• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abd. Kudratullah, Ipung Yuwono, dan I Nengah Parta Universitas Negeri Malang

abdulkudratullah@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses berpikir siswa SMP tipe

kepribadian ekstrovert dalam menyelesaikan masalah matematika, dan untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa SMP tipe kepribadian introvert dalam menyelesaikan masalah matematika. Jenis penelitian ini adalahdeskriptif kualitatif yang berupaya untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa ditinjau dari tipe kepribadian siswa. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP Laboratorium UM. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes penggolongan tipe kepribadian, tes kemampuan menyelesaikan masalah matematika, dan wawancara. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Subjek penelitian yang memiliki tipe kepribadian yang cenderung ekstrovert mempunyai proses berpikir bersifat unik dan secara umum dapat berkembang dengan membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Subjek penelitian yang memiliki tipe kepribadian yang cenderung introvert mempunyai proses berpikir bersifat unik dan secara umum tidak membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya.

Kata Kunci: proses berpikir, pemecahan masalah matematika, tipe kepribadian

Penyelesaian masalah (problem solving) menjadi sentral dalam pembelajaran matematika (Polya, 1973:5). Hal ini dapat dimaklumi karena penyelesaian masalah dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, penyelesaian masalah melibatkan proses berpikir secara optimal. Dengan pengamatan yang mendalam pada diri siswa, akan disadari adanya berbagai jenis perbedaan, seperti perbedaan kepribadian, perbedaan proses berpikir, dan perbedaan cara belajar.

Suhadianto (2009) mengemukakan bahwa karakteristik kepribadian berpengaruh dalam proses pembelajaran. Pelajaran atau materi dapat dipahami oleh siswa saat siswa dapat berkonsentrasi terhadap apa yang sedang dibahas. Sebelum membuat siswa konsentrasi terhadap materi atau pelajaran yang diberikan, langkah awal yang dilakukan guru adalah mengetahui karakteristik kepribadian siswa. Apabila guru telah berhasil mengetahuinya, maka dengan mudah guru melakukan kegiatan pembelajaran.

Seringkali guru merasa kesal terhadap siswa yang susah diatur, siswa yang banyak bertanya, siswa yang bersikap dingin, siswa yang tidak pernah bertanya, ataupun siswa yang bersikap keras hati, dan sebagainya. Kekesalan guru tersebut pada dasarnya disebabkan oleh ketidaktahuan guru terhadap tipe kepribadian para siswa, sehingga guru merasa kesal dengan sikap siswa yang tidak sesuai dengan keinginan guru, kemudian memarahi, tanpa memahami, dan tanpa memberikan solusi yang sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan siswa (Suhadianto: 2009).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakahproses berpikir siswa SMP tipe kepribadian ekstrovertdalam menyelesaikan masalah matematika.

2. Bagaimanakahproses berpikir siswa SMP tipe kepribadian introvert dalam menyelesaikan masalah matematika.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan proses berpikir siswa SMP tipe kepribadian ekstrovertdalam menyelesaikan masalah matematika.

2. Mendeskripsikan proses berpikir siswa SMP tipe kepribadian introvert dalam menyelesaikan masalah matematika.

Matematika memiliki kehirarkian di antara pokok-pokok bahasannya, yaitu: suatu pokok bahasan tertentu merupakan prasyarat pokok bahasan lainnya. Oleh karena itu, menurut Soedjadi (1999:20) bahwa untuk menguasai matematika, diperlukan cara belajar setapak demi setapak dan berkesinambungan. Pendapat ini bersesuaian dengan pendapat Hudoyo (1990:4) yang mengatakan bahwa dalam matematika, untuk mempelajari konsep B yang berdasarkan konsep A, maka perlu memahami dahulu konsep A. Oleh karena itu, untuk belajar matematika harus dilakukan secara bertahap, berurutan, dan berkesinambungan.

Suherman dkk (2003) menyatakan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan Menengah (SMA dan SMK). Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK.

Masalah adalah suatu situasi atau kondisi (dapat berupa issu/pertanyaan/soal) yang disadari dan memerlukan suatu tindakan penyelesaian, serta tidak segera tersedia suatu cara untuk mengatasi situasi itu. Pengertian “tidak segera” dalam hal ini adalah bahwa pada saat situasi tersebut muncul, diperlukan suatu usaha untuk mendapatkan cara yang dapat digunakan mengatasinya. Sukoriyanto (2001:103) memberikan definisi suatu masalah merupakan kondisi yang mengandung tantangan dan memerlukan tindakan dalam menanganinya tetapi tidak dapat terselesaikan melalui prosedur rutin yang telah diketahui oleh sipenerima tantangan.

Hudojo (1990:5) berpendapat bahwa didalam proses belajar matematika terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika mesti melakukan kegiatan mental. Dalam belajar matematika, seseorang dituntut mempersiapkan mentalnya dalam proses membangun pengetahuan yang disertai tindakan-tindakan konkret melalui penyelesaian masalah. Dengan kata lain, hal utama dalam belajar matematika adalah peningkatan kemampuan untuk berpikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan pengetahuan awal.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

Kepribadian diambil dari terjemahan bahasa Inggris personality dan dari bahasa Latin persona adalah suatu topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan di zaman Romawi. Dari sini, perlahan-lahan, kata persona berubah menjadi satu istilah yang mengacu kepada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, dimana kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang diterimanya itu. Kepribadian juga sering dihubungkan dengan ciri-ciri tertentu yang menonjol pada diri individu. (Jung dalam Feist, J. dan Feist, G., 2010:115).

Menurut Jung (dalam Yusuf, S. dan Nurihsan, J., 2008:74), kepribadian adalah seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Adapun struktur kepribadian manusia terdiri dari 2 dimensi yaitu dimensi kesadaran dan dimensi ketidaksadaran. Dimensi kesadaran berupaya menyesuaikan terhadap dunia luar individu. Adapun dimensi ketidaksadaran berupaya menyesuaikan terhadap dunia dalam individu. Batas kedua dimensi ini tidak tetap, dapat berubah-ubah.

Setiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya. Namun demikian, dalam caranya mengadakan orientasi itu setiap orang berbeda-beda. Berdasarkan atas sikap jiwanya, manusia digolongkan menjadi 2 tipe. Pertama, manusia yang bertipe ekstrovert. Menurut Jung (dalam Feist, J. dan Feist, G., 2010:124), ekstroversi atau orang dengan tipe ekstrovert

mempunyai sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektifnya. Ekstrovert akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya dibandingkan oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung untuk berfokus pada sikap objektif dan menekan pada sisi subjektifnya. Kedua, manusia yang bertipe introvert. Jung (dalam Feist, J. dan Feist, G., 2010:124) memandang bahwa orang yang bertipe introvert mempunyai aliran energi ke arah dalam yang memiliki orientasi subjektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orang-orang dengan tipe ini akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif mereka.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif berdasarkan pada wawancara berbasis tugas (the task-based interview). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam menyelesaikan masalah matematika ditinjau dari tipe kepribadian.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Laboratorium (Lab) Universitas Negeri Malang (UM) Kota Malang. Memilih subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Subjek yang dipilih adalah siswa kelas VIII pada sekolah tersebut. Kelas yang tersedia ada 6 kelas, dipilih 1 kelas yakni kelas VIII A diberikan tes penggolongan tipe kepribadian. Berdasarkan hasil tes kepribadian kemudian memilih 2 subjek penelitian dengan tipe kepribadian yang cenderung ekstrovert (nilai tertinggi) dan 2 subjek penelitian dengan tipe kepribadian yang cenderung introvert (nilai terendah).

Data dalam penelitian ini bersumber dari siswa SMP Lab UM Kota Malang kelas VIII A untuk data tes penggolongan tipe kepribadian. Kemudian 4 siswa yang terpilih setelah tes penggolongan tipe kepribadian untuk tes kemampuan menyelesaikan masalah matematika dan wawancara.

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena peneliti merupakan pengumpul data melalui pengamatan dan wawancara mendalam. Sedangkan instrumen pendukung dalam penelitian ini meliputi: Tes Penggolongan Tipe Kepribadian, Tes Kemampuan Menyelesaikan Masalah Matematika, Wawancara.

Prosedur pelaksanaan penelitian yaitu:

1. Mengadopsi dan membuat instrumen penelitian dan validasi instrumen oleh ahli. 2. Orientasi lapangan dan observasi di sekolah (tempat penelitian).

3. Calon subjek penelitian diberi tes tipe kepribadian, kemudian menetapkan subjek penelitian berdasarkan tipe kepribadiannya, yaitu masing-masing 2 siswa tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

4. Pengumpulan data, meliputi (a) memberikan tes untuk penyelesaian masalah matematika kepada subjek penelitian. Subjek menyelesaikan masalah matematika yang diberikan setelah itu diwawancarai, (b) menganalisis hasil penyelesaian masalah dan wawancara.

5. Teknik triangulasi, peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap guru wali kelas dan guru matematika yang berada di sekitar subjek penelitian.

6. Analisis data, meliputi (a) menganalisis hasil penyelesaian masalah matematika yang diberikan setiap nomor dan (b) menganalisis hasil wawancara.

7. Menyusun deskripsi kemampuan siswa menyelesaikan masalah matematika di SMP Lab UM ditinjau dari tipe kepribadian siswanya.

8. Menyusun laporan akhir. Hasil yang diharapkan adalah memperoleh deskripsi proses berpikir siswa menyelesaikan masalah matematika di SMP Lab UM, ditinjau dari tipe kepribadian siswanya.

Analisis data dilakukan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat keseimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Untuk memperoleh data yang dianalisis maka peneliti akan melakukan validasi ahli terhadap 2 draf instrumen yang telah dirancang yaitu: tes penggolongan tipe kepribadian dan tes penyelesaian masalah matematika. Data hasil penyelesaian masalah matematika dan data hasil wawancara dianalisis deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan pada setiap nomor tugas penyelesaian masalah. Proses analisis dilakukan setelah proses wawancara selesai. Adapun data

hasil wawancara dilakukan dengan langkah: (1) Reduksi data (data reduction), (2) Pemaparan data (data display), (3) Penarikan kesimpula (conclusion) dan verifikasi.

HASIL

Subjek dalam penelitian ini terdiri atas 32 orang yang merupakan siswa kelas VIII A SMP Lab UM dengan status terdaftar pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 atau dengan kata lain siswa aktif belajar. Usia partisipan bergerak dari 13 sampai 15 tahun. Jumlah partisipan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 17 orang dan yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 15 orang.

Tabel 1. Kategorisasi Tipe Kepribadian

Batas Kategori Frekuensi Persentase Kecenderungan

0 ≤ X ≤ 35,38 5 15,63 % Introvert 35,38< X <50,68 22 68,75 % Keduanya X ≥ 50,68 5 15,63 % Ekstrovert Jumlah 32 100 %

Tabel 1 menunjukkan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian 15,63% memiliki tipe kepribadian introvert dan 15,63 % memiliki tipe kepribadian ekstrovert, dan sisanya sebesar 68,75% memiliki tipe kepribadian keduanya, kadang ekstrovert dan kadang introvert. Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa siswa kelas VIII SMP Lab UM memiliki kecenderungan tipe kepribadian yang campuran, kadang ekstrovert dan kadang introvert. Hal ini menunjukkan bahwa usia responden yang berkisar antara 13 sampai 15 tahun kadang masih mengalami kesulitan dalam menentukan sikap dan pandangannya terhadap masalah, sehingga mereka cenderung memiliki kedua tipe kepribadian yang diteliti dalam penelitian ini. Meskipun demikian, siswa yang mempunyai tipe kepribadian campuran tersebut tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Fokus penelitian ini hanya ditujukan pada siswa dengan tipe kepribadian ekstrovert yaitu sebanyak 15,63% dan siswa dengan tipe kepribadian introvert sebanyak 15,63%.

Rekapitulasi hasil pemetaan tipe kepribadian calon subjek penelitian dituangkan pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Pemetaan Tipe Kepribadian Calon Subjek Penelitian Kategori Tipe Kepribadian Banyaknya Responden

Tipe Kepribadian Ekstrovert 5 orang Tipe Kepribadian Introvert 5 orang Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert 10 orang

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 32 siswa yang diambil dari kelas VIII A diperoleh data mengenai siswa dengan tipe kepribadian ekstrovert sejumlah 5 orang dan siswa dengan tipe kepribadian introvert sejumlah 5 orang. Sedangkan ada sejumlah 22 orang siswa yang berada pada kawasan bertipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

PEMBAHASAN

Pada pemilihan subjek dengan memperhatikan tipe kepribadian yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Subjek yang dipilih adalah subjek penelitian yang mempunyai tipe kepribadian yang cenderung ekstrovert (nilai tes kepribadian tertinggi) dan subjek penelitian yang mempunyai tipe kepribadian yang cenderung introvert (nilai tes kepribadian terendah). Dari proses tersebut, terpilih 2 orang ekstrovet (KE1 dan KE2) dan 2 orang introvet (KI1 dan KI2)

Dalam penelitian ini kepada siswa diberikan 2 masalah seperti berikut.

1. Berapa banyak persegi panjang dari semua ukuran yang mungkin berdasarkan susunan persegi pada gambar dibawah ini?

Gambar 1. Struktur Masalah 1

2. Dapatkah anda memotong sebuah pizza berbentuk lingkaran kedalam 11 potongan dengan empat kali potongan langsung?

Struktur Masalah 2

Gambar 2. Struktur Masalah 2 Subjek Tipe Kepribadian Ekstrovert (KE)

Struktur Berpikir KE pada Masalah 1

Gambar 3. Struktur Berpikir Subjek KE1 pada Penyelesaian Masalah 1 Setelah Wawancara B4 (B3) Pg3 (B2) Pg1 Pg2 S PP a b R1 PU B2 B3 R2 B4 R4 B5 R3 B6 B7 R5 R4 R7 R4 R6 R4 (B1) S Lkn P L B1 R1 PL B2 B3 R2 R3 S PP a b B1 R1 PU B2 B3 R2 B4 R4 B5 R3 B6 B7 R5 R4 R7 R4 R6 R4

Gambar 4. Struktur Berpikir Subjek KE2 pada Penyelesaian Masalah 1 Setelah Wawancara Struktur Berpikir KE pada Masalah 2

Gambar 5. Struktur Berpikir Subjek KE1 pada Penyelesaian Masalah 2 Setelah Wawancara

Gambar 6. Struktur Berpikir Subjek KE2 pada Penyelesaian Masalah 2 Setelah Wawancara Berdasarkan Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6 tentang struktur berpikir Subjek KE1, KE2pada penyelesaian masalah 1 dan masalah 2 terlihat bahwa Subjek KE1, KE2dengan tipe kepribadian ekstrovert membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Subjek KE1, KE2juga tidak dapat terlepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya dalam menyelesaikan masalah matematika tersebut. Hal ini sejalan dengan Jung (dalam Feist, J. dan Feist, G., 2010:124) yang mengemukakan bahwa sifat dari tipe kepribadian ekstrovert selalu berorientasi pada dunia di luar dirinya sendiri.

Hal ini didukung pula oleh wawancara lanjutan yang dilakukan peneliti terhadap orang-orang yang berada di sekitar Subjek KE1, KE2. Wawancara ini dilakukan terhadap guru

S Lkn P L B1 R 1 PL B2 B3 R2 R3 (B2) Pg2 SG Pg1 S Lkn P L B1 R1 PL B2 B3 R2 R3 Pg1 (B2) Pg2 B2 S PP a b R1 PU (B2) B3 R2 B4 R4 B5 R3 B6 B7 R5 R4 R7 R4 R6 R4 (B1) Pg2 (PU) Pg1 (B2)

matematika, dan guru wali kelas KE1, KE2. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh bahwa Subjek KE1, KE2 mempunyai kecenderungan untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Sesuai dengan kriteria tipe kepribadiannya yang cenderung ekstrovert, Subjek KE1, KE2 tidak dapat lepas dari lingkungan sosialnya. Hal ini membuat Subjek KE1 dan KE2 tidak dapat fokus mengerjakan atau menyelesaikan masalah. Dia cenderung tidak dapat duduk tenang sehingga terkesan terburu-buru dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Teman-teman terdekat dengan Subjek KE1, KE2 mengemukakan bahwa Subjek KE1, KE2merupakan pribadi yang ramai dan cenderung punya banyak teman.

Subjek Tipe Kepribadian Introvert (KI) Struktur Berpikir KI pada Masalah 1

Gambar 7. Struktur Berpikir Subjek KI1 pada Penyelesaian Masalah 1 Setelah Wawancara

Gambar 8. Struktur Berpikir Subjek KI2 pada Penyelesaian Masalah 1 Setelah Wawancara

Struktur Berpikir KI pada Masalah 2

S PP a b R1 PU B2 (B3) R2 (B4) R4 B5 R3 B6 B7 R5 R4 R 7 R4 R 6 R4 (B1) Pg1 Pg2 S PP a b R1 PU B2 B3 R2 B4 R4 B5 R3 B6 B7 R5 R4 R7 R4 R6 R4 (B1) Pg3 B7 Pg2 B1 Pg1

Gambar 9. Struktur Berpikir Subjek KI2 pada Penyelesaian Masalah 2 Setelah Wawancara Berdasarkan Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9 tentang struktur berpikir Subjek KI1, KI2pada penyelesaian masalah 1 dan masalah 2 terlihat bahwa bahwa Subjek KI1, KI2 dengan tipe kepribadian introvert cenderung tidak terpengaruh oleh dunia di luar dirinya dan cenderung tidak membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya, sehingga Subjek KI1, KI2 dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik. Jung (dalam Feist, J. dan Feist, G., 2010:124) mengemukakan bahwa seseorang dengan kecenderungan tipe kepribadian yang introvert akan lebih berorientasi pada dirinya sendiri sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam menyelesaikan masalah matematika yang diberikan. Subjek KI1, KI2 juga cenderung tidak membutuhkan orang lain dan berpikir merupakan sumber energinya.

Hal ini didukung pula oleh wawancara lanjutan yang dilakukan peneliti terhadap orang-orang yang berada di sekitar Subjek KI1, KI2. Wawancara ini dilakukan terhadap guru matematika, dan guru wali kelas Subjek KI1, KI2. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh bahwa Subjek KI1, KI2 mempunyai kecenderungan untuk lebih tenang dan tidak terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini membuat Subjek KI1, KI2 dapat fokus mengerjakan atau menyelesaikan masalah. Teman-teman terdekat Subjek KI1, KI2 juga menilai Subjek KI1, KI2 sebagai pribadi yang tenang dalam bergaul dan menyelesaikan masalah, sehingga terkesan pendiam. Meskipun, ada beberapa teman yang tidak menyukai sifat diamnya ini, tetapi mereka cenderung memuji ketelitian Subjek KI1, KI2 dalam menyelesaikan masalah yang diberikan kepadanya.

KESIMPULAN

Subjek penelitian yang memiliki tipe kepribadian yang cenderung ekstrovert membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Subjek penelitian dengan tipe kepribadian yang cenderung ekstrovert kurang dapat menyelesaikan masalah matematika yang diberikan dengan baik dan tidak dapat mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Hal ini terbukti dengan subjek penelitian dapat memaparkan hal-hal yang diketahui dan ditanyakan dari masalah, tetapi cenderung tidak memperhatikan keseluruhan masalah secara utuh. Subjek penelitian juga mempunyai rencana strategi penyelesaian tetapi terkadang tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Subjek penelitian dapat menyelesaikan masalah dengan baik setelah mendapat tuntunan dari peneliti. Subjek penelitian juga tidak melakukan tahap melihat kembali karena proses penyelesaian masalah matematika yang diajarkan oleh guru tidak sampai pada tahap melihat kembali.

Subjek penelitian dengan tipe kepribadian yang cenderung introvert cenderung tidak terpengaruh oleh dunia di luar dirinya dan cenderung tidak membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya, sehingga Subjek penelitian dengan tipe kepribadian yang cenderung introvert dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik, meskipun belum sepenuhnya mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Hal ini terbukti dengan subjek penelitian dapat memaparkan hal-hal yang diketahui dan ditanyakan dari masalah dan memperhatikan keseluruhan masalah secara utuh dengan baik. Subjek penelitian juga mempunyai rencana strategi penyelesaian dan dapat menyelesaikan masalah dengan baik sendiri, tetapi subjek penelitian tidak dapat melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban yang diberikan karena pola penyelesaian masalah matematika yang diajarkan oleh guru tidak sampai pada tahap melihat kembali.

S Lkn P L B1 R1 PL B2 B3 R2 R3 (B3) Pg1

DAFTAR RUJUKAN

Akina. 2002. Penerapan Pembelajaran Open-Ended untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Memahami Konsep Luas Jajar Genjang pada Kelas VI Sekolah Dasar. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, VIII (2): 139-149.

Arifin, A. 2000. Sekitar Belajar Matematika. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, VI (1): 1-10.

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Ardhana, W, dkk. 2005. Implementasi Pembelajaran Inovatif untuk Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, XI (1): 1-21.

As‟ari A. 2001. Representasi: Pentingnya dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, VII (2): 81-91.

_________. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Mengah Pertama dan Madrasah Tsanawiah, Jakarta: Depdiknas.

Fadly, A. 2012. Pengertian Tentang Seseorang Yang Introvert/Ekstrovert. (Online) (http://www.techforedu.org/2012/10/pengertian-tentang-seseorang-yang.html) Diakses tanggal 25 Pebruari 2013.

Hanamichi. 2012. Apa itu introvert, ambivert dan ekstrovert?. (Online) (http://spesialmedia.com/misteri-dunia/apa-itu-introvert-ambivert-ekstrovert/) Diakses tanggal 25 Pebruari 2013.

Herna. 2010. Karakteristik Berpikir Siswa dalam Pematematikaan Horizontal Melalui Scaffolding. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM.

Hudojo, H.1990. Mengajar Belajar Matematika. LPTK Jakarta: Depdikbud.

Feist, J. dan Feist, G. 2010. Teori Kepribadian (Edisi 7). Jakarta: Salemba Humanika.

Musser, G. L., dkk. 2011. Mathematics For Elementary Teachers A Contemporary Approach Ninth Edition. USA: John Wiley & Sons.

Panjaitan, B. 2011. Abstraksi Reflektif Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pembelajaran Matematika FMIPA UM, I (1): 64-71.

Polya, G. 1973. How to Solve It. Second Edition. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

Rock, D dan Porter, M. K. 2011. “Mathematics Teaching In The Middel School.”The National Council Of Teachers Of Mathematics Inc. 16 (5): 270-271.

Rohaeti, E. E. 2011. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa pada Pembelajaran Matematika untuk Menjadikan Siswa Individu yang Mandiri dalam Konstelasi Masyarakat Global. Jurnal Pembelajaran Matematika FMIPA UM, I (1): 88-98.

Siswono, T.Y.E. dan Kurniawati, Y. 2005. Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa Dalam Pengajuan Masalah Dengan Informasi Gambar: Penerapan Model Wallas. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, XI (1): 52-67.

Slavin, R. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Edisi Kedelapan (Jilid 1). Jakarta: PT Indeks.

Soedjadi, R. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Subanji. 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovarasional Pseudo Dalam Mengkonstruksi Grafik Fungsi Kejadian Dinamika Berkebalikan. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sunardi. 2000. Hubungan Tingkat Berpikir Siswa dalam Geometri dengan Kemampuan Siswa dalam Geometri. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, VI (2): 35-47. Sukoriyanto. 2001. Langkah-langkah dalam Pengajaran Matematika dengan Menggunakan

Penyelesaian Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya FMIPA UM, VII (2): 103-111.

Suhadianto. 2009. Pentingnya Mengenal Kepribadian Siswa untuk Meningkatkan Prestasi. (http://suhadianto.blogspot.com/2009/020pentingnya-mengenal-kepribadian -siswa.html). Diakses tanggal 9 Desember 2012.

Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

Yusuf, S. dan Nurihsan, J. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.

PENERAPAN STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN

Dokumen terkait