• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA TAHUN 2010 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA TAHUN 2010 - Test Repository"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KIDS SALATIGA

TAHUN 2010

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdl)

Oleh:

AHMAD ARIFIN

NIM. 111 05 044

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2010

(2)

D E P A R T E M E N A G A M A RI

S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (S T A IN ) S A L A T IG A JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatioa.ac.id

DEKLARASI

B ism illah irrah m aan irrah im

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan

bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran

orang lain di luar refemsi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup

mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang

munaqasyah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 10 Agustus 2010

Peneliti

AHMAD AR1FIN

NIM. 111 05 044

(3)

Dra. Maryatin

DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 2 eksemplar

Hal : Naskah Skripsi

Saudara AHMAD ARIFIN

Kepada

Yth. Ketua STAIN Salatiga Di salatiga

Assalninu'alaikum Wr. Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan sepenuhnya, maka bersama ini. kami kirimkan naskah tugas akhir saudara :

Nama : AHMAD ARIFIN

Nim : 11105044

Jurusan / Progdi : TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Judul : PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA

ISLAM BAGI ANAK ALTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA.

Dengan ini kami mohon tugas akhir saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamuulaikunt Wr. Wb

20 Agustus 20 10

2001

iii

(4)

DEPARTEMEN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga. ac.id

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudara . AHMAD ARIFIN dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111

05 044 yang berjudul: “PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA".

(5)
(6)

PERSEMBAHAN

1. Kepada kedua orang tuaku Bapak Juprianto dan Ibu Sukiswati yang telah

memberikan segalanya buatku dan keluarga.

2. Kepada kakekku Wasi, pak lek ku Muh. Irfan Zaini dan Edi Susilo,

kakakku mas Rohmad dan adikku Fatimah yang sayang padaku.

3. Kepada semua anak-anak penyandang autis yang hebat dan tak kenal

putus asa.

(7)

Bismillahirrahmaanirrahim

Segala puji bagi Allah penguasa segala alam dan sumber dari segala

hukum, tak ada tuhan selain Allah, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan

pada Nabi Muhammad S.A.W. yang membawa risalah Allah terakhir dan sebagai

penyempurna risalah sebelumnya.

Pada akhirnya penulisan skripsi ini bisa selesai, penulis sadar bahwa

selesainya penulisan ini berkat bantuan dari orang-orang disekitamya, tidak ada

kata yang patut untuk diucapkan untuk beliau-beliau ini kecuali terima kasih.

Terima kasih ini di haturkan pada :

1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN.

2. Dra. Siti Asdiqoh selaku Kaprogdi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga.

3. Dosen Pembimbing Akademik Suwardi, M.Pd.

4. Dosen Pembimbing Skripsi Dra. Maryatin.

5. Kepada kepala Sekolah TALENTA KIDS SALATIGA Dra. Hj. Lilik Sriyanti.

M.Si serta para pengajar TALENTA KIDS SALATIGA.

6. Para Dosen STAIN Salatiga, yang telah menularkan ilmu-ilmunya.

7. Staf perpustakaan STAIN Salatiga.

8. Kedua Orang Tuaku yang telah memberikan bimbingan yang terbaik selama

ini.

9. Kakekku, Pak Lek ku, kakakku dan adikku yang turut serta membina dan

mengarahkanku dalam kehidupan ini.

(8)

ABSTRAK

Ahmad Arifin: PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Dra. Maryatin.

Pembelajaran agama Islam sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini. Pembelajaran ini diberikan kepada semua anak baik anak cacat maupun anak autis. Ironisnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sampai saat ini belum banyak melakukan penelitian yang menguraikan tentang pembelajaran agama Islam pada anak autis.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun pengumpulan data menggunakan metode pengamatan berperan serta, interview dan metode dokumentasi. Sedangkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) karakteristik anak autis di TALENTA KIDS Salatiga sama dengan karakteristik anak autis pada umumnya (2) pelaksanaan pembelajaran PAI di TALENTA KIDS Salatiga berjalan dengan baik meskipun masih banyak kekurangan dan kendala dari kondisi siswa sendiri, dan (3) faktor pendukung dan penghambat dalam pengajaran agama Islam bersumber dari dalam dan luar lembaga pendidikan TALENTA KIDS sendiri.

(9)

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN DEKLARASI... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK... ix

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Penegasan Istilah... 7

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Problematika Pengajaran Agama Islam... 14

1. Problematika Pembelaj aran... 15

2. Pengajaran Agama Islam... 27

B. Sekolah Autis ... 29

C. Pengajaran Agama Islam di Sekolah Autis... 37

1. Metode Pendidikan Agama Islam Pada Anak A utis... 35

(10)

B A B III P A P A R A N D A T A D A N T E M U A N P E N E L IT IA N

A. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan TALENTA

KIDS Salatiga... 36

1. Sejarah dan Perkembangan TALENTA KIDS Salatiga 36

2. Visi Misi dan Tujuan TALENTA KIDS Salatiga... 39

3. Keadaan Guru Pendidikan Agama Islam, Pengurus

Sekolah dan Siswa TALENTA KIDS Salatiga ... 40

B. Hasil Penelitian... 44

1. Karakteristik Anak Autis di TALENTA KIDS

Salatiga... 44

2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

di TALENTA KIDS Salatiga... 45

3. Metode PAI yang Digunakan di TALENTA KIDS

Salatiga... 46

4. Masalah Guru dalam Kegiatan Pembelajaran PAI

terhadap Anak Autis di TALENTA KIDS Salatiga.... 48

5. Usaha yang Ditempuh oleh Guru dalam mengatasi

Problematika PAI terhadap Anak Autis di

TALENTA KIDS Putra Salatiga... 49

BAB IV PEMBAHASAN

A. Karakteristik Anak Autis pada Lembaga Pendidikan

TALENTA KIDS Salatiga... 55

B. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS Salatiga... 56

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengajaran Agama

Islam di Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS

Salatiga... 60

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai,

yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani

kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat

manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak

berbeda dengan generasi manusia masa lampau. Dalam hal ini pendidikan

tidak membedakan antara anak normal dengan anak tidak normal atau anak

autis.

Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya diskriminasi hak untuk

memperoleh pengajaran, baik orang itu difabel atau normal. Orang berhak

mendapatkan pendidikan sesuai tingkat kecerdasan dan potensi yang ada pada

dirinya. Anak autis juga berhak untuk memperoleh pendidikan dan

mendapatkan ilmu pengetahuan sama dengan anak yang normal.

Sebagaimana firman Allah SWT dal;am surat Abasa ayat 1-12

0

3

% A4 4 c j

0

o'

O <fes

'Z s ' % 'i S S'' s ’9 S ^ x < £ _ » * ^ ^ s ' y 9 £

) jAj

13

I

Lo 1

a

!I

A xJL Ji3

^JU jI

O ( ! i^ £r3 AJ i$ 5 ^

o*

^ C p

iSy*

^

t*j

(12)

2

Artinya:

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri

(beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, ( Departemen Agama

RI:585).

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum dia datang

kepada Rasulullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasulullah

SAW bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang

menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar

tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat tesebut sebagai teguran

kepada Rasulullah SAW.

Berdasarkan kisah di atas maka semestinya kita dapat mengambil

makna dan pelajaran, sebagai lembaga dan seorang pendidik senantiasa

memberikan pelayanan dan pengajaran yang terbaik tanpa memandang peserta

didik yang keberadanya kurang atau difabel.

Ironisnya bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya

muslim sampai saat ini belum banyak melakukan penelitian yang menguraikan

tentang pembelajaran agama di lembaga pendidikan anak autis. Padahal

pendidikan agama pada usia dini sangat penting karena daya ingat pada usia

ini mereka sangat kuat. Upaya tersebut seharusnya dilakukan untuk

(13)

luhur, maka diperlukan pendidikan Islam sebagai pondasi keagamaan untuk

masa mendatang. Dengan adanya tulisan atau penelitian tentang pengajaran

agama Islam di lembaga pendidikan anak autis bisa memunculkan kritik dan

pembenahan dalam kurikulum atau metode pengajarannya.

Selama ini pandangan masyarakat terhadap anak autis dan anak yang

mengalami kekurangan (cacat) masih dipandang dengan sebelah mata, padahal

mereka yang menyandang autis dan cacat juga bukan kehendak mereka namun

itu adalah pemberian dari Allah sang Kholiq, bahkan dalam dunia pendidikan

bagi anak autis dan cacat kurang diperhatikan. Jika keadaan dibiarkan saja

maka dunia pendidikan dan pandangan masyarakat terhadap mereka akan

tetap stagnan atau berhenti seperti itu terus.

Pelaksanaan pendidikan agama Islam bertujuan untuk mendidik anak

agar menjadi muslim yang beriman, teguh beramal shaleh, dan berahlak mulia

serta berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara.

Pengembangan tenaga pendidikan sebagai unsur dominan dalam proses

belajar mengajar untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan

profesionalisme guru pendidikan agama Islam.

Semua upaya peningkatan kinerja tenaga pendidikan agama Islam

dilakukan lembaga-lembaga profesionalisme dan perguruan tinggi, guna

untuk menciptakan hal tersebut, maka guru agama Islam memiliki

keterampilan-keterampilan pembelajaran seperti keterampilan membuka

pembelajaran, keterampilan memberikan motivasi, keterampilan bertanya,

(14)

4

keterampilan penjajakan, keterampilan memilih dan menggunakan metode

yang tepat, keterampilan menutup pelajaran, dan keterampilan menggunakan

interaksi.

Keterampilan menggunakan interaksi yang dimaksud adalah

keterampilan untuk menggunakan interaksi edukatif dalam proses pengajaran.

Jadi, seorang guru harus mampu memahami dasar-dasar interaksi edukatif

sebagai berikut, tujuan (guna menjawab pertanyaan “untuk apa?”), bahan

(“dengan materi yang mana?”), pelajar (“ditujukan pada siapa?”), guru

(“diselenggarakan oleh siapa?”), metode (“bagaimana caranya?”), situasi

(“dalam keadaan yang bagaimana?”), evaluasi (“bagaimana hasilnya?”)

(Surakhmad, 1982:16).

Pendidikan di samping merupakan kewajiban orang tua untuk

mendidik anak-anaknya, karena itu anak adalah amanat yang dipercayakan

Allah SWT untuk dipelihara dan harus dipertanggungjawabkan (Al-Azar,

1989:126). Untuk itu, seorang pendidik dalam mengajar tidak boleh

membeda-bedakan terhadap anak didiknya bahkan terhadap anak autis dan

cacat sekalipun harus diperlakukan sama dengan anak normal.

Dewasa ini pendidikan mengalami perkembangan pesat mulai

pendidikan formal dan juga non formal. Pendidikan formal adalah salah satu

sarana pengembangan, pengetahuan termasuk bagi mereka yang berkelainan

sehingga ada suatu lembaga pendidikan khusus yang mengelola dan

(15)

Sebagai anak manusia mereka membutuhkan pendidikan, pendidikan

sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Mendidik anak autis tak

semudah mendidik anak-anak normal. Anak-anak autis mempunyai ciri-ciri

yang khusus, maka dalam program pendidikannya tidak hanya diperlukan

pelayanan secara khusus akan tetapi juga perlu alat-alat khusus, guru yang

khusus bahkan kurikulum yang khusus pula.

Metode pengajaran adalah salah satu faktor yang penting dalam

menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, bahkan menentukan

berhasil dan tidaknya suatu proses belajar mengajar. Bila guru tidak mengerti

masalah-masalah yang ada pada anak didiknya dalam proses belajar mengajar,

maka seorang pengajar bisa berkonsultasi kepada psikiater, ahli kurikulum dan

sebagainya yang dirasa mampu dalam bidangnya.

Lembaga pendidikan TALENTA KIDS adalah satu-satunya lembaga

pendidikan yang melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencerdaskan

anak autis di Salatiga. Lembaga pendidikan TALENTA KIDS terletak di

sebidang tanah yang tepatnya di Jin. Gondangsari No 2 Perum Griya Mustika

Tegalrejo Salatiga. Lembaga pendidikan TALENTA KIDS memiliki sebuah

metode pembelajaran yang khusus untuk anak autis. Hal ini mengugah

peneliti dan tertarik untuk mengungkap lebih lanjut bagaimana usaha yang

dilakukan untuk mencapai sebuah pembelajaran yang bagus atau cocok untuk

anak autis khususnya dalam pendidikan agama Islam.

Dari uraian di atas, pengajaran terhadap anak autis merupakan

(16)

6

keberhasilan pelaksanaan pendidikan itu tersendiri. Oleh karena itu penulis

tertarik untuk mengangkat judul skripsi PROBLEMATIKA PENGAJARAN

AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN

TALENTA KIDS SALATIGA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah di

dalam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karateristik anak autis pada lembaga pendidikan anak autis

TALENTA KIDS Salatiga?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan anak

autis TALENTA KIDS Salatiga?

3. Adakah faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam di

lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga?

C. Tujuan Penelitian.

Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui karakteristik anak autis pada lembaga pendidikan anak autis

TALENTA KIDS Salatiga.

2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan anak

autis TALENTA KIDS Salatiga.

3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam

(17)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah

keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan

Agama Islam khususnya di jurusan tarbiyah STAIN Salatiga.

Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang

mengadakan penelitian berikutnya baik meneruskan maupun mengadakan

riset baru.

2. Secara Praktis

a) Penelitian ini dapat memberikan informasi baru tentang pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada anak autis

b) Guru dapat mengetahui metode yang tepat berdasarkan problematika

pengajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga

c) Masyarakat dapat mengetahui metode yang tepat khususnya pada anak

autis untuk memudahkan pembelajaran pendidikan agama islam dalam

kehidupan sehari-hari.

E. Penegasan Istilah

Sebelum diuraikan secara panjang lebar tentang penelitian ini terlebih

dahulu penulis memberikan penjelasan-penjelasan terhadap istilah-istilah yang

terkandung dalam tulisan ini, dengan maksud agar nantinya tidak salah

pengertian di kalangan pembaca dalam memahami skripsi ini. Adapun istilah

(18)

8

1. Problematika Pengajaran Agama Islam

Problematika berasal dari bahasa Inggris : problem. Dalam bahasa

latin problema, dari Yunani : problema (Bagus, 1996:906). Pengajaran

dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan cara (perbuatan, dan

sebagainya) mengajar atau mengajarkan (Poerwadarminto, 1992:121).

Pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai

berbagai segi bertujuan untuk mencapai proses belajar yang diinginkan

(Al-Syaibany, 1978:553).

Agama Islam adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT

kepada RosulNya utuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang

masa dan seluruh persada.(Anshari, 1992:35). Jadi yang penulis

maksudkan problematika pengajaran agama Islam adalah masalah-masalah

yang dihadapi dalam proses belajar agama Islam.

2. Anak Autis

Istilah autistic diambil dari bahasa Yunani autos yang artinya self.

Istilah ini digunakan untuk menjelaskan seseorang yang bersibuk diri

dengan dunianya sehingga kelihatannya tidak tertarik pada orang lain

(Ginanjar, 2008:23). Autisme juga suatu keadaan di mana seseorang anak

berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku

(http://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/209/model-pembelajaran-yang-

efektif-bagi-penderita-autisme.html).

Pengertian istilah-istilah di atas selanjutnya dapat ditegaskan

(19)

Islam bagi anak autis”. Penelitian ini merupakan studi yang berkenaan

dengan pendidikan islam, sehingga diharapkan anak autis menjadi manusia

yang beriman, bertaqwa, berperilaku sesuai dengan ajaran Islam serta

menjadikan agama islam sebagai pandangan hidup guna mancapai

kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Sedangkan sifat penelitian ini

adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan

menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan

dilapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa

angka-angka.

Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah kepala yayasan,

kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam di Lembaga pendidikan

anak autis TALENTA KIDS Salatiga dengan berbagai latar belakangnya

dalam memberikan pengajaran kepada anak didik khususnya anak-anak

autis sehinga akan ditemukan masalah dalam pelaksanaan pengajaran

(20)

10

2. Subjek dan Informan

Subjek penelitian adalah sumber tempat kita memperoleh

keterangan penelitian (Amirin, 1990:92) dan informan yaitu orang yang

memberikan pesan atau memaparkan data. Informan penelitian ini

ditentukan dengan menggunakan Snowball Sampling sehingga

memungkinkan untuk melibatkan pihak di luar lokasi penelitian yang

dipandang mengerti dan memahami permasalahan yang terjadi pada

pengajaran agama Islam di lembaga pendidikan anak autis TALENTA

KIDS Salatiga.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru

pendidikan agama Islam dan yang menjadi informan penelitian adalah

ketua yayasan, kepala sekolah serta dewan guru di lembaga pendidikan

anak autis TALENTA KIDS Salatiga.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Pengamatan Berperan Serta (Partisipan Observasi)

Pengamatan berperan serta pada dasarnya adalah suatu

penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup

lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan

selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara

sistematis dan berlaku tanpa gangguan (Moleong, 2002:117). Metode

ini penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat

langsung keadaan atau kondisi sekolah, letak geografis, problem-

(21)

b. Metode Interview

Yaitu proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih

berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain

dan mendengarkan dengan dengan telinga sendiri suaranya (Hadi,

1995:192). Sedangkan menurut Kartini metode wawancara adalah

suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang

duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah

tertentu (Kartono, 1996:187).

Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang

sejarah berdiri, struktur organisasi, sarana prasarana, keadaan siswa

dan problem-problem yang dihadapi serta solusinya. Sedangkan yang

menjadi informan adalah ketua yayasan, kepala sekolah dan guru.

c. Metode Dokumentasi

Suharsimi Arikunto menjelaskan metode dokumentasi yaitu

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku

dan sebagainya (Arikunto, 1998:236). Metode ini digunakan untuk

mencari data tentang beberapa informasi sekolah yang meliputi;

sejarah berdirinya TALENTA KIDS, struktur organisasi, kurikulum,

guru, staf, siswa dan lain-lain.

4. Teknik Analisis Data

Berdasarkan hasil pengumpulan data, selanjutnya penulis akan

(22)

12

data yang diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga dikaji dan dikupas

secara runtut.

Karena sebagian data yang diperoleh itu merupakan data kualitatif

maka penulis menggunakan teknik deskriptif analisis non statistikal.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan

dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang

ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat

atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung

(http://ardhanal2.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-deskriptif).

G. Sistimatika Penulisan.

Agar mudah dalam mengkaji isi skripsi ini, penulis menguraikan

sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan.

Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Meliputi problematika pengajaran agama Islam, sekolah autis,

dan pengajaran agama Islam di sekolah autis

BAB III : Paparan Data dan Temuan Penelitian

Meliputi gambaran umum TALENTA KIDS Salatiga dan m

pendidikan agama Islam terhadap anak autis di Lembaga

(23)

BAB IV : Pembahasan

Meliputi karakteristik anak autis pada Lembaga Pendidikan Anak

Autis TALENTA KIDS Salatiga, pelaksanaan pembelajaran

pendidikan agama Islam di Lembaga Pendidikan Anak Autis

TALENTA KIDS Salatiga, dan faktor pendukung dan

penghambat pengajaran agama Islam di Lembaga Pendidikan

Anak Autis TALENTA KIDS Salatiga.

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Problematika Pengajaran Agama Islam

1. Problematika Pembelaj aran

Secara istilah kata problematika berarti teka-teki, kesulitan-

kesulitan, suasana bahaya, gangguan godaan, keterusikan (mengusik), dan

rintangan (Webster, 1994:200). Sedangkan, problematika menurut bahasa

adalah rintangan yang harus dipecahkan seseorang, masyarakat, sistem,

atau organisasi. (Webster, 1994:200).

Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional

disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi

dapat disimpulkan bahwa problematika pembelajaran adalah suatu

rintangan yang harus dipecahkan oleh pendidik dan peserta didik dalam

proses pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2003, Bab I, Pasal I No. 20).

Lembaga pendidikan adalah sebuah wadah yang digunakan untuk

proses pembelajaran, adapun menurut Islam tujuan pendidikan ialah

membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada

perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangan-Nya (Ahmadi, Uhbiyati,

1991:99). Namun dalam menyukseskan tujuan pendidikan tersebut

tidaklah mudah. Pasti ada kendala di dalamnya.

(25)

Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991:255), problematika atau

kendala dalam proses pendidikan itu menyangkut 5 W dan 1 H, yaitu:

a. Problematika Who ?

Problematika Who (Siapa) yaitu menguraikan kendala dari

pendidik dan anak didik sebagai subjek pendidikan.

1) Problem Pendidik

Masalah yang berkaitan dengan pendidik antara lain:

a) Problem kemampuan ekonomi

b) Problem kemampuan pengetahuan dan pengalaman

c) Problem kemampuan

d) Problem kewibawaan

e) Problem kepribadian

f) Problem attitude (sikap)

g) Problem sifat

h) Problem kebijaksanaan

i) Problem kerajinan

j) Problem tanggung jawab

k) Problem kesehatan dan sebagainya (Ahmadi, Uhbiyati,

1991:255).

Sementara itu menurut M. Shiddiq Al-Jawi, masalah yang

berkaitan dengan pendidik antara lain rendahnya kualitas guru dan

rendahnya kesejahteraan guru. Kedua masalah ini saling berkaitan.

(26)

16

yang rendah, begitu juga sebaliknya. Rendahnya penghasilan yang

diterima para guru memaksa mereka untuk mencari pekerjaan

sampingan. Hal ini tentunya membuat kualitas para guru menurun

karena perhatian mereka tidak hanya tertuju pada tugas mereka

sebagai guru.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem yang

dialami oleh pendidik dapat muncul dari dalam dirinya sendiri

ataupun dari luar dirinya seperti problem tentang kesejahteraan

pendidik. Dari semua problem di atas diperlukan kesadaran dari

setiap pihak antara lain dari pendidik itu sendiri, masyarakat, dan

pemerintah agar proses pendidikan berlangsung dengan baik.

2) Problem Anak Didik

Problem yang berkaitan dengan anak didik juga tidak kalah

pentingnya untuk diperhatikan, dipikirkan dan dipecahkan, karena

anak didik adalah pihak yang digarap untuk dijadikan manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan baik

dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Adapun problem-problem yang ada pada anak didik antara lain:

a) Problem kemampuan ekonomi keluarga

b) Problem intelegensi

c) Problem bakat dan minat

(27)

e) Problem kepribadian

f) Problem sikap

g) Problem sifat

h) Problem kerajinan dan ketekunan

i) Problem pergaulan

j) Problem kesehatan (Ahmadi, Uhbiyati, 1991: 256)

Selain masalah di atas, ada lagi satu masalah yang sering di

alami oleh para siswa yaitu rendahnya prestasi yang dimiliki oleh

para siswa. Berdasarkan teori di atas, faktor penyebab masalah

yang dihadapi oleh peserta didik dapat digolongkan menjadi dua

macam yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu

sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik, seperti

faktor lingkungan dan faktor keluarga.

b. Problematika Why ?

Dalam proses pendidikan, tidak semua pelaksanaannya bisa

berjalan dengan lancar, tetapi dijumpai rintangan-rintangan atau

hambatan-hambatan. Kesulitan-kesulitan tersebut bisa terdapat pada

semua faktor pendidikan yang menghambat jalannya proses

pendidikan. Hambatan-hambatan yang dapat dijumpai dalam proses

pendidikan antara lain:

1) Mengapa anak-anak sulit bekeija sama sesama mereka.

2) Mengapa masyarakat tidak menghargai jasa guru yang mendidik

(28)

18

3) Mengapa masyarakat sulit dimintai sumbangan tenaga, pikiran dan

dana dalam pembangunan prasarana, pendidikan untuk

kepentingan anak-anak mereka

4) Mengapa orang tua anak-anak menghalangi kegiatan ekstra

kurikuler putra-putranya.

5) Mengapa pejabat setempat mengizinkan mendirikan pabrik di

sebelah sekolah yang mengganggu jalanya proses belajar mengajar.

6) Mengapa penyaluran buku-buku paket tidak sampai atau selalu

terlambat datang di sekolah.

7) Mengapa kasus amoral terjadi di kalangan guru, murid, dan orang

tua anak (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:258).

Menurut M. Shiddiq Al-Jawi, salah satu hal yang sering

menjadi hambatan dalam pendidikan adalah rendahnya kualitas sarana

fisik. Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan

perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan

penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.

Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi

tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang

tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak

memiliki laboratorium dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, pendidikan dipandang sebagai suatu

pemborosan; pemborosan waktu, tenaga dan materi. Hal ini terlihat

(29)

bekerja daripada bersekolah. Jadi, problematika why sangat berkaitan

dengan masih kurangnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan

bagi anak.

c. Problematika Where ?

Pada umumnya pendidikan itu biasanya dapat dilaksanakan

pada yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ahmadi, Uhbiyati,

1991:258). Sistem pendidikan pada masing-masing tempat tersebut

tidak sama dan metodenya pun juga berbeda. Pendidikan di sekolah-

sekolah merupakan pendidikan formal yang diselenggarakan pada

umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang

jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai

pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini,

serta pendidikan dasar, antara lain meliputi; play group, Taman

Pendidikan Al Quran yang banyak terdapat di setiap masjid, dan

Sekolah Minggu yang terdapat di semua gereja. Pendidikan informal

adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan

belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung

jawab.

Lokasi dan letak tempat pendidikan pun mempengaruhi bagi

jalannya pendidikan, seperti di desa dengan di kota, di masyarakat

religius dengan masyarakat heterogen pemeluk agamanya, serta tempat

(30)

21

1) Kapan sesuatu materi itu disampaikan

2) Kapan sesuatu hukuman itu dijatuhkan

3) Kapan sesuatu ganjaran itu diberikan

4) Kapan sesuatu kewajiban itu dibebankan

5) Kapan sesuatu perintah itu dilaksanakan (Ahmadi, Uhbiyati,

1991:260).

Masalah when (kapan) tidak hanya berkenaan dengan sesuatu

yang diberikan, tetapi juga berkenaan usia anak, seperti:

1) Pada usia berapa anak mulai dididik

2) Pada usia berapa pendidikan berakhir (Ahmadi, Uhbiyati,

1991:261).

Anak dari segi pertumbuhan dan perkembangan mengalami

perubahan dengan standar periodesasi usia, baik usia kronologis,

psikologis, biologis, kejasmanian, dan pengalaman. Yang menjadi

problem adalah berkenaan dengan anak penyandang cacat seperti

halnya anak autis.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran harus

dilaksanakan secara bertahap mulai dari pendidikan untuk anak usia

dini, pendidikan untuk anak sekolah dasar, dan pendidikan untuk anak

sekolah menengah. Selain itu, diperlukan pendidikan khusus bagi anak

-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang mana semua aspek

pembelajarannya harus dibedakan dengan anak-anak pada umumnya.

(31)

e. Problematika What ?

Problem what (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan atau

materi, sarana, prasarana, dan media. Masalah materi erat

hubungannya dengan kurikulum, silabi dan SAP. Apakah kurikulum,

silabi dan SAP sesuai dengan situasi saat itu dan kondisi anak.

Masalah sarana adalah bila tidak lengkap sarana pendidikan hal ini

akan mengganggu jalannya pendidikan, seperti kurangnya kursi, meja

dan buku (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:263)..

Perubahan sistem pendidikan secara otomatis juga

mempengaruhi perubahan kurikulum, silabi, dan SAP. Apabila

kurikulum selalu berubah maka pendidik dan anak didik di sekolah

akan terombang-ambing. Adanya ketidakserasian antara hasil

pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang

materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan

ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

Berdasarkan urain tersebut, terlihat bahwa pemerintah belum

begitu memperhtikan pendidikan secara kesuluruhan. Kurikulum yang

selama ini dipakai mungkin tidak sesuai dengan semua kondisi siswa.

Di saat siswa baru bisa beradaptasi dengan kurikulum yang lama,

sudah muncul lagi kurikulum yang baru. Ini tentunya akan sangat

mengganggu proses pembelajaran karena butuh waktu yang lama agar

(32)

23

f. Problematika How ?

Masalah how (bagaimana) berkenaan dengan metode atau cara

yang akan digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik

mempunyai sifat dan bakat yang berbeda-beda dan pendidik harus

mengakui adanya perbedaan tersebut ( Ahmadi, Uhbiyati, 1991:265).

Problematika how sangat berkaitan dengan problem pendidik.

Di sinilah pendidik diuji kualitasnya dalam mengelola pembelajaran.

Akan tetapi, banyak guru yang masih memiliki kualitas pengelolaan

pembelajaran yang rendah. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan-

pelatihan yang berkenaan dengan peningkatan kualitas dan kompetensi

pendidik agar kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik.

Sedangkan M. Ngalim Purwanto (1994:77) menjabarkan beberapa

kendala dalam pembelajaran sebagai berikut:

a. Keras Hati

Keras hati adalah sifat anak-anak yang sering sangat

menyulitkan para orang tua dan pendidik. Sifat keras hati dapat timbul

karena:

1) Pembawaan anak; dapat terlihat dari sifatnya yang mudah marah,

menunjukkan kemauan yang keras, dan segala yang dilarang selalu

diacuhkan.

2) Keadaan badan yang terganggu; terlihat dari hasratnya untuk

berbuat sesuatu yang lebih besar dibandingkan ketika kondisi

(33)

3) Perkembangan rohani anak; terlihat saat masa krisis pertama dan

masa remaja. Pada saat ini anak selalu menentang apapun yang

tidak sesuai dengan keinginannya.

4) Kesalahan-kesalahan dalam pendidikan; kebiasaan memanjakan

anak dan pendidikan yang setiap waktu berubah-ubah dapat

menimbulkan sifat keras hati (Purwanto, 1994:78).

Berdasarkan teori di atas, sifat keras hati disebabkan oleh dua

faktor yaitu faktor bawaan dan faktor dari luar diri anak. Faktor dari

luar harus sedini mungkin diatasi agar nantinya anak tidak semakin

keras hati. Dalam proses pembelajaran, keras hati tentunya sangat

mengganggu karena anak tidak akan mau menuruti apa yang

diperintahkan padanya,

b. Keras kepala

Keras kepala adalah bantahan terhadap suruhan orang lain,

tetapi dia tidak ada alasan lain yang bertujuan. Sifat keras kepala dapat

timbul karena:

1) Terlalu dimanjakan

2) Iri hati terhadap adiknya yang baru lahir

3) Banyak dicela, ditertawakan, diejek, atupun dihina

4) Tindakan yang keras dan kasar atau tidak menaruh kasih sayang

5) Perasaan takut dan perasaan tidak percaya diri

6) Tidak dapat memecahkan soal yang sulit-sulit dalam pelajaran

(34)

25

7) Meniru perbuatan orang lain (Purwanto, 1994:81).

Berdasarkan uraian di atas, sifat keras kepala mengganggu

proses pembelajaran karena anak yang keras kepala akan selalu

meminta pertolongan dalam mengerjakan tugas-tugas. Hal ini dapat

membuat seorang anak menjadi pemalas dan tidak mandiri.

c. Anak yang manja

Memanjakan anak berarti mengabulkan segala keinginan anak,

membiarkan dan membolehkan anak berbuat sekehendak hatinya. Hal-

hal yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya antara lain:

1) Karena ketakutan yang berlebih-lebihan akan bahaya yang

mungkin mengancam si anak.

2) Keinginan yang tidak disadari untuk selalu menolong dan

memudahkan si anak.

3) Karena orang tua sendiri tidak mau susah.

4) Karena kebodohan orang tua (Purwanto, 1994:83).

Berdasarkan penjelasan di atas, sifat manja dapat ditimbulkan

oleh seorang pendidik kepada peserta didiknya. Ini terlihat ketika guru

memberi perlakuan istimewa pada salah satu siswa. Oleh karena itu,

seorang pendidik harus berlaku sama kepada semua anak didiknya.

d. Perasaan takut pada anak

Perasaan takut adalah sejenis naluri {insting). Perasaan takut

(35)

tetapi ada hal-hal lain yang dapat menimbulkan perasaan takut pada

anak seperti berikut ini:

1) Tidak tahu apa yang sebenarnya teijadi di sekitarnya.

2) Kesukaran-kesukaran dalam kehidupan yang menghilangkan

kepercayaan terhadap diri sendiri.

3) Berpisah dengan orang yang dicintai atau dikenal.

4) Pengaruh-pengaruh salah dari orang-orang lain yang dilakukan

dengan sadar atau tidak sadar (Purwanto, 1994:87).

Dari uraian tersebut, perasaan takut pada anak akan

mengganggu pembelajaran anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan dia

tidak akan berani untuk mengekspresikan perasaannya ataupun untuk

menanyakan suatu materi yang belum dimengerti. Sehingga anak

tersebut dapat tertinggal dengan teman-temannya di segala bidang,

e. Anak berdusta

Dusta termasuk salah satu cacat atau kesalahan yang sering

terdapat pada anak-anak maupun dewasa. Penyebab anak-anak

melakukan dusta antara lain:

1) Pengamatannya yang belum sempurna

2) Karena daya ingatan anak belum sempurna

3) Karena fantasinya yang sangat kuat (Purwanto, 1994:90).

Dusta pada anak merupakan kesukaran yang paling rumit

karena ini adalah penggabungan dari sifat-sifat sebelumnya. Ketika

(36)

27

menutupi sesuatu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sifat dusta pada anak

dalam pembelajaran dapat merugikan orang lain dan terutma dirinya

sendiri.

2. Pengajaran Agama Islam

a. Pengertian pengajaran

Pengajaran adalah terjemahan dari instruction atau teaching

(Rohani, 2004:67). Sedangkan menurut Al-Syaibani (1978:553),

pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai

berbagai segi bertujuan untuk mencapai proses belajar yang

diinginkan.

Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu:

aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar

menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan

terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri

dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi

indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran itu akan beijalan

dengan baik (Rohani, 2004:2).

Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap

kegiatan yang tidak punya tujuan akan beijalan meraba-raba, tak tentu

arah tujuan. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih

giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi

pada tujuannya. Segala daya dan upaya pengajaran harus dipusatkan

(37)

pelaksanaan kegiatan pengajaran, sarana dan alat yang digunakan

harus dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran dengan efektif

dan efisien. Karena itu tujuan pengajaran harus berfungsi sebagai:

1) Titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan

pengajaran.

2) Penentu arah kegiatan pengajaran.

3) Titik pusat perhatian dan pedoman dalam menyusun rencana

kegiatan pengajaran.

4) Bahan pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan

memperluas ruang lingkup pengajaran.

5) Pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan

kegiatan (Darajat, 2001:73).

Jadi berdasarkan teori di atas, pengertian pengajaran adalah

suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai proses belajar yang

diinginkan melalui metode dan teknik yang dapat menunjang

tercapainya tujuan pengajaran tersebut,

b. Agama Islam

Agama Islam adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT

kepada RosulNya utuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang

masa dan seluruh persada.(Anshari, 1992:35).

Pengajaran agama Islam bertujuan untuk membentuk anak

didik patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi

(38)

29

umum diberikan sesuai dengan jenjangnya. Materi pendidikan agama

Islam pun disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Materi tersebut

antara lain sejarah Islam, shalat, thaharah, puasa, hafalan surat-surat

pendek dan doa sehari-hari, dan tajwid.

Sedangkan materi yang diberikan kepada anak-anak yang

berkebutuhan khusus atau autis hanya dibatasi pada materi-materi yang

sederhana. Antara lain, memberikan materi-materi yang berkaitan

keseharian dibentuk suasana pembiasaan kehidupan Islami seperti: doa

sehari-hari, surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyyah,

pengenalan rukun Iman, rukun Islam, wudhu, shalat berikut

prakteknya, serta memberi contoh yang baik pada anak didik.

B. Sekolah Autis

Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri.

Sedangkan "Isme" yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik

hanya pada dunianya sendiri. Autisme juga suatu keadaan di mana seseorang

anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku.

Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3

tahun (Ginanjar, 2008:23).

Anak autis sendiri memiliki 6 karakteristik gangguan sebagai berikut:

1. Komunikasi:

a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi

(39)

c. Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat

dimengerti orang lain.

e. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.

f. Senang meniru atau membeo (echolalia).

g. Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut

tanpa mengerti artinya.

h. Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit

berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.

i. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia

inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Interaksi sosial:

a. Penyandang autistik lebih suka menyendiri.

b. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan.

c. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.

d. Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh

3. Gangguan sensoris:

a. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

b. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

c. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.

d. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

4. Pola bermain:

(40)

31

b. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.

c. Tidak kreatif, tidak imajinatif.

d. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu

rodanya di putar-putar.

e. Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda

sepeda.

f. Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus

dan dibawa kemana-mana.

5. Perilaku:

a. Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).

b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan

mata ke pesawat TV, lari/beijalan bolak balik, melakukan gerakan

yang diulang-ulang.

c. Tidak suka pada perubahan.

d. Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Emosi

a. Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis

tanpa alasan - temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang

atau tidak diberikan keinginannya- kadang suka menyerang dan

merusak.

(41)

c. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain

(http://talenta-salatiga.blogspot.com).

Seperti anak pada umumnya, anak autis juga memerlukan pendidikan.

Akan tetapi, pendidikan mereka berbeda dengan pendidikan umum. Mereka

harus mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah yang diperuntukkan bagi anak-

anak berkebutuhan khusus seperti sekolah autis.

Sekolah khusus ini ditujukan bagi anak-anak autis yang tidak mampu

mengikuti kegiatan di sekolah reguler. Biasanya mereka tergolong non verbal,

memiliki kemampuan kognitif yang terbatas, dan belum mampu mengontrol

tingkah laku. Pendidikan yang diberikan difokuskan pada ketrampilan bina

diri, pendidikan akademik dasar, serta pengembangan minat dan bakat

(Ginanjar, 2008:103).

Pengajaran bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa.

Kurikulum pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual.

Kurikulum autis harus dibuat berbeda-beda untuk setiap individu. Mengingat

setiap anak autis memiliki kebutuhan berbeda. Ini sesuai dengan sifat autis

yang berspektrum. Misalnya ada anak yang butuh belajar komunikasi dengan

intensif, ada yang perlu belajar bagaimana mengurus dirinya sendiri dan ada

juga yang hanya perlu fokus pada masalah akademis.

Penentuan kurikulum yang tepat bagi tiap-tiap anak bergantung dari

assessment (penilaian) awal yang dilakukan tiap sekolah. Penilaian ini perlu

(42)

33

melalui wawancara terhadap kedua orang tuanya. Wawancara ini untuk

mengetahui latar belakang, hambatan, dan kondisi lingkungan sosial anak.

Selain itu, penilaian awal ini juga melalui observasi langsung terhadap

anak. Lamanya penilaian awal ini berbeda-beda. Hal ini diperlukan untuk

menentukan jenis terapi dan juga kurikulum yang tepat buat sang anak.

Biasanya, terapi ini akan digabungkan dengan bermain agar lebih

menyenangkan bagi anak autis. Ada berbagai macam bentuk terapi bagi

penyandang autis. Di antaranya, terapi terpadu, wicara, integritas, dan

fisioterapi. Terapi yang diberikan tergantung dari kondisi anaknya.

Perlakuan terhadap penyandang autis di atas umur lima tahun berbeda

dengan penyandang autis di bawah umur lima tahun. Terapi penyandang autis

di atas umur lima tahun lebih kepada pengembangan bina diri agar bisa

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Jika penyandang autis yang berumur

di atas lima tahun belum bisa bersosialisasi sama sekali, maka akan diberikan

pelatihan tambahan yang mengarah kepada peningkatan syaraf motorik kasar

dan halus. Bagi penyandang yang sudah bisa bersosialisasi, maka akan

langsung ditempatkan di sekolah reguler, dengan catatan mereka harus tetap

mengikuti pelajaran tambahan di sekolah khusus penyandang autis.

Penyandang autis di bawah lima tahun diberikan terapi terpadu seperti

terapi perilaku dan wicara. Terapi perilaku bertujuan untuk meningkatkan

kepatuhan, meniru, dan okupasi. Terapi wicara dimulai dengan melakukan

hal-hal yang sederhana, seperti meniup lilin, tisu, melafalkan huruf A,dan

(43)

Hal lain yang patut dicermati adalah konsistensi antara apa yang

dilakukan di sekolah dengan di rumah. Jika terdapat perbedaan yang

mencolok, kemajuan anak autis akan sulit dicapai. Anak mengalami

kebingungan atas apa yang ada pada lingkungannya. Untuk itu, diperlukan

komunikasi intensif antara sekolah dan orang tua.

Sekolah autis masuk ke dalam satuan pendidikan luar biasa. Oleh

karena itu, semua hal yang terkait dengan pembelajaran untuk anak-anak autis

berpedoman kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Akan tetapi,

masing-masing sekolah diberikan kebebasan untuk menentukan kurikulum

bagi penyandang autis. Alasannya, karena setiap sekolah memiliki kebutuhan

yang berbeda dalam mendidik penyandang autis.

Selain itu, materi yang diajarkan di sekolah autis juga ditentukan

sendiri oleh sekolah sesuai dengan kurikulum yang telah dibuat. Materinya

antara lain adalah ketrampilan bina diri, pendidikan akademik dasar, serta

pengembangan minat dan bakat. Pendidikan akademik dasar materinya hampir

sama dengan materi sekolah-sekolah umum, hanya dibatasi jumlah materinya.

Termasuk di dalamnya adalah pendidikan agama Islam.

Materi agama Islam yang diberikan kepada anak-anak autis hanya

dibatasi pada materi-materi yang sederhana. Antara lain, doa sehari-hari,

surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyyah, pengenalan rukun Iman,

rukun Islam, wudhu, shalat berikut prakteknya, serta memberi contoh yang

baik pada anak didik. Ini diberikan sesuai dengan pembiasaan kesehariaan di

(44)

35

Jadi, berdasarkan teori di atas, anak-anak autis juga memiliki hak

untuk mendapatkan pengetahuan akademik seperti anak-anak pada umumnya

dimana kurikulum dan materinya disesuaikan dengan kondisi mereka dan

yang berupa materi-materi sederhana. Sedangkan penyampain materinya

menggunakan metode-metode khusus sesuai dengan gangguan yang dialami

siswa

C. Pengajaran Agama Islam di sekolah Autis

1. Metode Pendidikan Agama Islam Pada Anak Autis

Sementara itu, metode khusus pendidikan agama Islam bagi anak

autis adalah metode ABA (.Applied Behavior Analysis). Terapi perilaku

dengan Applied Behavior Analysis, mendasarkan proses pengajaran pada

pemberian stimulus (instruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi

(akibat perilaku) yang menjadi sasaran pengajaran. Terapi ini untuk

mengurangi perilaku yang berlebih/tidak wajar dan mengajarkan perilaku

yang lebih bisa diterima lingkungan. Dalam metode ini, pembiasaan

sangat diperlukan agar siswa memahami materi yang disampaikan

(http://talenta-salatiga.blogspot.com).

Berdasarkan teori di atas, pengajaran agama Islam di sekolah autis

dapat menggabungkan metode pendidikan dalam Al Qur’an dan metode

yang dipakai di sekolah autis. Dalam metode ABA, proses pengajarannya

hampir sama dengan metode yang ada dalam Al Qur’an. Jadi, kedua

(45)

A. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS Salatiga

1. Sejarah dan Perkembangan Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS

Salatiga

TALENTA KIDS Salatiga adalah sebuah sekolah swasta yang

bernaung di bawah Yayasan Kanz Kids Family yang beralamatkan di

Perum Griya Mustika No. 2 RT 07 RW 04 Kelurahan Tegalrejo,

Kecamatan Argomulyo, Salatiga.

a. Sejarah Berdirinya Sekolah

Lembaga pendidikan TALENTA KIDS berdiri pada tanggal 1

Mei 2008 yang pada saat itu belum memiliki yayasan dan belum

memiliki nama. Pada akhir tahun 2008 baru memiliki nama yang

sampai saat ini masih terpakai yaitu TALENTA KIDS. Pada tahun

2009 baru memiliki yayasan yang bernama Kanz Kids Family.

Satu bulan setelah berdiri, hanya mempunyai satu orang

murid. Pada tahun 2009 memiliki enam orang murid. Tenaga pendidik

yang dimiliki pada saat itu ada dua orang guru dan satu babysitter.

b. Perkembangan yayasan

1) Gedung sekolah

Pada awal berdirinya, TALENTA KIDS belum memiliki

gedung sekolah, sehingga kegiatan belajar mengajar masih

(46)

37

dilaksanakan di rumah Ibu Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si yaitu di

Perum Griya Mustika No. 2 RT 07 RW 04 Kelurahan Tegalrejo,

Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Sampai sekarang TALENTA

KIDS masih belum mempunyai gedung sekolah sendiri. Pada

tanggal 15 Maret 2010 mengajukan proposal pembangunan

gedung sekolah ke gubernur Jawa Tengah.

2) Kantor yayasan

Letak lembaga pendidikan TALENTA KIDS berada di

Perum Griya Mustika No. 2 RT 07 RW 04 Kelurahan Tegalrejo,

Kecamatan Argomulyo, Salatiga.

3) Organisasi

Adapun struktur organisasi Yayasan Kanz Kids Family

Salatiga adalah sebagai berikut:

:Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si

: Rosana

: Alfisyah Liasari

: Prof. Dr. Mansur, MA

: Zulfa Machasin, M.Ag

:Safitri Dewi,S.Psi, Psi.MCH

Bidang Pendidikan dan Pengajaran : Drs. Sumamo, M.Pd

38

Bidang Medis dan Terapi : dr. Nanang Wibowo

4) Wewenang Kepala sekolah

Kepala sekolah TALENTA KIDS Salatiga bernama Dra.

Hj. Lilik Sriyanti, M.Si dengan pendidikan akhir S2 Psikologi.

Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawabnya adalah sebagai

educator, manager, administrator, dan supervisor dengan rincian

sebagai berikut:

(47)

2) Melakukan terapi perilaku dan melatih kemampuan bantu diri bagi

anak kebutuhan khusus supaya mereka mampu menyesuaikan diri

dengan kehidupan masyarakat sekitar,

c. Tujuan

Menampung dan menyiapkan lembaga pendidikan di Salatiga dan

sekitarnya (Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA

KIDS Salatiga).

3. Keadaan Guru, Pengurus Sekolah dan Siswa TALENTA KIDS

a. Keadaan Guru di Sekolah TALENTA KIDS SALATIGA

Syarat-syarat menjadi guru TALENTA KIDS yaitu

berpendidikan psikologi, lulusan okupasi terapi, kreatif, simpel, dan

sabar. Guru di TALENTA KIDS statusnya tidak tetap. Guru yang ada

di TALENTA KIDS sebagian berijazah SI dan ada yang masih kuliah

di STAIN Salatiga.

Di TALENTA KIDS sebenarnya tidak ada guru yang khusus

mengajar pendidikan agama Islam. Oleh karena itu, setiap guru

diharuskan menguasai setiap mata pelajaran yang diajarkan. Hal ini

dikarenakan kondisi siswa dan model pembelajaran yang berbeda

dengan sekolah pada umumnya.

Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab guru yaitu

melaksanakan tugas keprofesionalan tugas guru antara lain:

1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran

(48)

41

2) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar

pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik

tertentu, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi

peserta didik dalam pembelajaran.

3) Menjujung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan

kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.

4) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Adapun nama para guru di lembaga pendidikan TALENTA 2 Nurlaila Hanifah DII PGMI STAIN Guru

Yayasan

3 Wiras Murwandari SI Manajemen

Informatika Udinus

7 Annisa Nurul Aini Kuliah STAIN Guru

Yayasan 8 Drs. H. Alfred L SI Bimbingan

Konseling UKSW

Terapis Massage 9 Devina Ratnasari K SI Bahasa Inggris Guru Honor 10 Alfisyah Liasari Kuliah TI UKSW Tata Usaha

b. Pengurus Sekolah

Seperti sekolah-sekolah pada umumnya mempunyai struktur

(49)

Pembina : Drs. H. Alfred L., MSI

Konsultan Pendidikan : Prof. Dr. Mansur, MA

Savitri Dewi P.Si. MCH.

Kepala Sekolah : Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M. Si

Tata Usaha : Alfisyah Liasari

Bendahara : S. Pujiastuti C.

Tenaga Pengajar : 1. Nurlaila Hanifah

2. Wiras Murwandari

3. S. Pujiastuti C.

4. Ninda Elisabet Latief

5. Sofia Dewi Hermawati

6. Anisa Nurul Aini

7. Devina Ratnasari K.

(Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS

Salatiga).

Siswa

Jumlah siswa-siswi TALENTA KIDS Salatiga ada 10 anak

dimana semuanya dikategorikan sebagai anak autis. Kebanyakan

(50)

43

Data Siswa TALENTA KIDS Salatiga Tahun 2010

N o N a m a T e m p a t T a n g g a l

Januari 2 0 0 1 Randy Irawan

Perum

Sumber : Data Siswa TALENTA KIDS Salatiga

Siswa TALENTA KIDS Salatiga belum pernah mengikuti

kejuaraan. Akan tetapi, para siswa sudah pernah menjadi partisipan di

seminar sertifikasi guru tahun 2009 dan workshop penanganan autis

tahun 2010 di STAIN Salatiga (Wawancara dengan Kepala Sekolah

(51)

B. Hasil Penelitian

1. Karateristik Anak Autis di TALENTA KIDS Salatiga

Karateristik anak autis di TALENTA KIDS Salatiga adalah

sebagai berikut:

a. Komunikasi:

1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

2) Mereka cenderung menyakiti dirinya sendiri untuk memanggil

orang lain.

3) Mengoceh tanpa arti berulang-ulang.

4) Senang meniru perkataan orang lain.

5) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk meminta sesuatu.

b. Interaksi sosial:

1) Suka menyendiri.

2) Menghindari kontak mata ketika diajak berbicara.

c. Gangguan sensoris:

Tidak memiliki rasa takut akan bahaya.

d. Pola bermain:

1) Lebih suka bermain sendiri.

2) Benda yang disukai dibawa kemana-mana.

e. Perilaku:

1) Sebagian berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau sebaliknya

berperilaku kekurangan (hipoaktif).

(52)

45

f. Emosi

Sering marah-marah jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.

(Wawancara dengan Kepala Sekolah TALENTA KIDS Salatiga,

Jumat, 6 Agustus 2010).

Berdasarkan hasil di atas, karakteristik anak autis dari segi

komunikasi belum dapat berkomunikasi secara lancar dan baik seperti

anak-anak normal. Dari segi interaksi sosial mereka cenderung bersifat

tertutup terhadap orang lain. Dari segi gangguan sensoris mereka suka

dengan hal-hal yang berbahaya dan menantang. Dari segi pola bermain

mereka cenderung bersifat individualis. Dari segi perilaku mereka

cenderung hiperaktif dan pendiam. Sedangkan dari segi emosi mereka

sangat temperamental dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS

Salatiga

Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari program

pengajaran suatu lembaga pendidikan dan merupakan usaha pembinaan

peserta didik dalam memahami, menghayati, menjadi manusia yang

bertaqwa dan menjadi warga Negara yang baik. Untuk melaksanakan

tujuan di atas dalam pelaksanaannya, Pendidikan Agama Islam yang

dilaksanakan di TALENTA KIDS Salatiga, tentu harus

mempertimbangkan keadaan peserta didik. Oleh karena itu, penyampaian

materi dan penggunaan metode harus disesuaikan dengan kemampuan

(53)

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,

keselarasan dan keseimbangan antara lain :

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT.

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia.

c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya

(Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga).

Dalam pelaksanaan program PAI pada siswa autis kurikulum yang

dipakai di TALENTA KIDS menggunakan kurikulum untuk anak

berkebutuhan khusus yang diterbitkan DIKNAS disesuaikan dengan

karakteristik anak serta pendekatan terbaru dalam penanganan anak autis.

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran atau materi PAI yaitu belajar doa

sehari-hari (Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis TALENTA

KIDS Salatiga).

Lembaga pendidikan TALENTA KIDS Salatiga merupakan

sekolah swasta namun sistem pendidikan yang ada di dalamnya menganut

kurikulum pemerintah. Namun, kegiatan belajar mengajar Pendidikan

Agama Islam hanya diberikan sesuai dengan kondisi siswa (Wawancara

dengan Guru TALENTA KIDS Salatiga, Senin, 2 Agustus 2010).

2. Metode PAI Yang Digunakan di TALENTA KIDS Salatiga

Belum adanya metode pengajaran agama Islam yang tepat untuk

diterapkan kepada anak autis yang sudah disepakati oleh para ahli,

(54)

mencari-47

cari metode yang tepat dengan pengalaman sendiri dan memperhatikan

keadaan peserta didik yang tidak sama. Hal inilah yang juga menghambat

dalam proses belajar mengajar.

Adapun metode yang diterapkan guru dalam mengajar PAI di

TALENTA KIDS adalah sebagai berikut:

(a) Lovas

Terapi perilaku dengan Applied Behavior Analysis, mendasarkan

proses pengajaran pada pemberian stimulus (instruksi), respon

individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku) yang menjadi

sasaran pengajaran. Terapi ini untuk mengurangi perilaku yang

berlebih atau tidak wajar dan mengajarkan perilaku yang lebih bisa

diterima lingkungan.

(b) TerapiVisual

Mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar.

(c) Terapi Musik

Terapi musik dapat membantu anak untuk lebih mandiri, dan

memperbaiki kemampuan sensorik serta sosialisasi anak autis.

(d) Terapi Bermain

Terapi sambil bermain dapat meningkatkan kemampuan motorik dan

sensorik anak (Dokumentasi lembaga pendidikan anak autis

(55)

3. Masalah Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran PAI Terhadap Anak Autis

di TALENTA KIDS Salatiga

Problematika pembelajaran PAI terhadap anak autis di lembaga

pendidikan TALENTA KIDS Salatiga sangat beragam, karena problem

itu tidak hanya muncul dari peserta didik saja melainkan guru agama

Islam itu sendiri juga menghadapi problem. Dalam hal ini penulis akan

menguraikan tentang problem yang muncul dalam mengajarkan

Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga,

a. Problematika tentang Guru PAI

Ada beberapa problem yang dihadapi oleh guru PAI dalam

mengajarkan Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga

antara lain sebagai berikut:

(a) Hambatan lain yang dirasa dalam belajar mengajar Pendidikan

Agama Islam adalah belum adanya buku pegangan khusus untuk

mengajarkan PAI di TALENTA KIDS Salatiga.

(b) Kurangnya sarana untuk pendidikan agama Islam yang memadai,

baik berupa buku, tidak ada laboratorium untuk agama, gambar-

gambar. Dalam mengajarkan materi PAI masih menggunakan

media / alat bantu mengajar yang sederhana (hanya menggunakan

papan tulis).

(c) Kurikulum yang digunakan dalam mengajarkan PAI untuk anak-

(56)

49

pelaksanaannya masih sulit karena guru Agama Islam harus

menyesuaikan dengan kondisi peserta didik.

(d) Tenaga pengajar pendidikan agama Islam di TALENTA KIDS

Salatiga bukan tenaga pengajar guru pendidikan khusus sekolah

luar biasa.

(e) Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA

KIDS Salatiga masih belum beijalan secara efektif karena

kurangnya jam belajar agama Islam di sekolah (Wawancara

dengan Guru TALENTA KIDS Salatiga, Senin, 2 Agustus 2010).

b. Problematika tentang Peserta Didik

Ada beberapa problem yang dihadapi oleh peserta didik dalam

melakukan proses belajar tentang Pendidikan Agama Islam.

Problematika tersebut antara lain:

(a) Ketika guru Agama Islam memberikan penjelasan tentang materi

yang baru saja dijelaskan siswa sangat sulit memahami dan

mengingat materi tersebut.

(b) Siswa sulit untuk mematuhi perintah dari guru

(c) Siswa belum bisa baca tulis (Wawancara dengan Guru TALENTA

KIDS Salatiga, Senin, 2 Agustus 2010).

4. Usaha Yang Ditempuh Oleh Guru Dalam Mengatasi Problematika PAI

Terhadap Anak Autis di Lembaga Pendidikan TALENTA KIDS Salatiga

Gambar

gambar. Dalam mengajarkan materi PAI masih menggunakan
gambar untuk mendemonstrasikan tentang tata cara wudlu atau

Referensi

Dokumen terkait

General Policy Speech by Prime Minister Junichiro Koizumi to the 163'd Session of the

Sebagai masukan bagi institusi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan bahan

Beside the IBA, the BAFIA or the CBA, there is other related legislation that so significant in the implementation of Islamic banking such as the Hire Purchase Act 1948

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Sebagaimana teori semiotik Roland Barthes yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti mengambil keseluruhan lirik lagu Mafia Hukum karya Grup Band Navicula

xin.. kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar pada ketiga sekolah belum optimal. Efektivitas pengelolaan sistem tersebut bervariasi dari satu sekolah dengan

Barchart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang menyerupai balok dan menunjukkan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian-bagian pekerjaan dari

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen yang berjumlah 13 butir pernyataan inilah yang akan digunakan sebagai instrumen final untuk mengukur variabel loyalitas