• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional.1 Diantara subyek hukum internasional salah satunya yaitu Negara dimana negara dalam sejarah perkembangan hukum internasional dipandang sebagai subyek hukum terpenting dibandingkan dengan subyek hukum internasional lainnya.2 Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional adalah negara. Adapun negara yang menjadi subjek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatu negara, artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu. Disamping Negara sebagai subyek hukum internasional, subyek hukum internasional lainnya yaitu tahta suci vatican, organisasi internasional, palang merah internasional, pemberontak dan pihak yang dalam sengketa serta orang-perorangan/individu.3

Dalam pergaulan internasional bukan hal yang mustahil antar subyek hukum internasional mempunyai pandangan dan kepentingan

1

Sri Setianingsih Suwardi, Inti Sari Hukum Internasional Publik, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), h. 27.

2

Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional (On-line), tersedia di www.negarahukum.com (1 Desember 2014).

3

F. Sugeng Istanto, Studi Kasus Hukum Internasional, (Jakarta: Penerbit PT Tatannusa, 1998), h. 17.

(2)

yang berbeda dimana hal ini dapat menimbulkan suatu sengketa internasional. Sengketa Internasional ialah suatu perselisihan yang terjadi antara Negara dan Negara, Negara dengan individu atau Negara dengan badan-badan atau lembaga yang menjadi subjek internasional. Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum. Sengketa politik adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya, sedangkan sengketa hukum ialah sengketa dimana suatu Negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional.4

Sengketa tersebut terjadi karena berbagai sebab, antara lain:5 1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian

Internasional.

2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional. 3. Perebutan sumber-sumber ekonomi.

4. Perebutan pengaruh ekonomi.

5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.

6. Perluasan pengaruh politik& ideologi terhadap negara lain. 7. Adanya perbedaan kepentingan.

8. Penghina terhadap harga diri bangsa.

9. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum terselesaikan melalui mekanisme perundingan (bilateral).

10. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawasan ini, maupun dari luar kawasan.

4

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, (Jakarta: P.T. Alumni, 2001), h. 188.

5

Sengketa Internasional (On-line), tersedia di http://www.scribd.com (1 Desember 2014).

(3)

11. Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundangkesalahpahaman antar negara bertetangga.

Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 (dua) bangsa yang berbeda.6

Sengketa internasional Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan 4 kriteria sengketa yaitu:7

1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak.

2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran.

3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning

the Nothern Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom).

Dalam kasus ini Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan atau diputuskan oleh pihak ketiga.

6

Sengketa Internasional Dan Cara Penyelesaiannya (On-line), tersedia di http://www.distrodoc.com (1 Desember 2014).

7

(4)

4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa. Contoh: Case Concerning the

Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters agreement of 26 June 1947.

Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Metode penyelesaian sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah menjadi solusi bagi negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik. Cara-cara kekerasan yang digunakan tersebut akhirnya direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi semenjak lahirnya The

Hague Peace Conference pada tahun 1899 dan 1907, yang kemudian

menghasilkan Convention on the Pacific Settlement of International Disputes 1907. Namun karena sifatnya yang rekomendatif dan tidak

mengikat, konvensi tersebut tidak mempunyai kekuatan memaksa untuk melarang negara-negara melakukan kekerasan sebagai metode penyelesaian sengketa

Perkembangan hukum internasional untuk menyelesaikan sengketa secara damai lahir dari diselenggarakannya konferensi Den Haag (the

hague peace conference) tahun 1899 dan tahun 1907.

Kriteria sengketa internasional diatas ada beberapa karakteristik dari suatu sengketa internasional. Karakteristik dari Sengketa Internasional adalah:8

1. Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a Direct International Disputes), Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan menurut Toonen pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi Tinggi HAM menetapkan bahwa pemerintah Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan untuk

8

(5)

itu pemerintah Australia dalam waktu 90 hari diminta mengambil tindakan untuk segera mencabut peraturan tersebut

2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu peristiwa atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional adalah adanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh : kasus penembakan warga Negara amerika serikat di Freeport yang dilakukan oleh gerakan separatis di papua, yang menyebabkan WNA amerika ricky lynn tewas.

Diantara sengketa internasional salah satunya terjadi di kawasan Asia Selatan yaitu antara India dan Pakistan. Asia Selatan adalah sebuah wilayah geopolitik di bagian selatan benua Asia, terdiri dari daerah-daerah di dan sekitar anak benua India. Asia Selatan merupakan wilayah yang rawan terhadap konflik ketegangan politik. India, sebagai negara yang terbesar dan secara geografis telah mengembangkan perbedaan dengan sebagian besar negara tetangganya yang lebih kecil. Ketegangan cenderung muncul kembali secara periodik dan menimbulkan suasana saling tidak percaya. Sebuah laporan Uni Eropa menyimpulkan bahwa tingkat risiko politik dalam konteks investasi perdagangan di Asia Selatan termasuk tinggi. Laporan ini hanya menampilkan dua anggota SAARC (South Asia

Agremeent Regional Cooperation) dengan risiko politik terkecil, yaitu

Maladewa dan Bhutan. Negara-negara lain dianggap rapuh, dengan nilai rata-rata stabilitas jauh di bawah rata-rata global (Komisi Eropa 2005).9

9

Konflik Di Kawasan Asia Selatan (On-line), tersedia di http://politik.kompasiana.com(4 Desember 2014).

(6)

Hubungan antara India dan Pakistan menjadi sengketa perebutan wilayah Kashmir, dua (2) negara terbesar di kawasan ini sudah mewujudkan ketidakstabilan regional yang permanen. Kedua negara telah terkunci dalam konflik yang berkepanjangan,baik terbuka atau terselubung.10

Pakistan memandang seluruh wilayah Kashmir sebagai wilayah yang dipertentangkan, dan tidak menganggap klaim India atas wilayah ini. Sebuah pilihan yang disukai banyak orang Kashmir adalah kemerdekaan, namun baik Pakistan dan India menentang hal ini. Kashmir merupakan salah satu wilayah rebutan terkenal di dunia, dan kebanyakan peta buatan Barat menggambarkan wilayah ini dengan garis bertitik untuk menandai batasan yang tidak pasti.11

India terus menerus menyalahkan Pakistan atas kerusuhan di Kashmir, menuduh memberikan pelatihan dan mengirimkan agen untuk bergabung dengan pelaku pemberontakan. Masalah keamanan antara Pakistan dan India mencapai puncaknya pada tahun 1998, ketika kedua belah pihak melakukan uji coba senjata nuklir. Pada tahun 1999, Pakistan dan India terlibat dalam konfrontasi bersenjata di wilayah Kargil, Kashmir. Meskipun konflik berakhir di jalan buntu, Kargil menandai konflik pertama antara dua negara yang memiliki senjata nuklir dan membawa banyak orang untuk menyadari potensi bencana nuklir.12

Genderang perang Kashmir dan Pakistan terhadap India sudah ditabuh sejak tahun 1947, dan hingga kini, di tahun 2011, konflik terpanas di Asia Selatan ini tak kunjung berakhir. Pada Juli 2011, Para pejabat India dan Pakistan bertemu untuk mempersiapkan landasan bagi pembicaraan tingkat menteri luar negeri dalam kontak pertama antara kedua negara tetangga itu sejak ledakan bom di Mumbai.13

10 Ibid. 11 Ibid. 12 Ibid. 13

(7)

Wakil Duta Besar Pakistan di Indonesia, Syed Sajjad Haider, menjelaskan inti penyelesaian krisis Kashmir adalah ketidakpatuhan India melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang pernah dikeluarkan pada 21 April 1948. Dalam resolusi tersebut disebutkan, plebisit harus dilaksanakan di Kashmir dengan memberikan hak kepada rakyat Kashmir guna menentukan nasib bergabung kepada Pakistan atau India. Selama resolusi tersebut tidak diindahkan maka persoalan Kashmir dipastikan tak akan kunjung selesai.14

Jika dilihat kembali saat itu pada tahun 1948 PBB membentuk sebuah komisi yang dikenal dengan nama United Nations Comission

for India and Pakistan (UNCIP). Kemudian dihasilkan Resolusi Dewan

Keamanan PBB pada tanggal 21 April 1948. Resolusi Dewan Keamanan PBB pada 21 April 1948, diadopsi 21 April 1948, setelah mendengar argumentasi dari pihak India dan Pakistan, Dewan memperbesar ukuran Komisi yang ditetapkan Resolusi 39 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi lima anggota, menginstruksikan Komisi untuk pergi ke India dan membantu pemerintah India dan Pakistan menjaga perdamaian dan tata tertib di kawasan tersebut dan mempersiapkan plebisit yang menentukan nasib Kashmir. Resolusi ini disahkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di bawah Bab VI Piagam PBB.15

Di tengah ketegangan yang terjadi di Kashmir antara India dan Pakistan tersebut, Pakistan dan India telah melakukan beberapa upaya untuk memulai proses perdamaian guna menyelesaikan perselisihan diantara mereka. Inisiatif utama dilakukan sebelum Perang Kargil pada tahun 1999, ketika kedua belah pihak menandatangani “Deklarasi Lahore“.16

14

Penderitaan Muslim Kashmir Terus Berlangsung (On-line), tersedia di http://www.republika.co.id (7Desember 2014) .

15

Kashmir (On-line), tersedia di en.wikipedia.org (7 Desember 2014). 16

(8)

Pada tanggal 18 agustus 2013 konflik kembali memanas antara India dan Pakistan dimana pihak berwenang di Pakistan dan India saling tuduh memulai bentrokan baru di wilayah Kashmir yang disengketakan dengan melanggar pernyataan gencatan senjata bersama yang pada umumnya telah berlangsung selama 10 tahun.17

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa masalah Kashmir yang diperebutkan antara India dan Pakistan ini sangat memerlukan perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan semua pihak terutama pihak yang bertikai supaya mencari solusinya agar supaya tercipta perdamaian di wilayah Kashmir.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sebagai tugas akhir berbentuk skripsi dengan memakai judul “Penyelesaian sengketa wilayah

Kashmir Antara India Dan Pakistan Ditinjau Dari Segi Hukum penyelesaian sengketa internasional”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi pokok permasalahan India dan Pakistan dalam masalah Kashmir?

2. Bagaimanakah penyelesaian konflik wilayah Kashmir antara India dan Pakistan menurut hukum penyelesaian sengketa internasional?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan hukum diatas, diharapkan akan dicapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

17

India Dan Pakistan Saling Tuduh Mulai Serangan Di Kashmir (On-line), tersedia di http://www.voaindonesia.com (8 Desember 2014).

(9)

1. Untuk mengetahui apakah pokok permasalahan antara India dan Pakistan dalam masalah di Kashmir.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian konflik antara India dan Pakistan mengenai sengketa wilayah Kashmir menurut hukum penyelesaian sengketa internasional.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kegunaan teoritif maupun praktis.

1. Kegunaan Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk menambah pengetahuan bagi penulis secara pribadi dan orang lain pada umumnya.

b. Diharapkan dapat menjadi kontribusi positif bagi kalangan ilmu hukum khususnya hukum penyelesaian sengketa internasional. 2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian yang terkait dengan judul penelitian penulis.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memperluas wawasan penulis dalam bidang hukum terutama hukum internasional.

E. Penelitian

1. Tipe penelitian

Pada dasarnya penelitian hukum bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu gejala hukum, memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu gejala hukum, untuk menggambarkan secara lengkap aspek hukum dari suatu keadaan atau perilaku kelompok, mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa hukum, serta memperoleh

(10)

data soal hubungan antara suatu gejala hukum dengan gejala lain. Dari tujuan penelitian akan dapat diperkirakan suatu metode yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Metode pendekatan yang dipakai untuk penulisan skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dititikberatkan pada penggunaan data kepustakaan atau data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari Norma atau Kaedah Dasar, Peraturan Dasar, Peraturan Perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, Yurisprudensi dan juga Traktat. Sedangkan bahan hukum sekunder ialah yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya Rancangan Undang-Undang, hasil penelitian dan lain-lain. Dan terakhir bahan hukum tersier ialah bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder misalnya kamus hukum, ensiklopedi hukum dan lain-lain.18

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini bersifat deskriptif analistis yaitu sebuah penelitian yang menjelaskan suatu masalah yang juga kemudian dilakukan analisa dari masalah itu sehingga akan diperoleh kesimpulan tertentu dan diakhiri dengan saran yang penting.

3. Data dan sumber data

a. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi Kepustakaan (Library Research). Data kepustakaan terbagi dalam dua jenis bahan hukum, yaitu

18

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit UI Press, 2008), h. 52.

(11)

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perjanjian-perjanjian internasional, hukum penyelesaian sengketa internasional. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya hasil-hasil penelitian dan hasil karya dari kalangan hukum.

b. Sumber data

Data yang digunakan dalm penelitian ini yaitu data sekunder. Di dalam penelitian hukum, data sekunder dapat digolongkan ke dalam tiga bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, sebagai berikut: 1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, meliputi:

a) United nations charter

b) Statute of international court of justice;

c) Hague convention 1899 and 1907 (pacific settlemat of

international disputes).

d) Resolusi majelis umum perserikatan bangsa-bangsa nomor 2625 (XXV) mengenai deklarasi tentang prinsip-prinsip hukum internasional tentang kerjasama dan hubungan bersahabat di antara negara-negara dan hubungan bersahabat sesuai dengan piagam perserikatan bangsa-bangsa (UN General assembly

resolution number 2625 (XXV) concerning declaration on principles of international law concerning friendly relations and co-operation among states in accordance with the charter of united nations) 24 okteber 1970.

2) Bahan sekunder yaitu, bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, meliputi; buku-buku referensi hukum, artikel-artikel baik dari majalah, surat kabar, laporan maupun internet yang berkaitan dengan

(12)

mekanisme dan cara-cara penyelesaian sengketa internasional.

3) Bahan hukum tertier yaitu, bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, meliputi kamus dan ensiklopedia yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa internasional.

4. Analisis Data

Seluruh data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif. Normatif karena penelitian bertitik-tolak dari peraturan-peraturan hukum yang ada sehingga merupakan norma hukum positif, sedangkan kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian diuraikan secara deskriptif sehingga tidak menggunakan rumus matematis jadi hanya dari penggambaran kata-kata yang akan diuraikan secara jelas dan sistematis.

5. Cara penarikan kesimpulan

Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika induktif, artinya metode dalam menarik kesimpulan yang bersifat umum dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya khusus. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis pengertian atau konsep-konsep umum antara lain mengenai ketentuan hukum yang mengatur mengenai sengketa menurut hukum internasional, serta upaya-upaya penyelesaian konflik India dan Pakistan menurut hukum penyelesaian sengketa internasional.

(13)

F. Kerangka konsepsional

Konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara penyelesaian melalui PBB seperti dimuat dalam pasal 1 piagam PBB, tujuan utama PBB adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. PBB juga mendorong agar sengketa-sengketa diselesaikan melalui cara-cara penyelesaian secara damai.

Dewan keamanan, majelis umum dan sekretariat PBB adalah organ PBB yang berperan penting dalam menyelesaikan masalah persengketaaan internasional secara damai. Wewenang Dewan Keamanan salah satunya adalah mempertimbangkan suatu masalah atas permintaan Majelis umum, suatu negara anggota atau sekretaris jenderal. Dewan Keamanan juga mempunyai wewenang untuk memungut suara terbanyak untuk memutuskan apakah untuk menempatkan masalah tertentu pada agendanya, dan juga berwenang untuk mempertimbangkan suatu sengketa.

Majelis Umum berwenang untuk membicarakan dan merekomendasi hal yang luas, kemudian membicarakan meliputi segala soal atau hal yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam. Dewan keamanan dan majelis umum menjalankan kewenangan yang ekstensif untuk membuat rekomendasi mengenai penyelesaian masalah yang terjadi diantara para pihak yang bersengketa. Aktivitas lain yang melibatkan Dewan Keamanan dan Majelis Umum secara ekstensif ialah penemuan fakta dan dalam berbagai kesempatan kedua badan tersebut telah menjalankan wewenangnya untuk membentuk organ tambahan untuk tujuan ini.

Tugas Sekretaris Jenderal adalah untuk menyelidiki kemungkinan penyelesaian yang diberikan oleh Majelis Umum. Tugas lainnya yang merupakan tugas yang paling penting yaitu organisasi dan administrasi operasi pemeliharaan perdamaian PBB.

(14)

BAb VI piagam PBB (Pacific Settlement Of Disputes) atau penyelesaian sengketa secara damai, pasal 33-38) menguraikan lebih lanjut langkah-langkah damai yang harus dilakukan oleh negara-negara anggotanya guna penyelesaian secara damai. Berkaitan dengan itu, PBB memiliki berbagai cara yang terlembaga piagam PBB. Di samping itu, PBB memiliki cara-cara informal tang lahir dan berkembang dari praktik-praktik PBB (yaitu pelaksanaan tugas PBB). Cara-cara ini digunakan dan diterapkan dalam menyelesaiakan sengketa yang timbul di antara negara-negara anggotanya.

Piagam PBB memberikan ketentuan-ketentuan mengenai langkah-langkah apa yang harus di ikuti oleh Negara, baik sebagai anggota maupun bukan anggota PBB apabila mereka terlibat didalam suatu perselisihan. Negara-negara tersebut mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang timbul di antara mereka secara damai. Dalam hal terjadi suatu perselisihan, sebelum mengajukan ke PBB, para pihak wajib mencari penyelesaian melalui perundingan, pernyataan, perantara, perujukan, arbitrasi, penyelesaaian secara hukum dan mengambil jalan melalui badan atau pengatur regional atau dengan jalan damai lainnya menurut pilihan mereka.

Apabila perselisihan itu sedemikian rupa tidak dapat diselesaikan maka pihak-pihak yang bersengketa atau setiap anggota PBB atau melalui sekertaris Jendral PBB dapat mengajukan masalah ke Dewan Keamanan atau Majelis Umum PBB untuk menjadi perhatian badan-badan utama tersebut. Mengingat cara-cara penyelesaian perselisihan secara damai yang bersifat tradisional dan disusun dalam pasal 33 piagam PBB merupakan upaya dasar bagi proses penyelesaian, baik dalam kerangka maupun diluar kerangka PBB, maka jelaslah bahwa setiap upaya dibenarkan.19

19

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, (Bandung: Alumni, 1993), h. 187-188.

(15)

Jika pihak-pihak yang berselisih gagal untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara-cara yang dipilih mereka sendiri, maka Dewan Keamanan (DK) dapat memberikan rekomendasi mengenai syarat-syarat penyelesaian sedemikian rupa yang dianggap layak (pasal 37 piagam PBB ).20

PBB sebagai subyek hukum internasional, dalam menjalankan fungsinya dipergaulan internasional dilakukan oleh alat-alat perlengkapan utama PBB. Pasal 7 menyebutkan alat perlengkapan utama PBB yaitu:21

1. Majelis umum. 2. Dewan keamanan.

3. Dewan ekonomi dan sosial. 4. Dewan perwalian.

5. Mahkamah internasional. 6. Sekretariat

G. Sistematika Penulisan

Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini dibuat dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka konsepsional, metode penelitian dan sistematika penulisan.

20

Ibid, h. 194.

21

(16)

BAB II ASPEK MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

Pada bab ini akan diuraikan hasil kajian pustaka berupa penelusuran literatur yang dilakukan mengenai mekanisme dan cara-cara penyelesaian sengketa internasional.

BAB III DATA YURIDIS SENGKETA KASHMIR DALAM

PERSPEKTIF INDIA DAN PAKISTAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai sengketa atau konflik apa saja yang terjadi di wilayah Kashmir antara India dan Pakistan.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA

WILAYAH KASHMIR ANTARA INDIA DAN PAKISTAN

DITINJAU DARI SEGI HUKUM PENYELESAIAN

SENGKETA INTERNASIONAL

Pada bab ini akan dibahas mengenai apa persoalan sesungguhnya yang terjadi antara India dan Pakistan dalam masalah Kashmir, serta cara penyelesaian sengketa Kashmir antara India dan Pakistan ditinjau dar segi hukum penyelesaian sengketa internasional.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan-kesimpulan sebagai hasil dari analisis permasalahan hukum yang diteliti dan saran-saran dari hasil penelitan yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

CONTOH PERHITUNGAN AWAL BULAN RABI’UL AKHIR Disusun Guna Memenuhi Tugas.. Mata Kuliah Ilmu Falak Dosen Pengampu:

Maka semakin tinggi tingkat kepercayaan pelanggan pada rumah sakit, semakin berpengaruh terhadap nilai pelanggan dan sebaliknya.Dari hasil survei yang di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Dalam disertasi ini disimpulkan bahwa; (1) Metode Statistik dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik dapat digunakan dengan baik untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan

Pemenuhan terhadap prinsip NKRI nampak dari aturan-aturan yang memberikan batasan terhadap pengaruh asing dalam bidang Pers seperti ketentuan yang mewajibkan

Pero nang dumating si ligayay nagging pangit na ang kanyang buhay nagkanda lokoloko dahil sa ginawa ng asawa nya sa kanyang pag tataksil eh nasira ang kanyang buhay at ang

 Menerapkan konsep transformasi dalam menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa dapat memodelkan dan menyelesaikan