• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 TENGARAN - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 TENGARAN - Test Repository"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

ii

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SMP NEGERI 1 TENGARAN KAB SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendididikan

Oleh NURKHAYATI

NIM 111 13 113

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)
(5)

vi

MOTTO

Jika kamu tidak pernah mengeluarkan potensi

Dirimu, maka kamu akan tidak

Bahagia seumur hidupmu.

(6)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat Allah yang Maha Kuasa, penulisan skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku, Bapak Jumeri dan Ibu Siti Wasiroh, yang telah mendidik serta membesarkanku dan selalu memberikan doa tanpa henti untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

2. Adikku Aniyatul Mufidah serta keluarga dan saudara-saudara yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi sehingga skripsi ini selesai.

3. Institut Agama Islam Negeri Salatiga, dimana tempat yang penulis pilih untuk menuntut ilmu. Semoga ilmu yang di peroleh penulis dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

4. Untuk Sahabat-sahabatku, Kurnia, Fina, Fitri, Putri, Atik, uswa, amah, munawaroh. Yang selalu memberi semangat dan dengan ikhlas membantu dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan, khususnya angkatan 2013.

(7)

viii

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan taufik, hidayah, dan pertolongan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan slam penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

Selanjutkan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril maupun materiil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra Siti Asdiqoh, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik 5. Bapak Dr. Fatchurrohman, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 6. Kepada seluruh dosen Tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan

(8)
(9)

x ABSTRAK

Nurkhayati, 2018. Implementasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran PAI di SMPN 1 Tengaran. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Fathchurrohman, M.Pd.

Kata kunci : Konsep humanistik, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebanyakan peserta didik yang berasal dari lingkungan keluarga kurang memperhatikan perkembangan anak dan potensi yang dimiliki anakdikarenakan kesibukan pekerjaan, sehingga masih banya anak-anak yang cenderung berperilaku menyimpang. Guru dituntut untuk dapat memperbaiki kepribadian dan akhlak siswa melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dengan konsep memanusiakan manusia (humanis). Tujuannya agar anak merasa diakui, diperhatikan, dan dikasihi. Sehingga peserta didik akan dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab rumusan masalah berikut: 1) Bagaimana penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran PAI di SMP N 1 Tengaran?, 2) Bagaimana dampak penerapan pembelajaran humanistik terhadap siswa dalam pembelajaran PAI?, 3) Apa problematika dalam penerapan pembelajaran humanistik pada siswa dan bagaimana solusinya?. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan metode triangulasi.

Implementasi konsep humanistik dalam pembelajaran Agama Islam berupa model pembelajaran aktif, kegiatan sosial, pendampingan, dan pembinaan. Ketiganya saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain untuk mewujudkan konsep pendidikan humanistik. Dampak penerapan teori belajar humanistik ini terlihat dari perilaku yang ditunjukkan siswa sehari-hari disekolah

dengan kebiasaan sholat berjamaah, hafalan al qur‟an, dan hubungan yang

(10)

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Penegasan Istilah ... 9

F. Kajian Penelitian Terdahulu ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Humanistik ... 15

1. Pengertian Pendidikan Humanistik ... 15

2. Humanisme Religius ... 17

3. Tujuan Konsep Humanisme ... 18

B. Tokoh Dalam Pendidikan Humanistik ... 25

(11)

xii

2. Carl Ronsom Rogers ... 27

3. John Dewey ... 29

4. Arthur W.Combs ... 31

C. Teori Humanistik Dalam Pembelajaran ... 32

D. Implementasi Pembelajaran Humanistik Dalam Pendidikan Islam43 1. Aspek Pendidik ... 44

2. Aspek Peserta Didik ... 46

3. Aspek Materi ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 49

3. Penarikan atau Verivikasi Kesimpulan ... 55

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 56

(12)

xiii

2. Trianggulasi Metode ... 56

G. Tahap-tahap Penelitian ... 57

1. Tahap Pra Lapangan ... 57

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 57

3. Tahap Analisa Data ... 57

4. Tahap Peneliti Laporan Penelitian ... 57

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP N 1 Tengaran ... 58

1. Letak Geografis ... 58

2. Profil Sekolah dan Waktu Penelitian ... 58

3. Visi dan Misi Sekolah ... 59

4. Data Sekolah ... 66

5. Data Guru ... 68

B. Temuan Hasil Penelitian ... 68

1. Implementasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran PAI ... 68

2. Dampak Penerapan Pembelajaran Humanistik Terhadap Siswa Dalam Pembelajaran PAI ... 75

3. Problematika dan Solusi Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran PAI ... 77

C. Analisis Data ... 80

1. Implementasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran PAI ... 80

2. Dampak Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran PAI ... 87

3. Problematika dan Solusi Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran PAI ... 88

(13)

xiv BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 4 Daftar SKK

Lampiran 5 Instrumen pengumpulan data Lampiran 6 Pedoman Wawancara

(15)

xvi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4. 1 Data Siswa ... 59

2. Tabel 4. 2 Data Ruang Kelas ... 59

3. Tabel 4. 3 Data Ruang ... 60

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dijaman ini semakin dituntut untuk lebih memberikan kontribusi yang nyata bagi bangsa dan Negara. Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan jaman yang dari waktu ke waktu semakin berkembang dan maju.

Pendidikan juga merupakan suatu wadah untuk menghasilkan manusia-manusia yang berpengetahuan. Pendidikan membawa andil besar bagi kemajuan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan terjadi diberbagai tempat. Bukan hanya disekolah formal saja, pendidikan dapat terjadi di rumah, maupun dimasyarakat. Disekolah dididik oleh pendidik (guru), dirumah dididik oleh orang tua, sedangakan dimasyarakat dididik oleh lingkungan pergaulan individu tersebut. Namun pendidikan yang efekttif ialah pendidikan formal disekolah.

(17)

2

dan Negara. Pendidikan akan lebih sempurna jika dibarengi dengan pendidikan agama, dalam hal ini adalah pendidikan agama Islam.

Agama juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Oleh sebab itu pendidikan agama memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.

Sesungguhnya esensi dari pendidikan agama Islam terletak pada kemampuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa dan tampil sebagai khalifatullah fi al ardh, dan esensi ini menjadi acuan terhadap metode pembelajaran untuk

mencapai tujuan yang maksimal.

(18)

3

Pembelajaran pendidikan agama Islam disekolah pada umumnya masih pada tataran penyampaian materi saja. Hal tersebut terlihat dari metode yang digunakan oleh guru berupa ceramah. Dimana metode ini tidak melibatkan peserta didik langsung dalam penyampaian materi dan proses belajar mengajar, peserta didik terkesan pasif disini.

Di dalam dunia pendidikan, guru memegang peran yang sangat penting bagi kegiatan belajar mengajar disekolah. Sebab ia bertanggung jawab atas anak didiknya dan mengarahkan anak didiknya dalam hal penugasan dan penerapan ilmu dalam kehidupan mereka, juga menanamkan dan memberikan teladan yang baik terhadap anak didiknya kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam.

Maka dari itu guru harus aktif dan kreatif dalam setiap penyampaian materi pelajaran, dengan menggunakan metode-metode dan model pembelajaran yang aktif. Dengan membongkar pendidikan agama Islam yang masih mengikuti model lama yang hanya menuntut peserta dituntut selalu patuh dan tidak memberikan kebebasan untuk bersikap kritis dan rasional menuju pendidikan agama Islam yang memerdekakan, mencerdaskan, dan memanusiakan. Sehingga pendidikan agama Islam yang humanis akan terwujud.

(19)

4

mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal, harapan pendidikan agama Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan humanisasi.

Psikologi humanistik membantu upaya perbaikan salah satunya dengan pendekatan humanistik. Pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik pada siswa. Dalam prekteknya siswa diberi pengalaman belajar, diakui, diterima, dan dimanusiakan, sehingga pada akhirnya peserta didik menjadi optimis untuk sukses.

Dalam menentukan metode pengajaran PAI disuatu sekolah diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Agar dalam pembelajaran lebih bermakna, maka perlu adanya pengakuan peserta didik sebagai subyeknya yaitu dengan melihat teori Humanistik. Peran guru dalam pengajaran ini adalah fasilitator bagi para peserta didik, memberi motivasi. Dan peran guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa serta mendampingi untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa berperan sebagai pelaku utama.

(20)

5

ditujukan agar siswa bisa menjadi insan kamil, yakni sempurna dalam

kacamata peradaban manusia dan sempurna dalam standar agama (Mas‟ud,

2002: 196).

Sebagian guru sekarang masih menggunakan metode-metode klasik yang hanya menggunakan metode ceramah dan kurang mengkombinasikannya dengan metode yang lain. Hal ini kurang memperhatikan potensi-potensi kemanusiaan peserta didik, karena peserta didik cenderung hanya menerima saja tanpa ada feedbeck tentang pelajaran. Akhirnya siswa hanya memperoleh materi saja tanpa memahaminya secara mendalam, sedangkan dalam berlangsungnya pelajaran mereka cenderung kurang berminat dan hadir didalam kelas secara fisik saja, sementara pikirannya mengawang-awang memikirkan hal yang lainnya, karena metode yang digunakan kurang menarik.

Penelitian ini lebih mengarah kepada Implementasi dari pendidikan humanistik yang dapat diterapkan dalam metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP N 1 Tengaran. Rogers memiliki implikasi yang signifikan terhadap metode pembelajran PAI . Hal ini dapat dikembangkan dalam mewarnai metode pembelajaran. Dengan adanya pendidikan Humanistik diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkannya secara positif dan meminimalisir potensi negative dalam dirinya.

(21)

6

orang tuanya bekerja di industri pabrik yang jam kerjanya mulai dari pagi hingga malam hari sehingga nyaris tidak ada waktu untuk memperhatikan perkembangan dan potensi yang dimiliki oleh anak karena sibuk dengan pekerjan. Sehingga anak tumbuh dengan perhatian dan kasih sayang yang terbatas, padahal anak-anak seusia mereka sangat rentan dengan kenalan-kenakalan remaja, jika tidak diawasi dengan baik bukan tidak mungkin mereka akan salah pergaulan.

Oleh sebab itu pendampingan dan pembinaan siswa-siswi ini sangatlah penting. Terutama dalam bimbingan agama harus secara berkesinambungan, agar tercipta pribadi yang baik, terlebih lagi akhlaknya. Sifat dan karakter peserta didik yang berbeda-beda menghasilkan tingkah laku yang berbeda pula. Anak yang berasal dari keluarga dan lingkungan yang kurang baik, perilakunya cenderung kurang baik. Sebaliknya anak yang berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik, perilakunya akan cenderung baik pula. Oleh karena itu pendidikan yang diberikan kepada anak-anak disekolah ini tidak hanya pendidikan umum saja, namun juga pendidikan agama dan pendidikan humanistik.

(22)

7

Berdasarkan uraian diatas peneliti termotivasi untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang teori belajar humanistik serta penerapannya dalam pembelajaran, khususnya PAI. Walaupun guru memiliki teori yang baik akan tetapi jika tidak didukung dengan metode yang baik pula maka mungkin hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan paparan latar belakang diatas peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul

“IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMP NEGERI 1 TENGARAN”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan teori belajar Humanistik dalam pembelajaran PAI di SMP N 1 Tengaran ?

2. Bagaimana dampak penerapan pembelajaran humanistik terhadap siswa dalam pembelajaran PAI?

3. Apa problematika dalam penerapan pembelajaran humanistik pada siswa dan bagaimana solusinya?

C. Tujuan Penelitian

(23)

8

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori belajar Humanistik terhadap pembelajaran PAI di SMP N 1 Tengaran.

2. Untuk mengetahui bagaimana dampak penerapan pembelajaran humanistik terhadap siswa dalam pembelajaran PAI.

3. Untuk mengetahui problematika dan bagaimana solusi dalam penerapan pembelajaran humanistik pada siswa.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi SMP N 1 Tengaran dan pembaca. Hasil ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya khasanah kepustakaan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang penerapan teori belajar humanistik terhadap pembelajaran.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Lembaga

Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pola pembinaan yang selama ini telah dilakukan dan sebagai acuan untuk perkembangan pembinaan di masa yang akan datang.

b. Bagi Guru

(24)

9 c. Bagi Penulis

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dapat digunakan ketika terjun ke dalam dunia pendidikan.

E. Penegasan Istilah

Untuk mengetahui secara jelas dan untuk menghindari kesalahpahaman pengertian terhadap judul skripsi yang penulis bahas, maka anak penulis sampaikan batasan istilah yang terdapat dalam judul , yaitu :

1. Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi berarti pelaksanaan atau penerapan. Implementasi dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap (Hamalik, 2013: 237). 2. Teori Belajar Humanistik

Humanis berasal dari kata human (inggris) yang berarti manusiawi. Menurut Budiona (2005: 228) dalam kamus Ilmiah Populer Internasional, menyebutkan bahwa human berarti mengenai manusia, cara manusia. Sedangkan humanis berarti seseorag yang human, penganut aliran humanisme. Humanisme adalah sebuah doktrin yang menekan kepentingan manusia.

(25)

10

utama pendidikan adalah proses memanusiakan manusia menjadi manusia (Danim, 2006: 4). Pendidikan harus disertai kebijakan yang manusiawi, tanpa kebijakan yang manusiawi, dunia pendidikan justru bisa mendorong munculnya konflik eksternal dan konflik dari dalam diri seseorang (Mulkhan, 2002: 90).

Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila peserta didik telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Artinya peserta didik mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuikan diri dengan lingkungannya (Sukardjo dan komarudin, 2009: 56).

Humanisme dalam pendidikan adalah proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religious, „abdullah dan Khalifatullah, serta sebagai individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan

potesi-potensinya (Mas‟ud, 2002: 135). Jadi, humanis dalam penelitian ini adalah proses pendidikan yang memperhatikan setiap karakteristik orang yang berbeda-beda.

3. Pendidikan Agama Islam

(26)

11

Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci

Alqur‟an dan Al hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,

serta penggunan pengalaman (Majid, 2012: 11).

Tujuan pendidikan agama Islam pada hakikatnya sama dan sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam, yaitu untuk membentuk manusia yang muttaqin yang rentangannya tidak terbatas menurut manusia, baik secara lincar maupun secara algoritmik (berurutan secara logis) berada dalam garis mukmin-Muslim-muhsin dengan perangkat komponen, variabel, dan parameternya masing-masing yang secara kualitatif bersifat kompetitif (Baharuddin, 2010: 192).

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam ialah Upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh individu untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mempelajari dan mengamalkan Agama Islam itu sendiri sesuai dengan pedomannya yaitu Al-Qur an dan Al-Hadist.

F. Kajian Penelitian Terdahulu

(27)

12

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadhoil, 2015. Implementasi pendidikan humanistik dan behavioristik dalam pembelajaran Akidah Akhlak (Studi kasus di MI Al Islam Tonoboyo Bandongan Magelang Tahun ajaran 2014/2015). Penerapan pembelajaran humanistik dan behavioristik dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran yang sudah terdapat interaksi yang komunikatif antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Penciptaan suasana kelas yang nyaman tanpa ancaman. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru sebagai berpindah sebagai fasilitator dan siswa diberi kebebasan untuk bependapat. Hal-hal tersebut merupakan hakekat dari pembelajaran dengan konsep behavioristik dan humanistik.

(28)

13

Maghfiroh, Hidayatul, 2016. Implementasi Pendidikan Humanis di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga Tahun 2016. Penelitian

mengkaji tentang penerapan pendidikan humanis disekolah alternatif dalam pelaksanaan pembelajarannya. Konsep pembelajaran humanis melalui metode pembelajran yang membebaskan siswa memilih apa yang diinginkan, kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, gutu yang seperti teman sendiri, dengan faktor-faktor pendukung yang meliputi siswa yang tidak tertekan dengan peraturan-peraturan sekolah pada umumnya, siswa merasa betah berlama-lama belajar, siswa belajar sesuai keinginannya dan siswa senang dan nyaman disekolah. Sekolah disini bersifat bebas karena merupakan sekolah alternatif yang tidak terikat dengan kurikulum pemerintah seperti halnya dengan sekolah umum.

Perbedaan penelitian oleh Fadhoil dan uci sanusi yaitu pada fokus penelitian yang dilakukan. Sedangkan penelitian Hidayatul Mghfiroh dengan penulis yaitu pada penerapan pembelajaran humanistik yang diterapkan oleh sekolah. Penelitian yang dilakukan penulis mengenai konsep pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar humanistik.

G. Sistematika Penulisan

(29)

14

BAB I: PENDAHULUAN, merupakan kerangka dasar yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Teori, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II: KAJIAN TEORI, berisi tentang kajian pustaka, bab ini mengurai teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian agar didapat gambaran yang jelas mengenai penerapan pendidikan humanistik terhadap pmbelajaran PAI. Adapun sumber teori-teori berasah dari berbagai buku referensi, internet, dan sumber lain yang dianggap representative sebagai pengayaan teori penelitian.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN, berisi tentang pendekatan, jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, metode analisis data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DN PEMBAHASAN, merupakan pembahasan hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III. Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu.

(30)

15 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Humanistik

1. Pengertian Pendidikan Humanistik

Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila peserta didik telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Artinya peserta didik mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan kata lain peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya (Sukardjo dan komarudin, 2009: 56). Tujuan utama pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik itu sendiri (Dalyono, 2012: 43).

(31)

16

lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain.

Humanisme merupakan kesatuan dari manusia yang wajib memanusiakan manusia lainnya. Memanusiakan manusia dalam pendidikan berarti usaha memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan alat-alat potensialnya seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah SWT (Muhaimin, 2007: 148).

Manusia sebagai makhluk yang dapat mendidik dan dididik (homoeducabile) pada dimensi ini manusia berpotensi sebagai objek dan

subjek pengembangan diri. Oleh karena itu manusia tidak bisa berkembang tanpa rangsangan dari luar, seperti pendidikan misalnya. Maka, pendidikan harus berpijak pada potensi yang ada pada manusia tersebut. Artinya, manusia sebagai makhluk yang berpikir, memiliki kebebasan memilih, sadar diri, memiliki norma, dan kebudayaan. Implementasinya sebagai berikut:

a. Pendidikan lebih bersifat menyediakan stimulus agar peserta didik secara otomatis memberikan respon.

(32)

17

c. Demokratisi merupakan model pendidikan yang sangat relevan untuk pengembangan potensi dasar manusia, sekaligus membantu menanamkan sikap percaya diri dan tanggung jawab.

d. Proses pendidikan harus selalu mengacu pada sifat-sifat Ketuhanan (Assegaf, 2004: 205).

2. Humanisme Religius

Humanisme religius ialah sebuah konsep keagamaan yang memanusiakan manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hablum minallah dan hablum minannas. Sebagai makhluk yang multidimensional manusia mempunyai potensi insaniah, serta bersosialisasi dengan nilai-nilai ketrampilan yang dimiliki guna mengembangkan pola kehidupannya. Dengan mengembangkan potensi tersebut perlu adanya sebuah praktek kegiatan pendidikan yang menjunjung tinggi sebuah nilai kemanusiaan (humanistik) Mas‟ud (2002: 193).

Pendidikan Islam humanistik ialah pendidikan yang memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu, untuk dikembangkan secara optimal. Rasulullah bersabda :

Tidak ada seorangpun yang dilahirkan kecuali dengan fitrah, maka kadua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani, dan Majusi”. (HR. Bukhari Muslim).

(33)

18

mempergunakan pemikiran sendiri, dengan demikian peserta didik dirasa benar-benar diakui eksistensinya yang hakiki, dan sebagai kholifatullah yakni pendidikan Islam humanistik pendidikan yang memanusiakan manusia. Sehingga dapat melahirkan peserta didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam humanistik, yaitu insan manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai insan manusia individual, namun tidak terangkat dari kebenaran faktualnya bahwa dirinya hidup ditengah masyarakat. Dengan demikian, ia memiliki tanggung jawab moral kepada lingkungannya berupa keterpanggilan untuk mengabdikan diri demi kemashlahatan masyarakat.

3. Tujuan Konsep Humanisme

a. Akal Sehat (common Sense)

Manusia merupakan makhluk yang mulia, makhluk yang berbudaya. Manusia adalah makhluk pedagogik, juga sebagai khalifah dimuka bumi. Dalam memanfaatkan akal sehat secara proporsional dalam Islam, al-alim lebih utama dari al-abid. Dalam firman Allah dijelaskan bahwasanya orang-orang yang berilmu ditinggikan derajatnya oleh Allah dengan beberapa tingkatan

(Mas‟ud, 2002: 159). Dengan demikian jelas didalam konsep

(34)

19

yang berhubungan dengan daya fikir sangat diminati oleh pendidik maupun peserta didik.

b. Individualisme (kemandirian)

Pengembangan individu menjadi individu yang saleh “insan kamil” dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan serta

mandiri adalah sasaran utama pendidikan Islam. Mas‟ud (2002: 158) menyatakan, individualisme dalam konsep Barat yang diwakili dalam sebuah syair bahasa Arab yang cukup popular

yaitu: “Sesungguhnya seorang pemuda adalah mengandalkan dirinya sendiri, bukanlah seorang yang membanggakan

ayahnya”.

Kemandirian atau Self-reliance ialah tujuan utama dalam konsep humanisme. Dalam Islam, individualisme bukanlah sebuah larangan. Jika penekananannya pada kemandirian dan tanggung jawab pribadi, justru menjadi seruan dalam Islam. Dalam surat Yasin disebukan bahwa : “Pada hari itu (kiamat) Allah akan menutup mulut mereka, dan berbicara tangan mereka, kakinya

akan menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan”

(Q.S. Yasin : 35).

(35)

20

Dalam konsep individualisme Islam adalah pribadi yang beriman dan bertakwa, dinamis, progresif, serta tanggap terhadap lingkungan, perubahan dan perkembangan. Dengan demikian konsep individualisme bermaksud membentuk insan manusia yang memiliki komitmen. Humaniter sejati yaitu insan manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan, beriman dan bertakwa, dinamis, progresif serta tanggung jawab terhadap perubahan dan perkembangan lingkunganya.

c. Pengetahuan yang tinggi (thirs for knowledge)

Islam adalah agama yang jelas menempatkan ilmu pengetahuan dalam posisi khusus. Allah akan mengangkat mereka yang beriman dan yang berilmu diantara manusia pada posisi mulia.

Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Mujadillah: 11.

ْمُكَل ُ َّاللَّ ِحَسْفَي اىُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا يِف اىُحَّسَفَت ْمُكَل َليِق اَذِإ اىُىَمآ َهيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

َمْلِعْلا اىُتوُأ َهيِذَّلاَو ْمُكْىِم اىُىَمآ َهيِذَّلا ُ َّاللَّ ِعَفْزَي اوُزُشْواَف اوُزُشْوا َليِق اَذِإَو

َمْعَت اَمِب ُ َّاللََّو ٍتاَجَرَد

زيِبَخ َنىُل

(36)

21

Telah dijelaskan bahwasanya Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang berilmu, derajat yang lebih tinggi dengan beberapa tingkatan. Berangkat dari konseptual bahwasanya manusia merupakan makhluk pedagogik, makhluk yang sejak lahir membawa potensi, dapat dididik sekaligus mendidik. Oleh karena itu potensi dasar (fitrah) yang insaniah, perlu dikembangkan serta sosialisasi dalam nilai-nilai ketrampilan. Selain itu konsep humanisme religius, manusia memang merupakan makhluk “curious” yang senantiasa ingin tahu. Rasa ingin tahu itu perlu diolah dan diterapkan dalam kebaikan.

d. Pendidikan Pluralisme (menghargai orang lain)

Sebagaimana yang telah dipahami bersama, Islam sangat menghargai dan menghormati keberagaman dan kebhinekaan. Dalam konsep Humanisme menghargai dan menghormati adanya perbedaan yang ada di sekitarnya baik dari segi sosial, ekonomi, budaya dan keagamaannya dengan tujuan ketika dalam proses pembelajaran tercipta lingkungan kondusif, damai serta mengajarkan kepada peserta didik untuk selalu menghargai

pendapat orang lain (Mas‟ud, 2002: 167).

e. Kontektualisme lebih mementingkan fungsi dari symbol

(37)

22

dihadapinya. Disisi lain, juga melihat ada orang yang kualitas keilmuannya tidak begitu menakjubkan tetapi dalam rill kehidupannya mereka begitu tangkas menjawab permasalahan hidupnya.

Untuk itu dalam konsep kontektualisme yang dimaksud dalam konsep huamanisme religius ini merupakan konsep belajar yang membantu pendidik dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Hasil belajar peserta didik tidak hanya dilihat dari tampilan kualitatif, melainkan lebih dilihat dari sisi kualitas penguasaan dan aplikasinya dalam kehidupan yang nyata. Dengan adanya konsep ini, hasil belajar tidak hanya sekedar wacana, akan tetapi merupakan hal yang harus membumi dan bermakna bagi peserta didik.

(38)

23

mengetahui), how to do (bagaimana mengerjakan atau melaksanakan), dan how to be (bagaimana menjadi dirinya) .

Dengan demikian dalam konsep humanisme sebuah strategi pembelajaran yang menghendaki keterkaitan antara pengetahuan dan kehidupan nyata. Maka hal itu akan mempermudah peserta didik untuk membuat formulasi atau batasan-batasan mengenai pengetahuan yang dipelajari. Hal ini relevan dengan prinsip pendekatan kontektual, yaitu: student learn best by antiviety contructing their own understanding.

f. Keseimbangan antara reward dan punishment

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya “hadiah”. Orang yang bekerja dengan orang lain hadiahnya upah/gaji, orang yang menyelesaikan suatu pendidikan disekolah hadiahnya ijazah, berprestasi dalam satu bidang olahraga tertentu hadiahnya medali/tropi dan uang, tepuk tang memberi selamat sejatinya juga merupakan hadiah. Pemberian hadiah tersebut secara psikologis akan berpengaruh terhadap tingkah laku individu.

(39)

24

pemberian hadiah merupakan respon positif dan pemberian hikuman merupakan respon negatif.

Reward (hadiah/penghargaan) sebenarnya adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena sudah mendapatkan prestasi dengan dikehendaki, yakni mengikuti peraturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 1990: 182). Sedangkan punishmen adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh pendidik/orang lain sesudah terjadi suatu pelanggaran (Purwanto, 2007: 186).

Namun kedua respon tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu ingin mengubah tingkah laku seseorang (anak didik). Respon positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik menjadi lrbih baik lagi. Sedangkan respon negative bertujuan agar tingkah laku yang negative tersebut berkurang atau bahkan hilang, pemberian respon yang demikian dalam proses interaksi edukatif disebut

“pemberian penguatan”.

(40)

25 B. Tokoh dalam Pendidikan Humanistik

1) Abraham Maslow

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang memiliki perasaan takut, seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya semua kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia mampu menerima diri sendiri (self).

Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologi) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).

Teori Hierarchy of Needs (hirarki kebutuhan) yang dicetuskan oleh Maslow adalah sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologis/dasar/jasmaniah (Besic Needs), seperti makan, minum, tidur.

(41)

26

c) Kebutuhan rasa kasih sayang (Belongingness Needs) seperti keluarga, persahabatan, dan kelompok.

d) Kebutuhan untuk dihargai (Esteem Needs) seperti harga diri dan penghargaan orang lain.

e) Kebutuhan utntuk aktualisasi diri (Self Actualization Needs) seperti moralitas, ekspresi diri dan kreatifitas.

Implikasi teori ini terhadap pembelajaran sangatlah penting, jika guru menemukan kesulitan memahami mengapa siswa tertentu tidak mengerjakan tugas, mengapa siswa tidak tenang saat didalam kelas atau bahkan tidak memiliki motivasi dalam belajar. Menurut Maslow guru tidak dapat melimpahkan kesalahan ini terhadap si anak, karena bisa jadi kebutuhan anak belum terpenuhi secara baik. Guru haruslah dapat mengerti setiap karakter anak yang berbeda-beda, jadi wajar jika setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan demikian anak akan belajar dengan nyaman.

(42)

27

diri sendiri, ditentukan sendiri bukan orang lain (Maslow, 2004: 77).

2) Carl Ransom Rogers

Rogers ialah seorang psikolog humanistik yang menekan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu atau klien mengatasi masalah-masalahnya. Rogers meyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban sendiri atas permasalahannya dan tugas dari terapis hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. (Herpratiwi, 2009: 49).

Rogers membedakan dua tipe belajar, yakni kognitif (kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikan). Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai, seperti mempelajari mesin mobil dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiental learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiental learning mencakup keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut Rogers hal yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar

(43)

28

c. pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern ialah belajar

tentang proses (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 61).

Dari bukunya Freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik, diantaranya:

1. Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.

2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan oleh murid memiliki relevansi dengan maksudnya sendiri.

3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung akan ditolak.

4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil

5. Apabila ancaman terhadap siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.

(44)

29

7. Belajar diperlancar apabila siswa dilibatkan langsung dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab dengan proses belajar itu.

8. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan siswa seutuhnya, baik perasaan atau intelek, merupakan cara yang dapat memberi hasil yang maksimal.

9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, dan kreatifitas lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri. Penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.

10.Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya kedalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 61-62).

Teori Rogers dalam bidang-bidang pendidikan, pendidikan membutuhkan 3 (tiga) sikap yang harus dipahami oleh fasilitator belajar, yaitu realitas (dalam fasilitator belajar, penghargaan, penerimaan), kepercayaan, dan empati (Herpratiwi, 2009: 53). 3) John Dewey

(45)

30

growth, development, life. Proses pendidikan harus bersifat kontinu, merupakan reorganisasi, rekonstruksi, dan perubahan pengalaman hidup, pembentukan kembali pelngalaman hidup. Jadi pendidikan merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembai pengalaman hidup, juga perubahan pengalaman hidup itu sendiri.

Beberapa ide Dewey (dalam Surna dan Pandeirot, 2014: 32) yang memberi kontrubusi penting bagi pendidikan yaitu:

a. Anak sebagai pribadi yang aktif dalam belajar (child as an active learner). Sebelumnya berkembang pandangan bahwa anak adalah pribadi yang pasif (anak hanya duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru), Dewey dengan tegas

berpendapat bahwa belajar yang terbaik adalah “learn best by doing”.

b. Dalam melaksanakan pengajaran, anak harus dipandang sebagai pribadi yang utuh (whole child) dan menekankan makna penyesuaian anak terhadap lingkungannya. Pelaksanaan pembelajaran haruslah memberikan penekanan pada upaya guru untuk mendorong bagaimana belajar untuk berfikir dan beradaptasi dengan dunia diluar sekolah.

(46)

31

Peran guru tidak hanya berhubungan dengan pelajaran, melainkan dia harus menempatkan dirinya pada seluruh interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. . 4) Arthur W. Combs

Arthur Combs (dalam Suwarno, 2006: 71-72) berpendapat bahwa perilaku batiniah seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud menyebabkan seorang berbeda dengan orang lain. Pendidik dapat memahami perilaku peserta didiknya jika ia mengetahui bagaimana peserta didik mempersepsikan perbuatannya pada suatu situasi.

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (Makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan dalam teori belajar humanistik. Dengan demikian, belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Pendidik tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai oleh peserta didik. Inilah yang menjadi tantangan bagi pendidik, bagaimana cara pendidik agar peserta didik menjadi tertarik untuk mempelajari materi tersebut.

(47)

32 5) Paulo Fiere

Sebagian sekolah hanya berfokus pada targetkuantitatif yang bisa diukur saja. Seperti misalnya peserta didik harus lulus dalam suatu mata pelajaran yang dengan nilai minimal tertentu. Menurut Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Kaum Tertindas model pendidikan semacam itu ia sebut sebagai banking education alias pendidikan bergaya bank.

“Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, di mana para murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi,tetapi guru menyampingkan pernyataan-pernyataan dan “mengisi tabungan” yang diterima, dihafal dan diulangi dengan patuh oleh para murid (Friere, 2008: 52).

Dalam pendidikan model ini, peserta didik hanya dijejali dengan ilmu secara satu arah dengan tujuan mendapatkan nilai-nilai kuantitatif yang dituju. Praktek pendidikan hanya dipahami sebatas sarana pewarisanilmu. Pendidikan tidak dipahami sebagai transformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang lebih menekan pada proses pendewasaan pemikiran dan mengartikan belajar sebagai proses memaknai dan mengkritisi realitas sosial yangada di lingkungan sekitar. Bukan hanya sekedar mencari ijazah dengan nilai yang tinggimaupun sebagai sarana meningkatkan status sosial.

(48)

33

namun ia tetap mampu terus menapaki dan menciptakan sejarah berkat refleksi kritisnya (Murtiningsih, 2006: 55).

Pendidikan dengan pendekatan kemanusiaan sering diindentikkan dengan pembebasan, yaitu pembebasan dari hal-hal yang tidak manusiawi. Jadi, untuk mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia dibutuhkan suatu pendidikan yang membebaskan dari unsur dehumanisasi. Dehumanisasi tersebut bukan hanya memandai seseorang yang kemanusiaanya telah dirampas, melainkan (dalam era yang berlainan) manandai pihak yang telah merampas kemanusiaan itu, dan merupakan pembengkokkan cita-cita untuk menjadi manusia yang lebih utuh.

C. Teori Humanistik dalam pembelajaran

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada roh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan dalam pembelajaran. Peran pendidik dalam pembelajaran humanistik adalah sebagai fasilitator bagi para peserta didik dengan memberikan motivasi terkait dengan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik, guru hanyalah sebagai pendamping peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 64).

(49)

34

hasrat dan intensitas keingintahuan peserta didik mempelajari bidang studi tersebut. Pendidik harus aktif dan paham betul atas keunikan peserta didik (Herpratiwi, 2009: 61).

Proses yang umumnya dilalui adalah sebagai berikut. a. Merumuskan tujuan belajar dengan jelas.

b. Mengusahakan partisipasi peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif.

c. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan untuk belajar atas inisiatif sendiri.

d. Mendorong peserta didik untuk peka, berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.

e. Peserta didik didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.

f. Pendidik menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.

g. Memberikan kesempatan peserta didik untuk maju sesuai dengan kecepatannya.

(50)

35

Abraham H. Maslow dikenal sebagai salah satu tokoh psikologi humanistik. Ia menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh sekaligus kekuatan yang menghambat. Maslow mengatakan bahwa ada beberapa kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang sifatnya hirarkis. Pemenuhan kebutuhan dimulai dari kebutuhan terendah, selanjutnya meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan jasmaniah, kebutuhan keamanan, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri.

Menurut ahli teori ini, hierarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi penting bagi individu peserta didik. Oleh karenanya, pendidik harus memperhatikan kebutuhan peserta didik sewaktu beraktivitas di dalam kelas. Seorang pendidik dituntut memahami kondisi tertentu, misalnya, ada peserta didik tertentu yang sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau ada yang berbuat gaduh, atau ada yang tidak berminat belajar. Menurut maslow, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi. Peserta didik yang datang kesekolah tanpa persiapan, atau tidak dapat tidur nyenyak, atau membawa persoalan pribadi, cemas atau takut, akan memiliki daya motivasi yang tidak optimal, sebab persoalan-persoalan yang dibawanya akan menganggu kondisi ideal yang dia butuhkan.

(51)

36

belajar lebih manusiawi. Menurut Sri Rumini (1993: 110-112), gagasan tersebut adalah:

a. Hasrat untuk belajar

Menurut Rogers manusia mempunyai hasrat untuk belajar. Anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi ketika sedang mengeksplorasi lingkungannya. Dorongan ingin tahu dan belajar merupakan asumsi dasar dalam pendidikan humanistik. Didalam kelas yang humanistik, peserta didik diberi kebebasan dan kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahu dan minatnya terhadap sesuatu yang menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya. b. Belajar yang berarti

Prinsip ini menuntut adanya relevansi antara bahan ajar dengan kebutuhan peserta didik. Anak akan belajar jika ada hal yang berarti baginya. Sebagai contoh, anak akan cepat belajar menghitung uang karena uang dapat dipergunakan untuk membeli sesuatu yang dia inginkan.

c. Belajar tanpa ancaman

(52)

37

kondusif, anak tidak merasa tertekan dan pendidik dianggapnya sebagai fasilitator yang menyenangkan.

d. Belajar dengan inisiatif sendiri

Bagi para humanis, belajar akan sangat bermakna ketika dilakukan atas inisiatif sendiri, sehingga memiliki kesempatan untuk menimbang dan membuat keputusan serta menentukan pilihan dan introspeksi diri. Dia akan bergantung pada dirinya sendiri sehingga kepercayaan dirinya akan menjadi lebih baik. e. Belajar dan perubahan

Prinsip terakhir yang dikemukakan Rogers adalah bahwa belajar paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Menurutnya, di waktu lampau peserta didik belajar mengenal fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis, dan apa yang didapat disekolah dirasa sudah cukup untuk kebutuhan masa itu. Tetapi sekarang, tuntutan menegubah pola pikir yang datang setiap waktu. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat mutlak dijadikan pegangan untuk mencapai sukses di masa sekarang ini. Yang dibutuhkan sekarang adalah orang-orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan terus akan berubah.

(53)

38

Dalam praktiknya, teori ini terwujud dalam pendekatan yang

diusulkan oleh Ausubel (1968) yang disebut “belajar bermakna” atau Meaningful Learning (Sebagai catatan teori Ausebel juga dimasukkan

ke dalam aliran kognitif). Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk Taksonomi Blomm. Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang mencakup pada tiga kawasan berikut.

a. Kognitif

Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu: 1) Pengetahuan (mengingat, menghafal) 2) Pemahaman (Menginterpretasikan)

3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecah suatu masalah) 4) Analisis (menjabarkan suatu konsep)

5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)

6) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya). b. Psikomotor

Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu 1) Peniruan (meniru gerak)

2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak) 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)

(54)

39

5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar) c. Afektif

Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu

1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu) 2) Merespons (aktif berpartisipasi)

3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu)

4) Pengorganisasian (menghubungkan nilai-nilai yang dipercayai) 5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola

hidup) ( B.Uno, 2008: 13-14).

Dalam penerapan teori pembelajaran humanistik ini mengacu pada beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan konsep pembelajaran humanistik. Metode tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar dalam proses pembelajaran, Tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi pendukung tercapainya tujuan pendidikan. Secara teknis guru harus menggunakan metode sebagai berikut :

a. Role Model

Guru sebagai suri tauladan bagi kehidupan sosial akademis murid, baik didalam kelas maupun diluar kelas.

b. Kasih sayang

(55)

40

sikap emosional dan foedal, seperti mudah marah dan mudah tersinggung.

c. Adult Education

Menekankan belajar mandiri, kemampuan membaca, dan berfikir kritis. Menerapkan proses pembelajaran yang dialog dan interaktif.

d. Promotor Of Learning

Membimbing, menumbuhkan kreatifitas, interaktif, dan komunikatif dengan siswa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan feedback dari siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dibawah ini adalah model pembelajaran humanistik: a) Student Centered Learning

Konsep ini diajukan oleh Carl Rogers, yang isinya adalah: 1) Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi hanya

memfasilitasi saja.

2) Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada hal-hal yang memperkuat dirinya.

3) Manusia tidak bisa belajar jika dibawah tekanan. b) Humanizing Of The Classroom

(56)

41

berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan terbatas pada substansi materi saja, tetapi lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.

c) Active Learning

(57)

42

1) What I hear, I forget, yakni apa yang saya dengar dengan mudah saya lupakan, karena guru berbicara 100-200 kata per menit, sedangkan peserta didik mendengar 50-100 kata per menit, lama kelamaan semakin berkurang.

2) What I hear and see, I remember a little, apa yang saya

dengar dan saya lihat akan saya ingat sedikit atau sebentar, lama kelamaan lupa lagi.

3) What I hear, see, and ask question about or discuss with

someone else, I begin to understand, yakni apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan, dan laksanakan, maka saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan

4) When I teach to another, I master, yakni ketika saya bisa mengajari orang atau teman lain, berarti saya menguasai.

(58)

43

pengalaman belajar yang beragam serta belajar memulai berbuat (Muhaimin, 2007: 162-163).

d) Quantum Learning

Dalam prakteknya quantum learning menggabungkan teknik pemercepatan belajar dan neurologuistik dengan teori keyakinan dan metode tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan membuat loncatan prestasi yang tidak terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat, siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi akan lebih besar dan terekam dengan baik. e) The Accelerated Learning

Merupakan, pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini berlangsung dengan cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini Dave Meiver menyarankan kepada guru dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan somantic, auditory, visual, dan intellectual (SAVI). Somantic dimaksudkan sebagai

learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan

(59)

44

(belajar dengan bergerak dan berbuat). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan

mengamati dan mengambarkan). Intelectual maksudnya ialah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Bobbi De Porter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi dengan kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak berbeda namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman yang efektif.

D. Implementasi Pembelajaran Humanistik Dalam Pendidikan Islam Ciri khas teori humanistik adalah berusaha untuk mengamati perilaku seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sebagai manusia yang unik dan membantunya mewujudkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

(60)

45

siswa. Hal ini mempunyai kesesuaian dengan ilmu pendidikan Islam yang bermaksud membentuk insan manusia yang memiliki komitmen humaniter sejati, yaitu insan manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai insan manusia individual dan memiliki tanggung jawab moral kepada lingkungannya, berupa keterpanggilannya untuk mengabdikan dirinya demi kemaslahatan lingkungannya (Baharuddin, 2007: 23).

Implikasinnya bagi pendidikan adalah pendidikan humanistik mampu memperkenalkan apresiasinya yang tinggi kepada manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan bebas dalam batas-batas eksistensinya yang hakiki dan juga sebagai khalifah. Pendidikan ini memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu untuk dikembangkan secara maksimal (Baharuddin, 2010: 171).

1. Aspek Pendidik

Psikologi Humanistik memberi perhatian bahwa pendidik/guru adalah fasilitator. Pendidik harus berupaya untuk memberikan kemudahan belajar. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan pendidik.

(61)

46

2) Membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.

3) Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna.

4) Mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

5) Menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6) Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan menerima baik isi yang bersifat intekstual maupun sikap-sikap, perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individu maupun kelompok.

7) Bilamana situasi kelas telah kondisional, Fasilitator dapat berperan sebagai seorang peserta didik/siswa yang turut berpartisipasi, sebagai anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik/siswa yang lain. 8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok.

(62)

47

tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh digunakan atau ditolak oleh peserta didik.

9) Didalam berperan sebagai fasilitator, pendidik harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya. Menurut Hamacheek, guru-guru yang efektif adalah guru-guru

yang “manusiawi”. Mereka memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih

demokratis, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dengan peserta didik, baik secara perorangan atau kelompok. Ruang kelas tampak seperti perusahaan kecil dengan pengertian bahwa mereka lebih terbuka, spontanitas, dan mampu menyesuaikan diri kepada perubahan. Sebaliknya, guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah marah atau tidak sabar, menggunakan komentar-komentar yang melukai, cenderung bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka.

Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri pendidik/guru yang baik adalah sebagai berikut :

1. Pendidik yang mempunyai anggapan bahwa orang lain/peserta didik itu memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.

(63)

48

3. Pendidik yang melihat orang lain/peserta didik sebagai orang yang sepatutnya dihargai.

4. Pendidik yang menganggap bahwa orang lain/peserta didik pada dasarnya dipercaya dan dapat diandalkan, dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan yang ada. 5. Pendidik yang melihat orang lain/peserta didik dapat

memenuhi dan meningkatkan dirinya, bukan menghalangi apalagi mengancam (Ahmadi dan Widodo , 2004: 235-238). 2. Aspek peserta didik

Peserta didik ialah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan

pendidikan. Disini peserta didik merupakan “kunci” yang menentukan terjadinya interaksi edukatif.

(64)

49

memahaminya. Ketiga, peserta didik mulai belajar untuk membuat teori tentang suatu hal yang pernah dialami. Pada tahap ini peserta didik diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda tetapi memiliki landasan aturan yang sama. Terakhir, peserta didik mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Siklus tersebut terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung diluar kesadaran peserta didik. Meskipun dalam teorinya mampu membuat garis tegas antara tahap satu dengan tahap yang lain, namun dalam peralihan dari satu tahap ke tahap yang lain seringkali terjadi begitu saja.

3. Aspek Materi

Materi merupakan komponen yang memainkan peran penting dalam sebuah proses kependidikan. Pada dasarnya materi merupakan sekumpulan pengetahuan (nilai) yang ingin disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik, tanpa materi tidak akan ada pembelajaran, permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan, keberhasilan pendidik tidak semata-mata diukur dengan proses transmisi nilai-nilai, (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat kedalam kurikulum), melainkan lebih dari itu.

(65)

50

(66)

51 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan jenis penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, pendekatan ini disebut juga dengan naturalistik (alamiah). Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif, bukan kuantitatiif, karena tidak menggunakan alat pengukur. Disebut naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test (Nasution, 2003: 18).

(67)

52

Jenis penelitian skripsi ini adalah field research (penelitian lapangan) yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data-data melalui penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi guna memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistemiatis, factual, akurat, mengenai faktor-faktor, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi ini, peneliti memilih lokasi penelitian di SMP Negeri 1 Tengaran, yang beralamat di Masjid Besar Tengaran Kab. Semarang, karena dianggap sesuai dengan pembahasan dalam skripsi ini.

Dalam penelitian ini penulis melibatkan beberapa subyek penelitian untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Subyek-subyek penelitian tersebut adalah:

1. WAKA Kurikulum

WAKA kurikulum menjadi sumber data untuk digali informasinya terkain dengan manajemen kurikulum yang telah dilaksanakan disekolah. 2. Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

(68)

53 C. Sumber Data

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Penelitian itu sendiri merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang sesuatu hal dengan menggunakan prosedur penelitian yang baik.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama atau sumber-sumber dasar yang terdiri dari bukti-bukti atau saksi utama dari kejadian (fenomena) obyek yang diteliti dan gejala yamg terijadi di lapangan (Suryabrata, 1995: 84).

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penggalian data dari implementasi atau penerapan teori belajar humanistik di SMP Negeri 1 Tengaran dengan mencari keterangan dari pihak-pihak yang terlibat terutama kepala sekolah, staff, guru pendidikan agama Islam, .;dan peserta didik, sebagai sumber untuk menggali informasi terkait dengan fokus penelitian. Untuk mendapatkan informasi atau data tersebut penulis melakukan wawancara dengan narasumber/subjek penelitian.

2. Data Sekunder

(69)

54

Data sekunder dibutuhkan karena data atau informasi yang didapat harus valid sehingga peneliti harus melakukan pengamatan secara langsung dan mengobservasi di lapangan yang menghasilkan data yang lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan. Disini peneliti menggunakan data sekunder untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah dengan metode observasi, interview atau wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Menurut M.Q Patton, observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia, dan situasi sosial, serta konteks kegiatan-kegiatan itu terjadi. Data itu diperoleh berkat adanya peneliti dilapangan dengan mengadakan pengamatan secara langsung (Nasution, 2003:59).

(70)

55 2. Interview atau wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai atau narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186).

Metode ini digunakan untuk mengetahui informasi apa saja yang diperlukan. Dengan metode wawancara peneliti dapat memperoleh informasi lebih mendalam dengan sumber penelitian dan kearah fokus penelitian.

Untuk mendapatkan informasi data terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini, wawancara dilakukan kepada Kepala Sekolah, WAKA Kurikulum, guru mata pelajaran pendidikan Islam yang dilakukan di sekolah yaitu SMP N 1 Tengaran.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen, agenda, buku nilai siswa, buku nilai guru, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206). Dokumentasi disini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keadaan sekolah dan proses pembelajaran di sekolah itu sendiri untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian.

(71)

56

dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Selain itu dokumen-dokumen terkait lainnya yaitu Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) yang diperoleh dari guru mata pelajaran PAIdan rekapan daftar nilai siswa.

E. Analisis Data

Analisis data adalah proses pencarian dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun dalam pola, memilih mana yang penting untuk dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2009: 244).

Menurut Miles dan Hubermen (dalam Emzir, 2011: 129) ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu:

a. Reduksi data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan.

b. Model Data

Gambar

Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.5

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Akhlak Siswa Dalam Proses Pembelejaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Negeri Binjai. Menyatakan dengan ini bahwa sebenarnya Skripsi yang saya serahkan ini

Kepribadian Guru Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Pemikiran Buya Hamka ialah guru harus memahami konsep pendidik sebagai subjek yang dapat diteladani,

Kajian ini menunjukkan bahwa Implementasi Pendidikan Agama Islam di Lapas Anak Kutoarjo bertujuan memperbaiki akhlak anak didik (anak binaan Lapas) agar mereka kembali

Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membangun Akhlak. Hablumminal’alam di SMP Negeri

Lisva Farhana NIM.. Teori Psikoanalisis Humanis Dialektik Erich Fromm dalam Perspktif Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas

Akhlak Siswa ( Studi Kasus di SMP Negeri 1 Bandungan Kab. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M. Kata Kunci:

Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jurnal, Volume 3 Nomor 2 September 2019, hlm.. Dalam pembelajaran PAI sebelum memutuskan cara pembelajaran apa yang pantas

Kegiatan inti guru mata pelajaran pendidikan agama Islam yaitu melakukan langkah- langkah pembelajaran sesuai dengan Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 dalam kurikulum 2013 dengan