• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari produk pangan selalu dibutuhkan oleh setiap konsumen. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 menyatakan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Di era sekarang kebutuhan konsumen terhadap pangan kian meningkat. Namun, pangan yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional semakin menurun kualitasnya. Konsumen memiliki resiko yang lebih besar daripada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan.

Hal ini disebabkan karena posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat sering dan mudah untuk dilanggar.

Perkembangan dalam sektor ekonomi khususnya perdagangan di Kota Jambi menghasilkan berbagai jenis barang atau variasi produk yang dimana salah satunya yaitu makanan kemasan yang menjadi jenis makanan yang peredarannya banyak di Kota Jambi. Tetapi dalam peredaran makanan di Kota Jambi khususnya makanan kemasan masih menjadi hal yang harus diperhatikan,

(2)

dimana konsumen sering kali dirugikan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha atau produsen usaha mikro kecil menengah atau biasa disebut UMKM dengan menjual makanan dalam kemasan tanpa label halal. Halal merupakan lawan kata dari haram yang artinya sudah sesuai syariat islam.

Dimana hal tersebut sudah layak konsumsi bagi umat muslim. Produk kemasan yang belum ada label halal ini tentu tidak memenuhi aturan dalam Undang- undang perlindungan konsumen. Disamping itu konsumen juga harus cerdas dalam membeli suatu produk dengan cara teliti sebelum membeli. Namun masalah yang dihadapi konsumen tidak hanya sampai disana, persaingan global yang terjadi membuat produsen UMKM makanan kemasan menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan, salah satunya dengan cara mengedarkan makanan kemasan tanpa label halal. Makanan kemasan tanpa label halal sangat meresahkan konsumen terutama yang beragama islam. Untuk itu pemerintah diharapkan selalu melakukan pengawasan dengan ketat untuk jenis-jenis makanan yang belum terdapat label halal. Namun, selama ini Pemerintah tidak teliti dalam melakukan pemeriksaan makanan yang beredar di UMKM padahal, hal tersebut sangat merugikan para konsumen. Telah banyak ditemukan Produk makanan dan minuman kemasan yang tidak berlabel halal beredar di Kota Jambi lebih tepatnya di Kecamatan Jambi Selatan. Makanan dan minuman tersebut ditemukan hampir di semua UMKM di Kecamatan Jambi Selatan di tengah permukiman masyarakat.

Maka dari itu perlunya pemerintah lebih sigap untuk mengambil tindakan sebelum semua konsumen menanggung kerugian akan hal tersebut.

(3)

Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Terlebih jika produk yang dihasilkan oleh produsen merupakan jenis produk yang terbatas, produsen dapat menyalahgunakan posisi yang monopilitis tersebut.1. Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Perlindungan terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.2

Pada tahun 1996 telah lahir Undang-Undang yang mengatur tentang pangan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, namun dicabut dan digantikan oleh Undang-Undan Nomor 18 Tahun 2012 yang berkaitan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau disebut UUPK yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada konsumen. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang tentunya hal ini diatur untuk memberikan kepastian hukum serta melindungi hak para konsumen tersebut. Hal tersebut memang sudah seharusnya diatur sebab untuk menghindari sikap negatif pelaku usaha terhadap konsumen.

Perlindungan konsumen ini merupakan jaminan yang seharusnya didapatkan oleh semua konsumen atas setiap produk-produk bahan makanan yang dibeli dari produsen maupun pelaku usaha. Sedangkan jaminan sendiri berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. 3Namun dalam kenyataan aslinya saat ini konsumen seolah-olah dianaktirikan oleh para

1 Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 1

2 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, Bandung : Nusa Media, 2010, hlm. 1

3 Asyhadie Zaeni dan Kusuma Rahmawati, Hukum Jaminan Di Indonesia, Depok : PT.Raja Grafindo, 2021, hlm. 2

(4)

produsen atau pelaku usaha tersebut. Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memang sudah di terbitkan tetapi dalam proses pelaksanaan atau faktanya bahkan dari undang undang itu sendiri belum maksimal atau dapat dikatakan bahwa peraturan yang ada dalam undang-undang belum sesuai dengan kenyataan.

Perkembangan ekonomi yang semakin pesat telah membuat berbagai jenis produk khususnya produk pangan yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Terlebih pada zaman perdagangan bebas ini, membuat semakin banyak ruang gerak untuk para pelaku usaha memproduksi seta memasarkan produk jual belinya dan dapat menyebabkan produk luar menjadi semakin lebih mudah masuk ke Indonesia. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1457 Bab V, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.4

Perlindungan hukum adalah memberian pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugkan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.5 Para usaha kecil seperti home industri sebagai pihak penyedia barang atau produsen pada saat seperti ini produk yang telah dihasilkanpun sudah banyak yang beredar. Seiring berjalannya waktu jual beli menjadi perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dari pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah ditetapkan dan disepakati.6

4SoedaharyoSoimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta :Sinar Grafika, 2007, hlm. 356

5Sapjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 53

6Hedi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Raja Grafindo, 2002, hlm. 69

(5)

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata Consumer (Inggris- Amerika), atau consument/ konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.7

Dengan adanya banyak berbagai macam variasi produk pangan yang semakin membuat konsumen memilih bermacam-macam jenis serta kualitas produk tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya namun, di sisi lain, tidak ada jaminan yang pasti terhadap produk-produk yang dijual tersebut, maka muncullah persoalan tersendiri bagi konsumen muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Jelas dalam undang-undang ini menyatakan bahwa setiap konsumen, termasuk juga konsumen muslim berhak untuk mendapatkan barang dan jasa yangaman dan nyaman dikonsumsi olehnya, maksud dari nyaman dalam hal ini bagi konsumen muslim ialah barang tersebut tidak bertentangan dengan kaidah agama islam, yaitu halal. Sebagai salah satu negara yang penduduknya mayoritas muslim, masyarakat Indonesia menuntut sebuah tanggung jawab yang besar dari pemerintah dalam menjaga produk pangan yang beredar luas tersebut. Baik dari segi cita rasa, kebersihan, kandungan gizi yang baik serta tidak membahayakan tubuh dan dapat dipastikan kehalalannya.

Bersamaan dengan hal ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dimana setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk

7Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta :Sinar Grafika, 2008, hlm. 2

(6)

diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam dan atau dikemasan pangan8, namun Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 terlihat tidak berjalan dengan baik, sehingga belum memberikan kepastian hukum yang jelas untuk mengenal pangan dan produk kemasan lainnya yang halal.

Halal berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti sesuai dengan syariat atau diijinkan. Lawan kata dari halal adalah haram yang mempunyai pengertian tidak disyariatkan atau dilarang. Penduduk indonesia mayoritas beragama islam, penting baginya untuk mengkonsumsi produk halal, maka pemerintah harus cepat turun tangan menangani masalah halal haram pada produk-produk makanan yang beredar di Indonesia dan di Jambi khususnya. Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang standarisasi fatwa halal menegaskan bahwa “tidak boleh mengkonsumsi dan mengunakan makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan”9. Sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal. Pemegang sertifikat halal MUI (Sekarang badan penyelenggara jaminan produk halal) bertanggung jawab untuk memelihara kehalalan produk yang diproduksinya, dan sertifikat ini tidak dapat dipindah tangankan. Sertifikat yang sudah berakhir masa berlakunya, termasuk fotocopy nya tidak boleh digunakan atau dipasang untuk maksud-maksud tertentu.

8 Ahmad Mirudan Sutaman, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 80

9 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 TentangStandarisasi Fatwa Halal

(7)

Undang-undang yang mengatur tentang sertifikat halal dan labelisasi halal adalah undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal. Tujuan dari pemberlakukan jaminan produk halal adalah untuk meningkatkan mutu serta memperlancar pemasaran di industri. Untuk itu, produk halal yang disertifikasi harus memiliki konsep halalan thayyiban’ (halal dan baik), sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Adapun kewajiban sertifikasi halal untuk semua produk makanan dan minuman ini dengan tegas dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang berbunyi “produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.” Artinya, jelas bahwa para pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan produk-produk pangan di Indonesia, wajib bersertifikat halal dan tertera logo halal pada kemasannya dan juga mutlak diperlukan sebagai payung hukum yang kuat bagi pemerintah yang berwenang untuk mengatur produk halal di Indonesia. Sertifikat halal ini termasuk dalam syarat bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan ijin mencantumkan label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang menyebutkan bahwa “Sertifikasi halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI”.

Dalam al-Qur’an, perintah makan terulang sebanyak 72 kali dalam berbagai konteks dan makna. Ketika berbicara tentang jenis makanan yang harus dikonsumsi, al-Qur’an selalu menekankan salah satu dari dua sifat, yaitu halal dan baik (thayyib).

Bahkan ada empat ayat yang menggandengkan kedua sifat ini, yaitu surah al-Baqarah ayat 168, surah al-Maidah ayat 88, surah al-Anfal ayat 69, dan surah an-Nahl ayat 114.

(8)

Rangkaian kedua sifat ini menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi harus memenuhi syarat halal dan thayyib (baik). Ada makanan yang statusnya halal akan tetapi tidak thayyib. Demikian pula sebaliknya, makanan yang secara zatnya thayyib, akan tetapi tidak halal. Terpenuhinya syarat halal dan thayyib ini akan mendatangkan kebaikan pada makanan yang dikonsumsi dan cara mendapatkan makanan tersebut.

Apabila seorang intrepreneurship (wirausaha), paham a akan pentingnya konsep ini, tentu dalam pekerjaannya ia akan sangat berhati-hati dalam mencari rezeki.

Sedangkan UMKM sendiri merupakan istilah umum dalam dunia ekonomi yang merujuk kepada usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008. Di Kota Jambi sudah banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam UMKM khususnya di produk pangan. Salah satu contoh produk pangan yang menjadi UMKM di Kota Jambi adalah Bakes.Sky yang menjual berbagai macam variasi kue kering (cookies).

Jumlah UMKM mengalami peningkatan setiap tahunnya berdasarkan wawancara pada salah satu pelaku UMKM kue kering Bakes.sky di kawasan Jambi Selatan. Beliau menjelaskan dalam hal ini karena masyarakat di daerah tersebut mencoba membuka usaha sendiri dengan modal yang mereka miliki. Pelaku UMKM lain yaitu keripik basreng yang juga membuka usahanya di tengah pandemi tetapi pendapatannya lebih besar pada saat pandemi dari tahun 2022. Di sisi lain, pelaku usaha Baso Cuanki mengalami penurunan pada tahun ini. Beliau mengatakan penurunan ini disebabkan banyaknya saingan dengan jenis usaha yang sama.

Meskipun banyak pelaku UMKM yang mulai membuka usahanya namun, para pelaku UMKM tersebut banyak yang belum mencantumkan label halal pada produk

(9)

makanan dalam kemasannya yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti proses yang lama serta biaya yang tidak sedikit.

Berdasarkan penelitian penulis selama 1 (satu) bulan,ditemukan 8 (delapan) UMKM dimana lima dari usaha tersebut tidak memiliki label halal dengan jenis usaha pangan kemasan yang beragam seperti bakso aci yang berdiri pada tahun 2020 di Rt 26 Kecamatan Jambi Selatan belum mengurus label halal dalam produk kemasannya yang disebabkan oleh beberapa faktor, serta produk kemasan lainnya yaitu keripik basreng, kue kering, baso cuanki dan keripik kaca. Sebagaimana diketahui menurut keterangan dari warga setempat, UMKM di Kota Jambi Kecamatan Jambi Selatan mengalami peningkatan setiap tahunnya sedangkan jumlah UMKM yang sudah memilki sertifkat halal hanya 50 %, dari jumlah UMKM yang ada. Para pelaku usaha hingga saat ini masih kurang peduli terhadap jaminan kehalalan produknya, meskipun ada bantuan dalam proses sertifikasi. Hal ini membuat masyarakat menjadi khawatir terhadap produk yang diciptakan dan ditawarkan oleh Usaha Kecil dan menengah.

Dilihat dari kenyataannya dengan himbauan diatas bahwa realisasi dari Undang-undang Perlindungan Konsumen dengan Undang-undang Pangan belum sepenuhnya terlaksana. Sertifikat yang seharusnya dimiliki guna meyakinkan konsumen atas kebersihan dan kehalalan produk makanan itu diabaikan.Tentunya setiap UMKM pasti mempunyai kendala yang sama dan berbeda dalam mengajukan sertifikasi halal namun yang lebih penting di ketahui oleh pelaku usaha adalah sisi positif dari memiliki sertifikat tersebut agar menjadi motivasi untuk menjadi pelaku usaha yang baik dan sesuai syariat islam.

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan oleh penulis

(10)

diatas, maka penulis mengambil judul“Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Produk Pangan Dalam Kemasan Tanpa Label Halal Pada Usaha Mikro Kecil Menengah Di Kecamatan Jambi Selatan”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas pada skripsi ini yaitu:

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pelaku UMKM tidak mencantumkan label halal?

b. Bagaimana sanksi bagi pelaku usaha UMKM yang tidak mencantumkam label halal?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, adapun tujuan dari penulisan penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan pelaku UMKM tidak mencantumkan label halal

b. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana sanksi bagi pelaku usaha UMKM yang tidak mencantumkam label halal.

2. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

a. Manfaat Teoritis, dapat bermanfaat untuk memberikan masukan atau ide serta menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai Pengaturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengenai label halal dan

(11)

upaya hukum yangdapat dilakukan oleh konsumen dalam memperoleh perlindungan terhadap haknya yang dilanggar oleh pelaku usaha akibat mengkonsumsi pangan tanpa label halal dalam kemasan pada usaha kecil.

b. Manfaat Praktis, dapat menjadi masukan terhadap para pelaku usaha kecil bahwa dalam memproduksi suatu produk makanan harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan juga dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam upaya membentuk peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen yang lebih baik lagi.

D. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual penulis berusaha memberikan batasan dan peristilahan yang akan dipakai sebagai dasar agar mempermudah dalam pemahaman penulis dalam membahas untuk selanjutnya, untuk itu perlu diketahui beberapa pengertian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini :

a. Perlindungan hukum

Perlindungan hukum adalah memberian pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugkan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.10 Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato,

10Sapjipto Rahardjo, Op. Cit, hlm. 53

(12)

Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.

Perlindungan Hukum menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antiopatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial. Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang dikenal dengan perlindungan hukum adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan.

b. Perlindungan konsumen

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin terdapat adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Pengertian Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan

(13)

Konsumen, Pasal 1 angka (1), yaitu perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Meskipun dalam pasal di atas hanya menyebutkan perlindungan terhadap konsumen namun bukan berarti Undang-undang Perlindungan Konsumen ini hanya melindungi konsumen saja, melainkan hak-hak pelaku usaha juga menjadi perhatian, namun hanya karena seringnya konsumen menjadi objek kesewenang-wenangan para pelaku usaha sehingga perlindungan terhadap konsumen terlihat lebih ditonjolkan. Pelaku usaha ialah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Selanjutnya, dunia internasional juga ikut memberi perhatian mengenai perlindungan terhadap konsumen yaitu dinyatakan dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248, tanggal 16 April 1985 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu kepentingan konsumen yang harus dilindungi, yaitu :

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.

2. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

(14)

kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.

4. Pendidikan konsumen.

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnyayang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

c. Produk Pangan

Produk pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap manusia yang harus dipenuhi setiap harinya. Pengertian pangan menurut Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 yaitu semua yang bersumber dari alam baik yang sudah diolah maupun tidak, digunakan untuk konsumsi (minum dan makan) baik berupa bahan baku, bahan tambahan dan sebagainya. Masalah pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hal yang penting dalam rangka pembangunan nasional, karena status pemenuhan kebutuhan pangan dapat dijadikan tolok ukur kesejahteraan masyarakat. Krisis pangan yang terjadi pada suatu negara akan memberikan dampak pada stabilitas ekonomi (inflasi), sosial dan politik, oleh karena itu masalah berkaitan dengan ketahanan pangan menjadi hal yang sangat penting.

Ketahanan pangan atau Food Security dikenal pada tahun 1970an, pada masa itu ketahanan pangan hanya terfokus pada persediaan bahan pangan yang diproduksi sendiri dengan harga yang terjangkau. Pada tahun 1980an

(15)

konsep ketahanan pangan diperluas sampai bagaimana akses pangan per rumah tangga. Pada tahun 1990 konsep ketahanan pangan menjadi jumlah produksi pangan dengan harga yang terjangkau serta ramah lingkungan.

Pengertian Ketahanan Pangan menurut Undang undang yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan yang dapat dilihat dari ketersediaan nya cukup baik jumlah ataupun mutu, mudah didapatkan oleh masyarakat, harga terjangkau. Sementara itu. Menurut organisasi pangan di PBB atau dikenal dengan Food Availability Organization (FAO) lebih menekankan pada tercukupinya kebutuhan pangan di masyarakat yang bergizi dan bermutu.

Ketahanan pangan meliputi bagaimana ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, pangan harus tersedia dalam kondisi apapun (stabilitas) serta akses pangan yaitu kemampuan masyarakat untuk memproduksi ataupun membeli pangan yang dibutuhkan.

d. Usaha Mikro Kecil Menengah

Usaha Kecil dan menengah adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di Indonesia masih beragam. Pengertian kecil dalam usaha kecil bersifat relatif, sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-definisi usaha kecil dari berbagai segi. Menurut M. Tohar dalam bukunya yaitu Membuat Usaha Kecil definisi usaha kecil dari berbagi segi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan total asset.

(16)

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha.

2. Berdasarkan total penjualan

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih tahun paling banyak Rp 1.000.000.000.

3. Berdasarkan status kepemilikan.

Pengusaha kecil adalah usaha berbentuk perseorangan yang bisa berbadan hakum atau tidak berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi. Fungsi dan peranan UKM nemiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian nasional. Adapun fungsi dan peran UKM diantaranya adalah sebagai: penyedia barang dan jasa, penyerap tenaga kerja, pemerataan pendapatan, nilai tambah bagi produk daerah, peningkatan taraf hidup. Melihat pengembangan yang begitu besar maka pembinaan dan pengembangan industri kecil bukan saja penting sebagai jalur ke arah pemerataan hasil-hasil pembangunan, tetapi juga sebagai unsur pokok dari seluruh industri di Indonesia, karena dengan investasi yang kecil dapat berproduksi secara efektif dan dapat menyerap banyak tenaga kerja

e. Label halal

Menurut Philip label adalah tampilan sederhana pada produk atau gambar yang dirancang dengan rumit yang merupakan satu kesatuan dengan kemasan. Salah satu label yang tercantum pada produk adalah “label halal”.

(17)

Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.

Label adalah suatu bagian dari suatu produk yang membawa informasi verbal dan merupakan bagian dari kemasan tentang produk dalam. Salah satu label yang tercantum pada produk adalah label halal. Label halal adalah jaminan yang diberikan oleh suatu lembaga yang berwenang seperti Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI) untuk memastikan bahwa produk tersebut sudah lolos pengujian kehalalan sesuai syariat Islam.

Basyaruddin mengatakan sertifikat label halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang diberikan kepada perusahaan yang mengajukan uji kehalalan produk. Pencantuman label halal bertujuan agar konsumen mendapatkan perlindungan kehalalan dan kenyamanan atas pemakaian produk tersebut.

Dengan demikian Label Halal dapat diartikan sebagai sebuah gambar atau tampilan yang dicantumkan dalam produk dengan tujuan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh konsumen.

E. Landasan Teoritis

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberian pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugkan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

(18)

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari berkerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.Teori perlindungan hukum ini merupakan teori yang sangat penting, karena dikaji fokus kajian teori ini pada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat.

Hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan hukum yang dapat bertabrakan satu sama lain, sehingga dengan hukum yang diintegrasikan sedemikian rupa dapat menekankan terjadinya tabrakan tersebut.11 Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan sendiri. Pengalokasian ini dilakukan secara teratur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya, sehingga kekuasaan yang demikian disebut dengan hak.

Dalam penulisan ini yang akan dibahas yaitu perlindungan hukum atau hak seseorang, khususnya perlindungan kepada konsumen atas beredarnya makanan yang tidak berlabel halal, sehingga konsumen tidak perlu ragu-ragu dan khawatir dengan komposisi yang terkandung dalam makanan yang beredar di masyarakat. Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum, sarana perlindungan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu sarana preventif dan resprensif.

KUH Perdata memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah antara pelaku usaha penyedia

11https://bpkn.go.id/uploads/document/99427398FAQs.pdf, diakses pada tanggal 20 Juli 2022

(19)

barang atau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa tersebut. Azas perlindungan hukum dapat dikaitkan dengan konsep perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen” paparan diatas merupakan upaya pembentuk peraturan untuk melindungi konsumen dari tindakan sewenang-wenang para pelaku usaha.

2. Teori Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen dapat diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber segala sumber hukum di Indonesia mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembankan dunia yang meproduksi barang dan jasa yang layak di konsumsi oleh masyarakat.

Menurut Business English Dictionary, Perlindungan Konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri12. Untuk mengatur serta melindungi konsumen di Indonesia terhadap kejahatan bisnis baik penipuan, maupun iklan produk yang menyesatkan dan agar konsumen dapat terlayani dengan baik, maka

12Arti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Konsumen Produk Kosmetik Yang Tidak Terdaftar BPOM”, http://repositori.uin-alauddin.ac.id/9166/1/Arti.pdf, diakses pada tanggal 20 Juli 2022

(20)

dibuatlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mana dijelaskan dalam Pasal 1 bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Dalam perlindungan konsumen terdapat adanya beberapa prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia yang pertama perlindungan kesehatan dan harta konsumen yang dimaksud ialah perlindungan terhadap manusia agar kesehatannya tidak menurun ataupun hartanya tidak berkurang sebagai akibat penggunaan sebuah produk. Perlindungan ini sangat penting bagi seorang konsumen, sehingga diperlukan bagi semua konsumen. Begitu pentingnya hal ini, maka dalam WTO (World Trade Organization) yaitu Organisasi Perdagangan Dunia dijadikan suatu pembahasan tersendiri, yaitu persetujuan mengenai pelaksanaan tindakan perlindungan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan (selanjutnya disebut perlindungan kesehatan manusia), dimana salah satu ketentuan terkandung didalamnya adalah perlindungan kesehatan manusia yang didasarkan pada bukti ilmiah.

Sedangkan yang kedua, prinsip perlindungan barang dan harga,yang dimaksudkan disini ialah sebagai perlindungan konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas yang dibawah standar atau kualitas yang lebih rendah daripada nilai harga yang dibayar. Dengan perlindungan tersebut, maka konsumen tidak akan diberikan barang dengan kualitas yang jauh lebih rendah daripada harga yang dibayarnya. Ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melindungi konsumen dari penggunaan barang yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) a yang menjelaskan bahwa “Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

(21)

Perlindungan konsumen yang dimaksudkan agar para konsumen dapat menikmati perlindungan hukum sebagaimana yang diharapkan serta menjaga hak- hak konsumen dari tindakan diskriminatif penjual dan adanya perlindungan terhadap kesehatan, harga, juga jaminan dari produknya demi kesejahteraan bersama.

Asas-asas dalam Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen,yaitu diatur dalam Pasal 2 yang menjelaskan bahwa “Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”. Penjelasan dari Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, antara lain:

a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil dan

(22)

spiritual;

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen bertujuan sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan imformasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasayang menjamin kelangsungan

(23)

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pemerintah juga turut bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin adanya diperoleh hak konsumen serta pelaku usaha dan dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

Disamping itu, implementasi intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan yang dilaukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.13

Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.Menteri yang dimaksud dalam ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi dalam hal upaya untuk:

a. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;

b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkannya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

F. Metode penelitian

Untuk memudahkan pelaksanaan masalah maka diperlukan suatu metode, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Lokasi Penelitian

13Purwanto dan Sulistyastuti, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan, Jakarta :BumiAksara, 1991, hlm. 21

(24)

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian dalam rangka memperoleh data dalam penulisan skripsi ini adalah di Kecamatan Jambi Selatan.

2. Tipe Penelitian

Berdasarkan pada judul dan perumusan masalah maka pada penelitian ini penulis menggunakan tipe yuridis empiris, yaitu tipe penelitian yang dilakukan berdasarkan dari data yang didapat atas lokasi yang dijadikan sampel penelitian14. Yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana bekerjanya hukum dalam masyarakat yang dilakukan dengan mempelajari peraturan-peraturan yang berlaku serta penerapan hukumnya dalam masyarakat.

3. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif, yaitu untuk memberikan suatu gambaran secara jelas tentang objek yang akan diteliti.

Alasan penulis memilih jenis penelitian ini adalah karena penulis ingin memberikan gambaran secara jelas mengenai sanksi bagi pelaku usaha UMKM yang tidak mencantumkam label halal dan faktor-fakor yang menyebabkan pelaku usaha mikro kecil menengah tidak mencantumkan label halal.

4. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah pihak pelaku usaha produk kemasan tanpa label halal dan konsumen yang membeli produk

14 Irwansyah dan Yunus Ahsan, Penelitian Hukum, Yogyakarta : Mirra Buana Media, 2020, hlm.

43

(25)

kemasan tanpa label halal di Kecamatan Jambi Selatan.

b. Tekhnik Penentuan Sampel

Tekhnik penarikan sampel yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, sehingga peneliti bisa mengambil sampel pada siapa saja yang ditemui tanpa perencanaan sebelumnya.

5. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian empiris terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang akan diteliti.15 Data Primer dalam penelitian empiris ini diperoleh dari hasil-hasil penelitian di lapangan yang langsung diberikan oleh narasumbernya baik secara lisan maupun tertulis didapat berdasarkan field research atau penelitian lapangan. Sumber data primer disebut juga dengan

data dasar atau data empiris. Adapun Usaha Mikro Kecil Menengah di Kecamatan Jambi Selatan dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1

Usaha Mikro Kecil Menengah di Kecamatan Jambi SelatanTahun 2022

15 H. Salim dan Erlies Septiana Nurbaini, PenerapanTeori Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 15

No Nama Usaha

1 Kue Kering Bake.Sky

2 Keripik Basreng Snackysnack

3 Bakso Cuanki Frozen

4 Baso Aci Jelotot

5 Keripik Kaca Keyla

(26)

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Jambi Selatan

Berdasarkan data di Kecamatan Jambi Selatan ditemukan beberapa UMKM yang belum berlabel halal.

Data primer diperoleh dengan cara :

1. Data lapangan dengan melakukan wawancara terkait produk pangan dalam kemasan tanpa label halal dengan para pemilik UMKM di Kecamatan Jambi Selatan;

2. Melakukan tinjauan ke UMKM di Kecamatan Jambi Selatan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan produk pangan dalam kemasan tanpa label halal seperti, kenapa tidak mengurus label halal pada produk dalam kemasan tersebut;

b. Data Sekunder

Data penunjang yang sudah diolah dan diperoleh melalui studi kepustakaan, yakni:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

c. Data Tersier

Data tersier adalah data bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus-

6 Seblak Frozen Barokah

7 Keripik Pisang DJ

8 Milkbath Cake by Nadia

(27)

kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya16 adalah suatu kumpulan dan kompilasi dari bahan primer dan bahan sekunder. Data tersier yang digunakan adalah kamus hukum; Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan data yang akurat dan otentik dari berbagai sumber data, baik data primer dan sekunder yang disesuaikan dengan pendekatan penelitian. Teknik pengumpulan yang digunakan adalah :

a. Wawancara

Wawancara adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk memperoleh sebuah informasi. Bentuk informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, atau direkam secara audio, visual, atau audio visual.

Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan.

Pelaksanaan wawancara dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.

Wawancara langsung dilakukan dengan menemui secara langsung orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan, sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan dengan menemui orang-orang lain yang dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.

Pertukaran informasi dan ide melalui tanya-jawab dimaksudkan untuk membentuk makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan dalam penelitian untuk mengatasi kelemahan metode observasi dalam pengumpulan

16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 117

(28)

data. Informasi dari narasumber dapat dikaji lebih mendalam dengan memberikan interpretasi terhadap situasi dan fenomena yang terjadi.

Wawancara secara garis besar dibagi dua. yakni wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized in interview), yang susunan pertanyaanya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan. Sedangkan, wawancara terstruktur wawancara sering juga intensif,disebut wawancara terbuka (open ended interview). 17

Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan penulis adalah wawancara tidak terstruktur. Penulis memilih wawancara jenis ini karena agar mendapatkan wawancara yang mendalam, intensif dan mendapatkan data yang akurat ketika disimpulkan mengenai permasalahan yang diteliti.

Wawancara yang dilakukan penulis ditunjukan kepada para pelaku usaha UMKM di Jambi Selatan.

b. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dokumentasi disini digunakan untuk memperoleh setiap informasi elektronik

17Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosa Karya Offset, 2006, hlm. 180

(29)

yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya terkait dengan produk pangan dalam kemasan tanpa label halal.

7. Analisis Data

Noeng Muhadjir mengemukakan pengertian analisis data sebagai "upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna.18

Dalam menganalisis data yang telah penulis peroleh dari lapangan maka hasil penelitian akan penulis analisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

Analisis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Setelah data didapat, data diolah dan disiapkan untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkrip dari wawancara yang telah dilakukan, men-scanning materi, mengetik data lapangan dengan bahasa yang lebih baku lalu memilah-milah dan menyusun data tersebut kedalam jenis-jenis yang berbeda tergantung daripada sumber informasi yang telah di dapat.

2. Penyajian Data (Data Display)

18http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/alhadharah/article/viewFile/2374/1691

(30)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan berbentuk uraian singkat dan hubungan antar kategori. Berdasarkan penyajian data tersebut, maka data dapat terorganisasikan, lalu tersusun sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data disini terkait perlindungan hukum bagi konsumen produk pangan kemasan tanpa label halal pada UMKM dan upaya hukum hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam memperoleh perlindungan terhadap haknya sebagai konsumen.

G. Sistematika Penelitian

Untuk mendapatkan sebuah gambaran yang jelas dari pembahasan skripsi ini, maka perlunya disusun secara sistematis. Adapun perincian dari sistematika yang digunakan terdiri dari 4 (empat) bab yang diuraikan secara garis besarnya ialah sebagai berikut:

Pada bab I Pendahuluan, penulis menguraikan dan menjabarkan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Penulisan, Kerangka Konseptual, Landasan Teoritis, Metode Penelitian (Mencakup; Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Analisis Data), dan Sistematika Penulisan.

Pada bab II penulis membahas Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen serta Pengertian Produk Pangan dan Label Halal yang menguraikan mengenai pengertian perlindungan konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen serta hak dan kewajiban pelaku usaha, dan peraturan yang mengatur tentang pencantuman produk pangan berlabel halal menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(31)

Pada bab III penulis membahas Faktor Penyebab Dan Sanksi Bagi Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah yang menguraikan dan menjabarkan hasil dari rumusan masalah yang diteliti yaitu; Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pelaku UMKM tidak mencantumkan label halal pada UMKM di Kecamatan Jambi Selatan dan Bagaimana sanksi bagi pelaku usaha UMKM yang tidak mencantumkam label halal.

Pada bab IV Penutup, penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang diambil dari penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dibuat, serta saran-saran yang dibagi penulis agar bermanfaat bagi pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran pipa ini harus sama atau lebih besar dengan ukuran lubang keluar perangkap alat plambing dan untuk mencegah efek sifon pada air yang ada dalam perangkap, jarak tegak dari

a) Mendapatkan konsep bilangan adalah proses yang berjalan perlahan-lahan, anak mengenal benda dengan menggunakan bahasa untuk menjelaskan pikiran mereka sehingga

Hasil penelitian ini dpat disimpulkan bahwa rendemen tepung kimpul 28% sedangkan kacang tholo 91%, penerimaan konsumen terhadap mie kering yang disukai Kimpul fortifikasi tholo

Hasil penelitian ini diharapkan dapatdimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dalam mengembangan kurikulum tingkat satuan

Pada umumnya siswa menyatakan bahwa dengan belajar kelompok, siswa lebih mudah memahami materi pelajaran yang sedang dibahas, pada umumnya siswa menyatakan bahwa

Didalam Putusan Hakim atas perkara grant sultan dengan nomor register : 96/PDT/2012/PN-MDN telah sesuai hukum, ini dapat dilihat karena hakim tersebut memutuskan menurut Pasal

didapatkan sampel minimal sebanyak 100 responden.Kriteria sampel yang memenuhi syarat (inklusi) adalah siswa siswi kelas 4, 5, 6 Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah

Pada lahan yang digunakan untuk 100 % ruang terbuka dengan intensitas hujan 87,881 mm/jam, nilai koefisien alirannya adalah 0,081 untuk tanah jenis alluvial dan 0,106 untuk