• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Buta Warna

Buta warna merupakan suatu kelainan penglihatan disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga warna obyek yang terlihat bukan warna sesungguhnya.(Nina, 2007; Majumdar, et al, 2010)

Buta warna dapat juga didefinisikan suatu defisiensi persepsi penglihatan warna termasuk ketidakmampuan untuk mendiskriminasikan perbedaan warna oleh panjang gelombang. Seseorang dengan penglihatan normal disebut trichromate. Pada buta warna kemampuan untuk mengapresiasikan satu atau lebih warna primer disebut defective (anomali) atau absent (anopia). Buta warna bisa terjadi kongenital atau didapat.(Khurana, 2007)

2.2 Anatomi Retina

Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina terdiri dari pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa disebelah dalam. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptor. Pinggir anterior membentuk cincin berombak, disebut ora

(2)

posterior terdapat daerah lonjong kekuningan disebut makula lutea, yang merupakan area retina dengan daya penglihatan yang paling jelas. Ditengahnya terdapat lekukan, disebut fovea sentralis.(Ellis, 1996; Khurana, 2007)

Retina terdiri dari 3 jenis sel dengan sinaps-sinapsnya tersusun pada 10 lapis yaitu (Ellis, 1996; Khurana, 2007; Skuta et al, 2010; Vaughan, 2007; Remington, 2005)

1. Epitel pigmen. Merupakan lapisan yang paling luar dari retina yang terdiri dari suatu lapis sel-sel yang berisi pigmen. Lapisan ini berlekatan dengan lamina basal dari koroid (membran Bruch).

2. Lapisan rod dan cone. Rod dan cone merupakan ujung dari organ penglihatan yang juga disebut dengan fotoreseptor. Lapisan rod dan cone hanya berisi segmen luar sel-sel fotoreseptor yang tersusun dalam bentuk palisade. Terdapat sekitar 120 juta rod dan 6,5 juta cone. Rod berisi suatu substansi fotosensitif visual purple (rhodopsin) yang menyebabkan penglihatan perifer dan penglihatan low illumination (scotopic vision). Cone berisi suatu substansi fotosensetif dan bertanggung jawab terhadap penglihatan sentral (photopic vision) dan penglihatan warna).

(3)

4. Lapisan nuklear luar. Yang terdiri dari nukleus rod dan cone. 5. Lapisan pleksiform luar. Terdiri dari hubungan rod sperhule dan

cone pedicle dengan dendrit sel bipolar dan sel horizontal.

6. Lapisan nuklear dalam. Terdiri dari badan sel bipolar. Juga berisi badan sel horizontal amkrin dan muller dan kapiler arteri sentral retina.

7. Lapisan pleksiform dalam. Terdiri dari hubungan antara akson dendrit sel bipolar dari sel ganglion dan sel amkrin.

8. Lapisan sel ganglion. Terdiri dari badan sel dari sel ganglion. Terdapat 2 jenis sel-sel ganglion. Midget ganglion cells pada regio makular dan polisinap sel ganglion yang terdapat pada retina perifer.

9. Nerve fiber layer. Terdiri dari akson-akson sel ganglion, yang berjalan melalui lamina kribrosa ke nervus optikus.

10. Membran limitan interna. Merupakan lapisan yang paling dalam dan memisahkan retina dari vitreous.

Keempat lapisan terluar retina, epitel pigmen, lapisan rod dan cone, membran limitan eksterna dan lapisan nuklear luar mendapat nutrisi dari pembuluh darah koroid. Enam lapisan terdalam mendapat nutrisi dari arteri retina sentral, yang merupakan cabang dari arteri oftalmikus. Arteri retina sentral muncul dari physiological cup diskus optikus dan terbagi dalam 4 cabang, superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal dan inferior-temporal.(Khurana, 2007)

(4)

Vena retina mengikuti pola arteri retina. Vena retina sentral mengalir ke dalam sinus kavernosus secara langsung atau melalui vena oftalmik superior. Cahaya yang masuk ke retina harus melalui retina yang cukup tebal untuk mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi dengan lokasi topografi dalam retina. Di fovea terdapat susunan sel kerucut (cone) yang padat, didominasi oleh sensitivitas warna merah dan hijau, yang berisi lebih dari 140.000 sel kerucut/mm2. Fovea sentralis tidak memiliki sel batang (rod), hanya berisi sel kerucut dan sel Muller. Jumlah sel kerucut menurun saat menjauhi bagian sentral, dan sama sekali tidak terdapat sel kerucut di bagian perifer. Sel batang (rod) memiliki densitas yang paling tinggi pada daerah 20° dari fiksasi, dengan puncak kepadatan sekitar 160.000 sel batang/mm2.(Khurana, 2007; Remington, 2005)

Molekul sensitif sel batang dan sel kerucut berasal dari vitamin A dan berikatan dengan apoprotein disebut dengan opsin. Pada sel batang, molekul yang dihasilkan disebut rhodopsin. Sel kerucut memiliki 3 opsin yang berbeda yang secara selektif memberikan sensitifitas cahaya merah, hijau dan biru.(Khurana, 2007)

(5)

Gambar 2.1. penampang melintang retina.(Fairchild, 2005) 2.3 Peran Sel Batang dan Sel Kerucut dalam Penglihatan Warna

Retina terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Berdasarkan responsivitasnya, sel kerucut dibagi menjadi 3 macam, S cone, M cone, L cone, sedangkan sel batang hanya terdiri dari satu tipe sel. Penamaan ini berdasarkan sensitivitas sel terhadap panjang gelombang cahaya short wavelength, middle wavelength dan long wavelength. Ada juga yang menamakan panjang gelombang ini sebagai RGB (red, green and blue).(Fairchild, 2005; Suryantara, 2004)

Pada sel kerucut terdapat 3 tipe sel yang menampilkan warna, sedangkan sel batang hanya satu macam, menunjukkan bahwa sel

(6)

batang tidak mampu mengidentifikasi warna. Sel S tersebar merata diseluruh retina, namun tidak terdapat di daerah tengah fovea. Perbandingan jumlah L:M:S adalah 12:6:1.(Fairchild, 2005; Suryantara, 2004)

Gambar 2.2. Sel batang dan sel kerucut.(Fairchild, 2005) 2.4 Fisiologi Penglihatan Warna

Kemampuan mata untuk membedakan warna disebabkan oleh perbedaan panjang gelombang cahaya. Penglihatan warna merupakan fungsi sel kerucut dan sering disebut dengan photopic vision. Pada cahaya redup (scotopic vision), semua warna terlihat abu-abu dan fenomena ini disebut Purkinje shift.(Khurana, 2007)

Proses analisis warna tidak sepenuhnya fungsi dari otak, karena analisis warna dimulai dari retina. Banyak teori yang menjelaskan tentang

(7)

persepsi warna, tapi hanya 2 teori yang paling berpengaruh, yaitu (Fairchild, 2005; Khurana, 2007)

1. Teori Trichromatic

Trichromacy penglihatan warna pertama kali ditemukan oleh Young kemudian di modifikasi oleh Helmholtz. Karena itulah disebut teori young-helmholtz. Teorinya mengatakan bahwa terdapat 3 jenis sel kerucut, masing-masing berisi fotopigmen yang berbeda yang secara maksimal sensitif terhadap 1 dari 3 warna primer, merah, hijau dan biru. Sensasi dari warna yang terjadi ditentukan oleh frekuensi relatif dari impuls masing-masing ketiga sistem sel kerucut. Dengan kata lain pada proporsi yang berbeda, warna yang terjadi terdiri dari campuran ketiga warna primer. Pembenaran teori Young-Helmholtz’s trichromacy telah di demonstrasikan oleh identifikasi dan karakterisasi kimia masing-masing dari ketiga pigmen dengan teknik rekombinan DNA, masing-masing memiliki spektrum absorbsi berbeda:

- Red sensitive cone pigment, juga disebut erythrolabe atau long wave length sensitive (LWS) cone pigment, menyerap secara maksimal bagian yang berwarna kuning dengan puncak 565 nm. Tapi spektrumnya meluas cukup jauh hingga panjang gelombang warna merah.

(8)

- Green sensitive cone pigment, juga disebut chlorolabe atau medium wavelength sensitive (MWS) cone pigment, menyerap secara maksimal bagian yang berwarna kuning dengan puncak 535 nm.

- Blue sensitive cone pigment, juga disebut cyanolabe atau short wavelength sensitive (SWS) cone pigment, menyerap secara maksimal pada bagian yang berwarna biru-violet dengan puncak 440 nm.

Teori Young-Helmholtz menyimpulkan bahwa warna biru, hijau dan merah merupakan warna primer. Teori ini tidak diragukan, tetapi tidak dapat menjelaskan fenomena transmisi ke otak.

2. Opponent colour theory of hering

Teori ini menyebutkan bahwa beberapa warna terlihat mutually exclusive. Tidak ada warna tertentu yang disebut hijau kemerahan, dan fenomena tersebut sukar dijelaskan dengan teori trichromatik sendiri.

Kedua teori menunjukkan bahwa:

- Penglihatan warna trichromatik berada pada fotoreseptor - Colour apponency terjadi pada sel ganglion

Berdasarkan opponent colour theory, terdapat 2 jenis utama sel ganglion colour opponent.(Ellis, 1996)

(9)

1. Red-green opponent colour cells menggunakan sinyal dari sel kerucut merah dan hijau untuk mendeteksi kontras merah/hijau pada daerah yang diterima.

2. Blue-yellow opponent colour cells mendapat sinyal kuning dari pigmen kerucut merah dan hijau, yang kontras terhadap pigmen kerucut biru dalam

3. Teori modern opponent colors

Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa warna yang diterima direseptor warna dikirim ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru dikirim ke otak.

Warna memiliki tiga sifat yaitu corak, intensitas dan saturasi (derajat kebebasan dari pengenceran dengan warna putih). Untuk setiap warna terdapat warna komplementer yang apabila dicampurkan dengan warna tersebut, akan menghasilkan sensasi putih. Hitam adalah sensasi yang dihasilkan jika tidak terdapat cahaya, tetapi hitam mungkin merupakan sensasi positif, karena pada mata yang buta tidak melihat warna hitam. Berbagai fenomena, misalnya kontras yang berurutan dan simultan, trik-trik penglihatan yang menimbulkan kesan warna meskipun tidak ada warna, bayangan ikutan (after image) positif dan negatif, dan berbagai aspek psikologis penglihatan warna juga berkaitan. Pengamatan mengenai sensasi warna putih, spektrum warna, ekstraspektrum warna dapat dihasilkan dengan mencampurkan cahaya merah (panjang gelombang 723-647 nm), cahaya hijau (panjang gelombang 575-492 nm),

(10)

dan cahaya biru (panjang gelombang 492-450 nm) dengan berbagai perbandingan. Dengan demikian, warna merah, hijau dan biru disebut warna primer. Yang perlu diketahui juga adalah bahwa warna yang dipersepsikan bergantung pada warna benda lain dalam lapangan pandang. Misalnya benda merah akan tampak merah apabila lapangan sekitarnya disinari cahaya hijau atau biru, tetapi tampak merah muda pucat atau putih apabila lapangan pandang disekitarnya disinari cahaya merah.(Khurana, 2007)

Gambar 2.3. Penyerapan Spektrum dari Tiga Pigmen Kerucut.(Khurana,

(11)

Gambar 2.4. Panjang gelombang sinar tampak.(Suryantara, 2004) 2.4 Klasifikasi Buta Warna

A. Buta Warna Kongenital

Hal ini merupakan keadaan yang terjadi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, yaitu sekitar 3-4% pada laki-laki, sedang perempuan sekitar 0.4%. buta warna kongenital terbagi 2 yaitu (Fairchild, 2005; Khurana, 2007; Skuta et al, 2012; Pache et al, 2008; Guest, 2011)

1. Dyschromatopsia

Merupakan gangguan penglihatan warna yang disebabkan oleh defisiensi dari mekanisme menerima warna. Yang terdiri dari trikromat anomali dan dikromat.

a. Trikromatik anomali

Mekanisme untuk mengapresiasikan semua warna primer ada, tapi terjadi defek terhadap satu atau dua warna primer. Tiga jenis trikromat anomali yaitu:

(12)

• Protanomali, dimana terjadi defek terhadap apresiasi warna merah karena terjadi kelemahan terhadap fotopigmen L cone atau absorbsi L cone kearah gelombang yang lebih rendah.

• Deuteranomali, terjadi defek terhadap apresiasi warna hijau atau kelemahan fotopigmen M cone atau absorbsi M cone bergeser kearah gelombang yang lebih panjang.

• Tritanomali, terjadi defek terhadap apresiasi warna biru atau fotopigmen S cone absorbsi s cone bergeser kearah gelombang yang lebih panjang.

b. Dikromatik

Pada keadaan ini kemampuan untuk menerima satu dari ketiga warna sama sekali tidak ada, Karena pasien hanya memiliki 2 pigmen kerucut. Beberapa individu disebut dichromates dan kemungkinan memiliki satu dari jenis defek berikut ini:

• Protanopia, merupakan keadaan yang paling sering ditemukan dengan defek pada penglihatan warna merah hijau atau kurang sensitifnya pigmen merah kerucut (hilangnya fotopigmen L cone).

• Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau kerucut (hilangnya fotopigmen M cone) sehingga tidak dapat

(13)

• Tritanopia, tidak adanya apresiasi terhadap warna biru. Terdapat kesukaran dalam membedakan warna biru dari kuning karena hilangnya fotopigmen s cone.

Red-green deficiency (protanomali, protanopia, deuteranomali dan deuteranopia) merupakan keadaan yang lebih umum. Kelainan ini merupakan sumber bahaya terhadap pekerjaan tertentu seperti supir, pelaut dan polisi lalu lintas. Blue deficiency (tritanomali dan tritanopia) lebih jarang terjadi.

2. Akromatopsia

Merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi, terdiri dari cone monochromatism atau rod monochromatism. Cone monochromatism ditandai hanya mengenal satu warna primer, sehingga penderita tersebut benar-benar buta warna. Kelainan ini ditandai tajam penglihatan normal dan tidak ada nistagmus. Rod monochromatism bisa komplit atau tidak komplit. Merupakan kelainan herediter yang diturunkan secara autosom recessive. Kelainan ini ditandai oleh buta warna total, buta siang hari (tajam penglihatan sekitar 6/60), nistagmus, gambaran fundus biasanya normal.

(14)

Gambar 2.5. Penglihatan pada (a) normal, (b) protanopia, (c)

deuteranopia, (d) tritanopia.(Fairchild, 2005)

B. Buta Warna Didapat

Disebabkan oleh kerusakan pada makula dan nervus optikus, biasanya berhubungan dengan skotoma sentral atau penurunan tajam penglihatan.(Boptom dan Monica, 2009; Fairchild, 2005; Khurana, 2007; Skuta et al, 2012; Pache, 2008)

• Blue-yellow impairment terjadi pada lesi diretina seperti CSCR, edem makula dan shallow retinal detachment.

• Red-green deficiency terjadi pada lesi di nervus optikus seperti neuritis optik, Leber’s optic atrophy dan kompresi nervus optikus.

(15)

• Acquired blue color defect (blue blindness) biasanya terjadi pada usia tua disebabkan oleh peningkatan sklerosis kristalin lensa.

2.5 Pemeriksaan Buta Warna

Pemeriksaan buta warna dirancang bertujuan untuk screening adanya defek penglihatan warna, klasifikasi kualitatif buta warna seperti protan, deuteran dan tritan serta untuk analisis derajat defisiensi yaitu ringan, moderat atau berat.(Khurana, 2007)

Jenis-jenis pemeriksaan buta warna pada umumnya adalah sebagai berikut (Fairchild, 2005; Khurana, 2007; Skuta et al, 2012; Kanski, 2011; Janoko, 2009)

1. Pseudo-isochromatic charts. Merupakan pemeriksaan buta warna yang paling sering dilakukan yang menggunakan Ishihara’s plates. Pada pemerikasaan ini terdapat pola warna dan grey dots yang memberikan satu pola pada individu normal dan pola yang lain pada individu yang mengalami defisiensi warna. Pemeriksaan ini merupakan metoda yang cepat untuk screening buta warna. Pemeriksaan lain dengan prinsip yang sama adalah Hardy-Rand Rittler plates (HRR).

(16)

Gambar 2.6. Contoh Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara.

Pada Orang Normal dan Buta Warna Dapat Melihat Angka 12.(Janoko, 2009)

Gambar 2.7. Contoh Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara.

Pada Orang Normal dapat Melihat Angka 8. Pada Red-Green Deficiency Dapat Melihat Angka 3. Pada Total Color Blindness Tidak

(17)

2. The lantern test. Pada pemeriksaan ini subjek harus memberi nama terhadap variasi warna yang ditunjukkan kepadanya dengan suatu lentera.

3. Fransworth-Munsell 100 hue test dan Farnsworth D15 hue discrimination/ arrangement test. Ini merupakan pemeriksaan stereoskopi dimana subjek harus menyusun kepingan warna dengan susunan ascending. Penglihatan warna diputuskan dengan skor eror, misalnya makin bagus skor makin buruk penglihatan warna.

Gambar 2.8. D-15 Color Arrangement Test.(Fairchild, 2005)

4. City university colour vision test. Pemeriksaan ini juga disebut pemeriksaan stereoskopi dimana suatu pusat lemping warna di cocokkan dengan warna yang paling dekat dari empat lemping warna disekitarnya.

5. Nagel’s anomaloscope. Terdiri dari test plate yang bagian bawahnya berwarna kuning yang dapat disesuaikan kontrasnya. Pasien berusaha mencocokkan bagian atas sampai berwarna kuning dengan mencampur warna merah dan hijau. Orang dengan buta warna hijau

(18)

akan menggunakan banyak warna hijau dan begitu juga pada orang dengan buta warna merah.

Gambar 2.9. Anomaloskop nagel. (Fairchild, 2005)

6. Holmgren’s wool test. Pada tahun 1837, August Seebeck menggunakan lebih dari 300 kertas berwarna dan meminta pasien mencocokkan atau menemukan warna yang sesuai dengan contoh warna yang diberikan, dan pada tahun 1877, Holmgren mengambil ide ini dan menggunakan benang wol berwarna sebagai pengganti kertas.

Gambar

Gambar 2.1. penampang melintang retina.(Fairchild, 2005)  2.3 Peran Sel Batang dan Sel Kerucut dalam Penglihatan Warna
Gambar 2.2. Sel batang dan sel kerucut.(Fairchild, 2005)
Gambar 2.3. Penyerapan Spektrum dari Tiga Pigmen Kerucut.(Khurana,  2007)
Gambar 2.4. Panjang gelombang sinar tampak.(Suryantara, 2004)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah suatu kemampuan dapat mengindentifikasikan konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika

Hubungan ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai rantai yaitu setelah pakan dari lambung masuk ke usus selanjutnya diikuti dengan produksi enzim protease dan pada

Ayam bekisar, kampung, bangkok, kate, dan G.varius memiliki waveform yang terdiri atas 2 elemen yaitu suara depan (I st waveform) dan suara belakang (2 nd waveform) yang

Apakah petugas menuliskan setiap pasien yang dating pada register rawat jalan dengan lengkap.. Apakah petugas menuliskan resep dengan benar

perempuan sedikit lebih tinggi dari pada rata-rata skor keterampilan proses sains mahasiswa laki-laki, tetapi berdasarkan uji U Mann Whitney tidak ada perbedaan

Pemanfaatan Ekstrak dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Bunga Nusa Indah Merah (Musaenda frondosa), Bunga Mawar Merah (Rosa), dan Bunga Karamunting (Melastoma malabathricum)

Adapun batasan analisa data dalam Tugas Akhir ”Perancangan Instalasi Pemadam Kebakaran pada Gedung Kantor Central Park Jakarta” adalah sebagai berikut:..

(1) Dengan tidak mengurangi hukuman2 yang ditetapkan pada pasal 9, peraturan ini mereka yang melakukan pelanggaran wajib dalam waktu yang telah ditetapkan