• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS FASILITATOR F10. Pelatihan Dasar 1. Manajemen Relawan. PNPM Mandiri Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS FASILITATOR F10. Pelatihan Dasar 1. Manajemen Relawan. PNPM Mandiri Perkotaan"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Manajemen

Relawan

MODUL KHUSUS FASILITATOR

DEPARTEMEN

PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya

Pelatihan Dasar 1

F10

(2)

Modul 1 Mencari Relawan Nangkis 1

Kegiatan 1: Simulasi Mendorong Bis Mogok 2 Kegiatan 2: Menemukan Relawan 4

Modul 2 Kerjasama Fasilitator dan Relawan 18

Kegiatan Jnedela Johari Fasilitator dan Relawan 19

Modul 3 Komunitas Belajar Kelurahan 24

Kegiatan 1 : Komunitas Belajar Kelurahan/Desa 25 Kegiatan 2 : Tahapan Pembelajaran KBK 28

(3)

Modul 1

Topik: Mencari Relawan Nangkis

Peserta memahami dan menyadari:

1. Pentingnya keberadaan relawan dalam mendorong perubahan sosial untuk penanggulangan kemiskinan

2. Mengidentifikasi motivasi relawan

Kegiatan 1: Simulasi mendorong bis mogok Kegiatan 2: Menemukan relawan

3 Jpl ( 135 ’)

Bahan Bacaan:

1. Lembar Kerja 1 – mendorong bis mogok 2. Lembar Kerja 2 – menemukan relawan

3. Bahan Bacaan – Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan 4. Bahan Bacaan – Potret Relawan

• Kerta Plano

• Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD

• Metaplan

• Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar

(4)

Simulasi Mendorong Bis Mogok

1) Jelaskan bahwa beberapa sessi ke depan, kita akan berdiskusi mengenai peran relawan dari anggota masyarakat untuk mendukung kerja-kerja penanggulangan kemiskinan. Saat ini kita akan bersama-sama belajar mengapa harus ada relawan.

2) Bagi peserta dalam 4 kelompok. Bagikan Lembar Kerja 1 – Menggerakkan Bis Mogok. Lakukan simulasi bersama seluruh peserta.

3) Setelah peragaan, dorong diskusi diantara peserta. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pembantu: ƒ Dari sisi posisi, kelompok mana yang paling mungkin menggerakkan mobil tersebut? ƒ Adakah satu kelompok yang berhasil mendorong bis? Apa yang membuat berhasil?

Mengapa gagal?

ƒ Apa syarat utama agar bis bisa bergerak?

ƒ Jika faktor tenaga sebagai syarat mutlak, apa yang harus dilakukan agar kendaraan bergerak?

ƒ Faktor apa lagi yang harus diperhitungkan?

4) Ilustrasikan proses mendorong bis tersebut sebagai upaya mendorong perubahan (penanggulangan kemiskinan). Diskusikan bersama peserta:

ƒ Mungkinkan tim faskel atau faskel seorang diri mampu mendorong perubahan di masyarakat?

ƒ Apa syarat utama untuk mendorong perubahan di masyarakat?

ƒ Jika faktor jumlah orang sebagai syarat mutlak, apa yang harus dilakukan agar terjadi perubahan?

(5)

Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari simulasi Mendorong Bis Mogok :

ƒ Bahwa bis hanya bisa digerakkan bila kekuatan pendorong lebih besar dari beban yang ada. Perubahan hanya akan bisa mencapai tujuannya jika bisa mengatasi kekuatan anti perubahan. Oleh karena itu, pengorganisasian masyarakat merupakan upaya menjawab masalah mendasar, yaitu membangun kekuatan.

ƒ Bahwa kekuatan belumlah cukup jika tidak dikelola dengan baik; meskipun dengan orang yang cukup, kecil kemungkinan bis dapat bergerak jika semua orang mendorong dari sisi samping. Oleh karena itu, pengorganisasian masyarakat merupakan upaya menjawab masalah mendasar, yaitu mengelola kekuatan dengan suatu strategi tertentu agar kekuatan mencapai batas optimum.

ƒ Jika mobil hendak didorong dalam jarak yang jauh, ketahanan stamina merupakan syarat. Oleh karena itu, pengorganisasian masyarakat merupakan upaya untuk menjawab masalah mendasar, yaitu mengembangkan kekuatan yang di dalamnya mencakup keberlanjutan gerakan perubahan dalam mencapai tujuan.

ƒ Kelompok warga yang membantu mendorong bis itulah relawan-relawan yang bersama kelompok anda membantu menggerakkan bis. Orang-orang seperti itulah yang perlu ditemukan dan dijadikan barisan pendukung dalam kerja-kerja pengorganisasian masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan. Memetakan dan membina hubungan dengan orang-orang kunci di masyarakat merupakan satu langkah awal dalam pengorganisasian masyarakat. Di hampir semua desa/kelurahan selalu ada orang-orang yang energik, bersemangat dan memiliki kepedulian sosial untuk membantu sesama, bukan orang yang bersemangat mencari proyek untuk kepentingan pribadi belaka.

5) Bagikan Bahan Bacaan 1 – Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan. Persilahkan peserta untuk membaca dan menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting.

6) Diskusikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta.

7) Sampaikan kembali kesimpulan-kesimpulan hasil diskusi dan berikan umpan balik.

Melakukan pengorganisasian masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan dimaksudkan memperkuat (memberdayakan) masyarakat sehingga masyarakat mampu mandiri dalam mengenali persoalan-persoalan kemiskinan yang ada dan dapat mengembangkan jalan keluar (upaya mengatasi masalah kemiskinan). Pengorganisasian masyarakat berangkat dari asumsi :

1. bahwa masyarakat punya kepentingan terhadap perubahan (komunitas harus berperan aktif dalam menciptakan kondisi yang lebih baik bagi seluruh masyarakat);

2. bahwa perubahan tidak pernah datang sendiri melainkan membutuhkan perjuangan untuk dapat mendapatkannya;

3. bahwa setiap usaha perubahan (sosial) pada dasarnya membutuhkan daya tekan tertentu, dimana usaha memperkuat (daya tekan) juga memerlukan perjuangan.

(6)

Menemukan Relawan

1) Sampaikan bahwa saat ini kita akan berdiskusi lebih jauh lagi mengenai kerelawanan. Pertanyaan penting diskusi kita adalah: ”Sulitkah menemukan relawan di tengah-tengah masyarakat?”

2) Bagikan Bahan Bacaan 2 – Potret Relawan. Beri kesempatan kepada peserta untuk membaca. 3) Beri kesempatan kepada peserta untuk berkomentar atas bahan bacaan atau menambah

cerita-cerita tentang kerelawanan yang ada di kampungnya.

4) Bagikan LK 2 – Menemukan Relawan. Minta peserta untuk berpasangan dan saling mewawancarai.

5) Beri kesempatan kepada satu peserta untuk menyampaikan hasil wawancaranya kemudian menempelkan hasilnya di papan tulis. Beri kesempatan kepada peserta lain yang menemukan motivasi kerelawanan yang berbeda. Apabila semua karakteristik relawan sudah tersampaikan persilahkan semua peserta untuk menempelkan hasil wawancara dengan mengelompokkan berdasarkan karakteristik motivasi yang sama.

6) Lakukan review terhadap kertas-kertas hasil wawancara. Berikan umpan balik terutama untuk menghilangkan adanya stereotipe tertentu tentang kerelawanan, misalnya, relawan pasti selalu laki-laki, berpendidikan tinggi, berusia tua, berprofesi pegawai negeri, dsb. Nyatakan bahwa siapapun bisa menjadi relawan, tanpa melihat status sosial, usia, penghasilan, dsb.

Beberapa alasan yang mendorong warga untuk menjadi relawan antara lain: ƒ Memiliki wahana kegiatan yang positif.

ƒ Kalangan tua sebagai pihak yang memiliki pengalaman dapat menyumbangkan ilmu untuk kepentingan masyarakatnya dan tetap aktif berkegiatan.

ƒ Kalangan muda memiliki sarana untuk mengembangkan diri. ƒ Sebagai sarana belajar tentang diri dan lingkungan.

ƒ Peluang untuk ”berbuat” menolong pihak lain dan berkontribusi bagi penanggulangan kemiskinan

Seringkali tidaklah mudah menemukan orang yang ’sempurna’ sesuai harapan (ingat pembelajaran dalam sessi pemberdayaan). Orang-orang yang memiliki sikap dan nilai ’luhur’, tetapi pengetahuannya kurang, lebih dimungkinkan untuk belajar ketimbang orang yang berpendidikan tetapi tidak memiliki sikap dan nilai ’luhur’.

Para relawan sebaiknya direkrut dari kalangan masyarakat setempat yang memiliki kepeduliaan terhadap kemiskinan yang dialami tetangganya. Kesediaan orang-orang semacam ini ditunjukkan dengan sukarela menyediakan waktu dan tenaga untuk terlibat dalam berbagai kegiatan penanggulangan kemiskinan.

Lebih jauh mengenai cara mengidentifikasi relawan dapat dipelajari dalam sessi pemetaan sosial dan RKM

(7)

LK 1 – Mendorong Bis Mogok

PETUNJUK SIMULASI

ƒ Bayangkan anda dan kelompok tim faskel anda sedang nongkrong di pinggir jalan.

ƒ Satu saat melintas pelan bis dan kemudian berhenti. Bis berisi anak-anak TK yang hendak bersekolah yang jaraknya sekitar 10 km lagi. Pengemudi bis meminta pertolongan untuk mendorong bis.

ƒ Kelompok anda dan beberapa kelompok warga datang untuk menolong.

ƒ Ketentuan untuk memberikan pertolongan adalah satu kelompok hanya boleh menggerakkan (mendorong atau menarik) dari satu sisi saja. Karena itu, kelompok 1 (tim faskel) hanya mendorong dari sisi belakang, kelompok 2 hanya mendorong dari sisi depan, kelompok 3 hanya mendorong dari sisi samping kiri, dan kelompok 4 hanya mendorong dari sisi samping kanan bis.

ƒ Persilahkan satu demi satu kelompok untuk membantu mendorong bis. Peragakan proses tersebut. Dapatkah bis bergerak?

ƒ Persilahkan semua kelompok secara bersamaan membantu mendorong bis. Peragakan proses tersebut. Dapatkah bis bergerak?

ƒ Persilahkan semua kelompok untuk berembug, mengatur strategi bagaimana mendorong bis untuk sampai ke tujuan dengan selamat. Peragakan strategi tersebut. Dapatkan bis bergerak?

(8)

.

LK 2 – Menemukan Relawan

Apakah benar masyarakat Indonesia memiliki kepedulian sosial tinggi?

Ataukah sebaliknya, sudah mulai ‘itung-itungan’ dan sulit diajak bergotong royong?

Wawancarailah teman anda untuk menggali cerita-cerita mengapa seseorang di desa/kelurahannya mau menjadi relawan.

Apakah sulit/mudah memperoleh relawan di desa/kelurahan anda?

________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ___________________________________

Apa yang mendorong mereka mau menjadi relawan?

(9)

Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan

ƒ Siapakah yang dimaksud dengan “Relawan” ?

Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan

nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan/upah ataupun karier.

ƒ Mengapa PNPM Mandiri Perkotaan menumbuhkan relawan ?

Kenyataan bahwa hampir di semua masyarakat aktivitas sosial berupa sifat

tolong-menolong sudah sejak lama sering kita jumpai. Salah satunya yang sering kita kenal adalah “gotong-royong” yang dalam kerelawanan merupakan suatu bentuk tipikal dari jaring pengaman sosial yang paling utama di masyarakat miskin.

ƒ Kenyataan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya modal sosial berupa sifat-sifat “kerelawanan” di masyarakat sudah ada, kemudian melalui PNPM Mandiri Perkotaan justru diberikan peluang pada masyarakat untuk menumbuh-kembangkan potensi modal sosial ini dengan mengaktualisasikan dirinya sebagai relawan.

ƒ PNPM Mandiri Perkotaan merupakan gerakan moral menanggulangi kemiskinan. Hal ini sangat sejalan dengan fitrah kita sebagai manusia yang sesungguhnya adalah mahluk sosial yang sifat-sifat utamanya justru ditunjukkan oleh kemampuannya membantu orang lain sebagai wujud rasa syukur kepada Illahi.

ƒ Siapakah yang dapat menjadi Relawan ?

Semua warga yang secara ikhlas tanpa membeda-bedakan derajat dan status sosial bersedia mengabdikan dirinya tanpa mengharapkan imbalan ataupun karier dapat menjadi relawan. Artinya, siapapun dapat menjadi relawan, selama memiliki semangat dan jiwa kerelawanan. Relawan tidak tergantung dari kelompok masyarakat mana dia berasal. ƒ Apa kontribusi Relawan bagi penanggulangan kemiskinan?

Kreatifitas seseorang untuk berkontribusi membantu orang lain sesungguhnya dapat diwujudkan dengan banyak cara, bahkan mungkin tidak terhitung. Pada dasarnya, kontribusi yang dapat diberikan oleh relawan adalah semua karunia yang telah diperolehnya, antara lain:

- Waktu - Tenaga

- Bakat termasuk kemampuan intelektualitas - Harta

ƒ Apa peran Relawan dalam menanggulangi kemiskinan ?

Peran utama para relawan adalah sebagai “Agen perubahan” atau “Agen Pembaruan” di masyarakat yang berfungsi mempercepat terjadinya proses penanggulangan kemiskinan. Membangun masyarakat adalah misi utama relawan dalam menanggulangi kemiskinan, yang secara khusus melalui PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan dengan berbagai aktivitas

(10)

pendampingan masyarakat (terutama KSM, BKM dan UP-UP). Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh para relawan ini antara lain :

ƒ Peningkatan kapasitas (capacity building) bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin dengan memberikan bimbingan dan pelatihan (coaching and training).

ƒ Memberikan bantuan teknis bagi masyarakat yang dibutuhkan dalam menjalani rangkaian siklus proses PNPM Mandiri Perkotaan.

ƒ Membangun jaringan kerja dan jaringan sumberdaya, sebagai upaya membuka ruang dan akses masyarakat pada informasi, teknologi, kapital, dll.

ƒ Melakukan upaya-upaya mobilisasi sumberdaya, sehingga berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dapat secara efektif terselenggara bersama masyarakat. Para relawan pun ikut berperan mendorong tumbuhnya komunitas belajar kelurahan (KBK), yang dimulai dengan membangun kelompok-kelompok diskusi diantara para relawan, kemudian mengikutsertakan pihak-pihak lain yang peduli baik dari kalangan pemerintah kelurahan/desa, maupun lembaga sosial atau kemasyarakatan yang ada di lingkungan kelurahan/desa. Dengan demikian upaya kajian atau pembelajaran mengenai berbagai hal pembangunan masyarakat, terutama penanggulangan kemiskinan dapat terus berlangsung di masyarakat. Artinya, masyarakat secara dinamis terus meningkatkan kapasitasnya, dan proses belajar menjadi budaya komunitas.

ƒ Bagaimana PNPM MANDIRI PERKOTAAN membuka peluang menumbuhkan

Kerelawanan ?

ƒ Sejak awal Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM), setiap tahapan siklus, dan setiap saat dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi relawan melalui Pendaftaran Relawan.

ƒ Konsep dasar PNPM Mandiri Perkotaan: manusia pada dasarnya baik dan kebaikan dapat diwujudkan dalam sikap memberi/membantu orang lain secara “Ikhlas”. Tidak dibayar (upah) untuk berbuat baik adalah peluang untuk seseorang mengaktualisasikan dirinya sebagai relawan, dan membangun kultur sehat di warga agar terjamin keberlanjutan nilai-nilai dan prinsip seperti yang ditumbuh kembangkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan.

ƒ PNPM Mandiri Perkotaan secara sengaja membuka ruang pengabdian yang dapat diisi oleh para Relawan, seperti menjadi anggota BKM/LKM, merintis pengembangan Komunitas Belajar Kelurahan, pendampingan dalam pengembangan KSM, beraktivitas secara gotong-royong, membangun semangat kebersamaan dalam menyikapi kemiskinan, dsb adalah bidang-bidang kerja yang dipromosikan PNPM Mandiri Perkotaan untuk para Relawan.

ƒ PNPM Mandiri Perkotaan seraca sistematis mengupayakan berbagai fasilitasi bagi para relawan melalui pengembangan kapasitas dan pengakuan, seperti:

- kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan - pengembangan jejaring

ƒ Bagaimana memelihara Semangat dan Jiwa Kerelawanan?

Dalam rangka keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan di masyarakat maka peran para relawan menjadi sangat penting, terutama untuk terus menjaga dinamika masyarakat. Kondisi yang perlu terus dipertahankan bagi keberadaan peran para relawan ini adalah dengan terus memelihara semangat dan jiwa kerelawanannya. Hasilnya adalah

(11)

semakin tumbuhnya kebersamaan (social cohesion), yang merupakan dampak positif dari tindakan kerelawanan.

Baik atas prakarsa pemerintah maupun prakarsa BKM/LKM bersama unsur perangkat kelurahan/desa perlu terus (i) Membangun jejaring kebersamaan, (ii) peningkatan kapasitas, (iii) mengupayakan penghargaan dan pengakuan dari Pemda.

Salah satu komponen penting bagi keberlanjutan peran para relawan dalam

penanggulangan kemiskinan adalah dengan ”manajemen relawan” melalui: perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring aktivitas kerelawanan secara terbuka dan bertanggung jawab (prinsipnya: transparansi dan akuntabilitas).

Dengan demikian hasil kerja para relawan ini menjadi semakin nyata dan berarti di masyarakat.

(12)

Potret

Haswa Kenalkan Aksara dari Pintu ke Pintu

Sabtu | 24 November 2007 | 12:51 wib | 22 Komentar

Salah satu indikasi lemahnya sumber daya manusia Indonesia adalah buta aksara yang masih disandang sebagian warga masyarakat kita. Sebuah huruf sebesar gedung stadion olahraga di Senayan, Jakarta, pun tidak bisa dibaca akibat penyakit buta yang satu itu. Kondisi ini menjadi keprihatinan Haswa sehingga dengan sukarela dia memperkenalkan aksara Latin dari pintu ke pintu. Itu dilakukannya sejak pria ini bertugas di SMP Negeri 6 Raha, ibu kota Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, tahun 1997.

Ia menyangsikan keakuratan data statistik yang menyebutkan penduduk buta huruf di Sultra tinggal 73.787 orang pada tahun 2006 dan di Kabupaten Muna tersisa 13.457 orang. “Di lapangan, saya melihat penduduk buta baca tulis masih sangat banyak, termasuk di Kota Raha sendiri,” kata Haswa.

Sebagai warga baru di Kelurahan Wapunto, Kota Raha, Haswa membangun hubungan sosial mulai dari masjid. Dari pergaulan sesama jamaah masjid dia mengetahui bahwa sebagian teman barunya tidak pandai baca-tulis alias buta aksara. Sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh pelabuhan.

Ketika ditawari untuk belajar baca-tulis, para buruh tersebut menyatakan mau. “Tanpa pikir panjang saya langsung mengunjungi mereka dari rumah ke rumah untuk mulai memperkenalkan huruf alfabet,” tutur anak keempat dari delapan bersaudara buah perkawinan dari Lasimpa dan Wahaya ini.

Karena mulai banyak peminat dan rata-rata dari pekerja di pelabuhan, teknik pembelajaran dilakukan secara klasikal, sistem kelas. Untuk itu, dia menggunakan balai desa atau rumah-rumah peserta yang agak luas sebagai ruang belajar. Biaya untuk pengadaan papan tulis white board, spidol, buku tulis, pensil, dan sebagainya berasal dari kocek Haswa sendiri.

Pengaruh ponsel

Waktu Haswa makin tersita ketika sebagian penyandang buta aksara di kelurahan itu enggan bergabung dengan warga yang belajar di balai desa maupun berkelompok dengan sesama peserta baru. Mereka ini kebanyakan para ibu rumah tangga.

(13)

finansial karena harus menyediakan alat tulis-menulis dan bahan bacaan lebih banyak untuk disebar ke rumah-rumah warga binaan. “Ini risiko dari sebuah pekerjaan sosial,” katanya.

Untuk mencapai bobot yang diharapkan, Haswa menyusun sendiri kurikulumnya. Bahan ajar meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Pekerjaan itu tidak asing baginya karena profesi Haswa memang seorang guru berijazah S-1 dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Haluoleo (Unhalu), Kendari.

Ketika masih studi di perguruan tinggi negeri itu, Haswa juga aktif dalam kegiatan pembebasan buta aksara. Bukan aksara Latin, melainkan buta aksara Al Quran. Santrinya mencapai ratusan anak dari berbagai kalangan, mulai dari anak tukang becak sampai anak pejabat.

Selanjutnya, selama 1997-2004 dia telah ‘memelekkan’ lebih kurang 300 orang buta aksara di Kelurahan Wapunto. Mereka diberi semacam sertifikat berupa Surat Keterangan Melek Aksara. Bila ingin

memperoleh ijazah setara sekolah dasar, mereka bisa mengikuti ujian Paket A versi Departemen Pendidikan Nasional. “Tetapi, mereka menyatakan sudah cukup mahir membaca dan menulis,” ujarnya. Setelah menyelesaikan pendidikan S-2 jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Makassar tahun 2006, Haswa kembali melanjutkan kegiatannya memberantas buta aksara di Wapunto. Saat ini ia tengah menangani 150 peserta baru, sekitar 80 persen di antaranya adalah ibu-ibu rumah tangga. Pengaruh alat telekomunikasi telepon genggam atau telepon seluler (ponsel) ikut memotivasi ibu-ibu itu untuk segera bebas dari buta aksara. Seperti diungkapkan Haswa, ibu-ibu itu mengaku ingin pandai baca-tulis agar bisa menggunakan telepon genggam.

Kegiatan Haswa sebagai relawan pemberantasan buta huruf menarik perhatian Ketua Penggerak Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Muna Waode Siti Nurlaila. Istri Bupati Muna Ridwan itu

kemudian menyerahkan dua kelompok PKK penyandang buta aksara untuk dimelekkan. Setiap kelompok berjumlah 20 orang. “Tugas itu sudah saya selesaikan,” ujarnya.

Lahir pada 1 Juni 1972 di Desa Bubu, Kecamatan Bonegunu (kini Kabupaten Buton Utara), Haswa kini merasa tugasnya mulai agak ringan sebagai relawan. Sebagai Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Kecamatan Lohia, ia membagi tugas itu dengan temannya yang memiliki komitmen sama. “Sejumlah anggota PGRI saya telah termotivasi untuk menjadi relawan,” katanya.

Dia juga bukan lagi guru biasa untuk bidang studi IPS di sekolahnya sebab sejak 19 September 2007, Haswa diangkat sebagai Kepala SMP Negeri 6 Raha.

Dibekali keterampilan

Sasaran pelayanan Haswa kini tidak lagi hanya sebatas Kelurahan Wapunto, tetapi seluruh wilayah Kecamatan Lohia. Tantangannya pun mulai bermunculan. “Kita ini sudah tua, buat apalagi belajar,”

(14)

katanya mengutip pernyataan sebagian warga.

Tantangan itu dijawabnya dengan memberikan bekal keterampilan sebagai pelajaran tambahan. Pelatihan mengolah jambu mete gelondongan menjadi kacang mete, membuat pot bunga, serta budidaya tanaman hias merupakan beberapa contoh keterampilan yang diajarkan Haswa. Anak-anak muda putus sekolah pun digalangnya. Mereka dihimpun dalam wadah Karang Taruna Soliwunto. Sebanyak 83 anggota karang taruna itu dilatih membuat pot dan membudidayakan tanaman hias di lahan pekarangan rumah mertua Haswa yang tak seberapa luas di Jalan Sutan Syahrir Nomor 15, Kelurahan Wapunto, Raha.

Bersama istrinya, Waode Mulyana, serta kedua anaknya, Haswa masih menumpang di rumah mertua. Waode Mulyana yang berijazah S-1 juga guru IPS di SMP Negeri 1 Raha. “Baru mulai bikin fondasi,” ujar Haswa mengenai rencana membangun rumahnya sendiri.

Penulis: YAMIN INDAS/KOMPAS

(15)

Sekilas Tentang Kerelawanan

(Nurani Galuh Savutri dalam ”Panudan Manajemen Kerelawanan, Ford Foundation – PIRAC)

Kerelawanan merupakan sumbangan masyarakat bagi pengembangan pembangunan masyarakat sipil. Relawan memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan sector nirlaba khususnya organisasi nirlaba (LSM). Masyarakat sipil yang kuat hanya mungkin dibangun dengan dukungan keberadaan organisasi nirlaba yang berdaya dan filantropi yang efektif.

Kerelawanan juga merupakan proses pendidikan masyarakat. Tidak ada seorang pun bersedia menjadi relawan tanpa menanyakan “saya bekerja untuk apa?” Lembaga harus menjelaskan isu apa yang sedang diperjuangkan secara menarik sehingga hati dan pikiran calon relawan menjadi terbuka serta secara sukarela bersedia menyumbangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membantu lembaga mencapai visi dan misi lembaga. Relawan memiliki peranan penting dalam (1) filantropi, (2) fundraising (seorang relawan dapat menjadi donatur yang sangat loyal), (3) kaderisasi,(4) peningkatan akuntabilitas lembaga, dan (5) sebagai penghubung antara lembaga dan publik (vita link).

Masyarakat sipil yang kuat dapat dipastikan memiliki tingkat kerelawanan yang tinggi. Kita dapat mengambil contoh Amerika, United Kongdom, Kanada dan Belanda yang secara umum telah dikenal sebagai negara yang sangat mengutamakan kerelawanan dan kerelawanan telah menjadi suatu tradisi kuat yang telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat. Di Amerika, 55 % penduduk Amerika terlibat dalam dunia kerelawanan. Prosentase tersebut terdiri dari 49 % pria dan 61 % perempuan, sekitar 70 % menjadi relawan di lembaga-lembaga nirlaba, 20 % menjadi relawan di organisasi kepemerintahan, dan 10 % menjadi relawan untuk lembaga profit misalnya rumah sakit, panti asuhan. Di Amerika, siapa pun dapat menjadi relawan. Setiap relawan meyumbangkan waktunya sekitar 4,2 jam.

Di UK, ada sekitar 22 juta relawan. Waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di UK selama satu minggu adalah sekitar 90 juta jam per minggu dan hal ini berarti para relawan tersebut telah memberikan kontribusi ke negara tidak kurang dari £40 millar per tahun. Kerelawanan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Cynthia P Scheneider dari American Women’s Club mengatakan bahwa dari hasil penelitian di 22 negara menunjukan kerelawanan di Amerika sama dengan 10,5 juta pekerjaan full-time. Pada tahun 2000, lebih dari 6,5 juta orang Kanada menjadi relawan. Rata-rata seorang relawan menyumbangkan waktunya sekitar 162 jam per tahun, yang berarti waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di Kanada kira–kira 1,05 millyar jam. Hal ini sama dengan 549.000 pekerjaan full time (national survey of Giving, Volunteering, and Participating in 2000).

Di negara-negara tersebut diatas, kerelawanan sudah menjadi elemen penting untuk pembangunan perekonomian negara dan masyarakat sipil. Sehingga pengelolaaan kerelawanan menjadi salah satu prioritas negara. Di setiap provinsi setiap negara memiliki pusat pengelolaan kerelawanan. Bahkan di setiap lembaga yang membutuhkan jasa relawan pasti memiliki divisi khusus yang bertanggung jawab terhadap manajemen kerelawanan lembaga. Di bulan November 1997, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan tahun 2001 sebagai International Year of Volunteer (IYV) dengan tujuan utama ditingkatkannya pengenalan (recognition), fasilitasi (Facilitation), jaringan (networking), dan promosi (promotion) kerelawanan. IYV diharapkan dapat menciptakan suatu

(16)

peluang unik untuk menunjukan prestasi jutaan relawan di seluruh dunia dan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan kerelawanan.

Dalam budaya Indonesia kerelawanan sebenarnya bukan hal baru. Sejak jaman dahulu, kerelawanan sudah mengakar dalam tradisi dan dipraktekan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerelawanan yang paling umum dipraktekan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah gotong royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembangunan sarana sosial, perkawinan, maupun kematian. Para pemuda, orang tua, dan wanita secara sukarela memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang dan sarana sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan perkotaan, nilai-nilai kerelawanan sudah mulai luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga lebih memilih membayar orang atau mewakilkan ke pembantu daripada harus terkena giliran.

Namun dekimian, seiring dengan menjamurnya lembaga nirlaba atau LSM di Indonesia paska-reformasi dan rentetan bencana alam serta kerusuhan yang kuantitasnya lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, semangat kerelawanan (Voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity) nampak semakin menonjol. Bahkan Prof. Mitsua Nakamura, research fellow di Harvard University mengatakan bahwa mengingkatnya kerelawanan dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil (civil siciety) dan kemungkinan besar dapat menjadi sebuah faktor politik yang penting di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil tersebut harus dipertahankan bahkan diperkuat agar semangat solidaritas kemanusiaan dan kerelawanan di masyarakat Indonesia tidak hilang.

Pemerintah Indonesia juga mulai memandang pentingnya peran kerelawanan dalam pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan kerelawanan dan meningkatkan kapasitas relawan di Indonesia, pada bulan Agustus 2003 Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi bekerjasama dengan UNDP membuka Pusat Pengembangan Kerelawanan (Volunteer Development Center atau VCD). Di samping sebagai pusat informasi relawan dan kerelawanan di Indonesia, VDC juga berfungsi sebagai forum bagi relawan, organisasi kerelawanan dan stakeholder yang lain untuk saling bertukar informasi, pengetahuan, skill dan keahlian.

Hampir semua LSM baik organisasi karitas, organisasi pelayanan masyarakat dan organisasi advokasi membutuhkan relawan. Sayangnya, banyak lembaga yang hanya melibatkan relawan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat incidental saja, belum mensinergikan relawan dalam struktur lembaga sebagai bagian penting lembaga yang juga memiliki peranan penting untuk mencapai visi dan misi lembaga serta untuk keberlanjutan pencapaian misi lembaga di masa mendatang. Potensi kerelawanan masih digunakan sebatas untuk menanggulangi berbagai masalah yang diakibatkan bencana alam dan penyakit, belum disinergikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial secara lebih strategis. Akibatnya, relawan tidak dikelola secara profesional dan akhirnya lembaga akan kehilangan media kampanye yang efektif dan modal sosial (social capital) yang sangat mahal. Yang akhirnya, lembaga akan kehilangan dukungan publik dalam memperluas gerakan sosial.

Oleh karena itu peranan relawan perlu dipandang sebagai salah satu sumber daya lembaga yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai visi dan misi lembaga. Karenanya relawan perlu dikelola secara profesional di mana sistem pendekatan manajemen kerelawanan yang dipakai hampir sama dengan sistem manajemen staf lembaga. Dengan adanya sistem manajemen kerelawanan yang bagus maka peran dan fungsi relawan akan dapat menjadi optimal dan akhirnya dapat membantu lembaga dalam mencapai misi lembaga.

(17)

Manfaat memiliki relawan

Relawan telah menjadi sumber daya yang bernilai bagi sebagian besar lembaga non-profit (LSM). Ada beberapa alasan mengapa LSM mulai melihat pentingnya melibatkan relawan dalam program mereka, yaitu :

(1)

Relawan memiliki peranan penting untuk membangun masyarakat sipil yang adil dan demokratis

.

Hal ini akan membantu memperkuat tanggungjawab, partisipasi dan interaksi masyarakat sipil.

(2) Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan

Program relawan akan membantu mempercepat terjadinya perubahan sosial dan pencapaian pembangunan masyarakat sipil yang kuat.

(3) Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan

Program kerelawanan dapat meningkatkan kapasitas lembaga dalam upaya mencapai visi dan misi lembaga dan memberikan peluang atau kesempatan bagi relawan untuk dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sipil.

(4) Program kerelawanan didasarkan pada hubungan setara dan saling menghargai.

Relawan berhak untuk mendapatkan tugas yang berarti, diperlakukan sebagai teman kerja yang setara, mendapatkan supervisi secara efektif, dan terlibat serta berpartisipasi secara penuh. Namun demikian, relawan juga harus bertanggung jawab dan melakukan tugas-tugasnya secara aktif berdasarkan kemampuannya dan loyal pada tujuan dan prosedur-prosedur lembaga.

Beberapa manfaat yang sering diaungkapkan oleh beberapa LSM baik di Indonesia maupun diluar negeri tentang program kerelawanan, antara lain :

¾ Relawan dapat menjadi penghubung antara lembaga dan masyarakat, sehingga memperkuat hubungan lembaga ke masyarakat;

¾ Lembaga memperoleh tenaga, waktu dan keahlian gratis yang bernilai sama atau bahkan lebih besar dari pekerjaan staf yang digaji dan bekerja penuh waktu;

(18)

¾ Lembaga membangun dukungan publik, yang akhirnya dapat memperluas gerakan sosial lembaga;

¾ Lembaga memiliki media kampanye gratis;

¾ Lembaga melakukan proses pendidikan masyarakat;

¾ Staf memiliki banyak waktu untuk pengembangan program dan/atau perluasan kegiatan dan pelayanan yang ditawarkan lembaga;

¾ Memberi peluang ke staff untuk meningkatkan keahlian atau expertise di area program yang sedang mereka kerjakan;

¾ Staf memiliki lebih banyak waktu untuk memperkuat jaringan lembaga; ¾ Relawan memiliki potensi besar untuk menjadi donatur lembaga;

¾ Relawan menjadi sumber ide dan energi bagi pengembangan program lembaga.

Apa dan Siapa Relawan

Pekerjaan kerelawanan (volunteer work) adalah segala bentuk bantuan yang diberikan secara sukarela untuk menolong orang lain. Sedangkan relawan adalah seseorang yang secara sukarela (uncoerced) menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain (help others) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa yang telah disumbangkan (unremunerated). Menjadi relawan adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan komitmennya terhadap sebuah visi tertentu.

Hampir semua relawan yang terlibat dalam pekerjaan kerelawanan termotivasi oleh semangat untuk menolong orang lain sebagai bentuk rasa kepedulian dan tanggung jawab untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain. Tentu saja motivasi yang bersifat altruistik tersebut juga diikuti oleh motivasi-mitivasi pribadi yang lain, misalnya keinginan untuk memperoleh pengalaman baru, mendapatkan teman baru, mendapatkan perspektif baru, menggali potensi atau hanya sekedar untuk mengisi waktu luang.

Melalui kerelawanan, relawan dapat saling belajar, dapat lebih memahami isu yang diminati secara lebih kritis, lebih mampu mengorganisasi diri dan sekaligus mampu melakukan aksi nyata dalam keterlibatannya di berbagai kegiatan.

Dilihat dari pola pelaksanaannya, ada tiga pola kerelawanan yang saat ini berkembang. Pertama, kegiatan kerelawanan yang dilakukan oleh individual dan tidak dikoordinir oleh lembaga atau organisasi tertentu. Aktivitas ini banyak berlangsung di masyarakat, namun sulit untuk diukur ataupun diteliti karena dianggap sebagai kegiatan rutin harian. Kedua, kegiatan kerelawanan yang dikoordinir oleh kelompok organisasi, atau perusahaan tertentu, namun bersifat insidentil atau dilakukan secara tidak kontinyu. Misalnya, kegiatan bakti sosial dan donor darah dalam rangka ulang tahun lembaga atau perusahaan. Ketiga, kegiatan kerelawanan yang dikelola kelompok atau organisasi secara profesional dan kontinyu. Pola ketiga ini ditandai dengan adanya komitmen yang kuat dari relawan (baik tertulis maupun lisan) untuk terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan, adanya aktivitas yang rutin dan kontinyu serta adanya divisi atau organisasi yang khusus merekrut dan mengelola para relawan secara profesional.

Relawan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu :

Relawan jangka panjang, adalah relawan yang memiliki kepedulian dan komitmen tinggi

terhadap suatu isu, visi atau kelompok tertentu dan bersedia mendedikasikan diri untuk memperjuangkan isu/visi yang di yakininya dalam jangka waktu tak tertentu. Relawan jangka

(19)

panjang memiliki ikatan yang kuat baik dengan lembaga maupun isu atau program yang sedang dilakukan oleh relawan lembaga. Biasanya relawan tipe ini memiliki ikatan emosi yang kuat terhadap isu atau tugas yang sedang dikerjakan dan sejalan dengan lamanya partisipasinya dalam suatu lembaga, maka nilai, identitas diri dan rasa kepemilikan terhadap isu/tugas/lembaga juga akan meningkat.

Umumnya, relawan jangka panjang direkrut melalui salah satu cara berikut : rekrutmen sendiri (memiliki kepedulian dan komitmen terhadap isu dan berusaha menemukan dan bergabung dengan lembaga atau wadah yang dapat mewujudkan komitmen dirinya), keterikatan diri terhadap isu atau lembaga yang berkembang semakin kuat (ikatan batin dengan suatu isu atau lembaga tumbuh menjadi lebih kuat), dan kloning (bergabung dengan lembaga karena ajakan staf atau relawan yang sudah bergabung terlebih dahulu).

Karena lamanya bergabung dan semakin meningkatnya kapasitas relawan dalam suatu isu atau program, relawan jangka panjang dapat dilibatkan dalam penentuan deskripsi tugas relawan, bahkan relawan tersebut dapat berinisiatif untuk menambah atau memodifikasi tugas-tugasnya. Bahkan apabila diperlukan, mereka juga bersedia meluangkan lebih banyak waktu dan tenaganya agar misi yang diembannya tercapai. Pengakuan atau reward dari lembaga akan semakin memperkuat komitmen dan keterlibatannya dalam pencapaian misi lembaga.

Relawan Jangka Pendek, adalah relawan yang bergabung dengan suatu lembaga hanya dalam

jangka waktu tertentu. Biasanya relawan tipe ini memiliki kepedulian terhadap suatu isu tetapi tidak menganggap isu atau keterlibatannya dalam lembaga tersebut sebagai suatu prioritas dalam hidupnya.

Relawan jangka pendek sebelum bergabung dengan suatu lembaga akan memastikan terlebih dahulu tentang deskripsi tugas yang akan mereka lakukan dan berapa lama komitmen yang harus mereka berikan ke lembaga tersebut. Mereka hanya bersedia melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan jangka waktu mereka sediakan, sehingga biasanya relawan tipe ini tidak bergabung dalam suatu lembaga untuk jangka waktu lama.

Relawan jangka pendek biasanya direkrut oleh suatu lembaga melalui salah satu cara berikut : mereka tertarik bergabung dengan suatu lembaga karena tertarik dengan deskripsi tugas relawan, bukan pada misi lembaga; mereka terekrut melalui kegiatan-kegiatan atau event-event lembaga, biasanya mereka tertarik pada jenis event atau kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga; dan mereka bergabung dengan suatu lembaga karena ajakan teman.

Agar suatu lembaga dapat memiliki cukup relawan jangka panjang, maka lembaga harus memiliki kegiatan promosi internal yang bagus dengan cara memberikan pengakuan atau recogition baik formal maupun informal ke relawan yang dimiliki, memberikan tanggung jawab dan tugas-tugas yang jelas, menarik dan menantang, serta perlahan-lahan meyakinkan mereka agar bersedia memberikan komitmen yang lebih lama. Semua hal ini dapat dilakukan apabila lembaga memiliki desain dan sistem manajemen kerelawanan yang efektif. Desain dan sistem manajemen kerelawanan tidak dapat diciptakan secara spontan, tetapi harus direncanakan dan disusun secara sistematis serta memandang program kerelawanan sebagai salahsatu bagian dari komponen utama lembaga dalam upaya mencapai misi lembaga.

(20)

Modul 2

Topik: Kerjasama Fasilitator dan Relawan

Peserta memahami dan menyadari:

1. Mengidentifikasi peran fasilitator terhadap relawan

2. Prinsip – prinsip kerjasama yang baik antara fasilitator dan relawan

Jendela Johari fasilitator dan relawan

3 Jpl ( 135 ’)

Bahan Bacaan:

1. Lembar Kerja 3 : jendela Johari Peran Fasilitator Relawan 2. Bahan Bacaan : Prinspi Kerjasama Fasilitator dan Relawan

• Kerta Plano

• Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD

• Metaplan

• Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar

(21)

Jendela Johari Fasilitator – Relawan

1) Sampaikan bahwa saat ini kita akan belajar bersama mengenai hubungan antara fasilitator kelurahan dan relawan. Ajak peserta untuk mengingat kembali peran fasilitator pembangunan (pembelajaran di sessi-sessi awal).

ƒ Fasilitator berasal dari bahasa latin ”fasilis” yang artinya mempermudah. Jadi kalau ada fasilitator yang kerjanya merepotkan atau bikin susah masyarakat, tidak layak menyandang predikat ”fasilitator”.

ƒ Fasilitator kelurahan merupakan agen pemberdayaan dan perubahan masyarakat, termasuk mensosialisasikan masyarakat kepada nilai-nilai PNPM Mandiri perkotaan, intervensi perubahan perilaku dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan. ƒ Sebagai agen pemberdayaan, fasilitator mengelola proses belajar (dialog) masyarakat.

Fasilitator mendorong masyarakat (terutama masyarakat miskin dan kelompok marjinal lainnya) untuk percaya diri menyampaikan pikirannya. Peran fasilitator harus dikurangi secara bertahap dan diserahkan kepada masyarakat. Melalui pengurangan peran ini, proses pembelajaran bisa diambil alih oleh masyarakat sehingga pembelajaran bisa berjalan sebagai inisiatif sendiri.

2) Bagi peserta dalam 5 kelompok. Bagikan LK 3 – Jendela Johari Peran Fasilitator– Relawan. Jelaskan tugas kelompok sehingga kelompok memahami tugasnya. Minta kelompok untuk menuliskan hasil diskusi kelompok di kertas plano.

3) Persilahkan setiap wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Dorong diskusi diantara peserta, terutama mempertanyakan peran fasilitator terhadap relawan.

(22)

Fasilitator Tahu Fasilitator Tidak Tahu Relawan

Tahu Fasilitator berperan sebagai moderator.

Fasilitator mengajak relawan mendialogkan sesuatu yang sama-sama diketahui, topik-topik yang ada

dalam keseharian. Tugas fasilitator adalah membangun proses dialogis agar relawan dapat menganalisis dan

mengembangkan gagasan berdasarkan pengetahuan sendiri.

Apabila terdapat perbedaan pandangan terhadap satu topik , Fasilitator mendorong sikap positif

terhadap perbedaan pendapat. Fasilitator mengajak relawan saling memahami persepsi dan sikap orang

lain.

Fasilitator berperan sebagai

motivator.

Fasilitator mendorong kepercayaan diri relawan bahwa pengetahuannya

penting bagi orang lain (mengubah citra diri orang desa sebagai orang bodoh). Fasilitator mencontohkan bahwa kita selalu bisa belajar dari siapa saja. Sikap mau belajar dari

orang lain ini membutuhkan kerendahan hati, apalagi bila belajar

dari orang yang dianggap berpendidikan rendah. Padahal sesungguhnya setiap orang pasti punya pengalaman yang bisa dibagi,

pasti punya pendapat yang bisa dipertukarkan.

Relawan Tidak

Tahu

Fasilitator berperan sebagai

narasumber.

Fasilitator memperkuat proses belajar relawan dengan menambahkan pengetahuan dan pengalaman yang

dimilikinya, sebagai alternatif dari pengetahuan relawan. Fasilitator

mendorong mendorong relawan untuk memeriksa apakah pengetahuan baru dapat diterapkan

atau tidak.

Fasilitator berperan sebagai

mediator.

Fasilitator mendorong relawan untuk sama-sama mencari sumber pengetahuan/ informasi baru. Peran utama fasilitator adalah membangun

kegiatan yang menimbulkan kebutuhan relawan untuk belajar dan

belajar terus.

5) Bagikan Bahan Bacaan – Prinsip Kerjasama Fasilitator-Relawan. Persilahkan peserta untuk membaca dan menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting.

6) Diskusikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta.

7) Sampaikan kembali kesimpulan-kesimpulan hasil diskusi dan berikan umpan balik.

Salah satu kelebihan relawan dibandingkan warga masyarakat lainnya adalah mereka akan terus didampingi oleh fasilitator untuk menguasai berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk kerja-kerja penanggulangan kemiskinan. Mekanisme belajar ini mirip seperti sistem on the job training, dimana seseorang belajar sambil bekerja, sehingga relatif lebih cepat menguasai materi yang diajarkan. Selama proses ini juga terjadi

pergeseran peran dari fasilitator ke relawan. Sehingga di satu masa relawanlah yang sepenuhnya mendorong proses penanggulangan kemiskinan di kampungnya.

(23)

Lembar Kerja 3

Jendela Johari Peran Fasilitator – Relawan

Jangan lupa, Anda dan tim fasilitator anda adalah ‘orang luar’ yang datang ke satu desa/kelurahan untuk menjadi agen pemberdayaan. Relawan-relawan, yang dengan keihlasannya membantu anda, adalah ‘orang dalam’ anggota masyarakat yang anda datangi. Terdapat ‘jurang’ pengetahuan, pengalaman antara anda, fasilitator, dan relawan. Diskusikan dalam kelompok, apa saja ‘jurang’ yang memisahkan anda dan relawan.

Fasilitator Tahu Fasilitator Tidak Tahu

Relawan Tahu Apa yang fasilitator tahu, relawan juga tahu?

Apa peran fasilitator terhadap relawan?

Apa yang fasilitator tidak tahu, relawan tahu?

Apa peran fasilitator terhadap relawan?

Relawan Tidak Tahu Apa yang fasilitator tahu, relawan tidak tahu?

Apa peran fasilitator terhadap relawan?

Apa yang fasilitator tidak tahu, relawan juga tidak tahu

Apa peran fasilitator terhadap relawan?

(24)

Prinsip-Prinsip Kerjasama Fasilitator – Relawan

Menjadi fasilitator belajar, bukan menjadi penyuluh atau guru. Prinsip ini harus benar-benar dipahami dan diterapkan oleh fasilitator. Tugas fasilitator adalah mengembangkan proses yang membuat peserta menentukan apa yang ingin dipelajarinya dan kemudian mencari cara untuk belajar bersama-sama. Jangan merasa bahwa seorang fasilitator harus paling tahu soal penanggulangan kemiskinan. Kalau ini yang tertanam dalam hati seorang fasilitator, maka hati tak akan tenang dan khawatir di cap sebagai fasilitator bodoh oleh relawan/warga.

Menjadi narasumber apabila diperlukan dan mampu. Seorang fasilitator yang menguasai sesuatu isu atau topik, bisa menjadi narasumber apabila diperlukan. Selebihnya, fasilitator bertugas untuk mendorong agar masyarakat saling belajar. Setiap orang bisa menjadi narasumber dari pengalamannya. Kita bisa belajar dari kesederhanaan petani yang buta huruf tentang merencanakan keuntungan produksi kebunnya. Kita juga bisa belajar dari perempuan tentang pengelolaan keuangan rumah tangga.

Membangun suasana kesetaraan dan dialogis. Semua orang punya pengalaman untuk dibagi, pendapat untuk disampaikan, dan harapan-harapan. Roh dari kesetaraan adalah menghargai sesama manusia, tanpa membeda-bedakan. Boleh membedakan, selama untuk keberpihakan terhadap pihak yang lemah dan terabaikan.

Membangun suasana menghargai perbedaan pendapat. Jangan pernah menghindari perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat memang seringkali mengarah kepada konflik. Tetapi coba ingat-ingat, setiap kali kita sedang berdebat mempertahankan pendapat kita (seperti yang dialami seorang yang sedang berkonflik), maka otak kita berpikir keras mencari jawaban atas serangan lawan. Nah, ini semacam latihan otak, supaya terasah daya kritisnya. Catatan, prosesnya harus dikelola dengan baik, jangan sampai debat kusir dan buntu (deadlock).

Menghargai berbagai kemampuan masyarakat. Semua orang saling membutuhkan kemampuan yang dimiliki orang lain. Seorang pemimpin, membutuhkan masukan dari para petani untuk mengembangkan program di desanya. Juga seorang pandai cendekia, mungkin perlu belajar membetulkan kunci rumah kepada tetangganya.

Memiliki semangat belajar tinggi. fasilitator yang penuh semangat akan menularkan “energinya” kepada masyarakat. Jika fasilitator tampil tanpa semangat, maka demikian pula dengan relawan/warga masyarakat.

Serius tapi santai. Mengapa menjadi prinsip? Banyak program atau kegiatan di desa yang dilakukan sekedar memenuhi tugas. Suasana kegiatannya tidak menyenangkan dan tidak terasa bermanfaat. Ini menjadi prinsip karena membuat masyarakat membuang waktunya untuk kegiatan sekedarnya. Sebuah kegiatan seharusnya menyenangkan dan sekaligus bermanfaat. Kita harus menghormati waktu yang dimiliki masyarakat.

Kreatif dan inovatif. Pengembangan dan penggunaan media belajar membutuhkan kreativitas dan sikap mau mencoba sesuatu yang baru (inovatif). Kreativitas dan inovasi ini

(25)

sebaiknya berasal dari peserta dan fasilitator bersama-sama. Membangun sebuah kelompok yang kreatif, inovatif, gembira, dan bersemangat, merupakan pencapaian yang berharga yang bisa dilakukan seorang fasilitator.

(Diadaptasi dari Prinsip-prinsip FI dan Relawan, Memberdayakan Masyarakat dengan Mendayagunakan Telecenter, Buku 1 - Panduan untuk Fasilitator Infomobilisasi, Diterbitkan

(26)

Modul 3

Topik: Komunitas Belajar Kelurahan

Peserta memahami dan menyadari:

Memahami peran KBK sebagai mekanisme perawatan relawan dalam penanggulangan kemiskinan

Kegiatan 1: KBK dan kelompok pembelajaran masyarakat Kegiatan 2: Tahapan pembelajaran KBK

3 Jpl ( 135 ’)

Bahan Bacaan:

1. Lembar Kasus – Cerita dari Gondolayu

2. Lembar Kasus – Perempuan Penggerak Perubahan

3. Bahan Bacaan – Belajar Bersama Membebaskan diri dari Kemiskinan

• Kerta Plano

• Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD

• Metaplan

• Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar

(27)

Komunitas Belajar Kelurahan/Desa

1) Sampaikan kepada peserta bahwa selanjutnya kita akan mendiskusikan bagaimana mengelola dan merawat relawan agar bisa terus bersama-sama mendorong upaya penanggulangan kemiskinan di desa/kelurahan kita. Perkenalkan istilah komunitas belajar kelurahan (KBK). 2) Bagi peserta dalam empat kelompok. Tugaskan setiap kelompok untuk membaca bersama dan

mendiskusikan lembar kerja kasus yang dibagikan. Kelompok 1 dan 2 mendiskusikan Lembar

Kasus 1 – Cerita dari Gondolayu, sedangkan kelompok 3 dan 4 mendiskusikan Lembar Kasus 2 – Perempuan Penggerak Perubahan. Pertanyaan diskusi :

ƒ Apa yang mendorong berkembangnya kelompok pembelajaran masyarakat dalam cerita tersebut?

ƒ Bagaimana dengan desa/kelurahan dampingan kita? Apakah di desa/kelurahan ada ruang atau kesempatan bagi warga untuk membicarakan masalah-masalah bersama?

3) Setelah diskusi kelompok selesai, persilahkan juru bicara kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya.

4) Lontarkan pertanyaan retoris (tidak perlu didiskusikan) untuk memastikan kesadaran peserta : ”Pentingkah adanya kelompok-kelompok warga yang membicarakan masalah desa/kelurahan?” Untuk memperkuat kesadaran peserta, ajak peserta untuk membaca bersama Bahan Bacaan

4 – Belajar Bersama Membebaskan Diri dari Kemiskinan.

5) Jelaskan mengenai KBK, dan keterkaitan KBK dengan kelompok-kelompok pembelajaran di masyarakat tersebut. Ajak peserta membaca bersama Bahan Bacaan 5 – Komunitas

(28)

KBK merupakan satu dari sekian alat intervensi program penanggulangan kemiskinan ini untuk mendorong terjadinya proses pembelajaran di masyarakat. Melalui KBK, kelompok-kelompok pembelajaran di masyarakat yang selama ini tumbuh dan berkembang diarahkan untuk secara aktif mendiskusikan dan memberikan solusi-solusi penanggulangan kemiskinan di kampungnya.

Pengembangan Komunikasi Informasi Komunitas • Open Menu (sesuai

kebutuhan komunitas) • Horizontal & Vertikal • Produksi pengetahuan Pelatihan, Coaching, Belajar Mandiri KOMUNITAS BELAJAR Berbagai Media Hubungan Sosial Masalah, Kebutuhan , dan Potensi Kom unitas

Kelompok Sosial

Pengembangan Komunikasi Informasi Komunitas • Open Menu (sesuai

kebutuhan komunitas) • Horizontal & Vertikal • Produksi pengetahuan Pelatihan, Coaching, Belajar Mandiri KOMUNITAS BELAJAR Berbagai Media Hubungan Sosial Masalah, Kebutuhan , dan Potensi Kom unitas

(29)

KBK merupakan ”rumah relawan”. KBK merupakan titik berangkat (institusi) bagi relawan-relawan penanggulangan kemiskinan untuk membangun komitmen seluruh masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan. Kewajiban moral relawan ini menjadi satu keniscayaan ketika program ini hanya mampu memfasilitasi pengembangan kapasitas segelintir orang. Jadi, selain bertugas memfasilitasi aktivitas ’siklus’, relawan juga berperan melakukan pemberdayaaan masyarakat.

Menggunakan KBK, proses ’getok tular’ komitmen dan proses pembelajaran

penanggulangan kemiskinan di masyarakat dan aparat kelurahan/desa diharapkan dapat berjalan secara terencana. Karena itu, KBK harus memiliki misi (agenda), aturan main, dan rencana proses belajar yang jelas.

Setiap orang dalam KBK berperan setara. Apa yang menjadi ukuran bahwa KBK berfungsi baik? Salah satunya, semakin banyak orang jadi relawan (anggota KBK).

Mengapa perlu membangun kelompok pembelajaran (KBK)?

ƒ Fakta bahwa banyak orang masih buta huruf.

ƒ Fakta bahwa banyak perempuan tidak mengetahui bahwa terlibat dalam kegiatan masyarakat adalah hak.

ƒ Fakta bahwa banyak warga tidak mengetahui masalah-masalah desa/kelurahannya, bahkan masalah-masalah hidup yang dihadapi dirinya sendiri.

ƒ Fakta bahwa banyak warga tidak mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah mereka.

Strategi pengembangan KBK

1) Menghimpun relawan-relawan yang peduli terhadap persoalan warganya;

2) Menghimpun potensi-potensi lokal termasuk potensi kelompok-kelompok masyarakat yang exist (LSM/KSM) sebagai basis pembelajaran bagi masyarakat;

3) Menggalang semangat (power) para pemeduli untuk bahu membahu secara bersama-sama duduk dalam satu forum belajar yang generiknya dinamakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK);

4) Memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut andil/berperan serta dalam kegiatan KBK sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.

5) Memberikan peran kepada anggota KBK untuk :

¾ Membantu memfasilitasi masyarakat dalam aktivitas siklus kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan.

¾ Membantu memfasilitasi masyarakat dalam program-program pembangunan partisipatif pemerintah desa/kelurahan.

¾ Membantu memfasilitasi terjadinya kemitraan masyarakat, baik dengan pengelola PNPM Mandiri Perkotaan, pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi dan pihak-pihak lainnya.

¾ Melakukan diskusi-diskusi pemecahan masalah praktis masyarakat maupun kajian pembangunan desa/kelurahan.

¾ Melakukan monitoring evaluasi partisipatif terhadap pelaksanaan dan hasil kegiatan program-program penanggulangan kemiskinan dan program-program pembangunan di wilayahnya.

(30)

Tahapan Pembelajaran KBK

1) Jelaskan bahwa setelah kita bersama-sama berdiskusi mengenai konteks KBK, saat ini kita mulai akan berdiskusi memahami skema belajar KBK.

2) Ajukan pertanyaan kepada peserta: ”Siapa yang akan menjadi peserta belajar?” Siapapun yang disebutkan oleh peserta – baik ibu-ibu atau bapak-bapak, laki-laki atau perempuan, petani atau karyawan – pada pokoknya peserta belajar kita adalah orang dewasa. Karena itu, ketika kita mendorong dan memfasilitasi pengembangan KBK, kita harus menggunakan pendekatan pendidikan orang dewasa belajar.

3) Tampilkan atau bagikan Bahan Bacaan 6 – Tahapan Pembelajaran Masyarakat. Jelaskan tahap demi tahap.

4) Beri kesempatan peserta untuk mengajukan pertanyaan. Diskusikan bersama seluruh peserta 5) Tutup diskusi dengan menyampaikan kembali pokok-pokok pembelajaran yang telah diraih.

Titik kritis tahapan pembelajaran masyarakat adalah ketika mengidentifikasi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan belajar dilakukan untuk mengetahui masalah dan

kebutuhan warga belajar sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan kemudian lebih efektif.

Proses pembelajaran bersama masyarakat akan efektif bila:

ƒ Materi yang dipelajari sesuai dengan minat dan kebutuhan hidup sehari-hari; ƒ Materi yang dipelajari menyelesaikan masalah paling penting dalam hidup warga; ƒ Materi atau pengetahuan baru agar bisa langsung dipraktekkan masyarakat.

(31)

Lembar Kasus 1

Bacalah cerita ini dengan seksama

Jendela

Kompas, Jumat, 28 Januari 2005

Belajar Bersama, Membebaskan Diri dari Kemiskinan (1)

ROMBONGAN aktivis dari sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik yang berkunjung ke Kampung Gondolayu, yang berada di tengah Kota Yogyakarta, hampir-hampir tidak percaya dengan pemberian sebutan "miskin" untuk kampung itu. Bukannya empati dan belas kasihan yang tergambar di mata mereka, tetapi justru pujian dan decak kagum.

SAYA telah mengunjungi kampung-kampung miskin di banyak negara, tetapi tidak pernah saya jumpai lingkungan sebagus ini. Rumah di sini bagus-bagus, jalan-jalan bersih sekalipun sempit, sanitasi dan air minum cukup higienis," kata Seario Sarvodaya, aktivis organisasi nonpemerintah dari Sri Lanka.

Komentar serupa juga dikemukakan oleh tamu-tamu lain, yang sore itu bermaksud mengunjungi kelompok ibu-ibu "kaum miskin kota" yang membentuk kelompok tabungan di kampung Gondolayu.

"Rumah-rumah di sini bagus dan bersih meski dibangun dari material yang tidak mahal. Anak-anak di sini juga bersih-bersih," kata Thomas Webster dari Papua Niugini.

KAMPUNG Gondolayu tersembunyi di balik deretan gedung-gedung megah di Jalan Sudirman, Yogyakarta. Akses menuju kampung itu hanyalah lorong sempit-kurang dari dua meter-dengan panjang sekitar 300 meter, terjepit di antara dua bangunan megah. Sisi timur kampung itu dibatasi oleh Kali Code yang membelah kota.

Meski masih banyak rumah berdinding bambu, namun kampung itu tampak asri. Pot-pot bunga berjajar di depan rumah warga. Di beberapa tempat, tanaman rambat menjulur menaungi lorong-lorong sempit rumah penduduk dari sengatan matahari. Kampung yang disebut oleh sejumlah aktivis sebagai "kampung miskin" itu jauh dari suasana kumuh.

Suasana kampung yang bersih dan asri itu terwujud karena kepedulian berbagai pihak, dari lingkungan lurah, ketua rukun wilayah (RW) dan rukun tetangga (RT), serta warga setempat. Tiap Jumat warga turun kerja bakti untuk membersihkan lingkungan. Papan pengumuman didirikan di tiap RT. Kegiatan ibu-ibu PKK berjalan baik. Sesekali petugas kesehatan atau polisi datang memberikan penyuluhan.

Di balik kampung yang asri dan dinamis itu masih ada kegiatan kelompok ibu-ibu yang berinisiatif membentuk kelompok menabung. Kelompok ini dibentuk setahun lalu. Ide dari Ny

(32)

Sumarni berkat interaksinya dengan seorang aktivis organisasi nonpemerintah. Sumarni kemudian menjual gagasannya kepada sejumlah ibu-ibu di kampungnya. Kelompok yang terdiri atas 10 ibu rumah tangga itu pun sepakat menyisihkan uang belanja sehari-hari untuk ditabung bersama dan dipinjamkan bila ada anggota yang membutuhkan.

Tiap hari, salah satu anggota kelompok berkeliling mendatangi seluruh anggota kelompok, mengumpulkan uang tabungan harian. Jumlah yang disetor per hari tidak seberapa. Setoran selembar uang Rp 500 atau Rp 1.000 pun diterima. Tiap minggu, uang yang terkumpul-antara Rp 75.000 sampai Rp 100.000-disetorkan ke bank.

"Kami harus melakukan cara ini karena tidak mungkin kami menabung Rp 500 langsung ke bank," kata Sumarni.

Menurut Sumarni, dengan terbentuknya kelompok menabung, mereka juga bisa belajar dan berbagi pengalaman satu sama lain. Dari berkumpul itulah muncul ide berjualan bihun, membuat rempeyek, membuka warung jus, dan kegiatan produktif lainnya.

Ny Elisati (53) merasa terbantu dengan kegiatan kelompok menabung tersebut. Sejak ditinggal suaminya, Elisati harus memenuhi kebutuhannya sendiri bersama seorang putrinya. Tidak ada harta tertinggal saat suaminya meninggal. Elisati membanting tulang menjadi buruh cuci untuk menghidupi keluarganya. Dari penghasilannya yang pas-pasan, ia masih bisa menyisikan uangnya untuk menabung dan mulai membuka warung kecil-kecilan. Dengan modal seadanya ia mulai berjualan sabun, gula, teh, dan kebutuhan rumah tangga sehari-sehari.

"Saya ingin menabung supaya tidak perlu berutang bila ada kebutuhan mendadak. Saya juga ingin cucu saya bisa terus bersekolah," kata Elisati.

KELOMPOK menabung kedengarannya sangat sepele. Akan tetapi, bertolak dari kegiatan semacam inilah proses pembelajaran berkelanjutan terjadi. Tanpa kurikulum, tanpa buku pelajaran, tanpa kehadiran seorang guru, warga masyarakat yang dianggap tidak berpendidikan bisa mencerdaskan dirinya. Ketika mereka mulai berkumpul tiba-tiba hari esok menjadi tidak terbatas.

Dari mengenali masalah yang ada pada diri mereka sendiri, lingkungan rukun tetangga, mereka mulai mengenal hak-hak sebagai seorang warga negara, berbicara tentang hak-hak perempuan, dan lain-lainnya. Mereka pun kemudian mulai bergerak, membuka usaha kecil-kecilan, untuk keluar dari kemiskinan yang mengimpit tanpa harus menunggu uluran tangan dari pemerintah.

Di Yogyakarta setidaknya ada enam kelompok tabungan, yakni Komunitas Gadjah Wong I dan II, Kampung Iromejan, Kampung Gondolayu, Kampung Kepuh, dan Kampung Brandan. Kehadiran kelompok tabungan ibu-ibu ini bersama komunitas pembelajaran yang tumbuh di sejumlah tempat makin menyemarakkan identitas Yogya sebagai kota pelajar.

(33)

Lembar Kasus 2

Bacalah dengan seksama

Potret

Hidup di Bantaran Sungai (2)

Perempuan-perempuan Itu Penggerak Perubahan

Rabu | 17 Januari 2007 | 9:41 wib |

Bisakah Anda bayangkan ada orang mencuci piring dan gelas dengan menggunakan air sungai yang begitu kotor? Tak usah heran bila kejadian itu telah menjadi semacam rutinitas yang dilakoni warga yang tinggal di salah satu sudut Ibu Kota. Mau melihat sendiri? Sesekali turun ke bantaran Sungai Ciliwung yang membelah kota Jakarta. Untuk menyiasati pekatnya air sungai, seorang ibu yang tinggal di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, bahkan mencoba mencampurkan cairan kimia pemutih baju ke air sungai yang ditimbanya untuk mencuci piring. Sang ibu, tentu saja tidak sadar akan bahaya lain yang mengancam. Sebab, mencampur air sungai yang kotor dengan cairan kimia pemutih baju jelas tindakan yang membahayakan kesehatan.

Lalu, mengapa tidak menggunakan air bersih? Justru di sana pokok masalahnya. Bagi warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung, pertanyaan semacam ini boleh jadi justru terdengar naif. Air bersih harus dibeli. Selain berarti menambah pengeluaran sehari-hari dari pendapatan yang begitu terbatas, bagi mereka, air bersih sudah seperti identik dengan kemewahan. Kalau setiap kali mencuci piring dan peralatan dapur harus membeli air bersih, jelas mereka tak mampu.

Oleh karena itu, memberi pengetahuan dan pemahaman kepada perempuan di bantaran sungai sangat penting untuk dilakukan. Bagaimanapun, perempuan dan anak-anaklah yang menjadi

KOMPAS/ Priyombodo

Aktivitas mandi dan mencuci warga yang tinggal di

bantaran Sungai Ciliwung di Kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan, akhir Desember 2006, ini telah menjadi

pemandangan biasa. Aliran sungai dengan kualitas air yang buruk menjadi pilihan warga miskin akibat minimnya fasilitas MCK umum. Kondisi ini menjadi salah satu faktor

(34)

korban utama akibat kotornya sungai-sungai kita. Setiap hari merekalah yang sangat dekat dengan kehidupan sungai. Kaum perempuan itu pula yang lebih banyak bersentuhan dengan sungai kotor itu, lewat aktivitas sehari-hari, seperti mencuci baju dan atau peralatan dapur/makan.

Pada seminar "Perempuan di Bantaran Sungai Ciliwung" medio Desember 2006, salah seorang peserta, Ny Pini—warga Pasar Pintu Air, RT 05 RW 11, Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat—mengeluhkan sampah pasar yang menumpuk di depan rumahnya. Letak sampah yang berada di pinggir sungai sangat rawan jatuh ke sungai. Belum lagi penumpang kereta yang kerap melempar sampah keluar jendela dan jatuh ke sungai.

"Kami minta dibuatkan bak sampah yang besar karena sampah tidak setiap hari diangkut," kata Ny Pini. Jika sampah menumpuk, bau tidak sedap pun akan segera tercium. "Untung saja sampah ikan tidak dibuang di depan rumah saya. Kalau ikut dibuang di situ, wah pasti banyak lalat," tambahnya.

Situasi sama juga dirasakan Ny Mariam, yang tinggal di dekat Kali Lagoa Kanal dan Kali Sindang di Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Karena sampah dari Pasar Sindang menumpuk, tidak jarang belatung pun ada di mana-mana.

Hal semacam ini tentu tidak nyaman dan mengganggu kesehatan warga, terutama kesehatan anak-anak. Belum lagi bau busuk "pulau-pulau" sampah yang membuat Kali Lagoa Kanal mampet.

……….

Sudah enam bulan ini Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Quadrant Utama mendampingi perempuan di bantaran sungai di wilayah Jakarta. Mereka mengadvokasi, melakukan pendampingan, dan memberi penyuluhan mengenai bagaimana menjaga kebersihan sungai. Sejak didampingi, kini sudah tidak ada lagi ibu-ibu yang mencuci piring dengan air sungai yang dicampur dengan cairan kimia pemutih baju. Setidaknya mereka kian sadar akan bahayanya.

"Getok tular"

Menurut Ny Mariam, Ketua RT 08 RW 08, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, dari 300 perempuan yang ada di dua RW di sana terbentuklah kelompok inti yang terdiri atas 100 perempuan. 100 perempuan di wilayah Koja inilah yang secara intensif mendapatkan pendidikan, pengetahuan, dan makin luas pemahamannya tentang pentingnya fungsi sungai. Karena tidak semua perempuan teradvokasi, para perempuan di kelompok inti melakukan upaya penyebaran informasi kepada rekan dan tetangga-tetangganya dengan cara "getok tular". Mereka, misalnya, memberi masukan kepada ibu-ibu lain agar sebaiknya tidak

(35)

membuang sampah dan buang air besar di sungai supaya sungai tidak mampet dan bau busuk. "Tapi ada saja tetangga yang berkomentar negatif saat diberi saran. Seperti mengucapkan kata-kata ’belagu loe’.... Begitulah, mereka belum sepenuhnya sadar," kata Ny Mariam.

Mereka pun diajak untuk membersihkan lingkungan masing-masing, membuang sampah di tempat sampah yang mereka buat bersama, mengajak anak-anak untuk tidak sembarangan membuang sampah.

Hal yang sama juga dilakukan di Kebon Melati, Pintu Air, di Kelurahan Petamburan, di Manggarai, Jatinegara, dan Kampung Melayu. Bahkan, di Pasar Pintu Air, Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, meskipun rumah-rumah yang ada adalah rumah-rumah petak, kini mereka telah memiliki kaleng bak sampah di depan pintu rumah masing-masing. "Anak-anak di sini pun kami larang untuk berenang di sungai karena berbahaya," kata Ny Pini tentang meningkatnya kesadaran para perempuan di bantaran sungai di sana.

Apalagi menjelang banjir tahunan, mereka harus lebih waspada dan tidak lagi membuang sampah seenaknya. "Kami juga melakukan lomba kebersihan di sini," tutur Ny Pini. Mereka yang tinggal di bantaran sungai tak mau mengulang duka saat kebanjiran, saat perabot rumah tangga mereka—seperti kursi, kasur, televisi, dan piring—terendam air dan rusak.

"Kalau sudah begitu, mau tidak mau kami terpaksa mengungsi di pelataran rumah susun sampai air surut kembali. Jadi, kami tidak mau kebanjiran lagi," papar Ny Pini, dan diamini para perempuan tetangganya.

Kesadaran perempuan dan upaya memberdayakan perempuan yang hidup di bantaran sungai harus terus-menerus dibangun agar suatu saat kita bisa benar-benar mendapatkan sungai yang bersih.

(36)

Jendela

Kompas, Jumat, 28 Januari 2005

Belajar Bersama, Membebaskan Diri dari Kemiskinan (2)

Berbagai bentuk komunitas pembelajaran yang muncul dalam berbagai jenis organisasi bisa dijumpai di Yogyakarta. Serikat Petani Jamu (SePeJam) lahir dari keinginan untuk melestarikan tanaman obat. Serikat ini memiliki 562 anggota, 85 persen anggotanya perempuan dan 75 persen anggotanya hanya berpendidikan sampai tingkat sekolah dasar (SD). Mereka mencoba membudidayakan tanaman obat-obatan seperti empon-empon, sere, dan mahkota dewa. Sambil berproduksi mereka saling berdiskusi tentang masalah lingkungan, pertanian organik, dan cara-cara budidaya tanaman obat yang lain.

Kelompok pembelajaran juga muncul di kalangan para pengamen yang tergabung dalam Tim Advokasi Arus Bawah (Taabah). Kelompok ini bermula dari masalah penggarukan yang sering mereka hadapi lantaran tidak memiliki kartu identitas. Berkat pertolongan LBH Yogyakarta, para pengamen, pemulung, dan mereka yang hidup di jalanan bisa mengurus surat keterangan sebagai penduduk musiman. Berangkat dari situ, tujuh pengamen mengontrak rumah di Keparakan Kidul, Yogyakarta, untuk bekerja sama dan belajar bersama.

Di Kampung Nitiprayan, yang terletak di perbatasan selatan Yogyakarta, saat ini menjadi sebuah kampung yang hidup karena berbagai kegiatan pembelajaran. Bermula dari kegiatan anak-anak yang diorganisir melalui Sanggar Anak Alam, kelompok ibu-ibu di kampung itu kini mengelola kelompok bermain, TK PKK, kelompok simpan pinjam, pelatihan pertanian organik, pinjaman untuk renovasi dan kepemilikan rumah sederhana, dan lain-lainnya. Kegiatan kerajinan dan kesenian juga tumbuh di kampung ini.

Tidak ketinggalan pula kelompok pembelajaran di komunitas marginal, seperti pembelajaran di kalangan pekerja seks komersial dalam program "Kamis Sehat". Mereka bertemu dua minggu sekali tiap Kamis untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi, alat kontrasepsi, kesehatan reproduksi dan latihan-latihan keterampilan. Untuk pembantu rumah tangga, Rumpun Tjoet Njak Dien membentuk Sekolah PRT dengan mengadakan pertemuan dua minggu sekali. Pertemuan rutin ini dipergunakan untuk latihan keterampilan dan kegiatan diskusi. PENDIDIKAN merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak terbatas pada institusi bernama sekolah dan berlangsung sepanjang hayat, sejak manusia dilahirkan sampai masuk ke liang kubur. Bagi yang beruntung mereka dapat memperoleh pendidikan yang terstruktur: dari taman bermain sampai perguruan tinggi, mengantongi berbagai jenjang ijazah dan sertifikat, terus memperbarui keterampilan dan ilmu pengetahuan melalui berbagai pelatihan, kursus, atau rapat-rapat kerja.

Bagi sebagian besar masyarakat yang berada dalam posisi marginal, pendidikan semacam itu berada di luar jangkauan. Sebagian mereka tidak bisa membaca dan menulis, tidak memperoleh pendidikan dasar yang baik, dan tidak pernah tersentuh oleh pendidikan formal atau nonformal. Betapa pun demikian, mereka tetap berhak memperoleh pembelajaran untuk mengaktualisasikan diri sebagai makhluk belajar dan mencoba membebaskan diri dari belenggu

(37)

kemiskinan yang mengimpit secara turun-menurun.

Belajar sepanjang hayat atau life long learning yang gencar dikampanyekan oleh Organisasi Pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan PBB (UNESCO) sebenarnya merupakan nilai yang melekat pada masyarakat sejak dulu. Di Afrika hidup nilai-nilai yang mendorong setiap manusia untuk mencari kebijaksanaan yang dipikirkan secara terus-menerus pada setiap waktu. Agama-agama mendasarkan ajarannya pada kitab suci, yang mengharuskan para pemeluk untuk mempelajarinya terus-menerus sepanjang hayat. Belajar merupakan jendela yang memungkinkan seseorang belajar dari masalah-masalah yang pernah dihadapinya sehingga siap menghadapi masalah-masalah baru yang datang.

"Belajar merupakan sebuah proses yang berlangsung terus-menerus dan bersifat universal. Kita belajar tidak hanya pada seorang guru, tetapi juga pada anak-anak. Kita dituntut rendah hati untuk belajar pada semua orang," kata Admiral Ramdes, seorang aktivis perdamaian dari India. Pembelajaran sepanjang hayat menjadi esensial bagi masyarakat marginal, yang pada umumnya tidak memiliki akses dan gagal dijangkau oleh pendidikan formal yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah. Liberalisasi dan komersialisasi pendidikan semakin menyisihkan kelompok-kelompok marginal dari peluang mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu. Ironinya pendidikan nonformal, apalagi pendidikan informal, yang bisa menjadi jalan pintas bagi mereka yang tersisih dari pelayanan pendidikan formal justru tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah.

Inisiatif mesti datang dari masyarakat sendiri. Diinspirasi oleh pendekatan komunikasi masyarakat yang diperkenalkan oleh Paolo Friere, gerakan pembelajaran di kelompok-kelompok akar rumput berkembang dengan pendekatan yang kreatif. Mereka bergerak dengan suatu keyakinan bahwa tidak benar kalangan marginal, suku-suku terasing, merupakan orang-orang yang kemampuan belajarnya lamban dan kemampuan intelektualnya lebih rendah dari rata-rata. Sekalipun mungkin tak pernah berada dalam ruang kelas, tidak bergaul dengan buku, mereka belajar melalui pengalaman atau melalui cerita turun-temurun.

"Pembelajaran dalam masyarakat tidak perlu menghadirkan orang-orang yang ahli dalam bidang lingkungan, jender, atau suku-suku asli. Kami punya keyakinan bahwa kekuatan ada pada komunitas itu sendiri," kata Nani Zulminarni, Ketua Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Jakarta.

Dodo Albasya, pengamen jalanan di Yogya, tidak tamat SD. Namun kemampuan berargumentasi dan kemampuan berorasi Dodo tidak kalah dengan seorang sarjana, pemuka agama, ataupun seorang aktivis politik. Berbekal kemampuan baca tulis yang dimilikinya, Dodo belajar bersama dengan kalangan pengamen dan anak jalanan yang terhimpun dalam komunitas Taabah di Yogyakarta. Ia menciptakan lagu, bermusik, dan memberikan inspirasi pada masyarakat miskin untuk bergerak. Ia berteriak ketika pendidikan menutup diri untuk orang-orang miskin.

Dodo memang tidak pernah berhenti berteriak. "Saat pendidikan makin mahal, orang miskin harus belajar bersama-sama dan bekerja bersama sama," kata Dodo, yang dituangkan dalam syair lagu dan kegiatan nyata komunitas pengamen jalanan Taabah di Keparakan Kidul, Yogyakarta.

Tidak salah bila dikatakan bahwa learning is freedom. Belajar adalah kemerdekaan. (wis)

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang timbul yaitu pada saat trend pertumbuhan konstruksi meningkat, trend pertumbuhan produksi di tahun 2014 mengalami penurunan, sehingga perlu dilakukan

Klien yang memiliki kebutuhan komplek yang timbul dari interaksi kebutuhan fisik, medis, sosial emosional akan mendapatkan keuntungan dari perencanaan pulang pasien

Berdasarkan wawancara diatas dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat Desa Jati Wetan melakukan strategi coping dalam menanggulangi/ mengurangi stress yang dirasakan saat

Demikian ringkasan eksekutif Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) OPD Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bengkulu, sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku.. pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Mata Diklat

kali lipat daripada Usaha Kecil, dan 38 kali lipat daripada Usaha Menengah. Hal ini seakan menyiratkan bahwa produktifitas Usaha Mikro masih jauh lebih rendah daripada

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2021 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga

sehingga umat Islam harus mampu menggali dan mengembangkan diri dengan baik, sehingga dapat hidup di dunia dengan tidak membebani bagi orang lain, bahkan hidup kita akan terhormat