POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH
(PPUK-SYARIAH)
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH
(PPUK-SYARIAH)
INDUSTRI SOHUN
KATA PENGANTAR
Cetakan Syariah
Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan penyediaan informasi. Salah satu informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia adalah buku pola pembiayaan. Sampai saat ini, telah tersedia 76 judul komoditi. Buku pola pembiayaan tersebut semua mengunakan sistem konvensional (suku bunga).
Untuk mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang makin pesat pada tahun-tahun terakhir ini, Bank Indonesia mengusahakan penyediaan buku pola pembiayaan dengan sistem syariah. Buku pola pembiayaan syariah yang disediakan merupakan konversi dari data dan informasi buku yang sudah diterbitkan. Oleh karena itu bagi peminat yang ingin memanfaatkannya diharapkan dapat menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
Dari 76 judul buku pola pembiayaan yang sudah tersedia, Bank Indonesia mengkonversikan ke sistem syariah sebanyak 15 judul buku pada tahun 2006 dan 4 judul buku pada tahun 2007. Satu diantara buku pola pembiayaan yang dikonversikan ke sistem syariah adalah industri sohun. Sedangkan produk pola pembiayaan yang digunakan adalah murabahah (jual beli).
Dalam penyusunan pola pembiayaan dengan sistem syariah, Bank Indonesia memperoleh bantuan dari banyak pihak antara lain PT. Bank Syariah Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah Mega Indonesia dan berbagai nara sumber korespodensi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan syariah ini, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM-DKBU) menyampaikan terimakasih.
Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM-DKBU) menyampaikan terimakasih.
Gedung Tipikal (TP), Lt. V
Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110
Telp: (021) 381-8581, Fax: (021) 351 – 8951 Email: [email protected]
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM dan Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta, Desember 2007
No UNSUR PEMBIAYAAN URAIAN
1 Jenis usaha Industri Sohun
2 Lokasi Usaha Kabupaten Tulungagung
3 Dana yang diperlukan - Investasi = Rp 317.875.000
- Modal Kerja = Rp 118.145.650 - Total = Rp 436.020.650
4 Sumber Dana Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan modal
sendiri
5 Plafon Pembiayaan Pembiayaan LKS untuk:
Pembiayaan Investasi Pembiayaan Modal Kerja Total pembiayaan
6 Jangka Waktu Pembiayaan Pembiayaan investasi 3 tahun, tanpa masa
tenggang (grace period) dan pembiayaan modal kerja 1 tahun
7 Tingkat Margin Murabahah 9% (setara flat per tahun pada bank
konvensional)
8 Periode Pembayaran Pembiayaan Angsuran pembiayaan pokok dan margin dibayarkan setiap bulan
9 Kelayakan Usaha
- Periode Proyek 5 tahun
- Kapasitas Produksi 600 kg per hari/180.000 kg per tahun
- Tingkat Teknologi Manual-mesin sederhana
- Pemasaran Produk Pedagang pengepul/besar
10 Kelayakan Usaha a. Total margin yang diperoleh dari
pembiayaan investasi dan modal kerja adalah Rp.33.660.000,-.
b. Usaha industri sohun, mampu
menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban pembiayaan kepada LKS.
c. Dengan demikian industri sohun layak untuk diusahakan.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ………...………...… i RINGKASAN EKSEKUTIF ……… ii DAFTAR ISI ………... iii DAFTAR TABEL ………..……. v DAFTAR GAMBAR ………... vi BAB I PENDAHULUAN ...……….…………... 1BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN ...
3
2.1 Profil Usaha ... 3
2.2 Pola Pembiayaan ... 4
BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ... 5 3.1 Aspek Pasar ……….………... 5
3.1.1 Permintaan ... 5
3.1.2 Penawaran ... 6
3.1.3 Persaingan dan Peluang Usaha ... 7
3.2 Aspek Pemasaran ………... 8
3.2.1 Harga ... 8
3.2.2 Jalur Pemasaran Produk ... 8
3.2.3 Kendala Pemasaran ... 8
BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI ..………... 11 4.1 Lokasi Usaha ………... 11
4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan ………... 11
4.3 Bahan Baku ………... 12
4.4 Tenaga Kerja ………... 13
4.5 Teknologi...………... 14
4.6 Proses Produksi Sohun ………... 14
4.7 Jenis dan Mutu Produksi ………... 21
4.8 Produksi Optimum ………... 22
4.9 Kendala Produksi ………... 23
BAB V ASPEK KEUANGAN ..………... 25 5.1 Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah ………... 25
5.7 Proyeksi Rugi Laba ………... 33
5.8 Proyeksi Arus Kas ………... 33
5.9 Perolehan Margin Pembiayaan ………... 34
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN ………... 35
6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial ……….………... 35
6.2 Dampak Lingkungan ………... 35
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37
7.1 Kesimpulan ……….………... 37
7.2 Saran ………... 37
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 5.4 Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional ... 29
5.4.1 Biaya Investasi ... 29
5.4.2 Biay Operasional ... 30
5.5 Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja ... 30
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sebaran Usaha Industri Sohun di Indonesia ... 3
Tabel 3.1 Perkembangan Ekspor Sohun Tahun 2000 - 2003 ... 6
Tabel 3.2 Perkembangan Produksi Sohun Tahun 1998 - 2002 ... 6
Tabel 4.1 Fasilitas dan Peralatan Produksi ... 12 Tabel 4.2 Standar Mutu Sohun (SNI. 01-3723 -1995) ... 22
Tabel 5.1 Asumsi dan Parameter Teknis Industri Sohun ... 29
Tabel 5.2 Kebutuhan Biaya Investasi Industri Sohun ... 29
Tabel 5.3 Kebutuhan Biaya Operasional Industri Sohun ... 30
Tabel 5.4 Kebutuhan Modal Kerja Industri Sohun ……… 31
Tabel 5.5 Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja .…... 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Grafik perkembangan ekspor sohun tahun 2000-2003 ... 6
Gambar 3.2 Grafik perkembangan produksi sohun tahun 1998-2002 ... 7
Gambar 3.3 Alur pemasaran produk ... 8
Gambar 4.1 Diagram alir proses pembuatan sohun ... 14
Gambar 4.2 Bak pencucian dan mesin pengaduk ... 15
Gambar 4.3 Bak kecil penampungan dan penirisan pati ... 16
Gambar 4.4 Tempat pembuatan adonan ... 17
Gambar 4.5 Proses pemasakan dengan blender ... 17
Gambar 4.6 Mesin Ekstrusi Sohun ... 18
Gambar 4.7 Pengekstrusian Benang-benang Sohun ... 19
Gambar 4.8 Penjemuran Benang-benang Sohun ... 20
Gambar 4.9 Benang Sohun Dipisahkan dari Loyang ... 20
Gambar 4.10 Sohun Siap Dikemas ... 21
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan ini cukup akrab dimasyarakat dan telah dikenal turun temurun. Bentuknya yang seperti benang, kenyal dan transparan sering menjadi penambah selera dalam masakan soto, sup atau bakso. Makanan ini akrab ditelinga masyarakat sebagai sohun.
Sohun merupakan suatu produk bahan makanan kering yang dibuat dari pati dengan bentuk khas (SNI 01-3723-1995). Berbagai macam pati sebagai bahan baku sohun dapat berasal dari umbi-umbian, kacang hijau, jagung, ubi jalar (sweet potato), sagu, aren, midro/ganyong (canna eduliker) dan tapioka. Di Indonesia umumnya sohun dibuat dari bahan dasar pati sagu atau aren dan midro sebagai campuran. Di negara lain seperti di Cina bahan bakunya adalah mung bean/pati kacang hijau atau di Korea dengan bahan baku sweet potato.
Di Indonesia, sohun dikenal juga sebagai soun, su un, soon, soo hun atau soo hon. Begitu pula tiap negara memiliki penyebutan sendiri-sendiri, seperti harusame (Jepang), woon sen (Thailand), kyazan (Burma), mien, bun tau (Vietnam), bi fun, ning fun, sai fun, fun see (China), sohoon, tunghoon (Malaysia), pancit, sotanghon (Pilipina). Sementara didunia dikenal dengan nama cellophane noodles, silver noodles, glass noodles, transparent vermicelli atau spring rain noodles (terjemahan bahasa jepang dari harusame).
Jenis olahan pangan lainnya yang bentuknya hampir sama dengan sohun adalah bihun. Namun keduanya mempunyai perbedaan seperti, bihun terbuat dari bahan dasar amilosa dan dalam pembuatannya dikukus atau direbus, sedangkan sohun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan dalam pembuatannya harus direbus (Astawan, 2004). Sohun dibuat dari pati sedangkan bihun dibuat dari beras. Demikian juga dalam pemanfaatannya bukan merupakan barang komplementer, karena masing-masing mempunyai kegunaan yang khas.
Saat ini pemanfaatan sohun masih terbatas sebagai campuran makanan seperti sup, soto, bakso, kimlo dan salad. Sohun sering juga digunakan dalam makanan vegetarian atau ditambahkan dalam minuman/manisan atau dessert soups.
Ditinjau dari nilai gizinya, sohun sarat akan karbohidrat dan zat tenaga dengan kandungan protein, lemak dan serat kasar yang rendah.
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1 Profil Usaha
Usaha pengolahan sohun pada umumnya merupakan usaha perorangan dengan skala usaha kecil sampai menengah dan merupakan usaha turun temurun. Usaha ini biasanya sebagai usaha keluarga dalam artian pemilik dibantu oleh keluarganya dalam pengelolaannya, sementara, tenaga kasar berasal dari luar keluarga. Namun demikian, berdasarkan kriteria Disperindag, semua perusahaan merupakan usaha formal dalam artian mempunyai ijin usaha dan aspek legal lainya seperti TDP, HO, IMB atau NPWP.
Sebaran industri sohun secara nasional paling banyak terdapat di Pulau Jawa. Diluar Pulau Jawa hanya terdapat industri sohun di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Tiga besar sentra industri sohun di Indonesia berdasarkan direktori industri BPS tahun 2004 dengan urutan dari yang paling banyak yaitu Cirebon (44 unit usaha), Tulungagung (17 unit usaha) dan Banyumas (13 unit usaha). Sebaran industri sohun di Indonesia selengkapnya disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1: Sebaran usaha industri sohun di Indonesia
Wilayah Jumlah Usaha Cirebon 44 Tulungagung 17 Banyumas 13 Brebes 9 Purbalingga 6 Cilacap 5 Klaten 2 Palembang 2 Situbondo 2 Jember 2 Kuningan 1 Gresik 1 Lampung 1 Kudus 1 Asahan 1 Banyuwangi 1 Kediri 1 Madiun 1
2.2 Pola Pembiayaan
Kegiatan usaha pembuatan sohun mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan, umumnya perbankan dengan sistem konvensional. Pembiayaan untuk usaha ini merupakan pembiayaan komersial yang berupa pembiayaan modal kerja (KMK). Pembiayaan konvensional tersebut menggunakan sistem rekening koran dengan suku bunga 15,5% per tahun dan perhitungan bunga efektif, jangka waktu pengembalian 1 tahun serta tanpa masa tenggang (grace period).
Persyaratan untuk memperoleh pembiayaan diatas yaitu memenuhi persyaratan jaminan berupa sertifikat tanah/bangunan, tabungan deposito atau aset/barang bergerak. Pengikatan jaminan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank akan mengenakan biaya administrasi untuk proses pengajuan pembiayaan ini.
Disamping itu, karena industri sohun merupakan industri pengolahan makanan, maka ia harus mendapat ijin dari instansi terkait seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Departemen Kesehatan. Perijinan tersebut diantaranya adalah tanda daftar industri, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan dan ijin SB/MD dari Departemen Kesehatan,dan ijin bebas gangguan lingkungan (HO).
Sumber pembiayaan selain dari bank konvesional di atas juga dapat berasal dari perbankan syariah. Merujuk pada perkembangan perbankan syariah, maka pada buku ini akan disampaikan contoh pembiayaan syariah. Salah satu contoh alternatif produk syariah yang digunakan untuk pembiayaan industri sohun adalah murabahah (jual beli).
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1 Aspek Pasar 3.1.1 Permintaan
Sohun merupakan produk yang banyak digunakan sebagai campuran untuk makanan seperti sup, soto dan bakso, sehingga terdapat permintaan yang banyak dimasyarakat. Hal ini karena masyarakat Indonesia sangat menyukai masakan tersebut. Namun data kuantitatif permintaan sohun untuk pasar lokal maupun regional sulit didapatkan dari instansi terkait.
Permintaan sohun kepada pengusaha di Tulungagung lebih banyak berasal dari luar kabupaten, antara lain dari Surabaya, Malang, Cirebon, Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Permintaan yang besar juga ditandai dengan cukup besarnya impor sohun. Permintaan sohun dimasyarakat akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya rumah makan-rumah makan yang menyajikan menu soto, sup dan bakso serta makanan lain yang menggunakan sohun.
Disamping permintaan dalam negeri, sohun juga memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Permintaan sohun di pasar luar negeri dinilai lebih besar dibandingkan permintaan domestik. Pada tahun 2000 volume ekspor sebesar 125.861 kg setara dengan US$ 82.437. Pada tahun 2003 volume ekspor sebesar 39.939 kg atau setara dengan US$ 45.214. Ekspor sohun tiap tahunnya naik turun mengikuti permintaan pasar luar negeri sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1 dan secara lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 3.1. Negara-negara tujuan ekspor sohun selama ini adalah Malaysia, Australia, Hongkong, Timor Timur, Brunei Darussalam, Singapura dan Amerika Serikat.
Produk pangan sohun ini masih mempunyai prospek yang baik. Hal ini dikarenakan konsumen sohun makin banyak dan adanya permintaan dari luar negeri yang potensial yang masih belum bisa dipenuhi. Dari sisi produksi, tersedianya bahan baku yang melimpah di Indonesia.
Tabel 3.1: Perkembangan ekspor sohun tahun 2000-2003 Tahun Volume (Kg) Nilai (US$)
2000 125.861 82.437
2001 54.718 53.551
2002 181.457 44.007
2003 39.939 45.214
Sumber: Statistik Ekspor 2000-2003, BPS
Gambar 3.1: Grafik perkembangan ekspor sohun tahun 2000-2003
3.1.2 Penawaran
Dalam statistik industri, produksi sohun nasional menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Produksi paling banyak dalam rentang tahun 1998-2002 yaitu pada tahun 2001 sebesar 91.816.962 kg. Data produksi tahun terakhir yang tersedia (2002) yaitu sebesar 76.151.851 kg. Data lengkap produksi sohun secara nasional tahun 1998-2002 disajikan pada Tabel 3.2 dan grafik perkembangan produksi disajikan pada Gambar 3.2.
Tabel 3.2: Perkembangan produksi sohun tahun 1998-2002
Tahun Volume (Kg) 1998 23.071.251 1999 17.465.538 2000 36.014.951 2001 91.816.962 2002 76.151.851
Sumber: Statistik Industri 1998-2002, BPS
0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 2000 2001 2002 2003 Tahun Nilai Nilai (US$) Volume (Kg)
Gambar 3.2: Grafik perkembangan produksi sohun tahun 1998-2002 0 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 80,000,000 90,000,000 100,000,000 1998 1999 2000 2001 2002 Tahun Vo lu m e
Produksi sohun di Indonesia dihasilkan oleh 110 unit usaha dengan skala kecil sampai menengah (Direktori Industri, BPS 2004). Berdasarkan data instansi terkait, jumlah unit industri sohun di lokasi usaha ini tercatat sebanyak 17 unit usaha. Kapasitas produksi setiap unit usaha tersebut berkisar antara 100 ton – 350 ton per tahun atau rata-rata 258 ton per tahun.
3.1.3 Persaingan dan Peluang Pasar
Persaingan diindustri sohun dapat ditinjau dari aspek persaingan industri sejenis. Namun bukan dalam aspek persaingan antar pengusaha lokal, karena antar pengusaha hampir tidak terdapat persaingan, masing-masing mempunyai pasar tersendiri. Persaingan yang terjadi adalah persaingan produk sohun lokal dengan produk impor yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan harga lebih bersaing. Sejauh ini, produk impor ini masih sedikit dan belum banyak mempengaruhi pasar produk lokal.
Peluang pasar sohun masih terbuka untuk pasar lokal maupun ekspor. Peluang di pasar lokal ditandai dengan kecenderungan menjamurnya rumah-rumah makan yang menyajikan menu dengan bahan baku sohun. Begitu juga pasar ekspor masih terbuka luas. Peluang tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan daya saing produk di pasar ekspor dengan memperbaiki mutu dan menyesuaikan dengan standar yang ada serta membuat variasi produk, misalnya sohun instan.
3.2 Aspek Pemasaran 3.2.1 Harga
Harga sohun dipasaran termasuk stabil. Perubahan harga dipicu oleh berubahnya semua komponen biaya operasional usaha. Penyebab perubahan biaya operasional antara lain kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan BBM terakhir (April 2005) menyebabkan kenaikan harga bahan baku sebesar 1-2%, bahan pembantu sebesar rata-rata 15% dan biaya transportasi. Sementara besar kecilnya permintaan atau pengaruh musim tidak mempengaruhi harga ditingkat produsen.
Harga sohun ditingkat produsen pada awal tahun 2005 berkisar antara Rp. 3.000 – Rp. 9.500 per kg untuk sohun dari bahan baku pati aren dan Rp. 4.500 – Rp. 6.900 per kg untuk sohun dari bahan baku pati sagu.
3.2.2 Jalur Pemasaran Produk
Jalur pemasaran produk sohun oleh pengusaha relatif masih sederhana. Pengindustri sohun menjual produknya kepada pedagang perantara/pengepul, kemudian para pengepul mendistribusikan sohun kepada pedagang eceran. Pedagang eceran memasarkan langsung ke konsumen atau pedagang kecil lainnya. Alur pemasaran sohun dari produsen sampai ke konsumen disajikan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3: Alur pemasaran produk
3.2.3 Kendala Pemasaran
Pada umumnya pemasaran yang dilakukan pengindustri sohun melalui pelanggan masing-masing (mempunyai pasar sendiri) atau pedagang pengepul yang langsung mendatangi pengusaha untuk mendapatkan barang. Dengan demikian, relatif sedikit kendala yang muncul.
Meskipun begitu, ada beberapa kendala-kendala yang biasanya dihadapi pengusaha antara lain minimnya informasi mengenai jumlah permintaan pasar yang dapat diperoleh pengusaha, produk melimpah di pasar pada saat musim kering sehingga harus mengurangi produksi. Padahal
Pengusaha Pedagang Perantara/ Pengepul Pedagang Eceran Konsumen
pada musim kering justru produk sohun yang dihasilkan paling baik. Kendala lain yang dialami adalah pemasaran ke luar negeri (ekspor), hal ini karena belum dipenuhinya standar mutu untuk ekspor.
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.1. Lokasi Usaha
Industri sohun memerlukan area yang luas dan datar, air yang cukup, intensitas sinar matahari yang baik dan sanitasi yang baik. Area yang luas dibutuhkan untuk penjemuran setelah adonan dicetak. Lokasi penjemuran sebaiknya tidak berdebu, jauh dari pembuangan sampah atau jalan raya.
Proses penjemuran membutuhkan intensitas sinar matahari yang baik dan merupakan salah satu faktor kritis dalam pengolahan sohun. Buruknya intensitas sinar matahari pada saat penjemuran menyebabkan proses pengeringan lama dan berakibat rendahnya produksi dan mutu sohun serta dapat menyebabkan gagalnya proses pembuatan sohun. Air banyak digunakan dalam proses pencucian bahan baku, pencampuran bahan dan pemasakan.
Lokasi usaha tidak harus dekat dengan sumber bahan baku, hal ini karena sifat bahan baku yang awet dan hanya dihasilkan didaerah tertentu. Namun demikian lokasi usaha yang dekat dengan bahan baku lebih baik untuk efisiensi biaya transportasi.
4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Berbagai fasilitas dan peralatan produksi yang dibutuhkan dalam industri sohun antara lain :
1. Lahan usaha sebagai tempat untuk kegiatan produksi, penyimpanan hasil produksi, penjemuran dan pencucian bahan. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kapasitas luaran 600 kg per hari adalah 2000 m2
. Sebagian besar lahan usaha digunakan untuk proses penjemuran, yaitu seluas 1500 m2
.
2. Bangunan atau ruang produksi merupakan tempat kegiatan produksi berupa pencucian, pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan. Konstruksi dinding terbuat dari tembok dengan atap berupa seng atau genteng. Ruang produksi yang diperlukan seluas 225 m2
. 3. Gudang penyimpanan produk seluas 50 m2.
5. Mesin pengekstrusi yang digunakan untuk pengekstrusian adonan pati menjadi benang sohun.
Selain itu diperlukan fasilitas dan peralatan lainnya seperti pengaduk/blender, loyang dari seng dan rak-rak yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya seperti besi. Rincian kebutuhan fasilitas dan peralatan disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel. 4.1: Fasilitas dan Peralatan Produksi
No Asumsi Satuan Jumlah/nilai
1 Mesin Pencuci dan bak penampungan Set unit 1
2 Pengaduk/Blender Unit 2
3 Mesin Pengekstrusi/Ekstruder Unit 2 4 Ketel uap/boiler (berbahan bakar gas) Unit 1
5 Loyang Unit 3200
6 Genset Unit 1
7 Pompa air Unit 2
8 Penampungan air Unit 2
9 Wajan/Kuali Unit 4
10 Kaleng/tong kecil 25 liter Unit 2
11 Timbangan besar 50 kg Unit 1
12 Timbangan kecil 5 kg Unit 3
13 Sealer Unit 3
14 Kereta dorong Unit 2
15 Rak penjemuran Set 204
16 Pengaduk Unit 4 17 Pipa/slang M 15 18 Bangunan produksi M2 225 19 Lahan penjemuran M2 1500 20 Gudang M2 50 21 Sumur Unit 1
Sumber: Data Primer, diolah
4.3. Bahan Baku
Bahan baku utama pembuatan sohun adalah pati sagu/aren yang diperoleh melalui pemasok. Bahan baku ini merupakan produk lokal dan mudah didapatkan. Produksi pati sagu di Indonesia pada akhir tahun 2004 mencapai 200.000 ton pertahun. Pati sagu ini banyak dihasilkan di Indonesia terutama di luar Pulau Jawa, seperti Riau, Maluku dan Papua.
Untuk memperoleh mutu sohun yang baik diperlukan pati sagu dari pohon sagu yang masa produksinya sedang bagus/siap panen yaitu pada saat batang pohon mengandung pati paling banyak. Hal ini biasanya tergantung jenis pohon sagu dan patokan yang digunakan oleh petani sagu biasanya berupa perubahan fisik dari pohon sagu.Seperti pada pohon sagu jenis Metroxylon rumpii martius, saat panen (kandungan pati paling tinggi) ditandai dengan menguningnya pelepah daun, hilangnya duri yang terdapat pada pelepah daun kecuali sedikit pada bagian pangkal pelepah serta terbentuknya daun muda dengan ukuran yang mengecil dan memendek. Fase ini di Maluku dikenal dengan istilah fase Maputih. Sedangkan, pati dari pohon sagu muda mempunyai rendemen rendah dan mempengaruhi mutu sohun yang dihasilkan. Pada umumnya rendemen pati sagu dengan kualitas baik berkisar antara 60% - 70%.
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sohun ini yaitu air, kaporit, dan minyak sawit/mentega. Pati midro/ganyong sering ditambahkan untuk memperbaiki mutu sohun yang dihasilkan seperti keuletan. Namun bahan ini sulit didapatkan sehingga jarang digunakan. Pewarna biru sering juga digunakan untuk membuat sohun berwarna biru.
4.4. Tenaga Kerja
Industri sohun merupakan usaha padat karya, sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja manusia. Selain itu tenaga kerja diusaha ini tidak memerlukan keahlian/ketrampilan khusus. Ketrampilan tingkat sederhana diperlukan untuk pengerjaan pemasakan dan pengekstrusian yang dapat dengan mudah dipelajari dan dilatih.
Proses produksi yang membutuhkan paling banyak tenaga kerja yaitu proses pengekstrusian sampai penjemuran dan pengemasan. Pada proses pengekstrusian diperlukan 9-10 orang permesin ekstrusi dengan perincian satu orang untuk mengoperasikan mesin, satu atau dua orang menyiapkan dan memasang loyang dibawah mesin dan lainnya menjemur serta mengumpulkan kembali loyang yang telah kering sohunnya. Sementara dalam proses pengemasan membutuhkan tiga orang per mesin sealer (pengemas).
Sistem upah tenaga kerja pada usaha ini berupa bulanan, harian dan borongan. Sistem bulanan berlaku untuk manajer dan bagian administrasi. Sistem harian digunakan untuk tenaga kerja pada bagian pencucian, pemasakan dan penjemuran. Sistem borongan digunakan untuk tenaga kerja pada bagian pengemasan.
4.5. Teknologi
Proses pengolahan sohun masih menggunakan teknologi yang sederhana. Tahapan-tahapan proses pengolahan dapat dilakukan seluruhnya secara manual dengan tenaga manusia. Dapat juga digunakan mesin-mesin sederhana hasil merakit sendiri/ buatan bengkel dengan penggerak tenaga listrik, seperti digunakan dalam proses pencucian, pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan. Mesin-mesin tersebut dapat dipesan/didapatkan di pasar lokal atau dalam propinsi.
4.6. Proses Produksi Sohun
Proses pembuatan sohun meliputi tahapan-tahapan : pencucian bahan baku (pati sagu), pemasakan, pengekstrusian, penjemuran dan pengemasan. Diagram alir proses pembuatan sohun disajikan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1: Diagram alir proses pembuatan sohun
Pemasakan Bahanbaku Pencucian Tahap I Tahap II Tahap III Pengekstrusian Penjemuran dengan sinar matahari Pengemasan
a. Pencucian bahan
Pati sagu yang didapatkan dari pemasok masih banyak mengandung kotoran berupa serat-serat, pasir, tanah atau akar tanaman. Kotoran harus dihilangkan untuk mendapatkan pati sagu yang bersih sehingga menghasilkan benang sohun yang bagus dan bermutu.
Proses pencucian berlangsung sampai kurang lebih tiga hari sehingga didapatkan pati yang putih dan bersih dari kotoran. Secara garis besar tahapannya yaitu tahap pertama menghilangkan kotoran berupa serat dan lainnya, tahap kedua pemutihan menggunakan larutan kaporit dan tahap ketiga pembilasan agar pati tidak berbau kaporit serta pemisahan pati dari air.
Tahapan pertama yaitu pati sagu dimasukkan dalam bak pencucian berdiameter 2,4 m dan tinggi 2 meter hingga kira-kira separuhnya. Kemudian ditambahkan air bersih dengan perbandingan 1:1 dan dilakukan pengadukan menggunakan mesin pengaduk bertenaga listrik. Kotoran-kotoran yang mengapung/mengumpul dipermukaan campuran dipisahkan dan dibuang. Proses ini dilakukan selama setengah hari dan diakhiri dengan perendaman pati dengan air sampai semalam. Gambar 4.2 memperlihatkan bak-bak pencucian dan mesin pencampuran.
Gambar 4.2: Bak pencucian dan mesin pengaduk
Tahapan kedua dimulai dengan melarutkan kaporit dengan air didalam bak pencucian dan dibiarkan sebentar hingga bongkahan kaporit mengendap. Pati yang telah direndam semalam dan bersih dipindahkan ke bak lain. Pada saat yang bersamaan ditambahkan air larutan kaporit yang telah mengendap kaporitnya. Selanjutnya dilakukan pengadukan dan perendaman sampai pati terpisah dengan air. Setelah pati mengendap, air dalam bak dibuang. Selanjutnya diulangi proses
proses sebelumnya. Setelah pencucian ketiga dihasilkan pati yang putih bersih. Zat pemutih lain yang dapat digunakan selain kaporit yaitu bisulfit.
Tahap terakhir, pati dicampur dengan air, diaduk sampai bau kaporit hilang. Selanjutnya campuran pati dan air dipindahkan ke bak-bak kecil berukuran diameter 1 m dan tinggi 0,8 m dan direndam. Setelah itu baru campuran ditempatkan didalam kantong-kantong kain untuk ditiriskan. Gambar 4.3 memperlihatkan bak-bak kecil penampungan dan penirisan pati. Setelah dicuci bersih, pati sagu siap untuk dimasak.
Gambar 4.3.: Bak kecil penampungan dan penirisan pati
Setelah pencucian biasanya dapat diketahui kualitas pati bahan baku. Hal ini diketahui dari tekstur dan penampakan dari pati tersebut. Pencucian yang kurang bersih menyebabkan sohun yang dihasilkan berwarna suram dan mudah patah. Padahal warna putih merupakan warna yang disukai oleh konsumen.
b. Pemasakan
Pati yang telah bersih dari kotoran dimasukkan dalam wajan kemudian ditambahkan air bersih dengan perbandingan 1:1. Pencampuran dapat dilakukan dengan manual menggunakan tenaga manusia. Pencampuran dapat juga dilakukan dengan blender yang akan menghasilkan adonan yang lebih rata dan homogen. Gambar 4.4 menyajikan tempat pencampuran dan pemasakan adonan.
Gambar 4.4: Tempat pembuatan adonan
Selanjutnya dilakukan pemasakan dengan uap yang berasal dari ketel uap/boiler yang dialirkan melalui pipa-pipa panjang. Ketel uap ini menggunakan bahan bakar gas alam atau dapat juga menggunakan bahan bakar yang lain yang ramah lingkungan seperti biogas, minyak bakar, solar atau batubara.
Pemasakan dengan uap ini dilakukan selama ±1 menit sambil terus dilakukan pengadukan. Adonan yang matang ditandai dengan terbentuknya adonan yang homogen, transparan dan membentuk seperti gel. Proses pemasakan dan hasilnya disajikan pada Gambar 4.5. Adonan ini harus benar-benar matang karena mempengaruhi mutu sohun yang dihasilkan. Adonan yang kurang matang menyebabkan sohun mudah patah.
c. Pengekstrusian
Adonan yang telah matang kemudian dimasukkan kedalam mesin ekstrusi (extruder) sohun. Mesin ini menggunakan prinsip ekstrusi yang akan membentuk adonan menjadi benang-benang sohun. Ekstrusi ini dilakukan melalui lubang-lubang kecil yang terdapat pada bagian bawah mesin yang besarnya diameter lubang tersebut dapat diatur sesuai dengan keinginan, misalnya 0,5 mm, 1 mm dan sebagainya. Mesin ini digerakkan menggunakan tenaga listrik dengan sistem hidrolik. Gambar 4.6 menyajikan mesin ekstrusi sohun.
Gambar 4.6: Mesin Ekstrusi Sohun
Benang-benang sohun hasil ekstrusi ditampung diatas loyang yang terbuat dari seng dengan ukuran 125 cm X 30 cm yang telah diolesi dengan minyak sawit. Pengolesan dengan minyak ini dilakukan agar nantinya benang-benang sohun tidak lengket di loyang sehingga mudah diangkat dan teksturnya menjadi bagus.
Loyang-loyang dipasang secara manual di bawah mesin. Kemudian mesin akan menggerakkan loyang sambil membentuk benang-benang sohun di atasnya. Loyang berisi lembaran benang sohun ditempatkan di atas kereta agar memudahkan dalam pemindahan menuju ke tempat penjemuran. Proses ekstrusi adonan sohun disajikan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7.: Pengekstrusian Benang-benang Sohun
d. Penjemuran
Loyang-loyang yang berisi benang-benang sohun basah dipindahkan ke tempat penjemuran dengan menggunakan kereta dorong. Loyang ditempatkan di atas rak-rak yang terbuat dari bambu atau besi yang dibuat dengan tinggi ± 60 cm dari tanah dan jarak antar rak disesuaikan dengan panjang dari loyang yang digunakan.
Penjemuran dilakukan di tempat terbuka menggunakan sinar matahari. Jika cuaca bagus dan matahari bersinar terik, penjemuran dilakukan selama 2-3 jam. Penjemuran merupakan proses yang menentukan dalam pembuatan sohun.
Apabila cuaca buruk karena mendung atau hujan, loyang dipindahkan ke dalam tempat produksi dan dikeluarkan kembali ketika sinar matahari telah terik. Namun biasanya menghasilkan sohun dengan mutu kedua. Proses penjemuran disajikan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8.: Penjemuran Benang-benang Sohun
Setelah 2-3 jam dan benang-benang sohun telah kering, loyang dikumpulkan untuk dipisahkan sohunnya dan dikumpulkan di ruang pengemasan. Benang-benang sohun dipisahkan dari loyang sebagaimana disajikan pada Gambar 4.9. Selanjutnya loyang dipindahkan ke dekat mesin ekstrusi.
Gambar 4.9.: Benang Sohun Dipisahkan dari Loyang
e. Pengemasan
Benang sohun yang telah dipisahkan dari loyang dikumpulkan menjadi satu dalam ruang pengemasan. Gambar 4.10 menyajikan tumpukan sohun yang siap untuk dikemas. Tahapan pengemasan yaitu penggulungan sohun, penimbangan dan pengepakan dalam kantong plastik. Masing-masing tahapan dikerjakan oleh satu orang pekerja. Pengemasan perlu penanganan yang
baik agar mutu sohun tetap terjaga, terutama untuk pasar ekspor. Gambar 4.11 menyajikan aktivitas pengemasan yaitu penggulungan, penimbangan dan pengepakan.
Gambar 4.10.: Sohun Siap Dikemas
Gambar 4.11.: Aktivitas Pengemasan
4.7 Jenis dan Mutu Produksi
Beberapa jenis sohun beredar di pasaran yang dapat dibedakan dari bahan bakunya. Jenis pertama berbahan baku pati sagu yang banyak beredar di pasaran dan jenis kedua berbahan baku pati aren. Keduanya merupakan produk lokal. Jenis lainnya yaitu sohun berbahan baku pati kacang hijau (mung bean) yang merupakan produk impor.
Mutu produk sohun harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan yaitu SNI 01-3723-1995. Syarat mutu tersebut disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Standar Mutu Sohun (SNI. 01-3723-1995)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna - - - Normal Normal Normal 2 Uji tahan bentuk
-
Tidak hancur jika direndam dalam air selama 10 menit
3 Air (%) b/b Maks. 14,5
4 Abu (%) b/b Maks. 0,5
5 Bahan tambahan makanan
(pemutih) Sesuai SNI 0222-1987-M 6 Cemaran logam 6.1 Timbal (pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 7 Cemaran Arsen (Ar) mg/kg Maks. 0,5 8 Cemaran mikroba
8.1 angka lempeng total 8.2 E Coli 8.3 kapang Koloni/g APM/g Koloni/g Maks. 106 Maks. 10 Maks. 104
Selain itu terdapat standar lain yang harus dipenuhi untuk produk makanan yang dikeluarkan yaitu dari Dinas Perindustrian Daerah berupa Produk Industri Rumah Tangga (PIRT). Ditambah lagi, Dinas Kesehatan yaitu Sertifikat Penyuluhan (SP). Namun untuk SP, saat ini sudah tidak digunakan. Produk pangan sebaiknya juga didaftarkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) sehingga mendapatkan label MD.
4.8 Produksi optimum
Produksi optimum industri sohun ini adalah 600 kg per hari dengan menggunakan dua mesin ekstrusi. Tingkat produksi sohun optimum sangat dipengaruhi oleh mutu bahan baku,
efektifitas pemakaian mesin dan peralatan sesuai kapasitas terpasang, keterampilan tenaga kerja serta musim.
4.9 Kendala produksi
Proses produksi sohun terdapat beberapa kendala dan hambatan. Dari segi bahan baku yaitu berupa rendahnya mutu pati sehingga rendemennya rendah dan diperlukan pemutihan (bleaching) agar sohun yang dihasilkan tidak kusam. Kendala lain yang dihadapi yaitu ketergantungan terhadap musim karena produksi sohun membutuhkan panas matahari yang baik. Pada saat musim penghujan, produksi sohun bisa turun hingga 30-40% dari kondisi normal.
Sedangkan dari segi tenaga kerja kendala yang dihadapi adalah sistem upah harian yang menyebabkan keterikatan tenaga kerja dengan usaha rendah. Akibatnya pada saat ada pekerjaan musiman lain yang lebih menjanjikan seperti musim panen padi, para pekerja meninggalkan kegiatan produksi sohun untuk menjadi pekerja di sawah.
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Analisis aspek keuangan diperlukan untuk membantu pihak Lembaga Keuangan Syariah/LKS mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan pembiayaan yang diperoleh dari LKS. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri sohun.
5.1. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah
Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga. Sedangkan, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel.
Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (lampiran 1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk.
Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitung -kan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya.
Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak LKS maupun pengusaha untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak LKS, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun
5.2 Pemilihan Pola Usaha
5.2.1 Karakteristik Industri sohun
Industri sohun dapat diusahakan, meskipun tidak dekat dengan sumber bahan baku. Hal ini karena bahan baku untuk pembuatan sohun relatif tahan lama. Dengan demikian, industri pembuatan sohun dapat dilakukan di tempat lain, sepanjang tersedia air dan tempat penjemuran. Ditambah lagi, industri sohun dapat dilakukan baik dengan peralatan sederhana maupun dengan bantuan teknologi (mesin). Oleh karena itu, industri sohun dapat dilakukan dalam skala rumah tangga maupun industri.
Sedangkan untuk pasar, produk sohun masih sangat terbuka, hal ini terbukti masih dibutuhkan impor sohun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Permintaan sohun cenderung meningkat baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Berdasarkan potensi pasarnya, maka industri sohun memiliki prospek untuk dikembangkan.
5.2.2 Pola Pembiayaan
Dalam analisis keuangan dipilih usaha yang menggunakan peralatan yang sudah memanfatkan mesin pada beberapa prosesnya walaupun masih sederhana. Proses yang menggunakan mesin tersebut yaitu pencucian, pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan. Kapasitas produksi yang dipilih yaitu kapasitas luaran 600 kg per hari yang disesuaikan dengan kapasitas mesin ekstrusi yang digunakan. Sedangkan bahan baku yang dipilih dalam pengolahah sohun adalah pati sagu.
Perhitungan analisis keuangan didasarkan pada kelayakan industri sohun. Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan industri sohun yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian usaha serta upaya replikasi usaha di wilayah lain.
Merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli) baik untuk pembiayaan investasi maupun untuk pembiayaan modal kerja. Pertimbangannya adalah karena produk murabahah ini sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut.
Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun
nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu saja.
Pada contoh perhitungan, akan disampaikan pembiayaan untuk membeli komponen-komponen tertentu. Contoh yang disajikan diasumsikan untuk usaha baru atau peremajaan usaha. Pembiayaan investasi untuk pengadaan peralatan empat buah bak besar dan elektro motor berbaling, mesin pengekstrusi, ketel uap/boiler (berbahan bakar gas serta loyang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Sedangkan pembiayaan modal kerja dipergunakan untuk membeli bahan baku pati sagu dalam jangka waktu satu tahun.
5.2.3 Produk Murabahah
Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat).
Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:
1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.
2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad.
3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan.
4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan:
a. Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,
b. Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
5.3. Asumsi dan Parameter Teknis untuk Analisa Keuangan
Untuk penyusunan proyek kelayakan usaha diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha industri sohun di Tulungagung serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan pustaka. Asumsi-asumsi usaha disajikan secara ringkas pada Tabel 5.1 dan secara lengkap pada Lampiran 2.
Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun yang ditentukan dengan memper-hatikan umur ekonomis mesin-mesin utama produksi. Kegiatan produksi diasumsikan berjalan sepanjang tahun, dengan 25 hari kerja perbulan dan rata-rata 7 jam kerja perhari.
Kapasitas produksi usaha diasumsikan sebesar 600 kg per hari atau setara dengan 180.000 kg per tahun. Harga jual produk diasumsikan sebesar Rp 6000 per kg dan hasil produksi diasumsikan terjual seluruhnya. Sementara kapasitas operasi usaha diasumsikan optimal (100%) mulai tahun ke-3 sampai akhir proyek (tahun ke-5). Sedangkan kapasitas operasi tahun ke-1 sebesar 80% dan tahun ke-2 sebesar 90%. Sementara bahan baku yang digunakan diasumsikan dari jenis pati sagu.
Kegiatan pemasaran diasumsikan membutuhkan dana sebesar Rp. 500.000 per bulan atau Rp. 6.000.000 setahun.
Tabel 5.1.: Asumsi dan Parameter Teknis Industri Sohun
5.4 Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional 5.4.1 Biaya Investasi
Komponen biaya investasi mencakup biaya-biaya : 1) Perijinan, 2) Bangunan, 3) Pengadaan alat dan mesin serta fasilitas lainnya. Biaya ini bersifat tetap dan dikeluarkan pada tahun ke-0 yaitu sebelum kegiatan operasi usaha dilaksanakan. Total kebutuhan biaya investasi yang diperlukan yaitu sebesar Rp. 317.875.000. Kebutuhan biaya untuk masing-masing komponen disajikan pada Tabel 5.2. Rincian lengkap komponen biaya investasi disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 5.2.: Kebutuhan Biaya Investasi Industri Sohun
No Komponen Biaya Total Nilai
1 Perijinan 2.500.000
2 Bangunan 179.350.000
3 Mesin/Peralatan 131.025.000 4 Fasilitas Lain 5.000.000
Total 317.875.000
Komponen biaya untuk bangunan dan pengadaan mesin/peralatan merupakan komponen biaya yang paling besar nilainya. Secara berturut-turut kebutuhan biayanya sebesar 56,42% dan 41,22% dari total kebutuhan biaya investasi. Beberapa peralatan harus diganti (investasi ulang)
Diskripsi Nilai Satuan
Umur Proyek 5 tahun
Hari Kerja / bulan (7 jam perhari) 25 hari/bulan
Bulan Kerja / tahun 12 bulan/tahun
Kapasitas produksi sohun/hari 600 Kg
Kapasitas produksi sohun per tahun 180,000 Kg
Harga jual sohun per Kg Rp6,000
Margin Pembiayaan Murabahah 9.0%
Jangka waktu pengembalian Pembiayaan modal kerja 1 Tahun
Jangka waktu pengembalian Pembiayaan investasi 3 Tahun
Pajak 15%
Kapasitas operasi
Kapasitas operasi tahun I 80.00%
Kapasitas operasi tahun II 90.00%
selama periode proyek berlangsung. Peralatan itu antara lain yaitu pompa air, slang, loyang penjemuran dan kompor.
5.4.2 Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam kegiatan produksi. Komponen biaya operasional mencakup biaya langsung/variabel dan biaya tetap. Komponen biaya langsung terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung dan biaya pengemasan. Komponen biaya tetap terdiri dari tenaga kerja tetap, sewa lahan dan lainnya.
Kebutuhan biaya operasional industri pengolahan sohun pada kapasitas 100% besarnya mencapai Rp. 817.523.800, dengan perincian biaya variabel sebesar Rp. 742.409.800 dan biaya tetap sebesar Rp. 75.114.000. Komponen biaya operasional disajikan pada Tabel 5.3. Rincian komponen biaya operasional disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 5.3.: Kebutuhan Biaya Operasional Industri Sohun
No Komponen Biaya Nilai Total Nilai
1 Biaya langsung/variabel *) 742.409.800 ~ Bahan baku 600.000.000 ~ Bahan pembantu 42.178.800 ~ Pengemasan 6.031.000 ~ Tenaga kerja 94.200.000 2 Biaya tetap 75.114.000 Total 817.523.800
Keterangan: *) pada kapasitas 100%
Dalam Tabel 5.3 tampak bahwa biaya bahan baku merupakan komponen biaya operasional terbesar yaitu 73,39% dari total kebutuhan biaya operasional.
5.5 Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan dana untuk usaha industri sohun sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab terdahulu meliputi biaya investasi sebesar Rp. 317.875.000 dan biaya modal kerja sebesar Rp. 118.145.650. Dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS dan dana milik sendiri.
Kebutuhan dana investasi, pada contoh untuk usaha baru (start up) atau peremajaan usaha, komponen biaya investasi yang memperoleh pembiayaan LKS hanya untuk peralatan empat buah bak besar dan elektro motor berbaling, mesin pengekstrusi, ketel uap/boiler berbahan bakar
gas serta loyang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Sedangkan komponen yang lain diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha.
Modal kerja merupakan dana yang digunakan untuk operasional usaha sampai usaha tersebut menghasilkan uang/pendapatan. Besarnya kebutuhan modal kerja ditentukan berdasarkan kebutuhan dana awal untuk satu kali siklus produksi. Pada industri sohun, modal kerja meliputi biaya operasional usaha selama satu bulan sebesar Rp. 68.145.650, ditambah dengan stok bahan baku untuk bulan kedua selama satu bulan sebesar Rp. 50.000.000, sehingga total modal kerja sebesar Rp. 118.145.650. Komponen biaya modal kerja disajikan pada Tabel 5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4.: Kebutuhan modal kerja industri sohun
Komponen Biaya Total Nilai
Biaya operasional 1 bulan penuh 68.145.650 ~ Biaya variabel 61.886.150 ~ Biaya tetap 6.259.500 Stok bahan baku bulan ke-2 50.000.000 Total Modal Kerja 118.145.650
Berkaitan dengan kebutuhan modal kerja, komponen yang dibiayai dari LKS hanya untuk pembeliaan bahan baku yaitu pati sagu sebesar Rp. 50.000.000,-.. Kebutuhan komponen-komponen biaya modal kerja yang lainnya juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan.
Pengadaan mesin dan peralatan investasi serta pengadaan bahan baku yang dimaksud pada pembiayaan tersebut di atas, dalam hal ini diasumsikan sudah tersedia dan telah dimiliki oleh pihak LKS. Untuk mengadakan barang dan bahan ini pihak LKS dapat menggunakan pihak lain dengan akad yang terpisah dari akad murabahah ini.
Keperluan dana investasi dan modal kerja merujuk pada asumsi dari contoh pembiayaan syariah ditampilkan pada tabel 5.5 dan selengkapnya pada lampiran 8.
Tabel 5.5. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja No Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp)
I Kebutuhan Modal Investasi 317.875.000
a. Pembiayaan 108.000.000
b. Dana sendiri 209.875.000
II Kebutuhan Modal Kerja (1 bulan) 118.145.650
a. Pembiayaan 50.000.000
b. Dana sendiri 68.145.650
III Total dana proyek yang bersumber dari 436.020.650
a. Pembiayaan 158.000.000
b. Dana sendiri 278.020.650
Jangka waktu pembiayaan untuk investasi selama tiga tahun tanpa grace period, sedangkan pembiayaan modal kerja yang digunakan dalam analisis ini berjangka waktu satu tahun. Pembiayaan modal kerja pada kenyataannya dapat diperpanjang lagi masa jangka waktunya disesuaikan dengan kemampuan pengusaha membayar. Tingkat margin pembiayaan yang digunakan untuk usaha baru (start up) adalah 9% (konvensional setara dengan suku bunga flat p.a).
Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap dengan cara jumlah pembiayaan dibagi jangka waktu pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya.
5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Berdasarkan asumsi, kapasitas produksi usaha perhari sebesar 600 kg atau 180.000 kg pertahun. Sementara kapasitas operasi pada tahun pertama sebesar 80%, tahun kedua sebesar 90% dan tahun ketiga sampai akhir proyek sebesar 100%. Sedangkan harga jual produk sohun diasumsikan sebesar Rp. 6.000 per kg.
Total pendapatan yang diperoleh pada tahun pertama pada kapasitas operasi 80% sebesar Rp. 864.000.000, tahun kedua pada kapasitas operasi 90% sebesar Rp. 972.000.000 dan tahun ketiga sampai tahun kelima pada kapasitas operasi 100% sebesar Rp. 1.080.000.000. Proyeksi pendapatan disajikan pada Tabel 5.6. Perincian rencana produksi dan penjualan disajikan pada Lampiran 5.
Uraian Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3-5
Kapasitas 80% 90% 100%
Nilai Penjualan 864.000.000 972.000.000 1.080.000.000
5.7 Proyeksi Rugi Laba
Berdasarkan proyeksi produksi dan pendapatan, dapat diketahui pula proyeksi keuntungan/kerugian usaha. Pada tahun pertama usaha dengan kapasitas produksi 80% diperoleh keuntungan bersih setelah pajak sebesar Rp. 114.152.404,-, profit on sales 13.21% dan BEP sebesar Rp 434.364.598,- atau 72.394 kg. Laba dan profit margin ini akan meningkat untuk tahun-tahun berikutnya karena komponen biaya angsuran dan margin pembiayaan yang semakin berkurang seiring dengan pelunasan. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.
5.8 Proyeksi Arus Kas
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan produk sohun selama satu tahun. Diasumsikan kapasitas usaha berpengaruh pada besarnya volume produksi yang akan menentukan nilai total penjualan. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya variabel termasuk angsuran pembiayaan, pajak penghasilan dan biaya pemasaran (distribusi).
Evaluasi kelayakan untuk industri sohun dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban angsuran kepada LKS. Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 9 % p.a flat, usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian industri sohun tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.
Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang
untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (LKS dan pengusaha).
Proyeksi arus kas untuk kelayakan industri sohun selengkapnya ditampilkan pada lampiran 7.
5.9 Perolehan Margin Pembiayaan
Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam industri sohun adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan satu contoh alternatif pembiayaan yaitu untuk usaha baru atau peremajaan usaha. Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 9% per tahun, selama tiga tahun menghasilkan margin sebesar Rp.33.660.000,-. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada lampiran 8.
Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha/sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada lampiran 9.
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial
Secara umum keberadaan dan pengembangan industri sohun memberikan dampak yang positif bagi wilayah baik lokal maupun regional. Sifat industri sohun yang padat karya membuka peluang kerja dan menyerap tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar usaha. Efek lainnya yaitu berperan dalam peningkatan pendapatan daerah. Dilokasi usaha, tiap unit usaha mempekerjakan 25 hingga 90 orang atau rata-rata 55 orang dengan jam kerja sekitar 6-8 jam perhari.
Keberadaan industri pengolahan sohun memberikan nilai ekonomis yang lebih baik dan meningkatkan nilai tambah bagi pati sagu sehingga dapat menyerap produksi pati sagu yang melimpah di Indonesia. Berdasarkan statistik pemakaian bahan baku untuk industri makaroni, mi, spagheti, bihun, sohun dan sejenisnya, terdapat peningkatan pemakaian pati sagu dari tahun ketahun. Pemakaian pati sagu pada tahun 2001 sebesar 8.981 ton meningkat menjadi 13.268 ton pada tahun 2002. Hal ini tentu juga berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani sagu dan pendapatan bagi daerah penghasil sagu.
6.2 Dampak Lingkungan
Pengolahan sohun menghasilkan limbah cair, padat dan gas. Limbah cair dihasilkan dari sisa proses pencucian pati yang mengadung kaporit. Limbah ini sebagian besar termasuk bahan organik yang bersifat biodegradable yaitu secara alami dapat atau mudah diurai oleh mikro organisme (Djarwanti et al, 1992). Limbah cair ini dialirkan ke tempat penampungan, diendapkan, baru dialirkan kesungai atau lubang penampungan sehingga diserap tanah. Limbah ini tidak berbahaya bagi organisme tanah dan tanaman.
Limbah padat dihasilkan dari ceceran sohun pada proses pengekstrusian. Ceceran ini biasanya diolah kembali jika memungkinkan, yaitu dengan cara dihaluskan dan dicampurkan kembali dengan adonan pati untuk dimasak. Jika tidak memungkinkan limbah ini biasanya digunakan untuk pakan ternak. Limbah padat juga dihasilkan pada saat pencucian pati pertama kali. Limbah berupa kotoran serat dan lainnya dibuang dalam lubang pembuangan.
Limbah gas dalam jumlah sedikit dihasilkan pada saat pemakaian kaporit. Namun gas ini akan langsung menguap keudara karena berada di ruangan terbuka sehingga tidak berbahaya bagi pekerja dan lingkungan sekitar.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Industri pengolahan sohun merupakan industri yang masih berpotensi untuk dikembangkan, dengan sumber bahan baku sagu yang sangat berlimpah di Indonesia yaitu 200.000 ton pertahun dan besarnya potensi sagu yang belum termanfaatkan. Industri ini juga meningkatkan nilai ekonomis pati sagu dan sebagai salah satu pangan sumber karbohidrat.
2. Teknis produksi sederhana dan tanpa perlu keahlian khusus sehingga dapat diusahakan dengan mudah dan kebutuhan modal investasi yang masih terjangkau untuk usaha kecil/menengah.
3. Analisis aspek keuangan memperlihatkan bahwa dengan asumsi pendirian usaha baru dengan produk mudarabah (jual beli), maka diperlukan modal usaha sebesar Rp436.020.650,- yang terdiri dari modal investasi sebesar Rp317.875.000,- dan modal kerja sebesar Rp118.145.650,-. Modal tersebut diasumsikan berasal dari pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan dari pemilik/pengusaha.
4. Berdasarkan analisis kelayakan keuangan usaha industri sohun layak untuk diusahakan. Dengan masa proyek 5 tahun dan tingkat margin 9%, usaha ini dapat membayar kewajiban kepada LKS dan menghasilkan keuntungan yang memadai bagi pengusahanya.
5. Pengembangan usaha industri sohun memberikan manfaat yang positif baik dari aspek sosial ekonomi baik lokal maupun regional antara lain menyerap pengangguran, meningkatkan pendapatan petani sagu dan pendapatan daerah
7.2. Saran
1. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi proses dan aspek finansial, usaha industri sohun layak untuk direalisasikan dan disarankan Bank dapat memberikan kredit untuk pengembangan usaha ini, khususnya terhadap usaha kecil dan menengah.
2. Usaha industri sohun ini perlu terus dibina agar dapat meningkatkan mutu produknya agar sesuai standar yang berlaku dengan cara upgrading teknologi sehingga prosesnya lebih efektif dan efisien. Penyesuaian standar mutu juga diperlukan agar produk sohun dapat bersaing dipasar ekspor.
3. Penanganan kebersihan dan kesehatan alat dan lingkungan yang lebih baik terutama pada proses penjemuran dengan sinar matahari di ruang terbuka, sehingga mengurangi kontaminasi bakteri, virus atau jamur dan bahan cemaran lain yang berbahaya bagi manusia.
4. Penelitian yang berkesinambungan perlu dilakukan untuk menciptakan teknologi yang lebih baik, bahan baku yang menghasilkan mutu sohun paling baik dan pengawasan terhadap bahan baku/penolong yang berbahaya bagi manusia.
5. Secara finansial proyek ini layak untuk dibiayai, namun LKS tetap perlu melakukan analisis pembiayaan yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam penyaluran pembiayaan investasi untuk usaha baru ataupun peremajaan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Standar Nasional Indonesia, Sohun, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia,1995.
Astawan, M., Membuat Mi dan Bihun, Penebar Swadaya, Jakarta, 2004.
Djarwanti, S. Murtinah dan Sartamtomo, Proses Pengolahan Limbah Industri Kecil Soon, Laporan Penelitian, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Semarang, 1992.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah. 2003. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank. 2005. Bank Indonesia.
DAFTAR WEBSITE
1. http://www.cuisinenet.com 2. http://www.ipb.ac.id 3. http://www.islamicfinanceonline.com 4. http://www.ifsb.org 5. http://www.isdb.org 6. http://www.bankislam.com.my 7. http://www.lariba.com 8. http://www.amss.netL A M P I R A N
Lampiran 1. Pengenalan Pola Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Syariah
Bank syariah menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Ini di dorong oleh makin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal. Pun karena jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia, merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam pembiayaan ekonomi masyarakat.
Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar adalah:
1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana.
2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut.
Untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang proposional. Jenis informasi yang dimaksud antara lain:
1. Informasi data nasabah
2. Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil 3. Proyeksi laporan keuangan
4. Akad pembiayaan
Lebih lanjut penjelasan dari informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: a. Informasi data nasabah
Menyeleksi calon nasabah yang dapat dipercaya untuk memperoleh pembiayaan dilakukan melalui uji kelayakan nasabah. Uji kelayakan bentuknya berupa form pengisian yang memuat data pribadi dan data usaha calon nasabah. Pengisian form dilakukan melalui wawancara secara individual dan kunjungan ke tempat tinggal dan tempat usaha.
Informasi dari uji kelayakan ini sebagai pertimbangan apakah calon bisa menjadi nasabah atau tidak. Sekaligus juga menentukan jenis pembiayaan yang sesuai untuk nasabah bersangkutan. b. Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil
Informasi data penjualan/pembelian/ penyewaan riil merupakan data usaha yang sudah terjadi di lapangan. Data riil ini menjadi dasar perhitungan dari akad yang sudah disepakati. Dengan demikian tereliminer kerugian baik yang dirasakan oleh debitur maupun kreditur karena pelaksanaan akad dilandasi dengan data riil.
Informasi ini bentuknya berupa form isian, yang diisi secara rutin sesuai dengan siklus usahanya oleh nasabah. Contoh bentuk form yang diberikan sesuai dengan jenis usahanya dan kebijakan LKS masing-masing.
c. Proyeksi laporan keuangan
Proyeksi laporan keuangan merupakan pelengkap informasi dalam menentukan persetujuan usulan pembiayaan usaha dari nasabah. Proyeksi dari laporan keuangan yang dimaksud terdiri dari proyeksi arus kas, proyeksi laba (rugi) dengan analisa kelayakan seperti NPV, IRR, BEP, B/C ratio, PBP, dll.
Proyeksi ini dibuat atas dasar asumsi-asumsi yang relatif tetap sepanjang umur usaha yang dibiayai. Sedangkan dalam hukum syariah semua transaksi harus riil. Oleh sebab itu dalam menentukan besaran nominal untuk bagi hasil tidak bisa merujuk pada hasil proyeksi (relatif tetap) tetapi harus merujuk pada transaksi riil (relatif berfluktuasi sesuai dinamika usahanya). d. Akad pembiayaan
Akad pembiayaan merupakan kesepakatan antara shahibul maal dan mudharib. Akad ini sebagai landasan hukum syariah bagi transaksi pembiayaan. Akad pembiayaan sesuai dengan jenis pembiayaan usaha nasabah.
Produk pembiayaan syariah bermacam-macam, sebagaimana tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel Pengenalan Produk Syariah
Prinsip Dasar Jenis – Jenis
Bagi Hasil (Profit Sharing)
Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing and Participation)
Adalah penanaman dana dari shahibul maal (pemilik modal) untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu
usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua shahibul maal berdasarkan bagian dana/modal masing-masing
Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment)
Adalah akad kerjasama antara 2 pihak di mana pihak shahibul maal menyediakan modal dan pihak mudharib menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan nisbah sesuai dengan kesepakatan. Pembagian nisbah dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) Al-Muzara’ah (Harverst-Yield Profit Sharing)
Adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan diperlihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen
Al Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain Portion of Yield)
Adalah bentuk sederhana dari Al-muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen
Jual Beli (Sale and Payment Sale)
Bai’ Al Murabahah (Deferred Payment Sale)
Adalah akad jual beli antara sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati Barang yang dimaksud adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya
Bai’ as Salam (in front Payment Sale)
Adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dengan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh
Bai’ Al – Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture) Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan Sewa (Operational
Lease and Financial Lease)
Al-Ijarah (operational Lease)
Adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa
AL- Ijarah Al Muntahia bit – Tamlik (Financial Lease with Purchase Option)
Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa
Jasa (Fee-Based Services)
Al Wakalah (Deputyship)
Adalah penyerahan, pedelegasian atau pemberian mandat kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan
Al-Kafalah (Guaranty)
Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung, atau mengalihkan
tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berbegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.
Al-Hawalah (Transfer service)
Ar-Rahn (Mortgage)
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima.
Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis Al-qardh (soft and Benevolent Loan)
Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan