• Tidak ada hasil yang ditemukan

113 93 2 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "113 93 2 PB"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL RISET AKUNTAIVS' DA'V KEUANGAN Vol. '1, No. 1, Februari 2005

Hal.66-77

ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA

DEDY HANING

Alumnus

St

Akuntansi (Jniversitas

Kristen Duta

Wacana Yogltakarta WIRAWAN

ENDRO DWI RADIANTO

(Jniversitas

Kristen Duta

Wacana Yogltakarta

ABSTRAK

Local tax become more important since the autonomy program released around 1999.

Local authority of

Yog,,akarta, which has

fewer

natural resources, is pushing the

local

tox revenue

in

order

to

manage the city.

This study investigates the role

of

local tec

on

Yogtakarta

city

local tax revenue. Secondary data was used

from

/998

to

2003.

It

covers

all

the

local tax in

Yogtakarta

city that is

based on

Local

Tax

Act

34/2000

of

Yogtakarta. Several variables are used namely collection

ratio,

growth, level

of

contribution and potential matrix

of

local tax. Study proved that

fficiency

and growth of local tax decreased and potential matrix steady.

Keywords: Local

tax,

Local

tax revenues

Pendahuluan

Pajak merupakan sumber pemasukan utama yang potensinya dipertimbangkan dalam setiap penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk membelanjai pengeluaran negara, baik pengeluaran

rutin

maupun pengeluaran pembangunan. Namun, potensi tersebut kurang digali secara optimal karena kurangnya kebijakan dan peraturan yang mendukung hal

ini

antara lain karena masih rendahnya profesionalisme aparat dan masyarakat Wajib Pajak dan sistem pemungutan pajak yang

Pelaksanaan Undang-Undang No .Z2Tahun I 999 dan undang-undang no. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan pusat dan daerah, khususnya dalambidang administrasi pemerintahan maupun dalamhubungan keuangan/desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 dan Undang-Undang Nomor 5 Thhun 1999, sebagai tindak lanjutrya, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-

(2)

Analisis PotensiPajak..., Dedy Haning dan Wirawan Endro DwiRadianto

2004yangmengisyaratkan adanya4 (empat) pilar yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu: kapasitas aparat daerah, kapasitas kelembagaan daerah, kapasitas keuangan daerah, dan kapasitas lembaga nonpemerintah

di

daerah.

Dari keempat pilar tersebut yang menjadi bahan perdebatan adalah mengenai keuangan daerah, khususnya menyangkut jaminan dan ketersediaan pendanaan yang memadai bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah (Pemda).

Undang-Undang Nomor 22Tahvn 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemda

yang lebih

mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, baik berkaitan dengan masalah desentralisasi kewenangan Qtower shar- ing) maupun desentralisasi keuangan (fiscal decentralization).Tujtan lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong terciptanya inovasi.

Sejalan dengan tujuan tersebut, Pemda diharapkan lebih mampu menggali sumber- sumber keuangan dan daerah masing-masing khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan belanja rtin dan pembangunan daerahnya. Sebagai salah satu daerah di Indo- nesia, Kota Yogyakarta sedang giat berusaha meningkatkan pendapatan daerahnya, baik dari segi pajak maupun Retribusi Daerah. Desentralisasi fiskal yang diberlakukan di Kota Yogyakartamendorong Pemkot untukterus menerus menggali potensi-potensi daerahnya sekaligus mengelola keuangan daerahnya dengan baik.

Penelitian ini akan mengkaji dan menggali aspek-aspekpendapatan Pemda di Kota Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan komponen yang ada dalam Pendapatan

Asli

Daerag (PAD), yaitu Pajak Daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta, baik pada era sebelum maupun sesudah ditetapkannya Undang-Undang Perpajakan

Nomor 34

Tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Secara geografis Kota Yogyakarta tidak memiliki suatu keunggulan Sumber Daya Alam (SDA) yang memadai seperti halnya daerah lainnya

di

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Satu-satunya keunggulan Kota Yogyakarta adalah karena didukung oleh fasilitas-fasilitas infrastuktur yang cukup lengkap, selain itu Kota Yogyakarta juga merupakan ibukota Propinsi DIY.

Faktor letak geografis yang dekat dengan beberapa kabupaten yang berkembang pesat dan menjadi sentra perekonomian baru yaitu Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta juga menjadi pusat perhubungan transportasi darat maupun udara antar propinsi lainnya di Pulau Jawa maupun luar pulau yaitu Bandara Adi Sucipto, Terminal bus Giwangan, Stasiun KeretaApi Tugu dan Stasiun KeretaApi Lempuyangan. Oleh karena itu Yogyakarta dapat dikembangkan sebagai pusat perdagangan dan transportasi regional.

Konsekuensi

dari

dua

hal

tersebut, Kota Yogyakarta

tidak

dapat menggantungkan sepenuhnya pada Sumber Daya

Alam (SDA)

yang

dimilikinya.

Karena

itu,

pilihan peningkatan Pajak Daerah

di Kota

Yogyakarta

menjadi pemikiran

utama dalam meningkatkan keuangan daerah.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana potensi efisiensi, pertumbuhan, kontribusi dan matriks potensi dari berbagai jenis pajak daerah

di

kota

(3)

JRAK, Februari 2005

Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi Pajak Daerah melalui variabel-variabel tingkat efisiensi, tingkat pertumbuhan, tingkat kontribusi, dan matriks potensi pajak daerah

di

kota Yogyakarta sebelum dan sesudah pemberlakuan Undang- Undang Perpajakan Nomor 34 Tahun 2000.

Jenis pajak daerah kota Yogyak artayangterdapat dalam Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2000 adalah:

Merupakan pajak atas jasa hotel dan pelayanannya. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap, istirahat, memperoleh pelayanan, danlatau fasilitas lain dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lain yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan

Pajak

Restoran

Merupakan pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga

Pajak Hiburan

Merupakan pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan

,

dan/atalkeramaian dengan nama dan bentuk apapun dimana hiburan tersebut disaksikan atau dinikmati dengan dipungut bayaran.

Pajak

Reklame

Merupakan pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah media, alat, benda danperbuatan yang menurutbentuk dan corakragamnya digunakan untuktujuan komersial seperti memperkenalkan, menganjurkan, memuji suafu barang atau orang. Reklame juga bertujuan untuk menarik perhatian umum atas barang atau orang yang ditempat di suatu tempat atau beberapa tempat yang dapat dilihat, dibaca dan didengar (tidak termasuk yang dilakukan oleh pemerintah).

Pajak

Penerangan

Jalan

Merupakan pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan dimana rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

Pajak Parkir

Merupakan pajak atas penyelenggaraan tempat parkirdi luarbadan jalan oleh pribadi atau badan. Usaha parkir dapat dikaitkan dengan usaha pokok maupun yang disediakan sebagai suafu usaha termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut biaya.

Jenis-jenis pajak

di

atas yang termasuk Pajak Daerah merupakan salah satu komponen dari PAD sebagai dampak dari diberlakukannya otonomi daerah, dimana setiap daerah harus membiayai pengeluaran daerahnya yang pembiayaannya berasal dari potensi- potensi yangada

di

daerah bersangkutan. Pajak Daerah

ini

dikelola oleh daerah yang

(4)

Analisis PotensiPajak..., Dedy Haning dan Wirawan Endro Dwi Radianto

kemudian akan dikembalikan lagi kepada masyarakat daerah tersebut dalam bentuk pelayananpublilq misalnyapenyediaan fasilitas-fasilitas yang dapat digunakanunfukumum

Penelitian Sebelumnya

Meskipun peran pajak daerah sangat penting, namun penelitian mengenai potensi pajak daerah belum banyak dilakukan. Salah satu penelitian mengenai potensi pajak dan retribusi daerah dilalarkan oleh Mulyanto Q\\2).Penelitian dilatcr:kan di daerah Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten (Subosuka Wonosraten) yang terletak di propinsi Jawa Tengah. Dengan menggunakan collection ratio, growth model, proportional model dan motrix model penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pajak terhadap PAD di wilayah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak macam pajak dan retribusi daerah yang diterapkan di kawasan Subosuka Wonosraten. Beberapa pajak yang memiliki kontribusi tinggi terhadap penerimaan daerah yaitu pajak hotel dan restoran, pajak perrunjukan/triburan , pajak iklan, pajak penerangan jalan umum, pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan tanah, retribusi pasar, retribusi pelayanan sampahlkebersihan, retribusi parker, retribusi terminal dan retribusi

ijin

mendirikan bangunan.

Implikasi

dari penelitian

ini

adalah pemerintah daerah harus menghitung potensi pajak dan retribusi daerah yang digunakan untuk menghitung APBD

dan pemerintah daerah sebaiknya mampu melihat potensi-potensi dari pajak dan retribusi daerah di kawasannya dalam rangka untuk mendanai program-program yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Penelitian lain mengenai potensi pajak dan retibusi daerahjuga dilakukan oleh Riyardi dkk (2002) yang dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini berhasil menemukan potensi ekonomi pajak dan retribusi daerah di Kabupaten Sukoharjo. Disamping itu penelitian ini juga menemukan factor-fahor yang mempengaruhi penerimaan pajak dan retribusi

daerah yaitujumlah penduduk dan rumah tangga, keberadaan daerah tumbuh cepat, perilaku organisasional dan ekonomi instransi pemungut pajak dan retribusi daerah. Walaupun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai keeratan hubungan dari masing- masing factor tersebut. Penelitian Riyardi dkk. menggunakan enam pajak daerah dan l1 retribusi daerah yang berlaku sejak diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan Nomor

l8

tahun 1997.Pajakdan retribusi daerah tersebut dianalisis dengan menggunakan lima tolok ukur pajak

yaituyield, ability

to implement, equity, economic

fficiency

dan suit-

ability

as

a

local source.

Sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan

Nomor 34

Tahun 2000, Pemkot Yogyakarta mulai melal<ukan upaya peningkatan paja( dan menerbitkan sejumlah peraturan daerah yang terkait dengan pajak daerah. Pemda juga melalnrkan penyesuaian nama obyek pajak, arftara lain pajak hiburan, untuk menggantikan pajak atas pertunjukan dan keramaian umum; memisahkan pajak hotel dan pajak restoran, yang semula tergabung dalam pajak pembangunan I.

(5)

JRAK, Februari 2005

Metoda Riset Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Realisasi Penerimaan PajakDaerah (RPPD)yangdikelolaoleh KantorPelayanan PajakDaerah Kotayograkana.

Periodesasi data penelitian mencakup data periode tahun 1998 sampai dengan tahun2003.

Dalam periode ini mencakup dua kali perubahan undang-undang pajak daerah yaitu Undang- Undang Perpajakan Nomor

l8

tahun 1997 yangtelah diubah menurut undang-undang perpajakan No. 34 Tahun 2000. Namun demikian, pajak daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruhjenis pajak daerah kota yang dipungut sesuai dengan Undang- Undang Perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 dan diatur secara khusus dalam Peraturan

!a3y!_fota

Yogyakarta. Jenis-jenis pajak tersebut adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan.

Perumusan Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable yang digunakan oleh Mulyanto (2002)dan Riyardi dkk (2002) dalam menganalisis potensi pajak daerah dalam penelitian mereka sebelumnya. Adapun variabel-variabel tersebut adalah:

a.

Collection Ratio, dengan rumus:

CR= realisasi

CR: Collection Ratio

xl00Yo

Realisasi: Anggaran yang benar-benar terjadi Anggaran/ target: Anggaran yang direncanakan anggoran I t

arget

b.

Tingkat pertumbuhan, dengan rumus:

Growth= f -G-l)

x-l Growth:

Rerata perubahan

realisasi

Pajak Daerah dari tahun ke tahun

x: Rerata tingkat pertumbuhan sesudah x-.1: Rerata tingkat pertumbuhan sebelum

c.

Tingkat konkibusi/ Pajak Daerah terhadap total pajak Daerah, dengan rumus:

Kontribus* RerataPajakX

xl0U/o

Re r ata To tal P aj ak Daer

ah

Kontribusi

: Rerata perubahan realisasi pajak dari tahun ke tahun dibandingkan dengan rerata total pajak

Rerata pajak

.r;

Rerata pajak x dari tahun ke tahun

Rerata total Pajak Daerah: Rerata total Pajak Daerah dari tahun ke tahun

(6)

Analisis Potensi Pajak..., Dedy Haning dan Wirawan Endro DwiRadianto

d.

Matriks potensi Pajak Daerah yang ditentukan dari tingkata pertumbuhan dan kontribusi pajak daerah

TeknikAnalisis

Data

Teknik yang dilakukan dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut:

a.

Melakukan perhitungan terhadap tingkat efisiensi pajak daerah dengan menggunakan Collection Ratio.Apabila rasio CR kurang dari 100 persen maka berarti pemkot tidak mampu memenuhi target,tetapi apabila rasio CR suatu jenis pajak daerah di atas atau sama dengan 100 persen maka berarti pemkot mampu memenuhi target anggaran yang direncanakan. Semakin tinggi realisasi dibandingkan potensinya, berarti semakin terlihat adanya kemampuan pada daerah untuk melaksanakan pemungutan pajak. Dalam penelitian ini digunakan patokan rasio CR lebih besar 100 persen, yaitu untuk disebut memiliki potensi untukmelaksanakantarget anggaran pajalg berarti realisasi penerimaan pajak daerah minimal 100 persen dari target anggarannya (Mulyanto,20A2).

b.

Melakukan perhitungan terhadap tingkat pertumbuhan pajak daerah. Apabila tingkat pertumbuhan pajak daerah negatifmaka dikatakan tidak potensial, tetapi apabila tingkat pertumbuhan

positif

maka dikatakan potensial. Suatu pajak harus menunjukkan pertumbuhanpositifataumengalamikenaikanpenerimaandaritahunketahun(Mulyanto, 2W2)

c.

Perhitungan tingkat kontribusi dari setiap jenis pajak daerah terhadap total pajak daerah.

Potensi Kontribusi dilihat dari tingkat kontribusi pajak daerah yang cukup besar. Dalam penelitian ini diambil rata-rata tingkat kontribusi dari lima pajak daerah sebagai

tolok

ukur. Jika pajak daerah lebih kecil darirata-rata kontribusi maka dikategorikan tidak potensial, tetapi jika tingkat konfibusi lebih besar dari rata-rata tingkatkontribusi maka dikatakan potensial. Perhitungan

ini

dilakukan dengan mengembangkan penelitian Mulyanto (2002), sehingga tolok ukur persentase lebih tinggi dari penelitian sebelumnya.

d.

Menentukkan apakah objek pajak tersebut masuk dalam ketegori pnma, potensial, berkembang atau terbelakang baik pada era sebelum maupun sesudah pemberlakuannya undang-undangperpajakanNo. 34 Tahun 2000. Metode perhitungan ini dikembangkan dari yang sudah dilakukan oleh Mulyanto (2002).

Kriteria

dilakukan sesuai dengan hasil pengukuran yang dilakukan dengan matriks potensi Pajak Daerah sebagai berikut:

1) Pajak prima jika tingkat pertumbuhan positif dan kontribusinya potensial

2)

Pajak potensial, j ika tingkat pertumbuhan negatif, dan kontribusinya potensial

3)

Pajak berkembang, jika tingkat pertumbuhan positif, dan kontribusinya tidak potensial

4)

Pajak terbelakang,

jika

tingkat pertumbuhan negatif dan kontribusinya tidak potensial Pajak prim4 artinya pemkot mempunyai struktur perpajakan yang cukup matang dalam mengelola jenis pajak tersebut dan merupakan seklor andalan daerah bersangkutan sehingga memberikan kontribusi yang besar bagi PAD dan tingkat pertumbuhannya semakin meningkat atau cenderung

stabil.

Pajak potensial

yaitu

pajak tersebut berpeluang menjadi andalan bagi pemkot karena memberikan kontribusi yang besar namun karena pengelolaan yang belum baik menyebabkan pertumbuhannya tidak stabil.

Pajak berkembang yaitu tingkat pertumbuhan jenis pajak tersebut semakin meningkat

(7)

JMK, Februari2005

atau cenderung stabil namun karena bukan sektor andalan sehingga memberikan kontribusi yang sedikit bagi PAD. Sedangkan pajak terbelakang artinya pajak tersebut tidak bisa dilaksanakan oleh pemkot, sehingga sebaiknya tidak dipungut karena bila dilihat dari segi nominalnya tidak memadai dan diperlukan perbaikan sedemikian rupa.

Analisis

Data

dan Pembahasan

Banyaknyajenis pajakyang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 pajak daerah.

Pajak -pajak tersebut adalah: pajak hotel, pajak restoran, pajakhiburan, pajak reklame dan paj ak penerangan j al an.

Penqhitunoan nilai Collection

Ratio

(CRl

Tingkat efisiensi

I

CRadalahketerkaitan antara potensi, target dan realisasi dalam pencapaian pos-pos pajak daerah dengan membandingkan antara target dan realisasi anggaran dari tahun anggaran 1998 hingga 2003 terhadap pajak daerah kota Yogyakarta sebelum dan sesudah pemberlakuan undang-undang perpajakanNo. 34 Tahun 2000.

TABEL 1. TINGKAT EFISIENSI PAJAKDAERAH

-_:{i]ar

Tahun ---

Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Hiburan

Pajak Reklame

Pajak Penerangan

Jalan

1998 105.63 117.04 106-59 53.74 117,26

1999 81-9s 82.96 83,61 187,01 95.53

2000 72.41 78.46 86.03 91.09 120,05

2001 92,34 83.

l0

84,77 57.61 61.59

2002 t27.39 90.9s r06,t7 105.35 I I

l.5l

2003 82,85 96.98 83.46 95.

l6

81.59

Rata-rata Sblm

fl998-2000) 86,66 92,82 92,07 110,61 110,94

Rata-rata Sesdh

(200r-2003) 100,86 90,34 91,47 86,04 84.90

Sumber: data sekunder diolah

Dari hasil perhitungan CR terhadap pajak daerah yang disajikan pada tabel 4.1, dapat dilihat bahwajenis pajak daerah di KotaYograkarta era sebelum Undang-Undang Perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 yang mempunyai

nilai

CR kurang

dari

100 persen adalahpajakhotel(1999dan2000),pajakrestoran (lgggdan2000),pajakhiburan(1999, dan 2000), pajak reklame (1998 dan 2000) dan pajak peneranganjalan (1999). Sedangkan jenis pajak daerah di Kota Yogyakarta sesudah Undang-Undang Perpajakan Nomor 34

Tahun 2000 yang memiliki CR kurang dari 100 persen adalah pajak hotel (2001 dan 2003), pajak restoran (2001, 2002, dan2003), pajak hiburan (2001 dan 2003), pajak reklame (2001 dan 2003) dan pajak peneranganjalan (2001 dan 2003).

(8)

Analisis PotensiPajak..., Dedy Haning dan Wirawan Endro Dwi Radianto

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari tahun anggaran 1998 hingga 2003, nilai CR minimal 100 persen hanya tercapai pada tahun an9garan 1998 dan 2002 untuk pajak hotel, tahun 1998 untuk pajak restoran, tahun 1998 dan2002 untuk pajak hiburan, tahun 1999 dan2002 untuk pajak reklame dan tahun 1998, 2000 dan2002 untuk pajak peneranganjalan.

Rata-ratapajak hotel, pajakrestoran dan pajakhiburan baik sebelum maupun setelah pemberlakuan undang-undang perpajakan

No.

34 Tahun 2000 berada

di

bawah 100, sehingga pemkot tidak mampu memenuhi target pajak hotel, restoran dan hiburan. Rata- rata pajak reklame dan pajak penerangan jalan sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 melebihi 100 persen, tetapi setelah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 berada di bawah 100 persen. Karena itu, pemkot sebelum pemberlakuan undang-undang perpajakan No. 34 Tahun 2000 pemkot mampu memenuhi target pajak reklame dan penerangan jalan, tetapi setelah pemberlakuan undang-undang perpajakan tersebut pemkot tidak dapat memenuhi targer pajak reklame dan peneranganjalan. Tetapi setelah diberlakukannyaUndang-UndangperpajakanNomor

34 Tahun 2000, ternyatahanyapajakhotel yangmelebihi 100%. Karena itu, setelah undang- undang yang baru sampai tahun 2003 Pemkot hanya mampu memenuhi target pajak hotel.

Penahitunqan nilai pertumbuhan

Tingkat pertumbuhan jenis pajak daerah yang merupakan rerata perubahan realisasi jenis pajakbaik era sebelummaupun sesudah pemberlakuan Undang-Undangperpajakan Nomor34 Tahun 2000.

TABEL2. PERTI.]MBUTIAN PA"IAKDAERAH

Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Hiburan

Pajak Reklame

Pajak Penerangan

Jalan

1998 -0.15 0.05 -0,15 -0,34 0,25

1999 0.41 0,30 -4,23 0,90 0,28

2000 0.02 -0,04 -0,17 0,88 -0,36

2001 0.55 0.71 0,64

l,l I t.8l

2002

0,53 -0,06 0.31

l.t0

0-33

2003 -0,17 0.14

-0.1I

-0-12 -0.08

Rerata Sblm 9,33 10.33 -18.33 48 56-7

Rerata Sesdh 30,63 26,45 27,94 69,67 68.67

Sumber: data sekunder diolah

(9)

JRAK, Februari 2005

Berdasarkan hasil perhitungan pertumbuhanpajakhotel padatabel4.2dapatdiketahui bahwa pertumbuhan pajak

hotel

pada era sebelum pemberlakuan undang-undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatifpada tahun 1998 sebesar 0, I 5 persen, sedangkan pertumbuhan pajak hotel pada era sesudah pemberlakuan Undang- Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif pada tahun anggaran 2003 sebesar 0,17 persen. Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitunganrata-rata pajakhotel baik sebelum dan sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor

34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan positif masing-masing 9,33 persen dan 30,63 persen.

Pertlmbuhan pajak restoran pada era sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif pada tahun 2000 sebesar 0,04 persen, sedangkan pertumbuhan pa.lak restoran pada era-sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakanNomor 34 Thhun 2000 mencatat pertumbuhan negatif pada tahun2002 sebesar 0,06 persen. Selanjutny4 berdasarkan hasil perhitungan rata-ratapajak restoran baik sebelum dan sesudahpemberlakuan Undang-UndangperpajakanNomor34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan positif masing-masing 10,33 persen dan26,45 persen.

Pertumbuhan pajak hiburan pada era sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif sepanjang tahun 1998 hingga 2000, sedangkan pertumbuhan pajak hiburan pada era sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif pada tahun 2003 sebesar 0,1 1 persen. Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitun ganrata-ratapajak hiburan pada era sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif 18,33 persen dan sesudah pemberlakuan Undang- Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2O0Omencatat pertumbuhan positif 27,94 persen.

Pertumbuhan pajak reklame pada era sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakanNomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatifpadatahun 1998 sebesar 0,34 persen, sedangkan pertumbuhan pajak reklame pada era sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif pada tahun 2003 sebesar 0,12 persen. Selanjutny4 berdasarkan hasil perhitunganrata-ratapajak reklame pada era sebelum dan sesudah pemberlakuan undang-undang perpajakan no. 34 tahun 2000 mencatat pertumbuhan positif masing-masing 48 persen dan 69,67 persen.

Pertumbuhan pajak penerangan jalan pada era sebelum pemberlakuan Undang- Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatif pada tahun 2000 sebesar 0,36 persen, sedangkan pertumbuhan pajak penerangan

jalan

pada era

sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 mencatat pertumbuhan negatifpada tahun 2003 sebesar 0,08 persen. Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitungan rata-ratapajak peneranganjalan pada era sebelum dan sesudah pemberlakuan Undang-UndangperpajakanNomor 34 Tahun2000 mencatat pertumbuhan positifmasing- masing 56,7 persen dan 68,67 persen.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-ratapertumbuhan jenis pajak, maka diketahui bahwa hampir semua

jenis

pajak mengalami tingkat pertumbuhan positif, sedangkan pajak hiburan mengalami perubahan pertumbuhan dari negatif 18,33 persen pada era sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 dan

(10)

Analisis Potensi Pajak..., Dedy Haning dan Wirawan Endro Dwi Radianto

menjadi positif 27,g4persen pada era sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000. Pertumbuhan jenis pajak daerah meningkat cukup besar khususnya pajakhiburan, pajak hotel dari9,33 persen pada era sebelum menjadi 30,63 persen, pajak ieklame da/r3iz,lzpersen menj adi69,47 persen, pajak restoran dari 10,33 persen menjadi 26,45 persen dan pajak penerangan Jalan dari 56,7 persen menjadi 68,67 persen.

Pen ah itun

oan

ni I ai ko ntrib

usi

Tingkat kontribusi adalah proporsi jenis pajak terhadap total penerimaan pajak baik sebelum dan sesudah pemberlakuanUndang-UndangperpajakanNomor34Tahun 20000.

TABEL3PF,IIGHITT]NGAI\I TINGKATKONTRIBUST

Jenis

Pajak Daerah Kontribusi(Vol Sebelum

Sesudah

Paiak

Hotel

36,79 22,84

Paiak Restoran 20,83 16,13

Paiak

Hiburan

8.15 5.54

Paiak Reklame 2.05 5,06

Paiak Penerangan Jalan 29,03 34.88

Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan perhitungan atas kontribusi jenis pajak terhadap total pajak daerah maka diketahui bahwa

baik

sebelum dan sesudah pemberlakuaan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000, maka pajak hotel, pajak restoran dan pajak penerangan jalan merupakan pajak yang potensial. Walaupun demikian tiga pajak daerah mengalami penurunan yaitu pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan. Sedangkan dua pajak yang lain yaitu pajak reklame dan pajak penerangan jalan mengalami kenaikan.

Penentuan m atriks potensi

Matriks potensi merupakan skala penilaian terhadap potensi PajakDaerah, digunakan untuk mengukur perbedaan potensi jenis pajak.

(11)

JRAK, Februari 2005

TABEL4MATRIKSPOTENSI

.Matriks Potensi

Sebelum Sesudah

Paiak

Hotel PRIMA PRIMA

Paiak Restoran

PRIMA PRIMA

Paiak

Hiburan TERBELAKANG BERKEMBANG

Paiak Reklame

BERKEMBANG BERKEMBANG

Paiak Peneransan Jalan

PRIMA PRIMA

Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan matriks potensi pada tabel 4.4, diketahui bahwa tidak ada perbedaan potensi untuk pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame dan pajak peneranganjalan, baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000. Sedangkan untuk pajak hiburan mengalami perubahan potensi. Dalam hal ini berarti pemerintah kota Yogyakarta berhasil meningkatkan potensi pajak hiburan menjadi berkembang unflrk setelah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000. Pajak hiburan pada era sebelum pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 berada pada matriks terbelakang, menjadi berkembang prima pada era sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000. Karena itu, dapat dikatakan bahwa sebagian besarpajak daerah stabil pada era setelah pemberlakuan undang-undangperpajakan no. 34 tahun 2000 dibandingkan dengan era sebelumnya.

Kesimpulan

Pajak merupakan komponen utama dalam PendapatanAsli Daerah, dimana dalam era otonomi daerah saat ini perannya semakin penting. Dengan adanya Undang-Undang perpajakan

Nomor

34 Tahun 2000, diharapkan pemerintah kota Yogyakarta dapat meningkatkan potensi pajak daerahnya. Namun berdasarkan analisis sebelumnya temyata terlihat bahwa penerapan undang-undang yang baru tersebut tidak mendorong perubahan yang cukup signifikan atas kenaikan pendapatan dari pajak daerah. Hasil analisis potensi pajak daerah kota Yogyakarta sebelum dan sesudah pemberlakuan Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000 memberikan beberapa kesimpulan yaitu:

1) Potensi efisiensi pajak daerah Kota Yogyakarta mengalami penurunan. Penurunan efisiensi ini terlihat dari tidak tercapainya target yang ditentukan. Kondisi ini mungkin disebabkan karena penerapan otonomi daerah terutama desentralisasi fiskal masih dalam jangka pendek sehingga membutuhkan beberapa penyesuaian. Terutama dalam hal

penentuan target pajak daerah.

2)

Potensi pertumbuhan pajak daerah Kota Yogyakarta mengalami peningkatan. Walaupun efisiensi menurun, tetapi temyata rata-rata pertumbuhan pajak daerah mengalami kenaikan setelah Undang-Undang perpajakan Nomor 34 Tahun 2000, terutama untuk pajak hotel, reklame dan penerangan jalan. Kondisi ini dimungkinkan karena kondisi

(12)

Analisis PotensiPajak..., Dedy Haning dan Wirawan Endro DwiRadianto

ekonomi sudah mulai membaik dibandingkan kondisi dimulainya krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997. Arus wisatawan asing maupun domestikmulai meningkat dan sektor

riil

sudah mulai pulih dengan meningkatkan usaha iklan melalui reklame-reklame.

3)

Potensi kontribusi pajak daerah Kota Yogyakarta sebagian besar mengalami penurunan.

Walaupun pertumbuhan pajak meningkat, tetapi kontribusinya untuk penerimaan daerah ternyatamengalamiperubahan, hal ini dimungkinkankarenapos-pospenerimaan daerah Iain selain pajak meningkat baik dalam jumlah jenis penerimaan dan jumlah rupiah penerimaan lainnya.

4)

Tingkat matriks potensi pajak daerah Kota Yogyakarta sebagian besar stabil. Sebagian besar potensi pajak daerah Kota Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan positif dan berpotensi memberikan kontribusi kepada pendapatandaerah. Satu pajak daerah yang mengalami perubahan potensi yaitu pajak hiburan dari terbelakang menjadi berkembang.

Keterbatasan Penetitian dan lmplikasi untuk Penetitian Selanjutnya

Beberapa keterbatasan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

I

)

Penelitian hanya dibatasi pada wilayah kota Yogyakarta sehingga penelitian selanjutnya dapat dilanjutkan dengan mengambil daerah lain.

2)

Obyek penelitian adalah pajak daerah, sementara pungutan lain yang diberlakukan di

daerah adalah retribusi. Oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan semua unsur pajak daerah dan retribusi sehingga didapatkan hasil yang komprehensif mengenai potensi pajak dan retribusi daerah.

3)

Periode pengamatan hanya enam tahun sehingga kemungkinan besar apabila periode diperpanjang, maka dapat dianalisis lebih akurat.

Daftar Pustaka

Mulyanto, 2002, Potensi Pajak Daerah

di

Kawasan Subosuka Wonostraten Propinsi Jawa

kngah -

Regional University Research on Decentralization in Indonesia, The IRIS Center of The University Research Corporation International University of Maryland.

Peraturan PemerintahNo. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor

18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor

34

tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Riyardi,

Agung,

2002, Potensi Pajak dan Retribusi Daeroh

di

Kabupaten Sukoharjo

-

Regional University Research on Decentralization

in

lndonesia. The IRIS Center ofThe University Research Corporation Intemational University ofMaryland.

Undang-Undang no.

22Tahtn

1999 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang no. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Isu pembagian manfaat di dalam Draf Akademik RUU Pengelolaan Sumber Daya Genetika, telah menguraikan pembagian manfaat, yaitu: 24 (i) perlu menjamin penggunaan

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai kadar air, nilai berat jenis (specific gravity), nilai batas cair, nilai batas plastis, indeks plastisitas, nilai persentase

Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: bagaimana metode penentuan arah kiblat kitab Maraqi al-‘Ubudiyah karya

Data yang didapat kemudian dimplementasikan kedalam Fuzzy Logic menghasilkan Sistem Pendiagnosa Hipokalemia Menggunakan Metode Fuzzy Inference System Tsukamoto. Sistem ini

Berapa banyak material yang dipergunakan untuk kepentingan proses produksi dalam suatu periode akan dapat diperkirakan oleh manajemen perusah^n dengan mendasarkan pada

: Meningkatkan penglibatan murid dalam pelbagai aktiviti RIMUP : Memperkenalkan budaya berbilang kaum dalam aktiviti bercerita : Julai hingga Oktober. : Murid-murid Tahun 1

(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1), TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan

Berdasarkan uraian perancangan sistem informasi pembelajaran jarak jauh materi komputer berbasis web ini dapat diambil kesimpulan yaitu : pembelajaran jarak jauh (praktek)