampilan berbicara krama alus.
3. Hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan sikap ekstrovert secara bersama-sama dengan keterampilan berbicara krama alus.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka penyusunan teori maupun konsep-konsep baru terutama tentang hubungan antara penguasaan tingkat tutur dan sikap ekstrovert dengan keterampilan berbicara krama alus.
b. Kajian-kajian teori yang dikembangkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu rujukan dalam pengembangan pembelajaran keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan berbicara.
commit to user
2. Manfaat PraktisSecara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
a. Mahasiswa
Manfaat penelitian ini bagi mahasiswa adalah untuk mengetahui keterampilan berbicara krama alus ditinjau dari penguasaan tingkat tutur dan sikap ekstrovertnya. Dengan mengetahui seberapa jauh keterampilannya, maka akan timbul kesadaran untuk meningkatkan keterampilannya tersebut, apabila dirasa kurang.
b. Dosen
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu acuan bagi dosen, khususnya pengampu mata kuliah berbicara dalam menentukan strategi pembelajaran guna meningkatkan keterampilan berbicara krama alus mahasiswa sehingga dapat memperbaiki metode pembelajarannya agar lebih jelas dan terarah.
c. Instansi
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kampus agar pembelajaran berjalan dengan efektif, efisien dan menarik, khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang.
d. Peneliti lain
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan alternatif dan mendorong kepada peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis agar pembahasanya lebih luas dan mendalam.
commit to user
8 BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pada bagian ini akan dideskripsikan konsep-konsep teoretis yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang dikaji, yaitu: 1) tingkat tutur bahasa Jawa, 2) hakikat keterampilan berbicara, dan 3) sikap ekstrovert.
1. Tingkat Tutur Bahasa Jawa a. Leksikon dalam Bahasa Jawa
Menurut Kridalaksana dalam (Sasongko, 2004: 25) leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Selain itu leksikon juga merupakan kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa. Jika dilihat dari segi bentuk, leksikon bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi enam, yaitu leksikon 1) ngoko, 2) madya, 3) krama, 4) krama andhap, 5) krama inggil, dan 6) netral.
Sejalan dengan pendapat Sasongko, Sutardjo (2008: 33-34) juga membagi leksikon bahasa Jawa berdasarkan bentuknya. Leksikon tersebut adalah: 1) madya, 2) krama, 3) krama inggil, 4) krama andhap, 5) ngoko, dan 6) netral.
commit to user
1) Leksikon NgokoLeksikon ngoko merupakan kosakata dasar, asli yang nantinya akan membentuk kosakata krama, dan krama inggil. Tetapi bukan berarti semua kosakata ngoko pasti memiliki padanan dalam kosakata krama, maupun krama inggil. Ada kalanya suatu kata hanya memiliki ngoko saja, tanpa memiliki krama dan krama inggil. Mungkin suatu kata hanya memiliki ngoko dan krama saja, tanpa memiliki krama inggil. Atau mungkin juga suatu kata hanya memiliki ngoko dan krama inggil saja. Contohnya adalah kata , , , . Kata-kata tersebut tidak memiliki padanan dalam leksikon krama dan krama inggil.
2) Leksikon Krama
Leksikon krama merupakan bentuk halus dari kosakata ngoko.
Kosakata krama dibagi menjadi dua yaitu kosakata krama baku dan krama desa. Krama baku adalah kosakata krama yang sesuai dengan kaidah dan tata bahasa Jawa yang benar. Untuk melihat kebakuan kosakata tersebut bisa dilihat di kamus. Krama desa adalah kosakata yang digunakan oleh masyarakat pedesaan dikarenakan mereka tidak memahami tata bahasa Jawa dengan benar. Krama desa memiliki ciri kata yang sebenarnya sudah merupakan bentuk krama, tetapi tetap
dijadikan krama menjadi
, menjadi menjadi dan
sebagainya .
commit to user
Kosakata krama desa tidak terlalu banyak.. Kosakata krama desa akan hilang dengan sendirinya ketika masyarakat sudah mengetahui bentuk krama baku. Sebab mereka akan merasa malu menggunakan kata tersebut. Karena ketika orang menggunakan kosakata krama desa, maka akan dianggap sebagai orang kampung.
Penghalusan nama suatu daerah, juga merupakan contoh kosakata krama desa. Nama suatu daerah itu sudah baku, jadi tidak perlu diubah menjadi kosakata krama. Misalnya Boyolali tidak perlu diubah krama menjadi Bajul Kesupen. Contoh lain misalanya Pasar Gedhe menjadi Pasar Ageng, Kulon Progo menjadi Kilen Pragi, Semarang menjadi Semawis.
3) Leksikon Krama Inggil
Leksikon krama inggil adalah kosakata yang memiliki kadar kehalusan paling tinggi (sangat halus). Krama inggil hanya digunakan untuk orang lain sebagai bentuk penghormatan. Kosakata ini tabu, apabila digunakan untuk diri sendiri. Apabila menggunakan kosakata krama inggil untuk diri sendiri, maka akan ditertawakan dan dianggap sombong karena mengagung-agungkan diri sendiri.
Prinsip orang Jawa adalah memberi penghormatan yang tinggi kepada orang lain, dan merendahkan diri sendiri. Jumlah kosakata krama inggil tidak banyak. Contoh leksikon krama inggil adalah leksikon yang memiliki padanan bentuk
dan . Contoh lainnya adalah kata yang
memiliki padanan dan .
commit to user
4) Leksikon MadyaLeksikon madya merupakan kosakata yang memiliki kadar kehalusan sedang, antara ngoko dan krama. Kosakata madya biasanya digunakan dalam situasi tidak resmi (informal). Kosakata madya kalau digunakan dalam tuturan terasa kurang halus. Jadi dalam situasi resmi hendaknya menggunakan bahasa krama yang baku, jangan menggunakan bahasa madya. Ciri kosakata madya adalah adanya penyingkatan pada kosakata tersebut. Misalnya
menjadi
menjadi .
5) Leksikon Krama Andhap
Leksikon krama andhap adalah kosakata yang digunakan untuk menghormati orang lain dengan cara merendahkan diri sendiri.
Dalam unggah-ungguh basa Jawa, cara menghormati orang lain itu dengan dua cara, yaitu dengan cara meninggikan lawan bicara kita, dan merendahkan diri kita. Kosakata krama andhap hanya digunakan untuk diri sendiri, tidak boleh digunakan untuk orang lain.
Leksikon krama andhap jumlahnya sangat sedikit, tidak sebanyak leksikon krama inggil. Jumlah leksikon krama andhap sangat sedikit, misalnya , dan . Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa leksikon krama andhap ada yang memiliki padananan dalam krama inggil, dan ada pula yang tidak.
Begitu juga sebaliknya.
commit to user
6) Leksikon NetralLeksikon netral adalah kata yang penggunaanya dapat digunakan pada semua leksikon. Misalnya kata . Kata dalam leksikon ngoko, krama, krama inggil dan leksikon lainnya tetap, tidak terjadi perubahan. Hal ini berarti kosakata netral dapat digunakan untuk diri sendiri dan orang lain. Contoh kosakata netral adalah dan sebagainya. Umumnya kosakata netral adalah kosakata serapan dari bahasa Indonesia atau bahasa lainnya, yang dalam bahasa Jawa belum ada padanannya.
b. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang mengenal adanya tingkat tutur atau undha-usuk basa atau unggah-ungguh basa. Adanya tingkat tutur dalam bahasa Jawa merupakan adat sopan santun berbahasa Jawa. Adat sopan santun ini mencerminkan perilaku kebahasaan yang sebenarnya juga tercermin dari perilaku masyarakat.
Menurut Harjawiyana dan Supriya (2001: 17-19) undha-usuk basa dapat di golongkan menjadi dua yaitu undha-usuk basa di zaman kejawen dan undha-usuk basa di zaman modern. Yang dimaksud dengan undha-usuk zaman kejawen adalah zaman Keraton Surakarta dan Ngayogyakarta Hadiningrat, sekitar tahun 1900 Masehi. Undha-usuk di zaman modern ditandai setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
commit to user
Undha usuk bahasa Jawa di zaman kejawen mengenal enam tingkat tutur, sedangkan undha-usuk di zaman modern mengenal dua tingkat tutur (Harjawiyana dan Supriya, 2001:18). Tingkat tutur tersebut adalah:
Pembagian undha- usuk basa di zaman kejawen Basa ngoko
Basa madya
Basa krama desa Basa krama
reda krama Basa krama inggil
Basa kedhaton
Pembagian undha- usuk basa di zaman modern Basa ngoko
Basa krama
commit to user
Karti Basa terbitan Kementrian PP dan K (dalam Sasangka, 2004) menyebutkan undha-usuk basa terdiri atas tujuh tingkatan.
Basa ngoko ugu
ntya asa Basa madya
Basa krama desa Basa krama
reda krama Basa krama inggil
Basa kedhaton Basa kasar
Dalam Tingkat Tutur Bahasa Jawa yang disusun oleh Poedjasoedarma et al (1979:13), disebutkan bahwa tingkat tutur bahasa Jawa terdiri atas tiga tingkatan yang masih dipilah-pilah menjadi sembilan bentuk.
Basa ngoko ugu
ntya asa
commit to user
Basa madyangoko Basa krama
Bahasa bersifat dinamis. Artinya akan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Hal ini berlaku juga untuk bahasa Jawa.
Pembagian undha-usuk yang sangat banyak tersebut akhirnya mengerucut hanya menjadi dua yaitu ngoko dan krama. Menurut Sudaryanto, 1989 dan Ekowardono, 1993 (dalam Sasangka, 2004: 16), Sudaryanto membagi tingkat tutur bahasa Jawa menjadi ngoko, ngoko alus, krama dan krama alus, sedangkan Ekowardono mengelompokkan unggah-ungguh bahasa Jawa menjadi dua, yaitu ngoko dan krama. Jika unggah-ungguh ngoko ditambah kata krama inggil, unggah-ungguh tersebut akan berubah menjadi ngoko alus. Jika unggah-ungguh krama ditambah kata krama inggil, unggah-ungguh tersebut akan berubah menjadi krama alus. Tanpa pemunculan kata krama inggil, unggah- ungguh itu hanya berupa ngoko lugu dan krama lugu.
Perubahan undha-unsuk menjadi lebih sederhana sangat logis.
Hal ini seiring dengan perubahan sistem pemerintahan, dari zaman monarki, feodalisme ke zaman demokrasi. Perubahan zaman tersebut berdampak pada perubahan politik, ekonomi termasuk unggah-ungguh
basa aman demokrasi menginginkan
kebebasan, sesuatu yang mudah dan sederhana, termasuk dalam berbahasa.
commit to user
Pembagian unggah-ungguh bahasa Jawa yang sekarang digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah, mengacu pada pendapat Sudaryanto (1989) dan Ekowardono (1993) yang pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu: 1) ngoko lugu, 2) ngoko alus, 3) krama lugu, dan 4) krama alus.
1) Ngoko Lugu
Ngoko Lugu adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosakata ngoko (termasuk kosakata netral). Afiksnya (awalan, akhiran) juga tetap menggunakan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab dan tidak ada usaha untuk saling menghormati.
Contoh kalimat dengan penggunaan ragam ngoko lugu.
(1) Jaka mangan sate.
(2) Iwan seneng ngrungokake radhiyo.
(3) Kowe arep mangkat sekolah?
Ragam ngoko lugu digunakan untuk:
(1) Berkomunikasi dengan orang yang kedudukan atau statusnya lebih rendah misalnya antara guru dengan murid, orang tua dengan anak, dan antara orang yang sudah akrap.
(2) Berkomunikasi yang sifatnya umum, misalnya pengumuman, iklan, menawarkan barang, dan juga dapat digunakan dalam penulisan surat kabar.
commit to user
2) Ngoko AlusNgoko alus adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang dasarnya adalah ragam ngoko, namun juga menggunakan kosakata krama inggil, dan atau krama andhap. Ngoko alus digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab, tetapi diantara mereka ada usaha untuk saling menghormati (Hardyanto dan Utami, 2001:47).
Afiks yang digunakan adalah afiks ngoko, kecuali awalan -kok, dan akhiran mu. Awalan kok dan akhiran mu diganti dengan kata panjenengan.
Harjawiyana dan Supriya (2001:46-49) mengemukakan tentang konsep pembentukan ragam ngoko alus sebagai berikut.
(1) Leksikon ngoko untuk menghormati orang lain diganti menjadi leksikon krama inggil (apabila ada) kalau tidak ada maka tetap menggunakan leksikon ngoko tersebut.
(2) Leksikon ngoko yang berhubungan dengan diri pribadi walaupun memiliki leksikon krama inggil, tetap digunakan leksikon ngoko.
(tidak boleh menggunakan krama inggil untuk diri pribadi) (3) Leksikon ngoko yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-
tumbuhan, walaupun memiliki kosakata krama inggil, maka tetap digunakan ngoko. Misalnya :
benar, jangan sampai justru diganti menjadi
(4) Tidak digunakan leksikon krama, hanya krama inggil atau ngoko saja.
commit to user
(5) Awalan, sisipan, akhiran tetap menggunakan ngoko kecuali awalan -kok, dan akhiran mu. Awalan kok dan akhiran mu diganti dengan kata panjenengan.
Contoh kalimat yang menggunakan ragam ngoko alus dapat dilihat di bawah ini.
(1) Pakdhe mengko arep tindak karo sapa?
(2) Bapak dhahar bakso.
(3) Pak Lurah sing anyar iku asmane sapa?
Kalimat (1) menggunakan kata . Kata tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Pakdhe. Kata adalah bentuk
krama inggil lunga kesah
dhahar , yang merupakan bentuk krama
inggil mangan dan kramanya adalah
nedha . Kalimat (3) menggunakan kata asmane menggunakan asma dan akhiran e. asma adalah leksikon krama inggil, sedangkan leksikon ngok jeneng dan nama . Akhiran e tetap, tidak dirubah menjadi krama karena sesuai konsep pembentukan ragam ngoko alus, bahwa awalan, sisipan, dan akhiran tetap menggunakan ngoko, kecuali mu,
dan kok panjenengan .
commit to user
3) Krama LuguKrama Lugu adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosakata krama, afiknya juga menggunakan afiks krama. Krama lugu digunakan oleh peserta tutur yang belum atau tidak akrap misalnya baru kenal. Kaidah pembentukan krama lugu adalah sebagai berikut.
(1) Leksikon ngoko yang memiliki padanan dalam leksikon krama, maka diubah menjadi leksikon krama kecuali, yang tidak memiliki leksikon krama, maka tetap menggunakan leksikon ngoko.
(2) Leksikon ngoko yang berhubungan dengan diri pribadi seandainya memiliki padanan dalam leksikon krama maka diubah menjadi krama.
(3) Afiks ngoko diubah menjadi krama, misalnya awalan di- diubah menjadi dipun-, awalan kok- diubah menjadi sampeyan, ater-ater dak- diubah menjadi kula.
(4) Leksikon yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan yang memiliki leksikon krama maka diubah menjadi krama. (Harjawiyana dan Supriya,2001: 46-49)
Contoh kalimat menggunakan ragam krama lugu.
(1) Sampeyan sampun nedha Pak?
(2) Samenika semah kula nyambut damel wonten Boyolali.
(3) Sampun kalih dinten menika, Simbah sakit malaria.
commit to user
(4) Mas Danu dipunbektakaken apel kalih kilo dening Bapak.
Kalimat (1), (2), dan (3) adalah kalimat dengan ragam krama lugu karena semua leksikonnya menggunakan leksikon krama tanpa ada campuran leksikon ngoko maupun krama inggil. Kalimat (4) juga termasuk ragam krama lugu karena semua leksikonnya menggunakan leksikon krama. Termasuk kata dipunbektakaken
tersebut merupakan kata jadian dari kata dasar mendapat awalan dipun- dan akhiran -aken. Sesuai konsep pembentukan ragam krama lugu, bahwa afiks menggunakan ragam krama, sehingga kata dipunbektakaken sudah tepat. Seandainya diubah menjadi dibektakake justru keliru karena awalan dan akhiran menggunakan ngoko.
4) Krama Alus
Ragam krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap. Meskipun begitu yang menjadi leksikon inti adalah leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya, dan ngoko tidak pernah muncul di dalam tingkat tutur krama alus (Sasangka, 2004: 111)
Harjawiyana dan Supriya (2001: 98-101) menjelaskan tentang kaidah pembentukan ragam krama alus, sebagai berikut.
commit to user
(1) Leksikon ngoko yang memiliki padanan krama inggil maka diubah menjadi krama inggil kecuali yang berhubungan dengan diri pribadi tetap menggunakan krama.
(2) Apabila leksikon ngoko tidak memiliki padanan dalam leksikon krama inggil, tetapi hanya memiliki padanan dalam leksikon krama, maka diubah menjadi krama saja.
(3) Apabila leksikon ngoko tidak memiliki padanan dalam leksikon krama inggil, maupun krama, tetapi hanya memiliki padanan dalam leksikon ngoko maka diubah menjadi ngoko.
(4) Semua afiks diubah menjadi krama. Misalnya di- menjadi dipun-, kok- menjadi panjenengan. Akhiran e diubah menjadi ipun, -en menjadi panjenengan.
Contoh kalimat menggunakan ragam krama inggil.
(1) Menika wangkingan kagunganipun sinten?
(2) Bapak gerah sampun tigang dinten menika.
(3) Jam 4 enjang kalawau, simbah sampun wungu.
(4) Ibu sampun dhangan saking gerahipun.
commit to user
2. Hakikat Keterampilan Berbicaraa. Pengertian Berbicara
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, mereka membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kehidupannya.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut, manusia memerlukan interaksi dengan orang lain. Ketika terjadi proses interaksi ini, manusia memerlukan sarana komunikasi yaitu bahasa, baik bahasa tulis, maupun bahasa lisan, yang biasa disebut dengan berbicara.
Berbicara, menurut Tarigan (2008: 33) adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Penjelasan lebih lengkap tentang definisi berbicara diungkapkan oleh Slamet (2009: 33) berbicara adalah suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Jadi berbicara lebih daripada pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata, tetapi sarana untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.
Tarigan, et al (1997: 13) menyatakan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Jadi berbicara identik dengan penggunaan bahasa secara lisan.
commit to user
Pengertian berbicara juga dikemukakan oleh Hartmann dan Stork (1973: 213)
producing speech as a means of communication, sometimes used as an alternative term to parole and perfor
Tarigan (2008: 17-18) menyatakan beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain: 1) membutuhkan paling sedikit dua orang, 2) mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama, 3) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, 4) merupakan suatu pertukaran antara partisipan, 5) menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, 6) berhubungan atau berkaitan dengan masa kini, 7) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengarnya.
Jadi berbicara didefinisikan sebagai ekspresi diri dalam bentuk ujaran, bertujuan untuk menyampaikan gagasan, pendapat, isi hati kepada orang lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan sosial.
b. Pengertian Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti, 1991:17)
commit to user
Taraf keterampilan berbicara seseorang sangat bervariasi, mulai dari taraf baik atau lancar, sedang, gagap atau kurang. Ada orang yang lancar menyatakan keinginan, rasa senang, sedih, sakit atau letih. Ada orang yang belum dapat menyatakan dirinya secara efisien.
Ada juga yang masih takut ketika berbicara. Bahkan tidak jarang ditemui beberapa orang berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa segalanya apabila mereka berhadapan dengan sejumlah orang.
(Tarigan, et al, 1997: 39-40)
Arsjad dan Mukti (1991:17-22) berpendapat ada sejumlah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara. Faktor-faktor kebahasaan sebagai berikut.
1) Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan banyi- bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan banyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar.
2) Penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik.
commit to user
3) Pilihan kata (diksi)Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas, maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar.
4) Ketepatan sasaran pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraanya. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Selain faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara ada faktor lain, yaitu faktor- faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara sebagai berikut.
1) Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku.
Pembicara yang tidak tenang, lesu dan kaku tentu akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan ini sangat penting untuk menjalin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya
commit to user
pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya.
2) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara
Banyak pembicara ketika berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk.
Akibatnya perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan.
3) Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat orang lain, bersedia menerima kritik, bersedia merubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru.
4) Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat menunjang keefektifan berbicara. Hal penting selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi.
5) Kenyaringan suara
Tingkat kenyaringan disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar. Tetapi yang harus diperhatikan adalah jangan berteriak, harus mengatur kenyaringan suara agar dapat didengar oleh semua pendengar.
commit to user
6) KelancaranSeorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraanya. Seringkali kita mendengar seseorang yang berbicara terputus-putus yang sangat mengganggu penangkapan pendengar.
7) Relevansi/penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis.
Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
8) Penguasaan topik
Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan untuk menghasilkan ujaran untuk mengungkapkan pendapat, ide atau gagasan dengan memperhatikan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.
c. Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara menurut Arsjad dan Mukti (1991:17) adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya, disamping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya.
commit to user
Berkaitan dengan tujuan berbicara, Goh (2007: 5) menyatakan tentang fungsi ketrampilan berbicara speech function skills are micro skills necessary for achieving specific communicative ends in routine social and transactional exchanges (e.g.to greet, to agree, to complain, to offer a reason, to clarify etc
Penjelasan lebih lengkap dikemukakan Brown and Yule dalam Richards (2009: 2). Dia membedakan antara fungsi interaksional dan transaksional. Made a useful distinction between the interactional functions of speaking (in which it serves to establish an maintain social relations) and the transactional function (which focus on the exchanged of information)
Tarigan, et al (1997: 37-39) menggolongkan tujuan berbicara dalam lima golongan, yaitu:
1) Menghibur
Sesuai dengan namanya, berbicara untuk menghibur pada pendengar, pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara seperti humor, kisah-kisah jenaka dan lain sebagainya. Tujuan berbicara untuk menghibur biasanya dilakukan oleh pelawak, pemain dagelan dan sejenisnya dalam suasana santai, rileks, penuh canda dan menyenangkan.
2) Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan apabila seseorang menginginkan menjelaskan suatu proses, menguraikan,
commit to user
menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu, memberi, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal atau peristiwa.
3) Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari berbicara untuk menghibur atau berbicara untuk menginformasikan, sebab pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan dan cita-cita pendengarnya.
4) Meyakinkan
Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan adalah meyakinkan pendengarnya akan sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah misalnya dari sikap menolak menjadi sikap menerima.
5) Menggerakkan
Berbicara dengan tujuan menggerakkan merupakan kelanjutan dari berbicara untuk meyakinkan. Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepandaiannya maka pembicara dapat membakar emosi, kecakapan memanfaatkan
commit to user
situasi, ditambah penguasaanya terhadap ilmu jiwa, maka pembicara tersebut akan dapat menggerakkan pendengarnya.
Sejalan dengan pendapat Tarigan, Slamet mengutip pendapat Gorys Keraf (1980: 189-191) menyatakan bahwa tujuan berbicara adalah sebagai berikut.
1) Mendorong: pembicara berusaha memberi semangat, membangkitkan kegairahan, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian.
2) Meyakinkan: pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan atau sikap mental atau intelektual kepada para pendengarnya.
3) Berbuat atau bertindak: pembicara menghendaki tindakan atau reaksi fisik dari pendengar dengan terbangkitkannya emosi.
4) Memberitahukan: pembicara berusaha menguraikan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengar, dengan harapan agar pendengar mengetahui tentang sesuatu hal, pengetahuan dan sebagainya.
5) Menyenangkan: pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang dialami oleh pendengar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara dapat digolongkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum berbicara adalah untuk berkomunikasi, sedangkan
commit to user
tujuan khususnya lebih bersifat spesifik yang didasarkan pada tujuan umum. Sebagai contoh berbicara khusus untuk menghibur. Seorang pelawak ketika dia berbicara sebenarnya memiliki tujuan khusus untuk memberikan hiburan kepada penonton, disamping tujuan umumnya adalah berkomunikasi dengan penonton.
d. Jenis-Jenis Berbicara
Berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat, dan yang menjadi perhatiannya antara lain 1) berbicara di muka umum, 2) diskusi kelompok, 3) debat. Berbicara sebagai ilmu menelaah hal-hal yang berkaitan dengan 1) mekanisme berbicara dan mendengar, 2) latihan dasar tentang ujaran dan suara, 3) bunyi-bunyi bahasa, 4) patologi ujaran (Slamet, 2009: 37)
Logan dalam Tarigan, et al (1997: 46-56) membedakan macam- macam berbicara berdasarkan pada 1) situasi, 2) tujuan, 3) metode penyampaian, 4) jumlah penyimak dan 5) peristiwa tutur.
1) Situasi
Aktifitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Jenis kegiatan berbicara formal meliputi: a) ceramah, b) perencanaan dan penilaian, c) interview, d) prosedur parlementer, d) cerita. Sedangkan jenis kegiatan berbicara informal meliputi: a) tukar pengalaman, b)
commit to user
percakapan, c) menyampaikan berita, d) menyampaikan pengumuman, e) bertelepon, f) memberi petunjuk.
2) Tujuan
Bagian akhir dari pembicaraan biasanya pembicara menginginkan mendapat respon dari pendengarnya. Pada umumnya tujuan orang berbicara dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu: a) berbicara menghibur, b) berbicara menginformasikan, c) berbicara menstimulasi, d) berbicara meyakinkan, e) berbicara menggerakkan.
3) Metode penyampaian
Berdasarkan metode penyampaiannya jenis berbicara dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: a) berbicara mendadak, b) berbicara berdasarkan catatan kecil, c) berbicara berdasarkan hafalan, d) berbicara berdasarkan naskah
4) Jumlah penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi. Berdasarkan jumlah penyimaknya itu, berbicara dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a) berbicara antarpribadi, b) berbicara dalam kelompok kecil, c) berbicara dalam kelompok besar.
5) Peristiwa khusus
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa atau spesifik. Berdasarkan peristiwa
commit to user
khusus itu, berbicara atau berpidato dapat digolongkan menjadi enam jenis, yaitu: a) pidato presentasi, b) pidato penyambutan, c) pidato perpisahan, d) pidato jamuan, e) pidato perkenalan, f) pidato nominasi.
Gorys Keraf dalam Slamet (2009: 38) membedakan jenis berbicara ke dalam tiga macam, yaitu persuasif, instruktif, dan rekreatif. Termasuk jenis persuasif adalah mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Berbicara instruktif bertujuan untuk memberitahukan. Berbicara rekreatif bertujuan untuk menyenangkan.
Berbicara dengan menggunakan ragam krama alus dapat masuk dalam jenis berbicara formal maupun informal. Berbicara dengan ragam krama alus juga dapat dimasukkan dalam jenis situasi umum, maupun khusus. Peristiwa umum misalnya dalam komunikasi sehari-hari, sedangkan peristiwa khusus misalnya dalam kegiatan pidato. Dilihat dari jumlah penyimaknya, kegiatan berbicara dengan menggunakan ragam krama alus dapat dimasukkan dalam jenis berbicara antarpribadi, dan berbicara antarkelompok.
e. Pengukuran Keterampilan Berbicara
Ada kecenderungan guru atau dosen bahasa memberikan penilaian berdasarkan kesan umum, baik dalam kemampuan berbahasa secara tertulis maupun secara lisan. Hal ini tentunya tidak memberikan umpan balik yang jelas terhadap siswa. Oleh karena itu setiap kegiatan pengajaran, terutama kemampuan berbahasa harus mempunyai kriteria penilaian.
commit to user
Penilaian keterampilan berbahasa khususnya berbicara menuntut peserta uji untuk berunjuk kerja bahasa, praktik berbahasa menerapkan kompetensi kebahasaannya dan pengetahuannya. Jadi peserta uji tidak hanya memilih jawaban atau menguraikan jawaban dalam bentuk tulis tetapi mempergunakan bahasa.
Arsjad dan Mukti (1991:87) memberikan pendapat cara penilaian kemampuan berbicara yang didasarkan dari faktor kebahasaan dan nonkebahasaan, sebagai berikut.
1) Faktor kebahasaan mencakup: a) pengucapan vokal, b) pengucapan konsonan, c) penempatan tekanan, d) penempatan persendian, e) penggunaan nada dan irama, f) pilihan kata, g) pilihan ungkapan, h) variasi kata, i) tata bentukan, j) struktur kalimat dan, dan k) ragam kalimat.
2) Faktor nonkebahasaan mencakup: a) keberanian dan semangat, b) kelancaran, c) kenyaringan suara, d) pandangan mata, e) gerak-gerik dan mimik, f) keterbukaan, g) penalaran, dan h) penguasaan topik Pendapat tentang penilaian kemampuan berbicara juga disampaikan oleh Nurgiantoro ( 2011: 399-422) sebagai berikut.
1) Bentuk tugas berbicara otentik
Tugas berbicara sebagai bentuk asesmen otentik harus berupa tugas-tugas yang ditemukan dan dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Jadi tugas berbicara otentik mengambil model aktivitas bentuk-bentuk bicara
commit to user
sehari-hari sehingga kompetensi yang dikuasai peserta didik bersifat aplikatif.
2) Bentuk tugas kompetensi berbicara
Penekanan tugas kompetensi berbicara adalah mengekspresikan kemampuan berbahasanya dan mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, atau menyampaikan informasi. Pemberian tugas kompetensi berbicara dapat dengan berbagai cara, diantaranya:
a) Berbicara berdasarkan gambar
Rangsangan gambar yang dapat dipakai sebagai rangsangan berbicara dapat dikelompokkan ke dalam gambar objek dan gambar cerita. Gambar objek merupakan gambar tentang objek tertentu yang berdiri sendiri seperti binatang, pakaian, kendaraan dan objek lain yang kehadirannya tidak memerlukan bantuan objek gambar lain.
Sedangkan gambar cerita adalah gambar yang saling berkaitan yang secara keseluruhan membentuk sebuah cerita.
b) Berbicara berdasarkan rangsangan suara
Tugas berbicara berdasarkan rangsangan suara yang lazim dipergunakan adalah suara yang berasal dari siaran radio atau rekaman yang sengaja dimaksud untuk tujuan itu. Atau peserta didik sengaja diberi tugas untuk mendengarkan siaran radio tertentu kemudian menceritakannya di sekolah.
commit to user
c) Berbicara berdasarkan rangsangan visual dan suara
Berbicara berdasarkan rangsangan visual dan suara merupakan gabungan antara berbicara berdasarkan gambar dan suara. Contohnya adalah siaran televisi, video atau rekaman yang sejenis.
d) Bercerita
Tugas bercerita yang dimaksud disini ada kemiripan dengan tugas bercerita berdasar gambar, rangsangan suara, rangsangan visual dan suara, tetapi cakupannya lebih luas. Rangsangan yang digunakan dapat berupa apa saja, tergantung perintah guru misalnya cerita pengalaman, buku yang sudah dibaca dan lain sebagainya.
e) Wawancara
Wawancara dimaksudkan untuk menilai kompetensi berbahasa peserta uji lewat pertanyaan tentang berbagai masalah keseharian.
Pewawancara hendaknya mengusahakan agar calon tetap tenang, tidak merasa tertekan, tidak seperti merasa diuji sehingga bahasa yang diungkapkan dapat mencerminkan bahasa yang sebenarnya.
f) Berdiskusi atau berdebat
Aktivitas berdiskusi dan berdebat akan melatih peserta didik mengungkapkan gagasan, menanggapi gagasan kawannya secara kritis dan mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
commit to user
g) BerpidatoBerpidato dapat melatih kemampuan peserta didik mengungkapkan gagasan dalam bahasa yang tepat dan cermat, tugas berpidato baik untuk diajarkan dan diujikan disekolah. Ujian berbahasa lisan dengan tugas berpidato memiliki kadar keotentikan yang tinggi.
Berkaitan dengan pidato Arsjad dan Mukti (1991:55) menyampaikan tentang sistematika pidato sebagai berikut. sebagai berikut.
1) Mengucapkan salam pembuka dan menyapa hadirin.
2) Menyampaikan pendahuluan yang biasanya dilahirkan dalam bentuk ucapan terimakasih, atau ungkapan kegembiraan atau rasa syukur.
3) Menyampaikan isi pidato yang diucapkan dengan jelas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan gaya bahasa yang menarik.
4) Menyampaikan kesimpulan isi pidato, supaya mudah diingat oleh pendengar.
5) Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada pendengar untuk melaksanakan isi pidato.
6) Menyampaikan isi penutup.
Penilaian keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah pada tingkat penerapan, tidak lagi pada tingkat teoretis. Hal ini dikarenakan aspek yang dinilai adalah aspek berbicara dalam ragam krama alus. Mahasiswa dituntut untuk praktik berbicara dengan menggunakan ragam krama alus.