• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengadilan Agama Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengadilan Agama Tangerang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MENAKAR YURIDITAS SIDANG ITSBAT NIKAH DI LUAR NEGERI

(Sebuah Catatan Harian) Oleh Aam Hamidah

A. Prolog

Sabtu sore tanggal 24 Maret 2012 para penegak hukum dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat bertolak menuju Malaysia, tepatnya menuju Kota Kuching, Negara Bagian Sarawak, Malaysia untuk mengadakan sidang Itsbat Nikah yang akan dilaksanakan dari tanggal 26 Maret sampai 30 Maret 2012.

Sebelumnya, pada tahun 2011 Pengadilan Agama Jakarta Pusat telah melaksanakan sidang Istbat Nikah seperti ini, ketika itu bertempat di Kinabalu, Negara bagian Sabah, Malaysia. Jumlah perkara yang diperiksa saat itu sebanyak 360 perkara.

Ternyata program sidang Itsbat Nikah ini mendapat sambutan yang sangat antusias dari masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri, yang selama ini sangat mereka harapkan.

Program Sidang Itsbat Nikah ini merupakan program MARI, bekerja sama dengan Kementrian Luar Negeri RI dan Kementrian Agama RI yang bertujuan untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum serta menjamin hak warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, yang mayoritasnya adalah para Tenaga Kerja Indonesia.

Itsbat Nikah adalah suatu upaya mensahkan pernikahan yang telah dilangsungkan dengan tidak dicatatkan oleh lembaga yang berwenang untuk itu, dalam hal ini Kantor Urusan Agama, sehingga perkawinan yang semula tidak diakui secara administratif kenegaraan, dapat menjadi sah dan diakui secara yuridis dan administratif.

B. Urgensi Pencatatan Nikah

Seperti diketahui berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 1 tahun 1974, perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

Dalam pengertian nikah di atas terdapat unsur penting yaitu adanya “Ikatan” atau dalam istilah agama biasa disebut “Akad”. Dengan adanya ikatan kesuami-istrian ini akan melahirkan konsekwensi-konsekwensi yang akan mengubah total kehidupan seseorang, dengan lahirnya hak dan kewajiban sebagai akibat terjadinya akad tersebut.

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(2)

Dengan Nikah akan melahirkan konsekwensi dari beberapa aspek berupa:

a. Konsekwensi yuridis: bahwa kesuami-istrian (ikatan suami-isteri) atau perkawinan ini merupakan lembaga yang harus diakui oleh hukum sebagaimana harus pula diakui oleh masyarakat, sehingga dijamin keutuhan dan keberlangsungannya dalam sebuah tatanan kehidupan bermasyarat dan bernegara.

b. Konsekwensi biologis: bebas berhubungan seksual antar suami dan isteri yang sebelumnya diharamkan, sehingga dengan hubungan seksual itu melahirkan pula hubungan-hubungan lain kaitannya dengan akibat dari hubungan itu berupa anak,dll. c. Konsekwensi sosial: terbentuknya struktur sosial baik keluarga inti maupun keluarga

samping yang melahirkan pranata sosial di dalamnya, sebagai cikal-bakal sebuah masyarakat.

d. Konsekwensi politis: perkawinan dapat berimplikasi pada status kewarganegaraan, indikasi kedewasaan, status marital demografis, dan sebagainya.

e. Konsekwensi ekonomis: perkawinan ini mengakibatkan adanya pernafkahan, perkongsian pendapatan/penghasilan, hubungan kewarisan dan sebagainya.

Karena perkawinan itu melahirkan berbagai konsekwensi yang demikian kompleks, yang sekaligus menyatukan tiga dimensi; religius, sosial dan hukum, maka adalah sebuah keniscayaan bahwa perkawinan “harus didokumentasikan secara otentik“. Berangkat dari pertimbangan itulah maka dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang

berlaku”

Perintah pencatat yang diamanatkan Undang-Undang Perkawinan tersebut, jika dilihat secara makro harus dipahami sebagai bentuk dimana Undang-Undang Perkawinan berupaya mengejawahtahkan amanat konstitusi yang menjamin pelakananaan ajaran agama. Bahwa negara bertanggungjawab untuk ikut andil dalam menertibkan sekaligus mengarahkan bagaimana seharusnya sebuah perkawinan dilaksanakan sesuai ketentuan agama yang bersangkutan.

Akta yang telah dibuat oleh pejabat yang bersangkutan tentang keterjadian sebuah perkawinan, selanjutnya menjadi bukti yang satu-satunya tentang sebuah peristiwa perkawinan sebagaimana ditandaskan dalam Kompilasi Hukum Islam. Sehingga perkawinan yang tidak dicatatkan/di luar pengawasan pejabat yang bersangkutan,

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(3)

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan kata lain tidak diakui secara yuridis, dan pelaksananya tidak mendapat jaminan terkait hak-hak yang semestinya diperoleh. Perkawinan yang tidak dicatatkan dan/atau dilaksanakan tidak dalam pengawasan Pejabat yang bersangkutan merupakan bentuk pelanggaran yang diancam dengan ketentuan pidana tersendiri.

C. Istbat Nikah di Luar Negeri

Kendati demikian, kenyataan yang ditemui di masyarakat, bahwa masih ada (bahkan dalam jumlah yang banyak) peristiwa perkawinan yang tidak dicatatkan. Hal itu tidak saja terjadi di dalam negeri, bahkan di luar negeri sekalipun, di mana masyarakat/warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dan kemudian menikah tidak lantas memiliki bukti otentik tentang pernikahannya itu.

Warga negara Indonesia atau para tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri ternyata banyak yang perkawinannya tidak terdokumentasikan dalam sebuah Buku Akta Nikah karena adanya kesulitan mencatatkan perkawinannya akibat dari situasi dan kondisi tertentu. Menurut Ketua pengadilan Tinggi Agama Jakarta Bpk. Drs. H. Khalilurrahman, SH., MH, MBA dalam salah satu kesempatan mengatakan bahwa “Mereka umumnya kesulitan dari segi transportasi dan ekonomi untuk mengesahkan perkawinannya di Indonesia”.

Perkawinan warga Negara Indonesia di luar negeri itu pada umumnya dilaksanakan secara sirri/di bawah tangan, namun dengan memenuhi syarat dan rukun perkawinan sesuai ketentuan syariat Islam. Hanya saja mereka tidak mencatatkan perkawinanya pada instansi yang berwenang untuk mencatatnya, dikarenakan kondisi geografis yang sangat jauh. Selain alasan itu, terkadang didapati juga adanya hambatan dari perusahaan untuk tidak meninggalkan tempat kerja mengingat target produktifitas dan beban kerja tinggi dan teramat ketat.

Ketika terjadi benturan dengan masalah keimigrasian, mereka yang telah terlanjur menikah akan lintang pukang kebingungan. Karena salah satu syarat bagi sebuah keluarga untuk mendapatkan kelengkapan dokumen keimigrasian adalah adanya bukti akta nikah. Apabila mereka tidak mempunyai buku akta nikah, maka akan sulit untuk mendapatkan paspor dan visa sebagai bukti izin tinggal. Maka tak jarang mereka sembunyi-sembunyi ketakutan, dan ketika tertangkap, tak ayal mereka akan dideportasi tanpa ampun. Sehingga akibat dari tidak memiliki bukti izin tinggal tersebut, beberapa

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(4)

tahun belakangan ini ribuan TKI dipulangkan ke Indonesia dengan kondisi menyedihkan. Mereka pulang dengan kondisi tidak terhormat, dan tidak dihargai hak-hak asasinya.

Berdasarkan pada kondisi tersebut maka Kementerian Luar Negeri RI memohon kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia agar dapat membantu warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, baik yang berstatus sebagai warga biasa atau sebagai tenaga kerja untuk dapat dicatatkan secara otentik perkawinannya yang tidak tercatat sebelumnya, sehingga dapat memperoleh bukti otentik dari perkawinannya.

Mahkamah Agung RI, dalam hal ini Badan Peradilan Agama tentu saja menyambut baik permohonan tersebut, apalagi Badilag saat ini sedang gencar-gencarnya mencanangkan Justice for All. Permohonan itu selanjutnya ditanggapi oleh Mahkamah Agung melalui Surat Keputusan MARI Nomor 084/KMA/SK/V/2011 yang isinya Mahkamah Agung RI memberi izin bagi Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagai satu-satunya Pengadilan yang berwenang untuk melakukan sidang pengesahan perkawinan (Itsbat Nikah) di Kantor Perwakilan Republik Indonesia. Sehingga karena kewenangannya bersidang di Luar negeri ini, Pengadilan Agama Jakarta Pusat kerap dijuluki Pengadilan Internasional.

Kemudian SK Mahkamah Agung RI tersebut ditindaklanjuti oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta melalui Keputusannya Nomor W9-A/509/Hk.03.5/II/2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sidang Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) di Kantor Perwakilan RI, yang kemudian petunjuk pelaksanaan PTA Jakarta itu dijabarkan lagi oleh Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat secara lengkap meliputi penyusunan tim pelaksana sidang Itsbat Nikah, biaya perkara Itsbat Nikah, dan Pedoman teknis sidang Itsbat Nikah di luar negeri.

Bahkan dalam Pedoman Itsbat Nikah ini Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Drs. Tata Sutayuga, SH, dengan mempedomani semua peraturan yang ada terkait pelaksanaan itsbat nikah ini, sangat detail menjabarkannya, sejak dari ketentuan tentang itsbat nikah, bagaimana prosedur penerimaan perkara di Kantor Perwakilan, Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat, rincian Tata Kerja PA. Jakarta Pusat di Kantor Perwakilan, rincian Teknis Pemeriksaan Perkara Itsbat Nikah. Tata kerja Majelis, Penyelesaian Salinan Penetapan hingga peralatan apa saja yang harus dibawa, dirincinya sedemikian rupa. Kesemua itu dimaksudkan agar pelaksanaan tugas di luar negeri ini dapat terlaksana dengan baik, lancar, sehingga dapat pula membawa nama baik bagi Peradilan Agama serta berujung pada baiknya nama Mahkamah Agung itu sendiri.

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(5)

Beruntunglah Bapak Dirjen Badilag Drs. Wahyu Widiana, MA, sangat konsen terhadap upaya peningkatan kinerja melalui sarana SIADPA Plus, sehingga untuk kecepatan dan ketepatan salinan penetapan istbat Nikah ini PA Jakarta Pusat telah mengoptimalisasikan SIADPA Plus tersebut, sehingga pada hari itu perkara putus, hari itu juga salinan penetapan sudah harus bisa dibawa pulang oleh Pemohon.

Ada beberapa permasalahan yang kerap menjadi pertanyaan terkait dengan pelaksanaan itsbat Nikah di luar negeri ini yaitu:

1. Tentang payung hukum atas alasan permohonan itsbat nikah yang dilaksanakan di Luar negeri, karena rata-rata perkawinan yang dilaksanakan para WNI di Luar Negeri tersebut dilaksanakan jauh setelah UU Nomor 1 tahun 1974 lahir, apakah diperbolehkan mengitsbatkan suatu perkawinan yang dilaksanakan setelah UU No 1 Tahun 1974 lahir?

2. KUA mana yang berwenang untuk mencatat perkawinan yang telah disahkan oleh Hakim PA Jakarta Pusat di Luar negeri tersebut?

Menjawab pertanyaan di atas penulis mencoba mencermatinya sebagai berikut:

Ketika sebuah perkawinan yang telah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam, namun belum dicatatkan sehingga tidak terbit buku Akta Nikahnya, maka Kompilasi Hukum Islam membuka peluang untuk dapat mensahkan pernikahan tersebut melalui pasal 7 yang isinya:

1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.

3) Itsbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. b. Hilangnya Akta Nikah.

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan.

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 dan;

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut halangan perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974;

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(6)

Bahwa perkawinan yang dilaksanakan secara sah dan tanpa ada halangan hukum seperti yang disyaratkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh Warga Negara RI di Luar Negeri itu (dalam hal ini di Negara Malaysia), maka dengan melihat kepada pasal 7 ayat (2) tersebut hemat penulis perkawinan tersebut dapat diitsbatkan.

Dengan mencermati Pasal 7 KHI tersebut dapatlah kita tarik sebuah kesimpulan bahwa perkawinan WNI terbut dapat disahkan perkawinannya oleh PA adalah:

1. Pada dasarnya mereka telah melaksanakn nikahnya sesuai dengan syariat Islam, dimana syarat sah sebuah perkawinan yang ditentukan syariat Islam telah terpenuhi dan sesuai pula dengan ketentuan Pasal 14 KHI yaitu adanya calon mempelai, wali, dua orang saksi, ijab kabul, serta adanya mahar sebagai kewajiban dari mempelai laki-laki kepada isterinya.

2. Bahwa, di dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam ayat (3) bahwa perkawinan yang dapat disahkan adalah perkawinan yang dilangsungkan sebelum lahirnya UU Nomor 1 Tahun 1974, sedangkan faktanya banyak perkawinan yang dilangsungkan di bawah tangan setelah lahirnya UU No.1 tahun 1974 yang mohon diitsbatkan, seperti halnya banyak terjadi pada perkara sidang keliling itsbat nikah di Kuching ini, maka dengan berpedoman pada Pasal 7 ayat (3) huruf (e) yang berbunyi yaitu ” Perkawinan yang

dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut halangan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974” Penulis

beralasan bahwa apabila perkawinan di bawah tangan yang dilangsungkan oleh para pemohon itsbat nikah telah sesuai dengan ketentuan syariat Islam yaitu telah terpenuhi rukun dan syaratnya serta tidak ada halangan perkawinan menurut halangan yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1974, maka perkawinan tersebut dapatlah disahkan, karena pasal 7 ayat (3) tersebut tidaklah bersifat kumulatif tetapi bersifat alternatif yang huruf satu dengan huruf yang lainnya bukanlah merupakan suatu kesatuan tetapi terpisah.

Begitu pula dengan mencermati Pasal 56 UU No. 1 tahun 1974 ayat (1) yang berbunyi” Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing

adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana

perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar

ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini“.

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(7)

Penulis sengaja memiringkan sebagian tulisan pasal di atas untuk dicermati dan diambil satu pemahaman bahwa perkawinan warga negara Indonesia dinyatakan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974, baik rukun dan syaratnya maupun tidak adanya penghalang perkawinan. Dengan demikian perkawinan yang dilaksanakan setelah lahirnya UU No 1 tahun 1974 dapatlah di itsbat nikahkan sepanjang telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang terdapat dalam UU Nomor 1 tahun 1974.

Namun begitu, untuk menjaga jangan sampai mengakibatkan terjadinya unsur kesengajaan karena tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan, maka perlulah dipertimbangkan faktor penyebab kenapa perkawinannya itu tidak dicatatkan oleh PPN KUA, seperti alasan istbat yang terjadi di Luar Negeri dalam hal ini Malaysia.

Bahwa menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974 sebuah perkawinan hendaknya dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pencatatan perkawinan bagi yang beragama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam UU No: 32 tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, talak dan Rujuk.

Berkaitan dengan pencatatan perkawinan di luar negeri Kemenag RI mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 11 tahun 2007, yang di dalamnya terdapat Pasal yang memuat tentang Pencatatan Nikah yaitu dalam Bab XI Pasal 28 yang berbunyi” Pencatatan Nikah bagi warga negara Indonesia yang ada di luar negeri dilakukan sebagaimana diatur dakam Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No.589 tahun 1999 dan Nomor 182/OT/X/99/01 tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perkawinan warga Negara Indonesia di Luar Negeri “

Sedangkan ternyata, bahwa di Konsulat Jenderal RI terdapat bidang atau bagian dari tata kerja Konsulat Jendral yang di dalamnya ada bagian yang bertugas menangani pencatatan nikah yang dilaksanakan di wilayahnya tersebut, sehingga dengan demikian apabila pernikahannya sudah di nyatakan sah melalui sidang itsbat nikah oleh Majelis Hakim PA Jakarta Pusat, maka selanjutnya penetapan tersebut dapat dicatatkan oleh PPN yang terdapat di Konsulat Jendral RI tersebut.

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

(8)

Ihktitam

Dengan demikian, Sidang Itsbat Nikah di Luar Negeri telah memiliki payung hukum yang memadai, kendati masih terbatas pada Satuan Kerja Pengadilan Agama Jakarta Pusat, dan terbatas pula hanya pada jenis perkara Istbat Nikah. Negara memang diamanatkan untuk memberikan jaminan terhadap aktifitas keberagamaan warganya, apalagi jika aktifitas keberagaam itu memiliki kaitan erat dengan masalah sosial dan kependudukan. Ke depan tentu perlu dipikirkan lagi bagaimana seharusnya pernikahan warga negara itu dapat secara benar dan baik terlaksana, tanpa harus mempertentangkannya dengan keharusan pencatatan nikah. Karena keharusan pencatatan nikah itu sendiri dihadirkan dalam rangka mewujudkan dan melindungi sekaligus memberikan jaminan atas yuriditas nikah. Sidang Itsbat di Luar Negeri ini sama sekali bukan rekomendasi bagi warga negara untuk secara serampangan boleh menikah. Ia harus dipahami sebagai satu step dari proses penertiban pernikahan, dan bukan untuk maksud pelestarian.

Demikian tulisan ini. Kritik dan saran sangat penulis nantikan, karena tentu saja karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga pastilah sangat jauh dari kesempurnaan. Terima kasih.

Catatan ini rampung di Tangerang, tanggal 22 April 2012. Aam Hamidah

Hakim Pengadilan Agama Tangerang.

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Pengadilan

Agama

Tangerang

Referensi

Dokumen terkait

Pertentangan merupakan tingkatan yang pertama dalam prinsip oposisi. Pertentangan merupakan pertikaian yang terjadi kepada orang yang berselisih paham. Saling bertentangan

Oleh karena data yang tidak lengkap atau tidak ada sama sekali klasifikasi tidak mungkin.

Wilayah lain yang lebih besar kontribusinya dari pada Kota Batam hanya pada sektor pertambangan yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas (70,07%), Kabupaten Bintan (16,7%) dan

Kepala Bidang Sosial Budaya Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi III.B Kuningan, 07-06-1962 pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi pada Badan Perencanaan

Dari hasil pemeriksaan bakteriologis bahwa kualitas air sumur dari 8 lokasi yang diambil dari Dusun Degolan daD 2 lokasi dari Dusun Lodadi Desa Umbulmartani

Kasim maupun Ketua Muhammadiyah pada waktu itu, dimutasi paksa oleh Pemerintah Belanda ke Makassar (1934). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa struktur politik yang

Hal ini didukung atau sejalan dengan penelitian Widayanti dan dkk (2016) , Dewiningrat dan Mustanda (2018) dan Akhmadi dkk (2018) Menyatakan bahwa Likuiditas (Current

Hasil  yang  diperoleh  dari  penelitian  ini  menunjukkan  daerah  atau  kawasan‐kawasan  yang  dapat  dioptimalkan  sebagai  area  untuk  permukiman.  Secara