• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN EFFISIENSI MC DONNALD'S DENGAN METODE DATA ENVELLOPMENT ANALYSIS(DEA) DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUKURAN EFFISIENSI MC DONNALD'S DENGAN METODE DATA ENVELLOPMENT ANALYSIS(DEA) DI SURABAYA."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

P

PE

EN

NG

GU

UK

KU

UR

RA

AN

N

E

EF

FI

IS

SI

IE

EN

NS

SI

I

M

MC

C

D

DO

ON

NA

AL

LD

D’

’S

S

D

DE

EN

NG

GA

AN

N

M

ME

ET

TO

OD

DE

E

D

D

AT

A

TA

A

EN

E

NV

VE

EL

LO

OP

PM

ME

EN

NT

T

A

AN

NA

AL

LY

YS

SI

IS

S

(

(D

DE

EA

A)

)

D

DI

I

S

SU

UR

RA

A

BA

B

AY

YA

A

S

SK

KR

RI

I

PS

P

S

I

I

O

Olleehh::

N

NPPMM::00553322001100114411 I

INNDDRRAADDWWII IIRRIIAANNTTOO

J

J

UR

U

RU

US

SA

AN

N

T

TE

EK

K

NI

N

IK

K

IN

I

ND

DU

US

ST

TR

RI

I

F

FA

A

KU

K

UL

LT

TA

AS

S

T

TE

EK

KN

NO

OL

LO

OG

G

I

I

I

IN

ND

DU

US

ST

TR

R

I

I

U

UN

NI

IV

VE

ER

RS

SI

IT

TA

AS

S

P

PE

EM

MB

BA

AN

NG

G

UN

U

NA

AN

N

NA

N

AS

SI

IO

ON

NA

AL

L

“V

VE

ET

TE

ER

RA

AN

N”

J

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan

Tugas Akhir yang berjudul PENGUKURAN EFISIENSI MC DONALD’S

DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DI SURABAYA tanpa ada halangan dan rintangan yang berarti.

Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S-1 di

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam penyelesaian laporan ini penulis tidak mungkin dapat bekerja

sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Untuk itu penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung

telah membantu:

1. Bapak Ir.Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya

2. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya

3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya

4. Ibu Enny Ariyani, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir

5. Dwi Sukma D, ST selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir

6. Seluruh Kepala Unit beserta jajarannya yang telah membantu memberikan

data-data yang dibutuhkan dalam penelitian Tugas Akhir

7. Bapak, Ibu, adik-adik beserta semua keluarga yang selalu memberikan

(3)

8. Teman–teman paralel C 05 dan semua anak Lab. Statistik dan Optimasi

Industri yang selalu memberi aku dukungan dan doa.

9. Honey_ku andina yang selalu membantu dan memberikan dukungan tenaga

dan doa.

Serta pihak-pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu, disini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca, perusahaan serta lembaga pada umumnya.

Surabaya, 22 Maret 2010

(4)

DAFTAR TABEL

2.1 Perbedaan Pendekatan Parametrik dan non-parametrik ………. ..8

2.2. Scale Efficiency ... 33

4.1. Variabel-variabel yang Digunakan dalam Penelitian ... 66

4.2. Pengelompokan Variabel Input dan Output ... 67

4.3. Data Input dan Output Mc Donald’s Wilayah Surabaya ... 68

4.4. Variabel Input dan Output yang Dianalisa Lebih Lanjut ... 70

4.5. Nilai Efisiensi Relatif (Technical Efficientcy) DMU ... 73

4.6. DMU yang Efisien dan Inefisien... 74

4.7. Hasil Perhitungan DEA CRS Primal ... 75

4.8. Besar Bobot Faktor DMU 1 ... 77

4.9. Jarak Euclidean DMU ... 78

4.10. Peer Group DMU Inefisien ... 79

4.11. Nilai Variabel Optimal Model DEA CCR CRS Dual ... 81

4.12. Nilai Variabel Optimal Model DEA BCC VRS Dual ... 82

4.13. Nilai Scale Efficiencty ... 83

4.14. Target Perbaikan DMU 1 ... 88

4.15. Nilai Dual Price DEA CCR CRS Dual DMU 1 ... 90

4.16. Hasil Analisa Sensitivitas DMU 1 ... 94

4.17. Perankingan DMU ... 96

(5)

4.19. Nilai

= k

1 j

ij ijv

w ... 98

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Efisiensi dan Produktivitas ... 6

Gambar 2.2 Ilustrasi CRS, VRS, Pengukuran Berorientasi Input dan Output . 12 Gambar 2.3 Ilustrasi DEA ... 15

Gambar 2.4 Ilustrasi Input Slack ... 30

Gambar 2.5 Ilustrasi Output Slack ... 31

Gambar 2.6 Ilustrasi Skala Ketidakefisienan ... 32

Gambar 2.7 Interpretasi Grafis Output Vs Output ... 41

Gambar 2.8 Interpretasi Grafis Input Vs Output ... 41

Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah ... 53

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 2

1.4Batasan Masalah ... 2

1.5Asumsi ... 3

1.6Manfaat ... 3

1.7Sistematika Penulisan ... 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas dan Efisiensi ... 5

2.2 Konsep Efisiensi Relatif ... 7

2.3 Data Envelopment Analysis (DEA) ... 13

2.3.1 Pengertian DEA ... 14

2.3.2 Penggunaan DEA ... 16

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan DEA ... 18

2.3.4 Model Matematis DEA ... 20

2.3.4.1 Model Constant Return to Scale (CRS) ... 21

(8)

2.3.5 Slack pada DEA ... 29

2.3.6 Scale Efficiency dan Pure Technical Efficiency ... 31

2.3.7 Pembatasan Bobot (Weight Restriction) ... 34

2.3.8 Most Productive Scale Size (MPSS) ... 35

2.4 Aplikasi Data Envelopment Analysis (DEA) ... 36

2.4.1 Peer Group ... 37

2.4.2 Identifikasi Operasi Yang Efisien ... 37

2.4.3 Interpretasi Grafis Model DEA ... 40

2.4.4 Penetapan Target ... 42

2.5 Analisis Korelasi ... 45

2.5.1 Pengantar Analisis Korelasi ... 46

2.5.2 Asumsi Pada Analisa Korelasi ... 47

2.5.3 Proses Dasar Dari Analisis Korelasi ... 47

2.6 Analisis Cluster (Hierarchical Analysis Cluster) ... 49

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.2 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.3 Flowchart Pemecahan Masalah ... 53

3.4 Penjelasan Flow Chart Pemecahan Masalah ... 54

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 61

3.6 Metode Pengolahan Data ... 62

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data ... 65

4.1.1. Pemilihan DMU (Decision Making Unit) ... 65

4.1.2. Penentuan Variabel Input dan Output ... 66

4.1.3. Pengelompokan Input dan Output ... 66

(9)

4.2. Pengolahan Data ... 69

4.2.1. Analisa Korelasi Faktor ... 69

4.2.2. Identifikasi Model Matematis DEA ... 70

4.2.2.1. Model Matematis DEA CCR CRS ... 70

4.2.2.2. Model Matematis DEA BCC VRS Dual ... 71

4.2.2.3. Penentuan Target untuk DMU yang Inefisien ... 72

4.2.2.4. Perangkingan Cook and Kress ... 72

4.2.3. Perhitungan Efisiensi Tiap DMU ... 72

4.2.4. Penentuan DMU Efisien dan Inefisien ... 73

4.2.4.1 Analisa Variabel DEA ... 74

4.2.5. Penentuan Peer Group ... 78

4.2.6. Perhitungan Target Input dan Output ... 80

4.2.6.1. Model DEA CCR CRS Dual ... 80

4.2.6.2. Model DEA VRS ... 81

4.2.6.3. Scale Efficiency ... 82

4.2.6.4. Perhitungan Target ... 84

4.2.7. Strategi Perbaikan dan Analisa Sensitivitas ... 89

4.2.8. Perangkingan DMU ... 96

4.3. Analisa dan Pembahasan ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 104

5.2. Saran ... 105

(10)

ABSTRAKSI

Perkembangan teknologi industri saat ini telah merubah cara pandang perusahaan untuk memperhitungkan bagaimana menjalankan industri yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu diperlukan metode yang tepat untuk mengukur tingkat efisiensi sekaligus memberi evaluasi tentang bagaimana merubah organisasi yang tidal efisien menjadi efisien.

Mc Donald’S adalah perusahaan makanan yang menggunakan sistem penjualan yang relatif hampir sama di setiap wilayah, Mc Donald’S memiliki perolehan laba bervariasi dari setiap tempat yang dimiliki, karena setiap tempat memiliki volume penjualan yang berbeda,dimana setiap tempat harus melayani pelanggan dengan baik, untuk saat ini kondisi Mc Donald’S sering terjadi permasalahan dalam pengoprasionalnya, karena kurang tekunnya karyawan dalam hal pelayanan diantaranya kurang puasnya pelangan terhadap pelayanan yang diberikan, waktu pelayanan yang lama, banyaknya produk yang di pesan jadi tidak bisa d kirim tepat waktu

Dengan adanya masalah tersebut di lakukan penelitian dengan mengunakan metode Data Envelopmen Analysis (DEA), dengan harapan dapat diketahui efisiensi dari masing-masing Mc Donald’S dan melakukan strategi perbaikan bagi Mc Donald’S yang inefisien.

Dari hasil pengolahan metode DEA, didapatkan 4 (empat) Mc Donald’S yang efisien yaitu Mc Donald’s Basuki Rahmat, Mc Donald’s Darmo, Mc Donald’s Meyjen Sungkono, Mc Donald’s Fontana dan 1 (satu) Mc Donald’s yang tidak efisien yaitu Mc Donald’s Mulyosari dengan nilai efisiensi relatif sebesar 0,948976. Dalam rencana strategi perbaikannya, Mc Donald’s Mulyosari mengacu pada Mc Donald’s Fontana. Untuk meningkatkan efisiensi relatif sebesar 100% Mc Donald’s Mulyosari melakukan perbaikan dengan cara mengurangi Jumlah pesanan bahan baku 4,76%, mengurangi Jumlah pegawai 3,84%, mengurangi Waktu pelayanan 15%, mengurangi Jumlah produk rusak 0,8%, meningkatkan Jumlah pelangan 0,02%, meningkatkan Total pesanan0,005%, meningkatkan Jumlah produk terjual 7,43%.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha dewasa ini semakin pesat, baik dalam jenis

usaha perdagangan, industri, jasa maupun media massa. Oleh karena itu,

perusahaan dituntut untuk mampu bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis,

dengan sumber daya ekonomi yang dimiliki, sehingga perlu adanya manajemen

yang baik agar dapat bekerja secara efektif dan efisien untuk mendapatkan laba

yang maksimal.

Mc Donald’S adalah perusahaan makanan yang menggunakan sistem

penjualan yang relatif hampir sama di setiap wilayah. Mc Donald’S memiliki

perolehan laba bervariasi dari setiap tempat yang dimiliki, karena setiap tempat

memiliki volume penjualan yang berbeda,dimana setiap tempat harus melayani

planggan dengan baik.

Untuk saat ini kondisi Mc Donald’S sering terjadi permasalahan dalam

pengoprasionalnya,karena kurang tekunya karyawan dalam hal pelayanan

diantaranya kurang puasnya pelangan terhadap pelayanan yang di berikan, ,waktu

pelayanan yang lama,banyaknya produk yang selalu menunggu,hal ini

menyebabkan sering terjadi komplin dari pelangan.

Dengan adanya masalah tersebut di lakukan penelitian dengan

mengunakan metode Data Envelopmen Analysis (DEA), dengan harapan dapat diketahui efisiensi dari masing-masing Mc Donald’S dan melakukan strategi

(12)

Hasil dari penelitian ini,perusahaan dapat mengetahui faktor input output

apa saja yang mempengaruhi efisiensi daerah pemasaran,evaluasi tingkat efisiensi

dari daerah pemasaran selama ini,dan perencanaan seterategi perbaikan guna

menjadikan daerah yang inefisien menjadi efisien.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan suatu masalah sebagai berikut : “Berapakah efisiensi dari tiap cabang Mc Donald’sdi Surabaya?”.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang permasalahan ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung efisiensi dari tiap cabang Mc Donald’s di Surabaya.

2. Perencanaan strategi perbaikan bagi cabang-cabang Mc Donald’s yang tidak

efisien.

1.4Batasan Masalah

Beberapa batasan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Pengukuran efisiensi ditujukan pada 5 cabang yang berada di kawasan

Surabaya (Mc Donald’s Mulyosari,Mc Donald’s Basuki Rahmat, Mc

Donald’s Darmo, Mc Donald’s Meyjen Sungkono, Mc Donald’s Fontana).

2. Data yang diolah yaitu data yang diperoleh selama periode operasional tahun

2009.

(13)

1.5Asumsi

Asumsi – asumsi yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Harga tidak mengalami perubahan dalam penelitian

2. Pelayanan dilakukan oleh para karyawan yang kompeten dibidangnya.

1.6Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengetahui besarnya tingkat efisiensi dari tiap unit cabang Mc Donald’s di

Surabaya, sehingga dapat diketahui unit-unit cabang Mc Donald’s mana yang

efisien dan inefisien. Sehingga performansi yang diharapkan dapat tercapai.

2. Sebagai arah perbaikan bagi cabang Mc Donald’s yang kurang efisien dengan

jalan meminimumkan input dan memaksimalkan output. Dan bagi cabang Mc Donald’s yang efisien digunakan sebagai contoh bagi cabang Mc Donald’s

yang kurang efisien, sehingga diharapkan cabang Mc Donald’s yang kurang

efisien bisa menjadi tingkat yang efisien.

1.7Sistematika penulisan

Untuk mempermudah pemahaman atas materi yang dibahas dalam skripsi

ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari masing – masing bab

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta

(14)

tentang tujuan, manfaat penelitian, serta batasan dan asumsi yang

digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang teori-teori dasar yang relevan untuk

memecahkan persoalan yang dibahas pada tugas akhir ini. Teori

tersebut adalah teori performansi (produktifitas, efektifitas, dan

efisiensi) dengan metode DEA.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara

sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin

dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.

BAB IV PELAKSANAAN DAN ANALISIS HASIL

Bab ini berisikan data perusahaan dan data yang dibutuhkan dalam

menganalisis dan menyelesaikan masalah, pengolahan data,

analisis serta evaluasi terhadap hasil pengolahan data, yang diolah

untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan metodologi dan

landasan teori yang dipakai.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis data

sehingga dapat memberikan usulan kepada perusahaan terhadap

evaluasi kinerja perusahaan secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktifitas dan Efisiensi

Produktifitas dan efisiensi adalah dua konsep penting dalam mengukur

performance. Produktifitas dapat didefinisikan sebagai rasio output dan input.

Definisi ini mudah dan dapat diterangkan dengan jelas oleh suatu kondisi produksi

dimana ada satu output dan satu input. Tetapi pada umumnya produksi memiliki

multiple ouput dan input.

Berbagai definisi tentang produktivitas telah bermunculan dimana antara

satu dengan yang lain sangat memungkinkan untuk memiliki perbedaan, namun

secara umum terdapat tiga tipe dasar dari produktivitas yang akan didefinisikan

berikut :

a. Produktivitas Parsial (Partial Productivity)

Produktivitas parsial merupakan rasio dari output terhadap satu jenis input

tertentu. Sebagai contoh : produktivitas tenaga kerja (rasio dari output

terhadap input tenaga kerja), produktivitas material (rasio dari output terhadap

input material), ataupun produktivitas modal (rasio output terhadap input

modal).

b. Produktivitas Total Faktor (Total Factor Productivity)

Produktivits total faktor merupakan rasio dari ‘net output’ terhadap jumlah

faktor input langsung. Net output yang dimaksud disini adalah total output

(16)

c. Produktivitas Total (Total Productivity)

Produktivitas total merupakan rasio total output terhadap jumlah dari seluruh

faktor input yang ada. Jadi, suatu produktivitas total merefleksikan dampak

gabungan dari semua input dalam memp0roduksi output.

Sumber 1 : Vincent Gaspersz, 1998, “Manajemen produktivitas Total”, Penerbit Vincent Foundation kerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Perbedaan efisiensi dan produktivitas dapat dengan mudah diilustrasikan,

seperti pada gambar 2.1. Titik A, B, dan C merupakan tiga unit yang berbeda.

Produktivitas dari titik A dapat diukur dengan rasio DA/OD menurut definisi

produktivitas, dimana x-axis merepresentasikan input dan y-axis

merepresentasikan output. Dengan input yang sama, terlihat bahwa produktivitas

dapat ditingkatkan dari titik A ke titik B. Tingkat produktivitas yang baru

diberikan oleh perbandingan BD/OD. Sedangkan efisiensi titik A dapat diukur

X (input)

Gambar 2.1 Ilustrasi Efisiensi dan Produktivitas

Y (output)

O

C

E

F

(17)

dengan rasio produktivitas titik A ke titik B, yaitu dengan

OD / BD

OD / AD

. Garis tebal

pada gambar 2.1 disebut sebagai batas produksi. Semua titik pada batas produksi

adalah technical efficient, sedangkan titik diluar garis batas tersebut adalah

technically inefficient. Dari titik C merupakan titik maximum possible

productivity, yang disebut dengan Scale Efficiency, yang berhubungan dengan

perbedaan antara ukuran produksi ideal dengan ukuran produksi aktual.

2.2 Konsep Efisiensi Relatif

Istilah efisiensi berasal dari bidang teknik yang dipakai untuk

menunjukkan rasio antara keluaran (output) suatu sistem terhadap masukan

(input) sistem tersebut. Pengukuran – pengukuran dalam ilmu eksak tersebut

selalu berpedoman satu situasi ideal dimana kuantitas output yang dihasilkan

sama dengan kuantitas input yang diberikan, atau rasionya tepat sama dengan 1

(satu). Efisiensi dalam situasi ideal ini disebut efisiensi ideal (absolut) yang

nilainya selalu 100%, sedangkan efisiensi pada keadaan tidak ideal, maka efisiensi

suatu obyek adalah kemampuannya dalam kondisi normal dibandingkan dengan

kondisi ideal.

Hal diatas hanya berlaku untuk sistem yang pasti seperti mesin, dimana

kondisi ideal dapat ditentukan berdasarkan asumsi – asumsi teoritis. Namun,

untuk sistem yang tidak dapat kondisi idealnya, yaitu sistem yang besar dan

kompleks dimana hubungan antar variabel tidak diketahui dengan pasti atau

terlalu sulit untuk diukur misalnya organisasi, maka cara diatas tidak dapat

(18)

Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakan efisiensi relatif, yaitu

efisiensi suatu obyek diukur relatif terhadap efisiensi obyek – obyek yang sejenis.

Efisiensi relatif dipakai dengan alasan karena selain adanya kesulitan dalam

menentukan hubungan yang pasti antar variabel, juga karena lebih diinginkan

untuk diketahuinya efisiensi suatu obyek dalam konteks perbandingannya dengan

kompetitornya, daripada dengan efisiensi ideal yang tidak mungkin dicapai.jadi

dengan cara ini profil ideal tidak ditentukan sendiri oleh obyek yang

bersangkutan, tetapi dengan merujuk kepada obyek – obyek yang menghasilkan

kinerja terbaik / frontier (berada pada garis depan).

Ada dua pendekatan utama dalam mengukur efisiensi relatif, yaitu

pendekatan parametrik dan non-parametrik. Berikut adalah perbandingannya :

Tabel 2.1

Perbedaan Pendekatan Parametrik dan Non-Parametrik Dalam Pengukuran Efisiensi Relatif

Pendekatan Parametrik Pendekatan Non-parametrik

Mengasumsikan adanya hubungan

fungsional antara input dan output, walaupun dalam kenyataannya tidak ada

fungsi yang benar – benar pasti

Mengasumsikan tidak adanya

hubungan fungsional antara input dan

output

Tidak langsung membandingkan

kombinasi output dengan kombinasi input

Membandingkan langsung kombinasi

output dengan kombinasi input

Metode yang dipakai adalah Stochastic Frontier yang melibatkan ekonometrik

(19)

Konsep pengukuran efisiensi relatif ini diawali oleh Michael James Farrel

dengan artikelnya yang berjudul “The Measurement of Productive Efficiency”

pada “Journal of Royal Statistical Society” volume 120 (1957). Dimana

membandingkan pengukuran relatif untuk sistem dengan multi input dan multi

output, selanjutnya dikembangkan oleh Farrel dan Fieldhouse (1962) yg

menitikberatkan pada penyusunan mengenai unit empiris yang efisien sebagai

ratan dengan bobot tertentu dari unit-unit yang efisien yang digunakan sebagai

pembanding untuk unit yang tidak efisien. (Farrel, M. James, Fieldhouse, M; 1962,

”Estimating Efficient Production Function Unit Increasing Return To Scale”)

Farrel membandingkan unit yang tidak efisien yang mana keefisienannya

telah ditentukan lebih dulu melalui observasi berdasarkan sampel dari industri

terkait. Ini merupakan kelemahan sebab dalam kenyataannya unit yang efisien

harus ditemukan melalui perhitungan hanya berdasarkan pada data yang ada, atau

dengan kata lain penentuan unit yang efisien harus diambil dari sampel / populasi

data tersebut.

Asumsi utama dari efisiensi Farrel adalah digunakanya pembobotan yang

sama untuk tiap faktor yang menentukan efisiensi dari semua unit. Permasalahan

yang timbul adalah bagaimana penentuan bobot tersebut. Sebuah unit organisasi

mungkin saja memberikan pemahaman yang berbeda dengan unit yang lain dalam

mengolah inputnya sehingga sulit untuk menentukan bobot yang dapat mewakili,

demikian pula untuk faktor output. Hal ini berarti bobot untuk input dan output

(20)

Terdapat berbagai pendekatan untuk mengukur berbagai efisiensi dari

berbagai bidang keilmuan, misalnya pendekatan akutansi dengan analisa rasio dan

pendekatan produktivitas dengan fungsi produktivitas. Namun menurut Golany

dan Roll (1989), ada beberapa kekurangan dari metode tersebut antara lain :

1 . Beberapa pengukuran output, seperti juga faktor input bersifat kualitatif.

Dalam permasalahan untuk menguantitaskan faktor-faktor tersebut sangat

sulit untuk menentukan bobot yang cocok.

2 . Kesulitan dalam merumuskan fungsi hubungan yang jelas antara input dan

output dengan berbagai bobot yang tetap untuk berbagai faktor.

3 . Perhitungan untuk menetapkan rataan performansi antara beberapa unit

seperti regresi statistik tidak dapat menjelaskan sifat unit secara individual.

4 . Sulitnya penentuan bobot yang dapat didekati dengan argumentasi bahwa tiap

unit individual memiliki unit tersendiri dalam sistem sehingan dapat

menentukan nilai dari bobotnya sendiri.

(Golany, B; Roll, Y; 1989, “An application Procedure For Data Envelopment Analysis”) Argumentasi ini yang kemudian mendasari pengukuran performansi

dengan pendekatan data Envelopment Analysis (DEA). DEA mengukur efisiensi

relatif mengunakan asumsi yang minimal mengenai hubungan input-output.

Ide Farrel kemudian dikembangkan oleh A. Charnes, W.W. Cooper dan E.

Rhodes dalam artikelnya “Measuring the Efficiency of Decision Making Units”

pada “European Journal of Operation Research” volume 2 (1978). Ini

merupakan publikasi pertama yang memperkenalkan Data Envelopment Analysis

(21)

menganalisa efisiensi teknis Decision Making Units (DMU / unit pembuat

keputusan) pada DEA.

Decision Making Unit (DMU) adalah merupakan unit yang dianalisa

dalam DEA. Penyebutan demikian dengan maksud unit yang dianalisa bisa berupa

perusahaan atau organisasi, baik yang komersial maupun non-komersial sampai

pada obyek apapun yang melibatkan banyak input dan output dalam prosesnya.

Dibawah ini adalah beberapa istilah dalam DEA beserta ilustrasinya yang

perlu diketahui terlebih dahulu sebelum melangkah ke pembahasan DEA.

1 . Input oriented measure (pengukuran berorientasi input)

Yaitu pengidentifikasian ketidakefisienan melalui adanya kemungkinan

untuk mengurangi input tanpa merubah output.

2 . Output oriented measure (pengukuran berorientasi output)

Yaitu pengidentifikasian ketidakefisienan melalui adanya kemungkinan

untuk menambah output tanpa merubah input.

3 . Constant Return to Scale (CRS)

Yaitu terdapatnya hubungan yang linier antara input dan output, setiap

pertambahan sebuah input akan menghasilkan pertambahan output yang

proporsional dan konstan. Ini juga berarti dalam skala berapapun unit

beroperasi, efisiensinya tidak akan berubah.

4 . Variable Return to Scale (VRS)

Merupakan kebalikan dari CRS, yaitu tidak terdapat hubungan linier antara

input dan output. Setiap pertambahan input tidak menghasilkan output yang

(22)

P A

D

B Y

X C

P A

D

B Y

X C

(a). CRS (b). VRS

Gambar 2 - 2. Ilustrasi CRS, VRS, Pengukuran Berorientasi Input Dan Output

Sumber 2 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, Department Of Economics University Of New England. Australia.

Keterangan gambar 2 - 2 adalah sebagai berikut :

Misalkan hanya terdapat sebuah input (X) dan sebuah output (Y). P adalah

obyek / DMU yang dihitung efisiensinya dengan menggunakan dua asumsi

keadaan, yaitu :

1. Constant return to scale, dimana setiap pertambahan input juga berkontribusi

terhadap pertambahan output yang proporsional dan konstan, sehingga jika

titik – titik yang lain, yang mempunyai efisiensi yang sama, dihubungkan

maka akan membentuk garis lurus.

2. Variable return to scale, dimana setiap pertambahan input tidak proporsional

terhadap pertambahan output sehingga jika dilakukan penghubungan titik –

titik seperti pada point (a) maka akan membentuk kurva.

3. Input oriented measure = AB / AP (terlihat kemungkinan untuk mengurangi

input sebesar BP).

4. Output oriented measure = CP / CD (terlihat kemungkinan untuk menambah

(23)

DMU yang efisien (=1) pada pengukuran berorientasi input juga efisien

pada orientasi output, kecuali nilai efisiensi DMU yang tidak efisien (<1) akan

berbeda pada kedua hasil pengukuran tersebut (berlaku untuk masing – masing

asumsi return to scale tersebut).

a. Technical Efficiency (efisiensi teknis)

Kemampuan sebuah unit untuk menghasilkan output semaksimal mungkin

dari sejumlah input yang digunakan.

b. Allocative Efficiency (efisien alokatif) atau Price Efficiency

Kemampuan sebuah unit untuk menghasilkan output yang optimal dengan

meminimkan ongkos atas penggunaan sejumlah input.

c. Overall Efficiency (efisiensi menyeluruh) atau Economic Efficiency

Merupakan kombinasi (perkalian) dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.

Efisiensi suatu unit sebenarnya terdiri atas kedua jenis efisiensi tersebut, yang

dihitung oleh DEA adalah efisiensi teknis. (Bhat, Ramesh, 1998, “Methodologi Note

Data Envelopment Analysis (DEA)”)

2.3 Data Envelopment Analysis (DEA)

Charnes, Cooper, dan Rhodes memperkenalkan Data Envelopment

Analysis (DEA) yang diaplikasikan untuk mengukur efisiensi Institusi Pendidikan.

DEA merupakan teknik dengan standar Programa Linier untuk mengukur

performansi relatif dari unit-unit organisasi dengan multi input dan multi output

(24)

2.3.1 Pengertian DEA

Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu alat penting yang

dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja suatu usaha

manufacturing atau jasa. DEA diaplikasikan secara luas dalam evaluasi

performance dan benchmarking pada institusi pendidikan, rumah sakit, cabang

bank, production plan dan lain – lain (Charnes et al.,1994). Data Envelopment

Analysis adalah model analisa multi faktor produktivitas untuk mengukur efisiensi

dari sekelompok homogenuous Decision Making Unit (DMU). Efficiency score

untuk multiple output dan input dapat ditentukan sebagai berikut :

tInput JumlahBobo

tOutput JumlahBobo

Score

Efficienci = ...( 2.1 )

DEA dapat berorientasi input maupun berorientasi pada output. Jika

berorientasi input maka dilakukan pengurangan (minimalis) dari penggunaan

input dengan level output ditetapkan konstan, dan jika berorientasi output, maka

dilakukan maksimalisasi dari output dengan level input ditetapkan konstan.

DEA menggunakan efficiency frontier (batas efisien) untuk menghitung

efisiensi dari suatu Decision Making Unit (DMU) dan menyediakan informasi

mengenai DMU mana yang tidak menggunakan input secara efisien. Untuk kasus

orientasi input dapat diilustrasikan sebagai berikut : Misal akan diukur Technical

Efficiency (TE) enam daerah yang masing – masing memproduksi suatu output

dengan mengunakan dua input X1 dan X2, dimana daerah A, B, dan C merupakan

daerah yang efisien karena mereka membentuk batasan produksi Q-Q’.

(25)

Dari gambar 2.3 terlihat bahwa daerah A dan B menjadi peer group

(kelompok daerah yang efisien yang berada diluar daerah efisien) dari daerah D

dan F. Sedangkan daerah E memiliki daerah peer group daerah B dan C.

Sumber 3 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

Untuk mengukur Technical Efficiency daerah inefisien (contoh daerah D)

didapatkan persamaan sebagai berikut :

OD ' OD D

TE = ………...(2.2)

Gambar 2.3 Ilustrasi DEA

0 X1

D

Q’ C

E’ B

F’

A

D’

X2

E

F

Q Inefficient Frontier

(26)

2.3.2 Penggunaan DEA

DEA dapat digunakan lebih dari sekedar menentukan efisiensi relatif unit

yang dievaluasi, akan tetapi juga dapat digunakan untuk menentukan antara lain:

1. Peer group, merupakan pengelompokan antara unit-unit yang tidak efisien,

sehingga dengan pengelompokan yang dilakukan ini diharapkan evaluasi

terhadap unit yang tidak efisien dapat ditindak lanjuti dengan perencanaan

untuk mencanangkan target perbaikan dengan memperhatikan indeks efisiensi

dari unit yang efisien.

2. Identifikasi unit yang efisien dengan model DEA dapat diklasifikasikan

menjadi unit yang efisien dan unit yang tidak efisien. Masing-masing unit

nantinya diberikan derajat efisiensinya dan untuk unit yang efisien akan

ditentukan perangkingannya sedangkan unit yang tidak efisien akan dibentuk

peer group-nya.

3. DEA mengidentifikasikan sekelompok unit yang efisien yang digunakan

sebagai benchmark untuk improvement. Sedangkan sebuah peer group

memiliki kombinasi yang sama dari unit-unit yang tidak efisien, sehingga

bermanfaat dalam mengidentifikasikan faktor yang menyebabkan

ketidakefisienan. Peer group juga akan memberikan contoh yang baik

mengenai proses operasi untuk meningkatkan performansi unit yang tidak

efisien.

4. Penentuan target, sebuah unit yang relatif tidak efisien harus menentukan

target tertentu untuk meningkatkan performansinya yang meliputi

(27)

a. Menetapkan prioritas untuk peningkatan salah satu input/output dengan

menjaga agar input/output yang lain tidak terganggu.

b. Menetapkan target ideal unit tertentu. Namun penentuan target ini

memiliki keterbatasan. Kemungkinannya adalah inefisien DMU dan

benchmark-nya tidak memiliki kesamaan dalam praktek operasi mereka.

Ini utamanya karena kenyataan bahwa gabungan DMU yang mendominasi

inefisien DMU tidak benar-benar ada secara nyata. Untuk mengatasi

masalah ini telah dilakukan penelitian menggunakan metode clustering

untuk mengaplikasikan benchmark. Metode cluster ini menggabungkan

DMU yang sama yang memiliki performance terbaik pada satu cluster,

yang digunakan sebagai benchmark oleh DMU lainnya pada cluster yang

sama.

c. Menentukan pengurangan atau penambahan salah satu input atau output

dengan nilai yang tepat.

d. Alokasi sumber daya , dengan fleksibilitas bobot maka dapat diestimasi

konversi sumber daya yang potensial atau peningkatan output pada unit

yang tidak efisien yang bertujuan untuk pengalokasian sumber daya yang

(28)

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan DEA

Adapun kekurangan dan kelebihan DEA

a.

1. Mampu memberikan penilaian tunggal berupa penilaian efisiensi relatif

sejumlah DMU yang memiliki banyak input dan output yang sama. Kelebihan DEA :

2. Dapat mengatasi multiple input dan multiple output.

3. Tidak memerlukan asumsi dari bentuk fungsi hubungan fungsional yang

pasti antar input dan output untuk tujuan perbandingan.

4. DMU yang dibandingkan secara langsung pada peer group atau

kombinasi peer. Perbandingan ini akan mengarahkan unit yang tidak

efisien kepada pertanyaan uintuk peningkatan, yaitu berapa input yang

bias dikurangi atau berapa banyak output yang bias ditambahkan untuk

mencapai tingkat efisien.

5. Input dan output dapat memiliki unit yang berbeda atau dapat memiliki

banyak dimensi yang berbeda.

6. Khusus untuk model yang menggunakan pengukuran secara radial atau

proporsional seperti model yang dibahas CRS atau VRS, boleh

menggunakan satuan pengukuran yang berbeda (unit invariant).

7. Memberikan kepastian atau ketidakefisienan yang dihasilkan oleh

perhitungan, karena DEA telah memiliki bobot yang paling tepat untuk

(29)

b.

1. Karena DEA adalah teknik nilai ekstrim, error pengukuran dapat

menyebabkan masalah yang signifikan. Kekurangan DEA:

2. DEA hanya bagus untuk mengestimasi relative efisiensi DMU, tetapi tidak

nilai mutlak atau absolute efisiensi.

3. Karena DEA merupakan metode nonparametrik yang tidak mengetahui

hubungan fungsional antar input dan output yang dihitungnya, maka test

hipotesis statistik sulit dilakukan.

4. DEA tidak menangani nilai negatif karena teori yang melandasi DEA,

pemrograman linier mengharuskan terdapatnya kendala non negative

dalam perhitungan ( Anderson, D.R, Sweeney, D.J. dan Williams, T.A,

1996, hal:35). Data yang dihitung DEA diasumsikan sebagai kuantitas,

selain itu DEA juga tidak bisa menangani output yang tidak dikehendaki

atau diminimumkan, tetapi pada perkembangan terakhir telah ditemukan

cara untuk mengatasi kelemahan tersebut.

5. Jika terlalu banyak jenis input dan output yang dilibatkan, sementara

jumlah DMU yang dilibatkan sedikit ( jumlah DMU ≤ input x output )

maka tiap unit bisa menjadi efisien sesuai dengan konteksnya

masing-masing.

6. Bobot yang dipilihkan oleh DEA sangat mungkin tidak mewakili keadaan

sebenarnya, namun karena ketidaktahuan akan hubungan input dan output

maka pembobotan ini boleh diserahkan sepenuhnya kepada DEA.

(30)

7. Karena Linier Programming harus dipecahkan untuk setiap DMU,

masalah ini harus dilakukan secara komputerisasi.

2.3.4 Model Matematis DEA

Dalam lingkup manajemen, persamaan matematis umumnya digunakan

untuk mengevaluasi alternatif tindakan yang mungkin untuk memilih salah satu

yang terbaik. Dalam hal ini persamaan matematis merupakan alat perencanaan

untuk manajemen. Data Envelopment Analysis (DEA) membalik konsep ini dan

menggunakan persamaan matematis untuk melakukan evaluasi dari efisiensi

relatif dari hasil yang dicapai manajemen, tanpa memandang bagaimana

perencanaan maupun pelaksanaannya. Persamaan matematis dalam hal ini

digunakan sebagai alat untuk pengendalian dan evaluasi dari pencapaian masa lalu

untuk perencanaan masa datang.

Berdasarkan Galaxy dan Roll (1989) terdapat beberapa persamaan untuk

Data Envelopment Analysis (DEA) yang menggunakan prinsip menutupi

(envelopment). Vektor output Yk untuk DMUk “ ditutupi dari atas “ jika model

mengidentifikasi kombinasi vektor output lain yang memiliki nilai sama dengan

atau lebih besar dari semua variabel di Yk, sedangkan vektor input Xk “ ditutupi

dari bawah “ jika model mengidentifikasi kombinasi dari vektor input lain yang

memiliki nilai lebih kecil dari atau sama dengan semua variabel di Xk, jika

pasangan (Xk, Yk) tidak dapat ditutupi secara simultan oleh kombinasi DMU

(31)

Data yang digunakan dalam DEA adalah vektor (Xk , Yk

Data Envelopment Analysis (DEA) dikembangkan sebagai perluasan dari

metode rasio teknik klasik untuk efisiensi. DEA menentukan rasio maksimal

untuk tiap DMU dari jumlah output yang diberi bobot terhadap jumlah input yang

diberi bobot, dengan bobot ditentukan oleh model.

) untuk semua

DMU yang dianalisa. Dengan menyelesaikan beberapa seri optimasi

pemrograman linier, DEA mampu mengidentifikasi DMU yang efisien dan yang

sisinya inefisien beserta titik efisiensi rujukannya.

Ada dua dasar model DEA yang dikembangkan oleh ahli :

1. Charnes, A., W. W. Cooper dan Rhodes (1978), menggunakan teknik multiple

output dan multiple input Costant Return to Scale (CRS) dan pengembangan

CRS Model.

2. Banker, R., D Charnes, A. dan W. W. Cooper (1985 ) memperkenalkan model Variabel Return to Scale (VRS).

2.3.4.1 Model Constant Return to Scale (CRS)

Model Constant Return to Scale berasumsi bahwa setiap DMU telah

beroperasi pada skala optimal, (Charnes, Cooper, Rhoodes, 1978). Model awal

yang digunakan dikenal dengan rasio CCR, merupakan persamaan non linier

sebagai berikut :

∑ = ∑

= =

m

1

j j1

x . 1 j v s

1

r r1

y . 1 r u

1 h . v . u

(32)

subject to : 1 m

1

j j1

x . 1 j v s 1 r 1 r y . 1 r u ≤ ∑ = ∑

= for each unit i……...(2.4)

0 j v , r

u ≥ ………... (2.5)

Notasi yang umum digunakan dalam model DEA adalah :

Indeks : j : DMU, j = 1,..., n

r : output, r = 1,...., s

i : input, i = 1,..., m

Data : Yrj

X

: nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

ij

ε : angka positif yang kecil ( 1 x 10 : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

-6

Variabel : S

)

i- , Sr+

λ

: slack dari input i, slack dari output r ( ≥ 0 )

j : bobot DMUj

U

( ≥ 0 ) terhadap DMU yang dievaluasi

r , Vi

h

: bobot untuk output r, input i ( >ε )

k

Notasi U

: efisiensi relatif DMU yang dicari

r , Vi, sebagai bobot untuk output dan input dibatasi sama dengan

atau lebih besar dari sebuah nilai positif kecil ε, dalam praktek umumnya

digunakan 10-6. Nilai ε secara matematis dimaksudkan agar penyebut pada rasio

efisiensi pada sisi sebelah kiri formulasi (2.5), tidak pernah mencapai nilai nol.

Secara konseptual, penggunaan nilai ε adalah untuk menjamin semua input atau

(33)

Persamaan 2.3 sampai dengan 2.5 merupakan persamaan non-linier atau

persamaan linier fraksional, yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk

linier sehingga diaplikasikan dalam persamaan linier berikut :

a. Persamaan primal model CRS berorientasi input :

Max hk=

r

rk rY

U …..…...(2.6)

Subject to

i ik iX V : ...…...(2.7) ∑ −∑ r i 0 ij X i V rj Y r U …...(2.8) ε ≥ i V , r

U ………... (2.9)

Dimana : hk

U

: efisiensi DMU yang dicari

r , Vi

Y

: bobot untuk output r, input i ( >ε )

rj

X

: nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

ij

ε : angka positif yang kecil (1 x 10 : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

-6

Tujuan persamaan 2.9 adalah untuk menentukan junlah terbesar output yang

dibobotkan dari DMU

)

k

Setiap persamaan linier dapat dirumuskan sebagai sebuah persamaan linier

yang sepadan dengan menggunakan data yang sama. Persamaan linier yang

pertama disebut primal, dan yang kedua disebut dual, memberikan hasil yang

sama dengan informasi yang berbeda mengenai permasalahan yang dimodelkan.

Demikian juga dengan DEA, model dual dibangun dengan memberikan variabel dengan menjaga jumlah dari input yang dibobotkan pada

suatu DMU agar rasio antara output yang dibobotkan dengan input yang

(34)

(variabel dual) untuk tiap pembatas dari model primal dan membangun model

baru dengan variabel – variabel tersebut. Pada kasus DEA, menggunakan duality

akan mengurangi jumlah konstrain dalam model.

b. Persamaan dual dari model CCR berorientasi input

Model dari dual CCR berorientasi input adalah sebagai berikut :

Minimum

      ∑ + +∑ − ε − θ = r i i s r s k k Z …...(2.10)

Subject to − +

− + =

r

r j rj

rk Y s

Y 0

: λ ….…...(2.11)

∑ λ = − − − θ i 0 j ij X i s jk X k ...(2.12) 0 i s , r s ,

j + − ≥

λ …………...(2.13)

θk

Dimana : Z

tidak dibatasi………...(2.14)

k

S

adalah efisiensi dari DMU

r+

S

: nilai slack dari output

i-

θ

: nilai slack dari input

k : nilai hk

λ

( efisiensi relatif ) DMU dari primal

j

Fungsi tujuan dari persamaan 2.14 adalah untuk menemukan nilai minimal

untuk faktor θ

: beban variabel tiap DMU

k yang mengindikasikan pengurangan proporsional yang potensial

untuk semua input DMUk. Fungsi tujuan juga mencari nilai slack terbesar dalam

semua dimensi input-output. Dengan kata lain persamaan tersebut menemukan

(35)

karakter efisiensi terburuk. Pembatas model menunjukan prinsip menutupi yang

sudah dijelaskan sebelumnya. Unit jk dikatakan efisien, jika nilai slack adalah nol

dan θk adalah satu. Sedangkan inefisien jika nilai θk kurang dari satu dan salah

satu nilai slack mungkin positif. Hal ini berarti tiap unit lain yang melebihi unit jk

c. Persamaan dari model CCR berorientasi output

.

Model berorientasi output adalah kebalikan dari model berorientasi input.

Oleh sebab itu, hasilnya juga harus dibalik / di-invers atau dipangkatkan negatif

satu. Bentuk model ini berlawanan dengan model input. Berikut adalah dasar

model rasio berorientasi output :

Min Hk

= r rk r i ij i Y U X V ………...(2.15)

(hk adalah efsiensi DMUk

Subject to yang dicari) 1 : ≥

r rk r i ij i Y U X V …...(2.16) ε ≥ r U , i V ...(2.17)

Dimana : hk

U

: efisiensi DMU yang dicari

r,Vi

Y

: bobot untuk output r, input i ( >ε )

rj

X

: nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

ij

Model ini juga msih berbentuk pecahan sehingga juga perlu : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

diubah ke bentuk

(36)

d. Persamaan Primal dari CCR berorientasi Output

Minimum hk = ∑ViXij …...(2.18)

( hk

Subject to

adalah efsiensi yang dicari)

=1

: UrYrj ….…...(2.19)

+ ∑

i ij 0

X i V r rj Y r U …...(2.20) ε ≥ r U , i V …...(2.21)

Dimana : hk

U

: efisiensi DMU yang dicari

r,Vi

Y

: bobot untuk output r, input i ( >ε )

rj

X

: nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

ij

ε : angka positif yang kecil (1 x 10 : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

-6

Sedangkan model dualnya adalah sebagai berikut : )

e. Persamaan Dual dari CCR berorientasi Output

Max Zk 

     + + =

+

r i i r

k ε s s

θ ………...(2.22)

(Zk adalah efisiensi DMUk

Subject to )

= −+ i ik i ij

i X X

s 0

: λ …...…...(2.23)

∑ λ = − + + θ r 0 j rj Y r s rk Y

k ……...(2.24)

0 i s , r s ,

j + − ≥

λ …...(2.25)

Dimana : Zk

S

adalah efisiensi dari DMU

(37)

Si-

θ

: nilai slack dari input

k : nilai hk

λ

( efisiensi relatif ) DMU dari primal

j : beban variabel tiap DMU

2.3.4.2 Model Variabel Return to Scale ( VRS )

Asumsi Constant Return to Scale hanya tepat ketika semua unit

dioperasikan pada skala optimal. Namun, karena kompetisi yang tidak sempurna,

keterbatasan dana dan lain – lain, mungkin menyebabkan unit tidak beroperasi

secara optimal. Untuk mengatasi masalah ini, model DEA dengan Variable

Return to Scale (VRS) telah dikembangkan dimana variabel technical efficiency

yang dipengaruhi oleh scale efficiency pada model CRS akibat ada unit yang tidak

beroperasi secara optimal dapat diatasi. Hal ini dilakukan dengan menambah

konstrain konveksitas.

Berikut adalah equivalent dari persamaan 2.10 untuk formulasi VRS :

a. Persamaan Dual Model VRS Berorientasi Input

Minimum

      ∑ + +∑ − ε − θ =

r i i

s r s k k Z ...(2.26)

Subject to − +

− + =

r

r j rj

rk Y s

Y 0

: λ ….…...(2.27)

∑ λ = − − − θ i 0 j ij X i s jk X k ...(2.28) ∑λ = j 1 j ...(2.29) 0 i s , r s ,

j + − ≥

(38)

b. Persamaan Dual dari Model VRS berorientasi Output

Minimum

      ∑ + +∑ − ε + θ =

r i i

s r s k k Z …...(2.31)

Subject to − +

− + =

i

i j ij

ik X s

X 0

: λ ……...(2.32)

∑ λ = − + − θ r 0 j rj Y r s rk Y k ...(2.33) ∑λ = i 1 i …...(2.34) 0 i s , r s ,

j + − ≥

λ ……...(2.35)

Perbedaan antara model CRS (2.10 s/d 2.12) dan model VRS (2.26 s/d

2.30) adalah ditunjukan pada λj

∑λ = j

1 j

saat ini yang dibatasi sama dengan 1. Pada model

VRS ini ditambahkan sebuah kendala pada model VRS dual (model primal tidak

dibahas lagi karena membutuhkan penyelesaian yang lebih runit, yaitu lebih

banyak kendala, namun memberikan hasil yang sama dengan model dualnya).

Kendala yang ditambahkan adalah yang tidak terdapat pada moel CRS.

Kendala ini mengakibatkan didapatkannya nilai efisiensi yang lebih tinggi

daripada model CRS, karena pada model CRS tidak hanya dihasilkan efisiensi

teknis murni tetapi juga mengikutsertakan skala ketidakefisienan (scale

(39)

Inilah efek dari menghilangkan batasan tersebut pada model CRS yang

mengharuskan DMU – DMU pada scale efficient. Sehingga konsekuensinya

model VRS mengijinkan variabel kembali pada bentuk skala dan hanya mengukur

technical efficiency untuk tiap DMU. Jadi, untuk DMU yang dipertimbangkan

menjadi efisien secara CCR, DMU tersebut harus memenuhi Scale Efficiency dan

Technical Efficiency. Sedangkan untuk DMU yang dipertimbangkan menjadi

efisien secara VRS, hanya membutuhkan efisien secara teknis (Technical

Efficiency).

2.3.5 Slack pada DEA

Seperti yang diketahui pada pemrograman linier bahwa variabel slack

adalah variabel yang ditambahkan pada kendala pertidaksamaan lebih kecil dari

atau sama dengan (≤) untuk mengubah kendala tersebut menjadi bentuk

persamaan. Nilai variabel ini diinterprestasikan sebagai jumlah sumber daya yang

digunakan. Begitupun pada DEA variabel slack mewakili output yang under

production atau input yang over use, sehingga variabel slack dapat dinyatakan

sebagai peningkatan (improvement) yang dapat dilakukan untuk membuat DMU

tersebut efisien. Peningkatan dapat berupa penambahan output atau pengurangan

input. Slack hanya terjadi jika DMU diproyeksikan ke bidang frontier yang paralel

dengan sumbu koordinat.

Gambar 2.4 berikut memberikan ilustrasi tentang variabel slack pada

(40)

Sumber 4 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

Terdapat dua buah input (X1 dan X2) dan sebuah output (Y). DMU C dan

D efisien (=1) sehingga menjadi bungkus atau mendefinisikan frontier bagi DMU

A dan B yang tidak efisien (< 1). Nilai efisiensi teknis dari DMU A – OA’/ OA

dan DMU B = OB’/ OB. Terlihat bahwa ternyata titik A’ pada frontier masih bisa

dikurangi lagi penggunaan input X2

Dengan penjelasan yang setara pada input slack, juga dapat memberi

penjelasan bagi gambar 2.4 yang mencontohkan output slack. Efsiensi teknis

DMU A =OA/OA’ dan DMU B = OB/OB’. Output slack terjadi pada DMU A

sebesar A’-C. Artinya untuk mencapai keefisienan, bagi DMU A selain harus

menambah dua jenis output Y

sebesar C-A’ tanpa terjadinya penurunan

jumlah output. Inilah yang dimaksud slack pada DEA. Pada sistem yang lebih

besar, dengan banyak DMU, input dan output, bisa terdapat input slack maupun

output slack.

1 dan Y2 sejumlah prosentasi yang masih kurang,

juga masih harus menambah produksi Y1 sejumlah A’-C.

X1/y

D B’ C

A

A’ X2/y

[image:40.595.160.447.93.282.2]

B

(41)

Sumber 5 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

2.3.6 Scale Efficiency dan Pure Technical Efficiency

Beberapa penelitian membagi Technical Efficiency (TE scores) yang

didapatkan dari CRS DEA kedalam 2 komponen yaitu Scale Efficiency dan Pure

Technical Efficiency, sedangkan output VRS DEA hanya berupa nilai Pure

Technical Efficiency dan tidak mengandung nilai Scale Efficiency dapat

ditunjukan dengan menghubungkan CRS DEA dan VRS DEA dengan data yang

sama.

Sebuah DMU yang menaikan atau menurunkan skala operasinya dari skala

operasi yang optimal, akan menyebabkan turunnya efisiensi. Dengan penggunaan

model VRS, DMU tersebut akan dihitung tanpa memperhatikan skala operasinya.

Perbedaan efisiensi hasil perhitungan DMU tersebut oleh model VRS dan CRS

itulah yang disebut Scale Inefficiency (skala ketidakefisienan). Dapat dilihat

dalam ilustrasi gb 2.6 berikut :

[image:41.595.141.458.108.292.2]

X1/y

Gambar 2.5 Ilustrasi output slack B

D B’ C

A

(42)

Sumber 6 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

Pada gambar 2.6 diterapkan dua macam model yaitu CRS dan VRS pada

empat buah DMU yang hanya mempunyai sebuah input dan sebuah output. Jika

dilakukan pengukuran berorientasi input maka technical inefficiency

(ketidakefisienan teknis = 1 – efisiensi teknis) yang dihasilkan oleh CRS sebesar

P-Pc, sedangkan oleh VRS hanya P-Pv

Sedangkan untuk perhitungannya lebih disukai untuk dikonversikan

kedalam kebalikannya, yaitu skala efisiensi (SE) yang merupakan perbandingan

antara efisiensi yang dihasilkan CRS terhadap efisiensi yang dihasilkan VRS. . Perbedaan ini menghasilkan hal yang

disebut dengan skala ketidakefisienan dan ikut terkandung dalam hasil CRS

sehingga efisiensi yang dihasilkan tidak sebesar pada hasil VRS yang hanya

mengandung efisiensi teknis murni saja (efisiensi teknis VRS ≥ CRS). Oleh

karena itu, untuk penerapan DEA pada DMU yang tidak beroperasi pada skala

[image:42.595.165.502.134.338.2]

optimal, lebih baik digunakan model asumsi Variabel Return to Scale (VRS). Gambar 2.6 Ilustrasi skala ketidakefisienan

A

VRS CRS

P PV

PC

0 Y (RP)

(43)
[image:43.595.199.425.195.283.2]

Pada tabel 2.2 contoh dari hasil CRS, VRS dan scale efficiency

Tabel 2.2 Scale Efficiency

DMU CRS Q VRS Q Scale Q

1 0.500 1.00 0.500

2 0.800 0.900 0.889

Pada tabel 2.2 dapat kita lihat bahwa TE dapat dibagi menjadi Pure

Technical Efficiency dan scale efficiency. Scale efficiency adalah rasio antara TE

CRS dan TE VRS (kolom 4 dapat dihitung dengan membagi kolom 2 dengan

kolom 3).

Scale Efficiency

VRS TEknis Efisiensi

CRS Teknis Eficiency

_ _

_ _

= .……….(2.36)

atau jika dilihat dari gambar 2.5, scale efficiency adalah :

v P . A

c P . A

P . A v P . A

P . A c P . A

SE = = ………...(2.37)

Untuk DMU 2 memiliki technical efficiency CRS sebesar 80% dan

technical efficiency VRS sebesar 90% dan scale efficiency 88.9%. apabila output

CRS DEA dan VRS DEA sama, dengan kata lain scale efficiency sama dengan 1,

(44)

2.3.7 Pembatasan Bobot (Weight Restriction)

Dalam model DEA, efisiensi ditentukan dengan memberikan bobot

tertentu terhadap input dan output dari DMU, sehingga rasio antara jumlah output

yang dibobotkan dengan jumlah input yang dibobotkan akan maksimal. Terlepas

dari batasan bahwa bobot untuk input atau output tidak mungkin nol (≥ε), maka

secara implisit, pembatasan bobot adalah kombinasi bobot tersebut tidak membuat

nilai salah satu DMU lebih besar dari satu. Dengan adanya fleksibilitas bobot,

berarti jika suatu unit didefinisikan sebagai relatif tidak efisien, maka hal ini

merupakan suatu pernyataan yang kuat, karena struktur bobot yang digunakan

benar-benar merepresentasikan nilai unit yang dievaluasi.

Fleksibilitas bobot merupakan perbedaan utama antara DEA dengan

analisa fungsi produksi klasik. Fleksibilitas bobot ini dapat dipahami dengan dua

pengertian yaitu :

1 . Tidak ada nilai yang diberikan sebelumnya pada bobot, namun bobot

haruslah merupakan suatu nilai positif.

2 . Faktor yang sama mungkin mendapat bobot yang berbeda dalam menentukan

efisiensi DMU yang berbeda.

Namun, fleksibilitas bobot ini menyebabkan DEA memiliki kemampuan

membedakan (descriminating power) yang lemah. Dalam DEA, unit yang

memiliki rasio tertinggi antara satu output dengan satu input akan efisien atau

hampir mencapai efisien, dengan memberikan bobot tertinggi pada rasio tersebut

dan memberikan bobot minimum (ε) pada input dan output yang lain. Rasio yang

(45)

jumlah output dikali jumlah input. Artinya dalam analisa DEA dengan tiga input

dan empat output, terdapat kemungkinan adanya dua belas unit yang efisien.

Berkaitan dengan hal ini, jumlah unit yang dievaluasi seharusnya lebih banyak

dari jumlah output dikali jumlah input, agar didapatkan kemampuan membedakan

antara unit-unit tersebut.

Pertimbangan lain dengan adanya flesibilitas bobot, maka suatu unit yang

efisien, mungkin disebabkan oleh kombinasi bobotnya, bukan oleh sifat efisien

sebenarnya dari unit tersebut. Pendekatan untuk mengatasi kelemahan DEA ini

adalah dengan pembatasan bobot (weight restriction), yaitu memformulasikan

batasan tambahan mengenai bobot untuk menjamin semua faktor menjadi

pertimbangan dalam nilai efisiensi dan batasan maksimum untuk menjaga agar

suatu faktor tidak direpresentasikan secara berlebihan. Namun penentuan batasan

untuk bobot harus sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan terjadinya

kecenderungan semua unit diukur dengan bobot yang sama. Jadi pembatasan

bobot merupakan kombinasi dari fleksibilitas bobot untuk tiap unit di satu sisi

DEA penggunaan bobot yang sama untuk seluruh sistem pada sisi yang lain.

2.3.8 Most Productive Scale Size (MPSS)

Menurut Banker (1984) Most Productive Scale Size (MPSS) dari input dan

output merupakan ukuran skala dimana output yang dihasilkan per unit input

dimaksimasi. Sebelumnya, didefinisikan Production Possibility Set (PPS) yang

merupakan penentuan titik sebagai suatu cara yang mungkin dalam memproduksi

(46)

D., Charnes, A., Cooper, W. W. (1984). (“Some models for estimating technical and scale inefficiencies in Data Envelopment Analysis”).

Konsep MPSS berdasarkan perbandingan produktivitas rata-rata. Dalam

memaksimasi produktivitas rata-rata, salah satu harus dapat meningkatkan ukuran

skala jika increasting return to scale dan menurunkan ukuran skala jika

descreasing return to scale.

Metode linier programming pada MPSS dapat juga digunakan untuk

menentukan target bagi DMU yang memiliki scale inefficiency. Model MPSS

adalah sebagai berikut :

a. Input : n ij0

1 j j 0 j x h x             =

= * * λ

... (2.38)

b. Output : n ij0

1 j j 0 r y h y             =

= * * λ

... (2.39)

Sumber 7 : Banker, R. D., Charnes, A., Cooper, W. W. (1984). “Some models for estimating technical and scale inefficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science, vol. 30, pp. 1078-92.

Dimana i, r dan j telah didefinisikan pada rumus (2.5)

2.4 Aplikasi Data Envelopment Analysis (DEA)

Data Envelopment Analysis (DEA) dapat digunakan dalam berbagai cara

untuk memperbaiki produktivitas suatu unit dan untuk menentukan bagaimana

(47)

peer group, identifikasi operasi yang efisien, penentuan target (target setting),

identifikasi strategi yang efisien dan memonitor perubahan efisien setiap waktu.

2.4.1 Peer Group

Untuk tiap unit yang tidak efisien, DEA dapat juga mengidentifikasikan

kumpulan unit efisien yang berhubungan sebagai peer groups. Tiap peer unit akan

efisien dengan kombinasi bobot dari unit yang tidak efisien. Pada model DEA

dual, komposisi unit efisien yang membentuk peer group dapat diketahui dari λ

yaitu bobot DMUj terhadap DMUk

DEA memberikan pilihan bebas terhadap bobot input-output dimana dapat

menunjukan kemungkinan terbaik. Hal ini dapat dikatakan sebagai identifikasi

orientasi input-output yang inefisien dan dengan melalui peer groupnya dapat

mengidentifikasi subset unit yang efisien. Peer group digunakan sebagai

perbandingan antara unit yang efisien dan unit yang inefisien. Peer unit akan

memberikan contoh operasi yang baik untuk meningkatkan produktivitas unit

yang inefisien.

(DMU yang sedang dianalisa)

2.4.2 Identifikasi Operasi yang Efisien

Identifikasi pelaksanaan operasi yang efisien akan meningkatkan efisiensi

tidak hanya terhadap unit yang relatif inefisien, tetapi juga unit yang relatif

efisien. Unit yang efisien merupakan contoh operasi yang baik, namun bahkan

diantara unit yang efisien terdapat unit yang lebih baik. Membedakan antara unit

(48)

antara lain dengan pembatasan bobot. Beberapa metode yang dapat digunakan

untuk membedakan antara unit yang relatif efisien adalah matriks antara efisiensi

(Cross efficiency matrix), distribusi input dan output virtual dan batasan bobot.

Cook dan Kress (CK) (1990), dalam penelitian Green, dkk (1996),

menyarankan bahwa setiap kandidat DMU yang akan diranking dapat

memberikan bobotnya untuk memaksimumkan keinginnya terbatas pada beberapa

konstrain dari beberapa kandidat. Batas kelayakan CK (desireability frontier)

meliputi kandidat yang menginginkan nilai satu, dimana nilai ini analog dengan

efficiency frontier untuk DMU dalam DEA. Model matematis CK untuk kandidat

i dari j kandidat adalah :

Maximize

Zij(ε)=

= k j ij ijV W 1 ……...(2.40)

Subject to :

= ≤ k j ij ij

iq WV

Z

1

1 )

(ε untuk q = 1,2,....,m .... (2.41)

dan

) , (

. d j ε

W Wijij

) , (k ε d

Wik

0 ) 0 (., , 0 ),

(., ≥ d =

d ε ε

ε

ε) _ sin _ _

(., monotonic increa g in

d ...(2.42)

Disini Wijadalah bobot dimana kandidat i menempati pilihan j. Notasi

ij

Z digunakan sebagai fungsi tujuan untuk menetapkan bahwa ini adalah evaluasi

kandidat i. Sedangkan vqjmerupakan nilai faktor (input dan output) untuk

(49)

Batasan (2.41) merupakan batasan DEA dimana tidak ada kandidat q

memiliki nilai lebih besar dari satu. Berdasarkan Green R.H (1996), Sexton

(1986) menyatakan Ziq sebagai cross-efficiency, yang menunjukan evaluasi

kandidat i terhadap kelayakan kandidat q. Batasan (2.40) menspesifikasikan suatu

set kondisi bobot. Pada prinsipnya, batasan tersebut daerah yang diijinkan untuk

bobot. Notasi d(j,ε) menunjukan fungsi intesitas pemisahan (discrimination

intensity function), yang memastikan bahwa pilihan pertama dinilai sedikit lebih

tinggi dari pilihan kedua yang dinilai lebih tinggi dari pilihan ketiga dan

seterusnya. Sehingga jika d(j,ε)= 0, maka urutan bobotnya adalah

ik i

i w w

w12 ≥....≥ dan jika d(j,ε)> 0, maka urutan bobotnya adalah

ik i

i w w

w1 > 2 >....> .

Perbedaan aktual antara bobot tergantung pada ketepatan bentuk d(j,ε)

yang digunakan dan tentunya nilai untuk ε . Skor layak, Zijdidapatkan melalui

(2.40)-(2.42), dan perankingan tergantung pada d(j,ε) dan nilai discriminating

power (ε). Untuk itu, penggunaan CK memiliki dua masalah yaitu, penilaian

bentuk d(j,ε)dan nilai ε. CK mengatasi masalah ini dengan memilih nilai ε.

Dengan asumsi d(j,ε)> 0 untuk semua j, maka gantikan persamaan (2.40)-(2.42)

dengan :

Maximize ε..………...(2.43)

Subject to :

=

k

j ij ijv

w 1

1

ε untuk q =1,2,...,m …...(2.44)

(50)

) , ( 1 d j ε w

wijij+ = untuk j = 1,2,....,,k-1

) , (k ε d

wik = ………...(2.45)

Batasan (2.45) telah ditulis dalam sama dengan bukan ≥ sebagaimana

dalam (2.42).

2.4.3 Interprestasi Grafis Model DEA

Hasil implementasi model DEA – CCR yang telah dilakukan dapat

diinterprestasikan melalui metode grafis dengan dua (2) cara. Cara yang pertama

yaitu penempatan DMU dengan pedoman nilai – nilai kriteria output lawan

kriteria output yang lain. Cara yang kedua adalah penempatan DMU dengan

pedoman nilai – nilai kriteria input lawan nilai – nilai kriteria output.

Jika kriteria (output maupun input) dan DMU yang diambil sebagai

contoh lebih dari 2 (2 dimensi), maka akan terjadi kesulitan interpretasi grafis.

Untuk menggenalisir masalah ini, diambil suatu gambaran umum tentang jenis

interpretasi yang dimaksud. Gambar 2.4 dan 2.5 menunjukan interpretasi grafis

metode DEA. DMU yang memiliki efisiensi lebih rendah dibandingkan DMU

yang lain akan terlingkupi (enveloped). Dari kondisi ini munculah istilah Peer

DMU, yaitu DMU yang dijadikan acuan DMU terlingkupi untuk meningkatkan

(51)
[image:51.595.150.466.142.336.2] [image:51.595.137.457.435.636.2]

Gambar 2.8 Interpretasi Grafis In vs. Out Gambar 2.7 Interpretasi Grafis Out vs. Out a) Kriteria output (y1) lawan kriteria output lain (y2)

Sumber 8: Widodo, E; Supriyanto, H.; dan Husni, M. S, 2001,” Penerapan Data Envelopment Analysis Untuk Memilih Pemasok Bahan Baku Produksi, Proceeding Seminar Nasional TIMP 2001.

b) Kriteria input lawan kriteria output

Sumber 9: Widodo, E; Supriyanto, H.; dan Husni, M. S, 2001,” Penerapan Data Envelopment Analysis Untuk Memilih Pemasok Bahan Baku Produksi, Proceeding Seminar Nasional TIMP 2001.

output

0

B C

D

E A N

R

M

input

Y1 Y’1

E C

E’

D

E’’

A

B

X’ X

(52)

Sehingga dari kedua interpretasi grafis ini dapat memberikan rujukan

kepada pihak organisasi atau instansi untuk melihat DMU yang efisien dan yang

kurang efisien serta memilih pihak rekanan, baik yang mutually exclusive maupun

kombinasi. (Erwin S., Hari S., M. Husni, 2001).

Penetapan Target

Data Envelopment Analysis (DEA) tidak hanya mengidentifikasikan unit

inefisien, tetapi juga derajat ketidakefisienannya. Analisa in

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Efisiensi dan Produktivitas
Gambar 2 - 2. Ilustrasi CRS, VRS, Pengukuran Berorientasi Input Dan Output
Gambar 2.3 Ilustrasi DEA
Gambar 2.4 Ilustrasi input slack
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bulan Juni (DMU 6) dipengaruhi oleh nilai dual price tiap faktor, dimana peningkatan atau penurunan satu satuan karyawan akan meningkatkan atau menurunkan efisiensi

Penelitian dilakukan pada Berly Bakery yang merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bergerak dibidang makanan dengan bahan dasar utama tepung yaitu

DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatu DMU yang menggunakan banyak input dan banyak output, dimana penggabungan input dan

Judul: “Analisis Pengukuran Efisiensi terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)

Dengan adanya permasalahan dalam mencapai standard performansi, maka dalam penelitian ini digunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang merupakan metode pembanding yang

Perangkingan faktor input output yang mempengaruhi peningkatan efisiensi relatif semua Jurusan yaitu faktor yang pertama adalah Jumlah Staff dengan. bobot sebesar

Penelitian efisiensi teknis perbankan di Indonesia yang dilakukan terhadap 18 bank yang terdaftar atau listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2002 ini memiliki

Dengan adanya permasalahan dalam mencapai standard performansi, maka dalam penelitian ini digunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang merupakan metode pembanding