• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH 1. Kemandirian

Menurut Mu’tadin (2002) kemandirian mengandung pengertian yaitu, suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Lebih lanjut Mu’tadin (2002) menyebutkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri. Menurut Budi (2008) kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya.

2. Kemandirian Anak Usia Prasekolah

Menurut Subrata (1997) kemandirian yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendri dalam segala hal. Pada anak usia prasekolah menurut Hartono (1997) potensi yang harus dikembangkan adalah kemandirian, karena pada usia ini anak sudah mulai belajar memisahkan

(2)

diri dari keluarga dan orang tua untuk memasuki suatu lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan taman kanak-kanak atau taman bermain. Pada saat anak memasuki TK, anak mulai dituntut untuk mengatasi ketergantungan pada orang tua atau pengasuhnya (Rumini & Sundari, 2004). Ketidakmandirian seorang anak identik dengan sikap bergantung yang berlebihan pada orang-orang disekitarnya (Hartono, 1997). Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit karena anak membutuhkan peran orang-orang di sekelilingnya untuk mengambil inisiatif dari dirinya. Hal ini ditandai dengan anak menangis saat ditinggal sebentar saja oleh ibunya (Coles, 2003)

Ciri-ciri anak usia prasekolah menurut Rumini dan Sundari (2004) meliputi anak dapat makan dan minum sendiri, anak mampu memakai pakaian dan sepatu sendiri, anak mampu merawat diri sendiri (mencuci muka, menyisir rambut, sikat gigi), anak mampu menggunakan toilet, anak dapat memilih kegiatan yang disukai (menari, melukis, mewarnai), dan di sekolah TK tidak mau ditunggui oleh ibu atau pengasuhnya. Menurut Kusuma (2008) bentuk kemandirian yang perlu dikuasai anak usia prasekolah, yaitu:

a. Usia 3-4 tahun

Kemampuan yang harus dikuasai pada usia 3-4 tahun yaitu sikat gigi sendiri meski belum sempurna, buka-pakai baju kaus dan celana berkaret, memakai sepatu berperekat, mandi sendiri dengan arahan, pipis di toilet, mencuci tangan tanpa bantuan, menuang air tanpa tumpah dan minum sendiri dari gelas tanpa gagang maupun cangkir bergagang, membereskan mainan usai bermain, buka-tutup pintu, baik dengan pegangan yang diputar maupun ditekan ke bawah, Anak juga dapat memutar anak kunci.

(3)

b. Usia 4-5 tahun

Selain kemampuan yang telah dikuasai pada usia 3-4 tahun, maka seharusnya anak sudah menguasai: Menggunakan pisau untuk memotong makanan, buka-pakai baju berkancing depan, buka-tutup celana berseleting, menalikan sepatu, mandi sendiri tanpa arahan, cebok setelah buang air kecil atau besar, menyisir rambut.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji (2007) pada anak usia prasekolah di TK Mekar Sari dan TK Assirajiyah mranggen menunjukkan dari 47 siswa terdapat 32 anak (42,31%) tidak mandiri karena ibu sibuk bekerja dan 10 anak dari 29 siswa tidak mandiri pada ibu yang tidak bekerja.

3. Melatih Kemandirian Anak

Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini (Mu’tadin, 2008). Misalnya anak perlu diberi kesempatan untuk bermain, memilih, mengerjakan sesuatu secara utuh, memberi saran, belajar mendengarkan orang lain dan belajar bertanggung jawab (Ronald, 2006). Latihan kemandirian yang diberikan pada anak harus disesuaikan dengan usia anak (Mu’tadin, 2008). Dengan memberikan latihan kemandirian diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak bergantung pada orang lain dan dengan demikian kemandirian akan berkembang dengan baik (Mu’tadin, 2008).

(4)

4. Aspek-Aspek Kemandirian

Menurut Robert Havighurst (1972) dalam Mu’tadin (2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu Emosi yang ditunjukkan dengan kemampuan anak mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua, Ekonomi yang ditunjukkan dengan kemampuan anak mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi dari orang tua, Intelektual yang ditunjukkan dengan kemampan anak untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, Sosial yang ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau pada orang lain.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak Usia Prasekolah Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian anak usia prasekolah menurut Soetjiningsih (1995) terbagi menjadi dua meliputi faktor internal dan eksternal

a. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual

1) Faktor emosi yang ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi anak.

2) Faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak.

b. Faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri, yang meliputi lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh yang dipengaruhi oleh komunikasi yang dibangun dalam keluarga, kualitas

(5)

informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orang tua, dan status pekerjaan ibu

1) Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak usia prasekolah. Pada usia ini anak membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana-kemari dan mempelajari lingkungan (Soetjiningsih, 1995). Dengan diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas maka lingkungan yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan rasa percaya dirinya (Subrata, 1997).

2) Karakteristik sosial dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak-anak dari keluarga kaya (Soetjiningsih, 1995).

3) Stimulus, Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulasi (Soetjiningsih, 1995).

4) Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan, dukungan dan peran orang tua sebagai pengasuh (Soetjiningsih, 1995). Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh pola komunikasi yang dibangun, dengan pola komunikasi yang baik diharapkan akan tercipta pola asuh yang baik (bahri, 2004).

5) Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang mandiri. Hal ini dapat di diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua dan anak berjalan

(6)

lancar dan baik (Soetjiningsih, 1995).

6) Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orang tua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan pada anak karena orang tua dapat menerima informasi dari luar terutama cara meningkatkan kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995).

7) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai perkembangan usianya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu dapat memantau langsung kemandirian anak dan bisa memandirikan anaknya (Soetjiningsih, 1995).

B. KOMUNIKASI ORANG TUA 1. Komunikasi

Komunikasi menurut Haber (1987) dalam Yantiriyantini (2008) adalah suatu proses ketika informasi disampaikan kepada orang lain melalui simbol, tanda, atau tingkah laku. Menurut Johnson (1981) dalam Arwani (2002) komunikasi memfokuskan pada unsur penyampaian, mereka menyampaikan bahwa komunikasi merupakan kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak-pihak yang ikut terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya dengan menggunakan kata-kata (lisan atau bahasa verbal) atau dengan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap

(7)

tertentu (bahasa non verbal) (Wikipedia, 2008).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi baik secara langsung maupun dengan mengunakan simbol atau lambang dari seorang pengirim kepada penerima.

2. Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung dalam ikatan tertentu (perkawinan) untuk membagi pengalaman dan pendekatan emosional dan mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Dari hasil perkawinan tersebut, lahir anak-anak yang membutuhkan cinta kasih, ketentraman, dan kedamaian serta pendidikan agar dapat berkembang kearah kedewasaan dengan lancar (Friedman, 1998). Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1994 BAB 1 pasal 1, ayat 2 yang dikutip oleh Bahri (2004) menjelaskan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Penyelenggaraan pengembangan keluarga yang berkualitas ditujukan agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan materiil sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal (Bahri, 2004). Menurut Friedman (1998) fungsi keluarga antara lain yaitu fungsi afektif, bagaimana gambaran diri anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain, saling menghargai dan

(8)

kehangatan di dalam keluarga. Fungsi sosialisasi, artinya bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku. Fungsi kesehatan, sejauh mana keluarga menyediakan pangan, papan, perlindungan, merawat anggota keluarga yang sakit, dan sejauh mana pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan.

3. Komunikasi Dalam Keluarga (Orang Tua)

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti baik dari orang tua ke anak, anak ke orang tua maupun dari anak ke anak (Bahri, 2004). Pola komunikasi yang dibangun dalam keluarga akan mempengaruhi pola asuh orang tua dan kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta dilandasi cinta dan kasih sayang dengan memposisikan anak sebagai subyek yang harus dibina, dibimbing dan dididik (Bahri, 2004). Syarat utama menciptakan komunikasi dalam keluarga adalah dengan meluangkan waktu bersama agar tercipta keintiman, keakraban dan persahabatan yang hangat diantara anggota keluarga karena komunikasi dengan anak tidak akan terjalin bila tidak pernah bertemu atau bercakap-cakap (Sobur, 1991).

4. Cara membangun Komunikasi yang Efektif Dalam Keluarga

Menurut Ma’ruf (2007) hal-hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di keluarga menjadi efektif yaitu respek, empati, audibel, jelas, dan rendah hati. a. Respek

Komunikasi harus diawali dengan saling menghargai. Adanya penghargaan akan menimbulkan kesan (feedback) dari penerima pesan.

(9)

Orang tua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila melakukannya dengan respek agar anak juga melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orang tua atau orang di sekitarnya.

b. Empati

Empati adalah kemampuan menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain. Orang tua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi akan berusaha memahami anak terlebih dulu dengan cara membuka dialog, mendengar keluhan dan harapan anak.

c. Audibel

Audibel berarti dapat didengar atau bisa dimengerti dengan baik. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan dari orang tua dapat digunakan untuk mempermudah berkomunikasi dengan anak. d. Jelas

Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan pemahaman, saling terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan anak, orang tua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya yaitu dengan cara berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).

e. Rendah Hati

Sikap rendah hati mengandung makna saling menghargai, tidak memandang rendah, lemah lembut sopan, dan penuh pengendalian diri.

(10)

5. Bentuk Komunikasi Orang Tua dengan Anak

Menurut Annisa (2008) pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari akan menentukan bentuk komunikasi yang dipilih orang tua dalam berhadapan dengan anak-anaknya. Bentuk komunikasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Permisif adalah memberi kebebasan yang besar terhadap anak dengan kosekuensi tidak adanya kedisiplinan dalam diri dan keseharian anak.

b. Koersif adalah mendisiplinkan anak dengan paksaan, tanpa adanya kebebasan bagi anak untuk memiliki pilihan atau mengambil keputusan. c. Dialogis adalah memberikan kebebasan dalam memilih atau mengambil

keputusan tanpa mengesampingkan kedisiplinan si anak. Pola asuh dialogis ini kemudian akan memunculkan kemandirian dan rasa tanggung jawab pada diri anak.

6. Proses Komunikasi Dalam Keluarga (Orang Tua)

Proses komunikasi dalam keluarga adalah proses penyampaian informasi melalui simbol-simbol atau lambang-lambang dari orang tua kepada anak secara timbal balik dan dua arah agar tercipta keakraban, keterdekatan dan kepercayaan (Nursalam, 2005). Bila keakraban, keterdekatan dan kepercayaan telah terjadi maka anak akan terbuka kepada keluarga dan segala permasalahan dalam kemandirian dapat dipecahkan bersama karena lingkungan keluarga merupakan suatu situasi yang paling utama dan pertama sebagai pelaku aktif dalam kemandirian anak (Nursalam, 2005).

(11)

Menurut Bahri (2004) proses komunikasi dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Kegiatan komunikasi verbal berbentuk bahasa baik antar orang tua dan anak maupun komunikasi dalam keluarga sebagai alat untuk menyampaikan pesan atau perasaan (Elemen, 1998). Dalam hubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi dan orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan (Bahri, 2004). Sedangkan komunikasi non verbal biasa terbaca dari isyarat, gerak-gerik, perilaku, gambar, dan lambang untuk manyampaikan pesan atau keinginan (Elemen, 1998). Komunikasi non verbal ini sering dipakai orang tua dalam menyampaikan suatu pesan pada anaknya, misalnya dengan pelukan atau usapan dikepala anak menunjukkan bahwa orang tua memberikan kasih sayang pada anaknya (Bahri, 2004).

7. Komponen Komunikasi dalam Keluarga (Orang Tua)

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik (Wikipedia, 2008). Komponen-komponen komunikasi menurut hidayat (2005) antara lain pengirim atau komunikator (sender) yaitu orang tua yang melaksanakan komunikasi dengan anak, pesan (message) yang dapat berupa informasi tentang masalah kesehatan anak atau informasi yang membantu kepercayaan diri anak, saluran (channel) merupakan media dalam komunikasi yang sangat beragam seperti suara, gambar atau permainan secara konkrit dan menarik bagi anak, penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan (anak) dari orang tua, umpan balik (feedback) merupakan evaluasi tercapainya informasi yang disampaikan pada

(12)

anak karena dalam komunikasi dengan anak sering ditemukan kesulitan yaitu anak merasa ketakutan sebagai dampak hospitalisasi.

8. Komunikasi pada Anak usia Prasekolah

Menurut Hidayat (2005) komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Pada usia prasekolah cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan nada suara, bicara lambat tidak terburu-buru, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak pada anak, berilah waktu pada anak untuk merasa nyaman, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk menyatakan perhatian atau ketakutan mereka (Wong, 2000).

Menurut behrman (1996) dalam Hidayat (2005) komunikasi pada usia ini bersifat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya dan takut terhadap ketidaktahuan. Keluarga dapat memberikan mainan dengan maksud anak mudah diajak berkomunikasi dan mengurangi rasa tidak nyaman serta untuk mengatur jarak interaksi dengan anak dan menggunakan berbagai teknik komunikasi, seperti salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas (dewit, 2001). Menurut Sobur (1991) terdapat tiga kunci keberhasilan membina keakraban dalam berkomunikasi dengan anak, yaitu orang tua harus mencintai anak tanpa pamrih dan sepenuh hati, orang tua harus memahami sifat dan perkembangan anak dan mau mendengar mereka, orang tua

(13)

juga harus berlaku kreatif dan mampu menciptakan suasana yang menyegarkan dengan anak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Najib (2008) pada anak usia prasekolah di Wonorejo, Demak menunjukkan bahwa dari 56 keluarga, teknik komunikasi dalam keluarga yang digunakan sebanyak 44 orang (76,6%) adalah komunikasi fungsional (pesan yang diterima penerima sesuai dengan yang disampaikan pengirim dan sarana yang digunakan jelas).

C. KERANGKA TEORI

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia prasekolah (Soetjiningsih, 1995; Bahri, 2004)

A. Faktor internal: 1. Emosi 2. Intelektual Faktor eksternal: 1. Lingkungan 2. Karakteristik sosial 3. Stimulasi

4. Pola asuh orang tua yang dipengaruhi oleh pola komunikasi yang dibangun

5. Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi oleh pendidikan orang tua 6. Status pekerjaan ibu

Kemandirian anak usia prasekolah

(14)

D. KERANGKA KONSEP

Variabel bebas (independen) Variabel terikat (dependen)

Gambar 2.2. kerangka konsep

E. VARIABEL PENELITIAN 1. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah komunikasi orang tua.

2. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemandirian anak usia prasekolah.

F. HIPOTESIS PENELITIAN

Ada hubungan antara komunikasi orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah.

Komunikasi orang tua Kemandirian anak usia prasekolah

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia  prasekolah (Soetjiningsih, 1995; Bahri, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan KRB adalah (1) pusat konservasi ex-situ , (2) panorama arsitektur lanskap yang bernuansa alami, (3) KRB memiliki aksesbilitas tinggi

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Persentase rata-rata jumlah ikan rainbow dengan warna biru-ungu pada bagian kepala yang diberi perlakuan pakan maggot yang diperkaya dengan wortel (58±3,37%) tidak berbeda

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang