• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Golongannya a) Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Menurut Golongannya a) Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Berdasarkan UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.

Sementara itu, menurut Mardiasmo (2019:3) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka pengertian pajak adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk kepentingan negara.

2.1.2 Fungsi Pajak

Berikut ini adalah fungsi-fungsi pajak menurut Mardiasmo (2019:4) : 1. Fungsi Anggaran

Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya.

2. Fungsi Mengatur

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum ataupun membiayai pembangunan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(2)

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka beberapa fungsi dari pajak ialah sumber anggaran, untuk mengatur, stabilitas negara, dan retribusi pendapatan

2.1.3 Pengelompokan Pajak

Berikut ini adalah pengelompokkan pajak menurut Mardiasmo (2019:8) 1. Menurut Golongannya

a) Pajak Langsung

Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut Sifatnya

a) Pajak Subjektif

Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti ini adalah memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Objektif

Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah(PPnBM)

3. Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

b) Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah.

Pajak daerah terdiri dari:

 Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor

 Pajak Kabupatan/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran

(3)

Berdasarkan penjelasan diatas maka pengelompokkan pajak terdiri berdasarkan golongan, sifat dan lembaga pemungutnya.

2.2 Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat 3 sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia menurut Mardiasmo (2019:11) , yaitu:

1. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

 Wajib pajak bersifat pasif.

 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2. Self Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak sendiri

 Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

 Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

 Contoh: SPT Tahunan Orang Pribadi 3. Witholding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya:

 Wewenang memotong atau memungut pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, yaitu selain fiskus dan Wajib Pajak.

(4)

Contoh: Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 oleh Badan

Berdasarkan sistem pemungutannya dapat disimpulkan bahwa pajak dibagi menjadi tiga sistem yaitu, Official Assesment System, Self Assesment System dan Witholding System

2.3 Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan menurut Mardiasmo (2019: 161) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.

Pajak penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan ialah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadai maupun badan yang diterima dalam suatu tahun pajak.

2.3.1 Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan menurut Mardiasmo (2019: 161) adalah orang pribadi, harta warisan yang belum dibagi, badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Namun, berdasarkan domisilinya, subjek pajak penghasilan mencakup subjek PPh dalam negeri dan luar negeri.

a) Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

• Subjek PPh Dalam Negeri

Subjek pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri adalah WNI/WNA yang bekerja dan memperoleh penghasilan serta berdomisili (berkediaman tetap) di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam satu tahun pajak ada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia.

• Subjek PPh Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan orang pribadi luar negeri adalah mereka yang tidak berdomisili di Indonesia dan tinggal kurang dari 183 hari di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan. Orang tersebut dapat berada di luar negeri atau menjalankan usahanya di Indonesia

(5)

dengan pergi-pulang. Namun, selama mendapatkan penghasilan dari usahanya tersebut, dia dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan.

b) Subjek Pajak Penghasilan Badan

• Subjek PPh Badan Dalam Negeri

Subjek pajak penghasilan badan meliputi semua perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya di Indonesia. Sebuah badan terkena kewajiban membayar pajak atau disebut subjek pajak penghasilan dalam negeri ketika mulai didirikan atau bertempat kedudukan atau memperoleh penghasilan di Indonesia.

• Subjek PPh Badan Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan badan luar negeri adalah badan yang tidak berkedudukan atau didirikan di Indonesia tetapi menjalankan aktivitasnya dan memperoleh penghasilan di Indonesia.

c) Subjek Pajak Penghasilan Warisan

Warisan yang belum dibagi dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan jika berpotensi menjadi penghasilan. contohnya adalah warisan berupa properti (rumah, ruko, kantor, gudang dll) yang disewakan.

d) Subjek Pajak Penghasilan Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap (BUT) adalah aset berupa tanah, gedung, mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha dari badan usaha tetap dapat tidak bertempat kedudukan di Indonesia selama ia melakukan aktivitas ekonomi yang memberikan penghasilan.

e) Bukan Subjek Pajak Penghasilan

 Kantor perwakilan negara asing

 Pejabat diplomatik negara asing

 Organisasi internasional

 Pejabat perwakilan organisasi internasional

Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi subjek pajak penghasilan antara lain orang pribadi, badan, warisan, bentuk usaha tetap dan

(6)

yang bukan menjadi subjek pajak penghasilan ialah kantor/badan perwakilan dan diplomatic internasional.

2.3.2 Objek Pajak Penghasilan

Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi dua kategori menurut Mardiasmo (2019:165) , yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,dan penghargaan 3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

• Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

• Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

• Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun

• Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk industri, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan

• Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

(7)

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis,dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14. Premi asuransi

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

17. Penghasilan dari usaha berbasis industri

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan

19. Surplus Bank Indonesia.

Berdasarkan penjelasan diatas, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan-penghasilan yang diperoleh wajib pajak badan ataupun orang pribadi

2.4 Pajak Penghasilan Pasal 21

2.4.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan pasal 21 menurut Mardiasmo (2019:201) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

2.4.2 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Objek pajak penghasilan pasal 21 menurut Mardiasmo (2019:206) di antaranya:

 Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur

 Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima industri secara teratur berupa uang industri atau penghasilan sejenisnya

(8)

 Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan industri yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat industri, tunjangan hari tua

 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah industri atau upah yang dibayarkan secara bulanan

 Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan

 Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun

Bukan Objek pajak penghasilan pasal 21 diantaranya:

 Santunan asuransi dari perusahaan asuransi

 Penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja dan pemerintah.

 Zakat yang diterima dari Badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah dan sumbangan keagamaan.

 Beasiswa

Dapat disimpulkan bahwa yang termasuk objek pajak penghasilan pasal 21 ialah setiap tambahan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi pada suatu tahun pajak.

2.4.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Definisi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Dengan kata lain, jika penghasilan bulanan seseorang tidak mencapai ambang batas PTKP maka tidak wajib bayar pajak. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bertujuan untuk meringankan masyarakat menengah ke bawah yang memiliki penghasilan di bawah batas PTKP.

Dasar hukum penentuan tarif PTKP adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016. Sementara secara detail cara menghitungnya dijelaskan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016.

(9)

Berikut ini adalah tarif PTKP yang berlaku sejak tahun 2016 hingga 2021:

 Wajib pajak pribadi berstatus tanpa tanggungan Rp54.000.000

 Wajib pajak pribadi yang berstatus kawin mendapat tambahan Rp4.500.000

 Tambahan Rp4.500.000 untuk setiap anggota keluarga sedarah yang menjadi tanggungan, maksimal 3 tanggungan

 Maksimal tanggungan yang diakui sebanyak 3 tanggungan

 Tanggungan dihitung berdasarkan secara Vertikal (Orang tua, Mertua, Anak, Anak Angkat dll)

Status PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak a) Status Lajang

 TK/0 artinya seorang laki-laki/perempuan yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan

 TK/1 artinya seorang laki-laki/perempuan yang belum menikah namun memiliki satu tanggungan

 TK/2 artinya seorang laki-laki/perempuan belum menikah dan memiliki dua orang tanggungan

 TK/3 artinya seorang laki-laki/perempuan belum menikah dan memiliki tiga orang tanggungan

b) Status Kawin

 K/0 artinya telah menikah dan tidak memiliki tanggungan

 K/1 artinya telah menikah dan memiliki satu tanggungan

 K/2 artinya telah menikah dan memiliki dua tanggungan

 K/3 artinya telah menikah dan memiliki tiga tanggungan Tabel 2.1

Tarif PTKP Berdasarkan Status Wajib Pajak

Sumber : PMK Nomor 101/PMK.010/2016 Status Wajib Pajak Tarif PTKP

TK/0 Rp 54.000.000

TK/1 Rp 58.500.000

TK/2 Rp 63.000.000

TK/3 Rp 67.500.000

K/0 Rp 58.500.000

K/1 Rp 63.000.000

K/2 Rp 67.500.000

K/3 Rp 72.000.000

(10)

2.4.4 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

Per 1 Januari 2022, Tarif PPh Pasal 21 Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) No.7 Tahun 2021 resmi diberlakukan yang dimana adanya penambahan dan perubahan lapisan tarif sebagai berikut:

Tabel 2.2

Tarif Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Per 1 Januari 2022)

Lapisan Penghasilan Tahunan Tarif

I Penghasilan tahunan hingga Rp 60.000.000 5%

II Rp 60.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%

III Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%

IV Rp 500.000.000 s/d Rp 5.000.000.000 30%

V Penghasilan tahunan diatas Rp 5.000.000.000 35%

Sumber : Pasal 17 ayat 1 UU HPP

Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Sehingga total PPh 21 yang dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah yang seharusnya dipotong.

2.4.5 Biaya Jabatan

Pada umumnya, Biaya jabatan menurut Mardiasmo (2019:209) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap pegawai tetap, tanpa memandang tingkatan jabatannya. Baik staf biasa maupun seorang direktur utama akan mendapatkan hak pengurangan biaya jabatan ini.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak, besaran biaya jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun yang diterima oleh pegawai. Penghitungan biaya jabatan ini dengan pengurangan setinggi-tingginya sebesar Rp500.000 sebulan atau Rp6.000.000 dalam waktu setahun.

(11)

2.5 Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016

Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak wajib membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang disesuaikan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016.

a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segaa jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya termasuk uang lembur dan pembayaran sejenisnya.

b. Untuk perusahaan yang masuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan, premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.

Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.

c. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayarkan sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan ataukepada BPJS Ketenagakerjaan.

d. Selanjutnya dihitung penghasilan netto setahun, yaitu jumlah penghasilan netto sebulan dikalikan 12.

e. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan netto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan netto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.

f. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Tarif Pasal 17 ayat (1) UU HPP, yaitu sebesar Penghasilan netto setahun pada huruf d atau e di atas, dikurangi dengan PTKP.

g. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU HPP terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar :

1) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibagi dengan 12; atau

2) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud

(12)

pada huruf b dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf b.

Contoh perhitungan PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-16/PJ/2016 :

Hartanto pada tahun 2022 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi memperoleh gaji sebulan Rp. 5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.200.000,00. Hartanto menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan hartanto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut :

Gaji Pengurang:

1. Biaya Jabatan

Rp 5.750.000,00

5% x Rp 5.750.000,00 (Rp 287.500,00) 2. Iuran Pensiun (Rp 200.000,00)+

Rp 487.500.00 -

Jumlah Penghasilan Netto Rp 5.262.500

Jumlah Penghasilan Netto Setahun

(12 x Rp 5.262.500,00) Rp 63.150.000,00

PTKP setahun

- Untuk WP Pribadi/Sendiri Rp 54.000.000,00 - Tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 +

Rp 58.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.650.000,00 PPh Pasal 21 Terutang

5% x Rp 4.650.000,00 = Rp 232.500,00 PPh Pasal 21 bulan Januari

Rp 232.500,00 : 12 = Rp 19.375,00

Dari perhitungan tersebut maka jumlah PPh Pasal 21 untuk pegawai bersangkutan yang harus dipotong pada bulan januari adalah Rp 19.375,00 .

Referensi

Dokumen terkait

b) Faktor psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Namun, terkait dalam penelitian ini, faktor yang ingin diungkap atau dijadikan

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan

Hal ini disebabkan waktu panen yang lebih cepat karena pada tahun ke-2 pohon ganitri asal okulasi (biasa disebut “ganitri super”) sedangkan tanaman yang berasal

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa t esis yang berjudul: “PERB EDAAN KEMATANGAN SOSIAL PADA ANAK PENDERITA EPILEPSI DENGAN TERAPI OBAT ANTI EPILEPSI KURANG DARI 1

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan dan

“Dinamika Strategi Coping Terhadap Post-Power Syndrome Dalam Menjalani Masa Pensiun”, Skripsi Sarjana Strata 1, Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya

Vignette: Seorang laki-laki usia 56 tahun datang ke klinik konservasi dengan keluhan gigi depan atas kiri berlubang dan kehitaman sejak 8 bulan yang lalu, pernah terjadi

Artinya El Nino mempunyai keterkaitan yang sangat erat pada waktu bulan-bulan kering (musim kering dan musim transisi kering- basah) curah hujan menurun dan pada waktu