• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEPSI IMAM AL-GHAZALI TENTANG TAFAKUR IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEPSI IMAM AL-GHAZALI TENTANG TAFAKUR IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Perpustakaan STAIN Salatiga

u i in i n i ii i i ii n i ii g i ii i n ii i

06TD1010115.01

KONSEPSI IMAM AL-GHAZALI TENTANG

TAFAKUR IMPLIKASINYA DALAM

PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ( S .P d .l)

Dalam Ilmu Tarbiyah

O leh:

RUCHANI

11404022

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

(2)

DEPARTEMEN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA JL . TENTARA PELAJAR 02 TELP. (0298) 323706323433 Fax. 323433 Salatiga 50721

Website : www.stainsalatiaa.ac.id E-mail: administrasi^stainsalatiga.ac.id

Drs. Juz’an, M. Hum

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI Salatiga, SALATIGA

Kepada

Yth. Ketua STAIN SALATIGA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

NOTA PEMBIMBING Lamp : 2 ( dua ) exemplar Hal : NASKAH SKRIPSI

Sdr. Ruchani

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

kami kirimkan skripsi saudara :

Nama : Ruchani

NIM : 11404022

Judul : KONSEPSI IMAM AL-GHAZALI

TAFAKUR IMPLIKASINYA

PENDIDIKAN ISLAM

TENTANG

DALAM

Dan mohon skripsi tersebut segera dimunaqosahkan.

Demikian atas perhatiaannya kami ucapkan banyak terima kasih

(3)

D E P A R T E M E N A G A M A RI

S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (S T A IN ) S A L A T IG A

JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 W ebsite: www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudara : RUCHANI dengan Nomor Induk Mahasiswa : 114 04 022

yang berjudul : "KONSEPSI IMAM AL-GHAZALI TENTANG TAFAKUR

IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM", Telah dimunaqasahkan

dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Salatiga pada hari : Rabu, 06 September 2006 yang bertepatan dengan

tanggal 13 Sya’ban 1427 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat

untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.

06 September 2006 M Salatiga,

---13 Sya'ban 1427 H

(4)

MOTTO

( T' 'Y :

l j xI

UjiJlS

j j a J I

U

j

)

A rtin y a : * Sesungguhnya kehidupan dunia

hanyalah perm ainan dan senda gurau ”

( Q S . Muham m ad : 3 6 )

( ) 4j j C j £ i j

Artinya :"Setiap kamu adalah

pemimpin, dan setiap kamu

bertanggungjawab terhadap yang

(5)

P E R S E M B A H A N

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

> Ayah dan ibu tercinta yang telah memberikan motivasi dan do'a

restu

> Mas Abdullah Hasan sekeluarga. Mas Nur Salim sekeluarga, Mbak

Mu’azizah sekeluarga, Mas Muh Karli Sekelurga yang telah

mendukung dan memotivasi penulis dalam meyelesaikan skripsi ini

> Calon istriku tercinta Sri Manuninpsih yang telah menemaniku dalam keadaan suka dan duka.

> Abah Kyai Ali Imron Al-Khafid sekeluarga dan Keluarga besar

pondok pesantren * Nurul Amin " Manggar Wetan, Godong,

Grobogan.

> Keluarga besar MI Al-Mahmud Kumpulrejo 01 Salatiga

> Dan seluruh temen-temen angkatan ‘04 PAI Ekstensi yang tidak

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Segala puji penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah

memberikan kenikmatan baik material maupun spiritual. Sholawat seria salam

penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi akhiruzzaman Muhammad SAW

semoga kita mendapatkan syafaatnya sampai yaumul qiyamah nanti. Dengan

Rahmat dan Inayah Allah sajalah penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai

kelengkapan syarat terselesainya jenjang pendidikan strata pada fakultas tarbiyah

STAIN Salatiga.

Juga tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak

yang sangat membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini serta penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ketua STAIN salatiga yang telah memberikan izin dan restu dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Juz’an, M. Hum. Sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini

yang telah banyak mencurahkan perhatian dan meluangkan waktu pada

penulis guna membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi ini.

3. Para bapak dan Ibu dosen serta civitas akademika yang membantu sejak awal

hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

4. Keluarga besar Bapak Ridlwan dan Bapak Burhanudin yang telah

memberikan do’a restu dan motivasi, sehingga terselesainya skripsi ini.

5. Teman sejawat, kolega dan semua pihak yang telah membantu dan memberi

(7)

Dalam penulisan skripsi ini pula tentunya banyak sekali kesalahan baik

dalam penyusunan maupun penggunaan bahasa yang kurang dari sempurna,

karena hal itu teijadi akibat keterbatasan kemampuan penulis yang dimiliki, untuk

itu pula penulis mohon maaf serta kritik dan saran yang sifatnya membangun akan

penulis terima dengan senang hati.

Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi penulis pada

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Amin, Yarobbal ‘alamin

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

Bab I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Penegasan Istilah... 4

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

F. Metodologi Penelitian... 8

G. Sistematika Penulisan... 11

Bab II : IMAM AL-GHAZALI DAN PEMIKIRANNYA A. Biografi Imam Al-Ghazali dan Pendidikannya... 12

(9)

C. Karya-karya Imam Ghozali 37

Bab III : PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG TAFAKUR

A. Pengertian Tafakur... 40

B. Keutamaan Tafakur... 42

C. Hakikat Tafakur dan Buahnya... 46

D. Penjelasan Jalan-jalan Fikiran... 50

E. Penjelasan Cara-cara Berfikir Tentang Makhluk A llah... 60

Bab IV : IMPLIKASI PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG

TAFAKUR DALAM PENDIDIKAN ISLAM

C. Implikasi Tafakur dalam Pendidikan Islam...

(10)

Bab V : PENUTUP

A. Kesimpulan... 99

B. Saran-saran... 100

C. Kata penutup... 101

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Allah yang sulit

didefinisikan secara komprehensif. Kesulitan ini didasarkan atas adanya

perbedaan-perbedaan penekanan yang sesuai dengan bidang keilmuwan

masing-masing baik dari segi fisiologis, psikologis maupun sosiologis. Dari

segi fisiologis manusia diartikan sebagai makhluk yang tersusun atas organ-

organ tubuh yang saling tersusun secara sistematis sehingga mampu

beraktifitas dengan alat inderanya dan mampu mengenali lingkungannya.

Dengan alat indera itulah manusia mendapatkan pengetahuan, baik melalui

pengamatan dan penglihatan sehingga mendapatkan pengetahuan dan

pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu .

Dari segi psikologis/ jiwa manusia diartikan sebagai makhluk yang

mampu berfikir, memahami dan membedakan antara perbuatan yang boleh

dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan baik berdasarkan doktrin agama,

norma atupun aturan yang ada disekitamya, sehingga manusia mampu

memilih kehidupannya sesuai dengan hati nuraninya. Dari segi sosiologis

manusia mampu melakukan inovasi-inovasi dengan kemampuan dan

pengetahuaannya dalam rangka untuk berinteraksi dengan lingkungan baik

(12)

Manusia merupakan makhluk Allah yang secara biologis adalah

sama dengan hewan baik anatomi tubuh dan susunan tetapi ada yang

membedakan dari hewan yaitu segi psikologis yaitu manusia diberi intelektual

yang berupa akal untuk berfikir yang dapat membedakan antara yang baik dan

yang buruk sebagai manusia yang normal, sehingga dalam ilmu mantiq (

logika ) manusia disebut juga “ Al Hayawatiun Natiqun “ yang berarti manusia adalah hewan yang berfikir.1

Dengan akal atau pikiran itulah manusia mampu mengadakan

perubahan-perubahan dalam bidang apapun sehingga mampu untuk

dimanfaatkan untuk menghadapi kemajuan zaman yang semakin menuntut

adanya modernitas baik dalam pendidikan, teknologi maupun social. Tuntutan

modernitas ini mau tidak mau harus dilakukan untuk mengimbangi adanya

kemajuan yang penuh tantangan supaya umat manusia khususnya umat islam

tidak ketinggalan zaman dalam arti gagap teknologi.

Untuk mengembangkan hal tersebut memerlukan pendidikan

supaya manusia dapat memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya

insani ( fitroh ) agar mampu menghadapi perubahan-perubahan zaman, hal itu

terkait dengan fitrohnya untuk mencari kebenaran baik melalui aql maupun

naql Menurut Mustofa Ai-Maroghi fitroh berarti kemampuan untuk menerima

kebenaran.2 Untuk mencari kebenaran ini memerlukan pendidikan yang pada

dasarnya sebagai instrumen awal untuk mempertajam akal / pikiran manusia

sehingga mampu menghadapi modernitas yang semestinya memerlukan

1 H. Endang Shaefiiddin Anshori, M A .Jlm u Filsafat dan Agam a ” Pt. Bina Ilmu, Surabaya, 198 7JHal 15

(13)

pemikiran yang komplek. Pemikiran-pemikiran yang selanjutnya melekat pada

ilmu itu akan membantu manusia untuk mencapai kesempurnaan ( insan kamil

) yaitu kesempurnaan yang sesuai dengan ajaran islam dengan memanfaatkan

kehidupan dunia untuk kehidupan akherat yang berdasarkan pemahaman

ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam Al-Qur’an dan

Hadist.3

Untuk mengembangkan jati diri manusia, terdapat beberapa tokoh

pemikir atau ilmuwan yang pada dasarnya ingin menyumbangkan

pemikirannya demi perkembangan masyarakat pada umumnya. Salah satu

diantara tokoh besar di abad ke-V M yaitu Imam Al-Ghazali yang

menyumbangkan pemikirannya yang tertuang dalam karyanya Ihya’

Ulumuddin. Beliau menegaskan dalam kitabnya bahwa benar-benar Allah

SWT telah memerintahkan untuk berfikir dan mengambil ibarat di dalam

kitab-Nya Allah yang Mulia yaitu dengan tujuan untuk mendapatkan jalan

yang lurus sesuai garis yang telah ditentukan Allah dalam kitab-Nya.4

Imam Al-Ghazali merupakan ulama’ sekaligus ilmuwan yang

secara terang-terangan menguraikan tentang kondisi manusia baik dari segi

akal maupun hati dengan maksud supaya mendapatkan generasi yang mampu

untuk mengaplikasikan ajaran01am di kehidupan sehari-hari tidak hanya

melalui penghafalan tetapi juga menggunakan daya pikirnya untuk mengambil

ibarat yang ada di lingkungan manusia dengan cara pendidikan yang bertumpu

kepada nash Al-Qur’an dan Hadits sebagau rujukan yang pertama dan utama.

3 Muhaimin, et.al, ParadigmaPendidikan Islam, Pt. Remaja Rosdakaiya,Bandung, 2002, hal 30

(14)

Dengan alasan diatas, maka penulis tergugah untuk menulis sebuah

skripsi dalam rangka untuk mendalami hal tersebut, dengan begitu penulis

mengambil judul KONSEPSI IMAM AL-GHAZALI TENTANG

TAFAKUR IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM ” Yang

pada intinya menjabarkan tentang eksistensi tafakur ( berfikir ) dan

ketelibatannya terhadap pendidikan islam yang selama ini mengalami

kemerosotan / kemunduran. Dengan adanya kajian tersebut supaya tergugah

pemikiran -pemikiran umat islam pada umumnya.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari adanya pemahaman yang berbeda dengan

maksud utama penulis dalam penggunaan kalimat atau kata pada judul

penelitian ini, maka penulis menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan

dengan judul diatas yang dianggap penting. Adapun istilah-istilah yang

penulis anggap perlu untuk dijelaskan adalah .

1. Konsepsi

Yang dimaksud dengan konsepsi adalah pendapat, paham,

pandangan, pengertian, cita-cita yang telah terlintas ( ada ) dalam pikiran.5

Yang dimaksud penulis dengan kata konsepsi di atas adalah pendapat Imam

Al-Ghazali tentang tafakur yang ada dalam kitab ihya’ Ulumudin dan

dikaitkan dengan keterlibatannya dalam pendidikan islam pada zaman

sekarang. 3

(15)

2. Imam Al-Ghazali

Nama lengkap Imam Ghazali adalah Abu Hamid Imam Al-

Ghazali, beliau adalah ulama' yang amat berpengaruh didunia islam. Beliau

dilahirkan di desa Ghazalen, dekat Tus, Iran Utara pada tahun 1058 M (450 H

). Gelarnya antara lain Hujjat Al-Islam, yang mengandung arti bukti

kebenaran islam. Beliau wafat dalam usia 55 tahun ( 1111 M / 505 H

3. Tafakur

Tafakur dalam bahasa Indonesia diartikan berfikir yaitu

menggunakan akal budi untuk menemukan jalan keluar; mempertimbangkan

. 1

atau memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam hati. Yang penulis

maksud dengan tafakur adalah dengan akalnya manusia dapat berfikir dan

menimbang , membedakan mana yang baik dan mana yang buruk , salah dan

benar , mudorot dan manfaat, laba dan rugi juga dapat mencari jalan dan daya

upaya untuk menghindarkan bahaya dan mengatasi sesulitan demi kelancaran

dalam kehidupan.

4. Implikasi

o

Implikasi adalah keterlibatannya atau keadaan terlibat. Yang

penulis maksud dengan kata implikasi adalah keterlibatan pemikiran Imam

Al-Ghazali tentang tafakur dalam pendidikan islam supaya dapat

diformulasikan sehingga menuju pemikiran yang kritis dan inovatif sesuai

konsep islam. 6 * 8

6 Harun Nasution,et.al., Eksiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,Jakarta, 1992, hal.257 ' E.M. Zul Fajri, et.al. O pC it., hal. 653

(16)

5. Pendidikan

Yang dimaksud dengan pendidikan adalah proses pengubahan

sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,

perbuatan mendidik 9 Yang dimaksud adalah pengubahan pemikiran dan

wawasan klasik terhadap fenomena yang ada menuju pemikiran yang dinamis

sehingga mengintegralkan yang klasik dengan perkembangan pemikiran dan

zaman.

6. Islam

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Rosul-

Nya untuk disampaikan kepada umat manusia sepanjang masa dan setiap

persada,yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist nabi Muhammad SAW.10

Dengan begitu pendidikan islam adalah pendidikan yang bersumber dari nash

yang ada dalam islam, yang merupakan titik focus pengembangan pendidikan

pada umumnya yang bercirikan islam.

C. Rumusan Masalah

Dalam menulis sebuah skripsi ditentukan beberapa permasalahan

yang harus dibahas dan dianalisis sehingga mendapat pemahaman baru. Oleh

karena itu Penulis dalam menulis skripsi ini merumuskan beberapa masalah

yang akan dibahas adalah :

9 Ib id , hal.263

(17)

1. Bagaimana riwayat hidup Imam Al-Ghazali dan pemikirannya ?

2. Bagaimana pendapat atau pemikiran Imam AI-Ghazali tentang Tafakur ?

3. Bagaimana implikasi dan pengembangan pemikiran Imam Al-Ghazali

tentang Tafakur dalam pendidikan Islam ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan-tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui riwayat hidup Imam Al-Ghazali dan pemikirannya

2. Untuk mengetahui dan memahami pemikiran Imam Al-Ghazali tentang

tafakur.

3. Untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan pemikiran Imam Al-Ghazali

tentang tafakur terhadap pendidikan Islam.

E. Manfaat Penelitian

Adapun yang penulis harapkan dalam penelitian ini, semoga dapat

memberi manfaat dari segi:

a. Intelektual

Dari segi intelektual yang penulis harapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap pemikir-pemikir pendidikan khususnya mahasiswa dan

pada umumnya pakar pendidikan, untuk mampu memahami bahwa pemikiran

itu harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dengan melihat

perkembangan zaman, sehingga kaum intelektual mampu memformulasikan

(18)

globalisasi / modernitas. Yang semula pendidikan islam hanya terkonsentrasi

pada teks yang ada, maka setelah memiliki pemikiran yang baru dapat

menyesuaikan dengan konteksnya dalam arti mampu menciptakan teknologi

yang sesuai dengan ajaran dalam Al-Quran maupun sunah nabi-Nya

b. Pendidikan

Dari segi pendidikan, umat islam mampu membentuk sebuah

pendidikan yang mampu mengembangkan baik moral, keilmuwan maupun

teknologi. Sehingga pendidikan tidak terfokus pada moral dan bersifat teoritis

, tetapi juga mulai berkembang dalam era modem yang semakin hari islam

memerlukan penteijemahan yang praktis, kritis dan inovatif.

c. Sosial

Dari segi sosial, diharapkan umat islam mulai berfikir yang sesuai

dengan realita yang ada, dan kritis akan adanya doktrin yang memerlukan

pemikiran yang mendalam, karena dikhawatirkan kalau umat islam tidak

memahami adanya gejala tersebut, umat islam hanya sebagai boneka diera

modernis ini. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan paradigma yang

semula hanya sebagai penonton yang akhirnya sebagai pemain yang tetap

bertolak kepada sumber ajaran islam yang mulia.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah sebuah cara atau jalan untuk memulai

sebuah penelitian, sehingga penelitian tersebut mudah dilakukan dan tersusun

(19)

1. Sumber data

Yang penulis lakukan pada penelitian ini adalah jenis penelitian

literer {Library research) atau metode kepustakaan yaitu mengumpulkan bahan-bahan dari literature yang ada kaitannya dengan pokok bahasan serta

mengumpulkan dengan cara sistematis. Khusus untuk membahas tentang

pokok di atas, penulis menggunakan referensi primer yaitu kitab yang

dikarang Imam Al-Ghazali yaitu IhyaUlumitddin dan teijemahannya yang diterbitkan oleh Asy-Syifa’ , Semarang tahun penerbitan 1994. Dan untuk

menganalisis penulis mengambil teori / tulisan dari buku-buku sekunder yaitu

yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, filsafat, agama dan tasawuf,

ahli tafsir Al-Qur’an.

2. Metode Pembahasan

Kelaziman dalam penelitian literer adalah menggunakan metode

deduktif, induktif, reflektif, deskriptif dan interpretasi. Dalam metode deduktif

penulis mengambil atau bertolak dari teori-teori umum atupun doktrin agama

kemudian menuju keteori-teori yang lebih parsial baik tentang peristiwa, kasus

dan fenomena yang ada, hal ini dilakukan penulis untuk mempermudah

penulis dalam membahasnya yang lebid mendetail11. Metode induktif adalah

metode yang mengambil dari fakta-fakta yang ada kemudian digeneralisasikan

sehingga mendapatkan sebuah kesimpulan akhir, hal ini penulis lakukan

untuk mensingkronkan antara teori yang ada dengan fakta yang ada, selain itu

juga berfikir induktif berangkat dari fakta-fakta yang khusus,

(20)

peristiwa yang konkret, kemudian dari fakta atau peristiwa yang khusus

konkret itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum12.

Metode reflektif penulis gunakan sebagai pencurahan pikiran

terhadap obyek yang ada kemudian menelaah aspek lahir dan substansinya ,

serta menempatkan obyek pada, peristiwa pada konteks baru yang sesuai

dengan situasi zamannya. Melalui metode reflektif seseorang menyikapi data,

obyek, fakta dihidupkan kembali kedalam pikirannya untuk dicermati aspek-

aspek detailnya sehingga teks tersebut dapat tewujud dalam konteks yang ada.

Sedangkan metode deskripsi penulis gunakan untuk menyatukan antara bahasa

dan pikiran sehingga dalam menganalisis melahirkan pemahaman baru

tentang tafakur dan pembahasan menurut kekonkretan dan kekhususannya

dapat terbuka menjadi pemahaman umum, yang bisa menyatukan antara

berfikir dengan perkembangan pendidikan secara global, sehingga umat islam

mampu untuk berfikir yang lebih realistis.13

Metode yang selanjutnya adalah metode interpretasi yang

merupakan sebuah pemahaman terhadap fakta, data ataupun gejala untuk

dapat diintegralkan menjadi suatu bentuk yang nyata, untuk metode ini penulis

gunakan untuk mempertajam pemikiran tentang ciptaan Allah dan integralkan

dengan teknologi yang ada, sehingga pendidikan islam tidak hanya teoritis

tetapi juga secara praktis.14

12 Ib id hal.42

" Anton Bakker, et.al., M etodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hal. 41

(21)

G . S istem atik a P enu lisan

Dalam penulisan skripsi terdapat sistematika penulisan supaya

dapat mempermudah cara penyusunannya. Adapun sistematikanya terdiri atas

lima bab, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah, penegasan

istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan

Bab II Menjelaskan tentang riwayat hidup Imam Al-Ghazali yang terdiri

dari : biografi Imam Al-Ghazali , pemikiran-pemikiran Imam Al-

Ghazali dalam pendidikan, dan karya-karya Imam Ghazali

Bab IH Menjelaskan tentang pemikiran Imam Al-Ghazali tentang tafakur

yang terdiri dari : pengertian tafakur, keutamaan tafakur, hakikat

tafakur dan buahnya, penjelasan jalan-jalan fikiran, penjelasan cara-

cara berfikir tentang makhluk Allah

Bab IV Implikasi pemikiran Imam Al-Ghazali tentang Tafakur dalam

pendidikan Islam yang terdiri dari : pengertian pendidikan islam,

faktor -faktor pendidikan islam, implikasi tafakur terhadap

pendidikan islam.

Bab V Merupakan bagian akhir penulisan yang tercakup didalamnya

(22)

BAB n

IMAM AL-GHAZALI DAN PEMIKIRANNYA

A. Biografi Imam At-Ghazali dan pendidikannya

Nama kecil Imam Al-Ghazali adalah Abu Kamid Muhammad

bin Muhammad Al-Ghazali, yang dilahirkan pada tahun 450 H / 1058 M1 di

sebuah kampung yang bernama Ghozalah, Thusia, suatu kota di Khurasan,

Persia.2 Al-Ghazali mendapat sebutan Abu Hamid Al-Ghazali diambil dari

nama anaknya laki-laki yang meninggal ketika masih kecil yang bernama

Hamid, sedangkan Al-Ghazali diambii dari kampung Al-Ghazali yang

bernama Ghazalah. Ayahnya adalah seorang miskin yang taat beragama

dan sangat menghormati ulama’ , maka dalam hatinya berdoa semoga

dikaruniai anak yang mempunyai ilmu yang berguna bagi kemajuan dan

mercusuar agama, negara dan dunia.

Sebelum ayahnya menyaksikan kedua anaknya dewasa dan

memiliki pengetahuan yang mendalam beliau meninggal dunia, sebelum

meninggal dunia sempat menitipkan Ghazali dan adiknya kepada seorang

sufi supaya merawat dan mendidik dengan warisan yang ditinggalkannya.

Karena terbatasnya harta yang ditinggalkan ayahnya maka seorang sufi

tersebut memasukkan kesebuah madrasah demi untuk mewujudkan cita-cita

orang tuanya.

1 Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali, Al-Maarif, Bandung, 1986, hal. 13

(23)

Imam Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang yang cinta

akan ilmu pengetahuan dan haus akan pengetahuan-pengetahuan untuk

mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun AI-Ghazali mengalami duka cita

dan duka nestapa. Hal ini dibuktikan Al-Ghazali dengan mempelajari

pengetahuan dari beberapa aliran yang berbeda baik dari ulama’ sealiran

maupun berbeda aliran, tak segan-segan Al-Ghazali mengkritik aliran-aliran

yang tidak sesuai agama sehingga menimbulkan kontroversi dalam

pemikiran masa itu, namun dengan tekun dan rajin Al-Ghazali mampu

menguasai bahkan mengomentari dan menjelaskan kesalahan-kesalahan

yang menyimpang dari ajaran mereka.

Dimasa kanak-kanak Al-Ghazali mulai belajar ilmu Fiqih syafi’i

dan teologo Asy’ari dari seorang guru yang bernama Ahmad bin

Muhammad Ar-Rozikani di Thusia. Inilah awal Al-Ghazali bergumul

dengan dunia ilmu, yang digelutinya sampai akhir hayatnya. Dalam usia

yang belum mencapai umur 20 tahun, dia melanjutkan studinya ke Jmjan ,

yang mempunyai madrasah lebih besar dibawah pimpinan seoTang ulama’

besar bernama Abu Nasr al- Isma’ili. Selain belajar ilmu agama Al-Ghazali

juga giat mempelajari bahasa Arab dan Persia.3

Selain mempelajari ilmu fiqih diatas Al-Ghazali juga belajar

ilmu tasawuf kepada Yusuf An-Nasaj. Kemudian Al-Ghazali melanjutkan

belajarnya ke sekolah tinggi Nidhomiyah di Nisabur dan di sinilah

(24)

Ghazali bertemu dengan Imam Haromain ( w. 475 H / 1085 M )4 dan belajar

kepada beliau diantaranya ilmu kalam, ilmu ushul dan ilmu pengetahuan

agama lainnya.5 Prof. Dr. Abu Bakar Aceh mengisahkan sebagai berikut:

Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih, mantiq dan ushul, dan dipelajarinya antara lain : filsafat dan risalah-risalah Ihwanus Shofa karangan Al-Farabi, Ibnu Maskawaih. Sehingga dengan melalui ajaran-ajaran filsafat itu, sehingga Al-Ghazali dapat menyelami paham-paham Aristoteles dan Pemikir Yunani yang lain. Juga ajaran-ajaran Imam Syafi’I, Harmalah, Jambad, Al- Muhasibi dan lain-lain, bukan tidak berbekas pada pendidikan Al-Ghazali. Begitu juga Imam Abu Ali Al Faramzi, bekas murid Al-Qusyairi yang terkenal dan sahabat As-Subkhi, besar jasanya dalam mengajar ilmu Tasauf pada Al-Ghazali. Ia juga mempelajari agama-agama lain yaitu agama Masehi “ 6

Dengan kecerdasan dan kemauan yang luar biasa Al-Juwaini

kemudian memberikan gelar bahrum mughriq ( laut yang menenggelamkan ) kepada Al-Ghazali, hal ini dibuktikan sejak Al-Ghazali menjadi seorang

pelajar sudah menggemparkan pemikiran-pemikiran dengan faham skeptis

yang selalu mengkritisi pemikiran-pemikiran para ilmuwan pada masanya.

Dalam rangka untuk mencari kebenaran dan kesalahan dibalik pemikiran-

pemikiran mereka , Al-Ghazali ikut masuk menyelam dilautan berbagai

aliran sehingga Al-Ghazali faham apa dan bagaimana corak ajaran aliran

tersebut, setelah memahami dan menghayati kesalahan mereka barulah Al-

Ghazali memberikan komentar dan mengkritisi kesalahan kesalahan mereka.

Pada tahun 478 H/1085 M., Al-Ghazali meninggalkan kota

Nisabur pergi menuju Mu’askar, karena guru yang sangat berjasa bagi

4 Imam Harmain adalah nama lain dari Imam Al Juwaini yang wafat pada tahun 478 H / 1085 M H. AbudinNata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 82

(25)

perkembangan intelektualnya, al Juwaini telah meninggal . Dia menuju ke

Mu’askar untuk bergabung dengan para intelektual disana dalam majlis

seminar yang didirikan oleh Nidham al Mulk, wazir Saljuk pecinta ilmu dan

ulama’. Kehadiran Al-Ghazali dalam majlis itu sangat menggemparkan

karena ketajaman pikirannya, kedalaman ilmunya dan ketajaman

analisisnya, sehingga para partisipan mengakui akan keunggulannnya.

Dengan demikian Al-Ghazali mendapat sebutan “ Imam ” atau anutan para

intelektual Khurosan waktu itu. Setelah melihat reputasi ilmiyahnya itu

Nidhom Al Mulk mengangkat sebagai guru besar dan sekaligus pemimpin

perguruan Nidhomiyah di kota Baghdad pada tahun 484 H /1091 M.7 8

Di tengah - tengah kesibukannya mengajar di Bagdad , Al-

Ghazali masih sempat mengarang beberapa kitab yang sampai sekarang

masih dikaji dan digali keilmuannya, diantara kitab yang dikarang adalah :

Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajib, Khulashoh Ilmu Fiqh, Al-Munqilfil Ilmil al-Jadal ( Ilmu Berdebad ), M a’khadz Al-Kholaf, Lubab An-Nadhar,Tasbin Al M a’akhidz, Nashihat Al Mulk, A l-‘Ulum Al Laduniyyah, Risalah Al-Qudsiyah, Al-Ma’khadz,Al Amali dan Al-Mabadi Ghayat f i Farm al-Khalaf. Di tengah kesibukannya dalam mengarang kitab, Al-Ghazali juga masih sempat mengkritik dan mencari solusi atas adat dan warisan nenek

O

moyang yang menyimpang dari ajaran Islam.

Selama kehidupannya, Al-Ghazali selain mengajar dia tetap

menimba dan mendalami banyak ilmu, dan juga filsafat. Dia mempelajari

(26)

ilmu-ilmu tersebut barang kali untuk menghilangkan keraguannya yang

muncul sejak dia mengajar. Tapi ternyata ilmu-ilmu yang dipelajarinya itu

tidak memberikan ketenangan jiwa, tapi sebaliknya kegelisahan jiwanya

malah semakin menggelora, kemudian untuk menjernihkan hatinya Al-

Ghazali meninggalkan kedudukannya sebagai guru besar di perguruan al-

Nizhamiah, dan kemudian hidup menyendiri. Hal itu dilakukan Al-Ghazali

karena hendak bersifat jujur terhadap dirinya sendiri sebab dia sadar

motivasinya dalam mengajarkan ilmunya tidak lain hanyalah untuk

mencapai jabatan serta membuatnya terkenal. Karena itu, kini dia sadar

betapa rendah motivasinya dan berusaha untuk melepaskan dari sikap itu .

Setelah menjalani suatu kehidupan baru dengan menjauhi dan

menghindari hawa nafsu, pemutusan hubungan kalbu dengan dunia,

menjauhi bangunan tipu daya dengan ketaqwaan dan mendekatkan diri pada

bangunan keabadian, serta menerima Allah dengan sepenuh hati. Maka Al-

Ghazali menyusun suatu dasar metodologis, yang diungkapkan dengan

kalimat ilmu yakin, sehingga dengannya tidak ada lagi keraguan dan

kemuungkinan keliru. Pada tahun 488 H Al-Ghozali keluar dari Baghdad

untuk menunaikan ibadah haji. Selesai ibadah haji, tahun 489 H, dia pergi

Syam serta tinggal di Damaskus, mengajar di ruangan sebelah barat masjid

kota itu. Dari situ lalu dia pergi ke Baitul Maqdis untuk beribadah.

Diriwayatkan dari sana beliau kemudian ke Mesir dan untuk beberapa lama

tinggal di Iskandariyah, dan kemudian kembali ke Thus untuk menulis

(27)

bagi para pengikutnya untuk menyebarkan ilmunya disana, kemudian

menghabiskan waktunya untuk kebajikan dan berbuat yang bermanfaat,

seperti mengkhatamkan Al-Qur’an, bertemu dengan para sufi serta mengajar

sampai Al-Ghazali meninggal di Kota Thush pada hari senin, 14 Jumadil

Akhir pada tahun 505 H / 1111 M dan sekaligus Al-Ghazali dimakamkan

disana.9

B. Pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali dalam pendidikan

Al-Ghazali merupakan ulama’ yang mempunyai beberapa

disiplin ilmu tidak hanya Filsafat, Tasawuf, Fiqih, Ushul Fiqh, Akhlak dan

lain-lain, tetapi juga Al-Ghazali sebagai ahli pendidikan yang mempunyai

pengaruh sangat besar karena Al-Ghazali mempunyai pengetahuan tentang

Psikologi, Sosiologi serta mengetahui rahasia hati dan pengobatannya,

sehingga mampu untuk merubah ( mendidik) seseorang menjadi orang yang

mempunyai ilmu pengetahuan dan moral yang tinggi. Oleh Syeh Musthofa

Al-Maraghi diakui;

Al-Ghazali ahli didalam berbagai lapangan pengetahuan, yaitu ahli ilmu ushul yang mahir, ahli fiqih yang berpikiran merdeka, ahli teologi yang menjadi imam ahli sunah, ahli sosiologi yang luas pengertiannya tentang masyarakat, ahli psikologi yang luas pandangannya tentang rahasia jiwa manusia, ahli filsafat yang berani membongkar segala kesesalan filsafat, ahli pendidik yang ulung, dan seorang sufi yang sangat

zuhud, anda berhak menamakannya laki-laki yang menjadi Eksiklopedihidup dari zamannya, lelaki yang haus untuk mengetahui segala sesuatu, yang dahaga mencari kebenaran didalam segala cabang pengetahuan “10

9, Abu Al-Wafa al-Ghonimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman Ke Zaman. Pustaka, Bandung, 1985 hal 153

(28)

Untuk mengetahui pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan

maka perlu mengkaji yang berkaitan dengan aspek pendidikan, yaitu aspek

tujuan pendidikan, kurikulum, metode, etika guru dan etika murid, karena

hal itu merupakan sesuatu yang integral. Untuk lebih spesifiknya akan

dijelaskan dibawah in i:

1. Tujuan Pendidikan

Untuk membentuk manusia yang mampu menghadapi perubahan

yang semakin membutuhkan kreatifitas, pemikiran dan keefektifan dalam

mengarungi dan menyelesaikan problem dalam kehidupan ini, maka

manusia memerlukan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu cara

untuk mengembangkan potensi manusia dalam rangka untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Sebelum menjelaskan tentang tujuan pendidikan

untuk mengetahui dan memahami terminology tujuan pendidikan terlebih

dahulu dijelaskan apa itu “ tujuan “ dan “ pendidikan “ . Secara etimologi,

tujuan adalah “ Arah, , haluan, maksud''11. Sedangkan tujuan secara

terminologis berarti sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha

atau kegiatan selesai, sehingga tujuan-tujuan itu mampu merespon berbagai

aspek yang saling terintegrasi12.

Tujuan merupakan sasaran yang ingin dicapai untuk keberhasilan

sesuatu tindakan, sesuatu itu harus mempunyai perangkat-perangkat yang

mendukung adanya keberhasilan tujuan tersebut. Sedangkan “ pendidikan “

secara etimologi berasal dari kata dasar “ didik “ yang berarti memelihara

11 Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cil., hal. 1216

(29)

dan memberi latihan ( ajaran, tuntunan, pimpinan ) mengenai akhlak dan

kecerdasan pikiran13. Kemudian mendapat imbuhan pen-an sehingga

menjadi “ pendidikan “ yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan latihan14. Menurut pakar pendidikan Marimba

menyatakan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

pendidik terhadap pengembangan jasmani dan rohani anak didik untuk

terbentuknya kepribadian yang utama15.

Rumusan tujuan pendidikan merupakan rumusan pemikiran yang

mendalam tentang pendidikan yang disertai dengan ilmu-ilmu lain yang

mendukung. Salah satu pakar yang mempunyai berbagai keilmuwan tersebut

Imam Al-Ghazali yang merupakan pakar pendidikan pada abad ke-V dan

masih digunakan sampai sekarang. Pemikiran Al-Ghazali mengenai tujuan

akhir yang ingin dicapai dalam proses kegiatan pendidikan ada dua.

Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah, dan kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akherat16. Karena itu Al-Ghazali bercita-cita

mengajarkan kepada manusia supaya menuju sasaran-sasaran yang sesuai

dengan Islam tanpa mengabaikan adanya kehidupan dunia untuk akherat.

Tujuan ini sangat agamis dan sesuai dengan moril manusia yang selalu ingin

mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.

13 Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., hal. 263 14 Ibid.

15 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam P erspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hal. 24

(30)

Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan

dalam rangka untuk mendekatkan kepada Allah. Kesempurnaan yang selalu

dicari dan digali baik melalui ilmu maupun realita yang ada didunia ini

memerlukan pemahaman dan pemikiran. Al-Ghazali dalam hal ini

memandang bahwa ilmu merupakan langkah awal dalam rangka untuk

mengenal Allah, manusia tidak mampu mengenal Tuhannya tanpa memiliki

ilmu, ilmu mempunyai keutamaan dan keindahan melebihi

segala-galanya.17 18 Dari segi akal, jelaslah ilmu itu sesuatu yang utama, karena

dengan ilmu manusia sampai kepada Allah dan menjadi dekat pada-Nya, hal

ini dapat dibuktikan ketika manusia memiliki ilmu dapat memahami

ayat-ayat Allah baik tektual maupun kontekstual, tanpa adanya ilmu manusia

tidak akan pernah mengetahui bahwa Allah itu Maha Pencipta, karena

manusia tidak tahu atau memahami ayat-ayat tersebut. Dengan ilmu Allah

ditaati, disembah dan diesakan, dengan ilmu manusia berhati-hati dalam

mengamalkan agama dan memelihara hubungan kekeluargaan. Ilmu adalah

pemimpin dan amal adalah pengikutnya. Orang yang mendapat ilmu adalah

orang yang bahagia dan orang yang tidak mendapat ilmu adalah orang yang

18 sengsara.

Dalam kaitannya dengan pendidikan tidak hanya bertujuan untuk

kehidupan dunia, tetapi juga demi kebahagiaan akherat. Menurut Al-Ghazali

dunia adalah tanaman akherat yaitu sebagai ladang perkebunan untuk

mencapai kepada kehidupan setelah hancurnya dunia menuju kehidupan

17 H. Abudin Nata, Op Ci/., hal. 86

(31)

yang hakiki.19 Dengan dunia tersebut supaya digunakan untuk menanam

kebaikan-kebaikan yang sebenarnya yaitu kebaikan yang tidak akan

berkurang, baik berkaitan dengan Aiiah, sesama manusia maupun aiain

sekitar. Akhlak merupakan salah satu cara untuk menanam kebaikan

tersebut, sebagai contoh yang berkaitan dengan Allah, manusia mempunyai

akhlak ketika hendak melakukan ibadah yaitu dengan berwudlu ,

menyucikan tempat dan tidak bergurau, sehingga dengan akhlak dan

kekhusyuan tersebut diterima ibadahnya oleh Allah. Yang berkaitan dengan

manusia, ketika berhubungan atau berinteraksi kepada sesama manusia

dapat menasehati dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran serta

dapat memberikan tauladan atau contoh yang baik, sehingga manusia yang

lain dapat meniru dan mengamalkannya supaya terhindar dari pertengkaran,

tanpa disertai rasa ujub ataupun riya’. Yang berkaitan dengan alam semesta,

yaitu dengan mengatur dan tidak merusak keindahan alam serta menjaga

kestabilan alam raya in i.

2. Kurikulum

Pendidikan adalah proses yang berjalan secara kontinu yang

sesuai dengan tingkat kemampuan anak, sehingga memerlukan kurikulum

yang mampu diterima secara akal dan mampu diaplikasikan. Kurikulum

merupakan perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga

pendidikan.20 Jadi kurikulum lebih menekankan kepada bahan pelajaran

yang ada dalam suatu lembaga, dalam arti yang menjadi titip pusat dari

19 Ibid.

(32)

sebuah pendidikan. Sebagai pakar pendidikan Al-Ghazali mengemukakan

pendapatnya tentang kurikulum sangat erat kaitannya dengan konsep ilmu

pengetahuan21 22.

Dalam pandangan Al-Ghazali ilmu terbagi kepada tiga bagian

Y)

yaitu :

Pertama, ilmu-ilmu yang terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang tidak ada manfaatnya, baik di dunia maupun akherat, seperti

ilmu nujum, ilmu sihir dan ilmu ramalan. Al-Ghazali menilai ilmu itu tercela

, karena kadang -kadang mengakibatkan mudharat ( kesusahan ) baik bagi

yang memilikinya maupun orang lain. Ilmu sihir misalnya dapat

mengakibatkan kesengsaraaan kepada orang banyak, dapat memisahkan

antara sesama manusia dan dapat menimbulkan pertengkaran, pertikaian,

menyebabkan rasa sakit hati, permusuhan dan lain-lain. Selanjutnya Al-

Ghazali ilmu nujum yang tidak tercela dapat dibagai dua, ilmu nujum yang

berdasarkan perhitungan ( hisab ) dan ilmu nujum yang berdasarkan istidlaly

yaitu semacam astronomi dan meramal nasib berdasarkan petunjuk bintang.

Ilmu nujum yang kedua inilah menurut Al-Ghazali adalah yang tercela

menurut syara’ , karena dapat menyebabkan manusia ragu pada Allah,lalu

mempercayai ilmu nujum itu dengan penuh keyakinan, sehingga ia menjadi

kafir.

Menurut Al-Ghazali pula bahwa mempelajari filsafat bagi setiap

orang tidaklah wajib, karena menurut tabiatnya tidak semua orang dapat

zl H. Abudin Nata, Op. Cit., hal.88

(33)

mempelajari ilmu itu dengan baik, karena dapat membingungkan dan

membahayakan bagi yang tidak kuat menerimanya. Menurut Al-Farabi (950

M ) filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan

bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.23

Kedua, ilmu-ilmu yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya. Yaitu

ilmu yang berkaitan dengan penyucian hati yang dapat menghindarkan dari

perbuatan dosa serta ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan

amaliah yang dilakukaknya, supaya mendapat ridho-Nya dan menunjuk dan

membekali hidupnya di akherat.

Terhadap ilmu model kedua ini, Al-Ghazali membaginya

kedalam dua bagian, yaitu wajib ‘aini dan wajib kifayah. Ilmu-ilmu yang

wajib ‘aini bagi setiap Muslim itu adalah ilmu-ilmu agama dengan segala

jenisnya, mulai dari kitab Allah, ibadah yang pokok dan sebagainya. Ilmu

wajib ‘aini adalah ilmu tentang cara mengamalkan amalan yang wajib, siapa

yang mengetahui ilmu yang wajib, maka ia akan mengetahui kapan waktu

wajibnya. Sedangkan ilmu wajib kifayah adalah semua ilmu yang mungkin

diabaikan untuk kelancaran semua urusan.24

Ketiga, ilmu-ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam, karena dapat menimbulkan

kesemrawutan dan kekacauan antara keyakinan dan keraguan., serta dapat

membawa kekafiran.seperti ilmu filsafat. Mengenai ilmu filsafat Al-Ghazali

23 Endang Saifudin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 83

(34)

membagi menjadi ilmu matemaika, ilmu-ilmu logika, ilmu ilahiyah, ilmu

fisika, ilmu politik dan ilmu etika25

3. Metode Pengajaran

Dalam kamus besar bahasa Indonesia metode adalah cara teratur

yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu

dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.26 Metode

merupakan suatu cara untuk mencapi keberhasilan yang berkaitan dengan

proses atau penggunaan sesuatu.

Al-Ghazali dalam bidang metode lebih ditujukan pada metode

khusus bagi pengajaran agama anak-anak yaitu dengan metode keteladanan

bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti dan penanaman sifat-sifat

keutamaan pada diri mereka. Anak-anak cenderung meneladani gurunya dan

menjadikannya contoh dalam segala hal, karena secara psikologis anak-anak

adalah peniru yang ulung.27 Sebagaimana pada firman Allah surat Al-Ahzab

(3 3 ); 21;

jiV l 4^1 i y j auI j tjk fSA Sbl

( y > ) 1

Artinya : “ Dan sesungguhnya pada diri Rosulullah itu ada tauladan yang baikbagi orang -orang yang mengharapkan ( bertemu dengan )

hal. 226

25 Ib id , hal. 91

26 Departemen Pendidikan Nasional, Op. C it., hal. 740

(35)

Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. ( Al-Ahzab (33 ); 21 )“8

Peihatian Al-Ghazali akan pendidikan agama dan moral sejalan

dengan kecenderungan pendidikan secara umum, yaitu pendidikan adalah

sebagai keija yang memerlukan hubungan yang erat antara dua pribadi, yaitu

guru dan murid, sehingga factor keteladanan merupakan yang terpenting

dalam pendidikan.28 29 Menurutnya keteladanan dikaitkan dengan

pandangannya kepada tugas mengajar menurut Al-Ghazali mengajar adalah

pekerjaan yang paling mulia dan sekaligus tugas yang paling agung.30

4. Guru

Pendidikan dalam perkembangan tidak bisa mengabaikan guru

atau pendidik, karena guru atau pendidik sangat dibutuhkan dalam

pengembangan dan pentranferan ilmu secara teoritis maupun praktis. Peran

guru sangat besar dalam pengembangan , hal ini dapat dilihat seseorang

menjadi saijana, bisnismen ataupun pengusaha yang mampu

mengembangkan profesinya tidak terlepas dari peran pendidik.

Menurut Madyo Ekosusilo, yang dimaksud dengan guru atau

pendidik adalah orang yang bertanggungjawab dalam memberikan

bimbingan, pengarahan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian

dan kemampuan anak didik baik secara jasmani maupun rohani, sehingga

28 Departeman Agama Republik Indonesia, A l-O ur'an dan Terjemahanya, PT. Kusumadasmoro Grafindo, Semarang, 1994, hal. 670

(36)

anak didik mampu mandiri dan dapat memenuhi tugasnya segabai makhluk

pribadi maupun makhluk social.31

Guru yang dapat membimbing dan mendidik anak haruslah

mempunyai ilmu yang mampu untuk merealisasikan tugas dan

tanggungjawab dengan sempurna, baik dari segi teoritis maupun praktis hal

ini dilakukan supaya guru tidak mengalami kesusahan dan kesulitan dalam

mendidik. Dalam sabda Nabi seseorang yang telah mempunyai ilmu wajib

atas dirinya menyampaikan ilmunya kepada orang lain :

( j j i U l l 1 ^ kt JliuAH <j a <Ute- i l l jVl Uk- UIlc- ^ 1 ^ 3 U

dyajlj V j Artinya : “ Tidak diberikan oleh Allah kepada seseorang yang berilmu akan ilmu, melainkan telah diambil-Nya janji seperti yang diambil-Nya kepada nabi-nabi, bahwa mereka akan menerangkan ilmu itu kepada manusia dan tidak akan menyembunyikannya”.32

Sejalan dengan uraian tersebut diatas, Al-Ghazali sampai kepada

kriteria guru yang baik. Menurutnya guru yang mampu diserahi tugas

mengajar adalah guru yang selain dilihat dari fisik juga dilihat dari psikis,

yaitu yang mempunyai kecerdasan dan akal yang sempurna, mempunyai

akhlak yang baik dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal seorang

guru mampu mendalami dan memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam

baik dari segi pendidikan, psikologi anak, psikologi perkembangan dan

sosilogi sehingga dalam mendidik anak mempunyai pandangan yang

universal. Dengan akhlaknya yang baik guru mampu menjadi tauladan atau

J1 Ramayulis, Op. C it. , hal. 50

(37)

uswah bagi para anak didik, karena guru bagi anak adalah sebagai model

untuk ditiru dan gugu, dalam arti diikuti tingkah lakunya atau akhlaknya dan

dipercaya perkataannya. Sedangkan dari segi fisik, guru dapat menjalankan

tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak didiknya.33

Menurut Imam Al-Ghazali guru adalah yang memberikan

kegunaan hidup akherat yang abadi yakni guru yang mengajar ilmu akherat

ataupun ilmu pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan akherat34. Maka

guru atau pendidik harus mempunyai tugas sebagai berikut:

Pertama, untuk melaksanakan tugas guru baik mengajar, medidik dan mengarahkan anak kepada ilmu pengetahuan, sikap yang harus dimiliki

pertama kali adalah kasih sayang kepada murid, dengan adanya kasih sayang

, murid akan merasa tenteram dan terbina dengan baik, karena dengan

adanya kasih sayang guru akan lebih mudah untuk mentrasfer ilmu dan

diterima murid dengan senang hati dan tenteram tanpa adanya paksaan dari

siapapun. Dengan kasih sayang guru, lebih mudah mengidentifikasi murid

yang mengalami kesusahan dalam belajar, sehingga murid dapat dilakukan

remidi dalam belajar melalui pendekatan personal dengan

memperlakukannya sebagai anak. Rosulullah bersabda :

» 4 j! i» j» Jla f&l U La

Artinya Sesungguhnya aku bagi kalian adalah bagaikan bapak terhadap anaknya “35

33 H. AbudinNata, Op. C i t., hal. 96 34 H. Abudin Nata, Op. Cit., hal.213

(38)

Kedua, mengajar merupakan tugas yang sangat mulia dan merupakan tugas agama yang harus dilakukan agi orang yang mempunyai

ilmu, maka seorang guru tidak boleh meminta upah atas jerih payahnya

mengajar itu. Seorang guru harus meniru apa yang dituntunkan oleh

rosulullah yaitu mengajar karena Allah, karena dengan niat yang ikhlas akan

mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan tujuan itu seorang guru tidak boleh

minta dikasihani dan dihormati oleh muridnya, karena guru haruslah

berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya

apabila ia berhasil membina mentalnya, seperti orang yang meminjami tanah

untuk anda tanami, maka hasil manfaat yang anda peroleh dari tanah itu juga

menambah kebaikan kepada pemilik tanah., oleh karena itu, janganlah

meminta upah kecuali dari Allah. '6

Firman Allah dalam Surat Hud ayat 29 :

( H : ■> > )....

Artinya : Dan ( dia berkata ) Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu ( sebagai upah ) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah...( Hud : 29 )3'

Ketiga, seorang guru hendakah berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan murid-muridnya. Yaitu

mengarahkan murid untuk mempelajari ilmu yang lebih rendah dulu

kemudian ilmu yang lebih tinggi, karena hal ini terkait dengan penguasaan

yauga dilakukan murid. Murid tidak akan mampu mempelajari ilmu yang 36 37

36 Ibid, hal. 21

(39)

tinggi sebelum mempelajari ilmu yang rendah, hal ini dikaitkan dengan

potensi anak / mund. Dan juga guru harus mengingatkan kepada murid

untuk mendahulukan ilmu yang jelas sebelum ilmu yang tersembunyi.

Kemudian mengingatkan bahwa mencari ilmu tidak untuk mencari

kekuasaan, harta dan kedudukan tetapi untuk mendekatkan diri kepada

Allah.38

Keempat, dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya guru menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan

kekerasan,cacian, tidak mencela, mencaci maki dan menyebarkan kesalahan

anak didik didepan umum, karena cara itu anak dapat mengakibatkan jiwa

yang keras, menantang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dengan cara

yang halus dan simpatik akan mengakibatkan anak menyadari dengan

sepenuh hati dan merubahnya tanpa adanya paksaan dan kekangan dari

siapapun. Selain itu cara mencegah secara tidak langsung akan membuat

jiwa yang baik, dan pikiran yang cerdas cenderung untuk menyimpulkan

berbagai maknanya.39

Kelima, hendaklah sebagai seorang guru tidak mencela ilmu - ilmu yang tidak ditekuninya. Dalam hal ini guru harus mempunyai

pandangan yang luas yaitu bahwa semua ilmu adalah berasal dari Allah dan

semuanya diperuntukkan bagi manusia. Seorang guru harus mampu

mempelajari ilmu semampunya dan bersikap tolerir kepada ilmu-ilmu lain,

karena dengan ilmu yang tidak ditekuninya itu akan menambah wawasan

38 H. Abudin Nata, Op.Cit., hal.97

(40)

tentang keilmuwan itu. Untuk mendapatkan pengetahuan yang maksimal,

guru harus menyadari akan keterbatasan pengetahuannya, hendaklah guru

menyuruh kepada muridnya untuk belajar kepada guru yang lain yang

ilmunya dikuasainya dengan cara memberikan jalan untuk menempuhnya

supaya wawasan anak didik lebih luas.

Keenam, guru yang baik pula menurut Al-Ghazali adalah mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki setiap anak didik secara

individual, sehingga memperlakukan anak didik sesuai dengan perbedaan

potensi, tidak menyampaikan kepadanya apa yang tidak bisa dijangkau oleh

kemampuan akalnya agar tidak membuatnya enggan atau memberatkan

akalnya dan membuat kebingungan bagi anak didiknya, sehingga tujuan dari

pendidikan tersebut akan terganggu.. Ibnu Mas’ud sebagaimana

diriwayatkan Muslim berkata.

AUS £t£ VI SjSfr V d j ^ 1 U

Artinya Tidaklah seseorang berbicara kepada suatu kaum dengan sesuatu pembicaraan yang tidak mampu dijangkau oleh akal mereka melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka”.40

Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali pula di samping memahami tingkatan perbedaan kemampuan dan kecerdasan

murid, juga harus memahami perbedaan bakat, minat, dan kejiwaan

muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Murid yang mempunyai

pemahaman yang rendah hendaklah diberikan pelajaran yang jelas, yang

layak baginya. Jangan diterangkan bahwa dibalik yang diterangkan ini ada

(41)

lagi pembahasan yang mendalam yang disimpan dan tidak dijelaskan,

karena hal itu akan mengurangi minat belajar anak didik dan mengacaukan

pikirannya. Dan juga menurut beliau, tidak layak orang awam dibawa

berkecimpung kedalam ilmu rahasia, seperti ilmu hakikat yang pelik-pelik.

Tetapi cukuplah dengan mengajari peribadatan, mengajari amanah dalam

pekeijaannya sehari-hari atau yang bersifat praktis tanpa menimbulkan

pemikiran yang rumit.41

Kedelapan, guru hendaklah menyesuaikan apa yang dikatakan dengan realita yang ada. Janganlah perkataannya membohongi

perbuatannya, karena ilmu dilihat dari mata hati sedangkan perbuatan dilihat

dari mata kepala, sedangkan mata kepala adalah lebih banyak lebih banyak.

Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru janganlah

sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentanga dengan prinsip yang di

kemukakannya. Guru merupakan model bagi anak didik, sehingga apa yang

dikatakan dan dilakukannya menjadi perhatian anak didik. Oleh karena itu,

guru dalam perkataannya harus sesuai dengan perbuatanya, jika hal itu

dilakukan tanpa ada keserasian, maka akan seorang guru akan kehilangan

kewibaannya dan menimbulkan kehinaan dan ejekan, sehingga guru tidak

akan lagi dapat mengatur anak didiknya.42 Ketika melakukan perbuatan itu

tidak hanya menerima hinaan dari manusia Allahpun akan membenci-Nya

seperti yang difirmankan dalam Al-Qur’an surat Shaf ayat 2 :

41 42

(42)

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?_ Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu keijakan.

Dengan keterangan diatas jelaslah apabila manusia merasa

beriman, percaya kepada Allah dan yang ghoib hendaklah melakukan apa

yang dikatakan. Sebelum manusia mengatakan suatu hal harus dipikirkan

dulu apakah dia sudah melaksanakannya atau belum. Dalam hal melakukan

sesuatu perbuatan asalkan tidak melanggar norma islam yang ada, maka

harus dilaksanakannya secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Guru

yang mempunyai ilmu akan menjadi teladan bagi orang banyak, maka

hendaklah menyesuaikan perkataan dengan perbuatannya, karena apabila

tidak dilakukan akan dibenci Allah, dan ilmunya akan menghancurkan

dirinya, seperti lilin yang menyala mampu menerangi sekitarnya tetapi

dirinya terbakar, manusia seperti itu alangkah kasihan dan sia-sia dalam

mencari ilmu dengan susah payah.

5. Murid

Disamping guru harus memiliki kemampuan, sikap dan tugas-

tugas yang berat. Dalam proses pendidikan tidaklah berjalan tanpa adanya

peserta didik ( murid ). Murid dalam hal ini adalah manusia yang menjadi

obyek sekaligus subyek yang harus dikembangkan potensinya melalui

pendidikan. Murid menjadi obyek, karena murid menerima ilmu atau

keterangan dari guru yang mau tidak mau harus didengarkan dan

diperhatikan, sehingga guru dalam memberikan pelajaran mempunyai rasa

(43)

senang dan ikhlas. Sedangkan murid sebagai subyek, karena murid

dipandang mampu untuk berkomentar dan bertanya serta mempunyai

potensi internal, sehingga hal itu perlu tindakan kreatif baik dari murid

sendiri ataupun guru supaya anak mendapatkan pengetahuan yang

maksimal.

Menurut Al-Ghazali murid atau peserta didik harus mempunyai

beberapa criteria atau sifat-sifat, sehingga murid dalam mencari ilmu sebagai

upaya mendekatkan diri kepada Allah mendapatkan ilmu yang benar-benar

bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Seorang murid yang baik adalah

yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Pertama, mendahulukan kesucian bathin dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela. Karena ilmu merupakan ibadah hati, hanya dengan

kejernihan hati ilmu dapat diserap dengan sempurna tanpa ada yang

menghalanginya. Murid harus mempunyai jiwa bersih menghindarkan dari

sifat-sifat tercela. Menuntut ilmu adalah ibadah hati, shalat hati sebagaimana

shalat dhahir yaitu harus menghindarkan dari hal-hal yang kotor yang dapat

mengurangi bahkan membuat shalatnya tidak sah atau tidak diterima disisi

Allah. Dalam menuntut ilmu pula harus dilakukan dengan hati yang bersih

menghindarkan dari sifat-sifat tercela yang dapat mengotori hati, seperti

marah, sakit hati, takabur danlain-lain. Karena dengan menghindari sifat

tersebut hati akan terhindar dari kotoran yang akan menutup hati, sehingga

hati tidak mampu menyerap dan memahami ilmu dengan sebenarnya, seperti

(44)

Kedua, mengurangi keterikatan dengan kesibukan dunia, karena hal itu akan memalingkannya dari konsentrasi mencari ilmu dan

menyebabkan ikatan-ikatan yang menyibukkan diri dan terpisahnya pikiran

kedalam hal-hal selain ilmu.

( * : ^ <> ^»1 J»» U

Artinya : “ Allah tidak menjadikan bagi seorang manusia dua hati dalam rongga tubuhnya”.

Apabila pikiran itu telah terbagi-bagi, maka kesanggupan untuk

mengetahui hakikat dari ilmu itu akan berkurang dan sulit untuk mendalami

ilmu itu dengan baik. Dari itu dikatakan : ilmu itu tidak menyerahkan

kepadamu sebagian dari padanya sebelum kamu menyerahkan sepadanya

seluruh jiwa ragamu. Apabila kamu sudah menyerahkan seluruhnya jiwa

raga engkau, maka penyerahan ilmu yang sebagaian itu juga masih dalam

bahaya. Pikiran yang dibagi-bagi dengan hal yang lain, bagaikan anak

sungai yang dibagi-bagi kedalam beberapa cabang. Sebagian airnya diserap

oleh tanah dan sebagian lagi menguap keudara, sehingga tidak ada lagi yang

digunakan untuk pertanian.44

Ketiga, seorang murid yang baik hendaknya tidak menyombongkan diri dengan ilmunya dan jangan menentang guru. Yakni

dengan rendah hati dan tawadu’ kepada guru, yaitu dengan sepenuh hati

menerima dan mendengarkan nasehatnya, walaupun pada kenyataannya

murid lebih mengetahui ilmu itu. Tawadu’ disini mempunyai arti

(45)

menyerahkan urusan ilmu kepada gurunya, mendengarkan nasehat dan

arahannya sebagaimana pasien yang mau mendengarkan nasehat

dokternya.*0

Keempat, khusus kepada murid yang baru janganlah mempelajari ilmu atau pendapat yang bertentangan atau saling berlawanan. Seorang

murid yang baru hendaknya mempelajari aliran-aliran yang sepadan terlebih

dahulu, setelah menguasainya dengan baik, barulah mempelajari yang

aliran-alairan yang bertentangan. Hal itu dilakukan supaya murid tidak

mengalami kebingungan ,kekacauan dan kejenuhan akan sesuatu hal yang

tidak difahami, sehingga murid dengan seenaknya mencari yang termudah

tanpa mengetahui dasarnya. Dengan kematangan yang dimiliki itu murid

akan menempatkan atau memahami dengan arif tanpa mencampur

adukkan,baik itu ilmu keduniaan maupun ilmu keakheratan.

Kelima, seorang pelajar tidaklah meninggalkan suatu mata pelajaranpun dari ilmu pengetahuan yang terpuji dan tidak semacampun dari

berbagai macamnya, selain memandang maksud dan tujuan dari masing-

masing ilmu. Ilmu agama harus didahulukan karena mempunyai maksud dan

tujuan yang hakiki yaitu akherat, sedangkan ilmu dunia dipelajari hanya

demi untuk kehidupan didunia.45 46

Ilmu pengetahuan sebenarnya saling bantu- membantu, sebagian

dari padanya saling terikat dengan sebagian yang lain, yaitu orang yang

mempelajari ilmu akan terlepas dari kebodohan karena manusia adalah

45 Ibid., hal. 100

(46)

musuh dari kebodohan, maka hal itu harus dipelajari sehingga terlepas dari

kebodohan dan ketidak tahuan dengan tujuan untuk memperoleh jalan

mendekatkan pada Allah.

Keenam, seorang pelajar dalam mempelajari ilmu hendaklah dengan tertib yaitu secara sistematis dari yang terpenting ke yang tidak

penting, tidak melakukan secara serempak tanpa membedakan yang penting

dan tidak penting. Seorang pelajar adalah manusia yang mempunyai

keterbatasan dalam hidupnya yaitu dibatasi dengan waktu dan usia. Oleh

karena itu, seorang pelajar harus mendahukan pelajaran yang penting supaya

mampu untuk mempelajari dengan mendalam dan mengumpuikan seluruh

kekuatan dari pengetahuan untuk menyempurnakan suatu pengetahuan yang

termulia dari segala macam pengetahuan yaitu ilmu akherat.

Ketujuh, seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum menguasai ilmu sebelumnya, karena suatu ilmu adalah

pengantar kepada ilmu yang lebih sulit, maka murid harus

menyelesaikannya dengan memperhatikan urutan atau pentahapan dari ilmu

itu. Artinya tidak dilampauinya suatu bidang ilmu sebelum dikuasainya

benar-benar, baik dari segi ilmiahnya maupun amaliahnya.47 48Dan tujuan

dalam segala ilmu yang ditempuhnya mendaki kepada yang lebih tinggi.

Kedelapan, seorang murid hendaknya mengenal nilai setiap ilmu yang dipelajarinya. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengatakan bahwa

nilai ilmu itu tergantung pada dua hal, yaitu hasil dan argumentasinya.

47 Ibid

(47)

Contoh ilmu agama adalah hasilnya untuk kehidupan abadi, sedangkan ilmu

kedokteran adalah hasilnya untuk sementara, maka ilmu agama lebih mulia

dibandingkan ilmu kedokteran.49

C. Karya-karya Imam Al-Ghazali

Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya

dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku

telah ditulisnya baik dari segi filsafat, ilmu kalam, fiqih, ushul fiqih, tafsir,

tasauf dan lain-lain.

Didalam mukodimah “ Ihya’ Ulumuddin “ , Dr. Badawi

Thabana, menulis karya Al-Ghazali yang beijumlah 47 kitab, yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelompok Filsafat dan Ilmu kalam, yang meliputi:

a. Maqoshid al Falasifah ( Tujuan Para Filosof) b. Tahafut al Falasifah ( Kerancuan Para Filosof) c. Al Iqtishod fi al-I’tiqod ( Moderasi Dalam Aqidah ) d. Al Munqid min al-Dholal ( Pembebas Dari Kesesatan)

e. Al Maqoshidul Asna fi Ma’ani Asmillah Al-Husna ( Arti Nama-

h. Al Mustadhiri ( Penjelasan-penjelasan ) i. Hujjatul Haq ( Argumen Yang Benar)

j. Mufsilul Khilaf fi Ushuluddin ( Memisahkan Perselisihan Dalam Usuluddin)

k. Al Muntahal fi Tlmil Jidal ( Tata Cara Dalam Ilmu Diskusi )

l. Al Madhnun bin ‘Ala Ghoiri Ahlihi ( Persangkaan Pada Bukan Ahlinya)

m. Mahkun Nadlar ( Metodologinya )

(48)

n. Asraar Tlmiddm ( Rahasia Ilmu Agama)

o. Al Arba’in fi Ushuluddin ( 40 Masalah Ushuluddin )

p. Ijmaul Awwam ‘an ‘Ilmil Kalam ( Menghalangi Orang Awam dari Ilmu Kalam)

q. Al Qulul Jamil Fir Raddi ala man Ghoyaroi Injil ( Kata yang Baik untuk Orang-orang Yang Mengubah In jil)

r. Mi’yarul ‘Ilmi ( Timbangan Ilm u) s. Al Intishar ( Rahasia- rahasia Alam ) t. Isbatun Nadlar ( Pemantapan Logika)

2. Kelompok Fiqih dan Ushul Fiqih, yang meliputi;

a. Al Bastih ( Pembahasan Yang Mendalam ) b. Al Wasit ( Perantara)

c. Al Wajiz ( Surat-surat Wasiat)

d. Khulashatul Mukhtashar ( Intisari Ringkasan Karangan ) e. Al Mustasyfa ( Pilihan)

3. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi:

a. Ihya’ Ulumuddin ( Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama) b. Mizanul Amal ( Timbangan Amal)

c. Kimiyaus Sa’adah ( Kimia Kebahagiaan ) d. Misykatul Anwar ( Relung-relung Cahaya ) e. Minhajul ‘Abidin ( Pedoman Beribadah)

f. Ad-Dararul Fakhiroh fi Kashfi Ulumil Akhirah ( Mutiara Penyimpan Ilmu Akhirat)

g. Al- ‘ Ainis Fi Wahdah ( Lembut-lembu Dalam Kesatuan)

h. Al Qurbah Illallahi Azza wa Jalla ( Mendekatkan Diri Kepada Allah)

i. Akhlah Al Abrar Wan Najat Minal Asrar ( Akhlak Yang Luhur Dan Menyelamatkan dari Keburukan )

j . Bidayatul Hidayah ( Permulaan Mencapai Petunjuk) k. Al Mabadi Al Ghayyah ( Permulaan dan Tujuan )

l. Talbis al Iblis ( Tipu Daya Iblis )

(49)

4. Kelompok Ilmu Tafsir, yang meliputi:

a. Yaaquutut Ta’wil fi Tafsirit Tanzil ( Metodologi Ta’wil di dalam Tafsir yang Diturunkan ): terdiri dari 40 jilid

b. Jawahir Al Qur’an (Rahasia Yang Terkandung dalam Al-Quran ).

Sebenarnya masih banyak lagi kitab Al-Ghazali tetapi menurut penulis

kitab-kitab itu dapat mewakili kitab yang tidak ditulis ataupun yang tidak

diketemukan atau hilang.

(50)

BAB m

PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG TAFAKUR

A. Pengertian Tafakur

Tafakur secara etimologis berasal dari bahasa arab ' J&i -jS£

yang berarti berfikir, sedangkan dari bahasa Indonesia dari kata dasar “ pikir “

yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan.1 Mendapat awalan ber- menjadi

“ berpikir “ yang berarti menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan

dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan2. Dalam kaitan

ini berfikir terletak pada kemampuan akal budi atau rasio dalam rangka untuk

mempertimbangkan segala sesuatu yang bersifat sistematis dan bermanfaat

bagi kehidupan manusia. Rasio atau akal budi merupakan sesuatu yang

terdapat dalam diri manusia yang berguna untuk membedakan antara manusia

dengan makhluk yang lain. Dengan rasio ini manusia mampu membuat

perubahan-perubahan yang bertujuan untuk kemakmuran hidupnya baik yang

berkaitan dengan kehidupan dunia maupun akherat.

Dalam menjalani kehidupan diperlukan pemikiran yang sesuai

dengan perkembangan zaman yang selalu membutuhkan ilmu dan

pengetahuan serta pengalaman yang menjadikan lebih inovatif dalam

menghadapi persaingan baik budaya maupun pemikiran. Hal itu dapat

menunjukkan bahwa penggunakaan pikiran sangat penting dalam mengetahui

segala sesuatu yang ada akan menimbulkan pengetahuan dan pemahaman

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 872

Referensi

Dokumen terkait

seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya, ilmu- ilmu yang mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu

PERSEMBAHAN Ku persembahkan karya tulis ini kepada : Ayahandaku tercinta Purwanto dan Ibunda tercinta Siti Uswatun Khasanah Pengorbanan dan jerih payah yang engkau berikan untukku

Karena tugas pendidik adalah membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki hingga mencapai kedewasaan dan peserta didik adalah sebagai pihak yang

Karena tugas pendidik adalah membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki hingga mencapai kedewasaan dan peserta didik adalah sebagai pihak yang

Tentang pentingnya keteladanan utama dari seorang guru tersebut di atas, juga dikaitkan dengan pandangannya tentang pekerjaan mengajar. Menurutnya mengajar adalah

Maksud dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan agar merendahkan diri kepada kedua orang tua dengan penuh kasih sayang. Yang dimaksud dengan merendahkan diri dalam

No Nama, Tahun dan Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1 2 3 yaitu berjudul etika murid terhadap guru menurut kitab ta’alim muta’alim karya syech

Beliau terus rajin beribadah dan berdoa kepada Allah dan berkhidmat kepada umatnya bahkan setelah ia meninggalkan kehidupan khalwat dan uzlah sampai kematiannya.7 Pengertian Ilmu