SKRIP KARYA SENI
ELING
OLEH :
KADEK INDRA KESUMAJAYA NIM : 2010 02 024
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2014
SKRIP KARYA SENI
ELING
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S-1)
MENYETUJUI
Pembimbing I Pembimbing II
Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si Tri Haryanto, S.Kar., M.Si NIP. 19521215 198503 1 001 NIP. 19620709 199203 1 004
Karya Seni ini telah dipergelarkan dan diuji oleh Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar pada :
Hari, Tanggal : Rabu, 7 Mei 2014
Ketua : I Wayan Suharta, SSKar., M.Si
Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum
Anggota : Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum
Wardizal, S.Sen., M.Si.
I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus. Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si. Tri Haryanto, S.Kar., M.Si.
Skrip karya ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:
Hari, Tanggal : Senin, 12 Mei 2014
Ketua : Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (……..………)
NIP. 19661201 199103 1 003
Anggota : Wardizal, S.Sen., M.Si. (……..………)
NIP. 19660624 199303 1 002
Anggota : I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus. (……..………)
NIP. 19571231 198503 1 014
Anggota : Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si. (……..………)
NIP. 19521215 198503 1 001
Anggota : Tri Haryanto, S.Kar., M.Si. (……..………)
NIP. 196207091992031004
Disahkan pada tanggal : ………..
Mengesahkan Mengetahui
Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan
Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,
Dekan,
I Wayan Suharta, SSKar., M.Si Wardizal, S.Sen., M.Si
MOTTO
JANGAN TAKUT KESALAHAN BILA INGIN
MENEMUKAN KEBENARAN
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penata panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya karya seni beserta skrip karya seni ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Skrip karya seni karawitan ini pada dasarnya merupakan uraian atau deskriptif dari suatu karya seni yang penata garap, dan selanjutnya dipersembahkan kepada penguji sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Ujian Sarjana Seni Program Strata satu (S-1) di Institut Seni Indonesia Denpasar.
Penata menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya karya seni dan skrip karya seni karawitan ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Oleh karena itu melalui kesempatan yang baik ini, ijinkanlah penata menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada yang terhormat :
1. Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum, selaku Rektor di Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah bersedia memberikan motivasi yang sangat bermanfaat dan fasilitas selama ini.
2. I Wayan Suharta, SSKar., M.Si, Dekan Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Seni Indonesia Denpasar, selaku ketua panitia ujian akhir yang telah membantu kelancaran persiapan terselenggaranya Ujian Tugas Akhir pada tahun 2014.
3. Wardizal, S.Sen., M.Si, selaku Ketua Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah membantu persiapan Ujian Tugas Akhir pada tahun 2014 ini.
4. Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si, selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing I penata, yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam proses penggarapan karya seni dan penulisan skrip karya seni serta tuntunan dan arahan yang sangat bermanfaat selama penata menempuh jenjang pendidikan S-1 di Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar.
5. Tri Haryanto, S.Kar., M.Si, selaku Pembimbing II penata, yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam proses penggarapan karya seni dan penulisan skrip karya seni.
6. Para pangelingsir Jero Lanang Tegeh Lumintang yang telah memberikan fasilitas, tempat, bimbingan dan semangat dalam berkreativitas.
7. Anak Agung Ngurah Supartama S.Sn., M.Si, I Ketut Adi Wirahasa S.Sn, I Ketut Suandita, S.Sn, I Wayan Arik Wirawan, S.Sn, I Made Sudama, dan I Gede Mawan, S.Sn., M.Sn yang telah banyak membimbing dan memberikan pencerahan tentang pola pikir mengenai karawitan.
8. Para pemain gamelan yang telah bersedia meluangkan waktu dan membantu dengan ikhlas dalam proses penggarapan komposisi karawitan Eling.
9. Orang tua tercinta I Wayan Maradana dan Made Surati serta kakak tercinta Putu Erik Hermawan dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan baik moral maupun material.
10. Teman-teman Karawitan In Action angkatan 2010 sebagai teman seperjuangan dalam mengharumkan nama seni di Bali.
11. Pacar Tercinta, Dwi Putri Apsari, yang selalu memberikan segenap doa, dorongan dan semangat dalam menempuh Ujian Tugas Akhir ini.
Penata menyadari bahwa karya tulis maupun karya seni ini jauh dari sempurna, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penata mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam rangka penyempurnaan selanjutnya. Semoga apa yang dipersembahkan ada manfaatnya.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, Mei 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN DEWAN PENGUJI KARYA SENI ... iii
HALAMAN DEWAN PENGUJI SKRIP KARYA SENI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ide Garapan ... 3 1.3 Tujuan Garapan ... 5 1.4 Manfaat Garapan ... 5 1.5 Ruang Lingkup ... 6
BAB II KAJIAN SUMBER ... 9
2.1 Sumber Pustaka ... 9
2.2 Sumber Diskografi ... 10
BAB III PROSES KREATIFITAS ... 13
3.1 Tahap Penjajagan (Eksploration) ... 14
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation) ... 18
3.3 Tahap Pembentukan (Forming) ... 23
BAB IV WUJUD GARAPAN ... 30
4.1 Deskripsi Garapan ... 30
4.2 Analisa Pola Struktur ... 44
4.3 Analisa Simbol ... 52 4.4 Analisa Materi ... 54 4.5 Analisa Estetis ... 56 4.5.1 Wujud ... 57 4.5.2 Bobot ... 57 4.6 Analisa Penyajian ... 59 4.6.1 Tata Busana ... 59 4.6.2 Setting Instrumen ... 62 BAB V PENUTUP ... 64 50 5.1 Simpulan ... 64 50 5.2 Saran-saran ... 65 50 DAFTAR PUSTAKA ... 67 52 LAMPIRAN ... 70 54
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tahap Penjajagan (Exploration) ... 16
2. Tahap Percobaan (Improvisation) ... 21
3. Tahap Pembentukan (Forming) ... 26
4. Kegiatan Proses Kreativitas ... 28
5. Simbol Notasi Dalam Karawitan Bali Sistem Pelog Lima Nada ... 53
6. Lambang dan Peniruan Bunyi ... 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gender Rambat Pemade ... 31
2. Gender Rambat Barangan ... 32
3. Gangsa Pemade Gantung ... 33
4. Gangsa Kantil Gantung ... 34
5. Gangsa Jongkok Pemade ... 36
6. Jublag ... 36
7. Jegogan ... 37
8. Kendang bebarongan ... 38
9. Suling ... 39
10. Kempul ... 40
11. Ceng-ceng Ricik (Kecek) ... 40
12. Kemong ... 41
13. Kelenang ... 42
14. Gentorag ... 43
15. Rebab ... 44
16. Foto busana penata ... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nama Pendukung Garapan Eling ... 71
Lampiran 2 Sinopsis Garapan Eling ... 72
Lampiran 3 Notasi Garapan Eling ... 73
Lampiran 4 Susunan Panitia Pelaksana Ujian Tugas Akhir ... 78
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu keunikan yang dimiliki Bali adalah seni budaya. Eksistensi seni budaya Bali terkait dengan agama Hindu yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk yang mendiami pulau kecil ini. Dapat dikatakan bahwa dalam seluruh aktivitas dan hasil karya seni budaya Bali tercium aroma agama Hindu. Dengan kata lain bahwa dalam proses kreatif yang menghasilkan karya seni budaya di Bali, selalu saja mendapat sentuhan agama Hindu sekecil apapun adanya. Hal ini secara nyata dapat diamati dalam seni pertunjukan, seni bangunan, ornamen di Bali, selalu ada sentuhan ritual. Inilah gambaran secara tradisional tentang seni budaya Bali. Namun zaman terus berubah, proses kreatif dan hasil karya seni budaya Bali pun mengalami perubahan. Masuknya ideologi pasar menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan-perubahan mendasar dalam proses kreatif maupun hasil karya seni budaya Bali.
Umat Hindu dalam pelaksanaan upacara agama sering diiringi dengan musik iringan atau sering disebut dengan gamelan. Gamelan yang menyertai pelaksanaan upacara agama itu sering disebut tetabuhan wali (Wawancara dengan Sudama, 03 Februari 2014). Hal ini disebabkan karena terkait erat dengan upacara
puja wali/odalan yang juga merupakan media pendekatan diri antara manusia
dengan pencipta-Nya. Melalui rangkaian upacara yang diselenggarakan, masyarakat secara tidak langsung akan terlibat di dalamnya. Di dalam rangkaian tersebut interaksi dan komunikasi antar masyarakat tidak akan terhindar.
Komunikasi dan interaksi tersebut merupakan misi dari pelantunan puja wakya atau kidung suci secara kongkrit akan sampai pada realitas yang dituju yaitu harmonisasi vertikal-horisontal atau Tuhan dengan manusia dan manusia dengan manusia (wawancara, dengan Supartama, 05 Februari 2014).
Nilai konsekrasi (ritual) dalam upacara Dewa Yadnya sangat terlihat pada
eedan atau proses upacara secara terstruktur. Dari kalangan tua (umur 50 tahun
keatas) masih tetap mempertahankan tradisi yang telah mendarah daging pada jiwanya seperti tetap melangsungkan maecan-ecan dalam upacara khususnya
Dewa Yadnya, namun generasi di bawah 50 tahun sudah menginginkan adanya
efisiensi dalam ritual tersebut, hal ini sering dijumpai pada upacara-upacara di Bali (Wawancara dengan Sutarma, 06 Februari 2014). Globalisasi dan idealisasi mengarah kepada kompetisi global. Perkembangan ini diikuti oleh evolusi mentalitas, gaya hidup, dan modernitas masyarakatnya. Dunia informatika besar pengaruhnya terhadap rasionalisasi, sehingga dapat membuka skat-skat lama yang berakibat instabilitas dalam ritual Yadnya dan berlanjut kemasa transisi. Realita dari hubungan spiritualitas dalam konsep Dewa Yadnya tersebut memberikan inspirasi penata untuk mewujudkannya dalam sebuah ungkapan karya seni karawitan.
Kepekaan terhadap sesuatu yang terjadi di masyarakat perlu diungkapkan untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan. Untuk memediasi pesan tersebut, yang penata gunakan ialah suatu rancang bentuk komposisi tabuh kreasi
petegak Bebarongan dengan menggunakan gamelan Palegongan. Gamelan ini
madya. Gamelan ini berlaraskan pelog lima nada, sama halnya dengan gamelan Gong Kebyar namun ririg atau penempatan nadanya disesuaikan dengan nama
gamelannya. Dipilihnya gamelan Palegongan sebagai media ungkap aplikasi seni dengan alasan bahwa, gamelan Palegongan memberikan kemungkinan untuk digarap karena rasa riligiusitas musikalnya yang tinggi, serta gamelan ini juga terdapat pada teretorial Banjar Adat Lumintang.
Garapan ini dituangkan ke dalam bentuk tabuh kreasi petegak Bebarongan yang masih berpijak pada nafas tradisi dengan judul Eling. Dalam kamus Bali-Indonesia kata Eling berarti ingat. Namun dalam garapan ini judul Eling mengandung arti mengingatkan umat Hindu untuk menghormati proses konsekrasi (ritual) yang sudah mengkristal pada upacara Dewa Yadnya khususnya di wilayah Banjar Adat Lumintang. Tema ini diangkat melihat fenomena yang terjadi di teretorial Lumintang, ketika melaksanakan upacara Dewa Yadnya adanya kemerosotan ritual dimana sering terdengar dengan istilah ngubeng (proses upacara di laksanakan dengan jalan singkat). Dengan karya ini diharapkan bisa mulat sarira (instrospeksi) Eling agar para generasi dapat menjunjung tinggi nilai luhur warisan budaya yang sangat erat dengan upacara agama.
1.2 Ide Garapan
Sebuah proses pembuatan komposisi sudah barang tentu dilandasi oleh ide, yang dapat diwujudkan dalam bentuk karya komposisi. Ide garapan merupakan sumber pemikiran yang integral dibutuhkan dalam perwujudan karya komposisi. Dalam penentuan ide, diperlukan kontemplasi yang cukup panjang agar ide benar-benar sebagai substansi dasar pada sebuah karya. Ketika ide
sebagai substansi karya, maka tampak jelas struktur penggarapannya. Kejelasan merupakan gambaran terang yang merefleksikan segala bentuk imajinatif yang lahir dari proses kontemplasi atau perenungan. Menemukan ide bagaikan berkomunikasi dengan burung merpati. Jinak tetapi sulit ditaklukan. Begitu juga ide direnungkan. Bayangan imajinatif memberikan penawaran akan ketidakterbatasan sumber ide.
Dari segala macam bentuk ide yang muncul nantinya didukung oleh kreativitas penciptanya sendiri, karena tanpa ide yang baik tidak akan mendapatkan hasil yang baik. Kecakapan didalam mengolah ide menjadikan sebuah karya tersebut memiliki arti dan identitas yang tinggi. Para seniman karawitan Bali berangkat dari akar budaya tradisionalnya memburu identitas Bali dalam perkembangan seni karawitan bali. Terinspirasi dari fenomena yang terjadi diteritorial Banjar Lumintang, ketika melangsungkan ritual maecan-ecan dalam Upacara Dewa Yadnya adanya kemerosotan ritual dimana sering terdengar dengan istilah Ngubeng yang artinya proses upacara yang dilakukan secara singkat. Berdasarkan obsesi dan interpretasi tersebut, penata mewujudkan serta mentransformasikannya ke dalam sebuah komposisi karawitan petegak
Bebarongan dengan media ungkap gamelan Palegongan, dengan judul Eling.
Dalam karya komposisi karawitan ini, realita proses konsekrasi tersebut digarap dan dipresentasikan lewat pengolahan unsur-unsur musik yang terdapat dalam gamelan Palegongan. Komposisi karawitan tabuh kreasi petegak
yakni pengolahan unsur-unsur musik dan elemen tradisi, seperti: ritme, melodi, dinamika, dan tempo sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
1.3 Tujuan Garapan
Setiap aktivitas baik berupa karya maupun pekerjaan pasti mempunyai tujuan tertentu. Begitu juga halnya pada penciptaan komposisi karawitan tabuh kreasi petegak Bebarongan Eling ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1) Untuk menambah wawasan dalam menciptakan sebuah karya tabuh kreasi
petegak Bebarongan, yang dapat berguna bagi masyarakat khususnya di
wilayah Banjar Adat Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara.
2) Sebagai bahan pengolahan kreativitas untuk mendapatkan inspirasi, ide-ide yang lebih baik dikemudian hari.
3) Untuk mengangkat dan memperkaya gending-gending Bebarongan, sehingga keberadaan gending Bebarongan menjadi diperhatikan.
1.4 Manfaat Garapan
Manfaat yang penata dapat petik dalam garapan yang berjudul Eling adalah:
1) Meningkatkan kreativitas, pengalaman, serta menambah wawasan dalam berkarya seni yang nantinya sangat berguna, baik bagi penggarap maupun masyarakat.
2) Bagi penata sebagai evaluasi diri dalam pemahaman betapa pentingnya warisan leluhur baik seni maupun tradisi serta mengaplikasikan hasil belajar sekaligus mengukur kemampuan didalam berkreativitas seni. 3) Sebagai kontribusi khazanah sajian musik di Institut Seni Indonesia
Denpasar yang kiranya bermanfaat sebagai motorik serta bahan perbandingan dalam meningkatkan karya seni karawitan.
1.5 Ruang Lingkup
Menghindari salah tafsir dan kerancuan dalam mengapresiasi karya musik ini, perlu ditekankan batasan-batasan agar ke depan penilaiannya dapat difokuskan dengan tepat dan sesuai substansinya. Batasan yang diambil dari karya seni karawitan tabuh kreasi petegak Bebarongan Eling ini, antara lain:
1) Komposisi karawitan Eling ini merupakan sebuah tabuh kreasi petegak
Bebarongan yang terrefleksi dari kegiatan upacara Dewa Yadnya di
wilayah Banjar Adat Lumintang yang berpedoman pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Jalinan melodi digarap secara estetis tanpa meninggalkan kesan tradisi baik dalam teknik pemukulan, pengolahan nada, pengolahan tempo, dinamika dan melodi, sesuai dengan konsep yang digunakan. Unsur- unsur tersebut penata olah sehingga secara struktural karya yang berjudul Eling bisa memberikan sentuhan logika auditif.
2) Media yang dipergunakan dalam garapan tabuh kreasi petegak
Bebarongan Eling ini adalah gamelan Palegongan. Gamelan ini adalah
• Dua tungguh gender rambat pemade • Dua tungguh gender barangan
• Dua tungguh gangsa gantung pemade • Dua tungguh gangsa gantung kantilan • Empat tungguh gangsa jongkok • Empat buah suling
• Dua tungguh jublag • Dua tungguh jegog • Sebuah rebab • Sebuah gong • Sebuah kajar
• Sebuah ceng-ceng ricik • Sebuah kemong
• Sebuah klenang • Sebuah gentorag
• Sebuah kendang Bebarongan.
3) Secara struktur idealnya karya komposisi karawitan Eling ini terdiri dari IV bagian yaitu bagian I (kawitan), bagian II (pengawak), bagian III (penyalit), dan bagian IV (pengecet) yang mana bagian-bagian tersebut memiliki suasana dan nuansa sendiri. Hal ini dikaitkan dengan upacara
maecan-ecan yang diangkat kedalam sebuah garapan karawitan Bali.
4) Garapan komposisi Eling disajikan secara konser/instrumental dalam durasi waktu kurang lebih 12 menit. Penyajian karya ini didukung oleh 26
orang penabuh. Karya ini disajikan di gedung Natya Mandala, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
BAB II KAJIAN SUMBER
Penulisan karya ilmiah selalu dilandasi oleh sumber tertulis maupun tidak tertulis yang dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan sebuah garapan tabuh kreasi petegak Bebarongan Eling. Sumber tersebut tentunya memberikan manfaat sehingga garapan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan acuan adalah sebagai berikut :
2.1 Sumber Pustaka
Dalam membuat skrip karya ini penata mempergunakan tinjauan sumber berupa buku, berguna untuk memudahkan dan lebih memperlancar proses penyusunan skrip karya itu sendiri. Buku-buku yang penata gunakan adalah :
Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali, oleh I Made
Bandem, 1991. Sumber tertulis ini membahas tentang ubit-ubitan yang jumlahnya mencapai 14 jenis, antara lain Bebaru, Aling-aling, Kabelit, Kabelet, Kabelet
Ngecog, Oles-olesan, Ubitan Nyendok, Nyalimput, Nyalimped, Gagelut, Gagulet, Tulak Wali, Aling-aling Cungguh Temisi, Gagejer. Beberapa dari 14 teknik
tersebut dijadikan dasar dalam mengembangkan teknik permainan yang digunakan dalam garapan ini.
Metode Penyusunan Karya Musik, oleh Pande Made Sukerta. 2011.
(Sebuah Alternatif). ISI Press: Surakarta dalam buku ini mengemukakan cara menyusun karya musik. Sumber ini sebagai acuan dalam menyusun garapan yang karya musik yang berjudul Eling.
Prakempa; Sebuah Lontar Gamelan Bali, oleh I Made Bandem, tahun
1986. Buku ini memuat tentang aspek-aspek dan makna- makna sebagai sebuah bentuk karawitan bali yang pada hakikatnya berintikan tattwa (filsafat dan logika), susila (etika), lango (estetika), dan gegebug (teknik) yang berkaitan dengan gamelan yang ada dalam karawitan Bali.
Buku Ajar; Metode Penciptaan Seni Karawitan oleh I Ketut Garwa,
2007. Buku ini menjelaskan tentang metode penciptaan seni karawitan secara komprehensif disertai cara-cara penggarapan seni karawitan dan mengungkap beberapa seniman karawitan. Buku ini digunakan sebagai acuan yang di dalamnya berisikan penjelasan mengenai proses penciptaan seperti eksplorasi, improvisasi, dan pembentukan karena dalam menciptakan karya-karya baru selalu melalui proses yang cukup panjang disertai pemikiran matang.
Kendang Bebarongan Dalam Karawitan Bali; Sebuah Kajian Organologi, oleh I Gde Made Indra Sadguna, tahun 2010. Di dalam buku ini
penata menjadi lebih mengerti bagaimana mengolah pupuh-pupuh yang lazimnya digunakan di dalam permainan kendang Bebarongan dari pupuh yang paling sederhana hingga pengembangannya. Hasil analisis Indra tersebut memberikan masukan bagi penata bahwa seperti itulah cara pengembangan sebuah pola hingga menjadi bervariasi dan beragam.
2.2 Sumber Diskografi
Dalam karya ini penata juga mencari sebuah motif-motif garapan dari beberapa tabuh Bebarongan yang sudah ada sebagai acuan untuk membuat sebuah tabuh Bebarongan yang baru. Jadi penata melakukan beberapa tahap
penelitian melalui rekaman yang telah ada untuk dijadikan sebuah patokan atau pedoman dalam menggarap sebuah tabuh petegak Bebarongan, diantaranya penata mempergunakan rekaman atau audio sebagai berikut :
Rekaman Mp3 tabuh petegak Bebarongan “Sembur Tangi” karya Dr. I Wayan Sudirana, S.Sn., MA tahun 2010. Dalam rekaman ini penata mendapat pengetahuan mengenai pola-pola hitungan yang dapat di pakai sebagai sumber diskografi.
Rekaman Mp3 tabuh petegak Bebarongan “Buda Kecapi” karya I Wayan Darya. Dalam rekaman ini penata mendapat inspirasi tentang pengolahan melodi dan motif aksen-aksen.
Rekaman video ujian tugas akhir ISI Denpasar “Ngunya” karya I Putu Gede Suardika tahun 2010. Dalam rekaman video ini penata menemukan pengembangan-pengembangan pola melodi dan kotekan sebagai inspirasi dalam penggarapan tabuh petegak Bebarongan Eling.
2.3 Wawancara
Anak Agung Ngurah Supartama, S.Sn., M.Si dalam wawancara ini penata mendapat motivasi dan semangat untuk membulatkan tekad dengan ide
maecan-ecan dan memberikan masukan tentang media ungkap yang akan di pakai. Ide maecan-ecan ini penata dapatkan bersama Ngurah Supartama pada saat ngayah menabuh di Pura Ibu Sari Lumintang yang saat itu melakukan rangkaian maecan-ecan dalam upacara Piodalan. Ngurah Supartama juga berpesan kepada penata
agar nantinya penata tetap menghargai dan melestarikan tradisi yang sudah turun-temurun diwarisi oleh leluhur kita.
I Ketut Suandita, S.Sn dalam wawancara ini penata mendapat informasi tentang bagaimana cara mengolah tabuh Bebarongan agar masih tetap berbau
tabuh Bebarongan klasik tidak seperti kekebyaran. Dalam wawancara ini juga
penata mendapat informasi mengenai media ungkap yang di pergunakan oleh penata disebut gamelan palegongan bukan gamelan Bebarongan karena di tempat tinggal penata, media ungkap tersebut disebut gamelan Palegongan.
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Mewujudkan suatu karya sangatlah perlu bahan pemikiran serta sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan sebuah hasil yang memuaskan. Begitu pula seperti proses dalam menggarap suatu gending yang berkaitan dengan karawitan sangat perlu peranan dari proses itu sendiri, karena proses sangatlah berkaitan dengan hasil yang akan dicapai. Kalau menjadikan target hasil yang positif dalam membuat sebuah karya, maka di sini memerlukan proses yang positif pula. Hal-hal yang mendukung untuk membuat hasil karya yang positif menurut penata adalah keseriusan dari mulainya berproses, yaitu mencari ide dan mencari hari yang baik untuk memulai. Kalau semua hal tersebut bisa dilalui maka akan sangat mungkin mendapatkan suatu hal yang baik. Tetapi malah sebaliknya, kalau hal tersebut tidak berjalan sesuai keinginan penata mendapatkan hasil yang kurang memuaskan atau kurang baik. Penata berpendapat bahwa dalam melakukan atau membuat sebuah karya yang baru diperlukan proses yang sangat bagus.
I Ketut Garwa menjelaskan bahwa proses kreatif ada dalam diri pencipta itu sendiri, karena dalam berproses sangat dibutuhkan pemeliharaan, waktu, dan pelatihan secara terus-menerus. Lebih lanjut I Ketut Garwa memberikan pengertian bahwa seorang seniman harus mampu mengolah apa yang ada dalam dirinya sendiri melalui keyakinan yang dimiliki. Melalui penerapan waktu yang efisien disertai kedisiplinan dalam pelatihan, karya seni akan dapat terwujud tepat pada waktunya (Garwa, 2007:31).
Hal tersebut di atas mengarahkan penata melakukan proses kreatif dalam garapan Eling. Selanjutnya dalam garapan ini penata meminjam konsep yang dikemukakan oleh Alma M. Hawkins dalam bukunya Creating Through Dance, bahwa penciptaan suatu karya seni itu ditempuh melalui tiga tahapan yaitu, eksplorasi, improvisasi, dan forming (Y. Sumandiyo Hadi, 1990:36). Ketiga tahapan tersebut diaplikasikan dalam proses penggarapan tabuh kreasi petegak
Bebarongan Eling. Dalam garapan ini pula penata menggunakan tahapan-tahapan
ini sebagai acuan yang penggarap gunakan sebagai patokan dalam membuat
gending.
3.1 Tahap Penjajagan (Exploration)
Tahap penjajagan adalah proses awal dari penciptaan sebuah karya seni dalam wujud atau bentuk apapun. Dalam fase awal ini, merupakan bagian penting dari proses penciptaan karya seni, karena disinilah ide yang akan dijadikan garis besar atau pondasi dari garapan yang ingin diwujudkan.
Awal pertengahan Desember 2013 sampai dengan awal Januari 2014 penata mulai memikirkan dan merenungkan ide untuk membuat sebuah komposisi karawitan ditujukan sebagai karya Tugas Akhir (TA). Pencarian ide adalah hal utama karena memerlukan proses dan waktu yang cukup lama, berawal dari upacara puja wali/odalan di pura-pura yang terdapat di banjar Lumintang dijadikan sebagai landasan ide dalam mewujudkan sebuah komposisi. Pencarian ini penata lakukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis melalui literatur terkait dengan garapan maupun berupa rekaman musik (mp3), dan video garapan Ujian Tugas Akhir yang telah dipertunjukkan sebelumnya.
Salah satu seniman banjar Lumintang, yaitu Ngurah Supartama dan teman-teman Karawitan angkatan 2010 memberikan ide untuk menggarap sebuah komposisi dengan menggunakan media ungkap gamelan Palegongan. Rencana ide penggunaan gamelan Palegongan sesungguhnya telah dipikirkan oleh penata sebelum mendapatkan mata kuliah Komposisi Karawitan IV yang diharuskan untuk menggarap sebuah karya musik kontemporer. Penata memilih menggunakan instrumen kempur, tawa-tawa, gong dan simbal sebagai media ungkap dengan judul garapan Ketawa Gombal, namun garapan Ketawa Gombal ini hanya penata gunakan untuk memenuhi nilai Komposisi Karawitan IV dan penata tidak berkeinginan melanjutkan garapan musik kontemporer ini untuk Ujian Tugas Akhir (TA).
Dalam tahap ini penata sudah termotivasi untuk memilih secara tegas gamelan Palegongan sebagai media ungkap karena ditempat tinggal penata dalam teretorial Banjar Adat Lumintang terdapat gamelan Palegongan, selain itu penata juga tertarik ingin menggarap tabuh kreasi petegak Bebarongan dengan menggunakan media ungkap gamelan Palegongan secara utuh dengan tidak menambahkan instrumen-instrumen dari gamelan yang lain. Judul Eling ditetapkan sebagai bingkai dari tabuh kreasi petegak Bebarongan ini.
Setelah penentuan judul garapan, maka dilakukan pemilihan pendukung karawitan yang berkualitas dan ada juga pendekatan terhadap teman-teman karawitan untuk mendapatkan informasi mengenai pendukung tersebut. Penata menentukan pendukung dari segi kemampuannya dalam memainkan gamelan, teknik yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab dengan instrumen gamelan
yang dimainkan sehingga siap mendukung lancarnya proses penggarapan yang diwujudkan. Dalam hal ini penata menggunakan pendukung dari Sekaa Gong Gita Jaya Semara Banjar Adat Lumintang, tetapi karena keterbatasan pendukung maka penata mencari pendukung tambahan di kampus UNHI mahasiswa semester II dan di kampus ISI Denpasar.
Tabel 3.1
Tahap Penjajagan (Eksplorasi)
Bulan Desember tahun 2013 sampai dengan Maret tahun 2014
Periode Waktu (1) Kegiatan (2) Hasil yang dicapai (3)
Desember 2013 sampai Januari 2014
Memikirkan dan merenungkan ide untuk membuat sebuah komposisi karawitan ditujukan sebagai karya Tugas Akhir (TA)
Menemukan ide untuk menggarap sebuah komposisi dengan menggunakan media ungkap gamelan Palegongan Minggu I Januari 2014
Dalam mata kuliah Komposisi Karawitan IV, mahasiswa diharuskan untuk membuat karya kontemporer
Untuk mata kuliah ini, penata menemukan ide untuk menggunakan instrumen kempur,
tawa-tawa, gong dan simbal
sebagai media ungkap dengan judul garapan Ketawa Gombal Minggu IV tanggal
21 Januari 2014
Ujian komposisi
dilaksanakan dengan judul garapan “Ketawa Gombal”
Penata mendapat nilai yang cukup
Minggu I sampai Minggu II Februari 2014
Mencari refrensi, berdiskusi dengan sesepuh dan seniman di Banjar Lumintang
Mendapatkan masukan dan saran serta motivasi untuk membulatkan tekad mengenai konsep garapan dan media ungkap yang akan dipakai sebagai karya Tugas Akhir (TA)
(1) (2) (3)
Minggu III Februari 2014
- Melaksanakan Ujian Proposal dengan
mengajukan karya “Eling” sebagai karya Tugas Akhir (TA)
- Memantapkan ide garapan dan mencari beberapa referensi yang mendukung ide garapan
- Dorongan pembimbing, orang tua, sesepuh serta teman-teman lebih mengarahkan penata pada
penggunaan gamelan
Palegongan karena
dari sejak kecil penata sudah menggeluti bidang itu
- Menemukan tema garapan yaitu Upacara
Puja Wali/Odalan
dengan konsep Dewa
Yadnya, yang
kemudian
ditetapkanlah judul
Eling yang berarti
ingat (refrensi didapatkan dalam kamus Bali-Indonesia) Minggu IV
Februari 2014
Menetapkan struktur garapan agar sesuai dengan ide garapan
Menetapkan struktur garapan yang terdiri dari bagian I, bagian II, bagian III dan bagian IV Minggu I
Maret 2014
Memikirkan dan mencari pendukung terkait dengan kebutuhan garapan yang akan dibuat
Menemukan dan
menetapkan pendukung karawitan yang sesuai dengan keinginan penata, yaitu mahasiswa UNHI Denpasar semester II, dan sekaa Gong Gita Jaya Semara Banjar Lumintang Denpasar
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation)
Tahap berikutnya yakni tahap dilakukan percobaan. Dalam tahap percobaan penata mulai menuangkan ide yang penata alami dengan melihat secara langsung rangkaian pada saat maecan-ecan kedalam bentuk komposisi karawitan
tabuh kreasi petegak Bebarongan. Dalam tahap ini penata mulai memikirkan
motif-motif yang penata temukan dan tulis secara manual khususnya untuk penuangan bagian I. Sebelum pada proses penggarapan, penata terlebih dahulu mengadakan upacara nuasen (menentukan hari baik) untuk memulai latihan bersama. Nuasen yaitu mencari hari baik dengan melakukan upacara persembahyangan memuja Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa
Iswara.
Kegiatan nuasen ini penata awali dengan melakukan persembahyangan ditempat yang sudah ditentukan oleh penata yaitu di Merajan Agung Jero Lanang Tegeh Lumintang pada tanggal 7 Maret 2014 pukul 13.00 WITA dengan menggunakan pakaian adat ke Pura. Sebelum menuangkannya kepada pendukung, penata mencoba menjelaskan konsep dalam sajian karya seni yang akan dituangkan, agar pendukung paham terhadap apa yang dimaksud oleh penata terhadap karya seni itu. Pada hari pertama latihan dilakukan secara ringan, dengan menuangkan sedikit materi dalam bagian I terlebih dahulu. Setelah latihan berakhir dan bagian I terwujud serta dirampungkan walaupun bentuknya masih kasar, kemudian penata dan para pendukung sepakat untuk menentukan jadwal latihan selanjutnya. Penata melakukan bimbingan dan konsultasi mengenai masalah skrip karya seni dengan kedua dosen pembimbing pada tanggal 10 Maret
2014 dengan skrip karya seni diperbaiki agar sesuai dengan pedoman tugas akhir dan penulisannya sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang tercantum dalam buku EYD, serta bersifat ilmiah dan akademis. Latihan kedua kemudian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2014 penata kembali mengulang pencapaian yang telah didapatkan pada latihan pertama sekaligus memantapkan bagian I. Penata kemudian melanjutkan bagian transisi menuju bagian II, karena cepatnya daya tangkap pendukung akhirnya bagian ini dapat tewujud namun belum dapat terselesaikan hingga akhir bagian II.
Pada tanggal 17 Maret 2014 penata lanjutkan dengan menuangkan lanjutan bagian II, berkat kesungguhan dan kekompakan pendukung proses penuangan bagian II cukup lancar namun dalam bagian II penata masih bingung memasukan beberapa motif ubit-ubitan yang bisa digunakan didalam melodi bagian II ini. Kemudian dilakukan pemantapan lagi secara keseluruhan bagian yang telah dituangkan mulai bagian I, transisi, hingga bagian II yang sudah terwujud namun masih kasar dan masih perlu diberikan aksen-aksen dan ornamentasi pada bagian-bagian tertentu. Selanjutnya latihan dilakukan pada tanggal 19 Maret 2014, penata mengulang kembali bagian yang sudah terbentuk dan penata menambahkan aksen-aksen yang sudah penata temukan pada bagian II. Pada tanggla 20 Maret 2014 penata membatalkan bimbingan karya karena penata berhalangan untuk latihan karena upacara Pitra Yadnya, namun bimbingan hanya dilakukan dengan mendengarkan rekaman audio kepada dosen pembimbing di kampus ISI Denpasar.
Selanjutnya pada tanggal 21 Maret 2014 penata kembali melakukan latihan dengan mengulang dan memantapkan bagian II hingga ditemukan keutuhan dari bagian II ini. Penata kembali melakukan latihan terakhir tanggal 23 Maret 2014 dibulan Maret setelah sebelumnya disepakati dengan para pendukung yang bertepatan memasuki hari raya besar umat Hindu yaitu Nyepi, penata menambahkan transisi bagian II menuju pada bagian III. Penuangan transisi bagian II yang cukup lancar, menjadikan penata untuk langsung menuangkan bagian III, pada bagian III belum dapat terwujud secara utuh dikarenakan keterbatasan waktu para pendukung. Minggu ke V dan VI pada bulan Maret yang merupakan bertepatan menjelang hari raya Nyepi latihan diliburkan karena sebagian besar pendukung sedang sibuk dengan mempersiapkan hari Pengrupukan. Latihan selanjutnya diadakan setelah hari raya Nyepi, yaitu pada tanggal 3 April 2014. Penata melanjutkan bagian III yang tertunda pada latihan sebelumnya dan berkat semangat para pendukung, bagian III dapat terselesaikan. Pengulangan demi pengulangan dilakukan agar para pendukung memahami materi garapan yang telah dituangkan, serta menghaluskan bagian-bagian yang masih kasar. Latihan kembali dilanjutkan pada tanggal 7 April 2014 penata melanjutkan menambahkan bagian transisi III menuju bagian IV, dengan terselesainya dan lancar bagian transisi ini penata melanjutkan pada bagian IV namun masih bersifat kasar belum rampung hingga bagian akhir. Latihan kembali dilanjutkan pada tanggal 10 April 2014, penata kembali mengulang dari bagian awal hingga bagian akhir yang telah dituangkan penata kepada para pendukung serta penata menambahkan aksen-aksen pada bagian III, dengan terselesaikannya
bagian III ini dan penambahan aksen-aksen sampai bagian III penata merasa sedikit lebih lega karena hanya menambah pada bagian IV sampai selesai.
Tabel 3.2
Tahap Percobaan (Improvisasi) Bulan Maret tahun 2014 Periode Waktu
per Minggu (1) Kegiatan (2) Hasil yang dicapai (3)
Minggu I tanggal 7 Maret 2014
- Memilih hari baik untuk upacara nuasen
- Menjelaskan ide dan konsep garapan kepada pendukung karawitan - Penuangan bagian I
- Melakukan upacara
nuasen di Merajan
Agung Jero Lanang Tegeh Lumintang pada pukul 13.00 WITA - Pendukung memahami
ide dan konsep yang penata sampaikan - Bagian I dapat terwujud
dan dirampungkan, walaupun masih kasar Minggu II tanggal 10
Maret 2014
Minggu II tanggal 14 Maret 2014
- Bimbingan dan konsultasi mengenai masalah skrip karya seni dengan kedua dosen pembimbing
- Melanjutkan bagian transisi menuju bagian II
- Skrip karya seni diperbaiki agar sesuai dengan pedoman tugas akhir dan penulisannya sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang
tercantum dalam buku EYD, serta bersifat ilmiah dan akademis - Bagian transisi sudah
dapat dibentuk dan disambung pada bagian II
(1) (2) (3) Minggu III tanggal 17
Maret 2014
Minggu III tanggal 19 Maret 2014
- Proses penuangan bagian II - Latihan kembali dilanjutkan dan menambah aksen-aksen pada bagian II - Bagian II dapat terselesaikan walaupun masih kasar
- Bagian II masih bersifat kasar dan aksen yang terbentuk masih sedikit Minggu IV tanggal 20 Maret 2014 Minggu IV tanggal 21 Maret 2014 Minggu IV tanggal 23 Maret 2014 - Bimbingan karya
dibatalkan karena penata berhalangan untuk latihan karena upacara Pitra
Yadnya, namun
bimbingan hanya dilakukan dengan mendengarkan rekaman audio kepada dosen pembimbing di kampus ISI Denpasar
- Mengulang dan
memantapkan bagian II - Membuat transisi bagian
II menuju bagian III
- Sudah ditemukan keutuhan dari bagian II - Sudah terbentuk bagian
transisi, namun bagian III belum terwujud secara utuh karena keterbatasan waktu pendukung Minggu V dan VI
Maret 2014
Latihan diliburkan karena sebagian besar pendukung sedang sibuk dengan mempersiapkan hari Pangrupukan
(1) (2) (3) Minggu I tanggal 3
April 2014
- Penuangan kembali pada bagian III
- Secara kasar dari bagian I sampai pada bagian III sudah rampung terselesaikan namun masih kasar Minggu II tanggal 7 April 2014 Minggu II tanggal 10 April 2014 - Melanjutkan bagian transisi menuju bagian IV
- Melanjutkan bagian IV dan menambah aksen-aksen pada bagian III dan IV
- Bagian transisi
terselesaikan dan bagian IV masih kasar belum rampung sampai pada bagian akhir
- Bagian IV sudah terselesaikan, namun aksen-aksen pada bagian III dan IV belum
rampung
3.3 Tahap Pembentukan (Forming)
Tahap pembentukan merupakan tahapan akhir dalam mewujudkan suatu garapan. Dalam tahapan ini, pola-pola yang telah dicoba dan notasi yang telah dibuat dituangkan ke dalam sebuah bentuk yang utuh sehingga akan tercipta sebuah karya seni yang memiliki bobot seni yang tinggi. Untuk menjadikan
gending tersebut menjadi lebih baik maka ada suatu ide dan masukan dari
beberapa pendukung. Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan agar komposisi karawitan ini menjadi lebih rapi dan bersih, sehingga enak untuk didengar, disamping itu juga perlu diberikan pemantapan pada aksen-aksen, watak dan corak tertentu yang ditonjolkan sebagai suatu identitas agar diperoleh sebuah komposisi karawitan yang berkualitas.
Adanya bimbingan karya yang dilakukan pada tanggal 20 April 2014, penata lebih memantapkan kembali latihan dengan para pendukung. Pada tanggal 15 April 2014 penata kembali memantapkan bagian sebelumnya sampai pada bagian akhir yang telah diberi aksen-aksen tambahan. Garapan pun secara utuh sudah terselesaikan namun masih sedikit kasar pada bagian akhirnya. Latihan kembali dilakukan pada tanggal 19 April 2014 dengan memantapkan dan mengulang kembali dari bagian awal hingga akhir. Pada tanggal 20 April 2014 diadakannya bimbingan karya secara utuh dengan dosen pembimbing Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si dan Tri Haryanto, S.Kar., M.Si. serta pada saat itu juga didampingi oleh panglingsir Jero Lanang Tegeh Lumintang, penata memperoleh masukan dan saran yang sangat berarti dalam proses penggarapan karya Eling untuk menjadi lebih baik lagi, mengenai karakter tabuh Bebarongan agar lebih dimunculkan, kemudian bagaimana penambahan motif-motif kotekan dalam bagian II, pemberian dinamika dan tempo pada gending agar lebih dimantapkan serta penambahan waktu sebagai syarat minimal karya yang masih kurang beberapa menit.
Pada tanggal 22 April 2014 latihan dibatalkan karena sebagian besar pendukung mendadak tidak bisa mengikuti latihan. Latihan kembali dilanjutkan pada tanggal 24 April 2014 dengan menambahkan motif-motif kotekan bagian II dan menambah melodi pada bagian IV seperti yang diberi masukan oleh dosen pembimbing, sudah bersifat rampung namun masih kasar. Latihan selanjutnya pada tanggal 25 April awalnya pada bagian II penata melakukan pengulangan sebanyak tiga kali, namun karena masih kurangnya waktu minimal karya penata
memutuskan mengulang bagian II sebanyak empat kali dengan motif-motif dan tempo yang berbeda pada setiap pengulangan.
Setelah tahapan ini dilakukan tahap finishing untuk mengakhiri proses kreativitas dengan lebih menghaluskan dan menghayati garapan. Penjiwaan dan kekompakan pendukung sangat dibutuhkan karena hal tersebut sangat berperan dalam penyampaian kesan dan pesan yang terkandung dalam garapan kepada penikmat. Penata melakukan pembakuan setting yang akan dipergunakan dan akan dicoba pada tanggal 29 April 2014 di panggung Natya Mandala ISI Denpasar sebelum dilakukannya gladi bersih pada tanggal 30 April 2014 serta Ujian Tugas Akhir (TA). Setelah dilakukannya gladi bersih penata kembali melakukan bimbingan dan konsultasi dengan para dosen pembimbing agar garapan komposisi ini semakin rapi dan bersih. Latihan pemantapan kembali dilakukan penata dengan para pendukung pada tanggal 2 Mei 2014 memantapkan bagaimana penjiwaan gending yang telah penata garap agar menyatu dengan konsep yang penata inginkan. Pada tanggal 3 Mei 2014 penata berkeinginan
ngayah megambel di Merajan Agung Jero Lanang Tegeh Lumintang berhubung
adanya upacara Piodalan dimana tempat tersebut penata gunakan sebagai latihan sehari-hari bersama para pendukung.
Tabel 3.3
Tahap Pembentukan (Forming) Bulan April tahun 2014 Periode Waktu
per Minggu Kegiatan Hasil yang dicapai
Minggu III tanggal 15 April 2014
Minggu III tanggal 19 April 2014
- Memantapkan kembali bagian sebelumnya sampai pada bagian IV yang telah terdapat aksen-aksen tambahan - Latihan kembali
dilanjutkan untuk memantapkan dari awal sampai akhir
- Garapan secara utuh sudah terselesaikan namun masih sedikit kasar bagi penata
- Penata masih mendapat permasalahan karena waktu yang masih kurang, dimana belum mencukupi ketentuan syarat minimal sebuah karya komposisi karawitan Minggu IV tanggal
20 April 2014
- Melakukan bimbingan karya secara utuh dengan dosen pembimbing (Pande Gede Mustika, SSkar., M.Si dan Tri Haryanto, S.Kar., M.Si), serta pada saat itu juga hadir panglingsir Jero Lanang Tegeh Lumintang
- Penata memperoleh masukan dan saran yang sangat berarti dalam proses penggarapan karya Eling untuk menjadi lebih baik lagi, mengenai karakter
Tabuh Bebarongan agar
lebih dimunculkan, kemudian bagaimana penambahan motif-motif kotekan dalam bagian II, pemberian dinamika dan tempo pada gending agar lebih dimantapkan serta penambahan waktu sebagai syarat minimal gending yang masih kurang beberapa menit
(1) (2) (3) Minggu IV tanggal 22 April 2014 Minggu IV tanggal 24 April 2014 Minggu IV tanggal 25 April 2014
- Latihan dibatalkan karena sebagian besar
pendukung mendadak tidak bisa mengikuti latihan - Latihan kembali dilanjutkan - Latihan kembali dimantapkan - Bagian II mendapat tambahan motif-motif kotekan dan menambah melodi pada bagian IV yang sudah rampung namun masih kasar - penata melakukan
pengulangan sebanyak tiga kali, namun karena masih kurangnya waktu minimal karya penata memutuskan mengulang bagian II sebanyak empat kali dengan motif-motif dan tempo yang berbeda pada setiap pengulangan Minggu V tanggal 30
April 2014
- Gladi Bersih Penyajian Garapan di Gedung Natya Mandala untuk mencoba stage. - Bimbingan kembali
(1) (2) (3) Minggu I tanggal 2 Mei 2014 Minggu I tanggal 3 Mei 2014 - Latihan pemantapan kembali untuk pementasan TA - Ngayah megambel
Piodalan di Jero Lanang
Tegeh Lumintang
- memantapkan
bagaimana penjiwaan
gending yang telah
penata garap agar menyatu dengan konsep yang penata inginkan
Minggu II tanggal 7 Mei 2014
- Pemantapan menjelang Ujian Tugas Akhir - Pementasan Ujian Tugas
Akhir (TA) Sarjana Seni tahun 2014
Tabel 3.4
Kegiatan Proses Kreativitas
Tahap Kegiatan
Rentang Waktu Penggarapan Desember 2013 Januari 2014 Februari 2014 Maret 2014 April 2014 Mei 2014 Ujian Proposal Penjajagan (Exploration) Percobaan (Improvisation) Pembentukan (Forming)
Gladi Bersih & Ujian TA
KETERANGAN :
: Latihan dengan intensitas ringan : Latihan dengan intensitas sedang
: Latihan dengan intensitas berat
: Ujian Proposal
BAB IV WUJUD GARAPAN
Karya komposisi karawitan secara umum dapat dinikmati melalui media audio. Ada beberapa jenis karya seni karawitan yang masing-masing memiliki identitas atau ciri khas sendiri, seperti: 1) Komposisi klasik merupakan sebuah karya karawitan, baik vocal maupun instrumental yang menggunakan standar-standar baku atau pakem-pakem tradisi, seperti jajar pageh (jatuhnya pukulan instrument tertentu) seperti : penyacah, jublag, dan jegogan. 2) Komposisi kreasi baru adalah sebuah komposisi karawitan yang diaransir baru namun materi tradisi masih tetap menonjol, hal ini dikarenakan yang diinovasi lebih bersifat ornamentasi untuk memberikan kesan baru pada karya tersebut. 3) Komposisi inovatif adalah sebuah karya komposisi yang cendrung penekanannya pada ide-ide baru, sehingga terkesan modernitas karyanya walaupun masih substansinya tradisi. 4) Komposisi kontemporer adalah sebuah karya komposisi karawitan yang sifatnya sementara atau temporer, keberadaannya terlepas dari pakem tradisi (Hadi, 2011:30).
4.1 Deskripsi Garapan
Komposisi karawitan Eling ini merupakan sebuah tabuh kreasi petegak
Bebarongan yang terefleksi dari kegiatan upacara Dewa Yadnya di wilayah
Banjar Adat Lumintang yang berpedoman pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Jalinan melodi digarap secara estetis tanpa meninggalkan kesan tradisi baik dalam teknik pemukulan, pengolahan nada, pengolahan tempo, dinamika dan melodi,
sesuai dengan konsep yang digunakan. Unsur- unsur tersebut penata olah sehingga secara struktural karya yang berjudul Eling bisa memberikan sentuhan logika auditif.
Struktur garapan perlu diaplikasi ke dalam suasana rialita yang terjadi pada saat upacara Dewa Yadnya maecan-ecan, hal ini sangat memberikan pemaknaan pada sebuah karya karawitan, sehingga wujud karya nampak jelas dan tegas. Dalam mewujudkan karya tersebut penata memakai aturan-aturan yang telah mengatur dalam pembuatan sebuah komposisi gending khususnya karawitan Bali, yaitu dengan menggunakan bagian-bagian untuk mendukung suasana yang penata inginkan.
Media yang dipergunakan dalam garapan tabuh kreasi petegak
Bebarongan Eling ini adalah gamelan Palegongan. Adapun instrumen gamelan Palegongan yang digunakan adalah :
1. Gender Rambat Pemade
Gambar 4.1 Gender Rambat Pemade
Instrumen gender rambat pemade dalam gamelan Palegongan pada umumnya berbentuk bilah, yang terdiri dari 13 sampai 14 bilah gantung di atas pelawah. Instrumen gender rambat pemade yang berada di Banjar Lumintang memiliki 13 bilah dengan susunan nada 5713457134571. Gender
rambat memiliki laras pelog lima nada. Instrumen gender rambat pemade
termasuk kedalam musik idiofone karena bunyi yang dihasilkan berasal dari instrumen yang dipukul. Gender rambat dipukul dengan menggunakan dua buah panggul (tangan kiri dan tangan kanan).
Fungsinya:
- Membawakan lagu atau melodi pokok sebagai pengganti ugal dalam gamelan Gong Kebyar.
- Memulai (pengawit gending) 2. Gender Rambat Barangan
Gambar 4.2 Gender Rambat Barangan
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Pada prinsipnya gender rambat barangan pada gamelan Palegongan ini mempunyai bentuk cara main yang hampir sama dengan gender rambat
pemade yaitu memakai dua buah panggul kanan dan kiri dimana pukulannya
disamakan dengan pukulan instrumen penyacah dalam barungan gamelan
Gong Kebyar.
Ukuran dari instrumen ini sedikit lebih kecil daripada gender rambat
pemade. Gender rambat barangan dalam sistem pelarasannya mempunyai
nada berselisih satu oktaf diatas gender rambat pemade. Fungsinya:
• Bersama gender rambat pemade menjalankan melodi, hanya pukulannya lebih kerap seperti pukulan penyacah pada Gong
Kebyar.
• Memberikan tekanan pada sela-sela kalimat lagu. • Membuat jalinan-jalinan.
3. Gangsa Pemade Gantung
Gambar 4.3 Gangsa Pemade Gantung
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Instrumen gangsa pemade gantung merupakan salah satu dari instrumen yang terdapat dalam gamelan Palegongan. Instrumen ini tidak jauh
berbeda bentuknya dengan instrumen gender rambat, bentuk instrumen
gangsa pemade gantung memiliki bentuk bilah, tetapi yang membedakan
adalah bilah yang dalam satu tungguh pelawah terdapat lima bilah. Laras yang terdapat dalam instrumen gangsa pemade gantung yaitu laras pelog lima nada. Adapun susunan nadanya sebagai berikut: 13457
Fungsinya:
• Memberikan ornamentasi dengan pukulan-pukulan yang lebih ritmis yang berupa jalinan-jalinan melodi.
• Memberi tekanan atau membuat angsel bersama dengan kendang dan kecek.
• Melipatkan pukulan jublag.
4. Gangsa Kantil Gantung
Gambar 4.4 Gangsa Kantil Gantung
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Instrumen gangsa kantil gantung merupakan salah satu instrumen gamelan Palegongan yang memiliki ukuran tungguh pelawah dan daun bilah
yang paling kecil. Dalam komposisi garapan ini, instrumen gangsa kantil
gantung memiliki peranan yang tidak jauh berbeda dari instrumen gangsa pemade gantung. Adapun susunan nada yang terdapat dalam instrumen ini
adalah sebagai berikut : 13457 Fungsinya:
• Memainkan ubit-ubitan atau kotekan yang memberi kesan dan suasana yang lebih energik dan dinamis.
5. Gangsa Jongkok Pemade
Gambar 4.5 Gangsa Jongkok Pemade
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Perbedaan gangsa gantung dengan gangsa jongkok tidaklah begitu banyak dilihat dari segi teknik permainan, bentuk dan jumlah nadanya. Perbedaannya hanyalah dari segi bentuk pelawah dan bilahan yang tidak digantung melainkan dipaku.
Fungsinya:
• Membuat jalinan-jalinan melodi seperti halnya dengan gangsa
• Menambah nilai akustik dari suasana lagu 6. Jublag
Gambar 4.6 Jublag
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Instrumen jublag, merupakan instrumen bilah yang digantung dengan susunan nada sebagai berikut : 13257. Instrumen ini merupakan instrumen yang tergolong dalam jenis idiofone yaitu salah satu alat musik yang bunyinya bersumber dari alat itu sendiri. Cara membunyikannya adalah dengan cara dipukul dengan alat yang disebut dengan panggul. Tetapi yang membedakan adalah bentuk dari alat pemukul instrumen jublag dengan instrumen pemade dan kantil, pada ujung bawahnya berisi karet. Instrumen ini memiliki laras
pelog lima nada.
Fungsinya:
• Menghasilkan suara yang lebih halus dan tidak terlalu keras • Menjalankan melodi
7. Jegogan
Gambar 4.7 Jegogan
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Instrumen ini bentuknya hampir sama dengan instrumen jublag, hanya bentuk fisiknya yang lebih besar. Bilah jegogan yang terdapat pada gamelan
Palegongan adalah lima bilah yang tersusun dalam sebuah tungguh yang
sering disebut dengan pelawah. Instrumen ini termasuk kedalam bentuk musik
idiofone yaitu alat musik yang memiliki sumber bunyi dari alat itu sendiri.
Cara membunyikannya adalah dengan cara dipukul memakai alat yang disebut dengan panggul, tetapi yang menjadi perbedaan bentuk dalam panggul
jegogan dengan panggul pemade, kantil, dan jublag adalah panggul jegogan
memiliki bentuk bulat yang menyerupai bentuk panggul instrumen gong. Fungsinya:
• Memperjelas tekanan-tekanan lagu. • Mematok ruas-ruas lagu.
8. Kendang Bebarongan
Gambar 4.8 Kendang Bebarongan
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Instrumen kendang adalah termasuk alat musik membranofone yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari kulit, cara membunyikannya dipukul dengan memakai alat pemukul atau panggul, tetapi bisa juga dipukul dengan tanpa alat pemukul atau dipukui dengan telapak tangan. Dalam garapan ini kendang yang digunakan adalah kendang Bebarongan. Kendang
Bebarongan adalah kendang yang menengah memiliki diameter bagian
depannya 27 cm sampai 28 cm. Kendang ini dimainkan sendiri atau tunggal, tanpa memiliki pasangan yang khusus.
Fungsinya:
• Pemurba irama atau mengatur. • Mengendalikan jalannya gending.
9. Suling
Gambar 4.9 Suling
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Suling merupakan alat musik yang diklafisikasikan sebagai alat musik aerofone yaitu sumber bunyinya berasal dari udara atau angin. Suling dalam
gamelan Bali yang terbuat dari bambu, cara. membunyikannya dengan cara ditiuup.
Fungsinya:
• Menjalankan melodi. • Memperindah lagu.
10. Kempul
Gambar 4.10 Kempul
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Dalam barungan gamelan Palegongan kempul berfungsi sebagai gong, untuk mengakhiri lagu atau sebagai finalis. Dalam garapan ini memakai satu
kempul. Fungsinya: Menandai finalnya atau berakhirnya sebuah gending.
11. Ceng-ceng Ricik (Kecek)
Gambar 4.11 Ceng-ceng Ricik (Kecek)
Ceng-ceng ricik atau kecek merupakan salah satu bagian dari instrumen
gamelan Palegongan, dimana bentuk dari ceng-ceng ricik adalah berbentuk symbal. Garapan ini memakai satu tungguh ceng-ceng ricik.
Fungsinya:
• Memberikan aksen-aksen yang sama dengan kendang, sehingga menimbulkan suasana yang ritmis.
12. Kemong
Gambar 4.12 Kemong
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Kemong adalah instrumen bermoncol yang digantung pada tempat
penggantung yang disebut sang-sangan. Kemong memiiiki bentuk seperti
kempul dan gong, tetapi memiliki ukuran kecil, hampir sama dengan kajar.
Fungsinya:
• Penyeimbang pukulan kempul, karena pukulan kemong, dan kempul identik dengan suasana atau karakter dari Bebarongan.
13. Kelenang
Gambar 4.13 Kelenang
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Kelenang adalah instrumen kecil bermoncol dengan ukuran lebih kecil
dari instrumen kajar dan kemong. Kelenang biasanya dimainkan disela-sela pukulan kajar untuk menuju pukulan kemong dan pukulan kempul.
Fungsinya:
• Mengisi celah-celah diantara pukulan kemong dan kempul untuk memberi kesan yang lebih ramai.
14. Gentorag
Gambar 4.14 Gentorag
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Gentorag adalah nama dari salah satu tungguhan yang bahannya terbuat
dari perunggu. Tungguhan gentorag adalah kumpulan dari genta-genta kecil yang disusun (dirangkai) membentuk sebuah lingkaran. Tiap tungguhan
gentorag biasanya terdiri dari tiga lingkaran dengan pengaturan letaknya
disusun dari yang paling besar di bagian bawah dan yang paling kecil di bagian atas. Pada masing-masing lingkaran, yang paling bawah (besar) menggunakan genta sekitar 32 buah, yang tengah menggunakan genta sekitar 16 buah, dan lingkaran yang paling atas menggunakan genta sekitar 8 buah. Pada ketiga lingkaran ini digunakan genta yang berukuran sama.
Fungsinya:
• Menambah ritmis lagu selain ceng-ceng.
• Meramaikan suasana yang dibunyikan sesuai dengan pukulan gong. • Memperseru suasana dan sebagai suara penghubung.
15. Rebab
Gambar 4.15 Rebab
(Foto dokumen Kadek Indra Kesumajaya, 21 April 2014)
Rebab adalah sebuah alat musik dengan ukuran yang biasanya kecil,
badannya berbentuk bulat, bagian depan badannya seperti perkamen yang terbuat dari kulit domba, lalu memiliki leher yang cukup panjang. Leher panjang ini selain berfungsi untuk memegang alat ini ketika dimainkan, juga sebagai tempat dipasangkan beberapa senar untuk kemudian dimainkan dengan cara digesek di atas 2 dawai senar yang dimilikinya.
4.2 Analisa Pola Struktur
Secara struktur garapan karawitan kreasi Bebarongan ini merupakan karya idealitas, pada konsep ini memiliki fungsi pada pengembangan tujuan manusia, berorientasi pada hidup, aktivitas, dan konsep `representasi`. Idealisasi adalah kenyataan aktual sebagai kelahiran ideal. Secara struktur idealnya karya komposisi karawitan Eling ini terdiri dari bagian-bagian yang mana bagian-bagian tersebut memiliki suasana dan nuansa sendiri. Hal ini dikaitkan dengan upacara
maecan-ecan yang diangkat ke dalam sebuah garapan karawitan Bali.
Bagian-bagian tersebut antara lain:
Bagian I
Bagian pertama (kawitan) merupakan bagian yang memberikan ilustrasi pada rangkaian sebelum upacara maecan-ecan di mulai, diauditifkan dalam bentuk gending. Pada bagian ini diceritakan Para sutri dan Peremas dalem membawa sesajen atau banten dan para Janbanggul (keluarga pemangku) membawakan dupa harum dan wangi-wangian memberikan kesan suasana keagungan. Notasi Bagian I Pengrangrang ..4 3 . . . ..4 5 . . . ..4 3 . . ..4 5 ..4 3 . ..4 5 . ..4 3 . ..4 5 . . .45 7 . . . . 7 . . 7 . 7 77 77 77 . . .17 5 . . .45 7 . . .17 5 . 7 . 5 . 7 . 5 . 7 . 5 . 7 . . . 7 5 .4 3 . . . . . . 3 . . 3 . 3 33 33 33 . ..4 5 . 4 3 . . . ..4 5 . . . ..4 3 . . ..4 5 ..4 3 . ..4 5 . ..4 3 . ..4 5 . . .31 7 .
. . . 7 . . 7 . 7 77 77 77 . . .71 3 . . .13 4 .34 5 7 4 . . . . .34 5 7 4 . . 5 . 4 . 5 4 5 4 5 . 4 .5 7 Gdr 1 11 .5 .7 1 77 .4 .5 7 5 Knd - ^ .^ .^ . . 1 11 .5 .7 1 77 .4 .5 7 55 .4 .5 7 55 .1 .7 5 4 3 1 34 5 5 55 .3 .4 5 7 . . 13 45 4 45 4 4 . . 5 7 1 5 7 4 3 5 4 M1 . . . 1 . . . (3) . . . 4 . . . (5) . . . 1 . . . (7) . . . 3 . . . (4) 2X Gs (4) 54 .4 5 4 34 .3 .4 3 34 .3 .4 3 5 45 .4 5 45 .5 4 5 45 .7 .5 7 57 .7 5 7 57 .4 .5 4 M 2 57 .4 .5 .3 .5 75 43 1 57 .4 .5 .3 .4 .5 .1 (7) 2X 5 7 5 (7) 5 7 5 (7) 5 7 5 (7) 5 7 5 (7)
Sambung Kendang (nunggal) 3 57 .5 .4 3 57 .5 .4 3 75 7 17 .5 53 .5 .3 (4) M 3 3 1 3 4 3 1 34 5 4 3 4 5 4 3 45 7 5 4 1 7 5 4 3 1 3 4 5 1 3 4 5 7 5 4 1 7 5 4 3 1 3 4 5 1 3 4 5 7 . . 45 7 7 7 . . 45 7 7 7 . . 43 1 . . 43 1 1 1 . . 43 1 1 1 . . 34 5 . 4 . 3 . 4 . 5 . 4 . 3 . . .1 (3) Jalannya sajian
Pada bagian I dimulai dengan gender rambat dengan pola pengrangrang, yang disertai dengan instrumen suling, rebab, dan jegogan, dilanjutkan dengan
kawitan yang dilakukan oleh instrumen gender rambat sepuluh ketukan dan
disambung dengan kendang lima ketukan diteruskan dengan permainan bersama dengan bentuk tabuh dua. Selesai main bersama sajian dilanjutkan gender rambat sebanyak enam gatra lebih (35 ketukan), dilanjutkan melodi yang diulang dua kali dengan disertai pola tabuhan gangsa (ngotek). Dari sajian tersebut dilanjutkan permainan bersama disambung dengan pola kendang tunggal kawitan, masuk pola permainan bersama dan dilanjutkan dengan melodi dasar (M3), sajian bagian I selesai.
Bagian II
Bagian kedua (pengawak) menceritakan para Permas dalem, yang diikuti oleh Sutri dan janbanggul mulai melakukan ritual maecan-ecan dengan mengadakan Tabuhan Agung terlebih dahulu. Tabuhan Agung ini bermakna
pengruwatan pertiwi dengan sarana arak berem. Dari ritual ini memberikan
suasana mistis pada rangkaian upacara maecan-ecan.
Notasi Bagian II Knd - - - ^^ - ^ M1 3.4 5 . . 3.5 7 . . 1.7 5 . . 4.5 7 . 7 5 4 . . 3.4 5 . . 1.3 4 . . 3.4 5 . . 4.5 7 . . 1.7 5 . . 4.5 7 . . 1.7 5 . 7 5 4 . . 3.4 5 . . 1.3 4 . . 3.4 5 . . 1.3 4 5 4 3 1 . 3 . 4 5 4 3 1 3 1 7 . 1 7 .1 3 Knd ^^ ^ ^ ^ - .- M2 7.1 3 . . 4.3 1 . . 7.1 3 . . 4.3 1 . 3 1 7 . 7 . 5 . 5 . 7 . 7 . 1 3 1 7.1 3 . 3 . 4 5 4 3.4 5 . 5 .4 3 . 3 .4 5 . 5 .4 3 . 3 .4 5 . 5 .4 3 . 3
.4 5 . 5 .4 3 . 4 5 7 . 7 .5 4 . 4 .5 7 . 7 .5 4 . 4 .5 7 $ . 7 .5 4 . 4 .5 7 . 7 .5 4 . 5 7 # 1 3 1 7 1 3 1 7 5 7 5 4 5 7 . . 1 3 1 7 1 3 1 7 5 7 5 4 5 7 . . 1 3 1 7 1 3 1 7 5 7 5 4 5 4 3 1 3 4x Jalannya sajian
Pada bagian II (pengawak) dimulai dengan tempo lambat, bentuk gending tetap tabuh dua, namun dalam penulisan ini tanda tabuhan gong tidak penata sampaikan, dengan maksud agar lebih nampak bersih. Sajian ini menggunakan dua tempo yaitu tempo lambat (M1) dan tempo cepat (M2), diulang sebanyak empat kali pengulangan yang masing-masing pengulangan menggunakan pola
tabuhan gangsa berbeda-beda pada tempo cepat (M2). Ubit-ubitan gangsa yang
dipergunakan adalah untuk permainan pertama menggunakan ubit-ubitan
nyendok, pengulangan kedua dengan menggunakan pola ubit-ubitan oles-olesan
pada tanda ($) sampai tanda (#) beralih dengan ubit-ubitan gegejer. Pengulangan ketiga menggunakan ubit-ubitan oles-olesan pada tanda ($) sampai tanda (#), dilanjutkan menggunakan ubit-ubitan nyendok. Terakhir atau pengulangan yang keempat menggunakan ubit-ubitan oles-olesan pada tanda ($) sampai tanda (#), dilanjutkan ubit-ubitan oncang-oncangan.