• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BERPIKIR REFRAKSI SISWA MENYELESAIKAN MASALAH DATA MEMBUAT KEPUTUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES BERPIKIR REFRAKSI SISWA MENYELESAIKAN MASALAH DATA MEMBUAT KEPUTUSAN"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES BERPIKIR REFRAKSI SISWA MENYELESAIKAN

MASALAH DATA „MEMBUAT KEPUTUSAN‟

Anton Prayitno, Akbar Sutawidjaja, Subanji, dan Makbul Muksar Universitas Negeri Malang

arsedi2003@gmail.com, subanji@mat.um.ac.id, mmuksar@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir refraksi siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika tentang pengambilan keputusan. Penelitian dilakukan dengan memberikan masalah berkaitan „kepuasan pelanggan di restauran‟. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses refraksi dalam menyelesaikan masalah mencakup proses:

identified of problem, strategic, dan evaluation.

Kata Kunci: Berpikir reflektif, berpikir kritis, berpikir refraksi, masalah data

Penelitian tentang data telah banyak memperoleh perhatian dari beberapa peneliti (Van de Wall, 2006; Curcio, 2001; Harper, 2004; Machester, 2002; McClain, 2000; UNCMSE; 1997). Dari hasil kajian tersebut, diperoleh beberapa temuan antara lain: kesalahan siswa membuat grafik karena salah mengolah data, kesulitan merancang pertanyaan yang tepat dalam mengumpulkan data sehingga mempengaruhi siswa dalam membuat keputusan.

Secara prosedur, data sering dianggap sebagai “bilangan” (Cobb, 1999). Siswa tidak memandang data sebagai “ukuran” dari situasi tentang kesimpulan yang harus dibuat. Siswa sering menggunakan prosedur statistika secara “buta” seperti menghitung rata-rata dan menjumlahkan tanpa memperhatikan konteks yang diberikan. Doerr (2003) mengembangkan model untuk menghindari terjadinya misleading, antara lain: interpretasi, deskripsi, dugaan, penjelasan dan evaluasi (pembenaran terhadap penyelesaian karena adanya interaksi terhadap siswa lain). Pagano dan Roselle (2009) mengidentifikasi tahap tersebut sebagai berpikir refraksi yang dikonstruksi dari refleksi dan berpikir kritis.

Downey (2005) menggunakan metaphor cahaya untuk menggambarkan proses refraksi yang dihasilkan dari refleksi menuju berpikir kritis (Gambar 1). Refraksi merupakan suatu proses dimana cahaya (refleksi) membentur medium sehingga menyebabkan “reaksi” pada medium yang memicu terjadinya berpikir kritis. Menurut Pagano & Roselle (2009); Medeni (2012), refraksi terjadi karena adanya refleksi yang “diisyaratkan” dengan cahaya melewati suatu medium yang memicu terjadinya berpikir kritis, sehingga cahaya yang keluar dari medium tidak sama seperti refleksi. Hal ini berarti, komponen yang dilewati terjadinya berpikir berpikir refraksi adalah refleksi dan berpikir kritis.

Gambar 1. Proses Terjadinya Refraksi

Pagano dan Roselle (2009) menyatakan bahwa refraksi merupakan suatu proses perubahan pengetahuan (transformation knowledge) yang mengandalkan pengalaman dan pengetahun yang dimiliki siswa sehingga memunculkan persepsi baru. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa memungkinkan untuk “dibingkai” sehingga memperoleh makna baru dalam menyelesaikan masalah. Secara umum, pengalaman siswa terhadap data harus melibatkan dengan konsep nyata, di mana konsep data yang nyata akan memberikan kemungkinan terhadap siswa dalam memahami hubungan matematis dengan konsep, display, dan prosedur statistika (Burrill & Romberg, 1998; Garfield & Gal, 1999). Ketika seseorang menghadapi masalah, kemungkinan siswa akan dipengaruhi oleh pengalamannya dalam menyelesaikan masalah. Kolb (1984) menjelaskan bahwa pengalaman siswa dalam belajar dapat

(2)

di terjemahkan dalam konsep refleksi. Siswa dapat membuat konsep dan memodifikasi serta menerapkan konsep tersebut dalam kasus lain dari pengalaman, sehingga hasil dari pengalaman siswa akan mengarahkan ke solusi atau alternatif solusi atas masalah yang diselesaikan.

BERPIKIR REFLEKTIF SEBAGAI AWAL TERJADINYA BERPIKIR REFRAKSI Pagano dan Roselle (2009) menyatakan bahwa terjadinya refraksi melalui berpikir reflektif dan berpikir kritis. Hal ini berarti, berpikir reflektif merupakan awal terjadinya berpikir refraksi. Refleksi atau yang dikenal dengan berpikir reflektif merupakan salah satu dalam proses berpikir yang dianggap penting dalam membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman seseorang. Berpikir reflektif dapat diartikan sebagai proses berpikir untuk “menyadari” yang didasarkan pada pengalaman dan kemudian menfasirkannya (Atkins dan Murphy, 1994).

Dalam mengkonstruksi berpikir refraksi, terlebih dahulu perlu dikaji komponen berpikir reflektif dan berpikir kritis. Kajian ini membahas tentang konstruksi berpikir refektif sebagai awal terjadinya berpikir refraksi yang didasarkan pada pengertian dan pemikiran dari berpikir reflektif dalam matematika. Sebelumnya perlu disetarakan beberapa komponen berpiki reflektif yang ada, yaitu komponen berpikir reflektif Lee (2005) yang disingkat (KRL); berpikir reflektif Zehavi dan Mann (2006) yang disingkat (KRZ), berpikir reflektif Jansen dan Spitzer (2009) yang disingkat (KRJ) dan berpikir reflektif Rosen (2010) yang disingkat (KRR). Berdasarkan adanya kesamaan indikator pada komponen berpikir reflektif, maka Prayitno (2014) mengkonstruksi berpikir reflektif. Adapun hasil kontruksi berpikir reflekti terdapat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kontruksi Berpikir Reflektif Lee

2005

Zehavi & Mann (2006) Jansen & spitzer (2009) JG Rosen (2010) Berpikir reflektif

Recall Selection of techniques Description Location and definition of the problem Description of problem monitoring of the solution process Recognize or felt difficulty Rationalization Conceptualization Interpretation The mental

elaboration of the idea or supposition Define the problem Reflectivity

insight or ingenuity Suggestion of possible solution

Collection of information Testing the hypothesis

by overt or imaginative action.

Conclusion belief

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh kontruksi berpikir reflektif dengan alasan sebagai berikut:

1. Komponen Selection of techniques dan monitoring of the solution process pada KRZ; komponen Deskripsi pada KZL dan komponen Location and definition of the problem dan Recognize or felt difficulty pada KRR serta Recall pada KRL merupakan bagian dari berpikir reflektif yang sifatnya hanya menafsirkan situasi berdasarkan ingatan dan menggambarkan informasi yang diperoleh seseorang sebelum menyelesaikan masalah, maka komponen tersebut dapat disebut sebagai description of problem.

2. Komponen define the problem dapat dikatakan sebagai komponen yang menafsirkan informasi secara rasional dan menghubungkan konsep dengan pengetahuan sehingga dapat mendefinisikan masalah. Komponen ini merupakan kontruksi dari rasionalisasi pada KRL, conceptualization pada KRZ, interpretasi pada KRJ, dan the mental elaboration of the idea or supposition pada KRR.

3. Komponen reflectivity, insight or ingenuity, dan Suggestion of possible solution indikatornya adalah pengajuan beberapa alternatif berdasarkan kumpulan ide terhadap informasi, sehingga dapat disebut sebagai Collection of information.

(3)

4. Conclution belief dapat pula disejajarkan dengan Testing the hypothesis by overt or imaginative action karena pada bagian ini adalah membuat hipotesis atau kesimpulan yang diyakini kebenarannya.

BERPIKIR KRITIS SEBAGAI PROSES MENUJU BERPIKIR REFRAKSI

Setelah berpikir reflektif, proses selanjutnya menuju proses mental yang lebih aktif disebut berpikir kritis. Dalam berpikir kritis salah satu tujuan utama adalah untuk mengenali keterkaitan pandangan yang berbeda oleh karena itu seseorang perlu mempertimbangkan bahan yang dikumpulkan dan persediaan yang diambil dalam tahap refleksi. Dalam berpikir kritis, siswa secara aktif mencoba untuk mengembangkan keterampilan dengan mengonseptualisasikan, analisis, sintesis, evaluasi, mengingat, dan atau menerapkan informasi untuk mencapai kesimpulan atau menjawab pertanyaan (Facione, 2013; Jenicek, 2011).

Untuk membuat kategori berpikir kritis ditentukan dahulu beberapa komponen berpikir kritis. Sebelumnya perlu disetarakan beberapa komponen berpikir kritis yang ada, yaitu komponen berpikir kritis Jenicek (2011) yang disingkat (KKJ); berpikir kritis Plymouth University (2010) yang disingkat (KKP) dan berpikir kritis Facione (2013) yang disingkat (KKF). Berdasarkan adanya kesamaan indikator pada masing-masing komponen, Prayitno (2014) mengkonstruksi komponen berpikir kritis yang terlihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kontruksi Berpikir Kritis Jenicek

(2011)

Plymouth University (2010) Facione (2013)

Berpikir Kritis

Conceptualizing Description Interpretation Exploration the information Applying Analysis Analysis Relevance of

informatioan Analyzing

Synthesizing Inference

Evaluating information

Evaluation Evaluation Evaluation Explanation clarification Self Regulasi,

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh kontruksi berpikir kritis dengan alasan sebagai berikut: 1. Komponen Conceptualizing pada KKJ, Description pada KKP, dan Interpretation pada

KKF secara umum memiliki indikator mengorganisasikan informasi untuk membuat suatu konsep yang berkaitan dengan memahami dan mendefinisikannya. Seseorang harus dapat mengeksplorasi informasi untuk mengkontruksi makna/arti dari informasi tersebut, sehingga komponen tersebut dapat disebut exploration the information.

2. Karena pada komponen Applying, Analyzing, Synthesizing pada KKJ, dan Analysis, Inference pada KKF memiliki indikator yang terlihat sama pada analysis dalam KKP seperti mengidentifikasi hubungan antar konsep, dan kemampuan mengenali unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan. Maka indikator ini terkait dengan menghubungkan masing-masing informasi untuk membuat suatu kesimpulan sehingga disebut dengan Relevance of information.

3. Komponen evaluation memiliki kesamaan indikator pada komponen berpikir kritis KKJ, KKP dan KKF seperti menilai kesimpulan secara valid.

4. Komponen clarification merupakan gabungan dari komponen explanation dan self regulation pada KKF karena explanation dan self regulation merupakan disposisi/ kebiasaan seseorang berpikir kritis, sehingga komponen tersebut hanya digunakan mengklarifikasi hasil yang diperoleh

BERPIKIR REFRAKSI

Komponen pada refleksi dan berpikir kritis sifatnya tidak hirarki, artinya kriteria tersebut dapat bertukar posisi menuju komponen yang lain. Secara umum, kriteria berpikir reflefksi akan selalu muncul dalam menyelesikan masalah atau ketika seseorang menilai keberhasilan menjawab. Schon (1991) menjelaskan bahwa refleksi dapat terjadi ketika seseorang memeriksa kembali tentang apa yang dikerjakan (reflection on action) dan refleksi terjadi pada proses menyelesaikan masalah (reflection in action).

(4)

Pada proses berpikir refraksi diperlukan adanya komponen berpikir refraksi. Oleh karena itu, untuk membangun berpikir refraksi ditentukan dahulu komponen berpikir reflektif dan berpikir kritis. Beberapa peneliti, telah banyak mengkaji tentang berpikir reflektif sebagai proses menuju berpikir kritis (Colley & Billics, 2012; Taylor, 1992; Asare, 2012; Park & Kastanis; 2009; Park Ji Yong, 2011; Choy, S. Chee, 2012). Dari kajian tersebut, diperoleh beberapa temuan antara lain: berpikir reflektif merupakan salah satu alat untuk mengembangkan berpikir tingkat tinggi; berpikir kritis merupakan hasil dari refleksi seseorang dalam belajar dan mengembangkan kesadarannya dalam bentuk perasaan dan tindakan; berpikir reflektif mendukung kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah sosial dan politik; berpikir reflektif meningkatkan berpikir kritis siswa dan pemahaman yang dipelajarinya; refleksi mengarah siswa berpikir kritis untuk menghasilkan pengetahuan baru; berpikir reflektif bagian dari proses berpikir kritis secara khusus mengacu pada proses menganalisis dan membuat penilaian tentang apa yang telah terjadi. Oleh karena itu, komponen berpikir reflektif dan berpikir kritis dapat diiriskan atau dikontruksi menjadi komponen berpikir refraksi.

Berdasarkan adanya kesamaan indikator pada masing-masing komponen, Prayitno (2014) mengkontruksi berpikir refraksi berdasarkan komponen berpikir reflektif dan kritis. Adapun kontruksi berpikir refraksi terlihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kontruksi Berpikir Refraksi

PROSES BERPIKIR REFRAKSI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH DATA Pagano dan Roselle (2009) menjelaskan bahwa proses refraksi terjadi melalui refleksi dan berpikir kritis. Berpikir refraksi dapat terjadi jika siswa diberikan suatu masalah matematika, terbentur dengan masalah tersebut dan akan mengalami kebingungan sehingga memungkinkan siswa melakukan refleksi. Siswa akan cenderung mengaitkan masalah tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki. Siswa juga akan mengaitkan masalah dengan pengalaman. Selanjutnya, siswa mengevaluasi informasi yang terkumpul pada saat melakukan refleksi, sehingga akan memungkinkan siswa memilih alternatif dengan cara mengeliminasi informasi secara bertahap. Kemudian, siswa menyelesaikannya dengan mempertimbangkan beberapa informasi sehingga menghasilkan informasi yang lebih sedikit. Karena itu, proses berpikir refraksi merupakan proses berpikir yang “mengerucutkan” pilihan dari beberapa alternatif dengan cara mengeliminasi informasi secara bertahap.

Berdasarkan hasil observasi peneliti (Bulan November 2013), masalah yang diberikan terhadap siswa merupakan pengembangan dari lembar tugas Doerr (JRME, 2003). Proses berpikir refraksi terjadi pada saat siswa menyelesaikan masalah data tentang “Kepuasan Pelanggan di Restauran”. Adapun masalah tersebut, disajikan dalam gambar 2 berikut.

Komponen Berpikir reflektif Komponen Berpikir kritis Komponen berpikir refraksi Description of problem

Define the problem

Exploration the information

Identified of problem

Collection Relevance of information strategic

Conclusion belief Evaluation

Clarification

(5)

Masalah Kepuasan Pelanggan di Restauran Perhatikan tabel di samping ini!

McD mensurvei 10 orang pelanggan untuk mengetahui 5 alasan datang ke McD.

Angka yang terdapat pada tabel menunjukkan peringkat (rangking) pada menu yang dipilih oleh pelanggan. Tugas Kalian adalah mengurutkan menu dari yang paling disukai sampai paling tidak disukai pelanggan! Berikan penjelasan/keterangan terhadap jawaban kalian. Fri es Bur-ger Kids Meal Quick ness chocolate sundae Pelanggan 1 1 3 2 5 4 Pelanggan 2 4 3 1 2 5 Pelanggan 3 2 1 5 3 4 Pelanggan 4 2 3 5 4 1 Pelanggan 5 1 2 4 3 5 Pelanggan 6 3 4 5 1 2 Pelanggan 7 4 5 1 3 2 Pelanggan 8 1 2 5 3 4 Pelanggan 9 2 3 4 1 5 Pelanggan 10 2 1 5 4 3 Gambar 2. Masalah Kepuasan Pelanggan di Restauran yang Diberikan Kepada Siswa

Pada masalah ini, kepuasan pelanggan di Restoran dapat dilakukan dengan mengelompokkan banyak pelanggan pada masing-masing menu. Pengelompokkan banyak pelanggan bisa ditulis dengan cara Talley. Sehingga diperoleh banyak frekuensi pada masing-masing menu. Selanjutnya, untuk menentukan menu yang paling disukai pelanggan, menentukan frekuensi yang terbanyak pada posisi masing-masing menu. Dengan kata lain, banyak frekuensi pada posisi menu dibandingkan dengan menu lain. Frekuensi yang terbanyak merupakan menu yang paling disukai pelanggan. Selain itu, masalah 1 juga bisa diselesaikan dengan menentukan rata pada masing-masing menu, yang kemudian diurutkan dari rata-rata terkecil sampai tertinggi. Rata-rata-rata terkecil pada menu merupakan menu yang paling disukai pelanggan, begitu selanjutnya.

Selain dengan cara Talley dan rata-rata, masalah menentukan menu yang banyak disukai pelanggan dapat diselesaikan dengan mengaitkan peringkat dengan skor. Peringkat tertinggi diberi skor tinggi, (misalnya peringkat 1 diberi skor 5). Selanjutnya dihubungkan dengan banyak pelanggan. Hasil skor terbanyak akan menempati posisi teratas. Dengan demikian, menu yang memperoleh skor tinggi merupakan menu yang paling disukai pelanggan.

Berikut struktur masalah ideal yang dikembangkan oleh peneliti terhadap masalah kepuasan pelanggan di Restauran.

(6)

Keterangan

: Masalah : Alur kegiatan : proses kegiatan : proses refleksi : hasil kegiatan : proses berpikir kritis

Berikut hasil kerja Panji (nama samaran) dengan menggunakan teknik talley sebagai berikut:

Gambar 4. Hasil Kerja Panji

Berdasarkan hasil kerjanya, Panji melakukan pengelompokan frekuensi berdasarkan banyak pelanggan dengan cara talley. Hasil petikan wawancara terhadap subyek yaitu ”…mengumpulkan berapa banyak pelanggan yang memilih menu..” selanjutnya … saya tulis, seperti itu karena berdasarkan pengalaman mengerjakan soal seperti itu, saya menuliskan dengan cara seperti ini”. Dari respon panji terhadap teknik talley ini, dia mengekplorasi apa yang terdapat pada masalah tersebut dan mencoba mengingat kembali terhadap konteks yang pernah ditemuinya dengan masalah yang dihadapi.

Aspek ini telah menunjukkan bahwa, Panji mencoba melakukan refleksi terhadap penyelesaian masalah tersebut. Dimana masalah refleksi yang diungkap adalah pengetahuan yang dimiliki setiap melakukan perhitungan data dengan bentuk tabel frekuensi. Oleh karena itu aspek refleksi yang terdapat pada Panji adalah mengidentifikasi masalah dan menuliskan masalah ke dalam bentuk tabel frekuensi berdasarkan pilihan pelanggan.

Selanjutnya Panji menjelaskan tentang frekuensi pada masing-masing menu. Dari lima menu, yang menempati rangking 1 adalah fries, karena banyak pelanggan pada fries lebih banyak dibandingkan pada menu lain. Sedangkan pada rangking 2, ada menu yang sama menempati rangking 2. Berikut penjelasan Panji, dalam memilih rangking 2

Gambar 5. Penjelasan Panji tentang Rangking 2

Berdasarkan petikan wawancara terhadap siswa dalam menentukan rangking 2, Panji menjelaskan sebagai berikut “…Untuk menentukan rangking 2, saya memperhatikan banyak pelanggan yang memilih rangking 1 pada burger dan CS. Karena yang memilih rangking 1 lebih banyak Burger, maka saya memilih Burger dibanding Cholate Sundae”. Dari penjelasan tersebut, Panji mencoba mencari keterkaitan banyak frekuensi pada Burger dan CS dengan masing-masing frekuensi sebelumnya. Panji beranggapan bahwa frekuensi sebelumnya pada kasus tersebut akan menentukan posisi rangking 2, sehingga banyak frekuensi sebelumnya dijadikan pertimbangan untuk memilih Burger dan CS. Aspek yang dilakukan oleh Panji adalah kemampuan mengkaitkan frekuensi yang berada pada menu dengan frekuensi sebelumnya sehingga frekuensi sebelumnya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk memperoleh jawaban.

(7)

Selanjutnya untuk menentukan rangking 3, siswa mencoba menggunakan sistem eliminasi salah satu menu yang dikarenakan menu tersebut telah menempati rangking 2. Dalam menentukan rangking 3, Panji mencari banyak frekuensi yang menempati rangking 3, sehingga diperoleh 2 menu yaitu Burger dan Quicness. Berikut kutipan dengan siswa, “…karena burger telah menempati rangking 2, maka Quikness, menempati rangking 3”. Panji berpikir untuk menentukan rangking 3, mencoba menggunakan teknik eliminasi dimana menghilangkan menu burger akibat menu tersebut telah menempati rangking 2. Dengan demikian siswa tersebut mengaitkan rangking 2 dan 3.

Selanjutnya banyak frekuensi juga digunakan untuk menentukan rangking 4 dan 5. Dari hasil kerja dan berpikir Panji tersebut, maka diperoleh strategi: 1) Mengaitkan jumlah frekuensi sebelumnya terhadap frekuensi yang lain sehingga dapat dijadikan pertimbangan, 2) keterkaitan antara peringkat yang satu dengan yang lain, sehingga memunculkan cara eliminasi.

Proses berpikir Panji dapat dianalisa dengan menggunakan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti pada gambar 4 berikut.

Gambar 7. Struktur Masalah “Kepuasan Pelanggan di Restauran” Berdasarkan Jawaban Panji Keterangan

: Masalah : Alur kegiatan : proses kegiatan : proses refleksi : hasil kegiatan : proses berpikir kritis

Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa Panji melakukan berpikir refraksi pada masalah diatas. Panji mengalami berpikir refraksi dan terjadi rekonstruksi pengetahuan baru dalam menentukan rangking pada menu ketika terjadi rangking yang sama. Siswa memilih alternatif dengan cara mencari jumlah frekuensi sebelumnya. Berikut hubungan tahapan penyelesaian yang dilakukan oleh Panji dan komponen berpikir refraksi

Tabel 4. Tahapan Penyelesaian Panji

Tahap penyelesaian yang dilakukan Panji Komponen berpikir refraksi

1. Mengaitkan masalah dengan cara talley identified of problem

2. Selanjutnya mengaitkan frekuensi yang satu dengan yang lainnya,

3. Mengeliminasi alternatif (pilihan) secara bertahap berdasarkan banyak frekuensi,

4. Mengaitkan frekuensi dengan posisi rangking sebelumnya,

(8)

5. Memilih alternatif berdasarkan frekuensi sehingga diperoleh kesimpulan yang telah dianggap benar

evaluation

KESIMPULAN

Proses berpikir siswa dalam pengambilan keputusan melalui berpikir refraksi dilakukan dengan tiga proses: identified of problem, strategic, dan evaluation. Identified of problem dilakukan dalam proses mengaitkan masalah dengan cara talley. Strategic dilakukan dalam proses mengaitkan frekuensi yang satu dengan yang lainnya, mengeliminasi alternatif (pilihan) secara bertahap berdasarkan banyak frekuensi, dan mengaitkan frekuensi dengan posisi rangking sebelumnya. Evaluation dilakukan dalam proses memilih alternatif berdasarkan frekuensi sehingga diperoleh kesimpulan yang telah dianggap benar.

DAFTAR RUJUKAN

Anonymous. 2010. Critical Thinking. Learning Development, Plymouth University. http://www.learningdevelopment.plymouth.ac.uk/LDstudyguides/pdf/8Criticalthinking.p df. diakses tanggal 13 November 2013

Asare, Samuel Amoah. 2012. Reflective Collaborative Practices: What Is the Teachers‟ Thinking? A Ghana Case. Creative Education. Vol.3, No.4, 448-456.

Atkins, S. & Murphy, K. 1994. Reflective Practice. Nursing Standard, 8(39), pp.49-56.

Choy, S. Chee., & Oo, Pou San. 2012. Reflective Thinking and Teaching Practices: A Precursor for Incorporating Critical Thinking Into The Classroom?. International Journal of Instruction. Vol.5, No.1, 167-182.

Cobb, P. 1999. Individual and Collective Mathematical development: The case Statistical data analysis. Mathematic Thinking and Learning. Volume 1, Issue 1. 5-43.

Colley, Binta M, & Billics, Andrea R., & Lerch, Carol M. 2012. Reflection: A Key Component to Thinking Critically. The Canadian Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. Vol. 3. Issue. 1, 1-19.

Curcio, F.R. 2001. Developing Data-Graph Comprehension in Grade K-8 (2nd ed). Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.

Doerr, Helen M. 2003. A Modeling Perspective on Students‟ Mathematical Reasoning About Data. Journal For Research in Mathematics Education. Vol. 34 No. 2, 110-136.

Downey, Greg. 2005. How to Guide and Facilitate Self Reflective Practice in Re-Entry Programs. Presented at CIEE Conference, Miami, FL.

Ennis, R. H. 1996. Critical thinking. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall

Facione, P. A. 2013. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Millbrae, CA: Measured Reasons and The California Academic Press.

Garfield, J., & Gal, I. 1999. Assessment and Statistics Education: Current Challenges and Direction. International Statistical Review, 67, 1-12.

Harper, S. R. 2004. Student Interpretations of Misleading Graph. Mathematics Teaching in The Middle Grades, 9. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.

Jansen and Spitzer. (2009). Prospective Middle School Mathematics Teacher‟s Reflective Thinking Skills: Descriptions of Their Students‟ Thinking and Interpretations of Their Teaching. J Math Teacher Educ, 12, 133–151

Jenicek, M., Croskery, Pat,. 2011. Evidence and its uses in health care and research: The role of critical thinking. Medical Science Monitor. 17(1): RA12–RA17.

Kolb, D. 1984. Experiential Learning: Experience As The Source of Learning and Development. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Lee, H. 2005. Understanding and Assesing Preservice Teachers Reflective thinking. Teaching and Teacher Education. USA. 21 (699-715)

Manchester, P. 2002. The Lunchrom Project: A Long-Term Investigative Study. Teaching Children Mathematics, 9. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics. McClain, K., Cobb, P.&Gravmeijer, K. 2000. Supporting Student Way of Reasoning About

Data. In M.J Burke (Ed). Reston: Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.

(9)

Medeni, Tunch D., & Medeni, I Tolga. 2012. Reflection and Refraction For Knowledge Management Systems. International Journal of Ebusiness and Egovernment Studies. Vol 4, No 1, 55-64.

Pagano, M., & Roselle, L. 2009. Beyond Reflection: Refraction and International Experiential Education. Frontiers: The Interdisciplinary Journal of Study Abroad. 18, 217-229. Park, J.Y., & Kastanis, L.S. 2009. Reflective Learning Through Social Network Sites In Design

Education. The International Journal of Learning, 16(8), 11-22.

Park, Ji Yong & Son, Jeong Bae. 2011. Expression and Connection: The Integration of the Reflective Learning Process and the Public Writing Process into Social Network Sites. MERLOT Journal of Online Learning and Teaching. Vol. 7, No. 1, 170-178.

Prayitno, Anton. 2014. Konstruksi Teoritik Tentang Berpiki Reflektif Sebagai Awal Terjadinya Berpikir Refraksi Dalam Matematika. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional di ITS Surabaya.

Prayitno, Anton. 2014. Construction Theory of Critical Thinking As Process Towards Refraction Thinking In Mathematics. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional di UNISMA Malang.

Prayitno, Anton. 2014. Konstruksi Teoritik Tentang Berpikir Refraksi Dalam Matematika. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional di PPPPTK Matematika Yogyakarta.

Rosen, JG. 2010. Problem solving and reflective thinking: John Dewey, Linda Flower, Ricard Young. Journal of Teaching Writing. 69-78

Schon, D. 1991. Educating the Reflective Practitioner. San Francisco: Jossey-Bass.

Taylor, L. 1992. Mathematics Attitude Development From A Vygotskian Perspective. Mathematics Education Research Journal, 4,8-23.

University of North Carolina Mathematics and Science Education Network. 1997. Teach-Stat Activities: Statistic Investigations For Grade 3-6. Palo Alto, CA: Dale Seymour Publication.

Vann de Wall, John A. 2006. Elementary and Middle School Mathematics Sixth Edition. Pearson Education.

Zehavi, N. 2006. Instrumented Techniques and Reflective Thinking in Analitic Geometry. The Montana Mathematics Enthusiast. ISSN 1551-3440. Vol 2, No. 2 pp. 83-92

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERCIRIKAN

METODE PENEMUAN TERBIMBING

DAN BERBANTUAN MATHXPERT CALCULUS PADA MATERI

GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI UNTUK SISWA SMA

NEGERI 2 MALANG KELAS X SEMESTER II

Arum Sulistyo Pawestri Universitas Negeri Malang arumsulistyopawestri@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini mengembangkan LKS bercirikan metode penemuan terbimbing dan

berbantuan MathXPert Calculus pada materi grafik fungsi trigonometri untuk siswa SMA Negeri 2 Malang. MathXPert Calculus dalam LKS ini digunakan untuk mengecek kebenaran grafik yang dibuat oleh siswa secara manual dan membantu siswa menemukan karakteristik grafik fungsi trigonometri. Pengembangan LKS mengikuti langkah Define,

Design, Development, dan Disseminate. Hasil pengembangan ini adalah LKS memenuhi

kriteria valid , praktis, dan efektif . Hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas siswa termasuk dalam kategori aktif , dan respon siswa positif.

Kata Kunci: lembar kerja siswa, penemuan terbimbing, MathXPert Calculus

Hasil observasi di SMA Negeri 2 Malang menunjukkan bahwa sumber belajar yang dimiliki oleh siswa kurang mampu menunjang siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sumber belajar berisi rangkuman materi, contoh soal, dan latihan-latihan soal,

(10)

dan belum memanfaatkan penggunaan teknologi dalam matematika. Hal itu menyebabkan siswa pasif dan pembelajaran kurang menyenangkan. Selain itu, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode pembelajaran langsung di mana guru berperan dominan dalam pembelajaran dan menjelaskan langsung suatu konsep matematika, sedangkan siswa hanya menerima saja konsep matematika sebagai hasil jadi. Kondisi ini membuat siswa belajar matematika tak bermakna.

Oleh karena itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat memfasiltatsi siswa, salah satunya adalah lembar kerja siswa.. Lembar kerja siswa (LKS) adalah salah satu literatur (sumber bacaan) yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan literatur mempunyai beberapa manfaat. Hal ini didukung oleh pendapat Jane dan Mary (2008:2) yaitu integrating literature within mathematics lesson not only develops literacy skills, but also promote mathematical language and problem solving. Ini berarti penggunaan literatur dalam pembelajaran matematika tidak hanya mengembangkan kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mengenalkan bahasa matematika dan pemecahan masalah. Selain itu Puji (2011:8) juga menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman siswa yang didukung oleh LKS yang digunakan dalam setiap aktivitas pembelajaran mampu membuat siswa mengkonstruk pengetahuan siswa, pemahaman siswa menjadi lebih baik, dan membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan membuat pembelajaran menjadi bermakana adalah metode penemuan terbimbing. Slavin (2009) menyatakan “ in guided discovery the teachers plays a more active role, giving clues, structuring portions of an activity, or providing outlines”. Hal ini berarti dalam penemuan terbimbing guru memiliki lebih banyak peran aktif, memberikan petunjuk, menyusun bagian dari suatu aktivitas, atau menyediakan rangkuman. Menurut Markaban (2006: 16), langkah-langkah dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing meliputi 1) siswa diberikan pertanyaan, perintah atau petunjuk , 2) siswa diminta untuk mengolah data sehingga muncul suatu dugaan, 3) dugaan yang telah diperoleh kemudian diuji untuk mendapat kesimpulan, dan 4) siswa diberikan latihan soal untuk memantapkan pengetahuan yang telah mereka peroleh.

Metode penemuan terbimbing memberikan dampak yang positif terhadap kegiatan pembelajaran. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bahm (2009), Khasnis (2011) dan Mathew (2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing, di mana siswa terlibat aktif dan dibimbing oleh guru, siswa lebih sukses (mendapat skor lebih baik) dan kemampuan inkuiri siswa meningkat daripada menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Saat ini teknologi berkembang dengan sangat pesat. Kita dapat memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, salah satunya dengan memanfaatkan software matematika. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan software matematika membuat kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kissane dan Kemp (2009), modern technology provides an excellent means of exploring many of the concepts associated with trigonometry.

Salah satu software matematika yang dapat digunakan adalah MathXpert Calculus. MathXpert Calculus adalah suatu program komputer yang didesain untuk membantu siswa mempelajari aljabar, trigonometri, dan kalkulus satu variabel. Salah satu fitur dari MathXpert Calculus yang dapat kita manfaatkanadalah “Create a Graph”. Dengan menggunakan fitur ini kita dapat mengetahui grafik suatu fungsi, salah satunya adalah grafik fungsi trigonometri.

Trigonometri merupakan salah satu materi baru bagi siswa SMA kelas X yang di dalamnya terdapat sub pokok bahasan grafik fungsi tigonometri. Pada sub pokok bahasan ini siswa diminta untuk menggambar grafik secara manual. Ada kemungkinan terdapat kesalahan pada grafik yang dibuat oleh siswa, salah satunya grafik yang diperoleh bukan berupa kurva mulus, seperti yang terlihat pada gambar 1. Untuk mengetahui grafik yang tepat, siswa dapat mengeceknya melalui software MathXpert Calculus. Dengan bantuan MathXPert Calculus pula, siswa dapat mengetahui karakteristik dari grafik fungsi trigonometri yang meliputi amplitude dan periode fungsi, dan hubungan antara grafik fungsi tersebut (konsep pergeseran grafik).

(11)

Gambar 1. Grafik yang Dibuat oleh Siswa

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Lembar Kerja Siswa Bercirikan Metode Penemuan Terbimbing dan Berbantuan MathXpert Calculus Materi Grafik Fungsi Trigonometri untuk Siswa SMA Negeri 2 Malang Kelas X Semester II yang memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan lembar kerja siswa ini adalah Four D (dalam Zuhdan, 2012, yaitu: 1) Define : mendefinisikan dan menetapkan syarat-syarat yang mendasari perancangan lembar kerja siswa, 2) Design: menyusun rancangan Lembar kerja siswa, 3) Develop: validasi ahli dan uji coba lapangan untuk mengetahui kevalidan,kepraktisan dan keefektifan lembar kerja siswa. 4) Disseminate : penyebaran tidak dilakukan karena keterbatasan waktu.

HASIL

Pada penelitian pengembangan ini telah dihasilkan lembar kerja siswa (LKS) bercirikan metode penemuan terbimbing dan berbantuan MathXpert Calculus pada materi grafik fungsi trigonometri untuk siswa SMA Negeri 2 Malang kelas X Semester II. Tahapan pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan Four D yang meliputi:

1. Define (Pendefinisian) a. Hasil analisis awal

Hasil observasi di sekolah menunjukkan bahwa ketersediaan sumber belajar yang dimiliki siswa kurang, sumber belajar belum dapat memfasilitasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran, pembelajaran grafik fungsi trigonometri belum memanfaatkan suatu software matematika. Berdasarkan hasil observasi tersebut maka peneliti akan mengembangkan LKS yang memanfaatkan suatu software matematika dan dapat memfasilitasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Hasil analisis Siswa

Hasil yang diperoleh setelah melakukan observasi di sekolah adalah siswa di sekolah ini mempunyai beberapa karaketristik, antara lain; keterlibatan siswa dalam menemukan suatu konsep masih rendah, ketergantungan siswa pada guru dalam menyelesaikan masalah masih tinggi, kurangnya aktivitas diskusi kelompok dan diskusi kelas, dan sebagian besar siswa tidak memiliki sumber belajar yang cukup (hanya menggunakan buku paket dari pemerintah). Berdasarkan karakteristik siswa tersebut maka model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think four Shared dan metode pembelajaran yang akan digunakan adalah metode penemuan terbimbing yang diimplementasikan dalam LKS. Hal ini dilakukan agar siswa terlibat aktif dalam menemukan suatu konsep, proses pembelajaran lebih berpusat pada siswa, dan pemahaman siswa terhadap materi grafik fungsi trigonometri lebih baik.

c. Hasil analisis konsep

Analisis konsep yang dilakukan yaitu (1) mengidentifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan sesuai dengan kurikulum 2013, (2) mengatur urutan materi, (3) investigasi sumber-sumber pendukung dan (4) merinci konsep-konsep ke dalam bagian-bagian yang sesuai berdasarkan karakteristik materi dan alokasi waktu d. Hasil analisis tugas

(12)

Berdasarkan identifikasi pengetahuan yang akan diperoleh siswa setelah kegiatan belajar menggunakan LKS yang dikembangkan, maka ditetapkan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa dalam setiap kegiatan belajar. Terdapat 3 kegiatan belajar dalam lembar kerja siswa, yaitu grafik fungsi sinus, grafik fungsi cosinus, dan grafik fungsi tangent. Tugas yang harus dilakukan siswa adalah belajar mandiri, belajar kelopok, dan tugas individu.

e. Hasil analisis tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP yang dibuat berdasarkan kurikulum 2013.

2. Design (Tahap Perancangan): merancang LKS dan instrument penelitian.

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu: (1) lembar validasi LKS, (2) lembar validasi RPP, (3) lembar validasi tes akhir, (5) lembar observasi aktivitas guru, (6) lembar validasi lembar observasi aktivitas guru, (7) lembar observasi aktivitas siswa, (8) lembar validasi lembar observasi aktivitas siswa, (9) lembar observasi keterlaksanaan LKS, (10) lembar validasi lembar observasi keterlaksanaan LKS, (11) angket respon siswa, dan (12) lembar validasi angketrespon siswa. LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kondisi siswa dan karakteristik siswa di SMA Negeri 2 Malang. Komponen-komponen LKS bercirikan penemuan terbimbing dan berbantuan MathXPert Calculus ini terdiri dari: a) Halaman sampul (cover), b) Kata pengantar, c) Daftar isi. d) Pendahuluan, e) Kegiatan belajar: Bagian ini memuat kegiatan belajar untuk tiga kali pertemuan, dengan masing-masing kegiatan belajar terdiri dari aktivitas siswa/tugas kelompok dalam penemuan konsep dan latihan soal, f)Tes akhir, dan g) Daftar pustaka.

Penerapan metode penemuan terbimbing yang disajikan ke dalam bentuk LKS yang berbantuan MathXPert Calculus pada grafik fungsi trigonometri adalah sebagai berikut: 1. Siswa diberikan pertanyaan atau petunjuk yang mengarahkannya untuk menggambar

dan menemukan grafik fungsi trigonometri.

2. Setelah siswa menggambar grafik fungsi trigonometri secara manual, siswa diminta untuk mengecek kebenaran grafik yang telah mereka buat menggunakan MathXpert Calculus.

3. Siswa diminta menggambar berbagai variasi dari grafik fungsi trigonometri menggunakan MathXpert Calculus

4. Siswa diminta mengamati grafik fungsi yang telah diperoleh dan menentukan karakteristik-karakteriktik grafik fungsi tersebut yang meliputi nilai maksimum dan minimum, periode fungsi dan amplitudo. Selain itu siswa juga diminta untuk menentukan hubungan antara variasi grafik fungsi trigonometri. Kemudian siswa diminta membuat dugaan dan kesimpulan dari materi tersebut.

5. Guru memeriksa kesimpulan yang dibuat oleh siswa.

6. Siswa mengerjakan soal evaluasi untuk mengukur kemajuan proses belajar. 3. Develop (Tahap pengembangan)

Pada tahap ini dilakukan proses validasi ahli oleh dua validator dan uji coba lapangan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan yaitu:

a. LKS yang dikembangkan memenuhi kriteria valid .Hal ini ditunjukkan dengan skor validasi ahli 3,32 dari skor maksimal 4. Meskipun telah memenuhi kriteria valid, peneliti tetap melakukan revisi sesuai saran dan komentar yang diberikan oleh validator. Cuplikan aktivitas yang terdapat di LKS dapat dilihat pada gambar 2.

(13)

Gambar 2. Cuplikan Isi LKS yang Dikembangkan

b. LKS memehuhi kriteria praktis (hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP dan tingkat keterlaksanaan LKS masuk kategori tinggi dengan skor 3,47 dari skor maksimal 4). Gambar 3 di bawah ini adalah hasil observasi aktivitas guru. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan guru sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang.

Gambar 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru

c. LKS memenuhi kriteria efektif (sebanyak 75% siswa mendapat nilai akhir minimal 75, hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas siswa termasuk dalam kategori aktif dengan skor 3,1 dari skor maksimal 4, dan respon siswa positif). Gambar 4 di bawah ini menunjukkan hasil pekerjaan siswa dengan menggunakan LKS yang dikembangkan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah membuat dugaan dan berusaha untuk menemukan suatu konsep meskipun hasil yang diperoleh belum tepat. Guru sebagai fasilitator kemudian memandu siswa untuk menemukan kesimpulan

(14)

Gambar 4 . Hasil Pekerjaan Siswa

PEMBAHASAN

Pada penelitian pengembangan ini telah dihasilkan lembar kerja siswa (LKS) bercirikan metode penemuan terbimbing dan berbantuan MathXpert Calculus pada materi grafik fungsi trigonometri untuk siswa SMA Negeri 2 Malang kelas X Semester II. Untuk menilai kualitas LKS ini dikembangkan juga instrumen yang berupa lembar validasi, lembar observasi, dan angket respon siswa. Pengembangan LKS ini mengacu pada model pengembangan Four-D yaitu Define, Design, Development, and Disseminate. Namun dalam penelitian ini tahap Disseminate tidak dilakukan. LKS yang dihasilkan telah memenuhi kriteria kualitas pengembangan yaitu valid, praktis, dan efektif.

Kriteria valid diperoleh dari hasil validasi, kriteria praktis diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas guru dan keterlaksanaan LKS, dan kriteria efektif diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas siswa, nilai penguasaan LKS, dan angket respon siswa.Kriteria valid diperoleh dari hasil validasi, kriteria praktis diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas guru dan keterlaksanaan LKS, dan kriteria efektif diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas siswa, nilai penguasaan LKS, dan angket respon siswa. Berdasarkan hasil validasi dari dua validator, diperoleh skor rata-rata keseluruhan 3,34 dari skor maksimal 4, sehingga LKS yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid.

Rancangan LKS ini bercirikan metode penemuan terbimbing dan berbantuan MathXPert Calculus di mana di dalam LKS terdapat aktivitas yang meminta siswa untuk melakukan pengamatan, memproses data, membuat dugaan, dan membuat kesimpulan. Tahapan –tahapan tersebut merupakan tahapan penemuan terbimbing yang dikemukakan oleh Markaban (2006: 16). Berdasarkan hasil validasi diperoleh kesimpulan bahwa LKS telah memuat langkah-langkah pada penemuan terbimbing. Hal ini didukung oleh skor 3 dan 4 yang diberikan oleh validator yang menyatakan bahwa materi dalam LKS telah bercirikan metode penemuan terbimbing.

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa, diperoleh kesimpulan bahwa LKS bercirikan metode penemuan terbimbing yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran mampu membuat siswa menemukan konsep dengan caranya sendiri, membuat siswa aktif dalam pembelajaran, dan menimbulkan semangat ingin tahu para siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Matthew (2013), Khasnis (2011), dan Bahm (2009). Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing mampu mendorong siswa untuk berpikir dan belajar berdasarkan cara mereka sendiri dan pembelajaran tidak terpusat lagi pada guru.

Siswa melakukan kegiatan memproses data untuk membuat grafik fungsi trigonometri dengan pertanyaan-pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang terdapat pada LKS dan dengan bantuan MathXpert Calculus. Salah satu contoh saat siswa mempelajari tentang periode fungsi

(15)

sinus dalam bentuk Siswa diminta membuat beberapa grafik fungsi sinus sesuai dengan perintah dan petunjuk yang ada pada LKS. Selanjutnya siswa diminta untuk mengamati dan menganalisis bagaimana menentukan periode fungsi sinus dalam bentuk .

Pengembangan LKS ini juga mengintegrasikan teknologi yaitu software MathXpert Calculus. Alasan pemilihan software ini adalah Software MathXPert Calculus memiliki beberapa kelebihan yaitu 1) software ini tersedia dalam bentuk portable sehingga lebih mudah dalam penggunaannya (tidak perlu melakukan penginstalan) dan 2) jika dibandingkan dengan software lain (Geogebra, Graphmatica), pada MathXPert Calculus nilai untuk grafik fungsi trigonometrisudah dinyatakan dalam bentuk π radian. Pengintegrasian teknologi ini dalam pembelajaran grafik fungsi trigonometri bermanfaat bagi siswa, antara lain: (1) siswa memperoleh representasi matematika yang baru, (2) siswa dapat memvisualisasi karakter dari suatu grafik fungsi trigonometri dengan jelas, dan (3) siswa dapat berinteraksi secara langsung lebih baik melalui perantara teknologi dibanding hanya menggunakan pensil dan kertas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Durmus (2006) dan Kissane (2009).

Pengintegrasian MathXpert Calculus dalam LKS digunakan untuk membantu siswa mengecek kebenaran grafik fungsi trigonometri yang telah mereka buat dan membantu dalam menemukan konsep yang terkait dengan grafik fungsi trigonometri. Pengembangan LKS ini diharapkan mampu memenuhi keterbatasan sumber belajar yang dimiliki siswa, menambah pengetahuan siswa tentang pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran matematika, dan mampu mengubah pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), sesuai yang diharapkan oleh kurikulum 2013.

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, siswa telah belajar dengan proses penemuan di mana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip. Proses asimilasi yang dilakukan siswa meliputi memproses data, mengamati, dan membuat dugaan dan kesimpulan. Siswa tidak sekedar menerima suatu konsep secara langsung, namun siswa telah melakukan suatu proses untuk menemukan konsep tersebut. Hal ini sesuai dengan pandangan Bruner tentang penemuan (dalam Markaban, 2006: 9). Bruner menyatakan bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu.

LKS yang dikembangkan juga harus memenuhi kriteria praktis. Hal ini bertujuan agar LKS benar-benar dapat digunakan dan keterlaksanaan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kepraktisan LKS diukur melalui pengamatan menggunakan lembar observasi. Kepraktisan LKS ditunjukkan oleh hasil pengamatan yang dilakukan observer . Hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP dan tingkat keterlaksanaan LKS masuk kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS telah memenuhi kriteria praktis. Keefektifan LKS dinilai dari skor ketuntasan belajar, aktivitas siswa, dan angket respon siswa. Berdasarkan nilai ketuntasan belajar, sebanyak 75% siswa mendapat nilai akhir minimal . Hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas siswa termasuk dalam kategori aktif. Sedangkan berdasarkan angket respon siswa, diketahui bahwa respon siswa termasuk dalam kategori positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS yang dikembangkan memenuhi kriteria efektif.

Meskipun LKS telah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif, peneliti juga menerima dan mempertimbangkan tanggapan dan saran yang diberikan oleh validator dan observer. Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan LKS sehingga diperoleh LKS yang lebih baik.Berdasarkan tahap-tahap yang dilalui pada pengembangan LKS bercirikan penemuan terbimbing dan berbantuan MathXPert Calculus ini, dapat disimpulkan mengenai beberapa kelebihan, kelemahan, dan kendala. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan LKS ini lebih lanjut.

Kelebihan hasil pengembangan LKS ini antara lain sebagai berikut: 1) Siswa dapat lebih memahami suatu konsep dikarenakan siswa mengalami proses untuk menemukan konsep tersebut, 2) LKS yang berbantuan MathXpert Calculus ini menambah pengetahuan siswa dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran matematika, 3) Materi yang dipelajari dapat lebih lama membekas dalam ingatan siswa karena siswa dilibatkan dalam proses penemuan konsep.

Kelemahan hasil pengembangan LKS ini antara lain sebagai berikut: 1) Penentuan nilai maksimum atau minimum pada grafik fungsi trigonometri memerlukan estimasi khususnya yang melibatkan desimal, 2) Tidak semua komputer /laptop dapat mendukung sistem software

(16)

ini.

Kendala dalam pengembangan LKS ini adalah kurang siapnya siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan LKS yang dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa siswa yang tidak membawa laptop pada saat pelaksanaan uji coba.

KESIMPULAN

1. Pengembangan LKS bercirikan metode penemuan terbimbing dan berbantuan MathXPert Calculus pada materi grafik fungsi trigonometri untuk siswa SMA Negeri 2 Malang melalui tiga tahap pengembangan, yaitu 1) Define (Pendefinisian) yang meliputi analisis awal, analisis siswa, analisis konsep, analisis tugas dan analisis tujuan pembelajaran, 2) Design (Perancangan) yang meliputi perancangan LKS dan intrumen penelitian, dan 3) Develop (Pengembangan) yang meliputi validasi ahli dan uji coba lapangan.

2. Dari hasil validasi dan uji coba lapangan diperoleh kesimpulan mengenai kualitas LKS, yaitu:

a. LKS telah memenuhi kriteria valid (skor hasil validasi 3,34 dari skor maksimal 4) b. LKS telah memenuhi kriteria praktis (kegiatan pembelajaran terlaksana sesuai RPP dan

keterlaksanaan LKS memenuhi kriteria tinggi)

c. LKS telah memenuhi kriteria efektif. Hal ini ditunjukkan oleh minimal 75% siswa mendapat skor minimal 75 dari rentang skor 100, aktivitas siswa memenuhi kriteria tinggi, dan angket respon siswa positif).

SARAN

Berdasarkan hasil proses pengembangan LKS yang sudah valid, praktis, dan efektif, maka penulis memberikan saran yaitu untuk mempermudah pelaksanaan uji coba lapangan (siswa tidak perlu membawa laptop ke sekolah), guru matematika sebaiknya dapat berkoordinasi dengan guru komputer sehingga pelaksanaan uji coba dapat dilakukan di laboratorium komputer. Penulis mengharapkan adanya pengembangan lebih lanjut terhadap materi matematika lainnya, misalnya materi tentang grafik fungsi kuadrat dan linear, sehingga akan ada alternatif lain bagi guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

DAFTAR RUJUKAN

Bahm, A.G. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’s Success and Inquiry Learning Skills . Egitim Arastiramalari Journal of Educational Research. Turkey. Jane,M.; Napoli, Mary. 2008. Connecting Mathematics and Literature: An Analysis of

Pre-Service Elementary School Teachers’ Changing Beliefs and Knowledge. The Journal, (online), Diakses tanggal 19 April 2013

Khasnis, B.Y. 2011. Guided Discovery Method A Remedial Measure in Mathematics. (online) vol 2 (22): http://www.ssmrae diakses tanggal 3 Mei 2014.

Kissane, Barry dan Kemp, Marian. 2009. Teaching and Learning Trigonometry with Technology. Australia

Markaban. 2006. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika : Yogyakarta (online: http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/38-penemuan-terbimbing-matematika- smk.pdf ) Diakses tanggal 3 Desember 2013

Matthew, Bakke M. 2013. A Study on The Effects of Guided Inquiry Teaching Method on Students Achievement in Logic. (online), 2 (1) : (http://www.iresearcher.org), diakses 30 April 2013.

Parta, I Nengah. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Inquiry untuk Memperhalus Pengetahuan Matematika Mahasiswa Calon Guru melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPS Unesa

Puji, Himmawati. 2011. Developing student worksheet in English Based on Constructivism using problrm solving approach for mathematics learning on the topic of social arithmetics. Disajikan dalam seminar internasional dan the fourth national conference on mathematics education 2011 di Yogyakarta State University juli 21-23 2011. (online: http://eprints.uny.ac.id)

Slavin, Robert E. 2009. Educational Psychology Theory and Practice. 2. Pearson Education,Inc. Upper Saddle River:New Jersey.

(17)

Zuhdan. 2012. Research and Development, Pengembangan Berbasis Penelitian. (online) (http://staff.uny.ac.id), diakses 19 April 2013.

BERPIKIR INTUITIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Sofia Sa‟o

Universitas Flores Ende, NTT saosofia@yahoo.co.id

Abstrak: Berpikir intuitif merupakan aktifitas mental yang munculkan suatu ide di pikiran

siswa sehingga menghasilkan jawaban spontan saat siswa berhadapan dengan masalah-masalah dalam pembelajaran. Berpikir intuitif berbeda dengan berpikir analitik. Penjelasan kebenaran suatu pernyataan dengan pembuktiannya merupakan berpikir yang bersifat analitik. Kebenaran yang munculnya secara subjektif dan diterima secara langsung (tanpa pembuktian) merupakan berpikir intuitif. Pemecahan masalah matematika hendaknya menggunakan kedua cara berpikir tersebut, agar saling melengkapi untuk mencapai tujuannya.

Kata kunci: intuisi, pembelajaran matematika

Pembelajaran matematika adalah proses terjadinya belajar mengajar atau interaksi antara berbagai elemen yang terlibat didalamnya. Elemen pelakunya berupa siswa dan guru, didukung oleh elemen pelengkap seperti buku pelajaran, lembar kerja siswa, Kurikulum dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, pasti tidak terlepas dari penyelesaian soal, latihan soal, contoh soal, atau masalah-masalah yang berkaitan dengan hitungan matematika. Penyelesaian soal matematika di sekolah seringkali siswa hanya diarahkan untuk melakukan manipulasi secara mekanis, tanpa memperhatikan apakah siswa memahami proses apa yang dilakukan dalam penyelesaiannya. Dalam pembelajaran matematika siswa mempelajari aksioma, definisi dan teorema dengan suatu struktur logika. Proses berpikir analitik memainkan peranan penting sehingga dalam penyelesaian masalah mengikuti langkah-langkah penyelesaian yang sistematis. Namun berpikir analitik tidak selamanya mendapatkan jawaban yang benar. Hal ini diperlukan adanya proses berpikir lain yang juga akan mendukung dan saling melengkapi dalam penyelesaian masalah matematika, yaitu proses berpikir intuitif. Kustos (2010), berpendapat bahwa berpikir intuitif berbeda dengan berpikir analitik. Penjelasan kebenaran suatu pernyataan dengan pembuktiannya merupakan berpikir yang bersifat analitik, tetapi kebenaran yang munculnya secara subjektif dan diterima secara langsung (tanpa pembuktian) merupakan berpikir intuitif. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penyelesaian masalah matematika hendaknya menggunakan kedua cara berpikir tersebut, agar saling melengkapi untuk mencapai tujuannya.

Penggunaan cara berpikir intuitif dalam pemecahan masalah matematika sering tidak disadari oleh guru ataupun siswa. Untuk mengkaji proses berpikir intuitif siswa dalam pemecahan masalah matematika, maka peneliti melakukan observasi awal di sekolah. Berdasarkan hasil observasi awal, peneliti menemukan banyak siswa memberikan jawaban spontan, tanpa menganalisis terlebih dahulu. Terlepas dari jawaban siswa itu benar atau salah, yang penting bagi peneliti bahwa siswa sudah menggunakan berpikir intuitif, dengan menjawab spontan. Spontan yang terjadi di sini disimpulkan peneliti bahwa siswa menjawab langsung, yang mungkin proses berpikirnya mengaitkan informasi sekarang dengan pengetahuan yang pernah ada, dan sudah tersimpan dalam memori siswa, sehingga menghasilkan jawaban, tanpa harus membuktikannya, mungkin juga siswa langsung menjawab dengan pemikiran yang munculnya saat itu. Hal ini yang lebih terkesan lagi, ada satu siswa yang sangat cerdas setiap kali ada pertanyaan dari gurunya, langsung menjawab dengan benar setelah gurunya selesai bertanya. Ini terbukti bahwa memang intuisi itu selalu ada.

Intuisi diidentikan dengan pemikiran spontan. Dalam Wikipedia (2013) menuliskan bahwa intuisi adalah jawaban spontan yang didasarkan pada "konstelasi luas pengalaman masa lalu, pengetahuan, keterampilan, persepsi dan perasaan." Weintraub (1998) mengatakan bahwa intuisi merupakan kecerdasan tersembunyi yang ditampilkan secara spontan pada saat seseorang

(18)

memutuskan untuk menyelesaikan masalah. Menurut Fischbein (1987) intuisi adalah aktivitas mental yang spontan dan segera, berdasarkan pada struktur skemata tertentu. Ada dua jenis intuisi yang dikategorikan oleh Fischbein yaitu intuisi untuk memahami masalah yang disebut dengan afirmatory dan intuisi untuk menyelesaikan masalah yang disebut dengan antisipatory. Dalam pemecahan masalah, kedua jenis ini harus berjalan, sehingga memperoleh hasil yang maksimal.

Pemecahan masalah matematika merupakan bagian penting dari proses pembelajaran matematika. Pemecahan masalah memungkinkan siswa menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimilikinya. Pemecahan mesalah membutuhkan kemampuan berpikir tinggi. Untuk memecahkan masalah matematika dapat dilakukan dengan cara berpikir analitik, dapat juga dengan cara berpikir intuitif. Usodo (2011) mengatakan bahwa berpikir intuitif berperan penting dalam pemecahan masalah matematika, karena dengan intuisi siswa mempunyai gagasan kreatif dalam memecahkan masalah matematika. Banyak siswa pandai dalam menyelesaikan soal matematika sering menggunakan cara-cara yang cerdas, sehingga memberikan jawaban yang singkat dan akurat. Gagasan kreatif ini sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 yang mewajibkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran matematika.

Tulisan ini emberikan gambaran tentang munculnya intuisi pada pembelajaran matematika sekolah dan meningkatkan kesadaran guru akan pentingnya intuisi dari setiap siswa agar mereka terlatih untuk bersaing dalam penyelesaian masalah selain cara analitik formal dan agar siswa dapat menemukan dengan cara mereka sendiri.

PEMBAHASAN

Berpikir adalah aktivitas mental, akibat dari adanya informasi (internal ataupun external), untuk menemukan jawaban. Menurut Solso (2012) berpikir adalah proses aktif membentuk representasi mental baru, melalui transformasi informasi pada interaksi mental yang mencakup pertimbangan, pengapstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan. Proses berpikir dapat digolongkan ke dalam berpikir analitik dan berpikir non-analitik atau yang disebut dengan berpikir intuitif. Sulastri (2008) mengatakan bahwa pola berpikir manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan terdapat dua cara, yaitu; cara analitik berupa penalaran dan cara non analitik berupa intuisi. Berpikir intuitif dapat dijadikan sebagai penentu hipotesa untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya, dan untuk pembuktiannya digunakan berpikir analitik. Menggunakan kedua cara berpikir secara terpadu akan menghasilkan pengetahuan yang lebih bermakna. Berikut tabel ciri berpikir analitik dan berpikir intuitif.

Tabel 1. Ciri Berpikir Intuitif dan Analitik Berpikir Analitik Berpikir intuitif

 Mengikuti aturan, pola, langkah-langkah penyelesaian.

 Menggunakan rumus, dalil, teorema, dsb

 Penilaian pada proses dan hasil

 Pikiran yang munculnya spontan, berasal dari; feeling, prediksi, menebak, perkiraan, ataupun indera ke enam.

 Jawaban langsung

 Penilaian kebenaran hasil

Berpikir analitik menggunakan logika formal, sedangkan berpikir intuitif menggunakan pemikiran spontan. Berpikir dalam penelitian ini berhubungan dengan intuisi pada siswa. Berpikir intuitif adalah adalah aktivitas mental subjek saat menghadapi masalah, sehingga memunculkan ide jawaban spontan sebagai perkiraan benar dalam pemecahan masalah matematika.

Proses berpikir terjadi pada otak manusia. Otak manusia terdapat 3 bagian, yaitu otak kiri, otak tengah dan otak kanan. Beberapa ahli telah meneliti tentang letak proses berpikir pada otak manusia, termasuk berpikir intuitif. Otak kiri lebih menekankan cara berpikir analitik, otak kanan lebih menekankan cara berpikir imajinatif sedangkan berpikir intuitif terletak pada otak tengah. Wikipedia (2014) menuliskan bahwa otak tengah, juga disebut mesencephalon, yaitu daerah kecil dari otak yang berfungsi sebagai pusat refleks visual, pendengaran, dan motor sistem informasi. Otak ini memutuskan bagaimana harus bertindak dalam menanggapi informasi sensorik yang diterimanya. Oleh karena itu langkah pertama dari otak ini yang menentukan bagaimana orang bereaksi terhadap apa yang mereka lihat dan mereka dengar.

(19)

Berikut gambar bagian berpikir intuitif pada otak:

Gambar 1. Bagian Berpikir Intuitif pada Otak

Dari gambar otak terlihat bahwa arah panah nomor 2 menunjukkan otak tengah ukurannya sangat kecil, namun memiliki manfaat yang tidak kalah penting dengan fungsi otak kiri dan otak kanan. Berhubungan dengan bagian otak tengah, jika suatu pertanyaan yang diberikan kepada seseorang maka orang tersebut secara refleks akan menjawab apa yang ditanyakan kepadanya. Hal ini adalah cara berpikir intuitif, karena orang tersebut akan menjawab sesuai dengan pikiran yang munculnya secara spontan/tiba-tiba untuk menjawab pertanyaan tersebut, begitupun jika ia melihat suatu objek, misalnya sebuah kotak berbentuk segiempat. Jika ditanya kepadanya ada berapa sudut dalam kotak tersebut? Tentu saja orang tersebut secara spontan menjawab 8, tanpa menghitungnya terlebih dahulu, dan ini adalah jawaban intuisi.

Menurut pendapat Skemp (1982) intuisi merupakan sesuatu yang pertama muncul di pikiran seseorang ketika berhadapan dengan lingkungan external. Berpikir intuitif dapat digambarkan sebagai suatu situasi yang bermula dari lingkungan external yang masuk ke reseptors, kemudian diproses pada pikiran seseorang, lalu hasil proses menuju ke efektor dan kembali ke lingkungan external. Berikut skema proses berpikir intuitifnya:

. Gambar 2. Proses Berpikir Intuitif (Skemp:1982)

Sesuai pendapat Skemp di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses berpikir intuitif bermula dari lingkungan external berupa informasi masalah, yang masuk ke pikiran seseorang melalui panca indera, lalu diproses di pikiran/otak untuk membuat solusi penyelesaian masalah. Solusi tersebut masuk ke effectors lalu kemambali ke lingkungan

external berupa jawaban spontan. Intuisi yang dihasilkan oleh seseorang dapat diketahui melalui penglihatan dan pendengaran.

Dari teori tentang tentang intuisi dan kajian empiris di lapangan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa intuisi sebagai ide yang muncul di pikiran siswa sebagai perkiraan benar sehingga menghasilkan jawaban spontan, saat yang bersangkutan menghadapi masalah, dalam pemecahan masalah matematika. Intuisi sering digambarkan sebagai jenis berpikir spontan (Fischbein 1987) yang "diterima langsung dari keyakinan individu ketika informasi dikaitkan dengan pengalaman sebelumnya, intuisi bersifat subjektif, keyakinan kebenaran pribadi dan karenanya, mungkin tidak identik dengan keyakinan orang lain”.

(20)

Berpikir intuitif yang menghasilkan jawaban spontan dalam penelitian ini memiliki dua sifat; yaitu spontan yang munculnya tiba-tiba berdasarkan feeling, namun benar dan tidak perlu bukti formal dan spontan sebagai pemicu atau spontan yang munculnya sudah dikaitkan dengan pengetahuan siswa sebelumnya sehingga melengkapi pembuktian formal. Contoh intuisi yang tidak perlu pembuktian formal misalnya berapa derajat besar sebuah sudut siku-siku? Jawaban intuisinya adalah 900, dan ini tidak perlu dibuktikan kembali. Berikut contoh intuisi sebagai pemicu atau intuisi yang berkelanjut kepada pembuktian formal, misalnya diketahui barisan bilangan; 1,3,5,..., bilangan berapakah suku ke 5? Jawaban spontannya adalah 9. Tetapi apakah benar 9? Ini perlu dibuktikan kembali dengan analisis formal, yaitu menggunakan rumus (2n-1). Jika n = 5, maka diperoleh (2.5-1) = (10-1) = 9. Berikut ide spontan dalam tulisan ini:

BERPIKIR INTUITIF DALAM MATEMATIKA

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang memiliki struktur bangunan yang ketat, terdiri atas aksioma, definisi, aturan dan teorema dengan suatu struktur logika (Taplin, 2010). Berpikir matematika diproduksi melalui proses analisis formal didasarkan pada logika dan bukti matematika. Selain itu juga menggunakan prosedural penyelesaian langkah demi langkah. Sedangkan berpikir intuitif merupakan pemikiran non analitik. Menurut Voskoglou (2006) intuisi dan formalitas dalam matematika sangat berperanan penting dalam penyelesaian masalah. Matematika formal didefinisikan secara ketat dan melalui teorema-teorema terkait. Berpikir intuitif sangat diperlukan jika siswa mengalami kendala dalam proses pembuktian formal untuk memperoleh jawaban atas masalah yang dihadapi.

Contoh 1. Diberikan dua garis berpotongan pada gambar di bawah ini. Apakah dua sudut yang bertolak belakang mempunyai besar sudut yang sama?

Gambar 3. Dua Garis Berpotongan

Jawaban langsung adalah dua sudut yang bertolak belakang mempunyai besar sudut yang sama, karena kebenaran kesamaan dua sudut tersebut adalah self evident. Jadi jawaban tersebut adalah intuisi.

Berikut pengkajian berpikir intuitif, mula-mula diberikan suatu masalah matematika, kemudian siswa diharapkan menjawab spontan pada pemecahan masalah tersebut. Jawaban spontan yang dihasilkan memiliki alur berpikir intuitif Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

(21)

Gambar 4. Dua Alur Proses Berpikir Intuitif dalam Pemecahan Masalah Matematika Keterangan:

1. Alur berpikir yang terdapat dalam lingkaran berwarna biru adalah proses pemecahan masalah matematika dengan intuisi Intrinsik, sampai memperoleh hasil pemecahan masalah.

2. Alur berpikir yang terdapat dalam lingkaran berwarna hitam adalah proses pemecahan masalah matematika dengan intuisi Intervensi, sampai memperoleh hasil pemecahan masalah.

Kedua alur proses pemecahan masalah yang dihasilkan tersebut, merupakan hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya dengan menyelesaikan masalah matematika. Jika siswa menjawab spontan, pertanyaan selanjutnya alur manakah yang dilewatinya? Apakah melalui intuisi intrinsik ataukah melalui intuisi intervensi

Dalam tulisan ini untuk menyimpulkan bahwa jawaban spontan berupa ungkapan, dan tulisan, siswa dalam pemecahan masalah matematika mengikuti alur berpikir intuitif di atas, dengan menggunakan 2 komponen berpikir intuitif. Berikut hasil yang diperoleh peneliti dalam ujicoba soal pemecahan masalah matematika. Masalah yang diberikan adalah:

Diketahui sebuah persegi seperti pada gambar berikut!

Jawaban spontan Antariksa: Ya. Segitiga AEB adalah sama sisi. Ini adalah jawaban intuisi, namun harus dibuktikan kebenarannya dalam penyelesaian soal tersebut. Berikut buktinya:

Dari gambar di samping, ABCD adalah persegi. Apakah segitiga AEB sama sisi?

Gambar

Gambar 7. Struktur Masalah “Kepuasan Pelanggan di Restauran” Berdasarkan Jawaban Panji  Keterangan
Gambar 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru
Gambar 4 . Hasil Pekerjaan Siswa  PEMBAHASAN
Gambar 4. Dua Alur Proses Berpikir Intuitif  dalam  Pemecahan Masalah Matematika  Keterangan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(1) Seksi Penguatan Lembaga Rehabilitasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan P4GN,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan

Materi pelatihan merupakan muatan wajib yang digunakan oleh nara sumber, instruktur nasional dan kepala sekolah serta pengawas sekolah sasaran dalam meningkatkan kompetensi

Kelompoktani Gunung Harja sebagai besar termasuk dalam kategori dgress of citizen control ( placation, citizen control, dan delegated power) sebanyak 16 orang atau

membangun persepsi konsumen terhadap suatu produk. Brand Equity sendiri akan memberikan alasan untuk para konsumenya untuk melakukan pembelian dengan berbagai

Misalnya perusahaan pelumas kendaraan bermotor hanya memfokuskan usahanya dalam meningkatkan faktor kualitas dan merek saja, sehingga dengan peningkatan faktor ini

Pembelajaran sejarah menggunakan media berbasis nilai-nilai etika dan moral dalam Serat Wedhatama diharapkan akan: (1) lebih menarik perhatian siswa,