• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS. 2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS. 2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan Perguruan Tinggi menurut pendapat Sutarno (2003, 4) “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang berada dalam suatu perguruan tinggi dan yang sederajat yang berfungsi mencapai tri dharma perguruan tinggi, sedangkan penggunanya adalah seluruh sivitas akademika”. Untuk mencapai fungsi dari perpustakaan perguruan tinggi tersebut, maka diperlukan sumber daya informasi guna memenuhi kebutuhan sivitas akademika dalam hal informasi. Sumber daya informasi pada sebuah perpustakaan bisa dikatakan sebagai wadah informasi yang terdapat pada perpustakaan tersebut, seperti koleksi yang dilayankan kepada pengguna sivitas akademika di perguruan tinggi.

2.1.1 Pengertian Sumber Daya Informasi

Pengertian informasi, sumber informasi dan pusat informasi tentu berbeda, seperti yang dikatakan oleh Yusup (2010, 15):

Informasi itu ialah isi sedangkan sumber informasi ialah wadah dari isi tersebut, dan pusat sumber informasi merupakan tempat dikelola dan terkumpulnya sumber informasi atau wadah tadi. Kalau isi suatu buku ialah informasinya, maka yang disebut dengan sumber informasi yaitu buku itu sendiri yang bertugas sebagai penyimpan atau penampung informasi, sedangkan pusat sumber informasi dapat bermakna tempat berkumpulnya buku atau sumber informasi tadi.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Yusup di atas, maka dapat disimpulkan bahwa informasi, sumber informasi dan pusat informasi itu berbeda, tetapi masih merupakan satu komponen dimana informasi merupakan komponen dari sumber informasi yang terdapat pada pusat informasi seperti perpustakaan.

Kartika (2011, 1) menjabarkan akan pengertian dari sumber informasi sebagai berikut, “Sumber informasi yakni segala sesuatu yang digunakan sebagai rujukan atau pegangan dalam melakukan segala aktifitas atau proses kerja, sumber informasi itu dapat berupa dokumen, lembaga, manusia, benda, ataupun situasi.”

(2)

Sedangkan Perdani (2009, 9) menyatakan bahwa:

Sumber daya informasi tidak hanya sekedar data dan informasi, melainkan mencakup pula perangkat keras, perangkat lunak, para spesialis informasi, dan para pemakai informasi. Data dan informasi merupakan sumberdaya utama yang harus dikelola dengan baik seperti sumberdaya utama lainnya adalah merupakan pendekatan yang positif untuk penggunaan komputer. Dengan perkataan lain, bahwa mengelola data (input) dengan bantuan komputer hal tersebut berarti mengelola informasi (output) yang dimiliki.

Hal di atas menjelaskan bahwa sumber daya informasi tidak hanya sekedar data dan informasi saja namun juga termasuk wadah dari informasi tersebut, sehingga seseorang dapat mengelola informasi dengan mengelola sumber daya yang menghasilkan informasi.

Informasi yang ditampung pada perpustakaan perguruan tinggi relatif paling lengkap, mengingat segala macam informasi di semua tingkatan dan jenisnya terdapat di dalamnya, hal ini juga dapat dilihat dari beragamnya jenis bidang ilmu yang dikelola dan dikembangkan di perguruan tinggi. Menurut Yusup (2010, 21) “secara umum perpustakaan perguruan tinggi bertugas mengelola sumber-sumber informasi yang mampu mendukung pelaksanaan kurikulum dan dapat dimanfaatkan secara bersama oleh seluruh sivitas akademiknya”.

Berdasarkan pendapat diatas, sumber informasi yang disediakan oleh perpustakaan perguruan tinggi secara relatif harus memenuhi segala kebutuhan belajar sivitas akademi perguruan tinggi. Informasi dan sumber-sumber informasi yang dikelola juga berciri akademik ilmiah.

2.1.2 Jenis-Jenis Sumber Daya Informasi

Informasi sebagai sumber data, sumber komunitas atau sumber fakta yang banyak tersimpan dalam rekaman tercetak maupun elektronik. Sumber informasi pada perpustakaan merupakan seluruh koleksi yang dilayankan. Koleksi perpustakaan yang diartikan dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah semua pustaka yang dikumpulkan, diolah, dan disimpan dan disebarkan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi mereka.

Menurut Krikelas yang dikutip oleh Budiyanto (2000, 23):

Pilihan sumber dapat dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal: Sumber internal dapat berupa: memori, catatan pribadi atau hasil

(3)

pengamatan. Sedangkan sumber eksternal dapat berupa: hubungan antar personal langsung dan informasi terekam atau tertulis.

Dari pendapat Krikelas di atas, sumber informasi dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Sumber informasi internal dapat berupa memori, catatan pribadi dan hasil pengamatan sedangkan eksternal berupa hubungan antar seseorang langsung dan informasi terekam atau tertulis.

Sedangkan menurut Yusup (2009, 1) menyatakan bahwa “informasi itu ada dimana-mana, dipasar, sekolah, rumah, lembaga-lembaga suatu organisasi komersial, buku-buku, majalah, surat kabar, perpustakaan dan tempat-tempat lainnya”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi, karena didalam perpustakaanlah banyak ditemukan benda-benda yang menyimpan informasi, baik tercetak maupun dalam bentuk elektronik.

Pada umumnya perpustakaan modern menyediakan koleksi tercetak maupun elektronik. Dalam Training Perpustakaan Indonesia Power UBP Bali oleh YPPI (2012, 4) menjelaskan bahwa “Perpustakaan modern tidak saja menyediakan ruang dan buku tetapi juga tanpa batas, waktu dan ruang dengan koleksi buku dan non buku atau digital, bentuk koleksi digital bisa berupa slide, mikrofilm, rekaman audio, koleksi digital (e-Journal dan e-book)”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber informasi terdapat dimana-mana, baik di pasar, rumah, sekolah dan lembaga-lembaga. Perpustakaan modern juga tidak hanya menyediakan ruang dan buku namun menyediakan sumber informasi yang tanpa batasan waktu dan ruang, seperti slide, microfilm, rekaman audio dan koleksi digital (e-Journal dan e-book)

2.1.3 Sumber Daya Informasi Elektronik

Saat ini perpustakaan modern tidak hanya melayankan sumber daya informasi tercetak saja, namun juga melayankan sumber daya informasi elektronik untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Brophy (2000) menyatakan sumber daya informasi elektronik adalah “every document in electronic form which needs special equipment to be used. Electronic resources include digital documents, electronic serials, databases, patents in electronic form and networked audiovisual documents”.

(4)

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah setiap dokumen dalam bentuk elektronik yang membutuhkan peralatan khusus untuk menggunakannya yang meliputi dokumen digital, terbitan berseri elektronik, database (pangkalan data), hak paten dalam format elektronik dan dokumen jaringan kerja audiovisual.

Dalam Undang-Undang no. 11 tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik, pada pasal 1 dicantumkan definisi mengenai informasi elektronik adalah sebagai berikut:

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dari kutipan di atas sangat jelas dikatakan bahwa informasi elektronik tidak terbatas hanya pada tulisan tetapi juga termasuk suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti. Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, salah satunya adalah sumber daya informasi elektronik (yang bersumber dari internet/online database). Sumber informasi ini dapat memperoleh informasi berupa karya-karya digital, misalnya E-journal, E-books, E-articles, dan lain-lain.

(1) E-Journal

Jurnal elektronik saat ini mulai diminati oleh pengguna perpustakaan, sehingga perpustakaan berinisiatif untuk menyediakan jurnal elektronik untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dikarenakan berbagai keunggulannya.

Evans (2000, 154) menyatakan bahwa “Electronic Journal are publications that exist only in an electronic format, whereas full-text identifies the availability of the text of paper based journals in an electronic format”. Dapat diartikan bahwa jurnal elektronik adalah jurnal berbentuk teks yang dipublikasikan serta tersedia dalam format elektronik.

(5)

LIPI (2005, 1), “Jurnal elektonik (E-journal) adalah sarana berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal ilmiah maupun non ilmiah. Sarana ini disediakan sebagai wadah bagi pengelola, penulis dan pembaca karya-karya ilmiah”. Hal yang dijabarkan menurut LIPI di atas menganggap bahwa jurnal elektronik sebagai sarana yang berbasis web bagi penulis, penerbit, dan pembaca karya ilmiah maupun non ilmiah.

Menurut Surjono (2009, 1) “E-journal adalah publikasi dalam format elektronik dan mempunyai ISSN (International Standard Serial Number)”.

Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Tresnawan (2010, 2) menyatakan bahwa “jurnal elektronik adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format, yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf)”.

Dari kedua definisi tersebut, dapat diketahui bahwa informasi yang terdapat di dalam e-journal (jurnal elektronik) adalah sekumpulan serial yang dapat berupa artikel-artikel ilmiah, karya ilmiah yang mempunyai nomor standar. Sehingga informasi yang terkandung di dalam jurnal elektronik tersebut dapat dipercaya karena telah diakui dengan adanya ISSN pada jurnal elektronik tersebut. Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal tercetak dapat dilihat dari hal yang telah dipaparkan tabel dibawah berikut ini oleh Tresnawan (2005, 2):

Tabel 2.1 Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak

No Kriteria Elektronik Tercetak

1 Kemuktahiran Mutakhir Mutakhir

2 Kecepatan diterima Cepat Lambat

3 Penyimpanan Sangat mengirit tempat Makan Tempat

4 Pemanfaatan 24 Jam Terbatas Jam buka

5 Kesempatan akses Bisa bersamaan Antri

6 Penelusuran Otomatis tersedia Harus dibuat

7 Waktu penelusuran Cepat Lama

8 Keamanan Lebih aman Kurang aman

9 Manipulasi dokumen Sangat mudah Tidak bisa 10 Langganan dengan harga

yang sama

Judul bisa lebih banyak Judul lebih sedikit 11 Harga total langganan Jauh lebih murah Lebih mahal

(6)

Dapat dilihat dari tabel di atas, jurnal elektronik lebih banyak keunggulannya dibandingkan dari pada jurnal tercetak. Memang untuk mengakses jurnal elektronik ini harus memiliki media elektronik seperti komputer. Namun pada saat ini media elektronik yang dapat mengakses bahan elektronik sudah banyak tanpa harus ada arus listrik, bahkan sekarang hand phone juga dapat membuka bahan teks elektronik, seperti jurnal elektronik dan buku elektronik.

Oleh karena itu dengan adanya koleksi elektronik ini diharapkan perpustakaan dapat menyediakan informasi dengan cepat, hemat waktu, biaya serta tenaga, dan informasi yang selalu up to date.

(2) E-Book

Pada akhir tahun 1990-an, pesatnya perkembangan dalam dunia media, penerbitan dan perpustakaan, menjadikan suatu hal yang tidak dapat dibayangkan penyediaan informasi khususnya informasi ilmiah tanpa e-book, sebagaimana yang disinyalir oleh Rafael Ball (2009, 1) bahwa:

Since the end of the 1990s, the media, publishers, and libraries have been unable to imagine a world without ‘e-books’. Rafael Ball define e-books as hardware, as a reading device for electronically available texts – quickly became a general term for the use of book content in electronic form.

Rafael Ball berpendapat bahwa media, penerbit, serta perpustakaan telah membayangkan sulitnya ketersediaan informasi tanpa menggunakan e-book. Ia mendefinisikan e-book sebagai perangkat keras yang mampu membaca teks berbentuk elektronik.

Ahmad (2009) menyatakan bahwa:

Book adalah singkatan dari Electronic Book atau buku elektronik. E-book tidak lain adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer. E-book ini berupa file dengan format bermacam-macam, ada yang berupa pdf (portable document format) yang dapat dibuka dengan program Acrobat Reader atau sejenisnya. Ada juga yang dengan bentuk format html, yang dapat dibuka dengan browsing atau internet eksplorer secara offline. Ada juga yang berbentuk format exe.

Wikipedia (2010) juga menyatakan bahwa:

E-Book (singkatan dari electronic book, atau E-Book) dikenal sebagai buku digital, merupakan teks yang berbentuk media digital dan kadang-kadang dilindungi dengan hak cipta digital. Adapun bentuknya bisa berbentuk file pdf, word, html, txt dll. Tetapi yang terkenal biasanya

(7)

E-Book berbentuk file pdf yang dapat dibaca dengan program seperti acrobat reader yang dapat di download sebelumnya secara gratis.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa e-book (buku elektronik) adalah buku yang dikemas dalam format elektronik yang dapat pengguna peroleh dan diakses dengan memanfaatkan komputer. Pengguna dapat menyimpan beberapa banyak buku elektronik dalam sebuah flashdisc dan bisa dibawa kemana-mana, sedangkan buku dalam format tercetak akan mengalami kesulitan untuk membawanya kemana-mana dalam jumlah yang banyak. Pembuatan buku dalam format elektronik juga merupakan satu usaha untuk melestarikan informasi-informasi yang tadinya terdapat dalam buku tercetak. Buku dalam format tercetak lebih mudah mengalami kerusakan dan biaya perawatannya pun lebih mahal, maka dari itu akan lebih baik jika dilakukan transfer data/informasi dari buku ke buku elektronik (e-book) untuk menjaga kelestarian informasi yang ada.

(3) E-Article

E-Article atau artikel elektronik adalah artikel yang dikemas dalam format elektronik. Artikel elektronik dapat kita temukan dalam jurnal elektronik atau dalam bentuk artikel lepas.

Dalam Wikipedia (2010, 2) dinyatakan bahwa:

Electronic articles are articles in scholarly journals or magazines that can be accessed via electronic transmission. The are a specialized form of electronic document, with a specialized content, purpose, format, metadata, and availability–they consist of individual articles from scholarly journals or magazines (and now sometimes popular magazines), they have the purpose of providing material for academic research and study.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa artikel elektronik adalah artikel yang terdapat dalam jurnal atau majalah ilmiah yang dapat diakses melalui transmisi elektronik. Artikel elektronik merupakan bentuk khusus dari dokumen elektronik, dengan konten khusus, tujuan, format dan metadata. Artikel elektronik ini ditujukan untuk penyediaan informasi, baik untuk kegiatan pendidikan maupun sebagai bahan rujukan untuk penelitian akademik. Artikel elektronik dapat ditemukan dalam jurnal online (elektronik), sebagai versi online dari artikel yang terbit dalam jurnal tercetak.

(8)

2.2 Akses Terbuka (Open Access)

2.2.1 Pengertian Akses Terbuka (Open Access)

Pada bulan Oktober 2003, Max Planck Society di Jerman mengadakan pertemuan “Open Access to Knowledge in the Sciences and Humanities”. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Berlin Open Access 4. Deklarasi Berlin mendefinisikan Open Access seperti:

“Open Access contributions must satisfy two conditions:

1. The author(s) and right holder(s) of such contributions grant(s) to all users a free,irrevocable, worldwide, right of access to, and a license to copy, use, distribute, transmit and display the work publicly and to make and distribute derivative works, in any digital medium for any responsible purpose, subject to proper attribution of authorship (community standards will continue to provide the mechanism for enforcement of proper attribution and responsible use of thepublished work, as they do now), as well as the right to make small numbers ofprinted copies for their personal use.

2. A complete version of the work and all supplemental materials, including a copy of the permission as stated above, in an appropriate standard electronic format is deposited (and thus published) in at least one online repository using suitable technical standards (such as the Open Archive definitions) that is supported and maintained by an academic institution, scholarly society, government agency, or other well-established organization that seeks to enable Open Access, unrestricted distribution, inter operability, and long-term archiving”

Ada tiga hal penting utama yang dapat diketahui dari pernyataan di atas yaitu: aksesibilitas bebas, penyebaran lebih lanjut, dan pengarsipan yang tepat. Open Access akan disebut gerakan akses yang terbuka jika memenuhi beberapa hal berikut :

1. Artikelnya bersifat universal dan bebas diakses tanpa biaya kepada pembaca melalui internet ataupun sebaliknya

2. Pemilik hak cipta yaitu penulis memberikan hibah kepada pihak ketiga dimuka dan selama-lamanya, hak untuk menggunakan, menyalin atau menyebarkan artikel asalkan pengguna memberikan perincian pengutipannya dan mencantumkan nama pemilik ciptaan tersebut.

3. Artikel segera disimpan, secara penuh dan dalam bentuk elektronik yang sesuai.

Definisi Open Access yang dinyatakan oleh Suber (2007, 31) dalam Nick yaitu, “OA removes price barriers such as subscriptions, licensing fees,

(9)

pay-per-view fees, and permission barriers such as copyright and licensing restrictions.” Pendapat yang dikemukan oleh Suber menunjukkan adanya kebebasan biaya dan izin dari penulis ataupun surat penyerahan izin kepada pengguna dalam mengakses informasi. Jadi, bahan-bahan yang diterbitkan melalui model Open Access, memungkin konsumen ataupun pengguna informasi mengaksesnya dan mengunggah karya elektronik tanpa harus membayar biaya berlangganan dan dapat mendistribusikan bahan bebas tanpa perlu mencari izin dari pemegang hak cipta.

2.2.2 Jenis-Jenis Akses Terbuka (Open Access)

Terdapat 2 jenis Open Access yang diketahui yaitu model Gold dan Green. Schoeplin (2012, 2) memberikan penjelasan tentang kedua jenis open access yaitu:

1.Green Open Access is self archiving of preprint e.g. on a publication repository to make it open available.

2.Gold Open Access is making a work published with a scholarly publisher openly available e.g. by paying an Open Access fee.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa jenis Green adalah penyediaan informasi yang dapat diakses secara nonkomersial sedangkan jenis Gold penyediaan informasi yang dibayar oleh penerbit untuk dapat diakses pengguna secara gratis, hal ini sifatnya komersial.

Suber (2012, 1) menyatakan lebih jelas lagi mengenai kedua jenis open access ini sebagai berikut :

“for gold OA Some OA journal publishers are non-profit (e.g. Public Library of Science or PLoS) and some are for-profit (e.g. BioMed Central or BMC). In fact, most OA journals (70%) charge no author-side fees at all. Moreover, most conventional or non-OA journals (75%) do charge author-side fees. When OA journals do charge fees, the fees are UNIMEDally (88%) paid by author-sponsors (employers or funders) or waived, not paid by authors out of pocket”.

Dari penjelasan Suber dapat diketahui bahwa terdapat penerbit jurnal yang komersil dan non komersil. Jenis gold open access tidak sepenuhnya membebankan biaya kepada pengarang atau penulis. Sedangkan untuk jenis green open access disimpan pada reposirory institusi ataupun organisasi meskipun karya tersebut belum sepenuhnya selesai. Hal ini dijelaskan oleh Harris (2012, 5)

(10)

Publishers of hybrid journals tend to commit to some reduction in subscription fees as the proportion of OA papers increases. Published gold OA papers can generally be deposited in institutional and/or subject repositories. The other approach to OA is green OA, where accepted authors’ manuscripts or other pre-publication versions are deposited in institutional and/or subject repositories. This approach works with traditional subscription publishing but many publishers impose embargo periods and particular conditions on publication in such a way.

Berdasarkan pernyataan di atas, untuk negara yang berkembang, literatur yang berbayar tentu terasa sangat berat. Sehingga model green Open Access adalah tipe yang ideal bagi negara berkembang dibandingkan dengan gold Open access.

2.2.3 Manfaat Akses Terbuka (Open Access)

Open Access bermanfaat bagi pengguna. Hal ini disebabkan literatur yang selama ini terpendam ataupun tidak ditunjukkan kepada masyarakat dan digunakan oleh masyarakat dapat dimiliki dan digunakan . Literatur-literatur ilmu pengetahuan tentunya seperti harta karun yang sangat berguna bagi setiap umat manusia.

Adapun manfaatnya dijelaskan menurut Suber (2012, 2) jika diterjemahkan yaitu:

1. “Penulis/Pengarang : open access menambah jumlah peminat mereka di seluruh dunia lebih besar dari setiap jurnal berbasis langganan, tidak peduli seberapa bergengsi atau populer karya ilmiahnya, dan terbukti meningkatkan visibilitas dan dampak dari pekerjaan mereka.

2. Pembaca : open access memberi mereka akses bebas hambatan bagi

literatur yang dbutuhkan untuk penelitian pengguna , tidak dibatasi oleh anggaran perpustakaan di mana mereka dapat memiliki hak akses. open access meningkatkan jangkauan pembaca dan kekuasaan pengunduhan .

3. Guru dan siswa : open access meruntuhkan kesenjangan antara kaya dan miskin serta menghilangkan kebutuhan untuk pembayaran atau izin untuk mereproduksi dan mendistribusikan konten .

4. Perpustakaan : open access memecahkan krisis harga untuk jurnal ilmiah.

5. Universitas : open access meningkatkan visibilitas fakultas dan penelitian, mengurangi biaya untuk jurnal , dan kemajuan misi untuk berbagi pengetahuan .

6. Jurnal dan penerbit : open access membuat artikel lebih terlihat , ditemukan , dapat , dan berguna .

7. Organisasi penyandang dana : open access meningkatkan laba atas

investasi dalam penelitian , membuat hasil penelitian yang didanai lebih banyak tersedia , lebih mudah ditemukan, dan lebih berguna.

8. Pemerintah : Sebagai penyandang dana penelitian , pemerintah mendapatkan keuntungan dari open access dalam semua cara yang

(11)

dilakukan lembaga pendanaan dan open access juga mempromosikan demokrasi dengan berbagi informasi pemerintah non - diklasifikasikan seluas mungkin .

9. Warga : open access memberi akses ke penelitian, yang sebagian besar tidak tersedia di perpustakaan umum, dan memberikan akses ke penelitian yang sudah dibayar melalui pajak warga. open access mempercepat penelitian dan juga penjabaran penelitian obat-obatan baru , teknologi yang berguna , masalah diselesaikan , dan keputusan yang menguntungkan semua orang”.

Pada dasarnya, manfaat Open Access terletak pada beberapa hal yaitu kemudahan akses informasi, penghematan uang/biaya, memperluas wawasan dan membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun komunikasi informasi, juga menciptakan banyak literatur-literatur ilmiah lain dalam masyarakat informasi. Seperti yang dinyatakan oleh Mark (2006, 1) menyatakan, “Removing existing economic barriers can increase the amount of information available to the global scientific community”.

2.2.4 Perkembangan Open Access di Indonesia

Open Access di Indonesia mengalami perkembangan yang bagus. Perkembangannya tidak spesifik untuk jurnal penelitian. Perkembangan utamanya dalam bentuk repositori institusi yang dikenal dengan IR. Selain dalam bentuk IR, penerbit jurnal di Indonesia, yang pada umumnya adalah PT juga mendaftarkan jurnalnya pada Directory Of Open Access Journals (DOAJ). Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan oleh Siregar (2013, 13) sebagai berikut:

Berdasarkan statistik DOAJ, Indonesia berada pada peringkat 35 dari 121 negara, dengan jumlah jurnal sebanyak 45 dari total 8604 judul dari seluruh dunia pada bulan Januari 2013. DOAJ diluncurkan sejak tahun 2002 dan jurnal Indonesia mulai terdaftar sejak tahun 2009. Jumlah ini memang masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah jurnal yang terbit di Indonesia. Dalam Indonesian Scientific Journals database (ISJD) yang dikembangkan oleh LIPI dan kementrian pendidikan dan kebudayaan (Dikbud) saja terdaftar 245 judul jurnal, dan diperkirakan masih banyak lagi yang diterbitkan tetapi tidak bisa ditemukan googling. Karya penulis Indonesia juga tersedia pada beberapa situs layanan konten dan blog perorangan.

(12)

2.3 Muatan Lokal (Local Content)

Pada perpustakaan istilah local content merupakan istilah untuk koleksi lokal ditambah dengan literatur abu-abu yang terdapat pada sebuah perpustakaan. Liauw (2005, 5) mendefinisikan muatan lokal sebagai, “Sumber-sumber informasi yang memiliki karakteristik sebagai produksi lokal dan/atau mengandung karakteristik dari suatu entitas lokal (orang/kelompok, institusi, kejadian, lokasi geografis, budaya, dll)”. Dapat dilihat dari pendapat Liaw mengenai muatan lokal, dimana yang terdiri dari sumber informasi yang berasal dari produk lokal atau mengandung karakteristik dari suatu entitas lokal baik orang, kelompok maupun institusi, kejadian, lokasi geografis, kebudayaan dan lain sebagainya.

Sulistyo-Basuki (2001, 2) mengemukakan;

Istilah local content dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi muatan lokal atau isi lokal. Bila menggunakan istilah muatan lokal, maka istilah tersebut mengandung arti materi atau informasi lokal yang dimasukkan ke sebuah wadah lain.

Prytherch dalam Liauw (2009, 19) juga mendefinisikan koleksi lokal sebagai “Bahan‐bahan perpustakaan yang berhubungan dengan lokasi atau tempat dari perpustakaan di mana koleksi lokal tersebut disimpan”.

Dapat dilihat dari kedua penjelasan di atas, bahwa muatan lokal merupakan arti materi atau informasi lokal yang dimasukkan ke sebuah wadah lain. Muatan lokal juga merupakan bahan-bahan perpustakaan yang berhubungan dengan lokasi dimana koleksi lokal tersebut disimpan. Kriteria koleksi lokal lebih menekankan pada karakteristik dari topik atau subjeknya yang lokal.

Sedangkan Ballantyne (2002, 5) definition local content is “The expression of the locally owned and adapted knowledge of a community – where the community is defined by its location, culture, language, or area of interest”. Ballantyne menyatakan bahwa muatan lokal merupakan pernyataan dari pengetahuan lokal yang dimiliki dan diadaptasi dari sebuah komunitas dimana ditentukan oleh lokasi masyarakat, budaya, bahasa atau daerah tertentu.

(13)

2.3.1 Grey Literature

Seperti yang telah diketahui secara umum Grey literature (literature abu-abu) merupakan salah satu jenis koleksi di perpustakaan perguruan tinggi yang terdiri dari laporan penelitian atau dokumen- dokumen yang merupakan hasil kajian karya ilmiah, makalah seminar dan terbitan pemerintah. Berikut di bawah ini merupakan beberapa defenisi grey literature yang dikemukakan oleh beberapa penulis.

Dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 34), grey literature merupakan :

Literatur abu-abu (grey literature) meliputi semua karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi. Literatur abu-abu ini wajib disimpan di perpustakaan dengan keputusan dari rektor.

Literatur abu-abu (grey literature) yang dimaksud adalah :

Begitu juga dapat dilihat pendapat Hirtle dalam Mason (2000, 1) menyatakan grey literature adalah :

The quasi-printed reports, unpublished but circulated papers, unpublished proceedings of conferences, printed programs from conferences, and the other non-unique material which seems to constitute the bulk of our modern manuscript collection.

Pendapat Hirtle di atas dapat diartikan bahwa grey literature adalah laporan dalam bentuk tercetak, tidak dipublikasikan namun dalam bentuk kertas beredar seperti prosiding suatu konferensi, program tercetak dari konferensi dan bahan non-unik lainnya yang digunakan untuk menyusunkoleksi manuskrip modern.

Anger yang dikutip oleh Adi (2008, 65) menjelaskan mengenai grey literature sebagai berikut:

Grey literature adalah bahan pustaka yang tidak tersedia di deretan buku untuk dijual (non-commercial printed materials); fisik luar (cover), pencetakan dan penjilidan sederhana; dibuat untuk keperluan khusus atau untuk kalangan terbatas, misalnya; prosiding, disertasi, bibliografi, laporan dan sebagainya.

Sedangkan Putnam (2003, 1), memberikan contoh dari dokumen-dokumen yang termasuk grey literature sebagai berikut; “Materials categorized as “grey literature” include: technival reports, occasional papersm theses, conference

(14)

proceedings, paper presented at professional meetings, and technical communication.”

Dapat diketahui dari penjelasan diatas, bahwa grey literature terdiri dari laporan teknis, kertas berkala tesis, laporan hasil konferensi, makalah yang disajikan pada pertemuan profesional, dan teknis komunikasi.

Reitz (2004, 68) dalam Dictionary for Library and Information Science mendefenisikan grey literature sebagai :

Printed works such as reports, preprints, internal documents, Ph.D. dissertations, master’s theses, and conference proceedings, not readily available through regular market channels because they were never commercially published or listed or were poorly distributed.

Dari pendapat Reitz, dapat diartikan bahwa grey literature adalah hasil karya tercetak seperti laporan, preprints, dokumen internal, disertasi, tesis, dan prosiding konferensi, yang tidak selalu tersedia di saluran pasar biasa karena karya tersebut tidak diterbitkan secara komersial atau didaftar atau didistribusikan dengan buruk.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa grey literature adalah suatu istilah yang digunakan untuk kumpulan bahan pustaka yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah, institusi akademik, pusat penelitian, perhimpunan, lembaga atau asosiasi lainnya berupa makalah seminar, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, terbitan pemerintah, dan lain – lain yang dibuat untuk keperluan khusus atau untuk kalangan terbatas sehingga tidak tersedia di pasaran secara komersial.

Setelah mengetahui definisi masing-masing dari muatan lokal dan literatur kelabu di atas, maka dapat dibedakan di antara keduanya, seperti yang dinyatakan oleh Prytherch (2005, 311-434) “Literatur Abu-abu pada umumnya sulit dilacak secara bibliografis, sedangkan koleksi lokal merupakan bahan-bahan perpustakaan yang berhubungan dengan lokasi atau tempat dari perpustakaan dimana koleksi lokal tersebut disimpan”.

Oleh karena itu kriteria literatur kelabu lebih menekankan pada karakteristik produksi yang lokal dari bahan-bahan perpustakaan tersebut.

(15)

2.3.2 Jenis Dokumen Grey Literature

Pada umumnya jenis-jenis dokumen grey literature tidak dapat dipinjamkan dan hanya boleh di baca di tempat saja. Skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian dan pidato pengukuhan merupakan beberapa contoh dokumen grey literature. Purwono (2009, 14) menjelaskan bahwa grey literature merupakan jenis dokumen yang sulit ditemukan sebagai berikut:

Grey Literature = literatur kelabu = unconventional literature = non conventional literature = literatur nonkomersial, jenis dokumen yang sukar atau tidak mungkin ditemukan di pasaran bahkan perpustakaan (atau perpustakaan tidak semua memiliki), misalnya: prosiding seminar, laporan penelitian, disertasi, naskah-naskah kerjasama, kertas kerja pertemuan ilmiah/seminar, terbitan peerintah. Hal ini dikarenakan jumlah cetakan/terbitannya sangat terbatas.

Dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 55) disebutkan jenis-jenis grey literature sebagai berikut :

1. Skripsi, tesis, disertasi.

2. Makalah seminar, simposium, konferensi, dan sebagainya. 3. Laporan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. 4. Laporan lain-lain, pidato pengukuhan, dan sebagainya. 5. Artikel yang dipublikasikan oleh media massa

6. Publikasi internal kampus 7. Majalah atau bulletin kampus

Dari kedua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dokumen literatur abu-abu (grey literature) terdiri dari karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh suatu institusi akademik, lembaga pemerintah, pusat penelitian, perhimpunan, lembaga atau asosiasi lainnya berupa makalah seminar, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, terbitan pemerintah, pidato pengukuhan guru besar dan lain sebagainya.

2.3.3 Elemen Grey Literature yang terdapat pada Repository

Banyak Institutional Repository sebuah universitas yang di desain dengan menggunakan Dublin Core, karena kemudahan dan fleksibel untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing institusi.

Pada awalnya di tahun 1995, Dublin Core terdiri dari 15 elemen seperti yang dikatakan oleh Baker (2009, 4) sebagai berikut

(16)

Simple enough for non-experts to understand a “library catalog card” for Web objects. Elements:

1. Identifier 2. Title 3. Creator 4. Contributor 5. Publisher 6. Subject 7. Description 8. Coverage 9. Format 10. Type 11. Date 12. Relation 13. Source 14. Rights 15. Language

Berdasarkan penjelasan Baker di atas maka dapat diketahui bahwa pada tahun 1995 terdapat 15 element pada Dublin Core, yaitu Judul Utama/tambahan dari karya ilmiah, pengarang, pihak yang terlibat pembuatan karya ilmiah, pokok bahasan karya ilmiah, nomor identifikasi, keterangan tentang isi dari karya ilmiah, badan yang mempublikasikan karya ilmiah, tanggal penciptaan, jenis karya ilmiah, informasi bentuk fisik, rujukan, bahasa, hubungan sumber informasi karya ilmiah, cakupan batasan dan informasi hak cipta.

Namun pada tahun 2000, element pada Dublin Core mengalami perkembangan. Seperti yang di sebutkan oleh Baker (2009, 13) mengenai perkembangan elemen pada Dublin Core adalah sebagai berikut:

1) Abstract 2) Access rights 3) Alternative 4) Audience 5) Available 6) Bibliographic citation 7) Conforms to 8) Created 9) Date accepted 10) Date copyrighted 11) Date submitted 12) Education level 13) Extent 14) Has format 15) Has part 16) Has version 17) Is format of 18) Is part of 19) Is referenced by 20) Is replaced by 21) Is required by 22) Issued 23) Is version of 24) License 25) Mediator 26) Medium 27) Modified 28) Provenance 29) References 30) Replaces 31) Requires 32) Rights holder 33) Spatial 34) Table of contents 35) Temporal 36) Valid

(17)

2.4 Repository

Repository merupakan salah satu dari jenis database, dimana repository adalah kumpulan file elektronik yang terdiri dari berbagai karangan ilmiah yang disimpan menjadi satu, dan dapat diakses dimana saja, kapan saja tanpa batasan ruang dan waktu.

Freedom Foundation USA (2007, 1) memberikan pengertian mengenai repository sebagai berikut :

A repository is a place where data or specimens are stored and maintained for future retrieval. A repository can be :

1. A place where data are stored

2. A place where specifically digital data are stored 3. A site where eprints are located

4. A place where multiple databases or files are located for distribution over a network

5. A computer location that is directly accessible to the user without having to travel across a network.

6. A place to store specimens, including serum or other biological fractions.

7. A place where anything is stored for probable reuse.

Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa repository adalah suatu tempat dimana data disimpan dan dipelihara untuk ditemukan kembali di masa yang akan datang. Repository dapat berupa; Tempat data disimpan, Tempat data digital disimpan, Tempat e-print diletakkan, Tempat beberapa file atau database diletakkan untuk didistribusikan melalui suatu jaringan, Penempatan komputer yang secara langsung memberi akses kepada pengguna tanpa keharusan masuk dalam suatu jaringan, Tempat untuk menyimpan spesimen, mencakup serum atau pecahan biologi lainnya, Tempat sesuatu disimpan untuk kemungkinan digunakan kembali.

Menurut Crow yang disitir oleh Siregar (2004, 21) mendefinisikan Institutional Repositori sebagai “Digital collection that preserve and provide access the intellectual otu put of an institution”.

Sementara menurut pandangan Reitz (2010, 1) Institutional Repository adalah :

“Satu set layanan yang ditawarkan oleh universitas atau kelompok perguruan tinggi untuk anggota komunitas untuk pengelolahan dan penyebaran materi ilmiah dalam format digital yang diciptkan oleh

(18)

institusi dan anggota masyarakat seperti e-prints, laporan teknis, tesis dan disertasi,data set serta bahan ajar”.

Dua batasan seperti dikemukankan oleh Crow dan Reitz menunjukkan bahwa Instituional repositori merupakan karya yang dihasilkan oleh masyarakat universitas yang berupa laporan teknis, skripsi, tesis, sidertasi, bahan ajar. Batasan diatas juga mensyaratkan satu lagi unsur yang ada dalam layanan Instituional repositori yaitu dikases secara midah karena terpasang online.

Sedangkan MacColl (2006, 1) menyatakan bahwa :

Institutional repositories are perhaps particularly applicable in the context of research publications, as they emanate from institutions, and with the right technology in place can be caught at source and built into services. An institutional repository can, therefore, serve as a publisher of research materials – peer-reviewed papers, e-prints, theses, reports, conference papers, working papers and other types of document.

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa istilah repository dapat mengacu pada rangka publikasi penelitian, karena berasal dari lembaga dan dengan teknologi yang tepat dapat di akses pada sebuah layanan, repository juga bisa menjadi sebuah penerbi bahan penelitian seperti makalah peer-review, e-prints, tesis, makalah laporan konfrensi, dan jenis-jenis dokumen lainnya.

2.4.1 Fungsi Repository

Repository pada sebuah institusi merupakan sebuah database online untuk mengumpulkan, mengatur dan menyebarkan data dalam format digital, yang merupakan output dari institusi khususnya hasil riset. Pada sebuah perpustakaan perguruan tinggi, materi yang tersimpan dapat berupa artikel-artikel dari jurnal riset baik sebelum dicetak (preprint)ataupun setelah dicetak (postprint), format digital dari skripsi / thesis / disertasi, dan juga mungkin merupakan kumpulan data digital pada kegiatan akademik seperti dokumen administrasi, catatan perkuliahan atau materi perkuliahan lainnya.

Adapun fungsi dari repository seperti yang dinyatakan oleh Joaquin (1996, 1-3) yaitu sebagai berikut :

1. Storage function; The storage function stores data.

2. Information organization function; The information organization function manages a repository of information described by an

(19)

information schema and includes some or all of the following elements:

a. modifying and updating the information schema; b. querying the repository, using a query language; c. modifying and updating the repository.

3. Relocation function; The relocation function manages a repository of locations for interfaces, including locations of management functions for the cluster supporting those interfaces.

4. Type repository function; The type repository function manages a repository of type specifications and type relationships. It has an interface for each type specification it stores.

5. Trading function; The trading function mediates advertisement and discovery of interfaces.

Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa fungsi utama repository terbagi atas; Fungsi penyimpanan, Fungsi organisasi informasi (Modifikasi dan pembaruan skema informasi, Peng-query-an repository dengan menggunakan bahasa query, Modifikasi dan pembaruan repository), Fungsi relokasi, Fungsi spesifikasi jenis repository dan Fungsi perdagangan.

Sedangkan menurut Wicaksono (2005, 5), fungsi repository adalah : 1. Tempat menyimpan Structured Information yang dikumpulkan dari

berbagai sumber informasi.

2. Sumber referensi bagi proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation.

3. Tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation.

Dari kedua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi repository adalah sebagai tempat menyimpan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber informasi, mengorganisasikan data dengan skema informasi, mengelola lokasi informasi untuk antarmuka, sebagai sumber referensi bagi proses pembelajaran dan sebagai tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses pembelajaran.

Manfaat institutional repositori atau disingkat dengan IR seperti dikemukakan Crow yang disitir oleh Siregar (2004, 24) mencatat beberapa manfaat yang bisa diambil dari IR, yaitu: “adanya perluasan penyebaran karya ilmiah sehingga memungkinkan untuk disitir oleh pihak lain; penyebaran bisa dilakukan dengan cepat; nilai tambah layanan informasi”. Di luar kemanfaatan yang bisa diambil, ada kemanfaatn lain dengan adanya IR yaitu untuk kepentingan

(20)

pribadi penyumbang IR dan untuk kepentingan lembaga. Untuk kepentingan pribadi, seorang penyumbang bisa menerbitkan hasil penelitian atau karya tulisnya melalui IR perguruan tingginya. Mengingat IR memungkinkan semua orang membaca karya orang lain, maka secara potensial seseorang tersebut akan mendapat pengesahan dari pembaca bahwa dia otoritatif dalam bidangnya.

2.4.2 Tujuan Repository

Repository membantu institusi untuk mengembangkan pendekatan yang terkoordinir dan logis untuk mengumpulkan, mengidentifikasi, menyimpan dan temu kembali aset intelektualnya.

Adapun tujuan utama sebuah perpustakaan perguruan tinggi memiliki repository menurut Jain (2008, 4) adalah :

1. to create global visibility for an institution’s scholarly research; 2. to collect content in a single location;

3. to provide open access to institutional research output by self-archiving it;

4. to store and preserve other institutional digital assets, including unplublished or otherwise easily lost (“grey”) literature (e.g. theses or technical reports).

Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa tujuan utama repository adalah sebagai berikut :

1. menciptakan visibilitas secara global untuk penelitian ilmiah sebuah lembaga pendidikan / institusi;

2. mengumpulkan konten / isi dalam satu lokasi;

3. memberikan akses terbuka untuk hasil penelitian institusional;

4. menyimpan dan melestarikan aset digital kelembagaan lainnya, termasuk literatur yang tidak dipublikasikan atau mudah hilang ("grey literature” misalnya tesis atau laporan teknis).

2.4.3 Manfaat Repository

Dilihat dari aspek manfaat, ada 4 hal seperti yang dijabarkan oleh Pandapotan (2012, 5), diantaranya sebagai berikut :

(21)

1. Untuk mengumpulkan konten dalam satu lokasi sehingga mudah untuk ditemukan kembali

2. Untuk menyimpan dan melestarikan aset intelektual sepanjang waktu. 3. Untuk menyediakan akses terbuka terhadap karya intelektual institusi

kepada khalayak umum.

4. Untuk menciptakan visibilitas global bagi hasil karya ilmiah institusi.

Kasimun (2010, 2-3) menjabarkan manfaat dari repositori institusi sebagai berikut:

1. Meningkatkan komunikasi ilmiah dengan lebih ekonomik

Repositori institusi dapat menggalakkan komunikasi ilmiah secara lebih berkesan memandangkan akses kepada sumber penyelidikan tidak hanya terhad kepada sumber berbayar tetapi juga sumber yang boleh diperolehi secara percuma.

2. Menyediakan platfom dan menggalakkan akses terbuka

Penubuhan repositori institusi tidak dapat dipisahkan dari matlamat menggalakkan perkongsian ilmu secara percuma.

3. Meningkatkan visibiliti dan prestij Universiti

Kewujudan sesebuah institusi dapat dipertingkatkan melalui paparan hasil penyelidikan akademiknya dalam media atau platform yang mudah dicapai dan dikenalpasti.

4. Meningkatkan akses kepada penyelidikan

Repositori institusi terutamanya yang menyediakan akses terbuka kepada koleksinya turut memberi impak ke atas penyelidikan yang dilakukan di institusi berkenaan.

5. Mengurus dan memelihara harta intelek institusi

Dengan menggunakan repositori institusi, aktiviti pengurusan dan pemeliharaan harta intelek institusi dapat dijalankan secara berpusat dan lebih sistematik.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan mengenai institutional repository yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, sehingga beberapa poin penting dari hasil penelitian sebelumnya dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini. Berikut di bawah ini akan diuraikan beberapa penelitian mengenai institutional repository.

Penelitian oleh Eka Evriza (2010) yang mengevaluasi pemanfaatan sumber daya elektronik USU Repository pada web perpustakaan USU. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemanfaatan sumber daya informasi elektronik UNIMED Repository. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menyebarkan kuesioner secara online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya informasi

(22)

elektronik USU Repository telah dimanfaatkan oleh responden untuk memenuhi keperluan studi terutama untuk menunjang kegiatan penelitiannya.

Penelitian oleh Maya Fajri Muna (2011) mengenai pengemasan informasi elektronik e-repository USU. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pengemasan informasi elektronik pada web repository USU. Metode penelitian adalah metode deskriptif dengan cara melakukan observasi partisipan pada layanan pengadaan repository. Hasil dari penelitian ini adalah pengemasan informasi elektronik pada repository dilakukan sebagai digitalisasi koleksi yang dipandang perlu. Selain itu, pengemasan informasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan studi mahasiswa serta membantu mahasiswa dan dosen menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan.

Penelitian oleh Miftahul Jannah (2011) mengenai penelusuran literatur melalui pangkalan data USU Repository. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara penelusuran literatur ilmiah melalui repository USU. Metode pengumpulan data kertas karya ini adalah dengan Library research, field research dan mengadakan wawancara kepada staf perpustakaan USU. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui beberapa cara penelusuran SDI elektronik pada repository USU, yaitu melalui penelusuran bebas, pencarian lanjutan (advance search), pencarian dengan komunitas dan koleksi yang dimiliki repository USU, melalui nama pengarang, pencarian dengan daftar subjek dan pencarian dengan melihat daftar dokumen terbaru yang baru saja di unggah.

Penelitian oleh Siti Nurbaidah (2013) yang melakukan penelitian di Website digital repository UNIMED. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konten (muatan) koleksi repository, dilihat dari segi keragaman, kemutakhiran, ukuran dan metadata konten pada situs diglib UNIMED. Penelitian ini menggunakan metode konten analisis dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konten (muatan) koleksi repository dilihat dari segi keragaman dan kemutakhiran memiliki koleksi yang beragam dan mutakhir, pengguna berasal dari latar belakang profesi yang berbeda, pemanfaatan konten repository UNIMED telah dimanfaatkan secara optimal oleh seluruh pengguna dengan kebutuhannya masing-masing.

Penelitian yang dilakukan saat ini oleh penulis adalah pada Website digital repository UNIMED. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan sumber daya informasi elektronik akses terbuka studi kasus Repository UNIMED. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Subjek dari penelitian ini adalah

(23)

pengguna Website digital repository UNIMED dan objek yang diteliti adalah sumber daya informasi elektronik akses terbuka Repository UNIMED.

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2012- 2019 mengamanatkan perlu adanya penataan kembali kurikulum yang diterapkan saat ini berdasarkan hasil

Untuk informasi kesehatan dan keselamatan untuk komponen masing-masing yang digunakan dalam proses manufaktur, mengacu ke lembar data keselamatan yang sesuai untuk

Pengajuan anggaran ini sudah berdasarkan dengan program kerja dan nominal yang diajukan sudah sesuai dengan hasil perhitungan jumlah data atribut dengan standar biaya

Latar Belakang Masalah... DAFTAR

Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Penggunaan dan Kepercayaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Individual pada Biro Perjalanan di Kota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana wartawan membingkai dan mengkontruksi berita-berita tentang kunjungan presiden AS Barack husein Obama di Indonesia untuk

Sejajar dengan arus globalisasi dan peningkatan penduduk global, isu penyeludupan, pengedaran dan penagihan dadah telah dilihat sebagai satu bentuk ancaman keselamatan

Tetapi pada dasarnya fortifikasi pada berbagai bahan pangan tidak menimbulkan masalah baik dari segi rasa, warna maupun daya tahan produk selama dalam