• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DAN KONDISI FISIK BANGUNAN RUMAH DI DESA MANDURO KECAMATAN KABUH KABUPATEN JOMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DAN KONDISI FISIK BANGUNAN RUMAH DI DESA MANDURO KECAMATAN KABUH KABUPATEN JOMBANG"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DAN KONDISI FISIK BANGUNAN RUMAH DI DESA MANDURO

KECAMATAN KABUH KABUPATEN JOMBANG

Suhanda Eka Budiana, Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang,

Pembimbing: (1) Dr. I Nyoman Ruja, M.S (2) Satti Wagistina, S.P, M.Si Jln. Semarang 5, Malang 65145, Jawa Timur, Indonesia

Email: Suhandaeka1@gmail.com

ABSTRACT: The purpose of this study was to determine the effect of poverty on children's education and physical condition of the house in the village of Manduro. The data was collected using interviews, documentation and observation of 89 respondents, and then analyzed using a single tabulation, cross tabulation and statistical analysis. The results showed that (1) Poverty has no effect on children's education, (2) Poverty affects the physical condition of the house. Based on these results it can be given some suggestions, which are (1) Promotion of the surgical program, (2) Extension of a healthy home, (3), further research on poverty.

Keywords:Poverty, child education, physical condition of the house

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh antara kemiskinan terhadap pendidikan anak dan kondisi fisik bangunan rumah di Desa Manduro. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara, dokumentasi, dan observasi dari 89 responden, dan kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi tunggal, tabulasi silang dan analisis statistik. Hasil penelitian didapatkan bahwa (1) Kemiskinan tidak berpengaruh terhadap pendidikan anak; (2) Kemiskinan berpengaruh terhadap kondisi fisik bangunan rumah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat diberikan beberapa saran, diantaranya adalah (1) Penggalakan program bedah rumah; (2) Penyuluhan rumah sehat; (3) Penelitian lanjutan tentang kemiskinan.

Kata Kunci: Kemiskinan, pendidikan anak, kondisi fisik bangunan rumah

Pemberantasan Kemiskinan merupakan salah satu isi dari delapan sasaran pembangunan millennium (Millineum Develompment Goals-MDGs) yang telah ditandatangani oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2000 (Adisasmito, 2008). Indonesia merupakan salah satu Negara yang ikut berkomitmen dalam penanggulangan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin yang besar merupakan masalah yang harus segera diselesaikan. Data Kementrian sosial tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 30.018.930 jiwa, lebih dari 50% diantaranya tinggal di Pulau Jawa. Provinsi di Pulau Jawa yang memiliki jumlah penduduk miskin tebanyak

(2)

adalah Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 5.356.000 jiwa (Kementrian Sosial, 2012). Salah satu Kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi di JawaTimur adalah Kabupaten Jombang. Tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Jombang mencapai 205.000 jiwa (BPS, 2009). Data pendidikan di Kabupaten Jombang tidak kalah mencengangkan dibandingkan dengan data kemiskinan.

Data IPM tahun 2011 di Kabupaten Jombang menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah pada umur 15 tahun ke atas baru mencapai 7,08 tahun, yang berarti tidak jauh dari lulusan SD. Salah satu Kecamatan yang memiliki rata-rata lama sekolah yang rendah adalah Kecamatan Kabuh. Berdasarkan data IPM tahun 2011 menunjukkan angka bahwa rata-rata lam sekolah hanya mencapai angka 5,56, yang berarti berada hanya pada jenjang SD saja (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang, 2011) . Salah Desa di Kecamatan Kabuh yang jumlah penduduknya pada usia 15 tahun keatas hanya memiliki pendidikan SD dan SMP adalah Desa Manduro. Rendahnya pendidikan di Desa Manduro salah satunya diakibatkan oleh daya tamping sekolah pada jenjang pendidikan SMA di Kecamatan Kabuh hanya terdapat satu SMA, sehingga kapasitas muridnya terbatas. Terbatasnya kapasitas pada jenjang SMA di Kecamatan Kabuh memaksa penduduk untuk memilih pendidikan pada jenjang SMA di luar Kecamatan Kabuh. Tingginya biaya transportasi mengakibatkan anak yang berada pada keluarga dibawah garis kemiskinan memilih untuk bekerja dan mencari nafkah dibandingkan dengan melanjutkan pada jenjang pendidikan SMA. Selain partisipasi terhadap pendidikan yang rendah dan kemiskinan, kondisi fisik bangunan rumah penduduknya juga terlihat tidak layak dan tidak memenuhi standart rumah sehat.

Mayoritas penduduk di Desa Manduro masih menggunakan kayu dan bambu sebagai dinding rumah. Padahal menurut Notoatmojo (2003) bahwa dinding rumah yang baik adalah tembok, dinding rumah yang berupa bambu atau kayu akan susah untuk dibersihkan sehingga banyak debu yang akan menempel. Rumah penduduk di Desa Manduro juga banyak yang tidak memiliki ventilasi sebagai tempat pergantian udara, hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di Desa Manduro masih menggunakan bambu sebagai dinding rumah sehingga tidak dapat

(3)

dipasang ventilasi pada dinding rumah mereka. Penggunaan tanah sebagai lantai bangunan juga masih terlihat menjadi mayoritas rumah penduduk di Desa Manduro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan metode survey. Penentuan Responden dalam penelitian ini berdasarkan penerima BLSM, namun dalam analisis kriteria kemiskinannya menggunakan kriteria kemiskinan Sayogyo. Dalam penentuan berapa banyak sampel yang dibutuhkan menggunakan rumus Dixion dan B.Leach dan diperoleh 89 responden. Penentuan sampel setiap dusunnya menggunakan Proportional Random Sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan tabulasi tunggal dan silang yang kemudian di uji menggunakan SPSS 15 for windows dengan analisis diskriminan.

HASIL

1. Kemiskinan

Kemiskinan dalam penelitian ini berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata responden dalam keluarga yang diukur dengan dengan menggunakan ekivalen beras menurut Sayogyo (1985), yaitu dengan kriteria paling miskin, miskin sekali, dan miskin. Deskripsi tingkat kemiskinan rata-rata dalam keluarga di Desa Manduro dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1 Klasifikasi Kemiskinan Responden di Desa Manduro Tahun 2013 Klasifikasi Kemiskinan Frekuensi % Keterangan

<Rp 270.000 78 88 Paling Miskin >Rp 270.000-Rp 360.000 10 11 Miskin Sekali >Rp 360.000-Rp 480.000 1 1 Miskin

Jumlah 89 100

Berdasarkan klasifikasi kemiskinan responden pada tabel 1 menunjukkan bahwa kelurga responden yang tergolong klasifikasi paling miskin memiliki presentase terbanyak yaitu mencapai 88%. Klasifikasi kemiskinan yang memiliki presentase paling sedikit adalah pada klasifikasi miskin, yaitu hanya 1%.

(4)

Banyaknya responden yang tergolong kedalam klasifikasi paling miskin diakibatkan oleh jenis pekerjaan responden responden yang sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. Bekerja sebagai buruh tani mengakibatkan responden dalam sebulan hanya memperoleh pendapatan antara Rp 150.000-Rp 300.000. Penghasilan tersebut juga dipergunakan untuk kebutuhan anak, termasuk biaya untuk bersekolah.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka terlihat bahwa responden sudah sesuai untuk menerima BLSM, hal ini dikarenakan sesuai dengan salah satu kriteria penerima BLSM point 12 yang berbunyi ”Pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan setengah hektar, buruh tani, kuli bangunan, tukang batu, tukang becak, pemulung, atau bekerja informal lainnya dengan pedapatan maksimal Rp 600.000 per bulan”.

2. Pendidikan Anak

Pendidikan anak dalam penelitian ini meliputi pendidikan dasar SD sampai dengan pendidikan menegah SMA. Jumlah anak dari 89 responden adalah 168 anak. Jumlah ini terlihat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden. Hal ini dikarenakan terdapat responden yang tidak hanya memiliki satu anak, namun memiliki 2-6 anak. Untuk melihat tingkat pendidikan anak di Desa Manduro dapat dilihat pada tabel 2.

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa pendidikan anak responden mayoritas adalah berada pada jenjang pendidikan SD pada usia >12 tahun dengan total 79 anak, sedangkan yang paling sedikit terdapat pada jenjang pendidikan SMA pada usia >18 tahun dengan 2 anak. Tingginya partisipasi anak pada jenjang pendidikan SD disebabkan di Desa Manduro terdapat 2 sekolah SD, sehingga mampu untuk menampung anak di Desa Manduro yang ingin bersekolah pada jenjang pendidikan SD.

Tabel 2 Tingkat Pendidikan Anak berdasarkan Umurnya di Desa Manduro Tahun 2013 Tingkat

Pendidikan

Usia (Tahun) Jumlah

6-12 >12 12-15 >15 15-18 >18 F %

SD/MI 17 79 - - - - 96 57

SMP/MTS - - 14 50 - - 64 38

SMA/MA - - - - 6 2 8 5

(5)

Rendahnya partisipasi pada jenjang pendidikan SMA diakibatkan oleh hanya terdapat 1 SMA di Kecamatan Kabuh dan hanya terdapat 12 kelas, sehingga terlihat bahwa kapasitas SMA tidak mampu untuk menampung seluruh anak yang ingin bersekolah pada jenjang SMA. Hal ini menyebabkan partisipasi sekolah pada jenjang SMA rendah. Seperti yang terlihat pada tabel 2 bahwa hanya terdapat 2 anak yang telah selesai menempuh jenjang pendidikan SMA dan terdapat 6 anak yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang SMA.

3. Kondisi Fisik Bangunan

Kondisi fisik bangunan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah meliputi ventilasi, lantai, dinding, atap, rata-rata luas bangunan per orang, pondasi rumah dan fasilitas buang air. berdasarkan hasil penelitian di dapatkan data mengenai kondisi fisik bangunan rumah di Desa Manduro, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Kodisi fisik bangunan berdasarkan ventilasinya dapat dilihat pada tabel 3 bahwa terdapat 79% rumah responden yang memiliki rumah tidak berventilasi dan 21% rumah responden yang memiliki ventilasi <10% dari luas lantai rumahnya. Kriteria rumah sehat berdasarka ventilasinya menurut Notoatmojo (2003) bahwa ventilasi rumah harus >10% luas lantai rumah, hal ini dikarenakan agar keseimbangan O2 yang diperlukan peghuni rumah seimbang.

Kondisi fisik rumah berdasarkan lantai rumahnya terbagi menjadi 3 kriteria yaitu tanah, plester, dan kramik. Menurut Notoatmojo (2003) bahwa lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihka, jadi paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik apabila di kramik. Berdasarkan tabel 3 bahwa lantai rumah responden keseluruhan masih menggunakan tanah sebagai lantai rumah, sehingga tidak termasuk kedalam kriteria lantai rumah yang dianjurkan oleh Notoatmojo.

Kondisi fisik rumah berdasarkan dindingnya terbagi menjadi 3 bahan untuk dinding rumah yaitu bambu, kayu berkualitas rendah, kayu berkualitas tinggi, dan tembok. Menurut Notoatmojo bahwa diding rumah yang baik adalah berdiding Tembok. Hal ini dikarenakan rumah yang memiliki dinding bambu atau kayu akan susah untuk dubersihkan. Berdasarkan tabel 3 bahwa 51% responden masih

(6)

menggunakan bambu, 29% menggunakan kayu berkualitas rendah, dan 20% menggunakan kayu berkualitas tinggi.

Tabel 3 Kondisi Fisik Bangunan Rumah di Desa Manduro pada Tahun 2013

Kondisi Bangunan Frekuensi %

Ventilasi

tidak ada ventilasi 70 79 < 10% luas bangunan 19 21 > 10% luas bangunan 0 Lantai Tanah 89 100 Plester 0 Kramik 0 Dinding Bambu 45 51

kayu berkualitas rendah 26 29 kayu berkualitas tinggi 18 20

Tembok 0

Atap

genteng tidak berplafon 89 100

Genteng berplafon 0 0

luas bangunan

<8 m2 per orang 24 27

>8 m2 per orang 65 73

Pondasi

tidak ada pondasi 89 100

memiliki pondasi 0

Toilet

Sungai 21 24

Bersama 35 39

Sendiri 33 37

Berdasarkan kondisi atapnya, kondsi fisik rumah dibagi menjadi genteng tidak menggunakan plafon dan genteng yang menggunakan plafon. Plafon berfungsi sebagai penghalang agar debu tidak langsung masuk kedalam rumah, sehingga rumah menjadi bersih. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa 100% responden memiliki genteng rumah yang tidak memiliki plafon. Hal ini akan mengakibatkan rumah menjadi cepat kotor dikarenakan debu akan mudah masuk

(7)

kedalam rumah.

Berdasarkan rata-rata luas per orangnya maka dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu < 8 m2 rata-rata per orangnya dan > 8 m2 rata-rata per orangnya. Berdasarkan tabel 3 bahwa 27% responden memiliki rumah dengan luas luas per orangnya <8 m2 sedangkan yang memiliki rumah dengan rata-rata luas per orangnya >8m2 mencapai 73%. Hal ini dikarenakan harga tanah yang berada di desa lebih murah dibandingkan dengan harga tanah yang berada di kota dan masih luasnya tanah kosong yang dijadikan sebagai warisan kepada anak-anaknya yang kemudian dibangun sebagai rumah.

Rumah yang kokoh dan tahan lama harus memiliki pondasi yang kuat agar tidak mudah roboh diterpa oleh angin. Pondasi rumah biasanya berupa kerangka besi yang diberi semen dan tertanam pada tanah. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa seluruh rumah dari responden yang ada tidak memiliki pondasi sebagai penahan dari terpaan angin. Hal ini akan mengakibatkan rumah responden rawan untuk roboh apabila diterpa oleh angin kencang.

Fasilitas buang air baik besar maupun kecil harus mutlak dipenuhi oleh setiap manusia, karena tidak dapat dielakkan lagi bahwa itu merupakan kebutuhan bagi manusia. Hal ini tidak seperti yang terjadi di Desa Manduro, bahwa sebagian besar rumah tidak memiliki fasilitas buang air pada rumahnya. Responden yang menggunakan sungai sebagai fasilitas buang air terdapat 24%, penggunaan sungai sebagai fasilitas buang air besar dikarenakan rumah responden yang lebih dekat dengan sungai dibandingkan dengan toilet bersama, untuk responden yang memiliki tolet sendiri terdapat 37% dari total responden. Responden yang memiliki toilet sendiri ini dapat dikarenakan responden mampu membangun fasilitas buang air besar responden dan alasan yang kedua adalah karena rumah responden jauh dari sungai dan toilet bersama.

PEMBAHASAN

1. Pendidikan Anak berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan Responden

Pendidikan anak meliputi pendidikan dasar mulai dari SD, SMP dan pendidikan menengah yaitu SMA. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum pendidikan anak berdasarkan umur yang dilihat dari klasifikasi kemiskinannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.

(8)

Tabel 4 Pendidikan Anak berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan di Desa Manduro Tahun 2013 Klasifikasi Kemikinan SD SMP SMA Jumlah 6-12 >12 12-15 >15 15-18 >18 F % paling miskin 14 79 14 37 5 1 150 89 miskin sekali 2 - - 13 1 1 17 10 Miskin 1 - - - 1 1 Jumlah 17 79 14 50 6 2 168 100

Berdasarkan tabel 4 didapatkan gambaran bahwa anak yang tergolong kedalam klasifikasi keluarga paling miskin terlihat paling banyak yang sedang menempuh atau telah menadapatkan ijasah pada jenjang pendidikan SMP dan SMA. Terlihat bahwa di Desa Manduro terdapat 14 anak yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang SMP dan 50 anak yang telah lulus dari pendidikan SMP. 14 anak yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang pendidikan SMP seluruhnya berada pada klasifikasi keluarga paling miskin, sedangkan 50 anak yang telah lulus pada jenjang SMP 37 diantaranya berada pada lingkup keluarga paling miskin. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak responden telah mampu untuk menempuh wajib belajar 9 tahun, walaupun anak tersebut berada pada lingkup klasifikasi keluarga paling miskin.

Tabel 4. Juga memperlihatkan pendidikan anak pada jenjang SMA. Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa terdapat 6 anak yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang pendidikan SMA dan 2 anak yan telah menyelesaikan studinya pada jenjang tersebut. 6 anak yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang SMA, 5 diantaranya berada pada klasifikasi paling miskin, sedangkan 2 anak yang telah menyelesaikan studinya pada jenjang SMA 1 diantaranya juga berada pada lingkup keluarga paling miskin. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keterbatasan biaya tidak menghalangi anak untuk menempuh wajib belajar 12 tahun yang pada awal tahun 2013 sudah dicanangkan oleh MENDIKBUD. Hal ini dikarenakan banyaknya bantuan yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk anak yang berada pada keluarga di bawah garis kemiskinan, diantaranya adalah BOS (Bantuan Operasional Sekolah), dan BSM

(9)

(Bantuan Siswa Miskin). Hal ini sesuai dengan analisis statistik dengan menggunakan SPSS dengan analisis discriminant.

Berdasarkan hasil analisis discriminant didapatkan bahwa nilai chi-square hitung adalah 9,190 dengan df 6 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai chi-square tabel dengan df6 adalah 12,592. Taraf signifikansi hasil perhitungan juga memperlihatkan nilai 0,163 yang berada jauh dibandingkan dengan taraf signifikan yang hanya 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang berarti ”tidak ada pengaruh antara kemiskinan dengan pendidikan anak”. Dan H1 yang menyatakan bahwa ”terdapat pengaruh antara kemiskinan terhadap pendidikan anak” di tolak.

2. Kondisi Fisik Bangunan Rumah berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan

Kondisi fisik bangunan rumah ini meliputi ventilasi, lantai, dinding, atap, luas rata-rata per orang, pondasi, dan fasilitas buang air. Di dalam sub bab ini yang pertama di bahas adalah gambaran umum mengenai luas dan keberadaan ventilasi berdasarkan tingkat kemiskinan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Luas Ventilasi Rumah Responden Berdasarkan Tingkat Kemiskinannya di Desa Manduro Tahun 2013 Tingkat Pendapatan Ventilasi Jumlah Tidak ada % <10% luas lantai % >10% luas lantai % F % Paling Miskin 61 69 17 19 - - 78 88 Miskin Sekali 5 6 5 6 - - 10 11 Miskin - - 1 1 - - 1 1 Jumlah 66 74 23 26 - - 89 100

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa 74% responden yang tidak memiliki ventilasi pada rumahnya, 69% diantaranya berada pada klasifikasi keluarga paling miskin. Rumah responden yang memiliki ventilasi <10% dari luas lantai rumah terdapat 23%, 17% diantaranya berada pada klasifikasi paling miskin. Ventilasi rumah yang dianjurkan oleh Notoatmojo (2003) adalah >10% dari luas lantai rumah. Ketiadaan biaya megakibatkan responden lebih banyak memilih bambu sebagai dinding rumah sehingga tidak dapat dipasang ventilasi pada dinding rumah responden.

(10)

Kondisi fisik bangunan rumah tidak hanya membahas tentang ventilasinya saja namun juga pada lantai rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal. Gambaran umum mengenai lantai rumah tempat tinggal berdasarkan tingkat kemiskinannya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Jenis Lantai Rumah Berdasarkan Tingkat Kemiskinannya di Desa Manduro Tahun 2013

Klasifikais Kemiskinan

Lantai Jumlah

Tanah % Plester % kramik % F %

Paling Miskin 78 - - - - 78 88

Miskin Sekali 10 - - - - 10 11

Miskin 1 - - - - 1 1

Jumlah 89 - - - - 89 100

Berdasarkan tabel 6 kita dapat melihat bahwa 89 responden atau 100% dari responden memiliki rumah yang lantainya berupa lantai tanah. Hal ini dikarenakan ketiadaan biaya untuk memplester lantai rumah responden. Anak responden yang sudah bekerja tidak sepenuhnya membantu perekonomian keluarga. Hasil kerja anak responden hanya untuk kebutuhan anak responden sendiri. Biaya perawatan dan perbaikan rumah masih ditanggung oleh responden dan Istri responden, sedangkan responden dan istri responden mayoritas adalah bekerja sebagai petani dan buruh tani sehingga pendapatan yang responden dapatkan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak mampu untuk memplester lantai rumah.

Jenis dinding yang digunakan responden dapat digunakan untuk melihat kondisi fisik bangunan rumah. Pada tabel berikut akan diuraikan tentang gambaran umum tentang jenis dinding yang digunakan berdasarkan tingkat kemiskinannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7 Jenis Dinding yang Digunakan Berdasarkan Tingkat Kemiskinannya di Desa Manduro Tahun 2013 Klasifikasi Kemiskinan Dinding Jumlah Bambu % Kayu Berkualitas Rendah % Kayu Berkualitas tinggi % Tembok % F % Paling Miskin 40 46 27 30 11 12 - - 78 88 Miskin Sekali 4 4 - - 6 7 - - 10 11 Miskin - - - - 1 1 - - 1 1 Jumlah 44 50 27 30 18 20 - - 89 100

(11)

Berdasarkan tabel 7 didapatkan bahwa 50% responden masih menggunakan bambu sebagai dinding rumah responden, 40% diantaranya berada pada klasifikasi paling miskin. Terlihat bahwa keluarga yang berada pada klasifikasi paling miskin mayoritas masih menggunakan bambu sebagai dinding rumah. Ketiadaan biaya yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan responden yang mayoritas sebagai buruh tani mengakibatkan responden hanya membangun rumah yang seadanya. Padahal menurut Notoatmojo dinding yang baik digunakan adalah tembok. Kemiskinan yang terjadi kepada responden ini mengakibatkan ketidakmampuan responden untuk membangun rumah yang berdindingkan tembok.

Kondisi fisik bangunan juga dapat dilakukan dengan analisis pada bagian atapnya. Untuk melihat kondisi fisik bangunan dilihat dari atapnya berdasarkan klasifikasi kemiskinan dapat dilihat pada tabel 8:

Tabel 8 Atap Bangunan Responden dilihat Berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan di Desa Manduro Tahun 2013 Tingkat Pendapatan Atap Jumlah Genteng Tidak Berplafon % Genteng tidak berplafon % F % Paling Miskin 78 88 - - 78 88 Miskin Sekali 10 11 - - 10 11 Miskin 1 1 - - 1 1 Jumlah 89 100 - - 89 100

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa keseluruhan responden tidak menggunakan plafon untuk melapisi genteng rumah. Hal ini dikarenakan rumah responden berdinding kayu sampai dengan bambu sehingga tidak dapat dipasang plafon untuk melapisi atap rumah responden yang berupa genteng. Padahal plafon ini juga berfungsi sebagai penghalang agar debu tidak langsung masuk kedalam rumah yang nantinya akan mengakibatkan penyakit terhadap penghuninya. Hal ini juga diakibatkan oleh kemiskinan yang responden alami. Tidak memiliki biaya untuk memperbaiki rumah, mengakibatkan responden hanya beratapkan genteng yang tidak dilapisi oleh plafon.

Luas lantai bangunan rumah yang sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Oleh karena itu luas lantai bangunan rumah juga dipakai untuk melihat

(12)

kondisi fisik bangunan rumah. Untuk melihat luas lantai rumah berdasarkan klasifikasi kemiskinannya dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini:

Tabel 9 Luas Lantai Bangunan Rumah Berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan di Desa Manduro Tahun 2013

Klasifikasi Kemiskinan

luas bangunan Jumlah

<8m2 % >8m2 % F %

Paling Miskin 20 22 58 65 78 87

Miskin Sekali 5 6 5 6 10 12

Miskin - - 1 1 1 1

Jumlah 25 28 64 72 89 100

Berdasarkan tabel 9 didapatkan bahwa 72% responden memiliki presentase rata-rata luas bangunan perorangnya >8 m2. Hal ini dikarenakan tanah di desa tidak semahal tanah yang berada dikota, selain itu masih banyaknya tanah warisan dari orang tua responden sebagai tempat untuk membangun rumah, sehingga responden tidak memiliki permasalahan dengan presentase rata-rata luas bangunan rumah perorangnya. Terlihat bahwa kemiskinan tidak berpengaruh terhadap presentase luas bangunan rumah responden. ada beberapa responden yang terlihat adanya pengaruh antara kemiskinan terhadap presentase luas bangunan rumah perorangnya. Hal ini dikarenakan banyaknya anak atau beban tanggungan keluarga dalam keluarga responden sehingga membuat presentase luas perorangannya menjadi turun.

Pondasi merupakan hal yang sangat penting dan harus dimiliki oleh rumah. Rumah yang tidak memilikim pondasi maka akan rentan untuk roboh apabila terdapat angin kencang. Untuk melihat gambaran umum pondasi bangunan yang terdapat di Desa Manduro berdasarkan klasifikasi kemiskinannya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:

Tabel 10 Pondasi Rumah dilihat Berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan di Desa Manduro Tahun 2013 Tingkat Pendapatan Pondasi Jumlah tidak memiliki pondasi % memiliki pondasi % F % Paling Miskin 78 88 - - 78 88 Miskin Sekali 10 11 - - 10 11 Miskin 1 1 - - 1 1 Jumlah 89 100 - - 89 100

(13)

Berdasarkan tabel 10 didapatkan bahwa seluruh responden baik yang tergolong dalam klasifikasi kemiskinan paling miskin sampai dengan miskin pada bangunan rumahnya tidak memiliki pondasi. Hal ini dikarenakan rumah responden yang hanya terbuat dari bambu dan kayu sehingga tidak dibutuhkan pondasi untuk membangun rumah tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan seluruh responden tidak memiliki pondasi pada bangunan rumahnya walaupun terdapat responden yang termasuk kedalam klasifikasi tidak miskin.

Fasilitas dalam buang air kecil maupun besar juga harus diperhatikan dalam penilaian kondisi fisik bangunan, dikarenakan setiap manusia pasti membutuhkan fasilitas ini. Gambaran umum mengenai kepemilikan toilet berdasarkan klasifikasi kemiskinannya dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11 Fasilitas Toilet dilihat Berdasarkan Klasifikasi Kemsikinan di Desa Manduro Tahun 2013

Tingkat Pendapatan

Toilet Jumlah

Sungai % Bersama % Sendiri % F %

Paling Miskin 19 21 31 35 28 32 78 88 Miskin Sekali 2 2 3 3 5 6 10 11

Miskin - - 1 1 - - 1 1

Jumlah 21 23 35 39 33 38 89 100

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa 23% responden yang masih menggunakan sungai sebagai tempat buang air besar, dan 21% diantaranya berada pada klasifikasi paling miskin. Pada klasifikasi ini pendapatan responden berada < Rp 270.000, sehingga tidak mampu untuk membangun fasilitas buang air besarnya sendiri, hal ini juga didukung dengan rumah responden yang dekat dengan sungai sehingga responden memilih sungai sebagai fasilitas tempat buang air besar. Pada penggunaan toilet bersama juga terlihat memiliki presentase yang tinggi yaitu 39%., 35% diantaranya berada pada klasifikasi paling miskin. Hal ini dikarenakan ketiadaan biaya sehingga tidak mampu untuk membangun fasilitas buang air besarnya sendiri.

Responden yang memiliki toilet sendiri sebanyak 38% dan yang terbanyak adalah pada klasifikasi kemiskinan paling miskin. Hal ini dikarenakan rumah responden jauh dari sungai dan toilet bersama, sehingga memaksa responden untuk membangun fasilitas buang air besarnya sendiri. Toilet yang dibangun oleh

(14)

responden yang berada pada klasifikasi paling miskin ini terlihat sangat tidak layak karena hanya tertutup kain dan medianya langsung tanah, sehingga terlihat bahwa kemiskinan berpengaruh terhadap fasilitas buang air besar responden.

Setelah responden di dapatkan tentang data kondisi fisik bangunannya maka kemudian data tersebut diolah dan dihasilkan dua klasifikasi rumah yaitu rumah sehat dan rumah tidak sehat. Untuk melihat gambaran umum mengenai kemiskinan dan kriteria rumah dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini:

Tabel 12 Kriteria Rumah dilihat Berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan di Desa Manduro Tahun 2013

Tingkat Pendapatan

Klasifikasi Rumah Sehat Jumlah

Tidak Sehat % Sehat % F %

Paling Miskin 62 70 16 18 78 88

Miskin Sekali 5 5 5 6 10 11

Miskin - - 1 1 1 1

Jumlah 67 75 22 25 89 100

Berdasarkan tabel 12 didapatkan bahwa 75% terdapat dalam klasifikasi tidak sehat dan 70% diantaranya berada pada klasifikasi paling miskin. Hal ini dikarenakan rumah responden yang tidak memiliki ventilasi presentase tertinggi terdapat pada klasifikasi paling miskin, penggunaan tanah sebagai lantai rumah responden juga memiliki presentase yang tinggi, penggunaan bambu sebagai dinding bangunan rumah responden juga terlihat paling banyak, penggunaan sungai sebagai fasilitas buang air besar juga paling banyak terdapat pada klasifikasi paling miskin. Hal-hal inilah yang mengakibatkan rumah responden menjadi tidak sehat. Tabel 12 juga menunjukkan keadaan bahwa rata-rata responden tergolong dibawah garis kemiskinan yang memiliki kriteria rumah tidak sehat mencapai 75%. Berdasarkan tabulasi silang terlihat adanya keterkaitan antara kemiskina dengan kondisi fisik bangunan. Ini sesuai dengan perhitungan SPSS dengan analisis discriminant.

Hasil dari analisis SPSS dengan menggunakan analisis discriminant

didapatkan bahwa nilai Chi-Square antara kemiskinan dan kondisi fisik bangunan menunjukkan nilai 17,530 dengan df 1, nilai tersebut berada diatas Chi-Square tabel dengan df 1 adalah 3,841. Sehingga terlihat bahwa Chi-Square hitung berada jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Chi-Square tabel. Nilai signifikansi juga

(15)

menunjukkan 0,000 dengan taraf kepercayaan 5% maka terlihat bahwa menunjukkan adanya pengaruh antara kemiskinan terhadap kondisi fisik bangunan sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang berarti H1 yang berbunyi ”terdapat pengaruh antara kemiskinan terhadap kondisi fisik bangunan” diterima.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan dari temuan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Tidak terdapat pengaruh antara kemiskinan dengan pendidikan anak di Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang.

2. Pendidikan anak tidak terpengaruh dari kemiskinan, namun terlihat masih terdapat 79 anak yang hanya memiliki pendidikan SD.

3. Terdapat pengaruh antara kemiskinan terhadap kondisi fisik bangunan rumah responden.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran/rekomendasi yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:

a. Penggalakan kejar paket B dan C

Pemerintah Kabupaten Jombang harus melakukan penggalakan untuk kejar paket B dan C untuk anak yang berada di Desa Manduro, meskipun hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara kemiskinan dan pendidikan anak, namun masih terdapat jumlah yang cukup besar untuk anak responden yang hanya memiliki pendidikan SD.

b. Penggalakan program bedah rumah

Kepala Desa di Desa Manduro harus mengkoordinir kepala dusun di Desa Manduro untuk dapat mengusulkan program pembangunan perumahan melalui Pemerintah Daerah sehingga kondisi fisik rumah yang tidak sehat dapat diatasi. c. Penyuluhan rumah sehat

(16)

Instansi pemerintah yang terkait dengan masalah perumahan dan pemukiman dapat memberikan bimbingan dan penyuluhan, sehingga pengetahuan masyarakat meningkat terutama tentang rumah sehat.

d. Penelitian lanjutan

Dibuat penelitian lanjutan mengenai usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga terlepas dari kemiskinan dan mampu untuk membangun rumah yang sehat sendiri.

DAFTAR RUJUKAN

Adisasmito, wiku. 2008. Analisis Kemiskinan, MDGs dan Kebijakan Kesehatan Nasional. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Kementrian Sosial. 2012. Analisa Data Kemiskinan Berdasarkan Pendapatan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Jakarta: Kementrian Sosial Republik Indonesia

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang. 2011. Laporan Akhir: Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Jombang Tahun 2011. Jombang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang

Badan Pusat Statistik. 2009. Data dan Informasi Kemiskinan 2009. Surabaya: Badan Pusat Statistik Jawa Timur

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Putra

Sajogjo, Pudjiwati. 1985. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: FPS IKIP Jakarta dan BKKBN

(17)

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi Kemiskinan Responden di Desa Manduro Tahun 2013  Klasifikasi Kemiskinan   Frekuensi  %  Keterangan
Tabel  2 Tingkat Pendidikan Anak berdasarkan Umurnya di Desa Manduro Tahun 2013  Tingkat
Tabel 3 Kondisi Fisik Bangunan Rumah di Desa Manduro pada Tahun 2013
Tabel 4 Pendidikan Anak berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan di Desa Manduro   Tahun 2013  Klasifikasi  Kemikinan  SD   SMP   SMA     Jumlah 6-12  &gt;12 12-15 &gt;15 15-18 &gt;18 F  %  paling miskin  14  79  14  37  5  1  150  89  miskin sekali  2  -  -  13
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa undang- undang tersebut hanya mengatur tentang kewajiban dari perusahaan yang seluruh modalnya adalah modal

‌ ه ديهمتلا ةملك ميحرلا نمحرلا للها مسب ا دملح علا بر لله ا ينلم و و ةلاصلا نلأا فرشأ ىلع ملاسلا ءايب ينلسرلماو نديس ا و ولآ ىلعو دممح حيباصم وباحصأ

Dalam kegiatan belajar mengajar salah satu strategi yang digunakan agar siswa tidak merasa bosan pada saat pembelajaran adalah dengan menggunakan strategi active

Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perha- tian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan penduduk,

Contoh diatas merupakan gambaran mengenai meningkatnya wisatawan yang datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta ketika musim tertentu seperti libur lebaran dan membuat mobil

Keluarga penulis adalah salahsatu dari pemelihara kuda, saat itu kudanya ada dua satunya diberi nama “hercules” seperti nama pesawat tempur TNI saja, warna hitam terdapat tanda

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat sebagai sebuah kontribusi yang terinspirasi dari semiotika Peircean, iklan yang juga menyangkut beberapa pembahasan dari banyak

Hal ini disebabkan karena serat kasar yang dikonsumsi sapi berada pada jumlah yang optimal yang kemudian difermentasi oleh mikroba rumen sehingga menghasilkan asam