• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Pengasapan Dengan Permanet 100 EC Terhadap Culex Quinquefasciatus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektifitas Pengasapan Dengan Permanet 100 EC Terhadap Culex Quinquefasciatus"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Efektifitas Pengasapan Dengan Permanet 100 EC Terhadap

Culex Quinquefasciatus

Efectivity Of Thermal Fogging With Permanet 100 EC Insecticide

To Culex quinquefasciatus

R.A. Wigatia*, Hasan Boesrib

aBalai Besar Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vektor

dan Reservoir Penyakit, Salatiga *Email:ajeng0102@gmail.com

ABSTRAK

Sistem pengasapan (thermal fogging) merupakan salah satu cara pengendalian vektor yang memiliki kelebihan, yaitu dapat mengeluarkan bahan insektisida yang merata dan menyeluruh ke target sasaran dalam penggunaannya. Resistensi insektisida terjadi di berbagai wilayah Indonesia, oleh sebab itu digunakan insektisida lain yang menjadi pilihan pengendalian vektor penyakit. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektifitas beberapa dosis insektisida Permanet 100 EC (Emulsifiable Concentrates), berbahan aktif Permethrin 100 g/l terhadap nyamuk vektor filariasis Cx.quinquefasciatus dengan pengasapan. Jenis penelitian adalah quasi experimental. Serangga uji yaitu nyamuk Culex quinquefasciatus hasil koloni laboratorium umur 3-5 hari. Insektisida Permanet 100 EC dosis 100 ml/ha,200 ml/ha,300 ml/ha dan 400 ml/ha dilarutkan dalam solar. Pengasapan berlangsung pagi hari di rumah penduduk Desa Warak, Kotamadya Salatiga, bulan Juli 2013. Hasil uji menunjukkan bahwa kematian Culex quinquefasciatus 100 persen dengan aplikasi pengasapan, menggunakan insektisida Permanet 100 EC (Permanet 100 g/l) dosis 200 ml/ha, 300 ml/ha, 400 ml/ha dan Icon 25 EC (sebagai pembanding) dosis 50 ml/ha, terjadi setelah pengamatan 24 jam. Perlakuan terhadap kontrol, tidak menyebabkan kematian Culex quinquefasciatus. Kata kunci: Efektifitas, Culex quinquefasciatus, pengasapan, Permanet 100 EC

ABSTRACT

Thermal fogging is a way to control vectors which have an advantages, that they can dispense thoroughly the insecticidal materials to the target in their use. Insecticide resistance occured in some region in Indonesia, therefore using other insecticides was still an option to control vector disease. The aim of study was to determine the effectiveness of several doses of Permanet 100 EC insecticides, such as active ingridient of Permethrin 100 g/l against to

Culex quinquefasciatus by using thermal fogging. The study was quasi experimental. A

test-insect used Cx. quinquefasciatus mosquitoes age 3-5 days from laboratory colony. The insecticide Permanet 100 EC dose of 100,200,300 and 400 ml/ha was dissolved in diesel oil. In the morning of July 2013, fogging was conducted in Warak settlements Salatiga. The results of study showed that 100 percent mortality to Cx. quinquefasciatus by using Permanet 100 EC insecticide (Permanet 100 g/l) 200 ml/ha, 300 ml/ha, 400 ml/ha dose and Icon 25 EC insecticide (as a comparison) 50 ml/ha dose with fogging application, after 24 hours observation. No Culex quinquefasciatus was died in control.

Keywords : Efectivity, Culex quinquefasciatus, thermal fogging, Permanet 100 EC

(2)

Pendahuluan

Culex quinquefasciatus adalah nyamuk yang dapat menularkan penyakit Filariasis, dimana habitatnya berada di perairan, baik di perkotaan maupun pedesaan (Dit.Jen PP & PL Depkes RI, 2007). Salah satu cara untuk memutus rantai penularan pada nyamuk yang mengandung cacing filaria, yaitu dengan penyemprotan terhadap nyamuk Cx.quinquefasciatus. Sistem pengasapan (thermal fogging) merupakan salah satu cara pengendalian vektor yang memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan sistem lain (Ultra low volume), yaitu dapat mengeluarkan bahan insektisida yang merata dan menyeluruh ke target sasaran dalam penggunaannya (DitJen P3M, Depkes RI, 1983). Pada tahun 1987, telah dilaporkan adanya resistensi Ae.aegypti terhadap insektisida Malathion,(Suharyono, 1987). Menurut Widiarti dkk (2011) bahwa resistensi dapat terjadi akibat penggunaan satu jenis insektisida secara terus menerus. Hal ini mengakibatkan pembentukan kekebalan pada tubuh serangga terhadap insektisida tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Boewono dan Widiarti (2006) menunjukkan bahwa terjadi resistensi nyamuk terhadap insektisida malathion di berbagai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Solo dan Semarang. Tetapi, insektisida masih menjadi prioritas utama dalam pengendalian vektor penyakit (seperti nyamuk Cx. quinquefasciatus yang merupakan vektor filariasis) maupun serangga pengganggu di Indonesia (Pestisida, 1995). Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektifitas beberapa dosis insektisida Permanet 100 EC (Emulsifiable Concentrates), berbahan aktif Permethrin 100 g/l dengan thermal fogging (pengasapan), terhadap nyamuk vektor filariasis Cx. quinquefasciatus.

METODE

Jenis penelitian adalah quasi experimental. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013. Pengasapan dilakukan di daerah pemukiman penduduk Desa Warak, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, dan pengujian efektifitas insektisida Permanet di laboratorium uji kaji Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga.

(3)

(Https//www.webSejarah.com/2017/10/peta-kota-salatiga.html, 2017)

Gambar 1. Wilayah Penelitian di pemukiman Desa Warak, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah

Insektisida yang digunakan adalah Permanet 100 EC berbahan aktif Permethrin 100 g/l. Emulsifiable Concentrates (EC) merupakan insektisida yang berformulasi emulsi. Komposisi umum dari EC adalah bahan aktif, pelarut, dan bahan perata (Jumar I, 2000). Tahap awal dilakukan persiapan nyamuk Culex quinquefasciatus. Serangga uji adalah nyamuk Cx.quinquefasciatus (dewasa), hasil koloni laboratorium (umur nyamuk 3-5 hari, kondisi kenyang cairan gula). Sebelum dilakukan pengasapan, dipersiapkan nyamuk dewasa Culex quinquefasciatus dalam kurungan nyamuk ukuran 12x12x12 cm³ sebanyak 40 buah. Nyamuk uji dimasukkan dalam kandang nyamuk berbahan kelambu, dengan kerangka kawat sebanyak 25 nyamuk setiap sangkar. Setiap lokasi, 15 sangkar ditempatkan di dalam dan 15 sangkar di luar rumah. Sangkar lainnya sebanyak 10 buah, digantung 5 sangkar di dalam dan 5 sangkar di luar rumah sebagai kontrol. Sangkar uji dan sangkar kontrol digantung setinggi 160 cm dari lantai. Kandang kontrol diletakkan di laboratorium uji kaji supaya tidak terkontaminasi dengan insektisida, berjarak kurang lebih 1 km dari daerah/wilayah pengasapan.

Tahap selanjutnya dilakukan fogging. Sangkar-sangkar yang telah diisi nyamuk uji, diletakkan di tempat terlindung dari cahaya matahari, di dalam dan di luar rumah pada wilayah/lokasi penelitian. Rumah yang dilibatkan dalam penelitian yaitu 15 rumah. Sepuluh

(4)

rumah perlakuan dan lima rumah kontrol. Pemilik rumah mengizinkan dilakukannya penelitian tanpa inform consent. Setelah sangkar-sangkar nyamuk tadi digantung di setiap rumah, kemudian dilakukan pengasapan diseluruh lokasi uji dengan mesin Swing fog merk Motan SN 50 (Nozzel 1,2 mm) (Prakash, 2009). Pengasapan dilakukan di dalam dan luar rumah selama kurang lebih 1,5 – 2 menit, dimana rata-rata rumah luasnya 110m2.

Rumah yang dipilih menjadi penelitian yaitu rumah dinding tembok, dimaksudkan supaya asap tidak mudah keluar. Pengasapan dilakukan mulai pukul 09.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Pengasapan di luar rumah dengan kecepatan angin pada saat penyemprotan 0-2 km/jam, dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban udara di dalam dan di luar rumah. Sangkar perlakuan dan sangkar kontrol diletakkan dengan arah angin tenang. Pengasapan diarahkan tidak langsung ke nyamuk uji, berjarak sekitar 2 meter. Setengah jam dan satu jam setelah kontak pengasapan, jumlah nyamuk uji yang pingsan dihitung. Setelah satu jam pengamatan, nyamuk uji dipindahkan dari sangkar ke dalam paper cup bersih. Kemudian, nyamuk uji dipelihara selama 24 jam di laboratorium dan dihitung jumlah nyamuk mati dan persentase kematiannya (Yap dan NLC, 1993), dilakukan pengamatan hasil pengujian selama 2 jam, 4 jam, 8 jam hingga 24 jam pasca pengasapan. Suhu dan kelembaban udara nisbi selama periode pengujian diukur dan dicatat, menggunakan thermometer dan hygrometer, sama halnya pengukuran kecepatan angin dengan anemometer.

Apabila persen angka kelumpuhan/kematian nyamuk uji pada kelompok kontrol diantara 5% - 20%, maka angka kelumpuhan/kematian pada kelompok perlakuan dikoreksi berdasarkan rumus Abbot sebagai berikut (Pestisida, 1995),(Robert dan James, 1993) : ( A - B )

A1 = --- x 100 % ( 100 – B )

Keterangan :

Al = Persen (%) angka kematian nyamuk uji setelah dikoreksi, A = Persen (%) angka kematian nyamuk uji pada perlakuan B = Persen (%) angka kematian nyamuk uji pada control

Apabila persen kematian nyamuk uji pada kontrol lebih besar dari 20%, maka pengujian dinyatakan tidak valid dan harus diulang. Hasil pengujian dianggap baik, apabila angka kematian nyamuk uji 90-100% dan kurang dari nilai tersebut, insektisida dinyatakan tidak baik.

(5)

Hasil Penelitian

Hasil uji efikasi terhadap insektisida Permanet 100 EC sesuai perlakuan dengan dosis 100 ml/ha, 200 ml/ha, 300 ml/ha, 400 ml/ha dan Icon 25 EC dosis 50 ml/ha sebagai pembanding terhadap nyamuk Cx.quinquefasciatus disajikan pada Tabel 1-3.

Pada penelitian ini, pengaruh insektisida Permanet 100 EC terhadap kematian nyamuk uji ditentukan oleh angka kematian 24 jam pasca pengabutan/penyemprotan sesuai standar World Health Organization (WHO) (WHO, 1984, 1997; 2006).

Tabel 1. Persentase kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus berbagai dosis insektisida uji di dalam rumah setelah penyemprotan dengan pengasapan

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase kematian nyamuk Culex quinquefasciatus dari berbagai dosis insektisida Permanet 100 EC, Icon 25 EC sebagai insektisida pembanding dan kontrol negatif di dalam rumah dengan pengasapan mengalami fluktuasi naik-turun. Tabel di atas terlihat, setelah 30 menit penyemprotan, persentase kematian pada dosis 100 ml/ha sebesar 65,4%, kemudian mengalami penurunan persentase kematian sebesar 6,2% menjadi 59,2% (dosis 200 ml/ha), menurun kembali di dosis 300 ml/ha sebesar 1,4% menjadi 57,8%, di dosis 400 ml/ha persentase kematian meningkat 24,6% menjadi 82,4%. Sedangkan persentase kematian Icon 25 EC dalam solar dosis 50 ml/ha sebesar 77,2%, dan kontrol negatif sebesar 0%.

Setelah 1 jam pengasapan, terjadi peningkatan kematian nyamuk Culex quinquefasciatus pada berbagai dosis insektisida Permanet 100 EC, dosis 100 ml/ha mengalami kenaikan 16,4% menjadi 81,8%, dosis 200 ml/ha terjadi peningkatan sebesar 24,2% menjadi 83,4%, dosis 300 ml/ha meningkat sebesar 26,2% menjadi 84,0%, sedangkan di dosis 400 ml/ha sedikit meningkat 8,2% menjadi 90,6%, demikian halnya persentase kematian Icon 25 EC mengalami peningkatan sebesar 10,6% menjadi 87,8%.

Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa setelah pemeliharaan selama 4 dan 8 jam, menyebabkan kematian 100 persen pada insektisida permanet 100 EC dosis 200 ml/ha, dan dosis 400 ml/ha, sedangkan insektisida pembanding Icon 25 EC dosis 50 ml/ha dalam solar,

No. Waktu Pengamatan PERMANET 100 EC ICON 25 EC50 l/ha dlm solar Kontrol Negatif 100 ml/ha 200 ml/ha 300 ml/ha 400 ml/ha

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % 1 30 menit 500 65.4 500 59.2 500 57.8 500 82.4 500 77.2 125 0 2 1 jam 500 81.8 500 83.4 500 84,0 500 90.6 500 87.8 125 0 3 2 jam 500 84.6 500 84.8 500 89,0 500 98,0 500 100 125 0 4 4 jam 500 84.6 500 100 500 97.2 500 100 500 100 125 0 5 8 jam 500 84.6 500 100 500 97.2 500 100 500 100 125 0 6 24 jam 500 87,8 500 100 500 100 500 100 500 100 125 0

(6)

kematian 100 persen terjadi pada pengamatan selama 2 jam, tidak terjadinya kematian Culex quinquefasciatus pada kontrol (0%).

Setelah pengamatan selama 24 jam, hasil pengujian memperlihatkan bahwa kematian Culex quinquefasciatus terus mengalami peningkatan, hingga kematian mencapai 100% pada dosis 200 ml/ha, dosis 300 ml/ha, dosis 400 ml/ha dan Icon 25 EC.

Tabel 2. Persentase kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus berbagai dosis insektisida uji di luar rumah setelah penyemprotan dengan pengasapan

Tabel 2 di atas memperlihatkan persentase kematian nyamuk Culex quinquefasciatus berbagai dosis uji insektisida Permanet 100 EC di luar rumah setelah penyemprotan. Pada 30 menit pengamatan, kematian Culex quinquefasciatus dosis 100 ml/ha sebesar 50,2%, kemudian mengalami penurunan persentase kematian sebesar 1,8% (dosis 200 ml/ha) menjadi 48,4%, dosis 300 ml/ha menurun kembali sebesar 8,0% menjadi 40,4%, dosis 400 ml/ha meningkat persentase kematian sebesar 24,4% menjadi 64,8%, sedangkan Icon 25 EC sebagai insektisida pembanding persentase kematian sebesar 63,6%, kontrol negatif hasil 0%.

Satu jam pengamatan, persentase kematian Culex quinquefasciatus pada dosis 100 ml/ha mengalami peningkatan sebesar 7,8% menjadi 68%, dosis 200 ml/ha mengalami peningkatan 9,0% menjadi 57,4%, dosis 300 ml/ha meningkat sebesar 20,4% menjadi 60,8%, dosis 400 ml/ha persentase kematian meningkat 20,6% menjadi 85,4%, Icon 25 EC meningkat sebesar 21% menjadi 84,6%. Setelah 24 jam pengamatan, kematian Culex quinquefasciatus dosis 100 ml/ha sebesar 77,2%, sedangkan dosis 200 ml/ha, dosis 300 ml/ha, dosis 400 ml/ha persentase kematian nyamuk Culex quinquefasciatus sebesar 100%, sedangkan Icon 25 EC dosis 50 ml/ha persentase kematian 100% terjadi setelah pengamatan selama 4 jam.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa persentase kematian nyamuk Cx.quinquefasciatus pada pengamatan 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam dan 24 jam setelah penyemprotan dengan insektisida Permanet 100 EC dosis 100 ml/ha, dosis 200 ml/ha, dosis 300 ml/ha, 400 ml/ha yang berbeda di dalam maupun di luar rumah. Persentase kematian di dalam rumah

No. Waktu Pengamatan PERMANET 100 EC ICON 25 EC 50 ml/ha dlm solar Kontrol Negatif 100 ml/ha 200 ml/ha 300 ml/ha 400 ml/ha

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % 1 30 menit 500 50.2 500 48.4 500 40.4 500 64.8 500 63.6 125 0 2 1 jam 500 68.0 500 57.4 500 60.8 500 85.4 500 84.6 125 0 3 2 jam 500 68.0 500 60.4 500 63.8 500 92.8 500 91.2 125 0 4 4 jam 500 68.0 500 67.6 500 77.4 500 92.8 500 100 125 0 5 8 jam 500 68.0 500 67.6 500 77.4 500 92.8 500 100 125 0 6 24 jam 500 77.2 500 100 500 100 500 100 500 100 125 0

(7)

lebih besar dari di luar rumah. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya; suhu udara, panas matahari, kelembaban, arah angin, cuaca.

Tabel 3. Persentase kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus berbagai dosis insektisida uji di luar dan dalam rumah setelah penyemprotan dengan pengasapan

Persentase kematian nyamuk Cx.quinquefasciatus setelah 4 jam dengan insektisida Permanet 100 EC pada dosis 200 ml/ha dan dosis 400 ml/ha menyebabkan kematian 100 persen di dalam rumah. Pada Tabel 3 di atas memperlihatkan persentase kematian nyamuk Culex quinquefasciatus menggunakan insektisida Permanet 100 EC, larutan insektisida pembanding Icon 25 EC dan kontrol, pada kondisi 24 jam, penyemprotan di dalam dan di luar rumah dengan pengasapan, yang mana dosis insektisida 200 ml/ha, dosis 300 ml/ha, dosis 400 ml/ha dan dosis 50 ml/ha Icon 25 EC, menghasilkan kematian 100 persen.

Gambar 1. Alat pengasapan/fogging

Gambar 2. Teknik pengasapan/fogging

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah pemgamatan selama 24 jam, insektisida Permanet 100 EC (Permanet 100 g/l) pada dosis 200 ml/ha, 300 ml/ha, 400 ml/ha dan Icon 25 EC dosis 50 ml/ha dengan aplikasi pengasapan, efektif membunuh nyamuk uji Cx.quinquefasciatus dengan tingkat kematian 100%. Hasil yang sama juga diperoleh oleh

No. Waktu Pengamatan PERMANET 100 EC ICON 25 EC 50 ml/ha dalam solar Kontrol

100 ml/ha 200 ml/ha 300 ml/ha 400 ml/ha

dlm luar dlm luar dlm luar dlm luar dlm luar Dlm luar

1 30 menit 65.4 50.2 59.2 48.4 57.8 40.4 82.4 64.8 77.2 63.6 0 0 2 1 jam 81.8 68.0 83.4 57.4 84 60.8 90.6 85.4 87.8 84.6 0 0 3 2 jam 84.6 68.0 84.8 60.4 89 63.8 98 92.8 100 91.2 0 0 4 4 jam 84.6 68.0 100 67.6 97.2 77.4 100 92.8 100 100 0 0 5 8 jam 84.6 68.0 100 67.6 97.2 77.4 100 92.8 100 100 0 0 6 24 jam 87.8 77.2 100 100 100 100 100 100 100 100 0 0

(8)

B2P2VRP, Salatiga (2011), berdasarkan laporan akhir (B2P2VRP, 2011), bahwa data uji efikasi insektisida Target 100EC (berbahan aktif Permethrin 100 g/l) secara pengasapan menunjukkan bahwa dosis 200 dan 300 ml/ha dengan pelarut solar, efektif membunuh nyamuk Aedes aegypti di dalam dan di luar rumah sebesar 100%.

Dosis minimal suatu insektisida dikatakan baik apabila waktu pingsan (knockdown-time) pendek (kurang lebih 10 menit), sehingga serangga setelah kontak dengan insektisida tidak ada kesempatan untuk menghindar (WHO, 2006: IRAC, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian, dosis minimal insektisida Permanet 100 EC (Permanet 100 g/l) adalah dosis 200 ml/ha, karena dapat memberikan efek kematian nyamuk Cx.quinquefasciatus sebesar 100% baik di dalam maupun di luar rumah, demikian halnya dengan insektisida Icon 25 EC dosis 50 ml/ha. Hal ini sesuai dengan ketentuan Komisi Pestisida (1995) WHO (2005) dan WHO Study Group (1995) menyatakan bahwa insektisida dapat dikatakan efektif membunuh nyamuk uji jika memberikan efek kematian 90%-100%.

Sebaran partikel pada aplikasi pengasapan, ukuran partikel yang disebarkan sangat bervariasi yaitu antara 0.8 mikron sampai 2.0 mikron (WHO, 2005). Ukuran partikel yang demikian sangat ringan dan mudah terbawa oleh angin. Maka pada pelaksanaan pengasapan bagian depan nozzel diarahkan 15º ke bawah supaya tidak cepat hilang terbawa oleh angin dan dapat menyebar kesemua arah sesuai dengan arah angin.

Pada saat pelaksanaan penelitian dilakukan pengukuran kecepatan angin, suhu dan kelembaban dimana kecepatan angin berkisar 0-2 km/jam, suhu udara di dalam rumah antara 26ºC-28oC dan kelembaban udara nisbi berkisar antara 56%-69%, sedangkan suhu udara di luar rumah berkisar antara 28-29oC dan kelembaban udara nisbi antara 58%-67%. Keadaan lingkungan tersebut di atas masih sesuai dengan persentase kematian nyamuk Cx.quinquefasciatus yang menunjukkan adanya perbedaan pada pengamatan 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam dan 8 jam serta kematian (mortalitas) setelah 24 jam terhadap ketiga aplikasi perlakuan dan kontrol (Robert & James, 1993). Perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan oleh perbedaan dosis, kepekaan serangga/nyamuk terhadap insektisida dan arah angin/arah kecepatan (Sigit dan Upik, 2006). Penyemprotan menggunakan pengasapan akan memberikan hasil baik apabila kecepatan angin kurang dari 10 km/jam (WHO, 1984). Hasil pengujian menunjukkan tidak ada perbedaan pada kontrol, tetapi nilai ke empat dosis insektisida uji (Permanet 100 EC dosis 200, 300, dan 400 ml/ha dalam solar, dan Icon 25 EC dosis 50 ml/ha) dengan pengasapan di dalam dan luar rumah memperlihatkan efek kematian yang sama, sebesar 100%.

(9)

Kesimpulan dan Saran

Insektisida Permanet 100 EC, dosis 200 ml/ha,300 ml/ha, dan 400 ml/ha dilarutkan dalam solar dengan pengasapan, efektif membunuh nyamuk Cx.quinquefasciatus sebesar 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa insektisida Permanet 100 EC dapat digunakan untuk pengendalian Culex quinquefasciatus. Hasil penelitian diharapkan menjadi pertimbangan dalam upaya penggunaan jenis insektisida yang sesuai untuk pengendalian nyamuk vektor.

DAFTAR PUSTAKA

B2P2VRP. (2011). Uji Efikasi Insektisida Target 100EC (Permethrin 105,7 g/l) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus dan Anopheles aconitus Aplikasi Pengasapan (Thermal Fogging. Salatiga.

Boewono, D. T. dan W. (2006). Resistensi Vektor Terhadap Insektisida Organophospat di Daerah Jogja-Solo-Semarang. Jurnal.

Dit.Jen PP & PL Depkes RI. (2007). Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Jakarta. DitJen P3M. Departemen Kesehatan RI. (1983). Malathion. Jakarta.

Https//www.webSejarah.com/2017/10/peta-kota-salatiga.html. (2017). Peta Kota Salatiga. IRAC (Insecticide Resistance Action Comitte). (2010). Prevention, and Management of

Insecticide Resistance in Vector of Public Health Importance.

Jumar I. (2000). Entomologi Pertanian (Cetakan Pe). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pestisida, K. (1995). Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida. Jakarta: Departemen Pertanian, RI.

Prakash A. (2009). Laboratory Manual of Entomology. New Delhi, India: New Age International (P) Ltd.,Publishers.

Robert G.D S &James T. (1993). Prinsip Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sigit, S. H. dan U. (2006). Hama Permukiman Indonesia, Pengenalan, Biologi, dan

Pengendalian. Bogor: (S. H. dan U. (editor) Sigit, Ed.). Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Soemarmo Purwosoedarmo. (1989). Demam Berdarah Dengue : Situasi sekarang dan harapan dimasa mendatang. Proceeding Seminar. Kerjasama the Ford Foundation Kelompok Kerja Demam Berdarah Dengue Dengan Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian UI, Jakarta.

Suharyono. (1987). Penanggulangan DBD dengan fogging malathion pada tempat penularan potensial di Jakarta. Majalah Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta.

WHO. (1984). Chemical methods for the control of arthropod vectors and pests of public health importance.

(10)

WHO. (1997). Chemical Methods for the Control of Vectors, and Pests of Public Health Importance.

WHO. (2005). Safety of Pyrethroids of Public Health Use. WHO.

WHO. (2006). Pesticides and Their Application: for The Control of Vectors and Pests of Public Health Importance. WHOPES/GCDD/2006.I.

WHO Study Group. (1995). Vector Control for DBD, and other Mosquito-Borne Diseases. Geneva.

Widiarti, Mujiyono, Barodji, Umi, W., Tri, S. (2011). Studi Resistensi Nyamuk Ae.aegypti terhadap Berbagai Kelompok Insektisida di Berbagai Wilayah di Indonesia, (Salatiga). Yap H and NLC. (1993). Manual for Workshop on Laboratory Biological Evaluations of

Household Insecticide Products. Malaysia: School of Biological Sciences, Universiti Sains Malaysia.

Gambar

Gambar  1.  Wilayah  Penelitian  di  pemukiman  Desa  Warak,  Kecamatan  Sidomukti,  Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah
Tabel 1. Persentase kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus berbagai dosis insektisida  uji di dalam rumah setelah penyemprotan dengan pengasapan
Tabel 2. Persentase kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus berbagai dosis insektisida  uji di luar rumah setelah penyemprotan dengan pengasapan
Tabel 3. Persentase kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus berbagai dosis insektisida  uji di luar dan dalam rumah setelah penyemprotan dengan pengasapan

Referensi

Dokumen terkait

yang terdapat dI SMP Ma’arif NU 1 Cilongok dapat mendukung pembelajaran menggunakan pendekatan Salingtemas. Lokasi yang dekat dengan kebun dan Lapangan berumput.

Secara operasional yang dimaksud dengan peran guru dalam meningkatkan prestasi non akademik melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMAN 1 Kedungwaru adalah

In developing egosan engineering model products with a straight kick on the pencak silat martial arts further, the researcher has several suggestions, namely:

Semua manusia adalah musuh dan hewan tidak boleh meniru sifat dan perilaku manusia. Pemberontakan itu berhasil dan hewan-hewan

Untuk membantu proses belajar untuk anak SD kelas 4 usia 9-10 tahun, maka penulis merancang sebuah buku sejarah Indonesia era klasik istilah yang diberikan oleh Soekmono untuk

Pada proses pembahasan, penulis melakukan pembuktian ulang penelitian Iaffei dan Nitti 2018 yaitu membuktikan syarat perlu keterbatasan operator integral fraksional pada Ruang

Pada keenam desa tersebut memiliki kategori kerentanan ekonomi, fisik dan lingkungan rendah, hal ini akan mengurangi tingkat kerugian wilayah tersebut terhadap

Pernyataan Orisinalitas ... viii Kata Pengantar ... Pengertian Nikah Siri / Nikah Tidak Tercatat ... Nikah Siri Dalam Ketentuan Hukum Perkawinan Indonesia ... Pencatatan Akad Nikah