• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1. Tinjauan Umum

Merencanakan sebuah bangunan tinggi dibutuhkan analisa yang cermat dan teliti supaya didapat output berupa dimensi dan spesifikasi tertentu sesuai kebutuhan bangunan yang direncanakan sebelum konstruksi dilaksanakan.Analisa perencanaan meliputi:struktur bagian bawah atau pondasi bangunandan struktur bagian atas yang bentuk fisiknya terlihat.Dalam melakukan perencanaan ini, dibutuhkan data-data pendukung yang lengkap sebagai bahan input pada proses analisa perencanaan.

Didalam proses perencanaan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang di sebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum di antaranya :

1. Struktur Bangunan Gedung

Setiap struktur bangunan gedung harus di rencanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi syarat keselamatan (Safety), serta memenuhi syarat kelayanan (Service abality) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan kontruksinya.

2. Pembebanan pada Bangunan gedung

Analisa struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban atap, beban sementara dan beban khusus.

3. Struktur Atas Bangunan Gedung

Perencanaan kontruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu : SNI 2847:2013 dan SNI 03-1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.

4. Struktur Bawah Bangunan Gedung

Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek. Berdasarkan parameter tanah yang di temukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

(2)

2.2. Landasan Dalam Perencanaan

Perencanaan struktur gedung bertingkat harus berpedoman pada syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku di negara tempat proyek tersebut dilaksanakan dalam kasus ini proyek dilaksanakan di Indonesia maka harus berpedoman pada Standar Nasional Indonesia mengenai perencanaan gedung dan buku pedoman lain yang dirasa sesuai. Adapun syarat-syarat dan ketentuan tersebut terdapat pada buku pedoman, antara lain :

1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI03-2847-2002).

2. Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung (SNI-2847-2013)

3. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002).

4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI-1726-2012)

5. Pedoman Perencanaan Pembangunan untukRumah dan Gedung (PPPURG 1987). 6. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Agus Setiawan, 2013).

7. Dasar-dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang (Gedeon Kusuma, 1993). 2.3. Mutu Bahan

Mutu bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah beton fc’ = 25 Mpa untuk dtruktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu baja fy = 37 Mpa untuk tulangan pokok dan sengkangnya.

2.4. Konsep Perencanaan Gedung

Selain didesain dapat memikul beban vertikal atau beban grafitasi struktur bangunan tinggi juga harus direncanakan tahan terhadap gempa. Untuk itu perencanaan harus memperhitungkan beban lateral (gempa) dantingkat keberaturan bentuk bangunan yang akan direncanakan dapat mempengaruhi metode analisis struktur apa yang akan digunakan. Konsep ini merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan struktur, yangmeliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis struktur yang digunakan.

(3)

2.4.1. Desain terhadap Beban Lateral

Kestabilan lateral dapat dicapai jika desain elemen–elemen vertikal dan horisontal struktur didesain sedemikian sehingga untuk dapat memikul beban lateral. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat memikul beban lateral.

Beban gempa adalah beban lateral yang dominan terhadap kestabilan struktur, dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Penerapan analisis ini dilakukan untuk memastikan bahwa desain elemen–elemen struktur tersebut kuat menahan gaya gempa.

2.4.2. Analisis Struktur terhadap Gempa

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur atas adalah bagianstruktur gedungyang beradadi atas permukaan tanah dan Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, dan atau struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :

1. Persyaratan dasar

Prosedur analisis dandesain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang mampu memberikan kekuatan, kekakuan dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan kebutuhan deformasi dankekuatan yang disyaratkan. Gerak tanah desain harus diasumsikan terjadi di sepanjang setiap arah horizontal struktur bangunangedung.

2. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi

Komponen/elemen struktur individu termasuk yang bukan merupakan bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan yang cukupuntukmenahan geser,gaya aksial dan momen yang ditentukan sesuai dengantata cara ini, dan sambungan-sambungan harus mampu mengembangkan kekuatan komponen/elemen struktur yang disambung.Deformasi struktur tidak boleh melebihi batasan yang ditetapkan pada saat struktur dikenakan beban gempa.

(4)

3. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan

Lintasan-lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentransfer semua gaya dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan. Semua bagian struktur antara join pemisah harus terhubung untuk membentuk lintasan menerus ke sistem penahan gaya gempa, dan sambungan harus mampu menyalurkan gaya gempa yang ditimbulkan oleh bagian-bagian yang terhubung.

4. Sambungan ke tumpuan

Sambungan pengaman untuk menahan gayahorisontal yang berkerja pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok,girder langsung keelemen tumpuannya atau ke plat yang di desain bekerjasebagai diafragma, maka elemen tumpuan elemen struktur harus juga dihubungkan pada diafragma itu. Sambungan harus mempunyai kuat desain minimum sebesar 5% dari reaksi beban mati ditambah beban hidup.

5. Desain pondasi

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya, gerak tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria pondasi. Jika tidak dilakukan analisa interaksi tanahstruktur, struktur atas dan struktur bawah dari struktur gedung dapat dianalisa terhadap pengaruh gempa rencana secara terpisah, di mana struktur atas dapat dianggap sebagai jepit lateral pada basement. Pada gedung tanpa basemen, taraf penjepitan lateral stuktur atas dapat dianggap terjadi pada muka tanah atau lantai dasar.

Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan.Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan berdasarkan konfigurasi horizontal dan vertikal bangunan gedung. a) Ketidakberaturan horisontal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebihtipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.1.harus dianggap mempunyai ketidakberaturan struktur horisontal.Struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam tabel 2.1.harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel itu.

(5)

Tabel 2.1. Ketidakberaturan Horisontal Pada Struktur

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. SNI 1726 –2012.

b) Ketidakberaturan vertikal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti dalam Tabel 2.2.harus dianggap mempunyai ketidakberaturan vertikal.Struktur dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana terdaftar Tabel 2.2.harus memenuhi persyaratandalampasal-pasal yang dirujuk dalamtabel itu.

(6)

Tabel 2.2. Ketidakberaturan Vertikal Pada Struktur

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. SNI 1726–2012.

(7)

2.5. Perencanaan Struktur Bangunan 2.5.1. Pembebanan

Hal yang mendasar pada tahap pembebanan adalah pemisahan antara beban statis dan dinamis untuk perencanaan bangunan tinggi. Konsep pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelompokan hubungannya dengan kombinasi pembebanan (load combination) untuk analisa tahap selanjutnya.

1. Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bersifat tetap sepanjang masa atau terus menerus selama bangunan masih tetap ada, bekerja secara terus-menerus pada struktur.Beban statis pada umumya dapat dibagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus.Beban Khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap (steady states).Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahanintensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statis (static load). Deformasi dari strukturakibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum.

a. Beban Mati

Beban mati(dead load) adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian – penyelesaian, mesin - mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untukRumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2 yaitu beban mati akibat material konstruksi misalnya : balok, plat, kolom, dinding geser, kuda-kuda dan lainnya serta beban mati akibat komponen gedung misalnya : bata ringan, penggantung plafon, plafon, keramik, kaca, kusen dan lainnya.

(8)

Tabel 2.3. Berat Sendiri Material Konstruksi

No. Material Berat Keterangan

1. Baja 7850 kg/m3

2. Batu alam 2600 kg/m3

3. Batu belah, batu bulat, batu gunung

1500 kg/m3 berat tumpuk

4. Batu karang 700 kg/m3 berat tumpuk

5. Batu pecah 1450 kg/m3

6. Besi tuang 7250 kg/m3

7. Beton 2200 kg/m3

8. Beton bertulang 2400 kg/m3

9. Kayu 1000 kg/m3 kelas I

10. Kerikil, koral 1650 kg/m3 kering udara sampai lembab,

tanpa diayak 11. Pasangan bata merah 1700 kg/m3

12. Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung

2200 kg/m3 13. Pasangan batu cetak 2200 kg/m3 14. Pasangan batu karang 1450 kg/m3

15. Pasir 1600 kg/m3 kering udara sampai

lembab

16. Pasir 1800 kg/m3 jenuh air

17. Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3 kering udara sampai lembab

18. Tanah, lempung dan lanau 1700 kg/m3 kering udara sampai lembab

19. Tanah, lempung dan lanau 2000 kg/m3 Basah 20. Timah hitam / timbel 11400 kg/m3

Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung. 1987.

(9)

Tabel 2.4. Berat Sendiri Komponen Gedung

No. Material Berat Keterangan

1. Adukan, per cm tebal : - dari semen

- dari kapur, semen merah/tras

21 kg/m2 17 kg/m2

2. Aspal, per cm tebal : 14 kg/m2 3. Dinding pasangan bata merah :

- satu batu - setengah batu

450 kg/m2 250 kg/m2

4. Dinding pasangan batako : - berlubang : tebal dinding 20 cm (HB 20) tebal dinding 10 cm (HB 10) 200 kg/m2 120 kg/m2 - tanpa lubang :

tebal dinding 15 cm tebal dinding 10 cm

300 kg/m2 200 kg/m2 5. Langit-langit & dinding, terdiri:

- semen asbes (eternit), tebal maks. 4 mm

- kaca, tebal 3-5 mm

11 kg/m2 10 kg/m2

termasuk rusuk-rusuk, tanpa pengantung atau pengaku

6. Lantai kayu sederhana dengan balok kayu

40 kg/m2 tanpa langit-langit, bentang maks. 5 m, beban hidup maks. 200 kg/m2

7. Penggantung langit-langit (kayu) 7 kg/m2 bentang maks. 5 m, jarak s.k.s. min. 0.80 m

8. Penutup atap genteng 50 kg/m2 dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap 9. Penutup atap sirap 40 kg/m2 dengan reng dan usuk /

kaso per m2 bidang atap 10. Penutup atap seng gelombang

(BJLS-25)

10 kg/m2 tanpa usuk

11. Penutup lantai ubin, /cm tebal 24 kg/m2 ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan

12. Semen asbes gelombang (5 mm) 11 kg/m2

Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung. 1987.

b. Beban Hidup

Beban hidup(live load)adalahsemua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban – beban pada lantai yang berasal dari barang - barang yang dapat berpindah, mesin - mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat di ganti

(10)

selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap bangunan tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Ke dalam beban hidup termasuk beban angin, beban gempa dan beban khusus.

Tabel 2.5. Beban Hidup pada Lantai Gedung

No Penggunaan Berat Keterangan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2 2. - Lantai & tangga rumah

tinggalsederhana

- Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3. - Sekolah, ruang kuliah - Kantor - toko - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit 250 kg/m2 4. Ruang olahraga 400 kg/m2 5. Ruang dansa 500 kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan

400 kg/m2 masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap 7. Panggung penonton 500 kg/m2 tempat duduk tidak tetap /

penonton yang berdiri 8. Tangga, bordes tangga dangang 300 kg/m2 no.3

9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7 10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7 11. - Pabrik, bengkel, gudang

- Perpustakaan,r.arsip, toko buku - Ruang alat dan mesin

400 kg/m2 Minimum

12. Gedung parkir bertingkat : - Lantai bawah

- Lantai tingkat lainnya

800 kg/m2 400 kg/m2

13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 Minimum

(11)

Tabel 2.6. Beban Hidup pada Atap Gedung

No Bagian Atap Berat Keterangan

1. Atap / bagiannya dapat dicapai orang, termasuk kanopi

100 kg/m2 atap dak 2. Atap / bagiannya tidak dapat

dicapai orang (diambil min.): - beban hujan

- beban terpusat

(40-0,8.α) kg/m2 100 kg

α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α > 50o

3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg

Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung.1987.

Untuk Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perencanaan portal, ditentukan sebagai berikut :

Tabel 2.7. Koefisien Reduksi Beban Hidup No.

Penggunaan Gedung

Koef. Reduksi Beban Hidup Untuk perencanaan

balok induk dan portal Untuk peninjauan gempa 1. Perumahan / Penghunian  Rumah tinggal  Asrama  Hotel  Rumah sakit 0,75 0,30 2. Pendidikan  Sekolah  Ruang kuliah 0,90 0,50 3. Pertemuan Umum :  Mesjid  Gereja  Bioskop  Restoran  Ruang dansa  Ruang pagelaran 0,90 0,50 4. Kantor / Bank 0,60 0,30 5. Perdagangan :  Toko  Toserba  Pasar 0,80 0,80 6. Penyimpanan : 0,80 0,80

(12)

 Gudang  Perpustakaan  Ruang Arsip

7. Industri : Pabrik / bengkel 1,00 0,90

8. Tempat Kendaraan : Garasi / Gedung Parkir

0,90 0,50

9. Gang dan Tangga :

 Perumahan/penghunian  Pendidikan / kantor  Pertemuan umum, perdagangan penyimpanan, industri, tempat kendaraan 0,75 0,75 0,90 0,30 0,50 0,50 Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan

Gedung.1987.

Tabel 2.8. Koefisien Reduksi Beban Hidup Kumulatif No. Jumlah Lantai yang

di Pikul

Koefisien Reduksi yang dikalikan kepada beban hidup kumulatif 1. 1 1,0 2. 2 1,0 3. 3 0,9 4. 4 0,8 5. 5 0,7 6. 6 0,6 7. 7 0,5 8. 8 dan lebih 0,4

Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung.1987.

Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya digunakan sistem daur ulang air.Pada sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan kemudian didistribusikan ke seluruh toilet kemudian hasil limbah di tampung lagi untuk didaur ulang dengan treatment tertentu hingga layak di gunakan kembali kemudian dialirkan ke tangki bawah dan dipompa ke atas lagi.Keberadaan air di tangki ini harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur.

(13)

Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakanuntuk mengisi tangki air diatas atap.Dengan sakelar pelampung, pompakan berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnyaair dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Gambar 2.1.Down Feed (Pasokan ke Bawah) Sumber : dokumen pribadi

Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yangperlu disediakan dalam suatu bangunan.Kebutuhan air dapat dihitungberdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempattidur, tempat duduk, dan lain-lain).Kebutuhan air per hari dapat dilihatpada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Kebutuhan Air per Hari

No PenggunaanGedung Pemakaian Air Satuan

1. Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2. Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari

3. Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4. Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari

5. Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6. SLTP 50 Liter/siswa/hari

7. SMU/SMK 80 Liter/siswa/hari

(14)

9. Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari 10. Toserba, Toko

Pengecer 5 Liter/m²

11. Restoran 15 Liter/Kursi

12. Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari 13. Hotel Melati/

Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari

14. Gd. Pertunjukan,

bioskop 10 Liter/Kursi

15. Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi

16. Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi

17. Peribadatan 5 Liter/orang

Sumber : Hasil Pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000 Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992.

c. Beban Angin

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untukRumah dan Gedung tahun 1987 beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (angin tekan) dan tekanan negatif (angin hisap), besarnya tekanan positif dan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2. Di tentukan dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien angin.

1) Tekanan Tiup

 Harus di ambil minimal 25 kg/m2

 Tekanan tiup di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/cm2.

 Pada cerobong tekanan tiup dalam kg/m2 harus di tentukan dengan rumus (42,5 + 0,6 h), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, di ukur dari lapangan yang berbatasan.

 Apabila dapat di jamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedung – gedung lain maka tekanan tiup dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5.

2) Koefisien Angin  Gedung Tertutup

Untuk bidang – bidang luar, koefisien angin ( + berarti tekanan dan berarti isapan ) adalah sebagai berikut :

(15)

a) Dinding vertikal

 Di pihak angin + 0,9

 Di belakang angin - 0,4

 Sejajar dengan angin - 0,4

b) Atap segitiga dengan sudut kemiringan α :

 Di pihak angin α < 65o (0,02 α) - 0,4 65o< α < 90o + 0,9  Di belakang angin, untuk semua α - 0,4 c) Atap Lengkung dengan sudut pangkal β :

 β < 22o

a. Untuk bidang lengkung di pihak angin

 Pada seperempat busur pertama - 0,6  Pada seperempat busur kedua untuk bidang

Lengkung di belakang angin - 0,7  Pada seperempat busur pertama - 0,5  Pada seperempat busur kedua - 0,2  β > 22o

b. Untuk bidang lengkung di pihak angin

 Pada seperempat busur pertama - 0,5  Pada seperempat busur kedua untuk bidang

Lengkung di belakang angin - 0,6  Pada seperempat busur pertama - 0,4  Pada seperempat busur terahkir - 0,2 d) Atap segitiga majemuk

 Untuk bidang – bidang atap di pihak angin :

α < 65o (0,02 α – 0,4)

65o < α < 90o + 0,9

 Untuk semua bidang atap dibelakang angin,

Kecuali yang vertikal menghadap untuk semua α - 0,4  Untuk semua bidang atap vertikal di belakang angin

(16)

 Gedung terbuka sebelah

Untuk bidang luar, koefisien angin yang di tentukan tekanan tiup tetap berlaku, sedangkan pada waktu yang bersamaan di dalam gedung di anggap bekerja pada suatu tekanan positif dengan koefisien angin + 0,6 apabila bidang terbuka terletak di pihak angin dan suatu tekanan negatif dengan koefisien angin – 0,3 , apabila bidang yang terbuka terletak di belakang angin.

 Atap tanpa dinding

Untuk beban angin dari suatu jurusan, atap pelana biasa tanpa dinding harus direncanakan menurut keadaan yang paling berbahaya di antara 2 cara, dengan koefisien angin untuk bidang atap seperti berikut :

Tabel 2.10. Koefisien Angin untuk Bidang Pelana Biasa Tanpa Dinding No. Kemiringan Atap Bidang Atap di

Pihak Angin Bidang Atap Lain 1. a. 0o < α < 20o b. α > 30o -1,2 -0,8 - 0,4 - 0,8 2. a. α = 0o b. 100< α < 20o c. α = 30o d. α > 30o + 1,2 + 0,8 + 0,8 + 0,5 + 0,4 0,0 - 0,4 (−0,4 − 𝛼 300− ) Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan

gedung. 1987.

Untuk atap – atap miring sepihak tanpa dinding, untuk bidang atas berlaku koefisien angin ( - atau + bergantung pada arah angin ).

Tabel 2.11. Koefisien Angin untuk Bidang Atap Miring Sepihak Tanpa dinding

No. Kemiringan Atap Bidang Atap di Pihak Angin

Bidang Atap lain 1. 0o< α < 10o + atau – 1,2 + atau – 0,4

2. α < 40o + atau – 1,8 + atau – 1,0

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan gedung. 1987.

(17)

 Dinding yang berdiri bebas

Untuk dinding – dinding yang berdiri bebas, koefisien angin untuk bidang di pihak angin adalah + 0,9 dan untuk bidang di belakang angin adalah – 0,4 ( Jumlahnya 1,3 ).

 Cerobong dengan penampang lingkaran

Untuk cerobong dengan penampang lingkaran, koefisien angin untuk tekanan positif dan tekanan negatif bersama-sama adalah 0,7. Koefisien angin ini berlaku untuk bidang cerobong yang diproyeksikan pada bidang vertikal yang melalui sumbu cerobong.

 Struktur rangka ( Lattice Structures )

Koefisien angin untuk struktur – struktur rangka. Bidang rangka adalah bidang – bidang batang rangka yang di proyeksikan pada bidang melalui sumbu – sumbu batang.

 Gedung dan Bangunan Lain

Koefisien angin untuk gedung dan bangunan dengan bentuk penampang yang lain daripada yang di tentukan dalam pasal ini dapat di ambil harga - harga untuk bentuk – bentuk yang hampir serupa, kecuali apabila koefisien angin itu di tentukan dengan percobaan terowongan angin. 2. Beban Dinamis

Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur.Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat.Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.

a. Beban Gempa

Beban Gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung di tentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya – gaya di dalam struktur tersebut terjadi oleh tanah akibat gerakan gempa itu.fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan

(18)

umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan maksimum total dari sistem isolasi.

Pada saat bangunan bergetar akibat adanya gempa, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecendurungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan, gaya yang timbul ini disebut Inersia. Besar gaya-gaya tersebut bergantung pada banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor lain adalah bagaimana massa tersebut terdistribusi, kekakuan stuktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri.

Sumber : dokumen pribadi

Gambar 2.2.Gaya Inersia Akibat Getaran Tanah Pada Benda Kaku

Dimana :

FI : gaya Inersia

V : gaya geser penahan Inersia a : percepatan gempa

g : gravitasi

Gaya geser horisontal akibat gempa sepanjang tinggi gedung pada perencanaan.Dengan mempertimbangkan tinggi gedung kurang dari 40 m, maka perhitungan struktur menggunakan metode analisis statis.

a g

W Inersia penahan geser Gaya a g W (FI) Inersia Gaya           

(19)

Koefisien daerah (kd) tergantung pada letak geografis dari bangunan, berarti tergantung pada daerah gempa dimana bangunan itu berada.

Meskipun konsep di atas pada awalnya telah membentuk dasar-dasar untuk desain terhadap gempa bumi, model di atas hanya merupakan penyederhanaan.Apabila fleksibilitas aktual yang dimiliki struktur diperhitungkan maka diperlukan model yang rumit untuk memprediksikan gaya-gaya eksak yang timbul di dalam struktur sebagai akibat dari percepatan.Suatu aspek penting yang utama dalam meninjau perilaku struktur fleksibel yang mengalami percepatan tanah adalah periode alami getar.

1) Wilayah Gempa dan Spektrum Respons

Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur tergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar 2.3. Peta Wilayah Gempa berikut :

Gambar 2.3. Peta Wilayah Gempa Indonesia

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI1726-2012)

Spektrum respons desain di perlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus di kembangkan dengan mengacu gambar 2.4 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih dari T0 , spektrum respons percepatan desain, Sa , harus di ambil dari persamaan :

𝑆ₐ = 𝑆𝑑𝑠 ( 0,4 + 0,6 𝑇 𝑇₀

(20)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts , spektrum respons percepatan desain, Sa , sama dengan Sds; 3. Untuk perioda lebih besar dari Ts , spektrum respons percepatan desain, Sa , di

ambil berdasarkan persamaan : Sa = 𝑆𝑑1

𝑇 Keterangan :

Sds = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek Sd1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik T = perioda getar fundamental struktur

T0 = 0,2 𝑆𝑑1 𝑆𝑑𝑠 Ts = 𝑆𝑑1

𝑆𝑑𝑠

Gambar 2.4.Spektrum Respons

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

Struktur harus di tetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang mengikuti Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI-1726-2012). Struktur dengan kategori resiko I, II, atau III yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1 , lebih besar atau sama dengan 0,75 harus di tetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang berkategori IV yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1, lebih besar dari atau

(21)

sama dengan 0,75, harus di tetapkan sebagai struktur dengan kategori dengan seismik F. Semua struktur lainnya harus di tetapkan kategori seismiknya berdasarkan kategori resikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, Sdsdan Sd1 . Bangunan dan struktur harus di tetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan mengacu pada tabel 12 dan 13, terlepas dari nilai perioda fundamental getaran struktur T.

Apabila S1lebih kecil dari 0,75 kategori desain seismik diijinkan untuk ditentukan sesuai tabel 12, dimana berlaku semua ketentuan di bawah ini :

1. Pada masing – masing dua arah ortogal, perkiraan perioda fundamental struktur, Ta, yang di tentukan kurang dari 0,8Ts .

2. Pada masing - masing dua arah ortogonal, perioda fundamental struktur yang digunakan untuk menghitung simpangan antar lantai kurang dari Ts .

3. Diafragma struktural adalah kaku atau untuk diafragma yang fleksibel, jarak antara elemen - elemen ertikal penahan gaya gempa tidak melebihi 12 m. Apabila di gunakan alternatif prosedur penyederhanaan desain, kategori desain seismik di perkenankan untuk tabel 2.12 dengan menggunakan nilai Sds.

Tabel 2.12. Desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda pendek

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

(22)

Tabel 2.13. Desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda 1 detik

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

2) Faktor Keutamaan Gedung (Ie)

Untuk berbagai kategori risiko bangunan gedung dan non gedung sesuai tabel 2.14 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus di kalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.15 khusus untuk struktur bangunan kategori IV, bila di butuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus di desain sesuai dengan kategori risiko IV.

Tabel 2.14. Kategori resiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa

N O

Jenis Pemanfaatan Kategori

Risiko 1. Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap

jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan termasuk tapi di batasi untuk antara lain :

 Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan  Fasilitas sementara

 Gudang penyimpanan

 Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

2. Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam ketegori I, II, IV, termasuk, tapi tidak di batasi untuk :

 Perumahan

(23)

 Pasar

 Gedung perkantoran

 Gedung apartemen / rumah susun  Pusat perbelanjaan / mall

 Bangunan industri  Fasilitas manufaktur  Pabrik

II

3. Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan termasuk tapi tidak di batasi untuk :

 Bioskop

 Gedung pertemuan  Stadion

 Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas penitipan anak  Penjara

 Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari – hari bila terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak di batasi untuk :

 Pusat pembangkit listrik biasa  Fasilitas penanganan air  Fasilitas penangan limbah  Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, ( termasuk tetapi di batasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah

(24)

kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

4. Gedung dan non gedung yang di tunjukan sebagai fasilitas yang penting termasuk tetapi tidak dibatasi untuk :

 Bangunan – bangunan monumental  Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

 Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garansi kendaraan darurat

 Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai dan tempat perlindungan darurat lainnya

 Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat.

 Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

 Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang di isyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

IV

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

(25)

Tabel 2.15. Faktor keutamaan gempa

No Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

1. I atau II 1,0

2. III 1,25

3 IV 1,50

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

3) Daktilitas Struktur Gedung

Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antarasimpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gemparencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dansimpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy,yaitu :

1,4 ≤ μ =δm δy

≤ μm

Pada persamaan ini, μ = 1,4 adalah nilai faktor daktilitasuntuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapatdikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.

Tabel 2.16. Parameter Daktilitas Struktur Gedung NO

Sistem dan sub sistem

struktur gedung Uraian sistem

pemukul µm Rm Pers. (6) f Pers. (39) 1. Sistem dinding penumpu

(Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka (Bresing).

1. Dinding geser beton

bertulang 2,7 4,5 2,8

2. Dinding penumpu dengan rankga baja ringan bresing tarik

1,8 2,8 2,2 3. Rangka bresing dimana bresingnya memikul beban gravitasi. a.Baja 2,8 4,4 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5

& 6 1,8 2,8 2,2

2. Sistem rangka gedung (sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul

1. Rangka bresing

eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton

(26)

beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).

3. Rangka bresing biasa

a. Baja 3,6 5,6 2,2

b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5

& 6) 3,6 5,6 2,2

4. Rangka bresing

konsentrik khusus

a. Baja 4,1 6,4 2,2

5. Dinding geser beton bertulang berangkai

daktail 4,0 6,5 2,8

6. Dinding geser beton bertulang kantilever

daktail penuh 3,6 6,0 2,8

7. Dinding geser beton bertulang kantilever

daktail parsial 3,3 5,5 2,8 3. Sistem rangka pemikul

momen (sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur). 1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK) a. Baja 5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul

momen menengah beton

(SRPMM) 3,3 5,5 2,8

3. Rangka pemikul

momen biasa (SRPMB)

a. Baja 2,7 4,5 2,8

b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8 4. Rangka batang baja

pemikul momen khusus

(SRBPMK) 4,0 6,5 2,8

4. Sistem ganda (terdiri dari: 1.) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2.) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus

direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban

lateral; 3.) kedua sistem

1. Dinding geser a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang dengan SRPMK baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMB beton bertulang 4,0 6,5 2,8 2. RBE baja a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

(27)

harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMk beton bertulang (tidak untuk

Wilayah 5 & 6) 4,0 6,5 2,8 d. Beton bertulang

dengan SRPMB beton bertulang (tidak untuk

Wilayah 5 & 6) 2,6 4,2 2,8 4. Rangka bresing konsentrik khusus a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

5. Sistem struktur gedung kolom kantilever: (Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral

Sistem struktur kolom kantilever

1,4 2,2 2

6.

Sistem interaksi dinding geser dengan rangka

Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah

3,4,5 & 6 ) 3,4 5,5 2,8 7. Subsistem tunggal

(Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan

1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8 2. Rangka terbuka beton

bertulang 5,2 8,5 2,8

3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan

(bergantung pada indeks

baja total) 3,3 5,5, 2,8

4. Dinding geser beton bertulang berangkai

daktail penuh 4,0 6,5 2,8

5. Dinding geser beton bertulang berangkai

daktail parsial 3,3 5,5 2,8 Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung

(28)

4) Pembatasan Waktu Getar

Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi.Dalam SNI 03-1726-2012 diberikan batasan perioda fundamental struktur, T, dalam arah yang di tinjau harus di peroleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Perioda fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang di hitung(Cu) dari tabel 2.17 dan sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menetukan perioda fundamental struktur , T, di ijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan perioda fundamental pendekatan, Ta , yang di tentukan :

Ta = CtHxn

hnadalah ketinggian struktur dalam (m) di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien Ctdan x di tentukan tabel 2.18.

Tabel 2.17.Koefisien untuk batas atas pada perioda yang di hitung

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

Tabel 2.18 Nilai parameter perioda pendekatan Ctdan x

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

(29)

Sebagai alternatif di ijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan(Tu) dalam detik. Dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat dimana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3m.

Ta = 0,1/N N = Jumlah tingkat

Perioda fundamental pendekatan, Ta,dalam detik untuk struktur dinding geser batu bata atau beton di ijinkan untuk di tentukan :

Ta = 0,0062 √𝐶𝑤 hn

Dimana hndidefinisikan dalam teks terdahulu dan Cwdi hitung dengan : Cw = 100 𝐴𝑏 ∑ ( ℎ𝑛 ℎ1) 𝑥 𝑖=1 2 𝐴1 {1+0,83(𝐷𝑖ℎ𝑖) 2 } Keterangan :

Ab = luas dasar struktur, dinyatakan dalam meter persegi(m2)

Ai = luas badan dinding geser “i” dinyatakan dalam meter persegi(m2) Di = panjang dinding geser “i” dinyatakan dalam meter (m)

hi = tinggi dinding geser “i” dinyatakan dalam meter (m)

x = jumlah dinding geser dalam bangunan yang efektif dalam menahan gaya lateral dalam arah yang di tinjau.

5) Jenis Tanah

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan darihasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.

Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar dibawahpermukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempamerambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu :

a) Standard penetrasi test (N)

b) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs) c) Kekuatan geser tanah (Su)

(30)

Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium yang di lakukan oleh otoritas berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercantum dalam tabel 2.19 :

Tabel 2.19. Klasifikasi Tanah No Kelas situs Kecepatan

gelombang geser rerata ῡs

( m/detik)

Nilai hasil test penetrasi standar rerata (N atau Nch) Kuat Geser niralir rerata Su (kPa)

1. SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

2. SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

3. SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 ≥100

4. SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

5. SE (tanah lunak) <175 <15 <50

Atap setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

1) Indeks plastisitas, PI > 20 2) Kadar Air w≥ 40 %

3) Kuat geser niralir SU< 25 kPa 6. SF (tanah khusus

yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih karakterisitik berikut :

1) Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

2) Lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan H > 3m)

(31)

H>7,5 indekks plasitisitas PI > 75)

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan Su< 50 kPa

Catatan : N/A = Tidak di pakai

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

Dalam klasifikasi situs profil tanah yang mengandung beberapa lapisan tanah dan atau batuan yang nyata berbeda, harus di bagi menjadi lapisan – lapisan dari nomor ke -1 hingga ke – n dari atas ke bawah, sehingga ada total nlapisan tanah yang berbeda pada lapisan 30 m paling atas tersebut.

Untuk mendapatkan nilai kecepatan rata – rata geser vs, tahanan penetrasi standar lapangan rata – rata Ndan tahanan penetrasi standar rata – rata untuk lapisan tanah non kohesif Nchmenggunakan persamaan berikut :

1. Nilai kecepatan rata – rata gelombang geser vs vs = ∑𝑛𝑖=1𝑑𝑖 ∑ 𝑑𝑖 𝑉𝑠𝑖 𝑛 𝑖=1 Dengan :

di = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 m

vsi = kecepatan gelombang geser lapisan idinyatakan dalam meter perdetik (m/detik)

∑𝑛𝑖=1𝑑𝑖 = 30 m

2. Tahanan penetrasi standar lapangan rata – rata Ndan tahanan penetrasi standar rata – rata untuk lapisan tanah non kohesif Nch:

N = ∑ 𝑑𝑖 𝑛 𝑖=1 ∑𝑛𝑖=1𝑁𝑖𝑑𝑖

Dengan Ni dan di dalam persamaan di atas berlaku untuk tanah non kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan :

Nch = 𝑑𝑠 ∑ 𝑑𝑖 𝑁𝑖 𝑛 𝑖=1

Dengan Ni dan di dalam persamaan di atas berlaku untuk tanah non kohesif saja. Dan :

(32)

Dengan :

ds = ketebalan total lapisan tanah non kohesif 30 m paling atas

Ni = tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N60)yang terukur langsung di langsung di lapangan tanpa koreksi dengan nilai < 305 pukulan/m.

3. Kuat geser niralir rata – rata Su Su = 𝑑𝑐 ∑ 𝑑𝑖 𝑆𝑢𝑖 𝑘 𝑖=1 Dengan : ∑𝑛𝑖=1𝑑𝑖 = dc Keterangan :

dc = ketebalan total dari lapisan – lapisan tanah kohesif di dalam lapisan 30 m paling atas (m).

PI = indeks plastisitas. w = kadar air(%).

Sui = kuat geser niralir (kPa), dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa. 2.5.2 Perencanaan Beban

Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap dianggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana.Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup.Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisis struktur.

Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup, dan beban gempa.Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadapberbagai kombinasi pembebanan.

Peninjauan dan perhitungan beban pada perancangan gedung ini berdasarkan pada Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847 – 2013 dan

(33)

Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726-2012 di sebutkan bahwa kombinasi pembebanan :

1) U = 1,4 D 2) U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lratau R) 3) U = 1,2 D + 1,6(Lratau R) + (1,0L atau 0,5 W) 4) U = 1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (Lr atau R) 5) U = 1,2 D + 1,0 E + 1,0 L 6) U = 0,9 D + 1,0 W 7) U = 0,9 D + 1,0 E

Dengan pengaruh gempa E di tentukan oleh 1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5

E = Eh + Ev

2. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7 E = Eh - Ev

Dengan Ehdan Evdi tentukan oleh persamaan

Eh = pQE Ev = 0,2 SDSS Dengan : U = kuat perlu D = beban mati L = beban hidup Lr = beban hidup atap R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa

Eh = pengaruh beban gempa horizontal Ev = pengaruh beban gempa vertikal p = faktor redundansi

QE =pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp

(34)

2.6 Rencana Struktur

2.6.1 Struktur Atas (Super Struktur) 2.6.1.1. Perencanaan Struktur Atap

Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat sambung las dan baut mutu BJ 37.

Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan beban angin.Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap, sedangkan beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja.Beban angin ditinjau dari kanan-kiri, yakni tegak lurus terhadap bidang atap.Analisis pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program SAP2000.

1. Gording

Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua tumpuan. Berikut cara dalam merencanakan gording.

a. Mendimensi gording

Gambar 2.5. Gording Sumber : dokumentasi pribadi

Pembebanan:

- Beban mati (D)

- D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa) - Beban hidup (L) = p

- Tekanan angin (w)

b. Momen yang terjadi akibat pembebanan - Akibat muatan mati

2 sin α

8

1

(35)

- Akibat muatan hidup

- Akibat muatan angin hidup  angin tekan

 angin hisap

c. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2874 -2013)

Kuat rencana yang di berikan oleh suatu komponen struktur, sambungan dengan komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal, geser dan torsi harus di ambil sebesar kekuatan nominal dihitung sesuai persyaratan dan asusmsi dari Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2874 -2013. Faktor reduksi kekuatan (ϕ) di tentukan sebagai berikut :

1. Penampang terkendali tarik (ϕ = 0,90) 2. Penampang terkendali tekan

a) Komponen struktur dengan tulangan spiral (ϕ = 0,65) b) Komponen struktur bertulang lainnya (ϕ = 0,65)

3. Geser dan torsi (ϕ = 0,75)

4. Tumpuan pada beton (ϕ = 0,85)

Untuk menghitung momen terfaktor dan kebutuhan tulangan bisa menggunakan rumus dengan analisis sebagai berikut :

a) Menghitung momen terfaktor dengan analisis penampang Mn = 𝑀𝑢 𝜙 Maka Mn = Cc . z = Ts .z Mn = Cc.z = a.b.0,85f’c(d - 𝑎 𝑏) Mn = Ts.z = AsFy (d - 𝑎 𝑏)

0,02α 0,04

8 1 Mx  wl 

0,04

8 1 My  wl2 2 cos α 4 1 Mx   p l

(36)

b) Menghitung momen terfaktor dengan rumus Mn =

𝑀𝑢 𝜙

Maka tahanan momennya Rn = 𝑀𝑢

𝑏.𝑑2 = 𝑀𝑛 𝜙.𝑏.𝑑2 Nilai rasio penulangan (ρ)

ρ = 0,85𝑓′𝑐 𝑓𝑦 ( 1 - √1 − 2𝑅𝑛 0,85 𝑓′𝑐 As = ρ.b.d Keterangan : Mn =momen nominal (Nmm). Mu = momen terfaktor (Nmm). Cc = gaya tekan beton(N).

Ts = gaya tarik baja tulangan (N).

z = lengan momen, jarak anatara pusat gaya tarik dan pusat gaya tekan yang membentuk kopel(mm).

d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik(mm). a = tinggi balok tegangan persegi ekivalen(mm).

 = Faktor Reduksi kekuatan. ρ = rasio penulangan

fy = kekuatan leleh tulangan(mPa) f’c = kekuatan tekan beton(mPa) d. Kontrol lendutan (f) yang terjadi

keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan Mx = momen terhadap sumbu x-x

My =momen terhadap sumbu y-y Σx = tegangan arah sumbu x-x

f f

f l f l p l q f l p l q f          500 1 ijin y x 48.E.Ix y. 384.E.Ix y. 5. y 48.E.Iy x. 384.E.Iy x. 5. x 2 2 3 4 3 4

(37)

σy = tegangan arah sumbu y-y fx = lendutan arah sumbu x-x fy = lendutan arah sumbu y-y q = beban merata

l = bentang gording

E = modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm2) I = momen Inersia profil

wx = momen tahanan arah sumbu x-x wy = momen tahanan arah sumbu y-y 2. Kuda-kuda

Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan sebagai berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan maupun akibat gaya yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- Konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150. - Konstruksi sekunder tidak lebih dari 200. - Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min dimana :

Lk = panjang tekuk (m)

i min = jari-jari kelembaman minimum batang (m)

2.6.1.2. Perencanaan Pelat Lantai

Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsungpada balok dan atau dinding geser.Pelat lantai dirancang dapat menahanbeban mati dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasipembebanan yang bekerja diatasnya. Dalam merencanakan pelat lantai harus mempertimbangkan pembebanannya saja tapi juga ketebalannya. Dalam menentukan tebal lantai perlu di perhatikan hal - hal sebagai berikut:

- Besar lendutan yang di inginkan

- Lebar bentangan atau jarak antara balok – balok pendukung - Bahan konstruksi dan pelat lantai

3 bh 12 1 min i

(38)

Gambar 2.6.Prinsip Desain Pelat

Sumber : dokumentasi pribadi

Langkah – langkah perencanaan penulangan pelan lantai sebagai berikut : - Menentukan syarat – syarat batas, tumpuan dan panjang bentang - Menentukan tebal pelat lantai

Memperhitungkan beban – beban yang bekerja pada pelat lantai (qu) yang terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup (LL).

ℎ ≥ ( 0,8+ (𝑓𝑦) 1500)

36+9 𝛽 dan tebal tidak boleh kurang dari 90 mm Dimana : β = Ly/Lx

Ln = Panjang bersih pelat

- Mencari gaya – gaya dengan menggunakan program SAP2000 - Mencari tulangan pelat, langkah perhitungan sebagai berikut :

1) Menetapkan tebal penutup beton menurut buku grafik dan tabel perhitungan beton.

2) Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah X dan arah Y.

3) Mencari tinggi efektif dalam arah X dan arah Y. 4) Mencari Mu dengan b x d2 ( Mu / (b.d2))

Dimana : b = lebar pelat per meter panjang d = tinggi efektif

5) Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan : ( 𝑀𝑢

𝑏 𝑥 𝑑2) = 𝜌 𝑥 𝜙 𝑥 𝑓𝑦 ( 1 − 0,588 𝑥 𝜌 𝑥 𝑓𝑦 𝑓′𝑐) 6) Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax )

(39)

ρmin = 1,4 𝑓𝑦 ρmax = 𝛽 𝑥 450 600+𝑓𝑦 𝑥 0,85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑓𝑦

7) Mencari luas tulangan yang di butuhkan As = ρ.b.d.106

Dimana : As = Luas tulangan ρ = Rasio Tulangan d = Tinggi efektif

8) Memilih tulangan berdasarkan luasan tulangan yang di butuhkan. Tabel 2.20. Luas tulangan Pelat

Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang (Gedeon Kusuma, 1993).

2.6.1.3 Perencanaan Tangga

Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat miring sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan rumus :

2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm keterangan :

optrede = langkah tegak antrede = langkah datar sudut tangga (α) = arc tan (x/y) jumlahanterde = A

jumlahoptred = O = A + 1

Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program SAP2000 sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok sekunder.

(40)

2.6.1.4 Perencanaan Lift

1. Kapasitas dan jumlah lift

Kapasitas dan jumlah lift akandisesuaikan dengan perkiraan jumlahpemakai lift, mengingat dari segi manfaat dan efisiensi biaya, serta dilihat dari kelayakan dan besarnya bangunan.

2. Perencanaan konstruksi a. Mekanikal

Secara mekanikal perencanaan konstruksi lift tidak direncanakan di sini karena sudah direncanakan di pabrik dengan spesifikasi tertentu, sebagai dasar perencanaan konstruksi dimana lift tersebut akan diletakkan.

b. Konstruksi ruang dan tempat lift Lift terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

1) Mesin dengan kabel penarik serta perangkat lainnya.

2) Trace / traksi / kereta penumpang yang digunakan untuk mengangkut penumpang dengan pengimbangnya.

3) Ruangan dan landasan serta konstruksi penumpang untuk mesin, kereta, beban dan pengimbangnya.

Ruangan dan landasan lift direncanakan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1) Ruang dan tempat mesin lift diletakkan pada lantai teratas bangunan. Oleh karenanya perlu dibuat dinding penutup mesin yang memenuhi syarat yang dibutuhkan mesin dan kenyamanan pemakai gedung.

2) Mesin lift dengan beban-beban (q) sama dengan jumlah dari berat penumpang, berat sendiri, berat traksi, dan berat pengimbangnya yang ditumpukan pada balok portal.

3) Ruang terbawah diberi kelonggaran untuk menghindari tumbukan antara lift dan lantai dasar. Ruang terbawah ini juga direncanakan sebagai tumpuan yang menahan lift pada saat maintenance.

c. Spesifikasi lift yang dipakai

Lift yang digunakan dengan spesifikasi sebagai berikut : 1) Dapat memuat penumpang 10 orang.

2) Dapat menahan beban 1500 kg. 3) Kecepatan = 150 m/menit.

(41)

4) Berat lift = 10 KN.

Gambar 2.7. Potongan Lift Sumber : dokumentasi pribadi 2.6.1.5 Perencanaan Penyalur Petir Untuk Bangunan Gedung

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya instalasi penyalur petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang ditimbulkan bila bangunan tersebut tersambar petir.

Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu, sedangkan pada tabel 7 merupakan penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari tabel sebelumnya, dimana hasil penjumlahan tersebut (R) merupakan indeks-indeks perkiraan bahaya akibat sambaran petir.

jadi : R = A + B + C + D + E

Jelas bahwa semakin besar R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang timbul oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan adanya sistem penangkal petir.

Pada tabel-tabel tersebut diperoleh :

- Macam penggunaan bangunan diperoleh indeks : 2 - Konstruksi bangunan diperoleh indeks : 2

- Tinggi bangunan diperoleh indeks : 4 - Situasi bangunan diperoleh indeks : 0 - Hari guntur per tahun diperoleh indeks : 5

(42)

2.6.1.6 Perencanaan Balok

Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-2002. 1. Perhitungan Balok

Balok adalah bagian dari struktur sebuah bangunan yang kaku dan di rancang untuk menanggung dan mentransfer beban menuju elemen – elemen kolom penopang. Selain itu balok juga sebagai pengikat kolom – kolom agar apabila terjadi pergerakan kolom –kolom tersebut tetap bersatu padu mempertahankan bentuk dan posisi semula. Fungsi balok juga bisa sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya, adalah sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap. Beban pelat dalam pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk segitiga atau trapesium.

Gambar 2.8. Beban Pelat dengan Sistem Amplop Sumber : dokumentasi pribadi

Langkah dalam merencanakan balok 1) Syarat kelangsingan balok

(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130

x . pelat U . 2 1 x q l q  x . pelat U . 2 1 x q l q  h 2 1 b terpanjang 16 1 hmin     l

(43)

2) Penulangan pada balok

Gambar 2.9. Penulangan Pada Balok Sumber : dokumentasi pribadi As : tulangan tarik (As =  . b . d)

As’: tulangan tekan

d : tinggi efektif penampang d’ : jarak sengkang

dimana :

c : selimut beton

(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca/tanah).

(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan kondisi tanah  c = 40 mm, untuk tulangan <16, sedangkan c =50mm, untuk tulangan >16).

s : diameter tulangan sengkang p : diameter tulangan pokok

3) Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok

d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama) d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama dimana:

b = lebar balok (mm) h = tinggi balok (mm)

d = tinggi efektif balok (mm) p = tebal selimut beton (mm)

2 p s c

(44)

Ø = diameter tulangan (mm) 4) Rasio penulangan

(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.) 5) Syarat pembatasan penulangan

syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax Perhitungan ρ max dan ρ min :

6) Perhitungan momen : 𝑀1= 𝐴𝑠2 * fy * (d – d’) 𝑀1 = Mn -𝑀2

7) Perhitunganρ1 (rasio pembesian) :

As1 = ρ * b * d

Perhitungan tulangan utama : As = As1 + As2

Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan dimanaρ’ tidak boleh melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-2002).As’max = ρ’ .b .d

8) Mencari tulangan tumpuan

- Mencari jumlah tulangan yang dipasang

9) Mencari tulangan lapangan - Mencari jumlah tulangan

Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan perbandingan luas tulangan tekan (As’) dan luas tulangan tarik (As)

A". " sebesar φ dengan tulangan n" " dipasang . . 4 1 As 2    penulangan rasio tabel b.d Mu 2  fy 1,4 min 

fy x c f   600 600 fy ' . 1 0,85. b

b 75 , 0 max

(45)

- Jumlah tulangan yang dipasang

Gambar 2.10. Pemasangan Tulangan Pokok Balok Sumber : dokumentasi pribadi

Perhitungan tulangan geser (sengkang)

Gambar 2.11. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser Sumber : dokumentasi pribadi

- Gaya geser - Tegangan geser A". " sebesar φ dengan tulangan n" " dipasang . . 4 1 As 2    MPa N/mm d . b l . Vu u 2  2  v KN . u . 2 1 Vu  q l 0,5.As ) (As' tekan tulangan jumlah 0,5 As' As δ   

(46)

- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton (fc’)

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu <vc, maka perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih besar dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu >vc, maka tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan tulangan geser.

- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.

- Pendimensian balok.

jikavs<vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu diperbesar jikavs>vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar - Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.

Gambar 2.12. Diagram Gaya Geser Sumber : dokumentasi pribadi Keterangan :

Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser beton (Vc) dan sisanya dipikul dipikul oleh tulangan geser (sengkang).

- Penentuan tulangan geser pada balok

Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y” dari tumpuan. MPa c' . 6 1 . 0,6 c fv  MPa c' . 3 2 . 0,6 smaksfv  MPa c u svvv

KN d . b . c Vcv  Vu Vu y 1/2 L Vc (KN) Vc (KN)

dipikul oleh beton

(47)

Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”

Rv = (Vu – Vc) .y KN Tulangan geser:

dimana : adalah faktor reduksi kekuatan untuk perhitungan geser (= 0,6) tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok

tulangan geser minimum :

jika Av > Avmin pada balok dipasang tulangan geser (Av). - Jumlah tulangan geser

 n meter per geser tulangan Jumlah

- Perhitungan Tulangan Torsi

Cek kemampuan beton menahan torsi

Jika,Tu < Tc, tidak perlu tulangan puntir Tu ≥ Tc, perlu tulangan puntir

- Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)

Kategori komponen struktur non-prategang: 2 min mm y . 3 y . b Av   f 2 mm y . Rv Av  f φ Vc . L 2 1 y) L 2 1 ( . Vu Vu Vc L 2 1 y L 2 1      cm n 100 s kang geser/seng ngan Jarak tula mm y Av 2 1 balok pada meter per geser tulangan mm y Av balok pada meter per geser tulangan 2 2              Vu (KN) y Vc (KN) Rx Pcp Acp x 12 . 'c 2 f Tc A Ay Av       . 2 1

(48)

(pengaruh puntir dapat diabaikan) Acp=luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang betonmm2

Pcp =keliling luar penampang beton mm

Untuk komponen struktur yang di cor secara monolit dengan plat, lebar bagian sayap penampang yang digunakan dalam menghitung Acp dan Pcp harus sesuai dengan ketentuan berikut:

 Untuk balok T maka b = bw + 2.( 3.hf )  Untuk balok L maka b = bw + ( 3.hf ) - Menghitung Properti Penampang

Keterangan:

x1 =jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu x mm y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu y mm

Aoh =luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang terluar mm2

Ao =0,85×Aoh=dalam satuan mm2

d =jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat tulangan tarik mm Ph =keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar mm - Cek Penampang Balok

Kategori penampang solid:

Gambar

Tabel 2.1. Ketidakberaturan Horisontal Pada Struktur
Tabel 2.2. Ketidakberaturan Vertikal Pada Struktur
Tabel 2.6. Beban Hidup pada Atap Gedung
Tabel 2.8. Koefisien Reduksi Beban Hidup Kumulatif  No.  Jumlah Lantai yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sifat-sifat bahan yang harus dipenuhi untuk setiap bahan pahat adalah mampu menahan pada pelunakan yang tinggi, harus lebih keras dari benda kerja dan

Hubungannya dengan desain pengendalian intern, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan apakah kebijakan dan prosedur telah didesain

desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang (capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain)

Ritme dapat dimaknai sebagai sensasi visual yang berhubungan dengan movement atau pergerakan dalam suatu desain (Lauer &amp; Pentak, 2011, hlm. Pergerakan

1) Meningkatnya jumlah beban pada lereng seperti dalam kasus pembuangan kelebihan material pada lereng. 2) Tekanan dinamis transien dari aktivitas blasting, pergerakan

Dalam keadaan tidak seimbang, dimana gaya yang berfungsi menahan/melawan lebih kecil dibandingkan dengan gaya-gaya yang mendorong ke bawah, maka akan terjadi suatu

Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik

Pada tahap bangkitan pergerakan tujuan dasarnya adalah untuk menghasilkan desain hubungan antara tolak ukur tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang dapat terjadi