• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran kayu secara besar – besaran, serta pembabatan hutan, yang mengakibatkan meningkatnya CO2 secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak – dampak negatif terhadap alam dan kehidupan manusia.

Bencana yang seringkali terjadi di Indonesia pada dasarnya merupakan sebuah perwujudan dari kombinasi antara sifat alam yang rawan dengan kerentanan sistem fisik yang ada dalam masyarakat Indonesia, sistem sosial, budaya, dan juga politik. Seperti diketahui bersama bahwa letak geografis negara Indonesia yang berada di antara 6° LU – 11° LS dan diantara 95° BT – 141° BT, telah memposisikan negara ini dalam posisi yang rawan bencana secara geologis. Dalam posisi ini Indonesia berada dalam wilayah perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng India Australia yang membawa dampak kerawanan

Indonesia terhadap berbagai aktivitas seismic yang kuat dan intensif. Kondisi iklim Indonesia dengan curah hujan yang tinggi dan juga musim kemarau yang cukup panjang juga sangat potensial untuk menghantarkan penduduk Indonesia pada bencana banjir, longsor dan kekeringan serta kelaparan (Kusmiati:2005).

(2)

Purnomo dan Ronny (dalam Kusumasari 2014: 5) berpendapat, letak negara yang berada di katulistiwa juga menyebabkan wilayah Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan dan kemarau yang panjang. Pada saat kondisi iklim global mempengaruhi iklim di Indonesia, maka perubahan musim menjadi tidak biasa dan akan memicu terjadinya bencana seperti banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Perubahan iklim akan memberi dampak baik pada ekosistem dan kehidupan manusia secara langsung. Perubahan iklim ini akan semakin berdampak buruk bagi ekosistem dan manusia tidak dapat beradaptasi dengan perubahan iklim (Fatkurrohman : 2009).

Hal ini pada kenyataanya juga harus dialami oleh masyarakat Kabupaten Malaka yang harus beradaptasi dengan banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim. Daerah ini mengalami dampak dari adanya perubahan iklim global, yaitu tidak stabilnya periode musim kemarau dan musim penghujan dan kurangnya kesadaran dari masyarakat serta penanggulangan bencana yang seringkali tidak tepat sasaran membuat potensi bencana di daerah ini menjadi semakin tinggi.

Banjir dan kekeringan selalu menjadi pengalaman yang memprihatinkan pada Kabupaten Malaka di Pulau Timor, tepatnya di Provinsi NTT (gambar 1). Merupakan sebuah Kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2012, yang terletak berdekatan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu yang merupakan asal atau induk dari pemekaran Kabupaten Malaka. Malaka menjadi salah satu dari daerah yang sering menjadi langganan banjir maupun kekeringan.

(3)

Gambar 1.

Letak Kabupaten Malaka

Sumber : infonusatenggaratimur.blogspot.com

Menurut Kristijantno (dalam da Costa,2013), sejak tahun 1998 hingga 2011 Malaka telah dilanda banjir setiap tahunnya karena meluapnya Sungai Benenain. Sungai Benenain terletak di Pulau Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sungai ini memiliki ± 73,11 km, dengan daerah tangkapan air sekitar ± 1,594 km2, dan dengan ± 0,0124 sungai lereng. Setiap musim hujan, banjir sungai ini menggenangi sebagian besar pemukiman, taman dan sawah. Genangan daerah meliputi ± 1.000 ha, dengan ± 1,50 m dari dan durasi adalah ± 1 minggu.

Selain bencana banjir, kondisi kekeringan yang ditimbulkan oleh pemanasan global sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan curah hujan menjadi tidak menentu, sehingga sulit diprediksi kapan terjadinya musim kemarau dan musim penghujan. Beberapa daerah yang sebelumnya tidak pernah mengalami bulan kering, saat ini menjadi

(4)

memiliki bulan kering bahkan menjadi lebih dari satu bulan secara berturut – turut, sedangkan daerah lainnya yang sebelumnya memiliki periode bulan kering sekarang ini periode kering tersebut menjadi lebih kuat dengan periode waktu yang lebih panjang.

Malaka memiliki 12 kecamatan, dan salah satu kecamatan yang memiliki banyak kerugian pada saat banjir tahun 2013 yang lalu adalah kecamatan Malaka Barat. Rumah sebagai tempat paling nyaman yang dimiliki oleh warga beberapa diantaranya ambruk, sebagian mengalami kerusakan dan sebagian besar tergenang banjir. Tentu saja hal ini akan mengancam kondisi kesehatan warga akibat air kotor yang tergenang. Ternak yang menjadi alat bantu warga dalam proses penggarapan lahan pertanian, maupun untuk dijual juga mati terseret banjir. Penghasilan menjadi tidak stabil karena ternak yang akan dijual hilang dan mati. Sungguh banjir membuat warga sangat menderita. Yang paling memprihatinkan dan memperburuk kondisi warga adalah sebagian besar lahan pertanian dan perkebunan juga tergenang banjir. Padi, jagung maupun umbi-umbian yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan warga, gagal untuk dipanen (Tabel 1). Kesulitan akses terhadap air bersih menjadi keresahan dari warga kecamatan Malaka Barat. Bencana ini memiliki konsekuensi kerugian materil yang diperkirakan sekitar miliaran rupiah dan membuat kondisi ketidaknyaman pendudukan di sekitar sungai serta berdampak juga pada masalah sosial (da Costa : 2013).

Banjir dan kekeringan menimpa Kabupaten Malaka terus menerus secara bergantian. Kekeringan melanda Kabupaten ini di kecamatan yang berbeda. Salah

(5)

satu kecamatan yang mengalami kekeringan adalah kecamatan Malaka Tengah. Pada tahun 2014 yang lalu, dampak kekeringan membuat ternak milik warga mati karena ketidakcukupan air. Penurunan debit sumber mata air mengakibatkan sedikitnya aliran air yang masuk ke areal persawahan. Semakin meluas dampak musim kemarau, mengakibatkan warga mulai kesulitan memperoleh air bersih. Sementara itu sumber – sumber air mulai mengering. Kegagalan panen terutama jagung dan beberapa tanaman lain terjadi karena kekurangan air menjadi kekhawatiran bagi Pemerintah Kabupaten terlebih masyarakat akan imbas pada kerawanan pangan (Pos Kupang, 30 September 2014).

Beberapa ilmuwan mengidentifikasi konsekuensi bencana yang mengganggu masyarakat dan mengurangi kualitas hidup individu dalam masyarakat (Kusumasari 2014:13). Beberapa penelitian yang dapat dikaitkan dengan banjir dan kekeringan di Malaka adalah kurangnya kemampuan untuk bergerak atau melakukan perjalanan karena infraktruktur rusak dan hancur; kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan dan hilangnya kualitas tanah. Banyak kerugian yang timbul dari dampak atau konsekuensi bencana yang terjadi di Malaka. Walaupun telah berulang kali mengalami bencana yang secara ekonomi mendatangkan nilai kerugian cukup besar namun tidak ada pilihan lain bagi masyarakat Malaka selain bertahan.

(6)

Tabel 1.

Kondisi Kerusakan Kecamatan Malaka Barat Pada Banjir 2013

Jenis Kerusakan Jumlah

 Rumah Ambruk Rusak ringan Tergenang banjir 5 56 780 *buah  Ternak (yang mati)

Sapi Babi Kambing Anjing 8 130 12 26 *ekor  Lahan

Pertanian dan perkebunan (Rusak ) Sawah ( Tergenang Banjir )

460 30

*hektar Sumber : kupang.tribunnews.com (2013),diolah

Berbagai langkah penanggulangan bencana khususnya pada saat tanggap terhadap bencana telah diambil Pemerintah Kabupaten Malaka (Tabel 2). Pendirian Posko untuk mengevakuasi korban yang pada saat bencana banjir terjadi. Misalnya saja bagi warga yang rumahnya terendam banjir. Penyediaan air bersih, pemberian beras dan makanan siap saji untuk konsumsi warga pada saat banjir terjadi. Selain itu penyediaan medis untuk menangani warga yang terganggu kesehatannya akibat banjir.

(7)

Tabel. 2

Langkah Tanggap Bencana Banjir Pem.Kab Malaka Berkoordinasi dengan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten Belu

 Pendirian posko tanggap bencana di Betun ( Ibu Kota Kabupaten Malaka )

 Penyediaan air bersih  Pemberian beras

 Penyediaan perahu karet  Penyediaan tim medis  Makanan siap saji

Sumber : kupang.tribunnews.com (2013),diolah

Dalam konteks penanggulangan bencana, kegiatan pemulihan ekonomi bagi masyarakat merupakan isu yang perlu segera mendapat respon ( Partini dkk, 2014 :1). Sesuai dengan konsekuensi pada saat bencana maka faktor ekonomi yang terpenting untuk penanggulangan bencana. Dana penanggulangan bencana disalurkan untuk pembangunan kembali infrastruktur yang rusak akibat bencana, pengadaan fasilitas penanggulangan pada saat bencana terjadi (seperti tenda, selimut, makanan siap saji dll), bisa juga dapat berupa dana kompensasi kepada masyarakat karena kehilangan tempat tinggal, ternak peliharaan dan mata pencaharian yang hilang akibat terjadinya bencana banjir dan kekeringan. Selain itu perbaikan tanggul yang jebol merupakan kegiatan yang terus dilakukan oleh pemerintah kabupaten Malaka pasca bencana banjir yang besar terjadi. Namun, hal ini menjadi kurang efektif karena dana yang diberikan menjadi tidak tepat sasaran untuk penanggulangan berjangka panjang. Bencana yang terjadi seperti di Kabupaten Malaka berlangsung secara terus menerus namun penanggulangan

(8)

hanya dari sisi pemulihan ekonomi masyarakat dan tidak berjangka panjang. Dengan penanggulangan seperti ini maka penyelesaian masalahnya tidak sampai kepada akar dari permasalahan yang ingin dicapai.

Case (2006 dalam Murendo et al, 2011) mengemukakan bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang sangat besar pada sektor pertanian, air,energi, transportasi dan kesehatan. Curah hujan yang tak menentu memengaruhi produksi pertanian (World Bank,2001;FAO, 2008 dalam Murendo, 2011). Perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan di negara berkembang (FAO,2008 dalam Murendo,2011). Ketika perubahan iklim terjadi maka ketersediaan pangan menipis dan hal ini sangat bersingungan dengan relasi sosial (Alston,2010;Madaha,2012). Alston (2010) lebih lanjut mengatakan bahwa ada perbedaan dampak yang dirasakan laki – laki dan perempuan serta perbedaan respon laki – laki dan perempuan terhadap bencana. Perubahan iklim terjadi, beban kerja perempuan bertambah (Singh et al, 2013).

Ada isu lain yang perlu diperhatikan pada penanggulangan terhadap bencana. Isu gender menjadi sangat penting untuk mengkaji dampak dari bencana yang telah terjadi. Pengaruh yang harus direspon dan diadaptasi oleh laki – laki dan perempuan secara berbeda adalah mengenai ketersediaan dan ketahanan pangan. Untuk mengantisipasi kerawanan pangan akibat bencana yang terus menerus terjadi maka berbagai strategi seperti penyesuaian pola produksi, distribusi dan konsumsi (Madaha,2012; Edward et al, 2011; Murendo et al, 2011; Singh et al, 2013) pangan ditempuh oleh masyarakat. Dan bentuk penyesuaian ini tentu mempengaruhi tatanan hidup dan kebiasaan serta peran dari masyarakat

(9)

Malaka sendiri baik laki – laki maupun perempuan. Laki – laki dan perempuan dituntut untuk ikut menyesuaikan diri dalam perubahan iklim karena orang yang telah lama terkena bencana akan mengembangkan mekanisme bertahan hidup (Mahada, 2012). Didukung lagi dengan kondisi masyarakat di Kabupaten Malaka yang menganut budaya Matriakhi menjadikan isu gender penting untuk dikaji dalam penanggulangan akan bencana. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana secara naluri telah memiliki cara untuk merespon kejadian bencana. Hal ini karena kejadian bencana yang beruntun dan periodik mengharuskan masyarakat mampu merespon dan beradaptasi terhadap daerah yang rawan bencana(Partini,dkk 2014).

Dari penjelasan mengenai latar belakang diatas, maka menjadi isu yang sangat menarik untuk diangkat menjadi suatu topik penelitian mengenai Relasi Gender dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pangan di Kabupaten Malaka - Nusa Tenggara Timur.

B. Pertanyaan Penelitian

Berbagai cara dalam merespon bahaya akan bencana merupakan upaya dari setiap orang, komunitas, masyarakat maupun pemerintah. Begitu juga dengan masyarakat kabupaten Malaka yang secara periodik diterjang bencana banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim. Keterbatasan pangan membuat masyarakat harus menyesuaikan diri demi keberlangsungan hidup. Peran, relasi sosial, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki – laki dan perempuan juga dapat berubah ketika berusaha untuk pemenuhan kebutuhan pangan tersebut sebagai akibat perubahan iklim. Masyarakat harus mampu beradaptasi dengan perubahan

(10)

iklim yang terjadi. Selain itu, kebijakan dari pemerintah seharusnya menyesuaikan dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim juga menjadi salah satu pertimbangan dari perubahan pola adaptasi dari laki – laki dan perempuan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Aslon (2010) mengatakan bahwa ketika perubahan iklim terjadi makan ketersediaan pangan menurun dan bersinggungan dengan relasi sosial yaitu antara laki – laki dan perempuan yang coba digambarkan peneliti sebagai berikut :

Sumber : Aslon (2010)

Oleh karena itu, dengan melihat masalah tersebut maka timbulah suatu pertanyaan penelitian Bagaimana Relasi Gender dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pangan di Kabupaten Malaka - Nusa Tenggara Timur?.

Pertanyaan penelitian ini merupakan pijak dimana penulis ingin melihat dengan jelas bukan hanya perempuan saja yang sebagai fokus seperti kebanyakan penelitian khususnya yang berprespektif gender tetapi bagaimana laki – laki dan

Perubahan Iklim Ketersediaan

pangan menurun

Bersinggungan dengan relasi sosial antara Laki-laki dan

(11)

perempuan diamati secara bersama – sama dalam beradaptasi pada dampak dari bencana khususnya perubahan iklim.

C. Tujuan

Adapun Tujuan Dari Penelitian Ini adalah menganalisis relasi gender dalam menghadapi dampak perubahan iklim pada sektor pangan di Kabupaten Malaka - Nusa Tenggara Timur.

D. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini yaitu berkontribusi bagi perkembangan studi gender yang terkait dengan perubahan iklim.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjamin tercapainya pelaksanaan tugas dan kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Samarinda sesuai dengan yang telah dirumuskan pada Rencana

Sharp GP2D12 adalah sebuah sensor analog yang memberikan output tegangan yang besar nilai tegangannya berdasarkan jarak kedekatannya terhadap benda. Sinyal analog

meneruskan dokumen hasil pengawasan Bawaslu terhadap Verifikasi Administrasi Partai Politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c kepada

Penelitian klinis mengenai teknik re- susitasi hipotensi dihindari pada populasi yang diperkirakan lebih berisiko untuk tim- bul komplikasi akibat iskemia, yaitu pasien

Menurut Miranda (2009) perbedaan angka kerapatan panen dengan hasil taksasi disebabkan oleh tingkat ketelitian saat pengamatan masih rendah atau adanya kesalahan dari pemanen

HASIL DAN PEMBAHASAN Alga epilitik yang ditemukan pada sumber air panas Rimbo Panti terdiri dari 11 jenis yang tergolong kedalam divisi Chryso- phyta dan Cyanophyta dan

Para pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

1) Bagi guru PPKn di SMAN 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat, modul yang dihasilkan dapat digunakan sebagai komplemen yaitu melengkapi bahan ajar yang sudah ada