• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan. (Jack C McCormac, 2004)

Menurut Asroni Ali (2010), beton dibentuk oleh pengerasan campuran antara semen, air, agregat halus (pasir), dan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). Kadang-kadang ditambahkan pula campuran bahan lain (admixture) untuk memperbaiki kualitas beton. Campuran dari bahan penyusun (semen, pasir, kerikil, dan air) yang masih plastis ini dicor ke dalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi semen air, yang menyebabkan pengerasan beton. Bahan yang terbentuk ini mempunyai kuat tekan tinggi, tetapi ketahanan terhadap tarik rendah. Campuran antara semen dan air membentuk pasta semen, yang berfungsi sebagai bahan ikat. Sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi sebagai bahan pengisi, dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen. Ikatan antara pasta semen dengan agregat ini menjadi satu kesatuan yang kompak, dan akhirnya dengan berjalannya waktu akan keras serta padat yang disebut beton. Berikut adalah skema bahan penyusun beton:

(2)

Gambar 2.1Skema Bahan Penyusun Beton

2.2 Bahan-Bahan Campuran Beton

2.2.1 Agregat

Peranan agregat dalam campuran beton cukup besar, karena komposisi agregat dalam campuran beton menempati 70-75% dari total volume beton. Maka dari itu kualitas agregat berpengaruh terhadap kualitas beton.

2.2.1.1 Agregat Kasar

Menurut Ali Asroni (2010), kerikil merupakan agregat kasar yang mempunyai ukuran diameter 5 mm–40 mm. Sebagai pengganti kerikil dapat pula dipakai batu pecah (split). Kerikil atau batu pecah yang mempunyai ukuran diameter lebih dari 40 mm tidak baik untuk pembuatan beton. Untuk mendapatkan kualitas beton yang baik, harus memperhatikan persyaratan kerikil atau batu pecah yang digunakan, yaitu:

Semen Air Pasir Kerikil

Pasta

Semen Agregat

(3)

1. Bersifat padat dan keras, tidak berpori.

2. Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Jika kandungan lumpur lebih dari 1% maka kerikil/batu pecah tersebut harus dicuci.

3. Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.

2.2.1.2 Agregat Halus

Pasir merupakan agregat halus yang mempunyai ukuran diameter 1 mm – 5 mm. Pasir yang digunakan sebagai bahan beton, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Berbutir tajam dan keras.

2. Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk/hancur oleh perubahan cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Jika kandungan lumpur lebih dari 5%, maka pasir tersebut harus dicuci.

4. Tidak boleh digunakan pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf ahli), karena pasir laut ini banyak mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan.

2.2.2 Semen

Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif, yaitu bahan pengikat. (Paul Nugraha dan Antoni, 2007). Semen portland yang digunakan untuk pembuatan beton, yaitu semen yang berbutir halus. Kehalusan

(4)

butir semen ini dapat diraba/dirasakan dengan tangan. Semen yang tercampur/mengandung gumpalan-gumpalan (meskipun kecil), tidak baik untuk pembuatan beton. (Asroni Ali, 2010).

Menurut SII 0031-81, semen yang dipakai di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:

1. Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan khusus.

2. Jenis II : Semen portland untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas hidrasi sedang.

3. Jenis III : Semen portland untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras).

4. Jenis IV : Semen portland untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah.

5. Jenis V : Semen portland untuk beton yang sangat tahan terhadap sulfat.

2.2.3 Air

Air pada pembuatan adukan beton berfungsi untuk mempermudah sifat pengerjaan beton atau meningkatkan kinerja (workabilty) beton. Air untuk pembuatan beton sebaiknya digunakan air bersih yang dapat diminum. Air yang diambil dari dalam tanah (misalnya air sumur) atau air yang berasal dari Perusahaan Air Minum, pada umumnya cukup baik bila dipakai untuk pembuatan beton. (Asroni Ali, 2010)

(5)

Menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia Tahun 1971 (PBI-1971), air yang digunakan untuk pembuatan dan perawatan beton tersebut harus tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang merusak beton dan/atau baja tulangan.

2.2.4 Bahan Kimia Pembantu (ChemicalAdmixtures)

Menurut ASTM, bahan kimia pembantu adalah material di samping agregat dan semen hidraulis yang ditambahkan ke dalam adukan beton sebelum atau selama proses pengecoran. Jenis-jenis bahan kimia pembantu menurut ASTM adalah:

a. Jenis A–Mengurangi Air (Water Reducer) b. Jenis B–Memperlambat pengikatan (Retarder) c. Jenis C–Mempercepat pengikatan (Accelerator) d. Jenis D–A+B (Water Reducer & Retarder) e. Jenis E–A+C (Water Reducer & Accelerator)

f. Jenis F–Superplasticizier (Water Reducer & High Range) g. Jenis GWater Reducer & High Range Retarder

Selain jenis-jenis yang diatas ada juga:

a. Menambahkan buih udara (Air Entrainment) b. Membuat kedap air (Waterproofing)

(6)

2.2.5 Styrofoam

Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Bahan dasar Styrofoam adalah polisterin, suatu plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polisterin dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polisterin kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu.

(Sulchan&Endang, 2007)

2.3 Sifat beton

2.3.1. Beton Segar

Adapun hal-hal penting yang berkaitan dengan sifat-sifat beton segar, yaitu:

1. Terminologi kelecakan (workability)

Workability atau sering disebut dengan kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding). Ada 3 pengertian di sini, yaitu kompaktibilitas, mobilitas, dan stabilitas. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Kompaktibilitas, yaitu kemudahan mengeluarkan udara dan pemadatan.

(7)

Beton dengan mobilitas yang baik umumnya mempunyai kompaktibilitas yang baik pula. Jadi umumnya cukup mengandalkan mobilitas.

c. Stabilitas, yaitu kemampuan untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan. (Paul Nugraha dan Antoni, 2007)

Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan pengerjaan beton segar adalah: a. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. Semakin

banyak air yang dipakai semakin mudah beton segar dikerjakan.

b. Penambahan semen ke dalam campuran karena pasti diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai fas tetap.

c. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

d. Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai. e. Pemakaian butir-butir batuan yang bulat.

f. Cara pemadatan adukan beton menentukan sifat pengerjaan yang berbeda.

2. Pemisahan kerikil (segregasi)

Segregasi adalah bila kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam suspensi. Campuran beton yang tersegregasi akan sukar ketika dituang dan tidak seragam sehingga kualitasnya jelek. Segregasi dapat terjadi karena turunnya butir-butir kerikil ke bagian bawah dari beton segar, atau terpisahnya butir-butir-butir-butir-butir-butir kerikil dari campuran diakibatkan karena cara penuangan dan pemadatan yang salah. Segregasi tidak dapat diujikan sebelumnya, sehingga terjadi atau tidak

(8)

terjadinya segregasi hanya dapat dilihat setelah semuanya terjadi. Faktor-faktor yang menyebabkan segregasi adalah:

a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm.

b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus. c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran.

d. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat.

e. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering. (Paul Nugraha dan Antoni, 2007)

3. Pemisahan air (bleeding)

Bleeding adalah kecenderungan air campuran untuk memisahkan diri dari beton segar (naik ke atas) setelah dipadatkan. Keadaan ini dapat dilihat dengan terbentuknya lapisan air pada permukaan beton. Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007) ini dikarenakan berat jenis semen lebih dari 3 kali berat jenis air maka butir semen dalam pasta, terutama yang cair, cenderung turun. Pada beton yang normal dengan konsistensi yang cukup, bleeding terjadi secara bertahap dengan rembesan seragam pada seluruh permukaan. Sedangkan menurut Neville (1981:224) bleeding disebabkan oleh ketidakmampuan bahan padat campuran untuk menangkap air pencampur. Ketika bleeding sedang berlangsung, air campuran terjebak di dalam kantong-kantong yang terbentuk antara agregat dan pasta semen (matriks). Sesudah terjadinya bleeding dan beton mengeras, kantong-kantong tersebut menjadi kering ketika perawatan dalam keadaan kering. Akibatnya apabila ada tekanan, kantong-kantong tersebut menjadi penyebab

(9)

mudahnya retak pada beton, karena kantong-kantong hanya berisi udara dan bahan lembut semacam debu halus.

2.3.2. Beton Keras

Sifat mekanis beton keras diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Sifat jangka pendek atau sesaat, yang terdiri dari:

a. Kekuatan tekan

Menurut Asroni Ali (2010), beberapa faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah:

i. Pengaruh faktor air semen (fas) terhadap kuat tekan beton. Pada umumnya makin besar nilai fas, makin besar pula jumlah air yang digunakan pada campuran beton, berarti adukan beton makin encer dan mutu beton akan makin turun/rendah. Jadi, semakin besar nilai fas, semakin rendah kuat tekan beton yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin kecil nilai fas, semakin tinggi kuat beton yang dihasilkan.

ii. Pengaruh umur terhadap kuat tekan beton. Kuat tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton tersebut. Menurut PBI-1971, hubungan antara umur dan kekuatan tekan beton adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Hubungan antara Umur dan Kuat Tekan Beton Umur Beton

(hari)

Kekuatan Tekan Beton (%)

(10)

7 65 14 88 21 95 28 100 90 120 365 135

iii. Pengaruh jumlah dan jenis semen terhadap kuat tekan beton. Jumlah kandungan semen yang digunakan pada adukan akan berpengaruh terhadap kuat tekan beton, penjelasannya sebagai berikut:

 Pada fas sama, jika jumlah semen terlalu sedikit atau terlalu berlebihan, maka akan diperoleh kuat tekan betonnya rendah. Pada jumlah semen terlalu sedikit, berarti jumlah air juga sedikit, sehingga adukan beton sulit dipadatkan dan akibatnya kuat tekan beton menjadi rendah. Demikian pula pada jumlah semen berlebihan, berarti jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mengandung banyak pori dan akibatnya kuat tekannya rendah.  Pada nilai slump yang sama, beton dengan kandungan semen lebih

banyak mempunyai kekuatan tekan lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada nilai slump sama, jumlah air juga hampir sama, sehingga penambahan semen berarti pengurangan nilai fas, yang berakibat penambahan kuat tekan beton.

(11)

 Jenis semen juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Dari beberapa percobaan terhadap 5 jenis semen pada adukan beton, ternyata kelima jenis tersebut mempunyai kekuatan tekan yang berbeda.

iv. Pengaruh sifat agregat terhadap kuat tekan beton. Pada umumnya kekuatan agregat lebih tinggi daripada pastanya. Tetapi jika dikehendaki beton dengan kuat tekan yang tinggi, maka diperlukan agregat yang kuat/tidak boleh lebih lemah daripada pastanya. Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran butir maksimumnya.

Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya , yaitu:

1. Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, digunakan untuk beton non struktural (misalnya: kolom praktis, balok praktis).

2. Mutu beton dengan fc’ antara 10 Mpa sampai 20 Mpa, digunakan untuk beton struktur (misalnya: balok, kolom, pelat maupun fondasi).

3. Mutu beton dengan fc’sebesar 20 Mpa keatas, digunakan untuk struktur beton yang direncanakan tahan gempa.

Nilai kuat tekan beton dapat diperoleh melalui tata cara pengujian, yaitu menggunakan mesin uji yang disebut dengan Compression Machine dengan memberikan beban tekan P secara bertahap dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm, tinggi 300 mm).

(12)

Rumus nilai kuat tekan dapat dilihat sebagai berikut:

=

Dimana: = Tegangan tekan beton (N/mm2)

P = Besar gaya yang diberikan pada silinder (N) A = Luasan alas silinder (πd2/4) (mm2)

b. Kekuatan tarik

Kekuatan beton di dalam tarik adalah suatu sifat yang penting yang mempengaruhi perambatan dan ukuran dari retak di dalam struktur. Kekuatan tarik biasanya ditentukan dengan menggunakan percobaan pembebanan silinder (the split-cylinder) menurut ASTM C496 [37] di mana silinder yang ukurannya sama dengan benda uji dalam percobaan tekan diletakkan pada sisinya di atas mesin uji dan beban tekan P dikerjakan secara merata dalam arah diameter di sepanjang benda uji. Benda uji akan terbelah dua pada saat dicapainya kekuatan tarik. Kekuatan tarik yang dihasilkan beton relatif kecil, besarnya berkisar antara 8 sampai 15% dari kekuatan tekan. Agar beton mampu menahan gaya tarik, maka beton diperkuat dengan tulangan baja.

Kuat tarik beton yang tepat sulit untuk diukur, dari hasil pengujian berulang kali mencapai 0,5 ′ sampai 0,6 ′ . Sehingga digunakan nilai 0,57 ′ untuk beton normal.

(13)

P

P

Gambar 2.2Pembebanan Pada Pengujian Tarik Belah Beton Silinder

c. Kekuatan geser

Pada praktiknya, geser dalam beton selalu diikuti oleh desak dan tarik oleh lenturan dan bahkan di dalam pengujian tidak mungkin menghilangkan elemen lentur.

2. Sifat jangka panjang, yang terdiri dari: a. Rangkak

Rangkak (creep) adalah salah satu sifat dari beton (dan bahan lain) dimana beton mengalami deformasi yang menerus menurut waktu akibat beton yang bekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak adalah:

 konstituen-seperti komposisi dan kehalusan semen, campuran, ukuran, penggolongan mutu, dan isi mineral dari agregat.

 Perbandingan seperti kadar air serta perbandingan air dan semen.

 Suhu pada pengerasan dan kebasahan.

(14)

 Umur beton pada pembebanan.

 Lamanya pembebanan.

 Besarnya tegangan.

 Perbandingan antara permukaan dan isi dari unsur.

 Slump.

b. Susut

Susut adalah kondisi dimana berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan. Faktor-faktor yang mempengarugi besarnya susut adalah:

 Agregat (sebagai penahan susut pasta semen).

 Faktor air semen (semakin besar faktor air semen semakin besar pula efek susut).

 Ukuran elemen beton (kelajuan dan besarnya susut akan berkurang bila volume elemen betonnya semakin besar).

 Kondisi lingkungan.

 Banyaknya penulangan.

 Bahan tambahan.

2.4 Kekuatan Baja Tulangan

a. Jenis baja tulangan. Menurut SNI 03-2847-2002, tulangan yang dapat digunakan pada elemen beton bertulang dibatasi hanya pada baja

(15)

tulangan dan kawat baja saja. Baja tulangan yang tersedia di pasaran ada 2 jenis, yaitu:

 Baja tulangan polos (BJTP) , biasa digunakan untuk tulangan geser/begel/sengkang, dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal sebesar 240 Mpa (disebut BJTP-24), dengan ukuran Ø6, Ø8, Ø10, Ø12, Ø14, dan Ø16.

Baja tulangan ulir atau deform (BJTD), digunakan untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang, dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal 300 Mpa (disebut BJTD-30). Ukuran diameter nominal tulangan ulir yang umumnya tersedia di pasaran dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tulangan Ulir dan Ukurannya

Jenis Tulangan Diameter Nominal (mm) Berat per m (kg) D10 10 0,617 D13 13 1,042 D16 16 1,578 D19 19 2,226 D22 22 2,984 D25 25 3,853 D29 29 5,185 D32 32 6,313 D36 36 7,990

(16)

Diameter nominal tulangan ulir adalah ukuran diameter dari tulangan tulangan ulir tersebut yang disamakan dengan diameter tulangan polos dengan syarat kedua tulangan (ulir dan polos) mempunyai berat per satuan panjang sama.

b. Kuat tarik baja tulangan. Meskipun baja tulangan juga mempunyai sifat tahan terhadap tekan, tetapi harganya cukup mahal, maka baja tulangan ini hanya diutamakan untuk menahan beban tarik pada struktur beton bertulang, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh betonnya. (Asroni Ali, 2010)

c. Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002, ditetapkan nilai modulus elastisitas baja adalah 200000 MPa.

2.5 Perilaku Regangan-Tegangan Beton

Tegangan yang terjadi pada beton dinyatakan dalam rumus: σ=

Dimana:σ = Tegangan beton (MPa) P = Beban (N)

A = Luas penampang (mm2)

Regangan yang terjadi pada beton dinyatakan dalam rumus: ε= ∆

Dimana: ε = Regangan beton (MPa)

∆ = Beban (N)

(17)

• • • σ1 σ3 σ2 Tegangan ε1 ε2 ε3 Regangan

Jika hubungan tegangan regangan dibuat dalam bentuk grafik, dimana setiap nilai tegangan dan regangan yang terjadi dipetakan dalam bentuk titik-titik, maka titik-titik tersebut terletak dalam suatu garis lurus (linier), seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Hubungan Tegangan-Regangan Linier

Yang dimaksud dengan hubungan tegangan-regangan liner yang terlihat seperti seperti gambar 2.3 adalah dimana regangan berbanding lurus dengan tegangannya. Tetapi pada kenyataannya, jika nilai dari tegangan dan regangan dipetakan dalam bentuk titik-titik, maka tidak berbentuk hubungan linier di dalamnya, seperti pada gambar di bawah ini:

(18)

• • • σ1 σ3 σ2 Tegangan ε1 ε2 ε3 Regangan ε1 ε2 ε3

Gambar 2.4 Hubungan Tegangan-Regangan Non-Linier

Hubungan tegangan-regangan seperti gambar di atas adalah non-linier, dimana regangan tidak berbanding lurus dengan tegangannya.

2.5.1. Regangan–Tegangan Balok Beton Bertulang

Gambar 2.5Deformasi Lentur Balok Beton Bertulang

Deformasi (regangan) lentur di dalam balok akan terjadi apabila gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur. Pada momen lentur positif, regangan tekan terjadi dibagian atas dan regangan tarik terjadi dibagian bawah penampang. Regangan-regangan tersebut

(19)

akan menimbulkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok. Tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik di sebelah bawah.

2.6. Balok Beton Bertulang

Beton bertulang dapat dikatakan unik, dimana dua jenis bahan, baja dan beton, dipakai bersamaan. Apabila beban yang diberikan kepada balok cukup besar, maka serat-serat beton pada tepi bawah mengalami tegangan tarik yang cukup besar pula, sehingga untukmenahan gaya tarik pada serat-serat balok tepi bawah, diperlukan tulangan sehingga disebut dengan “beton bertulang”. Pada balok beton bertulang, tulangan ditanam sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen pada penampang retak dapat ditahan oleh tulangan. Apabila beban yang diberikan kecil, dengan menganggap belum terdapat retakan dan struktur masih stabil, gaya tekan akan ditahan beton saja. Tetapi apabila beban yang diberikan besar, dengan menganggap struktur mulai tidak stabil, maka tulangan baja akan menahan gaya tarik sedangkan beton akan menahan gaya tekan.

Pada beton bertulang ada dua kondisi yang sering terjadi. Kondisi yang pertama adalah, apabila baja telah mencapai batas luluh maka panjangnya akan bertambah yang akan mengakibatkan retak pada beton bertambah besar, tetapi baja akan tetap melawan gaya yang bekerja. Pada saat ini batang belum putus dan struktur tidak akan runtuh tiba-tiba. Akan tetapi lendutan dan retakan awal yang terjadi merupakan indikasi struktur akan mengalami keruntuhan. Kondisi yang kedua adalah, apabila baja tulangan tidak mencapai batas luluh sesaat struktur

(20)

d NT ND Garis Netral a • • •

akan mengalami keruntuhan, maka akan terjadi keruntuhan tiba-tiba atau tanpa indikasi. Dengan kata lain, kehancuran struktur hanya akan ditentukan dari kekuatan beton.

2.6.1. Analisa Balok Beton Bertulang

Jika penampang beton diberi beban hingga batas runtuh (kondisi regangan seimbang, yaitu kondisi dimana balok menahan beban hingga regangan tekan lentur beton maksimum, εcmencapai 0,003 dan tegangan tarik baja tulangan telah

mencapai tegangan leleh fy), diagram distribusi tegangan tekan mempunyai bentuk kurva yang serupa dengan diagram tegangan-regangan beton seperti Gambar 2.6.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.6Diagram Tegangan-Regangan Saat Balok dalam Kondisi Regangan

Seimbang

2.6.1.1.Analisa Balok Terlentur Tulangan Tarik (Tunggal)

Jika sudah diketahui dimensi penampang balok seperti: lebar balok (b), tinggi balok (h), jumlah dan dimensi tulangan baja tarik (As), f’c, dan fy serta yang akan ditinjau atau yang perlu dicari adalah kekuatan seperti: menghitung

b εc = 0,003 fc’ h Z As εs≥ εy fs = fy penampang potongan A-A diagram regangan diagram tegangan gaya-gaya

(21)

d ND = 0,85 fc’ ab Garis Netral c fy fy 0,85 fc’ a = β1c a/2 d NTb NDb Garis Netral cb • • • d-cb

Mn, menghitung beban maksimum yang dapat dipikul balok, dan lain sebagainya, maka dapat dilakukan analisa balok terlentur.

(a) (b) (c)

Gambar 2.7Diagram Tegangan Ekivalen Whitney

Gambar 2.8Analisa Balok Beton Bertulang Tarik

ND= 0,85 f’c ab Asb= bd NT= As fy Asmax= 0,75 Asb a = β1c max= 0,75 b min= 1,4 / fy = , ₁ . Z = d- a/2 blok tegangan tekan aktual blok tegangan tekan ekivalen kopel momen gaya-gaya dalam NT = As fy h Z Asb εs≥ εy diagram regangan

diagram tegangan dan kopel momen dalam

b

0,85 fc’ εc =0,003

(22)

ND = NT 0,85 f’c ab = As fy Dimana :

ND = resultante seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral NT = resultante seluruh gaya tarik pada daerah di atas garis netral MR = momen tahanan

z = jarak antara resultante rekan dan tarik c = jarak serat tekan terluar ke garis netral fy = tegangan luluhan tulangan

f’c = kuat tekan beton

Asb = luas tulangan balok seimbang = ratio penulangan

d = tinggi efektif balok b = lebar balok

β₁ = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

SK SNI T-15-1991-03 menetapkan nilai β₁ untuk f’c 30 Mpa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 Mpa dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

Kekuatan yang tersedia (Mr)≥ Kekuatan yang dibutuhkan (Mu) Mr = ØMn

(23)

Standard SK SNI T-15-1991-03 pasal 2.2.3 ayat 2 memberikan faktor reduksi kekuatan ∅ untuk berbagai mekanisme dan untuk tarik aksial tanpa dan dengan lentur∅= 0,8.

2.6.1.2 Analisis Balok Terlentur Tulangan Tekan-Tarik (Rangkap)

Balok dengan tulangan tunggal jarang sekali dijumpai di lapangan, dikarenakan pada perencanaan suatu bangunan, gaya gempa yang terjadi dengan arah bolak-balik juga diperhitungkan. Sehingga hampir semua balok dipasang tulangan rangkap.

Penulangan rangkap dapat memperbesar momen tahanan pada balok. Jika suatu kemungkinan terjadi bahwa beban yang dipikul balok dengan ukuran tertentu dan persentase tulangan tertentu terlampau besar, sedangkan ukuran balok tidak dapat diperbesar dengan pertimbangan pelaksanaan, maka diperlukan penambahan tulangan baik tulangan atas maupun tulangan bawah.

Tulangan baja berperilaku elastis hanya sampai tingkatan dimana regangannya mencapai luluh ( ). Dengan kata lain, apabila regangan tekan baja

( ) sama atau lebih besar dari regangan luluhnya ( ), maka sebagai maksimum tegangan tekan baja (f’s) diambil sama dengan tegangan luluhnya (fy).

Pada analisa balok terlentur tulangan rangkap, biasanya akan dijumpai dua kondisi. Kondisi pertama yaitu bahwa tulangan tekan luluh bersamaan dengan luluhnya tulangan tarik saat beton mencapai regangan maksimum 0,003. Kondisi ini diharapkan beton belum hancur walau baja sudah luluh. Kondisi kedua yaitu

(24)

d NT2 = As2 fy ND1 = 0,85 fc’ ab d– d’ a • • • • • • ND2 = as’ fs’ NT1 = As1 fy

dimana tulangan tekan masih belum luluh saat tulangan tarik sudah luluh bersamaan dengan tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.9 Analisis Balok Bertulangan Rangkap

ND1= 0,85 f’c ab a = β₁ c

ND2= As’fs As= As1+ As2

NT1= As1fy As1= maxbd

NT2= As2fy As’ = As2= ( ) , = Mr1=∅bd2k Mr2= Mu-Mr1 NT= ND1+ ND2 As fy = 0,85 f’c ab + As’fs MR= ND(z) = NT(z) h d-a/2 As εs≥ εy penampang potongan diagram regangan kuat batas kopel momen beton-baja kopel momen baja-baja b c εc = 0,003 0,85 fc’

(25)

Dimana :

ND1 = resultante gaya tekan yang ditahan oleh beton

ND2 = resultante gaya tekan yang ditahan oleh tulangan baja tekan NT1 = resultante gaya tarik pada tulangan tarik akibat beton NT2 = resultante gaya tarik pada tulangan tarik

MR = momen tahanan

z = jarak antara resultante rekan dan tarik c = jarak serat tekan terluar ke garis netral fy = tegangan luluhan tulangan

fc = kuat tekan beton

As1 = luas tulangan baja tekan (As’) As2 = luas tulangan baja tarik

= ratio penulangan d = tinggi efektif balok b = lebar balok

β₁ = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

SK SNI T-15-1991-03 menetapkan nilai β₁ = 0,85 untuk f’c 30 Mpa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 Mpa dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65. 2.7 Retak

Jika sebuah balok beton bertulang diberikan beban secara meningkat, maka balok akan mengalami 3 tahapan sebelum balok mengalami keruntuhan,

(26)

yaitu tahapan balok sebelum mengalami retak, balok mengalami retak, dan tahapan kekuatan batas.

Terdapat tiga jenis keretakan yang terjadi pada balok beton bertulang, yaitu :

1. Retak miring yang terjadi akibat geser pada badan balok beton bertulang. Retak ini sering terjadi pada balok beton prategang dan non prategang. Jenis retak miring yang paling umum adalah retak geser lentur.

2. Retak lentur yang terjadi hampir tegak lurus terhadap sumbu balok dan terjadi pada daerah momen lentur yang besar. Retak terbentuk pada sisi bawah di tengah bentang. Pada penelitian ini, jenis retak ini yang akan diidentifikasi.

3. Retak punter, cukup miring dengan retak geser terkecuali retak punter ini melingkar di sekeliling balok.

Lebar retak maksimum yang dapat diterima bervariasi dari sekitar 0,004-0,016 in, tegantung lokasi, jenis struktur, tekstur permukaan beton, iluminasi, dan faktor-faktor lain. Komite ACI 224, dalam laporannya tentang retak, memperlihatkan sejumlah perkiraan lebar retak maksimum yang diizinkan untuk batang beton bertulang dalam berbagai situasi dapat dilihat pada Tabel 2.2. (Jack C McCormac, 2004)

(27)

Tabel 2.3 Lebar Retak Yang Diizinkan

Batang yang bersentuhan dengan Letak retak yang diizinkan (inch)

Udara kering 0,016

Udara lembab, tanah 0,012

Larutan bahan kimia 0,007

Air laut dan percikan air laut 0,006

Digunakan pada struktur penahan air 0,004

2.8 Lendutan

Lendutan pada balok beton bertulang akan sangat mengganggu struktur bangunan dan bahkan bisa sangat membahayakan jika lendutan telah melewati batas maksimum yang diizinkan pada balok beton bertulang seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Lendutan Maksimum Yang Diizinkan

Jenis Batang Struktur Lendutan Yang Harus

Diperhitungkan

Batas Lendutan

Atap datar yang tidak menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang dapat rusak akibat lendutan besar

Lendutan yang segera terjadi karena beban

hidup L 180

Lantai yang tidak menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang dapat rusak akibat lendutan

Lendutan yang segera terjadi karena beban hidup L

(28)

besar.

Konstruksi atap atau lantai yang menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang dapat rusak akibat lendutan besar

Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah penempelan batang nonstruktural (jumlah lendutan jangka

panjang yang

disebabkan oleh seluruh beban tetap dan lendutan yang segera terjadi karena penambahan beban hidup)

480

Konstruksi atap atau lantai yang menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang tidak dapat rusak akibat lendutan besar

240

2.8.1 Perhitungan Lendutan

Perhitungan lendutan setelah retak tidak dapat dihitung menggunakan persamaan lendutan biasa, karena akan kesulitan ketika menentukan momen inersia yang digunakan. Untuk bagian balok dengan momen lebih kecil daripada momen retak (Mcr), balok diasumsikan tidak mengalami retak dan momen inersia diasumsikan sebesar Ig. Tetapi ketika momen lebih besar dari momen retak (Mcr), retak tarik pada balok akan menyebabkan berkurangnya penampang melintang balok, dan momen inersia diasumsikan sama dengan nilai transformasi (Icr).

(29)

Pada retak tarik diasumsikan bahwa momen inersia mendekati momen inersia transformasi Icr, tetapi perlu diingat pada tempat diantara retak-retak tersebut nilai momen inersia lebih mendekati Ig. Akibatnya sulit sekali menentukan nilai momen inersia yang akan digunakan.

Peraturan ACI memberikan persamaan momen inersia yang digunakan dalam perhitungan lendutan. Momen inersia ini merupakan nilai rata-rata dan digunakan pada semua titik pada balok sederhana dimana lendutan terjadi. Momen inersia ini disebut momen inersia efektif (Ie) dimana dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

= + 1 −

Dimana: Ie = Momen inersia efektif

Ma = Momen beban layan maksimum yang terjadi pada kondisi yang diharapkan

Ig = Momen inersia penampang

Icr = Momen inersia transformasi pada penampang retak Mcr = Momen retak, yang dapat dihitung dengan persamaan:

=

Dimana: fr = Modulus retak beton = 0,7 ′

Yt = Jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik (mengabaikan tulangan baja) =

Gambar

Gambar 2.1Skema Bahan Penyusun Beton
Tabel 2.1 Hubungan antara Umur dan Kuat Tekan Beton Umur Beton
Gambar 2.2Pembebanan Pada Pengujian Tarik Belah Beton Silinder
Tabel 2.2 Tulangan Ulir dan Ukurannya Jenis Tulangan Diameter Nominal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan pengembangan metode spektrofotometri UV-Vis untuk menguji kadar NaOCI menggunakan pereaksi rhodamine B.. Metode analisa ini berdasarkan hukum Beer

Dalam tahap ini, peneliti melakukan interview mendalam dengan mencari informan atau mendatangi informan yang berada dirumah mereka masing-masing sesuai dengan

Program dan Kegiatan Bidang Infrastruktur Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah. Di

Saat saya memperoleh nilai yang buruk, orang tua saya selalu memotivasi agar tetap bersemangat dalam belajar..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap prestasi belajar siswa dan (2) mengetahui pengaruh penerapan

Kolaka Timur yang termuat dalam Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor : 24.8/FK/PP-DPUP/VII/2016 tanggal 25 Juli 2016, yang ditetapkan sebagai penyedia pengadaan..

Amron, Usman, Ali Mursid, (2018) "Buying decision in the marketing of Sharia life insurance (evidence from Indonesia)", Journal of Islamic Marketing,

Jadilah dirimu sebagaimana yang kau inginkan.. Suamiku dan Anak-anaku tersayang.. Perbedaan kemandirian belajar Biologi siswa antara Problem Based Learning dengan