KIDS SALATIGA
TAHUN 2010
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdl)
Oleh:
AHMAD ARIFIN
NIM. 111 05 044
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2010D E P A R T E M E N A G A M A RI
S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (S T A IN ) S A L A T IG A JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatioa.ac.id
DEKLARASI
B ism illah irrah m aan irrah im
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan
bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar refemsi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang
munaqasyah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 10 Agustus 2010
Peneliti
AHMAD AR1FIN
NIM. 111 05 044
Dra. Maryatin
DOSEN STAIN SALATIGA
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 2 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
Saudara AHMAD ARIFIN
Kepada
Yth. Ketua STAIN Salatiga Di salatiga
Assalninu'alaikum Wr. Wb
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan sepenuhnya, maka bersama ini. kami kirimkan naskah tugas akhir saudara :
Nama : AHMAD ARIFIN
Nim : 11105044
Jurusan / Progdi : TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Judul : PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA
ISLAM BAGI ANAK ALTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA.
Dengan ini kami mohon tugas akhir saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamuulaikunt Wr. Wb
20 Agustus 20 10
2001
iii
DEPARTEMEN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga. ac.id
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudara . AHMAD ARIFIN dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111
05 044 yang berjudul: “PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA".
PERSEMBAHAN
1. Kepada kedua orang tuaku Bapak Juprianto dan Ibu Sukiswati yang telah
memberikan segalanya buatku dan keluarga.
2. Kepada kakekku Wasi, pak lek ku Muh. Irfan Zaini dan Edi Susilo,
kakakku mas Rohmad dan adikku Fatimah yang sayang padaku.
3. Kepada semua anak-anak penyandang autis yang hebat dan tak kenal
putus asa.
Bismillahirrahmaanirrahim
Segala puji bagi Allah penguasa segala alam dan sumber dari segala
hukum, tak ada tuhan selain Allah, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
pada Nabi Muhammad S.A.W. yang membawa risalah Allah terakhir dan sebagai
penyempurna risalah sebelumnya.
Pada akhirnya penulisan skripsi ini bisa selesai, penulis sadar bahwa
selesainya penulisan ini berkat bantuan dari orang-orang disekitamya, tidak ada
kata yang patut untuk diucapkan untuk beliau-beliau ini kecuali terima kasih.
Terima kasih ini di haturkan pada :
1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN.
2. Dra. Siti Asdiqoh selaku Kaprogdi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga.
3. Dosen Pembimbing Akademik Suwardi, M.Pd.
4. Dosen Pembimbing Skripsi Dra. Maryatin.
5. Kepada kepala Sekolah TALENTA KIDS SALATIGA Dra. Hj. Lilik Sriyanti.
M.Si serta para pengajar TALENTA KIDS SALATIGA.
6. Para Dosen STAIN Salatiga, yang telah menularkan ilmu-ilmunya.
7. Staf perpustakaan STAIN Salatiga.
8. Kedua Orang Tuaku yang telah memberikan bimbingan yang terbaik selama
ini.
9. Kakekku, Pak Lek ku, kakakku dan adikku yang turut serta membina dan
mengarahkanku dalam kehidupan ini.
ABSTRAK
Ahmad Arifin: PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Dra. Maryatin.
Pembelajaran agama Islam sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini. Pembelajaran ini diberikan kepada semua anak baik anak cacat maupun anak autis. Ironisnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sampai saat ini belum banyak melakukan penelitian yang menguraikan tentang pembelajaran agama Islam pada anak autis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun pengumpulan data menggunakan metode pengamatan berperan serta, interview dan metode dokumentasi. Sedangkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) karakteristik anak autis di TALENTA KIDS Salatiga sama dengan karakteristik anak autis pada umumnya (2) pelaksanaan pembelajaran PAI di TALENTA KIDS Salatiga berjalan dengan baik meskipun masih banyak kekurangan dan kendala dari kondisi siswa sendiri, dan (3) faktor pendukung dan penghambat dalam pengajaran agama Islam bersumber dari dalam dan luar lembaga pendidikan TALENTA KIDS sendiri.
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN DEKLARASI... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
ABSTRAK... ix
DAFTAR ISI... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Penegasan Istilah... 7
F. Metode Penelitian... 9
G. Sistematika Penulisan... 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Problematika Pengajaran Agama Islam... 14
1. Problematika Pembelaj aran... 15
2. Pengajaran Agama Islam... 27
B. Sekolah Autis ... 29
C. Pengajaran Agama Islam di Sekolah Autis... 37
1. Metode Pendidikan Agama Islam Pada Anak A utis... 35
B A B III P A P A R A N D A T A D A N T E M U A N P E N E L IT IA N
A. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan TALENTA
KIDS Salatiga... 36
1. Sejarah dan Perkembangan TALENTA KIDS Salatiga 36
2. Visi Misi dan Tujuan TALENTA KIDS Salatiga... 39
3. Keadaan Guru Pendidikan Agama Islam, Pengurus
Sekolah dan Siswa TALENTA KIDS Salatiga ... 40
B. Hasil Penelitian... 44
1. Karakteristik Anak Autis di TALENTA KIDS
Salatiga... 44
2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di TALENTA KIDS Salatiga... 45
3. Metode PAI yang Digunakan di TALENTA KIDS
Salatiga... 46
4. Masalah Guru dalam Kegiatan Pembelajaran PAI
terhadap Anak Autis di TALENTA KIDS Salatiga.... 48
5. Usaha yang Ditempuh oleh Guru dalam mengatasi
Problematika PAI terhadap Anak Autis di
TALENTA KIDS Putra Salatiga... 49
BAB IV PEMBAHASAN
A. Karakteristik Anak Autis pada Lembaga Pendidikan
TALENTA KIDS Salatiga... 55
B. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS Salatiga... 56
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengajaran Agama
Islam di Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS
Salatiga... 60
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai,
yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani
kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat
manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak
berbeda dengan generasi manusia masa lampau. Dalam hal ini pendidikan
tidak membedakan antara anak normal dengan anak tidak normal atau anak
autis.
Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya diskriminasi hak untuk
memperoleh pengajaran, baik orang itu difabel atau normal. Orang berhak
mendapatkan pendidikan sesuai tingkat kecerdasan dan potensi yang ada pada
dirinya. Anak autis juga berhak untuk memperoleh pendidikan dan
mendapatkan ilmu pengetahuan sama dengan anak yang normal.
Sebagaimana firman Allah SWT dal;am surat Abasa ayat 1-12
0
3
% A4 4 c j
0
o'
O <fes
'Z s ' % 'i S S'' s ’9 S ^ x < £ _ » * ^ ^ s ' y 9 £
) jAj
13
I
Lo 1
a!I
A xJL Ji3^JU jI
O ( ! i^ £r3 AJ i$ 5 ^
o*
^ C piSy*
^t*j
2
Artinya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri
(beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, ( Departemen Agama
RI:585).
Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum dia datang
kepada Rasulullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasulullah
SAW bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang
menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar
tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat tesebut sebagai teguran
kepada Rasulullah SAW.
Berdasarkan kisah di atas maka semestinya kita dapat mengambil
makna dan pelajaran, sebagai lembaga dan seorang pendidik senantiasa
memberikan pelayanan dan pengajaran yang terbaik tanpa memandang peserta
didik yang keberadanya kurang atau difabel.
Ironisnya bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya
muslim sampai saat ini belum banyak melakukan penelitian yang menguraikan
tentang pembelajaran agama di lembaga pendidikan anak autis. Padahal
pendidikan agama pada usia dini sangat penting karena daya ingat pada usia
ini mereka sangat kuat. Upaya tersebut seharusnya dilakukan untuk
luhur, maka diperlukan pendidikan Islam sebagai pondasi keagamaan untuk
masa mendatang. Dengan adanya tulisan atau penelitian tentang pengajaran
agama Islam di lembaga pendidikan anak autis bisa memunculkan kritik dan
pembenahan dalam kurikulum atau metode pengajarannya.
Selama ini pandangan masyarakat terhadap anak autis dan anak yang
mengalami kekurangan (cacat) masih dipandang dengan sebelah mata, padahal
mereka yang menyandang autis dan cacat juga bukan kehendak mereka namun
itu adalah pemberian dari Allah sang Kholiq, bahkan dalam dunia pendidikan
bagi anak autis dan cacat kurang diperhatikan. Jika keadaan dibiarkan saja
maka dunia pendidikan dan pandangan masyarakat terhadap mereka akan
tetap stagnan atau berhenti seperti itu terus.
Pelaksanaan pendidikan agama Islam bertujuan untuk mendidik anak
agar menjadi muslim yang beriman, teguh beramal shaleh, dan berahlak mulia
serta berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara.
Pengembangan tenaga pendidikan sebagai unsur dominan dalam proses
belajar mengajar untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan
profesionalisme guru pendidikan agama Islam.
Semua upaya peningkatan kinerja tenaga pendidikan agama Islam
dilakukan lembaga-lembaga profesionalisme dan perguruan tinggi, guna
untuk menciptakan hal tersebut, maka guru agama Islam memiliki
keterampilan-keterampilan pembelajaran seperti keterampilan membuka
pembelajaran, keterampilan memberikan motivasi, keterampilan bertanya,
4
keterampilan penjajakan, keterampilan memilih dan menggunakan metode
yang tepat, keterampilan menutup pelajaran, dan keterampilan menggunakan
interaksi.
Keterampilan menggunakan interaksi yang dimaksud adalah
keterampilan untuk menggunakan interaksi edukatif dalam proses pengajaran.
Jadi, seorang guru harus mampu memahami dasar-dasar interaksi edukatif
sebagai berikut, tujuan (guna menjawab pertanyaan “untuk apa?”), bahan
(“dengan materi yang mana?”), pelajar (“ditujukan pada siapa?”), guru
(“diselenggarakan oleh siapa?”), metode (“bagaimana caranya?”), situasi
(“dalam keadaan yang bagaimana?”), evaluasi (“bagaimana hasilnya?”)
(Surakhmad, 1982:16).
Pendidikan di samping merupakan kewajiban orang tua untuk
mendidik anak-anaknya, karena itu anak adalah amanat yang dipercayakan
Allah SWT untuk dipelihara dan harus dipertanggungjawabkan (Al-Azar,
1989:126). Untuk itu, seorang pendidik dalam mengajar tidak boleh
membeda-bedakan terhadap anak didiknya bahkan terhadap anak autis dan
cacat sekalipun harus diperlakukan sama dengan anak normal.
Dewasa ini pendidikan mengalami perkembangan pesat mulai
pendidikan formal dan juga non formal. Pendidikan formal adalah salah satu
sarana pengembangan, pengetahuan termasuk bagi mereka yang berkelainan
sehingga ada suatu lembaga pendidikan khusus yang mengelola dan
Sebagai anak manusia mereka membutuhkan pendidikan, pendidikan
sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Mendidik anak autis tak
semudah mendidik anak-anak normal. Anak-anak autis mempunyai ciri-ciri
yang khusus, maka dalam program pendidikannya tidak hanya diperlukan
pelayanan secara khusus akan tetapi juga perlu alat-alat khusus, guru yang
khusus bahkan kurikulum yang khusus pula.
Metode pengajaran adalah salah satu faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, bahkan menentukan
berhasil dan tidaknya suatu proses belajar mengajar. Bila guru tidak mengerti
masalah-masalah yang ada pada anak didiknya dalam proses belajar mengajar,
maka seorang pengajar bisa berkonsultasi kepada psikiater, ahli kurikulum dan
sebagainya yang dirasa mampu dalam bidangnya.
Lembaga pendidikan TALENTA KIDS adalah satu-satunya lembaga
pendidikan yang melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencerdaskan
anak autis di Salatiga. Lembaga pendidikan TALENTA KIDS terletak di
sebidang tanah yang tepatnya di Jin. Gondangsari No 2 Perum Griya Mustika
Tegalrejo Salatiga. Lembaga pendidikan TALENTA KIDS memiliki sebuah
metode pembelajaran yang khusus untuk anak autis. Hal ini mengugah
peneliti dan tertarik untuk mengungkap lebih lanjut bagaimana usaha yang
dilakukan untuk mencapai sebuah pembelajaran yang bagus atau cocok untuk
anak autis khususnya dalam pendidikan agama Islam.
Dari uraian di atas, pengajaran terhadap anak autis merupakan
6
keberhasilan pelaksanaan pendidikan itu tersendiri. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengangkat judul skripsi PROBLEMATIKA PENGAJARAN
AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN
TALENTA KIDS SALATIGA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah di
dalam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karateristik anak autis pada lembaga pendidikan anak autis
TALENTA KIDS Salatiga?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan anak
autis TALENTA KIDS Salatiga?
3. Adakah faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam di
lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga?
C. Tujuan Penelitian.
Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui karakteristik anak autis pada lembaga pendidikan anak autis
TALENTA KIDS Salatiga.
2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan anak
autis TALENTA KIDS Salatiga.
3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah
keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan
Agama Islam khususnya di jurusan tarbiyah STAIN Salatiga.
Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang
mengadakan penelitian berikutnya baik meneruskan maupun mengadakan
riset baru.
2. Secara Praktis
a) Penelitian ini dapat memberikan informasi baru tentang pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada anak autis
b) Guru dapat mengetahui metode yang tepat berdasarkan problematika
pengajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga
c) Masyarakat dapat mengetahui metode yang tepat khususnya pada anak
autis untuk memudahkan pembelajaran pendidikan agama islam dalam
kehidupan sehari-hari.
E. Penegasan Istilah
Sebelum diuraikan secara panjang lebar tentang penelitian ini terlebih
dahulu penulis memberikan penjelasan-penjelasan terhadap istilah-istilah yang
terkandung dalam tulisan ini, dengan maksud agar nantinya tidak salah
pengertian di kalangan pembaca dalam memahami skripsi ini. Adapun istilah
8
1. Problematika Pengajaran Agama Islam
Problematika berasal dari bahasa Inggris : problem. Dalam bahasa
latin problema, dari Yunani : problema (Bagus, 1996:906). Pengajaran
dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan cara (perbuatan, dan
sebagainya) mengajar atau mengajarkan (Poerwadarminto, 1992:121).
Pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai
berbagai segi bertujuan untuk mencapai proses belajar yang diinginkan
(Al-Syaibany, 1978:553).
Agama Islam adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada RosulNya utuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang
masa dan seluruh persada.(Anshari, 1992:35). Jadi yang penulis
maksudkan problematika pengajaran agama Islam adalah masalah-masalah
yang dihadapi dalam proses belajar agama Islam.
2. Anak Autis
Istilah autistic diambil dari bahasa Yunani autos yang artinya self.
Istilah ini digunakan untuk menjelaskan seseorang yang bersibuk diri
dengan dunianya sehingga kelihatannya tidak tertarik pada orang lain
(Ginanjar, 2008:23). Autisme juga suatu keadaan di mana seseorang anak
berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku
(http://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/209/model-pembelajaran-yang-
efektif-bagi-penderita-autisme.html).
Pengertian istilah-istilah di atas selanjutnya dapat ditegaskan
Islam bagi anak autis”. Penelitian ini merupakan studi yang berkenaan
dengan pendidikan islam, sehingga diharapkan anak autis menjadi manusia
yang beriman, bertaqwa, berperilaku sesuai dengan ajaran Islam serta
menjadikan agama islam sebagai pandangan hidup guna mancapai
kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Sedangkan sifat penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan
dilapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa
angka-angka.
Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah kepala yayasan,
kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam di Lembaga pendidikan
anak autis TALENTA KIDS Salatiga dengan berbagai latar belakangnya
dalam memberikan pengajaran kepada anak didik khususnya anak-anak
autis sehinga akan ditemukan masalah dalam pelaksanaan pengajaran
10
2. Subjek dan Informan
Subjek penelitian adalah sumber tempat kita memperoleh
keterangan penelitian (Amirin, 1990:92) dan informan yaitu orang yang
memberikan pesan atau memaparkan data. Informan penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan Snowball Sampling sehingga
memungkinkan untuk melibatkan pihak di luar lokasi penelitian yang
dipandang mengerti dan memahami permasalahan yang terjadi pada
pengajaran agama Islam di lembaga pendidikan anak autis TALENTA
KIDS Salatiga.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru
pendidikan agama Islam dan yang menjadi informan penelitian adalah
ketua yayasan, kepala sekolah serta dewan guru di lembaga pendidikan
anak autis TALENTA KIDS Salatiga.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Pengamatan Berperan Serta (Partisipan Observasi)
Pengamatan berperan serta pada dasarnya adalah suatu
penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup
lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan
selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara
sistematis dan berlaku tanpa gangguan (Moleong, 2002:117). Metode
ini penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat
langsung keadaan atau kondisi sekolah, letak geografis, problem-
b. Metode Interview
Yaitu proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih
berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain
dan mendengarkan dengan dengan telinga sendiri suaranya (Hadi,
1995:192). Sedangkan menurut Kartini metode wawancara adalah
suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang
duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah
tertentu (Kartono, 1996:187).
Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
sejarah berdiri, struktur organisasi, sarana prasarana, keadaan siswa
dan problem-problem yang dihadapi serta solusinya. Sedangkan yang
menjadi informan adalah ketua yayasan, kepala sekolah dan guru.
c. Metode Dokumentasi
Suharsimi Arikunto menjelaskan metode dokumentasi yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku
dan sebagainya (Arikunto, 1998:236). Metode ini digunakan untuk
mencari data tentang beberapa informasi sekolah yang meliputi;
sejarah berdirinya TALENTA KIDS, struktur organisasi, kurikulum,
guru, staf, siswa dan lain-lain.
4. Teknik Analisis Data
Berdasarkan hasil pengumpulan data, selanjutnya penulis akan
12
data yang diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga dikaji dan dikupas
secara runtut.
Karena sebagian data yang diperoleh itu merupakan data kualitatif
maka penulis menggunakan teknik deskriptif analisis non statistikal.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan
dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang
ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat
atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung
(http://ardhanal2.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-deskriptif).
G. Sistimatika Penulisan.
Agar mudah dalam mengkaji isi skripsi ini, penulis menguraikan
sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan.
Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Meliputi problematika pengajaran agama Islam, sekolah autis,
dan pengajaran agama Islam di sekolah autis
BAB III : Paparan Data dan Temuan Penelitian
Meliputi gambaran umum TALENTA KIDS Salatiga dan m
pendidikan agama Islam terhadap anak autis di Lembaga
BAB IV : Pembahasan
Meliputi karakteristik anak autis pada Lembaga Pendidikan Anak
Autis TALENTA KIDS Salatiga, pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Islam di Lembaga Pendidikan Anak Autis
TALENTA KIDS Salatiga, dan faktor pendukung dan
penghambat pengajaran agama Islam di Lembaga Pendidikan
Anak Autis TALENTA KIDS Salatiga.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Problematika Pengajaran Agama Islam
1. Problematika Pembelaj aran
Secara istilah kata problematika berarti teka-teki, kesulitan-
kesulitan, suasana bahaya, gangguan godaan, keterusikan (mengusik), dan
rintangan (Webster, 1994:200). Sedangkan, problematika menurut bahasa
adalah rintangan yang harus dipecahkan seseorang, masyarakat, sistem,
atau organisasi. (Webster, 1994:200).
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional
disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi
dapat disimpulkan bahwa problematika pembelajaran adalah suatu
rintangan yang harus dipecahkan oleh pendidik dan peserta didik dalam
proses pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003, Bab I, Pasal I No. 20).
Lembaga pendidikan adalah sebuah wadah yang digunakan untuk
proses pembelajaran, adapun menurut Islam tujuan pendidikan ialah
membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada
perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangan-Nya (Ahmadi, Uhbiyati,
1991:99). Namun dalam menyukseskan tujuan pendidikan tersebut
tidaklah mudah. Pasti ada kendala di dalamnya.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991:255), problematika atau
kendala dalam proses pendidikan itu menyangkut 5 W dan 1 H, yaitu:
a. Problematika Who ?
Problematika Who (Siapa) yaitu menguraikan kendala dari
pendidik dan anak didik sebagai subjek pendidikan.
1) Problem Pendidik
Masalah yang berkaitan dengan pendidik antara lain:
a) Problem kemampuan ekonomi
b) Problem kemampuan pengetahuan dan pengalaman
c) Problem kemampuan
d) Problem kewibawaan
e) Problem kepribadian
f) Problem attitude (sikap)
g) Problem sifat
h) Problem kebijaksanaan
i) Problem kerajinan
j) Problem tanggung jawab
k) Problem kesehatan dan sebagainya (Ahmadi, Uhbiyati,
1991:255).
Sementara itu menurut M. Shiddiq Al-Jawi, masalah yang
berkaitan dengan pendidik antara lain rendahnya kualitas guru dan
rendahnya kesejahteraan guru. Kedua masalah ini saling berkaitan.
16
yang rendah, begitu juga sebaliknya. Rendahnya penghasilan yang
diterima para guru memaksa mereka untuk mencari pekerjaan
sampingan. Hal ini tentunya membuat kualitas para guru menurun
karena perhatian mereka tidak hanya tertuju pada tugas mereka
sebagai guru.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem yang
dialami oleh pendidik dapat muncul dari dalam dirinya sendiri
ataupun dari luar dirinya seperti problem tentang kesejahteraan
pendidik. Dari semua problem di atas diperlukan kesadaran dari
setiap pihak antara lain dari pendidik itu sendiri, masyarakat, dan
pemerintah agar proses pendidikan berlangsung dengan baik.
2) Problem Anak Didik
Problem yang berkaitan dengan anak didik juga tidak kalah
pentingnya untuk diperhatikan, dipikirkan dan dipecahkan, karena
anak didik adalah pihak yang digarap untuk dijadikan manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan baik
dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Adapun problem-problem yang ada pada anak didik antara lain:
a) Problem kemampuan ekonomi keluarga
b) Problem intelegensi
c) Problem bakat dan minat
e) Problem kepribadian
f) Problem sikap
g) Problem sifat
h) Problem kerajinan dan ketekunan
i) Problem pergaulan
j) Problem kesehatan (Ahmadi, Uhbiyati, 1991: 256)
Selain masalah di atas, ada lagi satu masalah yang sering di
alami oleh para siswa yaitu rendahnya prestasi yang dimiliki oleh
para siswa. Berdasarkan teori di atas, faktor penyebab masalah
yang dihadapi oleh peserta didik dapat digolongkan menjadi dua
macam yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu
sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik, seperti
faktor lingkungan dan faktor keluarga.
b. Problematika Why ?
Dalam proses pendidikan, tidak semua pelaksanaannya bisa
berjalan dengan lancar, tetapi dijumpai rintangan-rintangan atau
hambatan-hambatan. Kesulitan-kesulitan tersebut bisa terdapat pada
semua faktor pendidikan yang menghambat jalannya proses
pendidikan. Hambatan-hambatan yang dapat dijumpai dalam proses
pendidikan antara lain:
1) Mengapa anak-anak sulit bekeija sama sesama mereka.
2) Mengapa masyarakat tidak menghargai jasa guru yang mendidik
18
3) Mengapa masyarakat sulit dimintai sumbangan tenaga, pikiran dan
dana dalam pembangunan prasarana, pendidikan untuk
kepentingan anak-anak mereka
4) Mengapa orang tua anak-anak menghalangi kegiatan ekstra
kurikuler putra-putranya.
5) Mengapa pejabat setempat mengizinkan mendirikan pabrik di
sebelah sekolah yang mengganggu jalanya proses belajar mengajar.
6) Mengapa penyaluran buku-buku paket tidak sampai atau selalu
terlambat datang di sekolah.
7) Mengapa kasus amoral terjadi di kalangan guru, murid, dan orang
tua anak (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:258).
Menurut M. Shiddiq Al-Jawi, salah satu hal yang sering
menjadi hambatan dalam pendidikan adalah rendahnya kualitas sarana
fisik. Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan
perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.
Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang
tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan dipandang sebagai suatu
pemborosan; pemborosan waktu, tenaga dan materi. Hal ini terlihat
bekerja daripada bersekolah. Jadi, problematika why sangat berkaitan
dengan masih kurangnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan
bagi anak.
c. Problematika Where ?
Pada umumnya pendidikan itu biasanya dapat dilaksanakan
pada yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ahmadi, Uhbiyati,
1991:258). Sistem pendidikan pada masing-masing tempat tersebut
tidak sama dan metodenya pun juga berbeda. Pendidikan di sekolah-
sekolah merupakan pendidikan formal yang diselenggarakan pada
umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang
jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai
pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini,
serta pendidikan dasar, antara lain meliputi; play group, Taman
Pendidikan Al Quran yang banyak terdapat di setiap masjid, dan
Sekolah Minggu yang terdapat di semua gereja. Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung
jawab.
Lokasi dan letak tempat pendidikan pun mempengaruhi bagi
jalannya pendidikan, seperti di desa dengan di kota, di masyarakat
religius dengan masyarakat heterogen pemeluk agamanya, serta tempat
21
1) Kapan sesuatu materi itu disampaikan
2) Kapan sesuatu hukuman itu dijatuhkan
3) Kapan sesuatu ganjaran itu diberikan
4) Kapan sesuatu kewajiban itu dibebankan
5) Kapan sesuatu perintah itu dilaksanakan (Ahmadi, Uhbiyati,
1991:260).
Masalah when (kapan) tidak hanya berkenaan dengan sesuatu
yang diberikan, tetapi juga berkenaan usia anak, seperti:
1) Pada usia berapa anak mulai dididik
2) Pada usia berapa pendidikan berakhir (Ahmadi, Uhbiyati,
1991:261).
Anak dari segi pertumbuhan dan perkembangan mengalami
perubahan dengan standar periodesasi usia, baik usia kronologis,
psikologis, biologis, kejasmanian, dan pengalaman. Yang menjadi
problem adalah berkenaan dengan anak penyandang cacat seperti
halnya anak autis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran harus
dilaksanakan secara bertahap mulai dari pendidikan untuk anak usia
dini, pendidikan untuk anak sekolah dasar, dan pendidikan untuk anak
sekolah menengah. Selain itu, diperlukan pendidikan khusus bagi anak
-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang mana semua aspek
pembelajarannya harus dibedakan dengan anak-anak pada umumnya.
e. Problematika What ?
Problem what (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan atau
materi, sarana, prasarana, dan media. Masalah materi erat
hubungannya dengan kurikulum, silabi dan SAP. Apakah kurikulum,
silabi dan SAP sesuai dengan situasi saat itu dan kondisi anak.
Masalah sarana adalah bila tidak lengkap sarana pendidikan hal ini
akan mengganggu jalannya pendidikan, seperti kurangnya kursi, meja
dan buku (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:263)..
Perubahan sistem pendidikan secara otomatis juga
mempengaruhi perubahan kurikulum, silabi, dan SAP. Apabila
kurikulum selalu berubah maka pendidik dan anak didik di sekolah
akan terombang-ambing. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan
ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Berdasarkan urain tersebut, terlihat bahwa pemerintah belum
begitu memperhtikan pendidikan secara kesuluruhan. Kurikulum yang
selama ini dipakai mungkin tidak sesuai dengan semua kondisi siswa.
Di saat siswa baru bisa beradaptasi dengan kurikulum yang lama,
sudah muncul lagi kurikulum yang baru. Ini tentunya akan sangat
mengganggu proses pembelajaran karena butuh waktu yang lama agar
23
f. Problematika How ?
Masalah how (bagaimana) berkenaan dengan metode atau cara
yang akan digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik
mempunyai sifat dan bakat yang berbeda-beda dan pendidik harus
mengakui adanya perbedaan tersebut ( Ahmadi, Uhbiyati, 1991:265).
Problematika how sangat berkaitan dengan problem pendidik.
Di sinilah pendidik diuji kualitasnya dalam mengelola pembelajaran.
Akan tetapi, banyak guru yang masih memiliki kualitas pengelolaan
pembelajaran yang rendah. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan-
pelatihan yang berkenaan dengan peningkatan kualitas dan kompetensi
pendidik agar kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik.
Sedangkan M. Ngalim Purwanto (1994:77) menjabarkan beberapa
kendala dalam pembelajaran sebagai berikut:
a. Keras Hati
Keras hati adalah sifat anak-anak yang sering sangat
menyulitkan para orang tua dan pendidik. Sifat keras hati dapat timbul
karena:
1) Pembawaan anak; dapat terlihat dari sifatnya yang mudah marah,
menunjukkan kemauan yang keras, dan segala yang dilarang selalu
diacuhkan.
2) Keadaan badan yang terganggu; terlihat dari hasratnya untuk
berbuat sesuatu yang lebih besar dibandingkan ketika kondisi
3) Perkembangan rohani anak; terlihat saat masa krisis pertama dan
masa remaja. Pada saat ini anak selalu menentang apapun yang
tidak sesuai dengan keinginannya.
4) Kesalahan-kesalahan dalam pendidikan; kebiasaan memanjakan
anak dan pendidikan yang setiap waktu berubah-ubah dapat
menimbulkan sifat keras hati (Purwanto, 1994:78).
Berdasarkan teori di atas, sifat keras hati disebabkan oleh dua
faktor yaitu faktor bawaan dan faktor dari luar diri anak. Faktor dari
luar harus sedini mungkin diatasi agar nantinya anak tidak semakin
keras hati. Dalam proses pembelajaran, keras hati tentunya sangat
mengganggu karena anak tidak akan mau menuruti apa yang
diperintahkan padanya,
b. Keras kepala
Keras kepala adalah bantahan terhadap suruhan orang lain,
tetapi dia tidak ada alasan lain yang bertujuan. Sifat keras kepala dapat
timbul karena:
1) Terlalu dimanjakan
2) Iri hati terhadap adiknya yang baru lahir
3) Banyak dicela, ditertawakan, diejek, atupun dihina
4) Tindakan yang keras dan kasar atau tidak menaruh kasih sayang
5) Perasaan takut dan perasaan tidak percaya diri
6) Tidak dapat memecahkan soal yang sulit-sulit dalam pelajaran
25
7) Meniru perbuatan orang lain (Purwanto, 1994:81).
Berdasarkan uraian di atas, sifat keras kepala mengganggu
proses pembelajaran karena anak yang keras kepala akan selalu
meminta pertolongan dalam mengerjakan tugas-tugas. Hal ini dapat
membuat seorang anak menjadi pemalas dan tidak mandiri.
c. Anak yang manja
Memanjakan anak berarti mengabulkan segala keinginan anak,
membiarkan dan membolehkan anak berbuat sekehendak hatinya. Hal-
hal yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya antara lain:
1) Karena ketakutan yang berlebih-lebihan akan bahaya yang
mungkin mengancam si anak.
2) Keinginan yang tidak disadari untuk selalu menolong dan
memudahkan si anak.
3) Karena orang tua sendiri tidak mau susah.
4) Karena kebodohan orang tua (Purwanto, 1994:83).
Berdasarkan penjelasan di atas, sifat manja dapat ditimbulkan
oleh seorang pendidik kepada peserta didiknya. Ini terlihat ketika guru
memberi perlakuan istimewa pada salah satu siswa. Oleh karena itu,
seorang pendidik harus berlaku sama kepada semua anak didiknya.
d. Perasaan takut pada anak
Perasaan takut adalah sejenis naluri {insting). Perasaan takut
tetapi ada hal-hal lain yang dapat menimbulkan perasaan takut pada
anak seperti berikut ini:
1) Tidak tahu apa yang sebenarnya teijadi di sekitarnya.
2) Kesukaran-kesukaran dalam kehidupan yang menghilangkan
kepercayaan terhadap diri sendiri.
3) Berpisah dengan orang yang dicintai atau dikenal.
4) Pengaruh-pengaruh salah dari orang-orang lain yang dilakukan
dengan sadar atau tidak sadar (Purwanto, 1994:87).
Dari uraian tersebut, perasaan takut pada anak akan
mengganggu pembelajaran anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan dia
tidak akan berani untuk mengekspresikan perasaannya ataupun untuk
menanyakan suatu materi yang belum dimengerti. Sehingga anak
tersebut dapat tertinggal dengan teman-temannya di segala bidang,
e. Anak berdusta
Dusta termasuk salah satu cacat atau kesalahan yang sering
terdapat pada anak-anak maupun dewasa. Penyebab anak-anak
melakukan dusta antara lain:
1) Pengamatannya yang belum sempurna
2) Karena daya ingatan anak belum sempurna
3) Karena fantasinya yang sangat kuat (Purwanto, 1994:90).
Dusta pada anak merupakan kesukaran yang paling rumit
karena ini adalah penggabungan dari sifat-sifat sebelumnya. Ketika
27
menutupi sesuatu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sifat dusta pada anak
dalam pembelajaran dapat merugikan orang lain dan terutma dirinya
sendiri.
2. Pengajaran Agama Islam
a. Pengertian pengajaran
Pengajaran adalah terjemahan dari instruction atau teaching
(Rohani, 2004:67). Sedangkan menurut Al-Syaibani (1978:553),
pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai
berbagai segi bertujuan untuk mencapai proses belajar yang
diinginkan.
Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu:
aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar
menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan
terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri
dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi
indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran itu akan beijalan
dengan baik (Rohani, 2004:2).
Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap
kegiatan yang tidak punya tujuan akan beijalan meraba-raba, tak tentu
arah tujuan. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih
giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi
pada tujuannya. Segala daya dan upaya pengajaran harus dipusatkan
pelaksanaan kegiatan pengajaran, sarana dan alat yang digunakan
harus dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran dengan efektif
dan efisien. Karena itu tujuan pengajaran harus berfungsi sebagai:
1) Titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan
pengajaran.
2) Penentu arah kegiatan pengajaran.
3) Titik pusat perhatian dan pedoman dalam menyusun rencana
kegiatan pengajaran.
4) Bahan pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan
memperluas ruang lingkup pengajaran.
5) Pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan
kegiatan (Darajat, 2001:73).
Jadi berdasarkan teori di atas, pengertian pengajaran adalah
suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai proses belajar yang
diinginkan melalui metode dan teknik yang dapat menunjang
tercapainya tujuan pengajaran tersebut,
b. Agama Islam
Agama Islam adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada RosulNya utuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang
masa dan seluruh persada.(Anshari, 1992:35).
Pengajaran agama Islam bertujuan untuk membentuk anak
didik patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi
29
umum diberikan sesuai dengan jenjangnya. Materi pendidikan agama
Islam pun disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Materi tersebut
antara lain sejarah Islam, shalat, thaharah, puasa, hafalan surat-surat
pendek dan doa sehari-hari, dan tajwid.
Sedangkan materi yang diberikan kepada anak-anak yang
berkebutuhan khusus atau autis hanya dibatasi pada materi-materi yang
sederhana. Antara lain, memberikan materi-materi yang berkaitan
keseharian dibentuk suasana pembiasaan kehidupan Islami seperti: doa
sehari-hari, surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyyah,
pengenalan rukun Iman, rukun Islam, wudhu, shalat berikut
prakteknya, serta memberi contoh yang baik pada anak didik.
B. Sekolah Autis
Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri.
Sedangkan "Isme" yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik
hanya pada dunianya sendiri. Autisme juga suatu keadaan di mana seseorang
anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku.
Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3
tahun (Ginanjar, 2008:23).
Anak autis sendiri memiliki 6 karakteristik gangguan sebagai berikut:
1. Komunikasi:
a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi
c. Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat
dimengerti orang lain.
e. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.
f. Senang meniru atau membeo (echolalia).
g. Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut
tanpa mengerti artinya.
h. Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
i. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Interaksi sosial:
a. Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
b. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan.
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
d. Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
3. Gangguan sensoris:
a. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
d. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4. Pola bermain:
31
b. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
c. Tidak kreatif, tidak imajinatif.
d. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya di putar-putar.
e. Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda
sepeda.
f. Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus
dan dibawa kemana-mana.
5. Perilaku:
a. Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan
mata ke pesawat TV, lari/beijalan bolak balik, melakukan gerakan
yang diulang-ulang.
c. Tidak suka pada perubahan.
d. Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Emosi
a. Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
tanpa alasan - temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang
atau tidak diberikan keinginannya- kadang suka menyerang dan
merusak.
c. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
(http://talenta-salatiga.blogspot.com).
Seperti anak pada umumnya, anak autis juga memerlukan pendidikan.
Akan tetapi, pendidikan mereka berbeda dengan pendidikan umum. Mereka
harus mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah yang diperuntukkan bagi anak-
anak berkebutuhan khusus seperti sekolah autis.
Sekolah khusus ini ditujukan bagi anak-anak autis yang tidak mampu
mengikuti kegiatan di sekolah reguler. Biasanya mereka tergolong non verbal,
memiliki kemampuan kognitif yang terbatas, dan belum mampu mengontrol
tingkah laku. Pendidikan yang diberikan difokuskan pada ketrampilan bina
diri, pendidikan akademik dasar, serta pengembangan minat dan bakat
(Ginanjar, 2008:103).
Pengajaran bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa.
Kurikulum pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual.
Kurikulum autis harus dibuat berbeda-beda untuk setiap individu. Mengingat
setiap anak autis memiliki kebutuhan berbeda. Ini sesuai dengan sifat autis
yang berspektrum. Misalnya ada anak yang butuh belajar komunikasi dengan
intensif, ada yang perlu belajar bagaimana mengurus dirinya sendiri dan ada
juga yang hanya perlu fokus pada masalah akademis.
Penentuan kurikulum yang tepat bagi tiap-tiap anak bergantung dari
assessment (penilaian) awal yang dilakukan tiap sekolah. Penilaian ini perlu
33
melalui wawancara terhadap kedua orang tuanya. Wawancara ini untuk
mengetahui latar belakang, hambatan, dan kondisi lingkungan sosial anak.
Selain itu, penilaian awal ini juga melalui observasi langsung terhadap
anak. Lamanya penilaian awal ini berbeda-beda. Hal ini diperlukan untuk
menentukan jenis terapi dan juga kurikulum yang tepat buat sang anak.
Biasanya, terapi ini akan digabungkan dengan bermain agar lebih
menyenangkan bagi anak autis. Ada berbagai macam bentuk terapi bagi
penyandang autis. Di antaranya, terapi terpadu, wicara, integritas, dan
fisioterapi. Terapi yang diberikan tergantung dari kondisi anaknya.
Perlakuan terhadap penyandang autis di atas umur lima tahun berbeda
dengan penyandang autis di bawah umur lima tahun. Terapi penyandang autis
di atas umur lima tahun lebih kepada pengembangan bina diri agar bisa
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Jika penyandang autis yang berumur
di atas lima tahun belum bisa bersosialisasi sama sekali, maka akan diberikan
pelatihan tambahan yang mengarah kepada peningkatan syaraf motorik kasar
dan halus. Bagi penyandang yang sudah bisa bersosialisasi, maka akan
langsung ditempatkan di sekolah reguler, dengan catatan mereka harus tetap
mengikuti pelajaran tambahan di sekolah khusus penyandang autis.
Penyandang autis di bawah lima tahun diberikan terapi terpadu seperti
terapi perilaku dan wicara. Terapi perilaku bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan, meniru, dan okupasi. Terapi wicara dimulai dengan melakukan
hal-hal yang sederhana, seperti meniup lilin, tisu, melafalkan huruf A,dan
Hal lain yang patut dicermati adalah konsistensi antara apa yang
dilakukan di sekolah dengan di rumah. Jika terdapat perbedaan yang
mencolok, kemajuan anak autis akan sulit dicapai. Anak mengalami
kebingungan atas apa yang ada pada lingkungannya. Untuk itu, diperlukan
komunikasi intensif antara sekolah dan orang tua.
Sekolah autis masuk ke dalam satuan pendidikan luar biasa. Oleh
karena itu, semua hal yang terkait dengan pembelajaran untuk anak-anak autis
berpedoman kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Akan tetapi,
masing-masing sekolah diberikan kebebasan untuk menentukan kurikulum
bagi penyandang autis. Alasannya, karena setiap sekolah memiliki kebutuhan
yang berbeda dalam mendidik penyandang autis.
Selain itu, materi yang diajarkan di sekolah autis juga ditentukan
sendiri oleh sekolah sesuai dengan kurikulum yang telah dibuat. Materinya
antara lain adalah ketrampilan bina diri, pendidikan akademik dasar, serta
pengembangan minat dan bakat. Pendidikan akademik dasar materinya hampir
sama dengan materi sekolah-sekolah umum, hanya dibatasi jumlah materinya.
Termasuk di dalamnya adalah pendidikan agama Islam.
Materi agama Islam yang diberikan kepada anak-anak autis hanya
dibatasi pada materi-materi yang sederhana. Antara lain, doa sehari-hari,
surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyyah, pengenalan rukun Iman,
rukun Islam, wudhu, shalat berikut prakteknya, serta memberi contoh yang
baik pada anak didik. Ini diberikan sesuai dengan pembiasaan kesehariaan di
35
Jadi, berdasarkan teori di atas, anak-anak autis juga memiliki hak
untuk mendapatkan pengetahuan akademik seperti anak-anak pada umumnya
dimana kurikulum dan materinya disesuaikan dengan kondisi mereka dan
yang berupa materi-materi sederhana. Sedangkan penyampain materinya
menggunakan metode-metode khusus sesuai dengan gangguan yang dialami
siswa
C. Pengajaran Agama Islam di sekolah Autis
1. Metode Pendidikan Agama Islam Pada Anak Autis
Sementara itu, metode khusus pendidikan agama Islam bagi anak
autis adalah metode ABA (.Applied Behavior Analysis). Terapi perilaku
dengan Applied Behavior Analysis, mendasarkan proses pengajaran pada
pemberian stimulus (instruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi
(akibat perilaku) yang menjadi sasaran pengajaran. Terapi ini untuk
mengurangi perilaku yang berlebih/tidak wajar dan mengajarkan perilaku
yang lebih bisa diterima lingkungan. Dalam metode ini, pembiasaan
sangat diperlukan agar siswa memahami materi yang disampaikan
(http://talenta-salatiga.blogspot.com).
Berdasarkan teori di atas, pengajaran agama Islam di sekolah autis
dapat menggabungkan metode pendidikan dalam Al Qur’an dan metode
yang dipakai di sekolah autis. Dalam metode ABA, proses pengajarannya
hampir sama dengan metode yang ada dalam Al Qur’an. Jadi, kedua
A. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS Salatiga
1. Sejarah dan Perkembangan Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS
Salatiga
TALENTA KIDS Salatiga adalah sebuah sekolah swasta yang
bernaung di bawah Yayasan Kanz Kids Family yang beralamatkan di
Perum Griya Mustika No. 2 RT 07 RW 04 Kelurahan Tegalrejo,
Kecamatan Argomulyo, Salatiga.
a. Sejarah Berdirinya Sekolah
Lembaga pendidikan TALENTA KIDS berdiri pada tanggal 1
Mei 2008 yang pada saat itu belum memiliki yayasan dan belum
memiliki nama. Pada akhir tahun 2008 baru memiliki nama yang
sampai saat ini masih terpakai yaitu TALENTA KIDS. Pada tahun
2009 baru memiliki yayasan yang bernama Kanz Kids Family.
Satu bulan setelah berdiri, hanya mempunyai satu orang
murid. Pada tahun 2009 memiliki enam orang murid. Tenaga pendidik
yang dimiliki pada saat itu ada dua orang guru dan satu babysitter.
b. Perkembangan yayasan
1) Gedung sekolah
Pada awal berdirinya, TALENTA KIDS belum memiliki
gedung sekolah, sehingga kegiatan belajar mengajar masih
37
dilaksanakan di rumah Ibu Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si yaitu di
Perum Griya Mustika No. 2 RT 07 RW 04 Kelurahan Tegalrejo,
Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Sampai sekarang TALENTA
KIDS masih belum mempunyai gedung sekolah sendiri. Pada
tanggal 15 Maret 2010 mengajukan proposal pembangunan
gedung sekolah ke gubernur Jawa Tengah.
2) Kantor yayasan
Letak lembaga pendidikan TALENTA KIDS berada di
Perum Griya Mustika No. 2 RT 07 RW 04 Kelurahan Tegalrejo,
Kecamatan Argomulyo, Salatiga.
3) Organisasi
Adapun struktur organisasi Yayasan Kanz Kids Family
Salatiga adalah sebagai berikut:
:Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si
: Rosana
: Alfisyah Liasari
: Prof. Dr. Mansur, MA
: Zulfa Machasin, M.Ag
:Safitri Dewi,S.Psi, Psi.MCH
Bidang Pendidikan dan Pengajaran : Drs. Sumamo, M.Pd
38
Bidang Medis dan Terapi : dr. Nanang Wibowo
4) Wewenang Kepala sekolah
Kepala sekolah TALENTA KIDS Salatiga bernama Dra.
Hj. Lilik Sriyanti, M.Si dengan pendidikan akhir S2 Psikologi.
Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawabnya adalah sebagai
educator, manager, administrator, dan supervisor dengan rincian
sebagai berikut:
2) Melakukan terapi perilaku dan melatih kemampuan bantu diri bagi
anak kebutuhan khusus supaya mereka mampu menyesuaikan diri
dengan kehidupan masyarakat sekitar,
c. Tujuan
Menampung dan menyiapkan lembaga pendidikan di Salatiga dan
sekitarnya (Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA
KIDS Salatiga).
3. Keadaan Guru, Pengurus Sekolah dan Siswa TALENTA KIDS
a. Keadaan Guru di Sekolah TALENTA KIDS SALATIGA
Syarat-syarat menjadi guru TALENTA KIDS yaitu
berpendidikan psikologi, lulusan okupasi terapi, kreatif, simpel, dan
sabar. Guru di TALENTA KIDS statusnya tidak tetap. Guru yang ada
di TALENTA KIDS sebagian berijazah SI dan ada yang masih kuliah
di STAIN Salatiga.
Di TALENTA KIDS sebenarnya tidak ada guru yang khusus
mengajar pendidikan agama Islam. Oleh karena itu, setiap guru
diharuskan menguasai setiap mata pelajaran yang diajarkan. Hal ini
dikarenakan kondisi siswa dan model pembelajaran yang berbeda
dengan sekolah pada umumnya.
Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab guru yaitu
melaksanakan tugas keprofesionalan tugas guru antara lain:
1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
41
2) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran.
3) Menjujung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
4) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Adapun nama para guru di lembaga pendidikan TALENTA 2 Nurlaila Hanifah DII PGMI STAIN Guru
Yayasan
3 Wiras Murwandari SI Manajemen
Informatika Udinus
7 Annisa Nurul Aini Kuliah STAIN Guru
Yayasan 8 Drs. H. Alfred L SI Bimbingan
Konseling UKSW
Terapis Massage 9 Devina Ratnasari K SI Bahasa Inggris Guru Honor 10 Alfisyah Liasari Kuliah TI UKSW Tata Usaha
b. Pengurus Sekolah
Seperti sekolah-sekolah pada umumnya mempunyai struktur
Pembina : Drs. H. Alfred L., MSI
Konsultan Pendidikan : Prof. Dr. Mansur, MA
Savitri Dewi P.Si. MCH.
Kepala Sekolah : Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M. Si
Tata Usaha : Alfisyah Liasari
Bendahara : S. Pujiastuti C.
Tenaga Pengajar : 1. Nurlaila Hanifah
2. Wiras Murwandari
3. S. Pujiastuti C.
4. Ninda Elisabet Latief
5. Sofia Dewi Hermawati
6. Anisa Nurul Aini
7. Devina Ratnasari K.
(Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS
Salatiga).
Siswa
Jumlah siswa-siswi TALENTA KIDS Salatiga ada 10 anak
dimana semuanya dikategorikan sebagai anak autis. Kebanyakan
43
Data Siswa TALENTA KIDS Salatiga Tahun 2010
N o N a m a T e m p a t T a n g g a l
Januari 2 0 0 1 Randy Irawan
Perum
Sumber : Data Siswa TALENTA KIDS Salatiga
Siswa TALENTA KIDS Salatiga belum pernah mengikuti
kejuaraan. Akan tetapi, para siswa sudah pernah menjadi partisipan di
seminar sertifikasi guru tahun 2009 dan workshop penanganan autis
tahun 2010 di STAIN Salatiga (Wawancara dengan Kepala Sekolah
B. Hasil Penelitian
1. Karateristik Anak Autis di TALENTA KIDS Salatiga
Karateristik anak autis di TALENTA KIDS Salatiga adalah
sebagai berikut:
a. Komunikasi:
1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2) Mereka cenderung menyakiti dirinya sendiri untuk memanggil
orang lain.
3) Mengoceh tanpa arti berulang-ulang.
4) Senang meniru perkataan orang lain.
5) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk meminta sesuatu.
b. Interaksi sosial:
1) Suka menyendiri.
2) Menghindari kontak mata ketika diajak berbicara.
c. Gangguan sensoris:
Tidak memiliki rasa takut akan bahaya.
d. Pola bermain:
1) Lebih suka bermain sendiri.
2) Benda yang disukai dibawa kemana-mana.
e. Perilaku:
1) Sebagian berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau sebaliknya
berperilaku kekurangan (hipoaktif).
45
f. Emosi
Sering marah-marah jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
(Wawancara dengan Kepala Sekolah TALENTA KIDS Salatiga,
Jumat, 6 Agustus 2010).
Berdasarkan hasil di atas, karakteristik anak autis dari segi
komunikasi belum dapat berkomunikasi secara lancar dan baik seperti
anak-anak normal. Dari segi interaksi sosial mereka cenderung bersifat
tertutup terhadap orang lain. Dari segi gangguan sensoris mereka suka
dengan hal-hal yang berbahaya dan menantang. Dari segi pola bermain
mereka cenderung bersifat individualis. Dari segi perilaku mereka
cenderung hiperaktif dan pendiam. Sedangkan dari segi emosi mereka
sangat temperamental dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS
Salatiga
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari program
pengajaran suatu lembaga pendidikan dan merupakan usaha pembinaan
peserta didik dalam memahami, menghayati, menjadi manusia yang
bertaqwa dan menjadi warga Negara yang baik. Untuk melaksanakan
tujuan di atas dalam pelaksanaannya, Pendidikan Agama Islam yang
dilaksanakan di TALENTA KIDS Salatiga, tentu harus
mempertimbangkan keadaan peserta didik. Oleh karena itu, penyampaian
materi dan penggunaan metode harus disesuaikan dengan kemampuan
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,
keselarasan dan keseimbangan antara lain :
a. Hubungan manusia dengan Allah SWT.
b. Hubungan manusia dengan sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya
(Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga).
Dalam pelaksanaan program PAI pada siswa autis kurikulum yang
dipakai di TALENTA KIDS menggunakan kurikulum untuk anak
berkebutuhan khusus yang diterbitkan DIKNAS disesuaikan dengan
karakteristik anak serta pendekatan terbaru dalam penanganan anak autis.
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran atau materi PAI yaitu belajar doa
sehari-hari (Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA
KIDS Salatiga).
Lembaga pendidikan TALENTA KIDS Salatiga merupakan
sekolah swasta namun sistem pendidikan yang ada di dalamnya menganut
kurikulum pemerintah. Namun, kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Agama Islam hanya diberikan sesuai dengan kondisi siswa (Wawancara
dengan Guru TALENTA KIDS Salatiga, Senin, 2 Agustus 2010).
2. Metode PAI Yang Digunakan di TALENTA KIDS Salatiga
Belum adanya metode pengajaran agama Islam yang tepat untuk
diterapkan kepada anak autis yang sudah disepakati oleh para ahli,
mencari-47
cari metode yang tepat dengan pengalaman sendiri dan memperhatikan
keadaan peserta didik yang tidak sama. Hal inilah yang juga menghambat
dalam proses belajar mengajar.
Adapun metode yang diterapkan guru dalam mengajar PAI di
TALENTA KIDS adalah sebagai berikut:
(a) Lovas
Terapi perilaku dengan Applied Behavior Analysis, mendasarkan
proses pengajaran pada pemberian stimulus (instruksi), respon
individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku) yang menjadi
sasaran pengajaran. Terapi ini untuk mengurangi perilaku yang
berlebih atau tidak wajar dan mengajarkan perilaku yang lebih bisa
diterima lingkungan.
(b) TerapiVisual
Mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar.
(c) Terapi Musik
Terapi musik dapat membantu anak untuk lebih mandiri, dan
memperbaiki kemampuan sensorik serta sosialisasi anak autis.
(d) Terapi Bermain
Terapi sambil bermain dapat meningkatkan kemampuan motorik dan
sensorik anak (Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis
3. Masalah Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran PAI Terhadap Anak Autis
di TALENTA KIDS Salatiga
Problematika pembelajaran PAI terhadap anak autis di lembaga
pendidikan TALENTA KIDS Salatiga sangat beragam, karena problem
itu tidak hanya muncul dari peserta didik saja melainkan guru agama
Islam itu sendiri juga menghadapi problem. Dalam hal ini penulis akan
menguraikan tentang problem yang muncul dalam mengajarkan
Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga,
a. Problematika tentang Guru PAI
Ada beberapa problem yang dihadapi oleh guru PAI dalam
mengajarkan Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga
antara lain sebagai berikut:
(a) Hambatan lain yang dirasa dalam belajar mengajar Pendidikan
Agama Islam adalah belum adanya buku pegangan khusus untuk
mengajarkan PAI di TALENTA KIDS Salatiga.
(b) Kurangnya sarana untuk pendidikan agama Islam yang memadai,
baik berupa buku, tidak ada laboratorium untuk agama, gambar-
gambar. Dalam mengajarkan materi PAI masih menggunakan
media / alat bantu mengajar yang sederhana (hanya menggunakan
papan tulis).
(c) Kurikulum yang digunakan dalam mengajarkan PAI untuk anak-
49
pelaksanaannya masih sulit karena guru Agama Islam harus
menyesuaikan dengan kondisi peserta didik.
(d) Tenaga pengajar pendidikan agama Islam di TALENTA KIDS
Salatiga bukan tenaga pengajar guru pendidikan khusus sekolah
luar biasa.
(e) Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA
KIDS Salatiga masih belum beijalan secara efektif karena
kurangnya jam belajar agama Islam di sekolah (Wawancara
dengan Guru TALENTA KIDS Salatiga, Senin, 2 Agustus 2010).
b. Problematika tentang Peserta Didik
Ada beberapa problem yang dihadapi oleh peserta didik dalam
melakukan proses belajar tentang Pendidikan Agama Islam.
Problematika tersebut antara lain:
(a) Ketika guru Agama Islam memberikan penjelasan tentang materi
yang baru saja dijelaskan siswa sangat sulit memahami dan
mengingat materi tersebut.
(b) Siswa sulit untuk mematuhi perintah dari guru
(c) Siswa belum bisa baca tulis (Wawancara dengan Guru TALENTA
KIDS Salatiga, Senin, 2 Agustus 2010).
4. Usaha Yang Ditempuh Oleh Guru Dalam Mengatasi Problematika PAI
Terhadap Anak Autis di Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS Salatiga