• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Manajerial Unit Pelaksana Teknis Daerah Pembinaan Persekolahan Kecamatan terhadap Sekolah Dasar Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelayanan Manajerial Unit Pelaksana Teknis Daerah Pembinaan Persekolahan Kecamatan terhadap Sekolah Dasar Pontianak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PELAYANAN MANAJERIAL UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH PEMBINAAN PERSEKOLAHAN KECAMATAN TERHADAP

SEKOLAH DASAR PONTIANAK

Utin Setiawati 1, H.M.Asrori2, RL. Sitorus,3

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Program Magister Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Kualitas pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak belum dapat dikatakan “prima” karena belum mampu beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan kerja dan memahami kebutuhan pengguna layanan manajerial yang dilayani. Indikasinya bahwa amanah Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008 belum dapat terlaksana semestinya, meliputi; aspek kemudahan, kejelasan dan kebenaran, ketersediaan fasilitas pelayanan publik, Keterbukaan dan penuh informasi, efisiensi prosedur, jasa pelayanan yang murah, pelayanan yang adil, dan waktu pelayanan. Capacity building yang tidak konsisten dan tidak taat azas dari UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur telah menjadi faktor dominan bagi melemahnya pelayanan manajerial yang diselenggarakan, sehingga menjadi kehilangan gairah merespon kepentingan pengguna layanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, meliputi: (a) Ketersediaan sumberdaya aparatur yang terbatas secara kualitas dan kuantitas; (b) Ketersediaan fasilitas kerja yang minim; dan (c) Mekanisme dan prosedur kerja yang kurang ditegakkan dalam upaya peningkatan derajat responsitas UPTD bersangkutan. Maknanya bahwa pelayanan manajerial UPTD perlu terus ditingkatkan. Pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Pendidikan Kota Pontianak perlu melakukan penguatan secara konsisten keberadaan UPTD. Kemampuan aparatur perlu ditingkatkan melalui Diklat Teknis/Bimtek, dan secara periodik perlu dilakukan penyegaran. Organisasi dan tata kerja UPTD perlu direformasi melalui strategi rescheduling, restructuring dan injeksi sehubungan pengembangan aparatur demi terwujudnya good governance.

Kata kunci: Pelayanan Manajerial dan UPTD Pembinaan Sekolah Dasar.

1

PNS Kota Pontianak.

2

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pedidikan Universitas Tanjungpura, Pontianak

3

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah

Unit Pelaksana Teknis Daerah Pembinaan Persekolahan Kecamatan pada Dinas Pendidikan Kota Pontianak—selanjutnya disebut UPTD dalam penelitian ini—didasarkan Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008. Keberadaannya dipimpin oleh seorang Kepala UPTD, dan sebagai unsur pelaksana teknis dinas di bidang pembinaan persekolahan, berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, serta secara operasional berkoordinasi dengan camat.

Merujuk Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008, idealnya keberadaan UPTD cukup mewakili satu kecamatan sebagai lingkup wilayah kerjanya, seperti UPTD Pontianak Kota dan UPTD Pontianak Barat. Pada penelitian ini kenyataannya bahwa terdapat UPTD yang wilayah pembinaannya meliputi 2 (dua) kecamatan sekaligus, meliputi UPTD dengan lingkup wilayah kerja Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Utara, dan UPTD dengan lingkup wilayah kerja

(2)

Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Tenggara.

Tugas UPTD sebagaimana Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja, khususnya Pasal 3 ayat (1) huruf a adalah melaksanakan kebijakan teknis di bidang pembinaan persekolahan. Hal ini meliputi tanggung jawab dalam melayani segenap persoalan yang ada di sekolah, terutama berkenaan pelayanan manajemen pada sekolah dasar yang ada di setiap kecamatan dalam wilayah Kota Pontianak.

Mengenai ruang lingkup pekerjaan UPTD sebagaimana tercantum dalam Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008, khususnya Pasal 6, meliputi: (a) Pembinaan kegiatan administrasi umum; (b) Kepegawaian dan keuangan; (c) Pembinaan; (d) Bimbingan; (e) Teguran, peringatan dan penghargaan terhadap tenaga pendidikan, serta tenaga kependidikan sekolah dasar; (f) Fasilitasi perizinan pendirian sekolah dasar, swasta; (g) Kursus, bimbingan belajar; (h) Inventarisasi pencatatan dan pengelolaan aset; (i) Pengumpulan dan pengelolaan data kependidikan, inventaris dan penanganan permasalahan pendidikan; (j) Pembinaan pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan pembinaan; (k) Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan; (l) Pembinaan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan—KTSP; (m) Pembinaan, pengendalian dan penilaian pelaksanaan belajar mengajar; (n) Fasilitasi pelaksanaan ujian akhir sekolah dasar; (o) Fasilitasi pelaksanaan olimpiade dan seni, serta olimpiade sains; (p) Peningkatan kemampuan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan; dan (q) Pembinaan standarisasi dan tes prestasi.

Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan UPTD tersebut, dinilai luas dan berat dalam rangka pelaksanaan pelayanan manajerial pada sekolah-sekolah dalam lingkup binaannya masing-masing, meliputi kepentingan sekolah, tenaga pendidik dan peserta didik. Luas dan beratnya lingkup pekerjaaan UPTD secara realitas dinilai semakin bertambah manakala terdapat UPTD memiliki lingkup kerja dalam 2 (dua) kecamatan sekaligus, sebagaimana UPTD yang membawahi sekolah di Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Utara. Di tingkat sekolah dasar saja UPTD ini harus melakukan pelayanan manajerial terhadap 58 sekolah tingkat sekolah

dasar dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan kerja yang terbatas.

Keterbatasan tersebut diketahui bahwa pada UPTD hanya terdapat 7 (tujuh) orang personil, meliputi: Seorang Kepala UPTD, seorang Kepala Sub Bagian Tata Usaha, dan 5 (lima) orang unsur staf, terdiri dari 2 (dua) orang PNS dan 3 (tiga) orang sebagai tenaga honorer. Selain terbatas dalam aspek kuantitas, diketahui juga memiliki keterbatasan dari aspek kualitas, seperti: (a) Kurangnya memiliki kemampuan teknis, kemampuan sosial dan kemampuan konseptual; (b) Kurangnya kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas sesuai fungsinya; dan (c) Kurangnya kemampuan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain, mengingat pada UPTD tersebut juga terdapat 10 (sepuluh) orang yang termasuk dalam kelompok jabatan fungsional tertentu dan 4 (empat) orang yang termasuk dalam jabatan fungsional umum, berikut keterlibatan pihak kecamatan dalam lingkup wilayah kerjanya.

Akibat keterbatasan demikian menjadikan keberadaan UPTD kerapkali diabaikan pihak. Pihak sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pimpinan sekolah, dewan guru maupun petugas administrasi sekolah. Diabaikannya keberadaan UPTD oleh pihak sekolah, karena jika melalui UPTD hanya memperpanjang alur birokrasi dan memperlambat urusan, karena pemegang keputusan dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi pihak sekolah adalah Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Atas dasar itu, menjadikan alasan kuat bagi pihak sekolah untuk langsung mendatangi Dinas Pendidikan Kota Pontianak—tidak melewati UPTD—ketika menyelesaikan segenap urusannya.

Diabaikannya peran UPTD juga termasuk dalam urusan administrasi sekolah, bahkan persoalan kepindahan guru karena tidak sejalan dengan kebijakan kepala sekolah tempatnya bekerja. Realitas persoalan ini terjadi karena pihak sekolah menilai bahwa pelayanan yang diberikan UPTD tidak seperti yang diharapkan, sehingga kepadanya langsung mengakses pelayanan secara administratif ke Dinas Pendidikan Kota Pontianak—tanpa melalui UPTD setempat—yang semestinya tidak perlu terjadi, manakala aparatur yang bertugas di UPTD dapat memberikan pelayanan manajerial secara administratif sebagaimana mestinya.

(3)

Pelayanan manajerial UPTD kepada sekolah dasar sebagaimana Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008 sebagai usaha pendorong, agar sekolah yang dibina menjadi jelas dan nyaman, karena mendapat kemudahan dalam segenap urusan administrasi dan terselesaikannya segala permasalahan maupun kebutuhan, sehingga menjadi lebih terarah dan mengalami kemajuan secara baik. Dalam kontek inilah, studi tentang pelayanan manajerial UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak dinilai perlu untuk dilakukan.

2. Ruang Lingkup Masalah

Fokus penelitian ini diarahkan pada pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak, meliputi:

a. Kualitas pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar.

b. Faktor-faktor penghambat dalam pemberian pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar.

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian berfokus pada: (a) Mengetahui kualitas pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak; dan (b) Menganalisis faktor-faktor penghambat dalam pemberian pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak.

4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan karya tulis tentang kebijakan publik, khususnya tentang pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan di Pontianak. Sedangkan manfaat secara praktis diharapkan dapat sebagai bahan kajian dari perkembangan bagi Pemerintah Kota Pontianak dalam melakukan pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar, dan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan bagi sekolah terhadap pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar.

5. Kajian Teoritik

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 1 ayat (1) menyatakan, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayan publik sebagaimana ayat (2) disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tersebut, berarti keberadaan UPTD di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Pontianak adalah penyelenggara pelayan publik, atau institusi yang dibentuk pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (1999:5) menambahkan bahwa pelayanan adalah cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus dan menyelesaikan keperluan orang lain, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang.

Banyak perspektif dalam melihat pelayanan publik, Dwiyanto (2002:51) mengelompokan 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan pertama melihat dari perspektif pemberi pelayanan, dan pendekatan kedua melihat pelayanan publik dari perspektif pengguna jasa. Maknanya bahwa pelayanan merupakan fungsi memperlakukan pihak-pihak yang mengakses pelayanan. Hal tersebut menurut Moenir (1995:41), substansinya untuk tercapainya bentuk-bentuk pelayanan: (a) Kepuasaan dalam pengurusan, yaitu pelayanan yang tepat; (b) Mendapat perlakuan sama dalam pelayanan public; (c) Memperoleh pelayanan secara wajar; dan (d) Pelayanan yang jujur dan terus.

Perhatian UPTD memberikan pelayanan manajerial dalam rangka meningkatkan sistem administrasi dan proses belajar mengajar di sekolah, merupakan dasar kebutuhan dari rasionalitas birokrasi yang seharusnya memiliki ketanggapan atas berbagai kehendak yang diyalani berdasarkan prosedur kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Prosedur pelayanan harus dijaga tetap sederhana dan bermanfaat (Efendi dalam Widodo, 2001:21).

(4)

Dibentuknya UPTD sebagai stakeholder manajerial untuk pembinaan persekolahan, khusunsya pendidikan di tingkat dasar agar mampu mengartikulasikan segenap kepentingan-kepentingan umum melalui serangkaian aturan yang sama bagi semua pihak. Tidak boleh memihak atau bias dalam melakukan pelayanan kepada siapapun (Dwiyanto, dkk, 1991:71) dan unsur sekolah dasar manapun dalam lingkup kerjanya. Apalagi melakukan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pelayanan, berbelit-belit hanya disebabkan oleh kepentingan pribadi aparatur, maupun ketidakmampuannya mengelola administrasi publik (Dwiyanto, dkk, 1991:76). Aparatur publik harus berlaku adil, maksudnya siapapun yang datang wajib dilayani tanpa memandang latar belakangnya, sehingga mereka mendapat perlakuan yang sama dari seorang petugas (Zulkarnaen, 1985:62).

Pelayanan manajerial UPTD diketahui harus berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, meliputi: (a) Prosedur pelayanan; (b) Persyaratan Pelayanan; (c) Kejelasan petugas pelayanan; (d) Kedisiplinan petugas pelayanan; (e) Tanggung jawab petugas pelayanan; (f) Kemampuan petugas pelayanan; (g) Kecepatan pelayanan; (h) Keadilan mendapatkan pelayanan; (i) Kesopanan dan keramahan petugas; (j) Kewajaran biaya pelayanan; (k) Kepastian biaya pelayanan; (l) Kepastian jadwal pelayanan; (m) Kenyamanan lingkungan; dan (n) Keamanan Pelayanan.

Siregar (1998:137) mengungkapkan persoalan yang dialami seputar pelayanan, meliputi: (a) Prosedur dan tata cara pelayanan yang tidak jelas; (b) Persyaratan yang tidak pasti; (c) Batas waktu penyelesaian pelayanan yang tidak pasti; (d) Mekanisme pelayanan yang berbelit-belit; dan (e) Biaya pelayanan yang tidak jelas.

Agar penyelenggaraan pelayanan menjadi efektif, sistematis dan tepat waktu, murah, cepat dan bermutu, memerlukan adanya aturan main dalam pelaksanaan pelayanan. Bakrie (1995:41)

mengungkapkan aturan main tersebut harus bercirikan 3 (tiga) azas pokok, yaitu: (a) Pertanggung jawaban; (b) Pengabdian; dan (c) Kesetiaan. Mengingat masyarakat sangat mendambakan bentuk-bentuk pelayanan sebagaimana diutarakan Moenir (1995:41), berupa: (a) Kepuasan dalam pengurusan; (2) Perlakuan yang sama dalam pelayanan publik; (3) Memperoleh pelayanan secara wajar; dan (4) Pelayanan yang jujur dan terus.

Secara normative pada organisasi pelayanan publik—UPTD—harus melakukan pengukuran kinerja secara komprehensif, yakni menggunakan parameter, seperti; efisiensi, efektivitas dan kualitas, atau ditambah dengan parameter economy, equity, sustainability, relevance, responsivenes accountability dan control (Pollitt, Birchall and Putman, 1998:10-13).

Standar umum yang biasa digunakan bagi pelayanan publik, termasuk upaya meningkatkan kualitas pelayanan manajerial UPTD kepada pihak sekolah dasar di lingkungan kerjanya sepanjang pencermatan yang dilakukan selalu berkaitan erat dengan prinsip-prinsip pelayanan birokrasi itu sendiri. Sekolah dasar perlu dibina. Pembinaan diperlukan agar pihak yang dilayani menyadari bahwa pelayanan yang diterima bukan dimaksudkan untuk mempersulit, oleh karenanya administrasi negara perlu mempersiapkan berbagai katup pengaman dan saringan agar masyarakat tidak dirugikan (Arman, 1996:13). Pelayanan publik adalah bagian dari administrasi negara, sebagaimana dirumuskan Siagian (1998:139), yakni berkenaan dengan 8 (delapan) prinsip untuk menilai kinerja birokrasi dalam melaksanakan fungsi pelayanan public, meliputi: (a) Kemudahan; (b) Jelas dan benar; (c) Fasilitas pelayanan publik; (d) Terbuka dan penuh informasi; (e) Efisiensi prosedur; (f) Jasa pelayanan yang murah; (g) Pelayanan yang adil; dan (h) Waktu pelayanan.

Berdasarkan tinjauan teoritis tersebut maka kajian teoritik —alur pikir—penelitian mengenai pelayanan manajerial UPTD pembinaan

(5)

persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar secara umum sebagaimana gambar 1 berikut:

Gambar I.1 ALUR PIKIR:

Pelayanan Manajerial Unit Pelaksana Teknis UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan

terhadap Sekolah Dasar Pontianak

Sumber: Alur Pikir Hasil Analisis dan Olahan, Tahun 2012.

Berdasarkan alur pikir yang dibangun sebagaimana gambar 1 tersebut, diketahui bahwa variabel utama dalam penelitian ini, adalah: Pelayanan manajerial UPTD yang secara teoritis didasarkan pendapat Siagian (1998:139), sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya secara teoritis disarikan atas pendapat Master yang dikutip Dadang Julianta (dalam Sinambela, dkk, 2010:7). Asumsinya bahwa jika kondisi pelayanan manajerial UPTD dapat dilaksanakan secara baik, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersedia sebagaimana mestinya, maka akan terjadi pembinaan

persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak sebagaimana mestinya.

METODE

1. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak menggunakan metode policy research. Digunakannya metode policy research karena bidang penelitian ini karena berdasarkan Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008. Sugiyono (2009:8) mengungkapkan, bahwa metode policy research adalah suatu proses penelitian yang dilakukan pada, atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang mendasar sehingga temuannya dapat direkomendasikan kepada masyarakat dan pemerintahan setempat.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang pelayanan manajerial ini dilaksanakan di UPTD dalam lingkungan kerja Dinas Pendidikan Kota Pontianak, khususnya UPTD yang melakukan pembinaan persekolahan tingkat sekolah dasar di Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Utara sebagai tanggung jawab dari lingkup tugasnya.

3. Subyek Penelitian

Berdasarkan pertimbangan dimaksud maka yang menjadi informan dalam penelitian ini, meliputi: (1) Kepala UPTD Kecamatan Pontianak Timur dan Utara; (2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Kecamatan Pontianak Timur dan Utara; (3) Masing-masing seorang aparatur yang masuk dalam kelompok jabatan tertentu pada Kecamatan Pontianak Timur dan Utara; (4) Kepala Sekolah Dasar Negeri 17 Pontianak Timur; (5) Kepala Sekolah Dasar Negeri 04 Pontianak Timur; dan (6) Masing-masing 2 orang selaku guru yang bertugas di Sekolah Dasar Negeri 17 Pontianak Timur dan sekolah Dasar Negeri 04 Pontianak Timur.

4. Prosedur Pengumpul Data

Prosedur pengumpulan data yang diperlukan berupa teknik dan alat sebagai berikut: (a) Teknik wawancara melalui alat panduan wawancara; (b) Teknik dokumentasi dengan alat dokumentasi, berupa kamera.

Pelayanan Manajerial UPTD Dinas Pendidikan Kota Pontianak

Analisis Kondisi Pelayanan Manajerial Analisis Faktor-faktor yg Mempengaruhi Pelayanan Pendapat Siagian (1998:139)

(1) Kemudahan; (2) Jelas & benar; (3) Fasilitas pelayanan publik; (4) Terbuka & penuh informasi; (5) Efisiensi prosedur; (6) Jasa pelayanan

yg murah; (7) Pelayanan yg adil; & (8) Waktu pelayanan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Pendapat Master yg dikutip Dadang Julianta (dlm Sinambela,

dkk, 2010:7)

(1) Sumberdaya aparatur; (2) Ketersediaan peralatan kerja; (3) Mekanisme atau

(6)

5. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data melalui kegiatan berupa reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, setelah dianalisis selanjutnya diabstraksi untuk mendapatkan kesimpulan akhir dari penelitian (Miles dan Huberman, 1992:16). Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini, meliputi: (a) Reduksi data; (b) Penyajian data dan penarikan kesimpulan. Mengenai langkah kategorisasi yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi: (a) Melakukan proses unitisasi; dan (b) Melakukan proses kategorisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diketahui bahwa pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi negara sebagai abdi masyarakat di dalam penyelenggaraan negara. Sayangnya masih banyak kualitas pelayanan yang dilaksanakan berbagai organisasi/birokrasi pemerintah belum terselenggara sebagaimana mestinya. Padahal setiap organisasi/birokrasi pemerintah telah memiliki visi dan misi yang ingin dicapai.

Berlakunya Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008, sebagai rekomendasi dari keinginan kuat Walikota Pontianak, khususnya mengenai pelaksanaan pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan secara berkualitas melalui parameter berikut.

1. Kemudahan dalam Pelayanan Manajerial

Pelayanan manajerial adalah proses fasilitasi yang diselenggarakan suatu organisasi/birokrasi untuk pemenuhan kebutuhan organisasi/birokrasi maupun anggota organisasi/birokrasi yang secara hierarkhis keorganisasian kedudukannya berada di bawah organisasi/birokrasi yang memberikan pelayanan tersebut.

Pemenuhan aspek kemudahan dalam memberikan pelayanan manajerial ternayata tidak terlepas dari beberapa persoalan, berupa: (1) Kelemahan UPTD secara kuantitas maupun kualitas sumberdaya aparatur yang dimiliki merupakan salah satu faktor utama; dan (2) Kurangnya pengendalian dan pengawasan langsung dari Kepala UPTD setempat atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi aparaturnya. Atas kedua kelemahan yang berhasil diinventarisir tersebut, perlu perhatian serius tentang performance Kepala UPTD dalam hubungan kerja, penegakan manajemen keluhan,

respon layanan dari dukungan dan ketersediaan aparatur yang ada.

2. Kejelasan dan Kebenaran dalam Pelayanan Manajerial

UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur dalam mengimplementasikan fungsinya diketahui telah terpolarisasi oleh bentuk-bentuk pendekatan kerja berdasarkan tugas pokok dan fungsi aparatur didalamnya. Salah satu capaian yang diharapkan dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya itu adalah terciptanya kejelasan dan kebenaran dalam memberikan pelayanan manajerial kepada sejumlah dasar dalam lingkup wilayah kerjanya.

Pelaksanaan fungsi pelayanan manajerial oleh UPTD sebagaimana kejelasan dan kebenaran dimaksud, belum terpenuhi secar optimal, karena: (a) Personil yang ditempatkan di UPTD kurang memiliki tenaga profesional dibidangnya; (b) Terjadi kegagalan UPTD dalam membina kepala sekolah di beberapa sekolah; (3) UPTD tidak memiliki program yang baik dalam rangka penyelesaian konflik di sekolah; dan (4) UPTD kurang optimal dalam menghimpun dan memanfaatkan informasi yang semestinya untuk dapat digunakan demi perbaikan kualitas pelayanan manajerialnya dan kepentingan sekolah dalam lingkup wilayah kerjanya.

3. Fasilitas Pelayanan Publik

UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur merupakan salah satu unit kerja Dinas Pendidikan Kota Pontianak, dan secara sistematis mengemban amanah Walikota Pontianak dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak untuk melaksanakan pelayanan manajerial sebagaimana diatur berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, dan semestinya dilengkapi fasilitas pelayanan publik yang memadai. Realitas kondisi menunjukkan keprihatinan, sehingga fungsi-fungsi pelayanan managerial yang dilaksanakan terkesan seadanya.

4. Terbuka dan Penuh Informasi

Keterbukaan aparatur dalam adalah kunci penanaman kepercayaan dari pengguna layanan. Keterbukaan dimaksud mengandung arti bahwa pengguna layanan mendapatkan kejelasan informasi tentang prosedur, proses dalam penyelesaian pekerjaan/urusan, berikut rekomendasi yang diperlukan atas hasil layanan tersebut.

(7)

Kurang terbukanya aparatur dalam prosedur dan mekanisme pelayanan, serta kurang tersedianya informasi mengenai bentuk-bentuk pelayanan manajerial seharusnya, menjadikan pengguna layanan merasa bahwa UPTD tersebut hanya berfungsi dalam penyelenggaraan administrasi yang sifatnya umum—sekedar kegiatan ketatausahaan, berupa ketik mengetik, surat menyurat dan lainnya yang sejenis—dan bukan untuk memperbaiki kualitas kinerja dan kepemimpinan setiap kepala sekolah dan program sekolah di lingkup wilayah kerjanya itu.

5. Efisiensi Prosedur

Orientasi pelayanan manajerial dapat dinilai dari seberapa banyak energi yang dimanfaatkan. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat di lihat dan besarnya sumberdaya manusia yang dimiliki untuk didayagunakan dalam rangka melayani kepentingan pelayanan. Mengingat keterbatasan yang dimiliki sumber daya aparatur UPTD maka efisiensi prosedur yang sangat diperlukan kurang berjalan sebagaimana mestinya. Antara lain yang bisa dicontohkan berkenaan masalah minimnya penyediaan waktu kerja aparat yang benar-benar berorientasi pada pemberian pelayanan kepada pengguna jasa layanan. Aparat UPTD terlihat masih terbebani oleh tugas-tugas kantor lain di luar tugas pelayanan semestinya.

6. Jasa Pelayanan yang Murah

Upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemerintahan secara benar (good-governance) dan bersih (clean-government) termasuk didalamnya penyelenggaraan pelayanan publik memerlukan unsur-unsur mendasar, antara lain adalah unsur profesionalisme dari pelaku dan penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik. Terabaikannya unsur profesionalisme dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi pemerintahan akan berdampak kepada menurunnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Profesionalisme disini lebih ditujukan kepada kemampuan aparatur dalam memberikan pelayanan yang murah. Pelayanan yang murah dimaksudkan adalah pelayanan yang berkeadilan dari aparatur yang memiliki kemampuan dan keahlian untuk memahami dan menterjemahkan aspirasi dan kebutuhan ke dalam kegiatan dan program pelayanan, meliputi: (a) Peningkatan rasa hormat; (b) Tanggung jawab; (c)

Keteladanan; (d) Hubungan; (e) Penghargaan dan hukuman; dan (f) Pengambilan resiko.

7. Pelayanan yang Adil

Pelayanan publik yang baik dapat di lihat melalui bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan sebagaimana mestinya, terutama berkaitan dengan keadilan dalam pemberian pelayanan. Diketahui bahwa peran UPTD di sektor pendidikan ternyata masih terkendala oleh berbagai faktor, terutama pada tataran penerjemahan komitmen politik menjadi kebijakan strategis dan taktis serta pada tataran implementasi di hampir semua intitusi teknisnya. Tak urung yang tampak adalah responsitivas lamban dan bersifat semu semata sehingga upaya mengembangkan produk pendidikan cenderung mengecewakan. Kendala responsivitas tersebut, pada dasarnya dipicu oleh renggangnya hubungan institusi pendidikan dan birokrasi pemerintahan—diantaranya UPTD terkait. Konsekwensi logisnya dapat dirujuk pada resistensi terhadap kebijakan pendidikan.

Meskipun akhir-akhir ini muncul fenomena baru yang mewacanakan orientasi hasil sebagai parameter penting dalam menilai keberhasilan pendidikan, namun itu dinilai kurang didukung oleh peran UPTD setempat, karena perhatian UPTD biasanya hanya kepada sekolah-sekolah yang memiliki aset secara finansial baik dan menguntungkannya atau kepada sekolah yang terlanjur sudah memiliki reputasi baik.

8. Waktu Pelayanan

Beberapa langkah-langkah penting yang dijalankan selama ini, dipandang memiliki sisi positif sekaligus sisi negatifnya bagi peningkatan rasa kepedulian bagi UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur terhadap pentingnya pendekatan institusi diterapkan dalam rangka merespon tuntutan pihak sekolah dan masyarakat. Beberapa di antaranya yang cenderung bersifat negatif adalah waktu pelayanan: Pertama, minimnya waktu yang dialokasikan berkenaan pelaksanaan sistem pemusatan kewenangan kebijakan pendidikan di UPTD yang disertai dengan sistem pengelolaan keluhan, karena sarat dengan pendekatan loby hingga kekuatan otorisasi. Kedua, minimnya waktu pelayanan berkenaan sistem pemusatan pembinaan sekolah dasar secara umum, karena cenderung diarahkan pada target-target monumental bagi pejabatnya, misalnya: Prioritas

(8)

pembinaan yang berlebihan pada sekolah unggulan yang cenderung mengabaikan ragam kebutuhan sekolah non-unggulan. Ketiga, minimnya waktu yang dialokasikan dalam pembentukan dan pembinaan untuk kinerja komite sekolah sesungguhnya, karena komite sekolah dalam prakteknya cenderung berfungsi seperti BP3 di masa lalu, meliputi kewenangan yang luas bagi penghimpunan dana masyarakat.

Berkenaan faktor-faktor kelemahan sehubungan pelayanan manajerial pada UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur dapat diartikan sebagai pemberian layanan—proses melayani— keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan sebagaimana berikut.

1. Keterbatasan Sumberdaya Aparatur

Arah kebijakan pembangunan sebagaimana ditetapkan Pemerintah Kota Pontianak, secara realitas memiliki berbagai kelemahan, diantaranya: (a) Aparatur masih kurang responsif dalam menjalankan fungsi pelayanan; (b) Aparatur kurang informatif, kurang accessible dan kurang koordinasi, sehingga sering terjadi tumpang tindih atau pun pertentangan kebijakan dalam penyelesaian pekerjaannya; dan (c) Aparatur terkesan terlalu birokratis, yaitu umumnya pelayanan dilakukan melalui proses yang terkesan diada-adakan, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan terlalu lama.

2. Minimnya Pelaralatan Kerja

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan manajerial UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, maka sarana yang tersedia di Kantor UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur masih belum memadai, meliputi: (1) Gedung kantor, 1 unit; (2) Komputer, 2 unit; (3) Kendaraan roda dua, 2 unit; (4) Pendingin ruangan 2 unit; (5) Telepon, 2 unit; (6) Televisi, 1 unit; (7) Meja kerja, 8 unit; (9) Meja dan kursi rapat, 1 set; (10) Almari arsip, 6 unit; (11) Infokus, 1 unit; (12) Brankas dan Kulkas masing-masing 1 unit. Kondisi sarana fasilitas sarana tersebut pada saat penelitian

dilaksanakan masih dapat difungsikan secara baik.

3. Mekanisme atau Prosedur Kerja yang Kurang Efektif

Penyelenggaraan pelayanan manajerial UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur sangat ditentukan oleh ketersediaan aparatur secara kuantitas dan kualitas, serta peralatan kerja yang memadai. Substansinya bahwa besarnya beban kerja sehingga mempengaruhi pelaksanaan prosedur dan mekanisme pelayanan manajerial UPTD dimaksud sebagaimana hasil penelitian ini, terasa semakin berat manakala kurang didukung kemampuan seorang menejer—dalam hal ini Kepala UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur—untuk berkemampuan menegakkan prinsip-prinsip manajemen layanan manajerial sebagaimana mestinya, sehingga dapat dinilai prinsip-prinsip layanan manajerial yang dilaksanakan kurang mengarah kepada profesionalitas kerja organisasi publik yang dipimpinnya.

PENUTUP

Kualitas pelayanan manajerial UPTD pembinaan persekolahan kecamatan terhadap sekolah dasar Pontianak belum dapat dikatakan “prima” karena belum mampu beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan kerja dan memahami kebutuhan pengguna layanan manajerial yang dilayani. Indikasinya bahwa amanah Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun 2008 belum terlaksana sebagaimana mestinya, makala dinilai dari aspek kemudahan, kejelasan dan kebenaran, ketersediaan fasilitas pelayanan publik, Keterbukaan dan penuh informasi, efisiensi prosedur, jasa pelayanan yang murah, pelayanan yang adil, dan waktu pelayanan

Capacity building yang tidak konsisten dan tidak taat azas dari UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur telah menjadi faktor dominan bagi melemahnya pelayanan manajerial yang diselenggarakan, sehingga menjadi kehilangan gairah merespon kepentingan pengguna layanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, meliputi: (a) Ketersediaan sumberdaya aparatur yang terbatas secara kualitas dan kuantitas; (b) Ketersediaan fasilitas kerja yang minim; dan (c) Mekanisme dan prosedur kerja yang kurang

(9)

ditegakkan dalam upaya peningkatan derajat responsitas UPTD bersangkutan. Berbagai kekurangan tersebut terjadi karena responsivitas elit pendidikan dan birokrasi pemerintahan belum optimal dalam implementasi, walaupun sudah dirumuskan dengan indahnya dalam kebijakan dan strategi pembangunan bidang pendidikan di Kota Pontianak

Secara garis besar bahwa pelayanan manajerial UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan terhadap Sekolah Dasar Pontianak, khususnya pada UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur perlu terus ditingkatkan. Pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Pendidikan Kota Pontianak perlu melakukan penguatan secara konsisten keberadaan UPTD. Kemampuan aparatur perlu ditingkatkan melalui Diklat Teknis/Bimtek, dan secara periodik perlu dilakukan penyegaran. Organisasi dan tata kerja UPTD perlu direformasi melalui mekanisme perumusan kebijakan— policy centre—demi terwujudnya good governance.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian—Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Aneka Cipta.

Arman, Syamsuni. 1996. Membangun Budaya Administrasi Menyongsong Era Tinggal Landas. Pada Rapat Senat Terbuka, 3 Januari, melalui Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Administrasi Negara, Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura.

Azra, Azyumardi. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak-hak Azasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.

Badjuri, Abdulkahar H., Teguh Yuwono., M. Pol. Admin. 2003. Kebijakan Publik. Konsep dan Strategi. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Bakrie, Maryadi Ramsyah. 1995. Etika Petugas Administrasi Pemerintahan. Pontianak: Proyeksi No. 1 Fisip Untan.

Dharma, Surya. 2005. Manajemen Kinerja. Jakarta: Kencana.

Dwiyanto, Agus, dkk. 1991. Birokrasi Di Indonesia (Laporan Penelitian). Yogyakarta: FISIPOL UGM.

Dwiyanto, Agus. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gajah Mada.

Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Jones, C. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Pers.

Kumorotomo, Wahyudi. 1996. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Kencana.

Makmur, Syarif. 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Miles B., M, Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Bandung: Bina Risda Karya. Moenir, H.A.S. 1995. Manajemen Pekerjaan

Umum. Yogyakarta: UGM Press.

Muchlas, Makmuri. 2005. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasution, H.M. 1996. Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Sosiologis Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Ndraha, Taliziduhu. 1997. Pembangunan

Masyarakat. Jakarta: Bina Aksara.

Nogi, Hessel., Tangkilisan. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo.

Pollitt, Ch., J. Birchall and K. Putman. 1998. Decentralising Public Service Management. Hampshire, England: MacMillan.

Poloma M. Margaret, 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siregar, R.A. 1998. Perubahan Sikap dan Tatanan Pemerintah. Pontianak: Bappeda Kota Pontianak

Sinambela, Lijan, Poltak., Sigit Rochadi, Rusman Ghazali, Akhmad Muksin, Didit Setiabudi, Djohan Bima, dan Syaifudin. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

The, Liang Gie. 1993. Keadilan Sebagai Landasan Bagi Etika Administrasi Pemerintahan Dalam Negara Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

(10)

Wahab, Solichin Abdul. 1990. Pengantar Analisis Kebijakan Negara. Jakarta : Rieneka Cipta.

Wibawa, S. 1994. Kebijaksanaan Publik: Proses dan Analisis. Jakarta: Inter Media.

Widodo. 2001. Good Govermance: Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Dsentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Untag, PPS. Wursanto, Ig. 1995. Manajemen Personalia.

Yogyakarta: BFE UGM.

Zulkarnaen. 1985. Perspektif Etika, Moral dan Ilmu Administrasi. Pontianak: Fisip Untan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Bandung: Fokusmedia.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Jakarta.

Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Jakarta.

Lembaga Administrasi Negara. 1999. Sistem Informasi dan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Kencana.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Jakarta. Peraturan Walikota Pontianak Nomor 79 Tahun

2008 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja UPTD di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Pontianak: Dinas Pendidikan Kota Pontianak.

Gambar

Gambar I.1  ALUR PIKIR:

Referensi

Dokumen terkait

LPPRT anggota APPSI berkomitmen untuk tidak mempekerjakan anak di bawah 18 tahun sebagai PRT; dan sebagai tanggung jawab sosial untuk menolak apabila ada PRTA yang datang sendiri

membandingkan kelayakan proyek /investasi dari alternative proyek yang ada berdasar analisis ratio manfaat biaya (LO3 &LO6) (The students are able to compare the feasibility

Jika dibandingkan dengan nilai probabilitas 0,05 atau [0,05>0,001] maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya aset tetap berpengaruh terhadap laba bersih Dengan

Peraturan Wali Kota Nomor 73 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Kecamatan Sukmajaya pada Dinas Pendidikan (Berita Daerah Kota

Berdasarkan Definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akutansi adalah beberapa komponen yang bertujuan untuk memproses data dan transaksi guna

untuk membuktikan bahwa alat dapat bekerja dengan maksimal maka di perlukan pengujian terhadap berapa banyak katub yang berputar selama 1 menit pada jadwal makan pagi, makan

Penelitian ini berusaha memberikan bukti lagi mengenai pengaruh kualitas corporate governance dengan kinerja perusahaan dengan sampel perusahaan-perusahaan non

Menghasilkan penelitian bahwa terdapat pengaruh strategi pembelajaran kooperatif snowballing dan Number Head Together (NHT) pada sekolah multietnis terhadap