• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1.400

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1.400"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Penelitian

Di dunia setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun. Di Indonesia 2 orang ibu meninggal setiap jam karena komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan di suatu negara. Menurut data dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara–negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (Prawirohardjo, 2007).

Mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) membutuhkan penatalaksanaan yang baik selama kehamilan ataupun saat persalinan. Kehamilan dan persalinan memang sesuatu yang fisiologis, namun keadaan patologis atau komplikasi dapat saja muncul saat kehamilan sampai pada saat proses persalinan (Prawirohardjo, 2007).

Kesehatan dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs) ialah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, serta menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Gambaran outcome SDGs ialah mengurangi angka kematian maternal hingga

(2)

di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup, menurunkan angka kematian neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup (SDGs, 2016).

Sasaran pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat adalah perilaku hidup sehat secara bermakna, jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2012). Di sektor kesehatan, upaya yang dilakukan mengutamakan upaya kuratif, promotif tanpa meninggalkan preventif dan rehabilitatif. Tindakan bedah Sectio

Caesarea (SC) merupakan upaya untuk mengobati (kuratif) suatu penyakit

atau meringankannya untuk dapat menyelamatkan nyawa ibu maupun janin. Bedah Caesar kadang menjadi alternatif persalinan yang mudah dan nyaman. Anggapan ini membuat mereka memilih persalinan cara ini dari pada alami, meskipun tanpa indikasi medis (Dini Kasdu, 2003).

Persalinan berlangsung secara alamiah, tetapi diperlukan pemantauan khusus karena setiap ibu memiliki kondisi kesehatan yang berbeda, hal ini dapat mengurangi resiko kematian ibu dan janin pada saat persalinan. Selain itu, selama kehamilan ataupun persalinan dapat terjadi komplikasi yang mungkin dapat terjadi karena kesalahan penolong dalam proses persalinan (Sondakh, 2013).

SC adalah metode persalinan melalui sayatan dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba, 2009). Perawatan yang dibutuhkan oleh pasien pasca SC membutuhkan perawatan inap sekitar 3–5 hari, penutupan luka insisi SC terjadi pada hari ke 5 pasca bedah, luka pada kulit

(3)

akan sembuh dengan baik dalam waktu 2 -3 minggu, sedangkan luka fasia

abdomen akan merapat dalam waktu 6 minggu, tapi tetap berkembang makin

erat selama 6 bulan, tendon atau ligamentum membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 3 bulan untuk penyembuhan awal dan terus makin kuat dalam waktu lebih dari 1 tahun (Subiston, 2008).

Ditinjau dari sudut penderita, tidak ada yang lebih penting selain perawatan pasca bedah dan perawatan luka. Karena itu perawatan ini memerlukan perhatian khusus dari ahli kebidanan dan seluruh staf perawatan (Mochtar, 2006), bila tidak, dapat memberikan dampak negatif dalam proses penyembuhan sehingga dapat merugikan penderita.

Faktor-faktor yang mempengaruhi lambatnya penyembuhan luka SC menurut Ruth Jhonson dalam Buku Ajar Praktek Kebidanan antara lain; status nutrisi, merokok, penambahan usia, obesitas, diabetes mellitus, kortikosteroid, obat-obatan, gangguan oksigenasi, infeksi, stress luka. Mobilisasi dini juga merupakan hal yang penting dalam proses penyembuhan luka post SC, menurut Suryati (2012) tidak melakukan mobilisasi dini dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi. Hal tersebut juga sesuai dengan teori bahwa mobilisasi dini pada ibu post partum pelaksanaannya tergantung pada kondisi pasien, apabila pasien melakukan persalinan dengan normal, bisa dilakukan setelah 2-4 jam setelah persalinan, dan pasien yang menjalani SC bisa melakukan mobilisasi 8 jam setelah persalinan (Manuaba, 2009).

(4)

Mobilisasi sangat diperlukan bagi setiap pasien agar tubuhnya tetap sehat, terjaga dan tetap mempertahankan keadaan fungsi tubuh, dengan adanya pasien melakukan mobilisasi pasien dapat bergerak secara bebas dan dapat lebih cepat pulih dalam pengobatannya. Seperti halnya seorang ibu yang dalam pengobatan luka operasi dapat lebih cepat sembuh dengan mobilisasinya, dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan mobilisasi, dikarenakan dengan bergerak otot-otot perut dan panggul akan kembali normal, sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit, serta merasangsang peristaltik usus kembali normal, dengan demikian ibu akan merasa lebih sehat dan lebih baik.

Mobilisasi dini merupakan faktor utama dalam proses pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah, banyak keuntungan yang diraih dari latihan ditempat tidur. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2005).

Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu post Sectio Caesarea disarankan untuk melakukan mobilisasi dini, tetapi kadang sulit untuk melakukan mobilisasi dini karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan ibu tentang pentingnya mobilisasi dini, untuk itu perlu pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini pasca operasi

(5)

Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi dini pasca operasi antara lain; peningkatan suhu tubuh, karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi, perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindari karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka, badan menjadi pegal dan kaku serta menambah rasa sakit sehingga penyembuhan luka menjadi lama yang akan mengakibatkan lamanya perawatan di Rumah Sakit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Mahmudah Salamah di RS Penambahan Senopati Bantul tahun 2015 dengan judul “Hubungan Mobilisasi Dini dengan Pemulihan Luka SC” menunjukan bahwa 20% ibu lambat melakukan mobilisasi dini sehingga mengalami infeksi yang mengakibatkan ibu ditunda kepulangannya.

Dilihat dari data jumlah persalinan di ruang Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2012 terdapat 710 persalinan dengan Seksio

Caesaria dari 2853 seluruh persalinan (24,8 %), dan meningkat pada tahun

2013 baik dari segi jumlah maupun persentasenya yaitu 1072 dari 3236 (33,2 %).

Sedangkan data yang didapat dari RSUD Teluk Kuantan Tahun 2013 dari 483 persalinan terdapat 164 persalinan dengan SC (29,4 %) dan yang dirawat ≤ 5 (lima) hari sebanyak 153 orang dan yang dirawat > 5 (lima) hari sebanyak 11 orang, tahun 2014 dari 492 persalinan terdapat 183 persalinan

(6)

dengan SC (26,8 %), dan yang dirawat ≤ 5 (lima) hari sebanyak 168 orang dan yang lebih dari 5 (lima) hari ada sebanyak 15 orang. Sedangkan Tahun 2015 dari 489 persalinan terdapat 171 persalinan dengan SC ( 28,5 %), dan yang dirawat ≤ 5 (lima) hari sebanyak 153 orang, dan yang dirawat lebih dari 5 (lima) hari sebanyak 18 orang.

Pasien post SC yang seharusnya dirawat inap hanya 3-5 hari, ternyata masih terdapat ibu-ibu yang dirawat inap lebih dari 5 hari, yakni pada tahun 2013 sebanyak 11 orang, tahun 2014 sebanyak 15 orang dan tahun 2015 sebanyak 18 orang. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor sehingga menyebabkan pasien tersebut ditunda kepulangannya. Tergambar dari data Rekam Medik RSUD Teluk Kuantan pasien yang dirawat lebih dari 5 (lima) hari tersebut dalam melakukan mobilisasi post SC sebagian besar dilakukan setelah 24 jam. Mobilisasi dini merupakan faktor utama dalam proses pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca bedah, banyak keuntungan yang diraih dari latihan ditempat tidur.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Mobilisasi Dini dengan lama rawatan post Sectio Caesaria di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah: Apakah ada Hubungan Mobilisasi Dini dengan Lama Rawatan Post SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016?

(7)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menganalisa Hubungan Mobilisasi Dini dengan Lama Rawatan Post SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Proporsi Mobilisasi Dini yang dilakukan pasien SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016.

b. Mengetahui Proporsi Lama Rawatan Post SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016.

c. Menganalisa hubungan Mobilisasi Dini dengan Lama Rawatan Post SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan dan menambah informasi yang berkaitan dengan masalah hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan post SC sehingga dapat dilakukan upaya untuk menangani hal tersebut.

2. Aspek Praktis a. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan peneliti dan bisa dijadikan sebagai bahan dasar untuk penelitian selanjutnya.

(8)

b. Bagi RSUD Teluk Kuantan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan post SC.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan, bacaan dan referensi di perpustakaan kampus agar menambah wawasan bagi mahasiswa tentang mobilisasi dini post SC.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mobilisasi Dini 1. Pengertian

Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing secepat mungkin untuk berjalan (Suryati, 2012). Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur, dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk melakukan gerakan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2005). Mobilisasi dini merupakan faktor utama dalam proses pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah, mobilisasi dini menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam dan menstimulasi kembali fungsi

gastrointestinal menjadi normal, mendorong penderita untuk menggerakan

kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin dalam waktu 12 jam (Carpenito, 2005).

Ibu yang mengalami persalinan SC dengan adanya luka diperut harus dirawat dengan baik, untuk mencegah kemungkinan terjadinya infeksi. Sering kali ibu membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi, sehingga proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim ibu akan berpengaruh.

Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu pasca SC disarankan untuk melakukan mobilisasi dini, tetapi kadang sulit untuk melakukan mobilisasi

(10)

dini karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan ibu tentang mobilisasi dini. Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini pasca SC sehingga pelaksanaan mobilisasi dini lebih maksimal dilaksanakan.

2. Manfaat mobilisasi dini pada ibu post SC

a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan mobilisasi dini, dengan bergerak otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga ibu merasa lebih sehat dan memperoleh kekuatan.

b. Perbedaan yang terjadi pada pasca SC bila dilakukan mobilisasi dini akan mempercepat involusi uterus, sehingga ibu merasa sehat dan dapat merawat bayinya.

c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Dengan mobilisasi dini sirkulasi darah menjadi lancar dan normal sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli berkurang.

3. Kerugian bila tidak melakukan Mobilisasi Dini

a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang kurang baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi.

b. Perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindari.

4. Tahap-tahap Mobilisasi Dini

(11)

a. 6 (enam) jam pertama ibu pasca SC yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.

b. 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah trombosis dan tromboemboli.

c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. d. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu untuk belajar berjalan (Kasdu,

2003)

B. Lama Rawatan post Sc 1. Pengertian

Lama hari rawatan pada pasien post SC adalah hari rawat pasien sejak menjalani operasi sampai pada saat pasien pasca operasi. Khususanya pasien post SC perlu mendapat perhatian besar, karena beberapa komplikasi dapat terjadi setelah operasi, apabila tidak ditangani dengan baik menyebabkan lama hari rawatan akan menjadi panjang, yang akhirnya menyebabkan dampak biaya perawatan menjadi meningkat (Corwin & Elizabeth, 2011).

Mobilisasi dini merupakan faktor yang mendukung dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Dengan mobilisasi dini vascularisasi menjadi lebih baik sehingga akan mempengaruhi penyembuhan luka operasi karena luka membutuhkan

(12)

peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan dan perbaikan sel (Carpenito, 2005).

2. Fisiologi Penyembuhan Luka SC

Penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cedera pada tubuh, kulit yang utuh merupakan garis depan perlawanan terhadap masuknya organisme (Ruth Jhonson, 2005)

Ada 4 fase penyembuhan luka: a. Hemostasis

Yaitu fase vascular, ini terjadi segera setelah terdapat kerusakan jaringan. Terjadi vasokonstriksi untuk meminimalkan perdarahan dan membantu proses koagulasi. Terbentuk bekuan fibrin yang menutupi luka sementara waktu. Sementara terjadi pembentukan bekuan, darah atau cairan serosa keluar dari luka yang merupakan upaya tubuh untuk membersihkan luka secara alami.

b. Inflamasi

Terjadi dilatasi pembuluh darah di sekitar luka, menimbulkan eritema local, edema, panas, rasa tidak nyaman, berdenyut-denyut dan terkadang gangguan fungsional.

c. Proliferasi

Pada fase ini terjadi pertumbuhan jaringan baru melalui tiga proses: granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi.

(13)

Setelah epitelisasi selesai, jaringan yang baru mengalami proses maturasi bila mengalami remodeling untuk meningkatkan kekuatan regangan jaringan parut.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka SC a. Mobilisasi dini

Dengan melakukan mobilisasi dini pasien dapat bergerak secara bebas dan dapat lebih cepat pulih dalam pengobatannya seperti halnya seorang ibu yang dalam pengobatan luka operasi dapat cepat sembuh dengan mobilisasinya dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan mobilisasi dikarenakan otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit, serta merangsang peristaltik usus kembali normal, dengan demikian ibu merasa sehat dan lebih baik.

Mobilisasi dini merupakan faktor utama dalam proses pemulihan dan mencegah komplikasi pasca bedah, banyak keuntungan yang diraih dari latihan ditempat tidur. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti dekubitus, kekakuan atau peregangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2005).

Persalinan SC dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi, mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin membimbing penderita untuk berjalan. Tidak melakukan mobilisasi dini dapat

(14)

mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi (Suryati, 2012).

Mobilisasi dini pada ibu post partum pelaksanaannya tergantung pada kondisi pasien, apabila pasien melakukan persalinan normal, bisa dilakukan setelah 2-4 jam setelah persalinan (Manuaba, 2009). Ibu post partum dengan SC dalam melakukan mobilisasinya lebih lamban dan perlu mencermati serta memahami bahwa mobilisasi dini jangan dilakukan apabila kondisi ibu masih lemah, tetapi mobilisasi dini yang terlambat dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh dan aliran darah tersumbat.

b. Status nutrisi

Karena sebelum pasien menjalankan operasi, pasien disuruh berpuasa, maka pemberian cairan infus harus cukup dan banyak mengandung eletrolit yang diperlukan agar tidak terjadi dehidrasi.

Diperlukan asupan protein, vitamin A dan C, tembaga dan zat besi yang adekuat. Protein mensuplai asam amino yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi. Vitamin A dan zinc diperlukan untuk epitelisasi, dan vitamin C diperlukan untuk sintetis kolagen dan integrasi kapiler. Zat besi diperlukan untuk sintetis hemoglobin yang bersama oksigen diperlukan untuk menghantarkan oksigen ke seluruh tubuh.

(15)

c. Merokok

Mempengaruhi ambilan dan pelepasan oksigen ke jaringan, sehingga memperburuk perfusi jaringan.

d. Penambahan Usia

Berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktivitas fibroblast.

e. Obesitas

Jaringan lemak menyebabkan suplay darah yang tidak adekuat, mengakibatkan lambatnya proses penyembuhan dan menurunnya resistensi terhadap infeksi. Selain itu mobilisasi pasca operasi juga akan sulit dilakukan pada pasien yang obesitas.

f. Diabetes Melitus

Gangguan sirkulasi dan perfusi jaringan dapat terjadi pada diabetes mellitus, selain itu hiperglikemia dapat menghambat fagositosis dan mencetuskan terjadinya infeksi jamur dan ragi.

g. Kortikosteroid

Peningkatan kadar kortikosteroid dalam plasma dapat terjadi akibat stress, terapi ataupun penyakit steroid. Hal ini dapat menghambat respon inflamasi dan respon imun yang dapat menghambat proses penyembuhan dan menjadi predisposisi infeksi.

(16)

Obat anti inflamasi menekan sintetis protein, inflamasi, kontraksi luka dan epitelisasi.

i. Gangguan Oksigenasi

Rendahnya tekanan oksigen arterial dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat epitelisasi. Perfusi jaringan yang buruk dapat terjadi karena adanya hipovolemia atau anemia. Oksigen sangat dibutuhkan untuk aktivitas fibroblas.

j. Infeksi

Menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat penyembuhan luka. Tanda-tanda luka yang infeksi adalah luka menjadi bengkak, kemerahan dan terdapat nanah.

k. Stres Luka

Muntah yang hebat atau terlalu lama distensi abdomen atau sesak napas dapat menyebabkan ketegangan yang berat pada luka, menghambat pembentukan jaringan kolagen dan jaringan ikat (Ruth Jhonson, 2005).

C. Sectio Caesarea 1. Pengertian

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin

lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus sehingga janin dilahirkan melalui dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawatiaj, 2008).

(17)

SC adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus. (Benson dan Pernol, 2009 ). SC adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim (Ruth jhonson, 2013).

2. Keuntungan Sectio Caesarea

Operasi Caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalin karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya SC, yaitu bilamana di diagnosa panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka SC adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, 2007).

3. Kerugian Sectio Caesarea

Operasi SC merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur anastesi pada opersi bisa membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapatkan luka baru diperut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehingga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan SC biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, 2007).

(18)

4. Indikasi Sectio Caesarea a. Indikasi Ibu

Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim),

passageway (keadaan jalan lahir), passanger (janin yang dilahirkan)

dan psikis ibu.

Mula-mula indikasi SC hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan pada jalan lahir atau pada anak, sehingga kelahirannya tidak bisa melalui jalan vagina. Namun akhirnya merambat ke faktor

power dan passanger. Kelainan power yang memungkinkan

dilakukannya SC, misalnya mengejan lemah, ibu sakit jantung atau penyakit menahun lainnya yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passanger diantaranya makrosemia, anak kelainan jantung, primigravida >35 tahun dengan janin letak sungsang, persalinan tak maju, dan anak menderita fetal distress syndrome.

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani SC yaitu :

1) Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi panggul ibu (disproporsi). Oleh karena itu penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal, dengan tujuan memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal.

(19)

2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi, misalnya kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau pada kasus ibu mengalami preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh akibat komplikasi ibu.

3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta previa). Biasanya plasenta melekat dibagian tengah rahim, akan tetapi pada kasus plasenta previa, plasenta akan menutupi ostium uteri internum.

4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan belum tua.

5) Jika terjadi terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi, hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim (incoordinate uterine action).

6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein uria dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda, pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan diri. 7) Jika riwayat persalinan ibu sebelumnya adalah seksio sesaria

maka persalinan berikutnya umumnya harus SC juga karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik SC dilakukan dengan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim

(20)

robek akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik SC dulu yang sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang melintang (Cunningham, 2006).

b. Indikasi Sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk melakukan SC yang disebut indikasi sosial. Persalinan SC karena indikasi sosial timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalianan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan SC (Cunningham, 2006).

5. Kontra indikasi Sectio Caesarea

Kontra indikasi SC dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, SC tidak dilakukan kecuali tidak dalam keadaan terpaksa, SC tidak boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti ini : a. Janin sudah mati dalam kandungan, dalam hal ini dokter memastikan

denyut jantung janin tidak ada lagi, tidak ada lagi gerakan janin dari pemeriksaan USG untuk memastikan keadaan janin.

b. Janin terlalu kecil untuk mampu hidup diluar kandungan. c. Terjadi infeksi dalam kehamilan.

d. Anak dalam keadaan cacat seperti hidrocefalus dan anecepalus (Cunningham, 2006).

6. Jenis Sectio Caesarea a. Sectio Caesarea Klasik

(21)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

b. Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda

Insisi uterus pada segmen bawah rahim yang amat kecil kemungkinan rupture uterusnya, sehingga memungkinkan proses persalinan spontan pada persalinan berikutnya.

c. Sectio Caesarea dengan Histerektomi

SC dengan mengangkat rahim tanpa melahirkan bayi terlebih dahulu. d. Sectio Caesarea Ekstraperitonial

Yaitu SC tanpa membuka peritoneum parietale, dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.

D. Penelitian Terkait

Dari hasil penelitian Chelya Astuti (2013) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka post Sektio Caesaria di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Post SC serta meramalkan peluang pasien Post SC untuk penyembuhan luka cepat. Pada penelitian ini proses penyembuhan luka Post Operasi SC terbagi menjadi dua kategori, yaitu penyembuhan lambat dan penyembuhan cepat. Hasil pemodelan dengan menggunakan regresi logistic biner diperoleh tiga faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Post SC yaitu pekerjaan, riwayat SC dan mobilisasi dini. Berdasarkan model yang

(22)

dihasilkan, diketahui bahwa peluang pasien post SC untuk penyembuhan luka cepat dengan pekerjaan selain swasta, riwayat SC selain satu kali operasi dan mobilisasi dini yang baik yaitu sebesar 0,94. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti juga melihat apakah ada hubungan mobilisasi dini dengan penyembuhan luka SC. Penelitian yang dilakukan oleh Chelya Astuti bertempat di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan di RSUD Teluk Kuantan.

Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Sri Mahmudah Salamah di RS Penembahan Senopati Bantul tahun 2015 dengan judul “Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Pemulihan Luka Post SC“. Dalam penelitiannya terdapat 20 % ibu lambat melakukan mobilisasi dini sehingga mengalami infeksi yang mengakibatkan ibu ditunda kepulangannya. Jenis penelitiannya adalah korelasional dengan pendekatan kohort prospektif. Hasil penilitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post SC sebagian besar dilaksanakan dengan baik dan luka post SC sebagian besar sudah pulih dengan cepat.

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan rancangan penelitian case control dengam pendekatan retrospektif dengan melihat catatan pasien di Rekam Medik RSUD Teluk Kuantan.

E. Kerangka Teori

Kerangkat teori pada penelitian ini adalah: Hal-hal yang berhubungan dengan situasi masalah. Terdapat pada bab II seperti teori yang punya

(23)

keterkaitan dengan kerangka konsep. Yang mempengaruhi lamanya rawatan post SC menurut Suryati (2012) dan menurut Ruth Jhonson (2005) :

Skema: 2. 1 (Kerangka Teori)

Ket : ditulis tebal yang diteliti

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka yang bisa didefinisi operasionalkan. Pada dasarnya pengertian kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2010).

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan post SC dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema : 2.2 (Kerangka Konsep)

Lama rawatan post SC

Mobilisasi Dini

Lama rawatan post SC a. Mobilisasi dini b. Status nutrisi c. Merokok d. Penambahan usia e. Obesitas f. Kortikosteroid g. Obat-obatan h. Gangguan Oksigenasi i. Infeksi j. Stres Luka

(24)

G. Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hip (lemah) dan tesis (pernyataan), yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak. Biasanya hipotesis terdiri atas pernyataan terhadap adanya hubungan antara dua variable, yakni independent variable (variabel bebas) dan dependent

variable (variabel terikat) (Notoatmodjo, 2010).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik menggunakan rancangan case

control dengan pendekatan retrospektif (melihat kebelakang). Penelitian

dimulai dengan identifikasi dengan efek (yang disebut sebagai kasus) dan kelompok tanpa efek ( disebut kontrol), kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor resiko yang dapat menerangkan mengapa kasus terkena efek, sedangkan control tidak (Sudigdo, 2014).

Rawatan >5 hari

Rawatan ≤ 5 hari Rawatan >5 hari

Rawatan ≤ 5 hari

Skema : 3.1 Rancangan Penelitian (Sudigdo, 2014)

Efek Faktor Resiko

Mobilisasi dini (+)

(26)

2. Alur penelitian

Skema : 3.2 (Alur Penelitian)

3. Prosedur Penelitian

a. Mengajukan judul kepada LPPM STIKes Tuanku Tambusai Riau b. Setelah judul dikeluarkan oleh LPPM, kemudian mengkonsulkan

judul yang diterima kepada kepada pembimbing RSUD Teluk Kuantan

Jumlah Ibu Bersalin Dengan SC N (Jumlah Observasi) = 518

N Jumlah Pasien Yang Dirawat >5 Hari

n= 39

Jumlah Pasien Yang Dirawat ≤ 5 Har n= 479

Faktor yang mempengaruhi lama rawatan post SC Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisa Data 1. Univariat 2. Bivariat Analisa data Hasil Analisa data

(27)

c. Setelah judul penelitian disetujui oleh pembimbing, dilanjutkan dengan meminta surat izin pengambilan data ke bagian Prodi D IV Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau.

d. Kemudian melanjutkan pengambilan data ke RSUD Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi.

e. Melakukan survey awal lalu membuat proposal penelitian, kemudian diseminarkan.

f. Setelah mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian, lalu mengajukan surat izin penelitian untuk RSUD Teluk Kuantan.

g. Melakukan penelitian di RSUD Teluk Kuantan. h. Melakukan pengolahan data hasil penelitian. i. Seminar hasil penelitian.

4. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yang akan diukur, yaitu :

a. Variabel Independen (bebas) adalah mobilisasi dini b. Variabel dependen (terikat) adalah lama rawatan post SC

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2016.

(28)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 sampai dengan 28 Mei Tahun 2016.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik ibu bersalin dengan SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2013 sebanyak 164 orang, Tahun 2014 sebanyak 183 orang dan Tahun 2015 sebanyak 171 orang. Jumlah seluruh populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 518 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan perbandingan 1:1 dimana sampel terdiri kelompok kasus yaitu data ibu dengan SC yang dirawat lebih dari 5 hari yang tercatat di Rekam Medik (RM) RSUD Teluk Kuantan Tahun 2013 sampai dengan 2015, yang berjumlah sebanyak 39 orang. Sedangkan kelompok kontrol adalah data ibu dengan SC yang dirawat ≤ 5 hari yang tercatat di RM RSUD Teluk Kuantan Tahun 2013 sampai dengan 2015 sejumlah 38 orang.

(29)

a. Kriteria Sampel 1) Kriteria Inklusi

a) Kasus

Seluruh data RM ibu bersalin dengan SC yang dirawat lebih dari 5 (lima) hari dengan mobilisasi dini > 24 jam di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2013 sampai dengan 2015.

b) Kontrol

Seluruh data RM ibu bersalin dengan SC yang dirawat ≤ 5 hari ataupun > 5 hari tanpa masalah mobilisasi dini.

2) Kriteria Eksklusi a) Kasus

Seluruh data RM ibu bersalin SC yang dirawat > 5 hari yang datanya tidak lengkap.

b) Kontrol

Seluruh data RM ibu bersalin SC yang dirawat ≤ 5 hari yang datanya tidak lengkap.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2007).

Teknik pengambilan sampel pada kelompok kasus menggunakan teknik Total Sampling sedangkan teknik pengambilan sampel pada

(30)

kelompok kontrol dengan menggunakan teknik Simple Random

Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana,

maksudnya setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).

c. Besar sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 39 kasus ibu bersalin dengan SC yang dirawat lebih dari 5 hari dan 38 kontrol ibu bersalin SC yang dirawat ≤ 5 hari.

D. Etika Penelitian

1. Anonimity (tanpa nama)

Tidak mencantumkan nama pada tabel checklist dan hanya menulis kode pada saat pengumpulan data.

2. Confindentiality (kepercayaan)

Adalah suatu jaminan kerahasiaan hasil penilitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

3. Bebas dari eksploitasi

Informasi yang di dapat tidak akan digunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan subjek dalam bentuk apapun (Nursalam, 2008).

(31)

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui data skunder yaitu data yang ada di catatan Rekam Medik RSUD Teluk Kuantan Tahun 2013 sampai dengan 2015.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam penilitian ini adalah lembar Checlist (√) yang dibuat sendiri oleh peneliti yang merupakan daftar pengecek berisi identitas subjek pengamatan.

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, data yang diperoleh perlu diolah terlebih dahulu, tujuannya adalah untuk menyederhanakan data yang terkumpul. Dalam melakukan penelitian ini data yang diperoleh akan diolah secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing (Penyuntingan)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan, bila terdapat data yang kurang lengkap maka peneliti akan melengkapi data tersebut dihari yang sama.

2. Coding (Pengkodean)

Coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri

(32)

data dan analisa data, maka peneliti memberikan kode pada setiap data yang telah terkumpulkan.

3. Transfering (Memindahkan)

Memproses data agar dapat dianalisa dengan cara memindahkan data kedalam master tabel atau data base komputer.

4. Tabulating (Tabulasi)

Pada penilitian ini peneliti melakukan proses tabulasi dengan menyusun dan menghitung data yang diperoleh.

5. Cleaning (Pembersihan)

Setelah melalui proses di atas, data-data tersebut dicek kembali apakah ada kesalahan atau kekurangan.

H. Defenisi Operasional

Defenisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau mengukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

(33)

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Variabel

independen

Mobilisasi Dini Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin ditempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh ibu yang SC pada data Rekam Medik RSUD Teluk Kuantan. Tabel ceklist 0= Ya Dilakukan kurang dari 24 jam petama post SC 1=Tidak Dilakukan setelah lebih dari 24 jam post SC Ordinal 2 Variabel dependen Lama rawatan post SC

Waktu yang dibutuhkan untuk perawatan inap bagi ibu dg SC pada data Rekam Medik RSUD Teluk Kuantan

Tabel ceklist 0=Normal, Jika pasien boleh pulang dalam waktu ≤ 5 hari 1=Tidak normal, Jika pasien tidak boleh pulang dalam waktu 5 hari Ordinal I. Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dan

proporsi dari setiap variabel.

Rumus : P = N f x 100% Keterangan :

(34)

P = Besar Persentase f = Frekuensi

N = Jumlah Observasi

2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat yaitu analisis yang digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Digunakan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan mobilisasi Dini dengan proses penyembuhan luka melalui perhitungan uji Chi-square dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) bila P Value ≤0,05 menunjukakan adanya hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen (Sudigdo, 2014).

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUD Teluk Kuantan pada tanggal 23 s.d 28 Mei 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 39 (kasus) dan 38 (kontrol). Data yang diambil pada penelitian ini meliputi hubungan mobilisasi dini (Independen) dengan lama rawatan SC (dependen). Dari Rekam Medik didapat hasil sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi mobilisasi dini dengan distribusi frekuensi dengan lama rawatan SC. Hasil analisis dapat dilihat pada table 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Mobilisasi dini di RSUD Teluk Kuantan pada Tahun 2016.

No Karasteristik Jumlah Persentase

1. Mobilisasi dini

Tidak 36 46,2

Ya 41 53,2

Total 77 100,0

Sumber : Rekapitulas data Rekem Medik RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat dari 77 data responden dalam lama rawatan SC di RSUD Teluk Kauntan dapat diketahui sebagian besar

(36)

melakuan mobilisasi yaitu sebanyak 36 orang (46,2%) dan tidak melakukan mobilisasi yaitu sebanyak 41 orang (53,2%).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan

Tabel 4.2 Hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan

Mobilisasi dini Kelompok Sampel (%) Total (%) P value OR Normal jika rawatan ≤ 5 hari (Kontrol) % Tidak normal jika rawatan > 5 hari (kasus) Ya 33 86,8 8 20,5 41 53,2 0,000 25,575 Tidak 5 13,2 31 79,5 36 46,8 Total 38 100 39 100 77 100

Dari tabel 4.2 diketahui dari 41 respoenden rawatan ≤ 5 hari, terdapat 5 (13,2%) responden yang tidak melakukan mobilisasi dini, sedangkan dari 36 responden rawatan > 5 hari sebanyak 8 (20,5%) responden.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh Pvalue yaitu 0,000 (≤ 0,05)

artinya terdapat hubungan antara mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan tahun 2016, dengan nilai OR = 25,57 yang artinya responden dengan melakukan mobilisasi dini memiliki peluang 25,57 kali untuk mengalami lama rawatan SC secara normal dibandingkan responden yang tidak melakukan mobilisasi dini.

(37)

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016 yang ditinjau dari kenyataan yang ditemui dan dibandingkan dengan teori-teori yang ada. Hasil penelitian yang diperoleh dibahas sesuai dengan variabel-variabel penelitian sebagai berikut :

A. Hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016

Dari tabel 4.2 diketahui dari 77 responden terdapat 41 responden melakukan mobilisasi dini sebanyak 33 (42,9%) (kontrol) diantaranya mengalami lama rawatan SC normal dan 8 (20,5%) responden (kasus) lainnya mengalami lama rawatan SC tidak normal. Selain itu dari 36 responden yang tidak melakukan mobilisasi dini sebanyak 5 (13,2%) responden (kontrol) diantanya mengalami lama rawatan SC normal dan 31 (40,3%) (kasus) lainnya mengalami lama rawatan SC tidak normal.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh Pvalue yaitu 0,000 (≤ 0,05)

artinya terdapat hubungan antara mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016, dengan nilai OR = 25,57 yang artinya responden dengan melakukan mobilisasi dini memiliki peluang 25,57 kali untuk mengalami lama rawatan SC secara normal.

(38)

Hal ini sejalan dengan penelitian Maya Sari (2008), di RSUD Dr. Syainal pemalang dengan menggunakan responden sebesar 70 ibu hamil melakukan proses persalinan secara SC menunjukkan adanya hubungan antara mobilisasi dengan lama rawatan Post Sectio Caesarea (SC) . Selain itu menurut penelitian Rasmiani, dkk (2011), di RS Bunda Palangkaraya, diperoleh hasil uji kolerasi terdapat hubungan antara mobilisasi dini dengan penyembuhan luka SC dengan nilai p= 0,000 (≤ 0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasanudin di RSUD Semarang, memperlihatkan bahwa dari 109 responden (55.5%) mobilisasi dini dengan menggunakan lama rawatan SC dan 38 (19,3%) responden yang mobilisasi dini tidak melakukan penyembuhan luka SC, diperoleh hasil uji statistik terdapat ada hubungan antara mobilisasi dini dengan penyembuhan luka SC dengan nilai p= 0,002 < 0,05 berarti Ha diterima dan Ho ditolak artinya ada hubungan antara mobilisasi dini dengan penyembuhan luka SC di RSUD Semarang.

Persalinan SC dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi, mobilisasi dini adalah kebijakan untuk mempercepat mungkin membimbing penderita untuk berjalan. Tidak melakukan mobilisasi dini dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena inovasi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi (Suryati, 2012).

(39)

Mobilisasi dini pada ibu post partum pelaksanaanya tergantung pada kondisi pasien, apabila pasien melakukan persalinan normal, bisa dilakukan setelah 2-4 jam setelah persalinan (Manuaba, 2009). Ibu post partum dengan SC dalam melakukan mobilisasinya lebih lamban dan perlu mencermati bahwa mobilisasi jangan dilakukan apabila kondisi ibu masih lemah, tetapi mobilisasi dini yang terlambat dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh dan aliran darah tersumbat.

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada perut abdomen dan uterus sehingga janin dilahirkan melalui dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawatiaj, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian dan teori diatas, peneliti berasumsi sebagian besar responden tidak melakukan mobilisasi dini dalam lama rawatan SC tidak normal dikarenakan kondisi kesehatan responden kurang sehat karena baru siapnya proses melahirkan, responden merasa kondisi seluruh anggota badannya masih terasa sakit sehingga proses mobilisasi dini tidak berjalan dengan maksimal. Selain itu banyak faktor yang berperan dalam lama rawatan seperti asupan nutrisi ataupun usia yang semakin bertambah dapat mempengaruhi lama rawatan.

(40)

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, kemudian hasil penelitian dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Terdapat hubungan mobilisasi dini dengan lama rawatan SC di RSUD Teluk Kuantan Tahun 2016.

B. Saran

1. Bagi Tempat Penelitian

Diharapakan pihak RSUD Teluk Kuantan agar memberikan informasi kepada ibu yang melahirkan secara SC tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini.

2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Diharapkan Skripsi ini dapat dijadikan perbandingan dan referensi bagi mahasiswa ataupun peneliti lain dalam meneliti masalah yang sama yaitu tentang lama rawatan SC.

3. Bagi Tenaga Kesehatan lainnya

Diharapkan tenaga kesehatan terutama bidan agar memahami pentingnya mobilisasi dini dan dapat memberikan informasi kepada pasien maupun keluarga tentang manfaat yang didapat jika melakukan mobilisasi dini pasca SC.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[r]

“Sistem akuntansi keuangan daerah berhubungan terhadap kinerja yang pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai

Hasil kali elementer A  hasilkali n buah unsur A tanpa ada pengambilan unsur dari baris/kolom yang sama...

Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa perlakuan terbaik bagi konservasi tanaman stroberi varietas Rosalinda secara in vitro adalah pada

Sasaran Strategis/Pr ogram/Kegia tan Indikator Kinerja Cara Perhitungan Indikator Target Realisasi Capaian Predikat Satuan Tahun 2020 (%) 1 2 3 4 5 6 7 8

1.2.2 Bagaimanakah pemanfaatan hasil penelitian kandungan logam berat ikan nila merah (oreochromis sp) pada keramba jaring apung di sungai Mahakam dan

Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam

Berdasarkan hasil temuan studi yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: Berdasarkan analisis General Electrics (GE) diperoleh informasi bahwa