BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan kegagalan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
elektrolit akibat kerusakan struktur ginjal yang progresif. Gagal ginjal
kronik disebabkan penurunan fungsi ginjal karena produk akhir
metabolisme tertimbun dalam darah sehingga mengakibatkan
terjadinya uremia. Semakin banyak timbunan produksi sampah, gejala
kerusakan ginjal ginjal semakin berat, seperti kelemahan, gangguan
tidur, gangguan hormon, impotensi, infertilitas, gangguan kulit serta
gangguan kognitif (Muttaqin, 2011).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang irreversibel
yang diakibatkan karena berbagai macam cidera pada gonjal yang
mengakibatkan sindrom klinis yang disebut uremia (Emanuelsen &
Rosenlicht 2010). Gagal ginjal kronik yang perlu diketahui adalah
penyakit gagal ginjal kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal
dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) <15 mL/menit. Perubahan
keadaan fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi proses
akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut dengan uremia. Pada
keadaan uremia dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk mengambil
alih fungsi dalam mengeliminasi toksin tubuh sehingga tidak terjadi
Beberapa penyakit yang dapat merusak nefron dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronik. Penyebab utama penyakit gagal
ginjal kronik adalah diabetes melitus yaitu sebesar 30%, hipertensi
24%, glomerulonhepritis 17%, chronic pyelonephritis 5% dan yang
terkhir tidak diketahui penyebabnya sebesar 20% (Milner, 2003).
Patofisiologi pada gagal ginjal kronik tergantung dari penyakit yang
menyebabkan. Pada awal perjalannya, keseimbangan cairan dan
penumbukan produksi sisa masih bervariasi dan bergantung pada
bagian ginjal yang sakit. Nefron yang rusak meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses
tersebut. Seiring dengan semakin banyaknya nefron yang mati, nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga
nefron-nefron tersebut mengalami kerusakan dan akhirnya mati. Siklus
kematian ini tampaknya berkaitan dengan nefron-nefron yang ada
untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Seiring dengan progesif
penyusutan dari nefron, akan terjadi pembentukan jaringan parut dan
penurunan aliran darah ke ginjal (Corwin, 2009).
Proses dari kegagalan ginjal masuk ketahap insufisiensi
ginjal. Sisa akhir metabolisme mulai terakumulasi dalam darah sebab
nefron yang sehat tersisa sedikit untuk mengkompensasi nefron yang
tidak berfungsi, yang akan mengakibatkan penumpukan produk sisa
metabolisme di dalam darah tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal akan
terganggu meliputi sistem gastrointestinal, integumen, hematologi,
syaraf dan otot, kardiovaskuler serta endokrin. Pasien gagal ginjal
kronik sering menunjukan manifestasi klinis berbagai keadaan
patofisiologis disfungsi organ yang baik disebabkan oleh penyakit
primer (diabetes melitus) dan efek patologis intrinsik uremia atau
keduanya (Milner, 2003).
Uremia mengacu pada banyak efek yang dihasilkan dari
ketidakmampuan untuk mengekskresikan produk dari metobolisme
protein dan asam amino. Beberapa produk metabolisme tertentu
menyebabkan disfungsi organ. Efek multiorgan uremia juga
disebabkan oleh gangguan dari berbagai metabolisme dan fungsi
endokrin yang biasanya dilakukan oleh ginjal (Milner, 2003). Dari
urutan kejadian di atas akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
dan komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun
sisa hormon metabolisme, maka gejala akan semakin berat. Klien
akan merasa kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari akibat
timbulnya berbagai macam manifestasi klinis tersebut. Beberapa
komplikasi yang timbulkan akan berpengaruh buruk terhadap kualitas
hidup (Corwin, 2009).
Pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan salah
satunya dengan ultrasonografi gagal ginjal. Ultrasonografi saat ini
digunakan sebagai pemeriksaan rutin dan merupakan pilihan pertama
ukuran ginjal masih terbilang normal sedangkan pada gagal ginjal
kronik ukuran ginjal pada umumnya mengecil, dengan penipisan
parenkim, peninggian ekogenitas parenkim dan batas kartikomedular
yang sudah tidak jelas/ mengecil. Ultrasonografi juga dapat digunakan
untuk menilai ukuran serta ada tidaknya obstruksi ginjal (Andika,
2003).
Pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan salah
satunya dengan ultrasonografi gagal ginjal. Ultrasonografi saat ini
digunakan sebagai pemeriksaan rutin dan merupakan pilihan pertama
pada penderita gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal tahap awal
ukuran ginjal masih terbilang normal sedangkan pada gagal ginjal
kronik ukuran ginjal pada umumnya mengecil, dengan penipisan
parenkim, peninggian ekogenitas parenkim dan batas kartikomedular
yang sudah tidak jelas/ mengecil. Ultrasonografi juga dapat digunakan
untuk menilai ukuran serta ada tidaknya obstruksi ginjal (Andika,
2003).
Tallis (2005) menyatakan bahwa psikologis pada pasien
gagal ginjal kronik dapat bervariasi dan sering berhubungan dengan
kerugian, baik aktual maupun potensial, dan telah disamakan dengan
proses kesedihan. Depresi merupakan respon psikologis yang paling
umum dan telah dilaporkan berhubungan dengan harga diri yang
penarikan diri yang sering dilakukan oleh pasien gagal ginjal kronik
untuk melindungi diri dan emosi tak terkendali.
Penderita penyakit gagal ginjal kronik akan mengalami
perubahan dalam hal spiritual. Klien lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan dibandingkan sebelum terkena gagal ginjal kronik dan
melakukan hemodialisa. Mendekatkan diri kepada Tuhan dilakukan
dengan cara menjalankan aturan agama dan tidak berbuat hal yang
dilarang oleh agama. Lebih memikirkan kehidupan untuk bekal
diakherat. Selain dampak spiritual, penderita akan merasa putus asa,
malu, merasa bersalah, hal ini dapat menyebabkan depresi dan harga
diri. Merasa kehilangan pekerjaan dan peran dalam keluarga serta
kehilangan banyak teman. Depresi merupakan hal yang berpengaruh
terhadap kualitas hidup (harga diri) pasien. Adaptasi psikologi yang
dilakukan adalah menjadi sabar, menerima keadaan dan ikhlas
(Farida, 2010).
Pengertian sehat yang dikeluarkan oleh WHO, dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pasien
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, pelayanan kesehatan
dituntut untuk dapat memfasilitasi pasien agar mendapatkan kondisi
kesehatan yang optimal. Perawat sebagai bagian yang integral dari
tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan
terwujudnya kondisi kesehatan yang optimal bagi pasien gagal ginjal
keperawatan yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi
bio-psiko-sosio dan spiritual (Potter & Perry, 2005). Artinya, dalam
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan klien, perawat tidak
hanya berfokus pada permasalahan fisik saja namun juga berperan
dalam mencegah dan menangani masalah psikososial khususnya
harga diri yang menjadi masalah terbesar pada klien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang dapat menurunkan
kondisi kesehatan klien.
2.2 Harga Diri
2.2.1 Pengertian Harga Diri
Harga diri merupakan salah satu bagian dari kepribadian
seseorang yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Coopersmith (1967) Harga diri adalah evaluasi yang di buat oleh
individu dan biasanya berhubungkan dengan penghargaan terhadap
dirinya sendiri, hal ini mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak
setuju dan menunjukan tingkat dimana individu itu menyakini diri
sendiri mampu, penting, berhasil dan berharga. Dariuszky (2004)
mengemukakan harga diri sebagai penilaian seseorang bahwa dirinya
mampu menghadapi tantangan hidup dan mendapat kebahagiaan.
Harga diri menurut Baron & Bryne (dalam Tandy, 2007)
adalah evaluasi diri yang dibuat setiap individu, selama sikap individu
tersebut dalam dimensi positif dan negatif, sedangkan menurut
seluruh pikiran, perasaan, dan pengalaman yang telah seseorang
kumpulkan selama hidupnya. Harga diri menurut Class dan Hedge
(dalam Santoso, 2007) merupakan proses penilaian yang dibuat dan
dipertahankan individu tentang dirinya. Bagaimana proses penilaian
tersebut berasal dari interaksi individu dengan lingkungan serta
menyangkut aspek-aspek yaitu penerimaan perlakuan dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya. Menurut Worchel, dkk
(dalam Santoso, 2007), harga diri dinyatakan sebagai komponen
evaluatif dari konsep diri, yang terdiri dari evaluasi positif dan negatif
tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang.
Maslow (1970) menjelaskan bahwa harga diri adalah
kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri,
kemandirian, kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang
mendapat penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi,
menjadi penting, kehormatan dan apresiasi. Menurut (Ahmadi, 2005)
harga diri adalah perbandingan yang dibuat oleh aku antara diri-real
(diri yang sebenarnya menurut penilaian aku) dengan diri-ideal (diri
yang dicita-citakan oleh aku). Jika diri-real itu tertinggal jauh
dibandingkan dengan diri ideal (yakni menurut penilaian aku-nya, diri
yang nyata jauh tertinggal dibandingkan dengan diri yang
dicita-citakannya) maka akan menyebabkan harga diri rendah.
Keseimbangan antara diri real dan diri ideal akan menghasilkan harga
Dari ungkapan di atas ini dapat disimpulkan bahwa harga diri
adalah penilaian yang dibuat oleh individu tentang sejauh mana
kepercayaan individu terhadap kemampuan dirinya, merasa berarti,
dan menghargai diri sendiri yang diperoleh dari hasil interaksi dengan
lingkungannya yang berupa penghargaan, penerimaan, dan perlakuan
orang lain terhadap dirinya.
2.2.2 Aspek-Aspek Harga Diri
Menurut Coopersmith (1967) aspek-aspek yang terkandung
dalam harga diri ada empat yaitu:
a. Perasaan Berharga
Perasaan berharga merupakan perasaan yang
dimiliki individu ketika individu tersebut merasa
dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain.
Individu yang merasa dirinya berharga cenderung
dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap
dunia di luar dirinya. Selain itu individu tersebut
juga dapat mengekspresikan dirinya dengan baik
dan dapat menerima kritik dengan baik.
b. Perasaan Mampu
Perasaan mampu merupakan perasaan yang
dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu
mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu
nilai-nilai dan sikap Universitas Sumatera Utara 16
yang demokratis serta orientasi yang realistis.
Individu ini menyukai tugas baru yang menantang,
aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu
berjalan di luar rencana. Mereka tidak
menganggap dirinya sempurna tetapi sadar akan
keterbatasan diri dan berusaha agar ada
perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa
telah mencapai tujuannya secara efisien maka
individu akan menilai dirinya secara tinggi.
c. Perasaan Diterima
Perasaan diterima merupakan perasaan yang
dimiliki individu ketika ia dapat diterima sebagai
dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika
seseorang berada pada suatu kelompok dan
diperlakukan sebagai bagian dari kelompok
tersebut, maka ia akan merasa dirinya diterima
serta dihargai oleh anggota kelompok itu.
d. Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Sosial
Proses identifikasi anak dengan orang tua dalam
pembentukan harga diri seseorang. Keluarga
adalah lingkungan pertama yang ditemui oleh
perkembangan hidup seseorang. Di dalam
keluarga seseorang dapat merasakan dirinya
dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai. Sebagai
cara pandang dan evaluasi diri sendiri. Harga diri
merupakan cermin dan kriteria dalam penilaian
orang-orang penting dalam dunia sosial individu,
individu menyesuaikan dan berintergrasi dengan
lingkungan sosialnya dan menginternalisasikan ide
dan sikap yang diekspresikan oleh figure kunci
dalam kehidupannya. Individu cenderung memberi
respon
Maslow (1970), menyatakan bahwa aspek-aspek harga
diri terbagi atas tiga bagian yaitu :
1. Penerimaan diri
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan individu
untuk mampu menghargai dirinya sendiri, percaya diri,
menerima tanggung jawab terhadap perilakunya dan
menerima keadaan dirinya apa adannya.
2. Perasaan dibutuhkan
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan individu
bahwa dirinya diterima oleh lingkungannya, merasa
3. Perasaan mampu
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan indivdu
bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu
dengan baik dan memiliki penghargaan yang tinggi
serta sikap optimis dalam menghadapi masalah
kehidupan.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Diri
Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi harga diri, yaitu:
1. Penghargaan dan Penerimaan dari orang-orang yang
Signifikan harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang
yangdianggap penting dalam kehidupan individu yang
bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan
contoh dari orang-orang yang signifikan. Keluarga
merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama
kali terjadi dalam kehidupan seseorang.
2. Kelas Sosial dan Kesuksesan Menurut Coopersmith
(1967), kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari
pekerjaan, pendapatan dan tempattinggal. Individu
yang memiliki pekarjaan yang lebih bergengsi,
pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi
rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang
keuntungan material dan budaya. Hal ini akan
menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi
meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang
lain.
3. Nilai dan Inspirasi Individu dalam menginterpretasi
Pengalaman Kesuksesan yang diterima oleh individu
tidak mempengaruhi harga diri secara langsung
melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan
nilai yang dipegang oleh individu.
4. Cara Individu dalam Menghadapi devaluasi Individu
dapat meminimalisasi ancamanberupa evaluasi negatif
yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak
hak dari orang lain yang memberikan penilaian negatif
terhadap diri mereka.
2.2.4 Tingkat Harga Diri
Menurut Coopersmith (dalam Dewi, 2010), harga diri
dibagi dalam tiga tingkat yaitu:
1. Harga diri tinggi
Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki ciri: mandiri,
kreatif, yakin akan gagasan-gagasannya, tingkat
kecemasan rendah, mempunyai keyakinan yang tinggi,
melihat dirinya sebagai orang yang berguna dan
kepada kebutuhan, mempunyai pendapat sendiri dan tidak
tergantung kepada orang lain.
2. Harga diri sedang
Individu yang memiliki harga diri menengah memiliki ciri
hampir sama dengan harga diri tinggi, namun disertai
sifat-sifat memandang lebih baik dari kebanyakan orang dan
kurang yakin terhadap dirinya dan selalu tergantung pada
penilaian orang lain.
3. Harga diri rendah
Individu yang mempunyai harga diri rendah memiliki ciri :
kurang mandiri, kurang kreatif, mempunyai rasa cemas
yang tinggi, merasa dirinya kurang berguna bagi orang lain,
kurang berorientasi kepada kebutuhan, harapan-harapan
rendah, kurang percaya diri, malas menyatakan diri
terutama jika mempunyai gagasan-gagasan baru.
Dipihak lain, Clemes (1995) membagi harga diri dalam
dua tingkat yaitu:
1. Harga diri tinggi, yaitu individu yang mampu bertindak
mandiri, merasa bangga dengan prestasinya, menghadapi
tantangan baru dengan penuh antusias, menunjukkan
sederet perasaan dan emosi yang luas.
2. Harga diri rendah, yaitu individu yang selalu berpikiran
Dari pendapat yang di atas dapat disimpulkan bahwa
harga diri terbagi dalam dua tingkat yaitu :
1. Harga diri tinggi, yaitu individu yang mampu
bertindak mandiri, kreatif, yakin akan
gagasan-gagasannya, merasa bangga dengan prestasinya,
menunjukkan sederet perasaan dan emosi yang luas,
tingkat kecemasan rendah, menghadapi tantangan
baru dengan penuh antusias, melihat dirinya sebagai
orang yang berguna, mempunyai harapan-harapan
yang tinggi, lebih berorientasi kepada kebutuhan,
mempunyai pendapat sendiri dan tidak tergantung
kepada orang lain.
2. Harga diri rendah, yaitu individu dengan ciri kurang
mandiri, kurang kreatif, selalu berpikiran negatif,
mempunyai rasa cemas yang tinggi, merasa dirinya
kurang berguna bagi orang lain, mudah dipengaruhi
orang lain, kurang berorientasi kepada kebutuhan,
harapan-harapan rendah, kurang percaya diri dan
malas menyatakan diri terutama jika mempunyai
gagasan-gagasan baru.
Terkadang penilaian pribadi dan orang lain itu
berbeda-beda kepada kondisi fisik ataupun sakit penyakit yang diderita
juga sangat berpengaruh atau berkaitan dengan pembentukan
ataupun tingkatan dari harga diri seseorang selama ia
menjalani hidupnya serta berorganisasi dengan orang lain
disekitarnya baik itu di lingkungan dimana klien itu bekerja dan