SKRIPSI
Oleh:
Muhammad Nur Ilham I1A116008
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI 2020
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora
Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh:
Muhammad Nur Ilham I1A116008
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI 2020
vi
“Sesungguhnya dibalik kesulitan terdapat kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
“Perhatikan sejarahmu untuk hari esokmu.” (Prof. Ahmad Mansur Suryanegara)
vii
Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil ‘alamin sebagai rasa syukur kepada Allah SWT yang dengan ridho dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Dengan bangga skripsi ini ku persembahkan untuk emak tercinta, Nurul Hidayah dan ayahku Muhammad, serta adikku Muhammad Ferdiansyah Hidayat. Beserta
seluruh keluarga besarku.
Jauza Alifah Meksada yang telah setia menemani dan memberikan semangatnya kepadaku dari awal hingga akhir penulisan skripsi.
Semua teman-temanku di Ilmu Sejarah angkatan 2016, serta seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
Ilham-viii
Puji dan syukur atas hadirat Allah SWT serta Sholawat dan salam selalu kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari masa kegelapan kepada dunia yang terang dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Biografi KH. Abdul Karim Djamak (1926-1996). Sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora.
Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT serta rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membimbing, memberikan semangat serta doa nya sehingga penulis dapat melalui tahapan-tahapan dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D, selaku Rektor Universitas Jambi.
2. Bapak Prof. Dr. rer. nat. H. Asrial, M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.
3. Bapak Dr. Supian, S.Ag., M.Ag, selaku Ketua Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi Universitas Jambi.
4. Bapak Abdurrahman, S.Pd., M.A. selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Jambi.
5. Rasa hormat dan terima kasih penulis ucapkan khusus kepada Bapak Dr. Supian, S.Ag., M.Ag selaku Pembimbing I dan Ibu Selfi Mahat Putri,
ix
6. Tidak lupa pula rasa terima kasih penulis ucapkan kepada para penguji skripsi, Bapak Abdurrahman, S.Pd., M.A, selaku Penguji I, Bapak Nirwan Ilyasin, S.Pd., M.Hum, selaku Penguji II, serta Ibu Denny Defrianti, S.Sos., M.Pd, selaku Penguji III.
7. Serta, seluruh dosen dan staff akademik program studi Ilmu Sejarah Universitas Jambi yang pernah terlibat dalam perkuliahan.
8. Rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah mendidik dan membesarkan terutama Ibu Nurul Hidayah, S.KM, yang telah memberikan semangat dan doanya serta ayah Muhammad yang telah banyak memberikan pelajaran hidup. Terakhir sebagai motivasi kepada adikku Muhammad Ferdiansyah Hidayat.
9. Serta seluruh anggota keluarga besar dari kedua datuk ku M. Rusli. AR. dan H. M. Saman, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
10. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ahmad Zuhdi, M.A, dan seluruh narasumber di Sungai Penuh yang telah bersedia diwawancarai untuk kepentingan penulisan skripsi ini.
11. Terima kasih kepada Yoanda Ahmad Fahrezi dan keluarga yang telah menerima dan menemaniku selama melakukan penelitian di Sungai Penuh.
12. Terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuanganku di Ilmu Sejarah angkatan tahun 2016.
x
sangat dibutuhkan. Apabila terdapat banyak salah tutur kata ataupun kesalahan dalam penulisan gelar serta penyampaian dalam penulisan ini terutama terdapat pihak yang merasa tersinggung dan dirugikan dalam skripsi ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Jambi, November 2020
Penulis,
Muhammad Nur Ilham NIM. I1A116008
xi
Halaman Persetujuan Pembimbing iii
Halaman Pengesahan iv
Halaman Pernyataan v
Motto vi
Halaman Persembahan vii
Kata Pengantar viii
Daftar Isi xi
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xv
Glosarium xvii
Daftar Singkatan xviii
Abstrak xix
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Batasan Masalah 8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 9
1.4.1 Tujuan Penelitian 9 1.4.2 Manfaat Penelitian 9 1.5 Tinjauan Pustaka 10 1.6 Kerangka Konseptual 12 1.7 Metode Penelitian 13 1.7.1 Heuristik 13 1.7.2 Kritik Sumber 15 1.7.3 Interpretasi 15 1.7.4 Historiografi 16 1.8 Sistematika Penulisan 17
xii
2.2 Ulama-ulama dari Minangkabau dan Kerinci 20
2.2.1 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi 22
2.2.2 Haji Abdul Karim Amrullah 23
2.2.3 Syekh Sulaiman ar-Rasuli 23
2.2.4 Haji Ahmad Faqir al-Kerinci 24
2.2.5 Syekh Muhammad Khatib 25
2.3 Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam 27
BAB III Biografi Abdul Karim Djamak 32
3.1 Kehidupan Awal 32
3.2 Awal Dakwah dan Konsep Ajaran 35
3.3 Perang Kerinci danUrwatul Wutsqo 37
3.4 Mendirikan Jam’iyyatul Islamiyah 43
BAB IV Peran Abdul Karim Djamak dalam Perkembangan Jam’iyyatul
Islamiyah 49 4.1 Terjun ke Politik 49 4.2 Menghadapi Kontroversi 52 4.3 Perjuangan Akhir 56 4.4 Wafat 62 BAB V Penutup 66 5.1 Kesimpulan 66 Daftar Pustaka 68 Lampiran 74
xiii
Gambar 1. Surau pertama yang didirikan oleh Abdul Karim Djamak
sebagai tempat mengajar di Tanjung Rawang. 40
Gambar 2. Masjid yang terletak di desa Muaro Air, Kumun Debai yang
didirikan pada tanggal 24 September 1973. 42
Gambar 3. Partai-partai peserta pemilu tahun 1955 yang berjumlah lebih dari 30 partai untuk memperebutkan 260 kursi DPR dan 520
kursi Konstituante di Parlemen. 43
Gambar 4. Abdul Karim Djamak (sebelah kiri) dan Amir Usman (paling
kanan). 45
Gambar 5. Lambang/logo Jam’iyyatul Islamiyah. 47
Gambar 6. Batu peresmian Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Sungai
Penuh. 48
Gambar 7. KH. Abdul Karim Djamak sedang berorasi didepan jamaahnya
di Palembang, tahun 1977. 50
Gambar 8. KH. Thohir Widjaya (kiri) dan KH. Abdul Karim Djamak
(tengah). 51
Gambar 9. Organisasi masyarakat (Ormas) yang terdaftar secara resmi dalam Departemen Dalam Negeri sampai Juli 1994. 52 Gambar 10. Sikap Abdul Karim Djamak dalam menanggapi berbagai
tuduhan miring terhadap dirinya dan organisasi Jam’iyyatul Islamiyah dalam koran Harian Umum Pelita tahun 1994. 54 Gambar 11. KH. Abdul Karim Djamak (kiri) dan Prof. KH. Ibrahim Hosen,
LML (kanan). 57
Gambar 12. Pernyataan Menko Kesra Ir. Azwar Anas dalam koran Suara
Rakyat tanggal 28 September 1994. 60
Gambar 13. KH. Thohir Widjaya (kiri) sedang bersalaman dengan Ir. Azwar Anas (kanan) disampingnya terlihat KH. Abdul Karim
Djamak. 60
Gambar 14. Pernyataan sikap Menko Kesra Ir. Azwar Anas dan klarifikasi terhadap tudingan mengajarkan aliran sesat oleh Sekretaris
xiv
Gambar 15. Jam’iyyatul Islamiyah syukuri kemenangannya dalam gugatan di PTUN Palembang dalam Harian Umun Pelita 13 Februari
1996. 63
Gambar 16. Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Sungai Penuh. 64 Gambar 17. Kompleks pemakaman keluarga Abdul Karim Djamak yang
terletak disamping Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah
(Masjid Hijau). 65
xv
Lampiran 1.1 Silsilah keluarga Abdul Karim Djamak 74
Lampiran 2.1 Rumah kelahiran Abdul Karim Djamak di Tanjung Rawang 75 Lampiran 2.2 Makam orang tua Abdul Karim Djamak di Tanjung Rawang 75 Lampiran 2.3 Abdul Karim Djamak bersama istri dan ibunda 76 Lampiran 2.4 Abdul Karim Djamak dan istri ke 3, Mardiah 77 Lampiran 2.5 KH. Thohir Widjaya, Abdul Karim Djamak, dan dr. Aswin
Rose 78
Lampiran 2.6 Abdul Karim Djamak tahun 1970-an 79
Lampiran 2.7 Abdul Karim Djamak tahun 1990-an 81
Lampiran 3.1 Ikhtisar Tentang KH. Abdul Karim Djamak 81
Lampiran 4.1 Sertifikat Baiat Partai Syarikat Islam Indonesia tahun 1964 85 Lampiran 4.2 Surat Keterangan penunjukkan Ketua Syari’ah wal Ibadah
PSII 86
Lampiran 4.3 Surat Pernyataan menggabungkan diri kedalam Golkar 87 Lampiran 4.4 Tanda Penghargaan DPT. Sekber Golkar Kabupaten Kerinci
kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1971 88
Lampiran 4.5 Piagam penghargaan DPD Golkar Tk.1 Jambi kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun 1977 89 Lampiran 4.6 Surat Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan
kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1977 90
Lampiran 4.7 Piagam Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1977 91
Lampiran 4.8 Surat Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
xvi
21 tahun 1985 93
Lampiran 4.10 Piagam pembinaan dalam penataran yang diadakan oleh
GUPPI di Sungai Penuh, tahun 1979 94
Lampiran 4.11 Surat Keterangan menjadi Mubaligh Majelis Dakwah Islamiyah Abdul Karim Djamak dan Amir Usman, tahun 1980
95 Lampiran 4.12 Surat Keterangan Abdul Karim Djamak sebagai mubaligh
Majelis Dakwah Islamiyah tahun 1985 96
Lampiran 4.13 Surat tanda Terima Pendaftaran Organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah oleh Departemen Dalam Negeri. 97
xvii
Dai : Pendakwah; orang yang kerjaannya berdakwah.
Hadist : Disebut juga sunnah adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan dalam syariat Islam.
Halaqoh : Sistem pembelajaran tradisional dengan cara para murid mengelilingi membentuk lingkaran dan guru berada ditengah-tengahnya.
Haramayn : Dua kota suci bagi umat Islam, Mekkah dan Madinah. Kaum Tuo : Sebuah golongan di Minangkabau yang berpegang pada
mazhab Syafi’i dan berakidah Ahlussunnah dan memakai Tarekat sebagai amalan batin.
Khalwah : Sifat yang dimiliki oleh golongan sufi untuk memutuskan hubungan dengan makhluk untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan.
Matan : Redaksi dari hadis.
Sanad : Rantai penutur/rawi (periwayat) hadis.
Siak : Orang-orang yang menyebarkan agama Islam dalam
kepercayaan masyarakat Kerinci; para penuntut ilmu agama Islam dalam masyarakat Minangkabau.
Sufi : Orang yang mengamalkan ilmu tasawuf.
Syarifah : Istilah yang digunakan untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad SAW. dari jalur Hasan Bin Ali.
Uzlah : Sifat yang dimiliki oleh golongan sufi untuk menjauhkan diri dari dosa yang dilakukan oleh makhluk.
xviii
AD/ART : Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga
DPC : Dewan Pimpinan Cabang
DPD : Dewan Pimpinan Daerah
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
DPR : Dewan Pimpinan Ranting
Golkar : Golongan Karya
GPPS : Gerakan Pembela Pantja Sila
JI : Jam’iyyatul Islamiyah
Kejati : Kejaksaan Tinggi
KH : Kyai Haji
MDI : Majelis Dakwah Islamiyah
MTI : Madrasah Tarbiyah Islamiyah
MUI : Majelis Ulama Indonesia
NU : Nahdlatul Ulama
Ormas : Organisasi Masyarakat
PDRI : Pemerintahan Darurat Republik Indonesia Perti : Persatuan Tarbiyah Islamiyah
PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara Sekber : Sekretariat Bersama
xix
Muhammad, Nur Ilham. 2020.Biografi Abdul Karim Djamak (1926-1996). Skripsi, Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Pembimbing: (1) Dr. Supian, S.Ag., M.Ag. (2) Selfi Mahat Putri, S.S., M.A.
Dalam skripsi ini membahas perjalanan tokoh keagamaan Islam dari Kerinci bernama KH. Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajaran Islam menurut pemahamannya berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Namun dengan latar belakang keilmuan agama yang dianggap kurang mumpuni membuat ajarannya dipandang menyimpang dari umumnya atau bahkan dikatakan sesat oleh sebagian masyarakat. Dari pihak Abdul Karim Djamak serta pengikutnya memandang bahwa tuduhan-tuduhan tersebut merupakan sebuah alasan yang digunakan untuk menghentikan pengajian yang mereka lakukan karena telah mengganggu para ulama-ulama yang sedang memperebutkan pengaruhnya disana.
Dari hasil penelitian yang didapatkan, ajaran yang diajarkan oleh Abdul Karim Djamak dalam pengajiannya yaitu bagaimana menggabungkan antara syariat, hakikat, tarikat, dan makrifat kepada murid-muridnya namun tidak semua diantara mereka memahami sepenuhnya mengenai tingkatan tersebut sehingga ajarannya rentan terhadap penyimpangan yang terjadi dikalangan pengikutnya.
Stigma sesat yang telah melekat dari awal pengajian yang dipimpin oleh Abdul Karim Djamak berlanjut hingga sang tokoh mendirikan organisasi keagamaan bernama Jam’iyyatul Islamiyah yang berafiliasi dengan Golkar. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat, diantaranya dengan mendaftarkan organisasi secara resmi, meminta bimbingan kepada Majelis Ulama Indonesia untuk meluruskan penyimpangan, hingga menggandeng tokoh nasional untuk bergabung kedalam organisasi. Berbagai upaya dilakukan untuk menghilangkan stigma negatif yang telah melekat di masyarakat tidak sepenuhnya berhasil, bahkan sampai sang tokoh wafat.
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Agama Islam diperkirakan telah masuk ke Sumatera pertama kali pada abad ke-12 sampai 13M yang bertempat di Barus,1 sebuah wilayah yang juga merupakan tempat pertama kalinya Islam masuk di Nusantara. Selanjutnya Islam mulai diperkenalkan di Kerinci oleh pedagang dari Arab yang datang ke Barus kemudian mulai berdagang ke negeri sekitar dan singgah di wilayah Kerinci Rendah seperti pelabuhan Muko-muko, Air Dikit, Ipuh, Seblat, Bantan, dan Ketaun. Mereka mulai melakukan kontak dan berinteraksi langsung dengan orang-orang Kerinci yang berdagang disana.2
Dalam historiografi tradisional masyarakat Kerinci, Islam disebarkan oleh enam orang Ulama yang disebut sebagai Siak3. Para Siak ini kemungkinan besar
merupakan da’i-da’i yang berasal dari Minangkabau.4 Mereka kemudian berdakwah menyebarkan ajaran Islam yang
1 Barus/Baros adalah nama tempat yang terletak di Tapanuli, Sumatera Utara. Barus merupakan pemukiman Muslim tertua di Sumatera dan di Nusantara yang dibuktikan dengan penemuan sebuah batu nisan bernama Syaikh Mukaidin Baros yang berangka tahun 670M atau abad 1 Hijrah. Lihat Ahmad Mansur Suryanegara.Api Sejarah Jilid I. (Jakarta: Salamandani, 2010). Hlm 106-108.
2 Aulia Tasman. Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu dan Perkembangannya. (Jambi: Referensi, 2016). Hlm 218.
3 Siak dalam arti masyarakat setempat sebagai orang- orang yang menyebarkan Agama Islam. Enam siak yang dimaksud antara lain: 1. Siak Jelir di Koto Jelir (Siulak); 2. Siak Rajo di Sungai Medang; 3. Siak Ali di Koto Beringin (Sungai Liuk); 4. Siak Lengis di Koto Pandan (Sungai Penuh); 5. Siak Sati di Koto Jelatang (Hiyang); dan 6. Siak Beribut Sati di Koto Merantih (Terutung). Lihat Aulia Tasman,Ibid.Hlm 224.
4 Dalam pengertian masyarakat Minangkabau,orang siakberarti penuntut ilmu disurau. Terdapat persamaan dari kedua istilah siak diatas yang dapat diartikan sebagai pencari ilmu, mengingat di Minangkabau terdapat tradisi merantau, yakni berpindah ke tempat baru untuk mencari pengalaman baru. Lihat Azyumardi Azra.Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi.terj. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003). Hlm 13.
beraliran Tarekat/ tasawuf5, diantaranya pada abad ke-14M di wilayah Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi hingga tersebar diseluruh wilayah Kerinci, dan berkembang sampai periode selanjutnya.
Pada perkembangan berikutnya, abad ke-17 ketika Kerajaan Melayu Jambi berubah menjadi Kesultanan Melayu Jambi, hukum syariat Islam mulai diterapkan di Kerinci yang merupakan bagian dari wilayah administratif Kesultanan.6 Masyarakat Kerinci juga telah mengenal Syariat seperti sholat, puasa, naik haji, berzakat, disamping itu aliran kebatinan dan perdukunan juga eksis diberbagai desa. Periode selanjutnya masyarakat mulai mendirikan Masjid sebagai pusat penyebaran Islam dan pusat aktivitas dakwah yang masih bertahan hingga kini.7
Kebangkitan Islam di Kerinci mulai terlihat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 ditandai dengan mulai bermunculan kelompok orang-orang terpelajar yang disebut sebagai alim-ulama yang telah belajar Islam secara mendalam di Mekkah dan Madinah yang merupakan pusat peradaban Islam. Beberapa diantara mereka kembali ke Tanah Kerinci dan mendirikan lembaga pendidikan Islam berupa pondok pesantren dan surau-surau sebagai pusat pengajian.8
5 Dalam perkembangan Islam di Melayu- Indonesia, pengaruh mistik/magis yang masih melekat di kalangan Muslim masa awal penyebaran Islam. Hal ini yang membuat ajaran tasawuf berkembang di Nusantara sehingga mempermudah proses Islamisasi. Generasi Muslim pertama di Nusantara banyak yang dipengaruhi oleh pemikiransufi saat itu, Ibnu Arabi dan Imam Abu Hamid al-Ghazali yang kemudian berkembang menjadi berbagai tarekat sampai sekarang.
6 R. Zainuddin, dkk. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Propinsi Jambi. (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979). Hlm. 26.
7Bukti perkembangan Islam di Kerinci adalah bangunan Masjid Keramat yang terletak di Dusun Koto Tuo, Pulau Tengah, Kerinci yang didirikan pada 1780 M. Lihat Jamal Mirdad. Masjid Sebagai Pusat Perlawanan Terhadap Kolonialisme Belanda (Studi Kasus: Masjid Keramat Pulau Tengah Kerinci). IAIN Batusangkar. Jurnal Tsaqofah & Tarikh Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2019.
8 Salah seorang ulama terkenal dari Kerinci adalah Haji Ahmad Faqir al-Kerinci yang mendirikan “Surau Haji Ahmad Faqir” sekembalinya dari Makkah pada 1936. Lihat Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: University Malaya, 2009).
Melihat realita yang terjadi dalam masyarakat dimana keyakinan bercampur dengan sihir atau banyaknya aliran-aliran kebatinan yang berkembang saat itu membuat Abdul Karim Djamak melakukan dakwah secara terbuka berdasarkan pelajaran hidup yang telah dialaminya. Ia dapat dikategorikan sebagaida’i9 yang saat itu mengajak masyarakat untuk kembali pada akidah Islam dengan menegakkan syariat.
Abdul Karim Djamak adalah seorang tokoh keagamaan asal Kerinci yang berperan besar dalam perkembangan Islam dengan menyampaikan pesan-pesan Islam melalui ajaran syariat dan berkembang menjadi tarekat10 dengan pandangan keislaman yang dimilikinya. Menurut Ahmad Zuhdi, konsep pemikiran dari Abdul Karim Djamak merupakan penggabungan antara pemikiran modern dan tradisional sehingga dapat diterima oleh kalangan luas.11
Tarekat yang diajarkan oleh Abdul Karim Djamak bercorak tarikat lokal yang secara khusus menempatkan Abdul Karim Djamak sebagai tokoh sentral yang ajaran serta amalannya diikuti oleh para pengikutnya.12 Secara umum ajarannya
9Da’i merupakan sebutan untuk orang yang memiliki kemampuan mengajak orang lain dengan hikmah untuk menjalankan ajaran Islam. Lihat Muhammad Amirul Asyraf Bin Amirullah.Sifat dan Kriteria Da’i Menurut Islam. Skripsi. (Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam, 2018). Hlm. 1-5.
10 Abdul Karim Djamak mengembangkan ajaran Terekatnya sendiri berdasarkan pandangannya terhadap masyarakat Kerinci yang saat itu banyak percaya terhadap kesyirikan, sehingga melalui syariat, ia perlahan menghilangkan kesyirikan yang terjadi dalam masyarakat. Lihat Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Ajaran Tasawuf Karim Jamak dalam Membentuk Karakter Jam’iyatul Islamiyah Kerinci. Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 2, 2014. Hlm 117.
11 Melalui media pencak silat, Abdul Karim Djamak secara halus mengajak orang-orang yang ingin belajar dengannya terlebih dahulu diajarkan syariat islam sebelum bergabung. Setelah mendapatkan kepercayaan serta pengikut yang semakin banyak, Abdul Karim Djamak kemudian mengubah konsep media dakwah dari perguruan pencak silat menjadi kelompok pengajian. Ahmad Zuhdi.Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, Op Cit. Hlm 10.
12 Corak seperti ini mirip dengan tarikat Syahadatain di Jawa Tengah atau Wahidiyah dan Shiddiqiyah yang terdapat di Jawa Timur. Wahidiyah dan Shiddiqiyah merupakan tarekat yang baru berkembang, dan lebih tepat disebut sebagaipseudo-tarekat (semi tarekat) karena terdapat beberapa perbedaan dengan tarikat umumnya, seperti: legitimasi bagi pendiri gerakan yang
yang menekankan untuk melakukan amalan saleh secara rutin seperti berdzikir, bertasbih, tahlil, serta membaca Al-Quran. Selain itu, ibadah wajib seperti sholat, membayar zakat, berpuasa, serta berhaji juga sangat diutamakan.
Sejak muda, Abdul Karim Djamak telah menampakkan kesungguhannya dalam aktivitas dakwah dan penyebaran ajaran Islam dengan menegakkan syariat ditengah masyarakat yang masih percaya terhadap mistis. Masyarakat tanah kelahirannya di Kerinci memanggil dengan sebutan Wo atau Guru Tanjung, sedangkan bagi para pengikutnya sebutan Ayahanda atau Buya yang berasal dari kata abi atau abuya yang dalam bahasa Arab yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati13 lebih sering digunakan sebagai bentuk penghormatan.
Panggilan Buya juga sering digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai panggilan kehormatan kepada seorang tokoh. Beliau juga pernah mendapatkan gelar Kyai Haji (KH) dari Buya Hamka saat pertemuan ulama di Surabaya tahun 1962.14 Abdul Karim Djamak juga dipercayakan memegang gelar adat yang bergelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci pada usia 20 tahun.15
Pengukuhan gelar ini membuktikan bahwa Abdul Karim Djamak memiliki pengetahuan tentang agama Islam yang diakui oleh tokoh adat. Disamping itu, beliau juga memiliki latar belakang keluarga yang cukup dikenal masyarakat desa Tanjung Rawang sebagai ulama. Sehingga memiliki akses terhadap pendidikan
berbentuk ijazah dan konon diperoleh melalui mimpi atauwangsit. Nor Huda. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Press, 2015). Hlm 219-220.
13 Avif Alviyah.Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al- Azhar. ISSN 1412-5188. Vol. 15, No. 1. Hlm 26.
14 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan. Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017). Hlm 40.
15 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Hlm 1.
keagamaan, yang membuatnya dapat belajar agama secara mandiri (otodidak). Berbekal dari pendidikan keagamaan yang diperoleh dari kerabatnya, Abdul Karim Djamak memulai dakwah dengan mengajar di surau-surau pada usia yang terbilang cukup muda yaitu 15 tahun.16
Perjalanan spiritualnya dimulai ketika beliau mulai memasuki usia 20 tahun, mulai banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi. Diceritakan pada awal masa dakwahnya, ia pernah mendirikan sebuah surau yang terletak di pinggir sungai Tanjung Rawang sebagai tempat mengaji, namun tidak bertahan lama karena ada orang yang tidak menyetujui dan menuduhnya menyebarkan kesesatan sehingga kegiatan di surau itu kemudian dipindahkan ke surau lain di desa Muaro Air, Kumun Debai.17 Setidaknya, hal inilah yang mendasari bahwa surau atau masjid merupakan komponen penting dalam pengembangan dan pengajaran Islam, hingga kelak prinsip ini yang selalu dipegang dan dijalankan oleh pengikutnya.
Tahun 1955, Abdul Karim Djamak bergabung dengan sebuah kelompok pengajian yang bernama Urwatul Wusqo. Namun karena beberapa alasan dan konflik internal yang terjadi membuat kelompok ini dilarang dan kemudian bubarkan pada tahun 1961.18 Kemudian atas saran dari para pengikutnya, Abdul Karim Djamak kemudian mendirikan organisasinya sendiri yang diberi nama Jam’iyyatul Islamiyah pada 19 Maret 1971.
16 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan. Op.Cit. Hlm 13.
17 Surau yang dimaksud adalah Masjid Baitul Ikhlas Muara Jaya, Kumun Debai. Lihat Ahmad Zuhdi.Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan,Ibid. Hlm 55-66.
18 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, 1994. Hlm 1.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh Abdul Karim Djamak dan para pengikutnya saat mendirikan organisasi adalah pertentangan yang timbul dalam masyarakat yang pro dan kontra terhadap ajaran yang dibawanya. Hal ini disebabkan karena kelompok pengajiannya sebelum itu, Urwatul Wusqo yang dilarang dan dibubarkan karena diduga menyebarkan kesesatan, sehingga berujung pada penolakan terhadap ajaran serta organisasi Jam’iyyatul Islamiyah.
Banyak tuduhan-tuduhan yang dinilai tanpa bukti oleh pengikut Jam’iyyatul Islamiyah ditujukan terhadap organisasinya, sehingga aliran ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan dianggap mengada-ada. Pernyataan yang dikeluarkan oleh MUI Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan bahwa ajaran yang diajarkan oleh Darussamin Datuk Pangka Sinaro di Sumatera Barat yang berafiliasi dengan Jam’iyyatul Islamiyah sesat dan menyesatkan19, menambah citra buruk dimata masyarakat awam yang tidak mengenali Jam’iyyatul Islamiyah.
Meskipun belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat, organisasi Jam’iyyatul Islamiyah masih berkembang hingga kini, dengan struktur organisasi yang lengkap dan anggota yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia20 bahkan di luar Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajarannya dari satu daerah ke daerah lainnya melalui dakwah. Dengan ciri khas yang dimiliki oleh organisasi ini yaitu bangunan Masjid sebagai pusat dakwah ajarannya dan pusat penyelenggaraan kegiatan organisasi.
19 Kustini. Kasus- Kasus Aliran/ Paham Keagamaan Aktual di Indonesia. (Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009). Hlm 110-111.
20 Data per-tahun 2009 menunjukkan bahwa Jam’iyyatul Islamiyah telah memiliki 23 cabang yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Kustini.Ibid. Hlm 92
Oleh karena itu, menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengenai siapa dibalik seorang tokoh Abdul Karim Djamak yang sebenarnya dengan konsep pemikiran yang dapat dikatakan berbeda dengan pemahaman pada umumnya, mengapa ajarannya sangat kuat melekat di hati para pengikutnya, serta alasannya mendirikan organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang masih kontroversial hingga kini. Setidaknya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan hasil dari proses yang dilalui oleh sang tokoh yang akan ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya kemudian muncul permasalahan yang kemudian menjadi pokok pembahasan yang menjadi sebuah acuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Siapakah Abdul Karim Djamak?
2. Bagaimana perjalanan dakwah Abdul Karim Jamak dalam menyebarkan ajarannya?
3. Apa pengaruh Abdul Karim Djamak terhadap organisasi Jam’iyyatul Islamiyah?
1.3 Batasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami informasi yang diberikan, maka penulis memfokuskan ruang lingkup wilayah penelitian tempat tokoh lahir serta mengembangkan ajarannya yaitu di Kota Sungaipenuh hingga keluar dari Kerinci. Diawali dengan kehidupan awal dari tokoh, yaitu pada proses yang telah dilalui untuk mempelajari ajaran Islam hingga ketika masa remajanya tepatnya pada usia 20 tahun ketika beliau mendapatkan gelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci yang dapat diartikan sebagai seseorang yang cukup berpengaruh dalam adat dan perkembangan agama di Kerinci.
Kemudian dilanjutkan dengan pengalamannya dalam kelompok pengajian yang diberi nama Urwatul Wutsqo dari sinilah Abdul Karim Djamak mengembangkan potensinya sebagai pengajar. Konflik internal yang terjadi sehingga menyebabkan kelompok itu menjadi terpecah dan dibubarkan, dari sinilah
mulai muncul gagasan untuk mendirikan organisasi sendiri yang kemudian diberi nama Jam’iyyatul Islamiyah pada 12 Maret 1971.
Batasan akhir dari objek penelitian adalah bagaimana strategi dakwah serta peran aktif Abdul Karim Djamak dalam perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah hingga akhir hayatnya pada tahun 1996.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah, adapun tujuan dan manfaat penelitian yang diperoleh yakni:
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui biografi Abdul Karim Djamak.
2. Untuk mengetahui perjuangan Abdul Karim Djamak dalam mendirikan Jamiyyatul Islamiyah.
3. Untuk mengetahui pemikiran Abdul Karim Djamak.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui perkembangan Islam di Kerinci. 2. Mengangkat biografi tokoh keagamaan lokal.
1.5 Tinjauan Pustaka
Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan maka, terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penyusunan, sekaligus rujukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Sebuah Disertasi berjudulHaji Ahmad Faqir Al-Kerinci, Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci-Jambi-Indonesia, yang ditulis oleh Darmadi Saleh pada tahun 2008. Disertasi ini mengangkat seorang tokoh ulama dari Kerinci yang bernama Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci. Pendidikan awal yang didapat Haji Ahmad Faqir adalah pendidikan tradisional dimana beliau belajar langsung dengan salah seorang alim yang ada di Pulau Tengah, Kerinci. Kemudian, beliau merantau ke Malaysia, Thailand, dan sampai ke Mekkah dan Madinah untuk berguru, di Mekkah beliau berguru dengan Syeikh Muhammad Mukhtar bin Aṭārīd al-Batawī. Syeikh Ahmad Al-Fattani. Sekembalinya dari Mekkah, beliau kembali ke Kerinci di dusunnya untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang didapatkan.21
Kemudian Disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi tahun 2014, berjudul Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, yang membahas mengenai Abdul Karim Djamak dengan latar belakang serta silsilah keluarga beliau. Dan isi dari penelitian difokuskan kepada pemikiran sang tokoh mengenai konsep ketuhanan serta penjelasan mengenai ajaran yang dibawa oleh tokoh karena dianggap sedikit menyimpang oleh sebagian masyarakat, lebih jauh
21 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: University Malaya, 2009).
lagi disertasi ini mengajak para pembacanya mengenal lebih dalam mengenai inti ajaran dari Abdul Karim Djamak.22
Terakhir Skripsi yang ditulis oleh Abdullah Humaini tahun 2006 yang berjudul Peranan KH. Abdul Qadir Dalam Mengembangkan Islam di Jambi Seberang. Dalam tulisan ini dibahas mengenai tokoh yang bernama KH. Abdul Qadir yang merupakan pendiri dari pondok pesantren As’ad. Beliau memiliki pandangan dalam hal pendidikan yang sangat maju pada saat itu, menurutnya perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan di luar rumah (sekolah) yang mana menurut pandangan umum hal ini tidak biasa pada zaman itu.
Meskipun berbeda dalam objek kajiannya, namun ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan untuk memaparkan kehidupan dari tokoh yang memiliki pengaruh dalam suatu daerah atau komunitas sehingga dapat menginspirasi banyak orang. Penelitian-penelitian diatas bersifat penelitian sosial keagamaan (Islam). Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian biografi yang bersifat sosial keagamaan dengan ruang lingkup penelitian berfokus dalam wilayah Provinsi Jambi.
Berkaitan dengan disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang memiliki objek kajian yang sama. Dalam hal ini penulis akan membuat tulisan yang membuka sudut pandang baru mengenai tokoh dari Abdul Karim Jamak. Walaupun fakta-fakta yang ditemukan sama, tetapi penulis akan membuat output yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dengan menyoroti bukti-bukti yang diabaikan atau tidak diperhatikan
22 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan. Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017).
pada penelitian sebelumnya.23 Dengan demikian, kesimpulan yang didapatkan dari penelitian akan berbeda sama sekali.
1.6 Kerangka Konseptual
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan biografis dan sejarah kejiwaan. Untuk itu, menurut Kuntowijoyo setiap biografi harus memiliki setidaknya empat hal, yaitu: 1) kepribadian tokoh; 2) kekuatan sosial yang mendukung; 3) lukisan sejarah zamannya; dan 4) keberuntungan dan kesempatan yang datang. Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi juga perlu memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-budaya, serta perkembangan diri24 untuk melihat keterkaitannya dengan
pembentukan karakter dari sang tokoh.
Latar belakang keluarga yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan kepribadian Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama yang kuat. Dengan pendidikannya yang berbasiskan keagamaan, serta didukung oleh lingkungan sosial-adat Kerinci untuk menjadi pribadi yang lebih taat karena tidak adanya pertentangan antara kaum adat dengan golongan ulama seperti yang terjadi di Minangkabau, namun satu hal yang perlu dicatat adalah praktik kesyirikan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang masih percaya akan hal-hal gaib. Keadaan inilah yang kemudian mendorong Abdul Karim Djamak melakukan dakwah terbuka dan perlahan membentuk pribadinya menjadi sosok yang religius sebagai contoh bagi para pengikutnya.
23 A. Daliman.Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012). Hlm 92. 24 Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah.ed kedua. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003). Hlm 206-207.
Lebih lanjut, Kuntowijoyo mengklasifikasikan biografi menjadi dua jenis yaitu portrayal (portrait) dan scientific (ilmiah) dengan penggunaan metodenya masing-masing. Biografi disebut portrayal ketika hanya mencoba untuk memahami. Penelitian ini akan mengambil jenis penelitianscientific yang berusaha menerangkan tokohnya melalui analisis ilmiah, dengan menggunakan konsep dan teori dari analisis kejiwaan yang menghasilkan sejarah kejiwaan (psychohistory).25 Untuk menjelaskan studi tokoh dengan studi kasus, maka penggunaan otobiografi untuk sejarah kejiwaan dapat digunakan untuk menuliskan asal-usul keyakinannya. Melalui otobiografi Ikhtisar tentang KH. Abdul Karim Djamak Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, sedikit tersiratkan tentang kepribadian dari Abdul Karim Djamak selaku tokoh yang kurang memiliki keilmuan dibidang keagamaan yang mumpuni dalam artian pendidikannya saat itu hanya bertumpu pada yang diberikan oleh orang tua serta kerabatnya tanpa kejelasan fokus keilmuannya dalam bidang keagamaan hingga dirinya dapat menjadi tokoh keagamaan yang memiliki banyak pengikut.
1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Heuristik
Heuristik atau dalam bahasa Jerman dikenal dengan penyebutan Quellenkunde26, yang merupakan langkah awal dalam penulisan, yaitu sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan penulis untuk mendapatkan data- data, atau materi sejarah yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis mencoba mencari
sumber-25 Ibid. Hlm 208-209.
sumber yang berupa arsip- arsip, surat kabar, buku-buku, dan artikel- artikel yang memiliki keterkaitan dengan topik yang diteliti.
Penulis menemukan sumber primer berupa arsip yang dimiliki oleh DPD Jam’iyyatul Islamiyah Kabupaten Kerinci, mulai dari tahun 1960-an hingga tahun 2000-an. Arsip-arsip ini kebanyakan berisi tentang dokumen resmi yang dikeluarkan Jam’iyyatul Islamiyah seperti surat perkara, surat klarifikasi, surat pernyataan, hingga piagam dan sertifikat yang didapatkan Abdul Karim Djamak dari Golkar, dan lain-lain.
Beberapa sumber sekunder yaitu sumber lisan yang didapatkan dari wawancara dengan narasumber yang bersangkutan dengan tokoh.Pertama Ahmad Zuhdi, merupakan seorang dosen sekaligus peneliti yang mendalami pemikiran Abdul Karim Djamak.Kedua Zulhadi Karim, salah seorang anak dari Abdul Karim Djamak. Ketiga Hizbullah Karim, ketua DPD Jam’iyyatul Islamiyah Sungai Penuh yang juga anak dari Abdul Karim Djamak sekaligus adik bungsu Zulhadi Karim. Keempat Basrul Nurdin, ketua DPR Jam’iyyatul Islamiyah di Tanjung Rawang. Terakhir Helmizal yang merupakan pengurus Jam’iyyatul Islamiyah di Kumun Debai, Kota Sungai Penuh.
Selain itu, penulis menemukan penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik yang ingin diteliti dari penelusuran di internet berupa jurnal, koran online, skripsi, tesis, dan disertasi. Penelusuran berlanjut ke perpustakaan daerah (Library research) untuk mencari sumber primer yang berhubungan dengan tokoh berupa arsip ataupun tulisan, namun penulis hanya menemukan beberapa sumber sekunder berupa buku penunjang penelitian umum.
1.7.2 Kritik Sumber
Selanjutnya setelah sumber-sumber atau data itu telah terkumpul, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan verifikasi data atau kritik sumber. Dalam hal ini harus diadakan sebuah penyelidikan apakah benar sumber itu sejati atau tidak, baik bentuk maupun seluruh isinya. Tahapan kerja kritik dalam metode penelitian merupakan suatu usaha menganalisa setiap data yang didapatkan, dengan menilai secara kritis dengan menyelidiki setiap sumber data yang telah terkumpulkan.
Kritik terbagi menjadi dua macam27, pertama kritik eksternal yaitu dengan menguji keautentikan (keaslian) fisik suatu sumber sehingga diperoleh sumber yang benar-benar asli, misalnya arsip mengenai otobiografi yang ditulis oleh Abdul Karim Djamak tahun 1995 yang menjelaskan tentang ringkasan kehidupannya melalui mesin ketik, dan ditanda tangani langsung olehnya, serta ditemukan dalam dokumen arsip Jam’iyyatul Islamiyah yang merupakan organisasi tempatnya bernaung. Kedua kritik internal yaitu melihat kredibilitas (kebenaran) mengenai kandungan isi dari arsip yang didapatkan, contohnya sertifikat baiat PSII yang diberikan kepada Abdul Karim Djamak tahun 1964 dengan menggunakan ejaan lama yang berlaku saat itu dan nama orang yang membaiat serta cap dari PSII yang tertera dalam sertifikat tersebut.
1.7.3 Interpretasi
Selanjutnya pada tahapan dimana setelah melalui sebuah proses kritik sumber, maka akan diperoleh fakta akan tetapi fakta dimaksud dalam hal ini masih dalam
keadaan terpisah-pisah dan dalam keadaan masih berdiri sendiri. Sehingga untuk itu seorang penulis perlu melakukan sebuah interpretasi, pada tahapan penafsiran inilah penulis harus memiliki kecermatan dengan nalar yang kritis dan sikap objektif. Pada dasarnya hal terebut ditujukan untuk menghindari berbagai interpretasi yang bersifat subjektif yang akhirnya akan mencederai karya sejarah.
Salah satu interpretasi mengenai kesimpang-siuran kapan kelahiran beliau yang dalam beberapa literatur (termasuk batu nisannya) menyebutkan tahun 1906 M bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1326 H.28 Namun setelah ditelusuri kembali, tanggal 12 Rabiul Awal 1326 H tidak berhubungan dengan tahun 1906 M, melainkan 1908 M.29 Apabila berpegang pada waktu wafatnya yang kurang lebih
saat usia 90 tahun pada 199630 yang juga didukung oleh pernyataan dalamIkhtisar KH. Abdul Karim Djamak Pembina Jam’iyyatul Islamiyah saat tulisan itu dibuat pada tahun 1995 usianya menginjak 89 tahun. Maka, dalam hal ini penulis berpendapat kelahirannya pada tanggal 06 Mei 1906 yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1324 H.31
1.7.4 Historiografi
Tahapan terakhir dalam penulisan sejarah adalah historiografi, dalam tahap akhir inilah penulis menuangkan kecermatan dan kompetensi daya nalar dalam menyintesiskan bahan-bahan guna menyajikan karya sejarah. Pada tahap ini hanya kerja keras dan keberanian seorang sejarawanlah yang mampu menghasilkan
28 Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Op. Cit. Hlm 116. 29 https://habibur.com/hijri/1326/3/ (Diakses pada 03 Desember 2019). 30 Kustini,Op. Cit.Hlm 91.
sebuah karya sejarah yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut menurut A. Daliman bahwa:
“Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak cukup dengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulian sejarah, walaupun terikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik, tidak boleh dilupakan bahwa ia adalah juga karya sastra yang menuntut kejelasan struktur dan gaya bahasa, aksentuasi serta nada retorika tertentu.”32
Sebuah karya sejarah yang bernilai tentu memiliki sifat objektif dengan memaparkan fakta- fakta yang ada tanpa diatur untuk kepentingan penelitian agar menjadi sebuah karya yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat dipahami oleh para pembaca. Dengan memperhatikan kaidah- kaidah dalam penulisan sejarah serta tulisan sejarah sebelumnya yang dinilai objektif sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan.
1.8 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis sesuai dengan kajian yang akan diteliti, rincian pada masing-masing bab sebagaimana berikut ini: Bab I, yaitu Pendahuluan yang memuat rencana awal mengenai penelitian kedepannya, berlanjut hingga menjadi latar belakang, alasan mengangkat tema tersebut, batasan masalah berupa tempat (parsial) dan waktu (temporal) penelitian di akhiri yaitu kehidupan masa kecil. Tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan
Bab II, akan membahas Perkembangan Islam di Kerinci dengan memberikan beberapa contoh ulama serta organisasi yang berperan dalam perkembangan Islam di Kerinci.
Bab III, merupakan bahasan utama (isi) dari skripsi yang akan ditulis dengan membahas mengenai riwayat hidup yang memuat latar belakang tokoh, silsilah keluarga, pendidikan, dan masa awal dalam berdakwah.
Bab IV, kelanjutan dari bab sebelumnya dimana pada bab ini akan dibahas peran Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajarannya keluar dari Kerinci melalui Golkar sebagai medianya, kemudian dakwah (keberlanjutan) hingga tantangan dalam berdakwah sampai wafatnya.
Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian.
19 2.1 Hubungan Minangkabau dan Kerinci
Dapat dipahami bahwa Kerinci merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Minangkabau, meskipun sempat terikat oleh pembagian regional yang dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah kekalahan Kerinci dalam Perang Depati Parbo tahun 1903 dengan menjadikannya bagian dari Keresidenan Jambi.33 Pemisahan ini tidak menghilangkan fakta bahwa Kerinci merupakan daerah rantau orang-orang yang berasal dari Minangkabau.
Pada tahun 1922 pemerintah Belanda kembali memasukkan Kerinci kedalam wilayahSumatra Westkust (Keresidenan Sumatra Barat).34Menurut Gusti
Asnan, ini merupakan upaya dari pemerintah Belanda untuk mengambil hati kaum adat di Sumatera Barat dengan menjadikan wilayah-wilayah yang identik dengan adat Minangkabau dan menyatukannya dalam satu keresidenan Sumatera Barat.35
Pada awal abad ke-20 mulai nampak perkembangan Islam di Kerinci bersamaan dengan Minangkabau yang saat itu banyak ulama yang telah kembali dari pembelajarannya di Mekkah, kemudian kembali ke kampung halamannya dan mendirikan lembaga pendidikannya seperti surau dan pesantren serta mulai bermunculannya organisasi-organisasi Islam yang aktif dalam bidang dakwah dan pendidikan.
33 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI 1945-1949. (Padang: VISIgraf, 2004). Hlm 2.
34Ibid. Hlm 5.
35 Gusti Asnan.Memikirkan Ulang Regionalisme Sumatera Barat Tahun 1950-an. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007). Hlm 10.
Organisasi yang dimaksud adalah Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) serta Sumatra Thawalib. Meskipun bukan berasal dari Kerinci, ketiga organisasi ini berhasil menjadi pelopor pendidikan di Kerinci pada abad ke-20, sehingga dari sini dapat lahir tokoh-tokoh baru yang mempengaruhi perkembangan Islam pada periode selanjutnya.
Untuk itulah, pada bab ini akan melihat pola pergerakan ulama serta organisasi Islam yang datang dari Minangkabau sebagai pusatnya dan pengaruhnya terhadap Kerinci, yang disebut sebagai daerah rantau dari orang-orang Minangkabau. Menurut Suaidi Asyari, Kerinci adalah wilayah terdekat dengan Sumatera Barat (Minangkabau) sehingga arus budaya yang masuk ke Jambi akan terlebih lebih dulu melalui Kerinci.36
2.2 Ulama-ulama dari Minangkabau dan Kerinci
Kata ulama berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata alim yang berarti orang-orang terpelajar (Cendikiawan).37 Pengertian ini mencakup segala aspek dalam hal ilmu pengetahuan yang tidak terikat dengan suatu disiplin ilmu. Namun di Indonesia terjadi penyempitan makna ulama yang sering disalah artikan menjadi tunggal dengan seorang tokoh yang memiliki pengetahuan tentang ilmu keagamaan (Islam) sampai akhirnya istilah ini menjadi populer di masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat panggilan-panggilan yang ditujukan kepada ulama, merujuk pada penghormatan karena telah berjasa dalam
36 Suaidi Asyari. Nalar Politik NU & Muhammadiyah : Over Crossing Java Sentris. (Yogyakarta: LKiS, 2009). Hlm 205.
37 Abdullah Humaini.Peranan KH. Abdul Qadir dalam Mengembangkan Islam di Jambi Seberang (1914-1970).Skripsi. ( Hlm 13.
hal kemajuan Islam di masing-masing daerah. Misalnya di Minangkabau, orang-orang memanggil tokoh agama dengan sebutan Buya, di Jawa, para pemimpin pesantren identik dengan sebutan Kyai, di Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan dengan sebutan Tuan Guru, di Aceh dengan sebutan Tengku atau Syekh.38
Seorang ulama, sudah tentu memiliki keilmuan yang mumpuni dalam hal agama Islam, untuk itu sebelum dapat dikualifikasikan sebagai ulama, seseorang harus memiliki pondasi pendidikan yang kuat serta guru yang diakui keilmuannya, terutama dalam hal Al-Quran maupun Hadis. Menurut Azyumardi Azra, Haramayn yang disebutnya sebagai Makkah dan Madinah yang merupakan dua kota suci bagi umat Muslim sebagai tempat terbaik untuk mencari ilmu agama dibanding tempat lainnya.39
Kedua kota suci ini merupakan pusat intelektual dunia muslim pada abad ke-17 dan 18. Di Mekkah misalnya, sebagai tempat ibadah haji yang menjadi perkumpulan umat Muslim di penjuru dunia, berbagai macam orang datang dengan latar belakang yang berbeda, banyak ulama, sufi, filsuf, penyair, bahkan pengusaha yang saling bertukar informasi disini sehingga pandangan keagamaan yang dimiliki orang yang belajar dariHaramayn ini lebih kosmopolitan dibanding tempat-tempat lain.40
Sementara itu, gerakan pembaruan Islam yang terjadi di Indonesia baru dimulai pada awal abad ke-20, ini adalah pendapat dari Deliar Noer yang mengatakan bahwa Minangkabau dan Jawa merupakan pusat pembaharuan Islam yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di sekitarnya. Menurutnya, jika
38Ibid. Hlm 14.
39 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII.(Bandung: Mizan, 1994). Hlm 59.
orang-orang Islam masih mempertahankan tradisi dalam menegakkan Islam maka, Islam tidak akan dapat bertahan dari penetrasi Kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda.41
Minangkabau menjadi daerah pertama yang menunjukkan perubahan-perubahan menuju kearah modernisasi Islam dengan ulama sebagai penggeraknya. Oleh karena itu, untuk melihat pola pergerakan Islam yang terjadi di Kerinci, sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pola pergerakan yang dilakukan oleh ulama-ulama dari Minangkabau.
2.2.1 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir di Bukittinggi pada 1860 dengan latar belakang keluarga agama dan adat yang kuat. Setelah lulus dari Kweekschool yang didirikan oleh pemerintah Belanda di Bukittinggi, pada 1871 ia bersama ayahnya berangkat ke Mekkah untuk belajar Islam lebih mendalam sampai pada akhirnya menjadi imam mazhab Syafi’i di Mekkah.42 Meskipun tinggal dan menetap di Mekkah, Syekh Ahmad Khatib tetap berhubungan dengan para rombongan haji yang berasal dari Nusantara dengan menjadi pengajar disana dan memberikan insipirasi kepada banyak muridnya untuk mencoba metode baru melawan penjajahan Belanda saat itu.43
Banyak murid-muridnya yang menjadi tokoh pembaharuan Islam dan gerakan Islam di Indonesia diantaranya: Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Haji Adbul Karim Amrullah, Syekh Sulaiman ar- Rasuli yang mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan
41 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet ketujuh. (Jakarta: Pustaka LP3ES,1995). Hlm 37.
42 Op Cit. Hlm 24-25. 43Ibid. Hlm 38.
Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asy’ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama (NU)44 serta masih banyak lagi murid-muridnya yang menjadi tokoh pergerakan nasional.
2.2.2 Haji Abdul Karim Amrullah
Haji Abdul Karim Amrullah atau biasa dikenal dengan nama Haji Rasul lahir di Maninjau pada 1879. Ia menyelesaikan pendidikan tradisional kemudian pada tahun 1894 berangkat ke Mekkah untuk berguru pada Syekh Ahmad Khatib. Tahun 1906 ia kembali ke kampung halamannya dan mulai mengajar disana, Suraunya tempat mengajar di Padang Panjang kemudian berkembang menjadi organisasi Sumatra Thawalib yang tidak hanya di Minangkabau tetapi juga di Kerinci.45 Ia juga yang memperkenalkan Muhammadiyah di Minangkabau.46
2.2.3 Syekh Sulaiman ar-Rasuli
Syekh Sulaiman ar-Rasuli atau dikenal dengan sebutan Inyiak Canduang, lahir di Canduang pada 1870. Sulaiman ar-Rasuli merupakan tokoh ulama golongan tua yang tetap mempertahankan mazhab Syafi’i.47 Ia juga bersahabat dengan Syekh
Muhammad Jamil Jaho yang kemudian menjadi pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Padang Panjang. Ia pernah berguru langsung dengan Ahmad Khatib
44Ibid. Hlm 39.
45Zarfina Yenti.Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a Connection Between Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. UIN Sultan Thaha Jambi. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 137. Hlm 282.
46 Deliar Noer.Op.Cit. Hlm 45.
47 Indah Rumeza.Perjuangan Syekh Sulaiman ar-Rasuli dalam Mengembangkan Perti di Minangkabau (1930-1970). Skripsi. (Banten: IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, 2016). Hlm 27.
al-Minangkabawi yang saat itu menjadi Mufti48 di Masjidil Haram bermazhab Syafi’i.
Sekembalinya dari Mekkah, pada tahun 1930 ia bersama Syekh Muhammad Jamil Jaho mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah, yang merupakan pendidikan berbasis surau. Ditahun yang sama, bersama dengan sahabatnya, Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad Jamil Jaho kemudian mendirikan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) yang bergerak di bidang politik dan pendidikan.49
2.2.4 Haji Ahmad Faqir al-Kerinci
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Bagindo Sutan yang lahir pada 1902 di Koto Tuo, Pulau Tengah, Sungai Penuh. Ia merupakan salah seorang ulama asal Kerinci yang pernah berguru dengan ulama-ulama di Mekkah. Sebelum belajar di Mekkah, ia belajar dengan Haji Ismail yang merupakan ulama di Koto Tuo. Pada tahun 1924, ia bersama dengan H. Mukhtar Abdul Karim Ambai berangkat ke Kedah untuk belajar dengan ulama dari Pattani dan mulai mengenal kitabTafsir al-Jalalayn, Minhāj al-Ṭālibīn, Minhāj al-„Abidīn, Tadhkiyyah al-Qulūb, Maw`iẓah al-Mu‟minīn,danSharḥ Minhāj al-Abidīn.50
Pelajarannya di Kedah merupakan modal awal untuk belajar lebih jauh mengenai Islam, terutama aliran mazhab Syafi’i pada 1926 ia berangkat ke Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah pada 1936, ia mulai mengajar di surau, masyarakat sekitar menyebutnya dengan Surau Haji Ahmad Faqir. Di surau ini dia
48 Mufti adalah ulama yang memiliki wewenang untuk memberikan fatwa dari Idjitihadnya tentang suatu hukum Islam yang baru.
49 Indah Rumeza.Ibid. Hlm 32.
50 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia.Op Cit. Hlm 80.
mengembangkan ajaran yang didapatkannya sewaktu di Makkah, dengan teguh memegang mazhab Syafi’i. Selain surau, ia juga mendirikan madrasah yang berafiliasi dengan organisasi Perti karena hubungannya dengan pendiri Perti, Syekh Sulaiman ar-Rasuli.51
2.2.5 Syekh Muhammad Khatib
Syekh Muhammad Khatib lahir di Kuala Kangsar, Malaysia pada 1869, pada usia 16 tahun ia kembali ke Kerinci yang merupakan kampung halamannya. Di Kerinci, ia berguru dengan Syekh Muhammad Syarif yang pernah belajar bersama Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah.52 Muhammad Khatib kemudian berangkat ke Mekkah bersama ayahnya pada 1901 dan sempat belajar dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah bersama dengan beberapa ulama dari Kerinci lainnya seperti Syekh Abdullah Imam Sebukar al-Kerinci, Syekh H. Muslim Tanah Kampung al-al-Kerinci, dan Syekh H. Mukhtar Pulau Tengah al-Kerinci.53
Pada tahun 1915, Syekh Muhammad Khatib kembali ke Kerinci dan menetap di desa Maliki, Air Rawang, Hamparan Besar Tanah Rawang. Disana ia mengajar di madrasah Jami’ Ar Rawaniyah dengan sistem pengajaran halaqoh. Pada tahun 1927 ia mendirikan sekolah Sumatra Thawalib Ar Rawaniyah di tempat yang sama dengan tempatnya mengajar.54 Dengan mengajak mantan murid-muridnya sebagai guru disana seperti H. Azhari Thaib, KH. Abdurrahman bin
51 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia.Ibid. Hlm 95.
52Zarfina Yenti.Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a Connection Between Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century.Op Cit. Hlm 282.
53Loc Cit. 54Ibid. Hlm 283.
Karim, H. Bustanuddin, H. Imrah, H. Kamal Mukhtar, H. Ishak Syahid H. Saleh Samad, H. Latif, dan H. Mat Yunus.55
Tokoh-tokoh ulama diatas memiliki pola yang sama dalam mengembangkan karir keulamaannya, dimana pada pendidikan awal mereka belajar dalam sistem pendidikan tradisional yang disebut sebagai surau kemudian berlanjut ke Mekkah, selain berhaji, mereka juga belajar dengan ulama-ulama yang berada disana. Sekembalinya dari Mekkah, mereka mulai mengaplikasikan pendidikan yang telah didapatnya dengan mendirikan surau atau lembaga pendidikannya masing-masing, yang kemudian berkembang menjadi organisasi politik sebagai upaya menentang penjajahan saat itu.
Untuk melihat perkembangan Islam di Kerinci lebih lanjut sangat sulit karena sedikitnya ketersediaan sumber-sumber tulisan yang menerangkan kondisi Kerinci, sebagian besar ulama yang hidup pada abad ke-20 juga tidak banyak yang mengetahui, dan hanya dapat ditelusuri dari sumber lisan atau karya-karya yang mereka tinggalkan. Sehingga Minangkabau dipilih untuk menjadi refleksi dalam perkembangan Islam di Kerinci pada abad ke-20.
Meskipun menurut Azyumardi Azra perkembangan Islam telah nampak pada abad ke-17 dan 18,56 namun hal itu masih bersifat kedaerahan dan di dominasi oleh golongan sufi yang menyebarkan aliran tarekatnya, serta belum adanya kesadaran untuk melawan penjajahan. Di Kerinci terdapat beberapa aliran tarekat, diantaranya Tarekat Syattariyyah yang dibawa oleh Syekh Abdul Latif yang juga
55Loc Cit.
56 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Op Cit. Hlm 241.
murid dari Syekh Abdul Rauf as-Singkili, Tarekat Qadiriyah, dan Tarekat Sammaniyah yang ada sejak abad ke-17.57
2.3 Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para ulama untuk membangkitkan Islam adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi sosial keagamaan seperti:58 Serikat Dagang Islam di Bogor tahun 1905, Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1912, Persatuan Islam di Bandung tahun 1920, Nahdlatul Ulama di Surabaya tahun 1926, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Canduang, Bukittinggi tahun 1930. Selain itu, berdirinya partai-partai politik yang sebagian merupakan perpanjangan dari organisasi diatas seperti Serikat dagang Islam yang mendirikan Sarikat Islam, Organisasi Sumatra Thawalib yang kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) di Padang Panjang tahun 1932, serta Partai Islam Indonesia (PII) tahun 1938.59
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, masuk dan berkembangnya organisasi Islam pada abad ke-20 juga turut memengaruhi pergerakan Islam di Kerinci, mengingat organisasi Islam pada masa penjajahan menjadi tonggak pergerakan dalam menentang penjajahan Belanda dengan mendirikan lembaga pendidikan berupa pesantren atau madrasah yang kelak diantara lulusan sekolah tersebut menjadi pemimpin perlawanan.
57 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia.Op Cit. Hlm 106-107.
58 Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama. (Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012). Hlm 185-186.
Di Kerinci, diketahui terdapat dua organisasi keagamaan berskala nasional yaitu Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), kedua organisasi ini sama-sama menjadi pelopor pergerakan organisasi Islam di Kerinci dari zaman penjajahan hingga masa kemerdekaan dan bahkan masuk kedalam politik praktis di Kerinci pasca kemerdekaan.60 Menariknya, belum ada organisasi Islam yang di
inisiasi oleh ulama Kerinci dan berbasis di Kerinci sebelum masa kemerdekaan yang menandakan keterikatan Minangkabau sebagai pelopor masuknya pergerakan organisasi Islam di Kerinci.
Organisasi Muhammadiyah misalnya, dibawa oleh Buya Zainal Abidin Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat, masuk ke Rawang dan kemudian tersebar ke Sungai Penuh dan daerah sekitarnya seperti Pondok Tinggi, Dusun Baru, Sebukar, Jujun, Lolo, Lempur, Temiai, Sanggaran Agung, Pulau Sangkar, Seleman, Koto Lanang, Koto Payang, dan desa-desa lainnya.61
Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan diasaskan pada kegiatan sosial berupa dakwah, disamping itu tidak kalah penting Muhammadiyah juga mengupayakan pendidikan Islam yang modern dengan memperkenalkan program belajar berjenjang, merasionalkan metode pengajaran dengan menekankan pemahaman dan penalaran dibandingkan penghafalan. Muhammadiyah juga mencoba mengaplikasikan pendidikan Islam dalam sekolah umum sebagai upaya menyelaraskan dengan kebutuhan sosial dalam pendidikan modern.62
60 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI 1945-1949.Op Cit. Hlm 20.
61 Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI 1945-1949. Op.Cit. Hlm 19-20.
62 Anonim.Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama.Op Cit. Hlm 186.
Sedangkan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) diperkenalkan oleh Haji Ahmad Faqir pada tahun 1930an yang berhubungan dekat dengan pendirinya yaitu Syekh Sulaiman Ar-Rasuli atau yang biasa dikenal sebagai Inyiak Canduang. Dibawah asuhan Haji Ahmad Faqir, Perti bergerak dalam bidang dakwah dan pendidikan dengan mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Pulau Tengah.63
Perti merupakan organisasi berskala nasional yang bergerak di bidang sosial keagamaan dan pendidikan dengan memperkenalkan sistem pendidikan baru yaitu mengubah sistem pesantren menjadi madrasah, serta penghilangan metode belajar ber-halaqah64 dan menggantinya menjadi penggunaan bangku untuk menyaingi lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Dengan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar diberi nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) yang pertama kali didirikan di Canduang pada 1928. Sebagai hasil pemikiran dari kaum tuo65 di Canduang, MTI tetap mempertahankan pengajaran aliran mazhab Syafi’i66
Disamping dua organisasi diatas, dapat pula ditelusuri sebuah organisasi asal Padang Panjang bernama Sumatra Thawalib yang melebarkan pengaruhnya sampai ke Kerinci. Meskipun tidak banyak diketahui informasi mengenai Sumatra Thawalib di Kerinci karena mengancam pemerintah Belanda saat itu kemudian organisasi ini dibubarkan pada 1928. Jejak Sumatra Thawalib di Kerinci dapat di
63 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia.Op Cit. Hlm 95.
64 Sistem pembelajaran tradisional dengan cara para murid mengelilingi membentuk lingkaran dengan guru berada di tengah-tengahnya.
65 Kaum Tuo adalah mereka yang berpegang pada mazhab Syafi’i dan berakidah Ahlussunnah dan memakai Tarekat sebagai amalan batin.
Lihat Apria Putra, Charullah Ahmad.Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal Abad XX. (Padang: Komunitas Suluah, 2011). Hlm 17.
66 Indah Rumeza.Perjuangan Syekh Sulaiman ar-Rasuli dalam Mengembangkan Perti di Minangkabau (1930-1970).Op Cit. Hlm 33.
telusuri dari rekam jejak seorang ulama bernama Syekh Muhammad Khatib, dengan bantuan dari mantan murid yang pernah belajar di Sumatra Thawalib di Padang Panjang mereka mendirikan sekolahan yang diberi nama Sumatra Thawalib ar Rawaniyah di Hamparan Rawang pada 1927.67 Beberapa tokoh dari Sumatra Thawalib ar Rawaniyah seperti H. Azhari Thaib dan KH Abdurrahman bin Karim pernah memimpin rakyat Rawang dalam melawan Agresi Militer II yang dilancarkan oleh Belanda tahun 1949.68
Sumatra Thawalib sendiri awalnya merupakan lembaga pendidikan trandisional berupa surau yang dikenal dengan nama Surau Jembatan Besi. Para pengajar di surau ini merupakan tokoh-tokoh pembaharuan Islam di Minangkabau seperti Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul. Setelah terjadinya pembaharuan dengan perubahan surau menjadi sekolahan Thawalib dengan sistem pendidikan barat yang ditambahkan pelajaran umum. Tahun 1919 diadakan pertemuan antara pelajar dari surau Parabek dan pelajar Thawalib, dalam pertemuan itu disepakati persatuan pelajar dari kedua surau yang kemudian disebut Sumatra Thawalib.69
Menurut Deliar Noer, ketika Jalaluddin Thaib menjadi ketua organisasi Sumatra Thawalib pada tahun 1920, transisi pergerakan berpindah dari pelajar ke guru, sehingga organisasi ini lebih menyerupai badan yang mengawasi dan membina surau-surau atau sekolahan. Tetapi organisasi ini berhasil mengembangkan keanggotaannya ke sebagian besar Sumatra Barat.70
67 Zarfina Yenti.Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a Connection Between Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century.Op Cit. Hlm 283.
68 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI 1945-1949.Op Cit. Hlm 130-133.
69 Deliar Noer.Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet ketujuh. Hlm 54-55. 70Ibid.Hlm 56-58.
Lembaga pendidikan lain yang berdiri di Kerinci adalah Jami’atul Ihsaniyah yang didirikan oleh Syekh H. Mukhtar Abdul Karim Ambai pada 1960 di desa Tebing Ambai. Tidak banyak informasi yang ditemukan namun lembaga pendidikan ini berfokus pada pendidikan tradisional dengan pondok pesantren dan surau-surau sebagai tempat belajar-mengajar Al-Quran.71 Sang pendiri yaitu Syekh
H. Mukhtar Abdul Karim Ambai merupakan ulama yang sezaman dengan H. Ahmad Faqir dan KH Abdul Karim Djamak yang sama-sama mengusahakan pendidikan di Kerinci.
71 Ahmad Zuhdi.Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan,Op Cit. Hlm 24.
32 3.1 Kehidupan Awal
Abdul Karim Djamak lahir di desa Tanjung Rawang, Hamparan Rawang, Kerinci (sekarang masuk ke wilayah administratif Kota Sungai Penuh) pada 06 Mei 1906, bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1324 H sebagai anak pertama dari pasangan ayah yang bernama Tengku Muhammad Jum’at dan ibunya Sakminah.72 Kakek dan nenek dari sebelah ayah bernama Abdullah dan Istrinya Anduang adalah seorang perantau yang berasal dari Palembang, Abdullah merupakan seorang yang berketurunan Arab dan Istrinya Anduang diduga seorang Syarifah73. Sedangkan dari jalur ibu hanya sampai pada kakeknya yang bernama Muhammad.74
Tumbuh serta berkembang ditengah-tengah keluarga yang dapat dikatakan sebagai kalangan yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan kepribadian Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama yang kuat pula. Abdul Karim Djamak memulai pendidikannya di usia 7 tahun, beliau lebih banyak belajar dari ayahnya yang merupakan ulama besar di Rawang serta kerabatnya yang beberapa diantaranya merupakan ulama di Tanjung Rawang.75
72 Dari pasangan ini lahir 10 anak termasuk Abdul Karim Djamak sebagai anak tertua. Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani.Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak. (Bandung: Sagara Publishing, 2015). Hlm 48.
73 Istilah yang digunakan untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad SAW. dari jalur Hasan Bin Ali.
74 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani.Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak. Op Cit. Hlm 46-49.
75 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 1.