• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMP AHMAD YANI DITINJAU DARI TINGKAT PEMAHAMAN PADA TAKSONOMI SOLO

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan ini terjadi dalam dua siklus. Pada siklus I diberikan dua tindakan selama dua pertemuan, sedangkan pada siklus II diberikan empat tindakan yang terjadi dalam enam pertemuan. Tindakan yang diberikan pada siklus I belum berhasil. Beberapa hal yang menjadikan kegagalan dalam memberikan tindakan pada siklus I menjadi bahan refleksi peneliti bersama obsever dan siswa. Berikut disajikan hasil refleksi selama pemberian tindakan pada siklus I.

Hasil observasi kegiatan guru pada pertemuan pertama mencapai prosentase skor hasil observasi (Po) sebesar 44%. Menurut kriteria penarikan kesimpulan terhadap hasil observasi, prosentase ini berada pada kriteria tidak baik. Pada pertemuan kedua, prosentase skor hasil observasi (Po) kegiatan guru sebesar 79%. Menurut kriteria penarikan kesimpulan terhadap hasil observasi, prosentase ini berada pada kriteria baik.

Pada pertemuan pertama, prosentase skor hasil observasi (Po) kegiatan guru tidak mencapai kriteria keberhasilan penelitian yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan tindakan yang diberikan oleh guru tidak maksimal. Beberapa kegiatan pembelajaran yang berlangsung tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun seperti 1) kegiatan pembelajaran di beberapa tahap melebihi alokasi waktu yang ditentukan, 2) instruksi yang diberikan oleh guru untuk melakukan kegiatan yang berada pada tahap experiencing dan applying sehingga siswa tidak melakukan kegiatan dengan maksimal, dan 3) kegiatan presentasi yang dirancang tidak membuat siswa saling bertukar pendapat mengenai ide-ide matematika yang dimiliki.

Berdasarkan jawaban yang diberikan siswa pada kuis 1 dan 2, didapatkan hasil analisis terhadap pemahaman siswa ditinjau dari taksonomi SOLO. Secara rinci, berikut disajikan tabel 1 hasil rekapan hasil yang diperoleh siswa pada kuis 1 dan 2:

Tabel 1. Rekapan hasil kuis 1 dan 2

Kuis ke N Spmk Ppmk Keterangan

1 15 9 60% Delapan siswa meningkat ke unistructural.

Satu siswa meningkat ke multistructural. 2 15 8 53% Empat siswa meningkat ke unistructural.

Tiga siswa meningkat ke multistructural.

Satu siswa meningkat ke extended abstract.

Keterangan:

N : banyak siswa

Spmk : banyak siswa yang pemahamannya meningkat

Ppmk : prosentase banyak siswa yang pemahamannya meningkat

Berdasarkan hasil observasi kegiatan guru pada pertemuan 1, didapatkan bahwa kegiatan guru berada pada kriteria tidak baik. Selain itu, prosentase pemahaman matematika siswa yang meningkat (𝑃𝑝𝑚𝑘) belum mencapai 60% atau lebih pada pertemuan 2. Dapat disimpulkan, pembelajaran yang terjadi pada siklus ini tidak memenuhi kedua kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Sehingga pembelajaran dengan strategi REACT untuk meningkatkan pemahaman matematika siswa dilanjutkan ke siklus berikutnya. Pembelajaran pada siklus selanjutnya dilaksanakan dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang ditemukan selama pembelajaran di siklus pertama. Adapun kekurangan yang ditemukan pada pembelajaran siklus I beserta rencana perbaikan untuk digunakan pada pembelajaran siklus II disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2. Deskripsi kekurangan yang ditemukan pada pembelajaran siklus I beserta rencana perbaikan untuk digunakan pada pembelajaran siklus II

No Kekurangan Perbaikan

1 Kegiatan pembelajaran pada setiap tahap REACT melebihi alokasi waktu yang ditentukan.

Merancang kegiatan pembelajaran supaya dapat terlaksana secara tepat waktu.

2 Kegiatan diskusi pada tahap experiencing dan applying tidak terlaksana secara maksimal.

Merancang kegiatan diskusi sehingga dapat berjalan dengan maksimal.

3 Kegiatan saling bertukar pendapat berupa presentasi tidak membuat siswa saling bertukar pendapat mengenai ide-ide matematika yang dimiliki.

a. Mendesain kegiatan diskusi kelompok yaitu, siswa bekerjasama dengan anggota kelompok dalam memahami dan menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.

b. Mendesain kegiatan presentasi yang dilakukan oleh salah satu kelompok dimana kelompok lain memberikan tanggapan maupun pertanyaan. 4 Beberapa kegiatan di LKS membuat

siswa menemui kesulitan untuk melaksanakannya.

Merancang serangkaian kegiatan yang mempermudah siswa melakukan kegiaatan tersebut..

Berdasarkan tabel 2 nomor 2 dan 3 disusun RPP sesuai rencana perbaikan yang telah dirancang. Selain itu, berdasarkan tabel 6 nomor 1 dan 4, peneliti akan menyusun kegiatan pembelajaran sesuai rencana perbaikan yang telah dirancang.

Petikan hasil pemberian tindakan pada siklus II

Penerapan strategi REACT diawali siswa dengan melakukan kegiatan 7.1 yang berada pada tahap relating.Pada kegiatan ini, siswa menentukan panjang 𝐴𝐶 dan 𝐵𝐶 pada lingkaran O. Pada awalnya, siswa mengamati keliling lingkaran O. Setelah itu, siswa menduga bahwa panjang 𝐴𝐶 adalah ¼ dari keliling lingkaran O dan panjang 𝐵𝐶 ½ dari keliling lingkaran O.

Kegiatan selanjutnya adalah, siswa diminta melakukan kegiatan 7.2 yang berada pada tahap experiencing. Pada kegiatan ini, siswa masih berkelompok untuk menentukan rumus umum panjang busur suatu lingkaran. Dalam menentukan rumus umum panjang busur, misalnya panjang 𝐷𝐶 , diberikan busur 𝐴𝐶 dan 𝐵𝐶 . Proses menentukan rumus umum tersebut diawali siswa dengan menentukan panjang 𝐴𝐶 dan 𝐵𝐶 . Dari kegiatan 7.1, telah didapatkan panjang 𝐴𝐶 = ¼ dari keliling lingkaran dan panjang 𝐵𝐶 = ½ dari keliling lingkaran. Setelah itu, siswa menyelidiki hubungan ¼ dengan perbandingan 𝑢 ∠𝐴𝑂𝐶360° dan ½ dengan 𝑢 ∠𝐵𝑂𝐶360° . Selanjutnya, siswa mengamati pola yang terbentuk dari beberapa panjang busur yang diberikan untuk menyimpulkan rumus umum panjang busur lingkaran.

Gambar 4. Rincian hasil diksusi siswa dari kegiatan 6.2

Menentukan

Kegiatan siswa selanjutnya adalah melakukan kegiatan 7.3 yang berada pada tahap applying. Dalam kegiatan ini, siswa mengerjakan soal latihan mengenai panjang busur lingkaran secara berkelompok. Dalam menjawab soal tersebut, siswa hanya bisa memberikan aspek-aspek yang terkait dari soal yang diberikan yaitu keliling lingkaran dan perbandingan 𝑢 ∠𝐴𝑂𝐵360° . Kaitan antara dua aspek tersebut tidak dihubungkan secara jelas untuk menentukan panjang 𝐴𝐵 . Akibatnya siswa juga tidak dapat menentukan panjang busur 𝐶𝐷 dalam upaya memperluas pemahamannya.

Selanjutnya, siswa diminta oleh guru melakukan kegiatan presentasi. Salah satu kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok lain menanggapi. Kegiatan ini berada pada tahap cooperating. Siswa saling mengutarakan pendapat antar kelompok. Tetapi, kegiatan ini tidak terlaksana karena tidak ada kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi.

Kegiatan siswa selanjutnya adalah, melakukan kegiatan 7.5 secara individu. Pada kegiatan ini, siswa mengerjakan soal mengenai panjang busur lingkaran pada konteks baru melalui kuis 7. Konteks baru yang dimaksudkan disini adalah panjang busur lingkaran digunakan dalam menentukan keliling daerah yang diarsir dan tidak diarsir pada lingkaran O yang diberikan. Dalam menjawab soal pada kuis 7, siswa hanya dapat menggunakan satu aspek terkait untuk menjawab soal yang diberikan, yaitu keliling lingkaran. Siswa tidak dapat menunjukkan kemampuan menggunakan aspek terkait lain yaitu panjang 𝑅𝑃 . Selain itu, siswa juga tidak dapat mengkaitkan aspek-aspek tersebut untuk menjawab soal nomor 3 tentang keliling daerah yang tidak diarsir. Sebagai akibatanya, aspek lain yang masih terkait dengan soal yang diberikan yaitu keliling daerah yang diarsir tidak tercermin pada jawaban siswa nomor 4. Ditinjau dari taksonomi SOLO, pemahaman matematika siswa tersebut berada pada tingkat unistructural. Hal ini menandakan bahwa pemahaman matematika siswa meningkat.

Pada pertemuan ini, kegiatan guru menerapkan pembelajaran dengan strategi REACT diamati oleh seorang observer. Pengamatan yang dilakukan berpedoman pada lembar observasi kegiatan guru 7. Hasil pengamatan menunjukkan prosentase hasil observasi (Po ) terhadap kegiatan guru adalah 88%. Hasil observasi kegiatan guru pada pertemuan pertama sampai pertemuan keenam disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3. Rekapan hasil observasi kegiatan guru siklus II Pertemuan ke Prosentase skor hasil observasi Keterangan

1 100% Sangat baik 2 100% Sangat baik 3 88% Sangat baik 4 100% Sangat baik 5 85% Sangat baik 6 88% Sangat baik

Berdasarkan jawaban yang diberikan siswa pada kuis 4, 5, 6 dan 7, didapatkan hasil analisis terhadap pemahaman siswa ditinjau dari taksonomi SOLO. Adapun rekapan hasil yang diperoleh siswa pada kuis 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Rekapan hasil kuis 4, 5, 6 dan 7 Kuis ke N Spmk Ppmk Keterangan

4 13 11 85% Enam siswa meningkat ke unistructural.

Lima siswa meningkat ke multistructural. 5 13 9 69% Sembilan siswa meningkat ke multistructural. 6 15 9 60% Delapan siswa meningkat ke unistructural.

Satu siswa meningkat ke multistructural. 7 14 11 79% Lima siswa meningkat ke unistructural.

Enam siswa meningkat ke multistructural.

Berdasarkan hasil observasi kegiatan guru selama pembelajaran di siklus II, didapatkan kegiatan guru berada pada kriteria baik atau sangat baik. Prosentase banyaknya siswa yang pemahamannya meningkat secara klasikal (𝑃𝑝𝑚𝑘) mencapai 60% atau lebih. Dengan demikian,

dapat disimpulkan pembelajaran dengan strategi REACT telah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.

PEMBAHASAN

Kegiatan diskusi diawali oleh siswa dengan mengkaitkan materi yang dipelajari dengan membaca informasi mengenai kaitan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari (relating). Hal ini sesuai dengan pendapat CORD (1999: 4) yang mengemukakan bahwa kejadian dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan informasi baru untuk kemudian diserap. Tetapi, pembelajaran yang terjadi memperlihatkan kebanyakan siswa hanya membaca saja informasi-informasi pada kegiatan yang dirancang di LKS. Siswa tidak dapat menyerap aspek-aspek penting pada informasi tersebut untuk mengkaitkan informasi tersebut dengan materi yang dipelajari. Hal ini dimungkinkan tidak semua materi prasyarat di desain pada kegiatan mengkaitkan (relating) karena pada kegiatan ini difokuskan pada materi prasyarat yang terdekat dengan materi yang dipelajari. Padahal kegiatan mengkaitkan (relating) ini merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat (Crawford, 2001: 1). Sejalan dengan itu, Thompson, R. A & Zamboga, B. L (2004: 782) mengungkapkan bahwa pengetahuan prasyarat mempengaruhi pembelajaran baru. Lebih lanjut Thompson, R. A & Zamboanga, B. L (2004: 782) berpendapat pengetahuan prasyarat merupakan predictor penting dari kesuksesan pembelajaran.

Kegiatan selanjutnya adalah menemukan konsep dasar (experiencing) dari materi yang dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat CORD (1999: 4) yang menjelaskan bahwa experiencing merupakan kegiatan mengeksplorasi, menemukan dan menciptakan. Sejalan dengan pendapat Crawford (2001: 5) yang mengemukakan bahwa experiencing adalah belajar dengan mengalami. Tetapi pada kenyataannya, siswa menemukan beberapa kesulitan dalam menemukan konsep dasar. Hal ini dikarenakan kegiatan mengkaitkan yang berjalan tidak maksimal, sehingga pemahaman tidak segera didapatkan (Crawford, 2001: 1). Hal senada diungkapkan Alexander & Judy, 1988; committee on developments in the science of learning, National Research Council, 1999;Docy et al., 1999 (dalam Thompson, R. A & Zamboanga, B. L, 2004: 778) bahwa jika pengetahuan prasyarat tidak akurat, tidak lengkap atau tidak siap dapat menjadi penghambat memahamai atau mempelajari informasi baru.

Pada kegiatan inti selanjutnya, siswa menerapkan konsep dasar pada soal latihan (applying). Crawford (2001: 8) mengungkapkan bahwa untuk dapat mendorong munculnya pemahaman siswa perlu diberikan soal latihan yang relavan dengan konsep dasar yang dipelajari. Tetapi, pada kenyataannya pemberian soal yang relevan dengan konsep dasar tidak cukup untuk memunculkan pemahaman siswa. Hal ini dimungkinkan materi prasayarat yang dimiliki siswa tidak memadai.

Dalam melaksanakan kegiatan diskusi, siswa saling berbagi pendapat, memberi tanggapan dan mengkomunikasikannya dengan anggota kelompok. Menurut Crawford (2001: 11) kegiatan ini dinamakan cooperating agar kegiatan yang terkadang tidak dapat dikerjakan secara individu dapat diselesaikan bersama anggota kelompok. Pada pembelajaran yang terjadi, masih ditemui siswa bekerja secara individu. Hal ini dimungkinkan 1) siswa terlalu mempercayai pendapatnya yang terkadang kurang tepat, 2) desain kegiatan cooperating yang tidak mengajak siswa untuk mempertimbangkan pendapat teman dalam kelompok dan 3) siswa hanya menyalin hasil kerja teman dalam kelompok.

Kegiatan mengkaitkan (relating), menemukan konsep dasar (experiencing) dan menerapkan konsep dasar (applying) dilakukan siswa di kelompok-kelompok kecil. Pada kegiatan tersebut, siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan di LKS dengan berdiskusi dengan anggota kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat CORD (1999: 24) yang mengemukakan bahwa siswa bekerja dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diskusi. Namun dalam melakukan kegiatan diskusi, siswa masih membutuhkan pertanyaan-pertanyaan pancingan untuk menjawab beberapa pertanyaan. Crawford (2001: 8) berpendapat bahwa scaffolding perlu diberikan oleh guru untuk membantu siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang rumit (complex).

Kegiatan diskusi pada kelompok-kelompok kecil menemui hambatan dalam hal penguasaan siswa terhadap pengetahuan prasyarat. Pengetahuan prasyarat yang tidak memadai tidak memaksimalkan kegiatan mengkaitkan (relating), (experiencing) dan (applying). Hal ini

didukung pendapat Crawford (2001: 5) yang menjelaskan bahwa salah pengertian mengenai pengetahuan prasyarat dapat menjadi hambatan mendapatkan hasil.

Kegiatan inti menerapkan konsep dasar pada konteks baru (transferring) digunakan peneliti untuk mengases pemahaman matematika siswa. Menurut Crawford (2001: 14) transferring merupakan strategi pembelajaran dimana pengetahuan digunakan dalam konteks baru atau situasi yang belum tercakup pada kegiatan pembelajaran sebelumnya. Pada kegiatan ini, asesmen terhadap pemahaman matematika siswa secara individu dilakukan. Beberapa soal yang diberikan pada kegiatan ini adalah sebagai berikut:

Diketahui

A = {eyang Toni, eyang Roni} B = {Lisa, Tio, Wulan, Andi}

1. Nyatakan relasi dari himpunan A ke himpunan B yang aturannya “kakek dari” kedalam diagram panah, selanjutnya, apakah relasi dari himpunan A ke himpunan B dengan aturan “kakek dari” merupakan fungsi? berikan alasan dari jawaban kamu.

2. Nyatakan relasi dari himpunan A ke himpunan B yang aturannya “memiliki cucu perempuan bernama” kedalam diagram panah, selanjutnya, apakah relasi dari himpunan A ke himpunan B dengan aturan “memiliki cucu perempuan bernama” merupakan fungsi? berikan alasan dari jawaban kamu

3. Tentukan fungsi dari himpunan A ke himpunan B, selain yang sudah ada pada pertanyaan sebelumnya

Jawaban yang diberikan menunjukkan, siswa hanya dapat menggunakan satu aspek penting saja untuk menjawab soal yang diberikan. Aspek tersebut yaitu diagram panah relasi dari suatu himpunan ke himpunan lain. Siswa menggambar diagram panah dari relasi “satu kurangnya dari” dan “empat kurangnya dari” saja seperti pada petikan hasil kerja siswa berikut:

Gambar 5. Siswa mengulang “kesalahan yang sama” dalam menjawab suatu tugas yang diberikan Siswa hanya dapat mengingat satu aspek saja yaitu diagram panah relasi dari suatu himpunan ke himpunan lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Hsu ( 2013: 397) yang mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tanpa adanya keterkaitan antar konsep, siswa hanya mengingat penggunaan aspek-aspek tertentu.

Dalam mengkaitkan antar aspek yang dibutuhkan untuk menjawab soal nomor 1 dan 2, siswa melakukan kesalahan. Kesalahan tersebut dikarenakan siswa tidak dapat membedakan fungsi dan bukan fungsi. Kesalahan juga tercermin pada jawaban siswa dari soal nomor 3 yang mengkategorikan “lima kurangnya dari” ke dalam salah satu fungsi dari himpunan A ke B. Padahal, “lima kurangnya dari” bukan fungsi dari himpunan A ke B. Kesalahan siswa menggunakan konsep fungsi dan bukan fungsi berulang dari nomor 1, 2 berlanjut ke nomor 3. Kejadian ini sesuai dengan observasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Lannin, J. K, Barker, D. D & Townsend, B. E (2007: 57) yang mengatakan bahwa beberapa siswa mengulang “kesalahan yang sama” di beberapa kesempatan.

Jawaban tersebut sekaligus menunjukkan siswa dapat meningkatkan pemahamannya, tetapi hanya meningkat satu tingkat yaitu dari prestructural ke unistructural.

Soal yang diberikan pada kegiatan ini merupakan soal yang terlalu kompleks sehingga memungkinkan menjadi salah satu sebab kebosanan siswa untuk menjawab soal. Kekompleksan ini nampak pada lembar kegiatan siswa 2 kegiatan 2.4 nomor 1 dan 2. Dalam satu nomor pada kegiatan 2.4 tersebut, siswa diminta untuk 1) menyatakan secara tertulis salah satu relasi dari himpunan A ke B ke dalam diagram panah, 2) memutuskan apakah relasi tersebut merupakan fungsi atau bukan fungsi, dan 3) menyatakan secara tertulis alasan mengapa suatu relasi dari himpunan A ke B merupakan fungsi atau bukan fungsi.

Untuk mengatasi kekompleksan suatu tugas, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menyusun tugas dalam bentuk diagram/grafik. Hal ini sesuai dengan pendapat Schorr, R. Y & Goldin, G. A (2008: 136) yang menjelaskan bahwa siswa dapat mengeksplor ide-ide kompleks menggunakan dinamik grafik dengan sedikit kompleksitas perhitungan. Sejalan dengan itu, Janvier et al (dalam Lowrie, T, Diezmann, C. M, & Logan, T, 2012: 170) mengatakan bahwa representasi grafik khusus seperti peta, diagram, grafik dan bagan merupakan ekspresi konsep-konsep matematika yang bertindak sebagai “stimuli pada kepekaan” untuk membantu seseorang memahami ide-ide kompleks. Lebih lanjut Arcavi (dalam Lowrie, T, Diezmann, C. M, & Logan, T, 2012: 170) mengungkapkan bahwa grafik menyediakan kesempatan untuk membeberkan data dalam cara yang lebih tepat, memungkinkan pembaca “melihat” cerita yang diuraikan dalam representasi grafik tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan peneliti pada penelitian ini, dapat disimpulkan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman matematika siswa adalah sebagai berikut. Pada tahap relating secara berkelompok siswa mengkaitkan materi yang dipelajari dengan menjawab soal yang disajikan menggunakan representasi grafik/gambar/diagram. Kegiatan siswa selanjutnya pada tahap experiencing adalah secara berkelompok menjawab bagian-bagian yang belum lengkap dari suatu paragraf untuk menemukan konsep dasar. Pada tahap applying, secara berkelompok, siswa menjawab soal latihan mengenai konsep dasar yang disajikan dengan memperhatikan aspek-aspek yang terkait. Pada tahap cooperating, siswa berdiskusi dengan sesama teman dalam kelompok kecil dan presentasi kelas. Pada tahap transferring, siswa menjawab soal secara individu yang disaijikan dengan memperhatikan aspek-aspek yang terkait dari soal tersebut.

Guru memberikan bimbingan selama kegiatan diskusi pada tahap relating, experiencing dan applying. Bimbingan yang diberikan berupa penjelasan maksud soal-soal yang belum dipahami atau memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan. Pertanyaan-pertanyaan pancingan diberikan karena siswa memiliki pemahaman yang kurang memadai terhadap materi prasyarat. Sehingga, bimbingan diberikan pada setiap kegiatan secara berurutan.

Dalam kegiatan pembelajaran dengan strategi REACT yang terlaksana, terdapat beberapa kekurangan, diantaranya adalah 1) kegiatan cooperating, masih sulit dilakukan siswa. Siswa belum dapat melakukan interaksi antar anggota kelompok, dan 2) Pada tahap transferring, masih dijumpai beberapa siswa melihat pekerjaan teman, tidak sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan, dan lain-lain.

Pada tahap transferring, didapat pemahaman matematika siswa SMP Ahmad Yani meningkat. Ditinjau dari taksonomi SOLO, beberapa siswa dapat meningkatkan pemahamannya dari prestructural ke unistructural. Beberapa siswa lain dapat meningkatkan pemahamannya dari prestructural ke multiistructural. Namun tidak ada siswa yang dapat meningkatkan pemahaman ke tingkat relational. Sedangkan peningkatan dari prestructural ke extended abstract ditemukan pada suatu kuis di siklus I.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, peneliti memberikan saran kepada peneliti selanjutnya untuk mendesain pelaksanaan kegiatan diskusi kelompok kecil dengan aturan yang bervariasi. Selain itu, perlu difokuskan desain kegiatan menerapkan konsep dasar (applying dan transferring) dengan dengan mempertimbangkan kegiatan mengkaitkan (relating) di dalammya. Kegiatan cooperating juga perlu didesain dengan jelas sehingga membuat siswa berinteraksi dengan sesama anggota kelompok maupun antar kelompok.

DAFTAR RUJUKAN

Anghileri, J. 2006. Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education. 9: 33-52.

Crawford, M. L. 2001. Teaching Contextually. Texas: CCI Publishing Inc.

Ghazali, N. H. C & Zakaria, E. 2011. Students‟ procedural and conceptual understanding of mathematics. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 5(7): 684-691.

Hsu, W. M. 2013. Examining the types of mathematical task used to explore the mathematics instruction by elementary school teachers. Science research, 4(6): 396-404.

Lannin, J. K, Barker, D. D & Townsend, B. E. 2007. How Students View The General Nature of Their Errors. Educ Stud Math. 66: 43-59.

Lowrie, T, Diezmann, C. M, Logan, T. 2012. A framework for mathematics graphical task: the influence of the graphic element on student sense making. Math Ed Res J, 24: 169-187. Murray, S. 2011. Declining participation in post-compulsory secondary school mathematics:

students‟ views of and solutions to the problem. Research in Mathematics Education. 13(3): 269 – 285.

Schorr, R. Y & Goldin, G. A. 2008. Students expression of affect in inner-city simcalc classroom. Educ Stud math, 68: 131-148.

Somekh, B. 2006. Action Research: A Metodology For Change and Development. London: Open University Press.

Staples, M. E. 2008. Promoting student Collaboration in a detracked, heterogeneous secondary mathematics classroom. J Math Educ.11: 349-371.

Thompson, R. A & Zamboanga, B. L. 2004. Academic aptitude and prior knowledge as predictors of student achievement in introduction to psychology. Journal of Educational Psychology. 94(4): 778-784.

PENERAPAN PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN

Dokumen terkait