• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN SYARIAH ISLAM DI INDONESIA (Studi Kasus Gerakan Negara Islam Indonesia di Wilayah Salatiga) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERAPAN SYARIAH ISLAM DI INDONESIA (Studi Kasus Gerakan Negara Islam Indonesia di Wilayah Salatiga) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SYARIAH ISLAM DI INDONESIA

(Studi Kasus Gerakan Negara Islam Indonesia di Wilayah Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah

Oleh:

EKA JAYANTININGSIH

NIM 21209011

JURUSAN SYARI

AH

PROGRAM STUDI AL AHWAL AL SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

 Tujuan agama yang benar dan ilmu yang benar hanyalah satu, yaitu menuju kebenaran yang mutlak. Ilmu untuk mengetahui dan agama untuk merasai. Ilmu untuk bendanya dan agama untuk jiwanya (HAMKA).

 Sahabat itu tak hanya bersama ketika bahagia, tetapi ketika luka ia selalu bersama disisinya.

 Jadilah orang baik, jangan sekedar kelihatan baik.

PERSEMBAHAN

 Untuk Bapak dan Ibu tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan

do’a, kasih sayang dan semangat

 Untuk kedua adikku AZIZ dan ANNAS, yang selama ini telah memberikan semangat

 Untuk POLRES SALATIGA yang sudah banyak membantu (Bapak Kapolres Salatiga, Bapak Kasat Intelkam Polres Salatiga, Pak Sugiyono, Pak Agung, Pak Soleh, Pak Ali, Pak Nurmin, dkk )

 Untuk Bapak/ Ibu Kemenag Salatiga bagian Syari’ah

 Untuk semua dosenku dan dosen pembimbing skripsi

 Untuk Bapak dan Ibu guru SD Negeri Genting 02 yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini

 Untuk Novi Dwi Astuti dan keluarga, terima kasih atas segala bantuan dan pertolongannya

(6)

ABSTRAKSI

Jayantiningsih, Eka. 2014. Penerapan Syariah Islam di Indonesia (Studi Kasus Gerakan Negara Islam Indonesia di Wilayah Salatiga). Skripsi. Jurusan Syariah. Program Studi Al Ahwal Al Syakhsiyah (Peradilan Agama). Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Ilyya Muhsin, S.HI, M.Si.

Kata kunci: Negara Islam Indonesia dan Konsep Syari’ah

Negara Islam Indonesia (disingkat NII, juga dikenal dengan nama Darul

Islam) yang artinya adalah “Rumah Islam”. Gerakan ini bertujuan menjadikan

Republik Indonesia sebagai Negara Teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara, dan hukum yang tertinggi adalah Al-Qur’an dan Hadits. NII dengan tegas menyatakan penolakan terhadap ideologi selain Al-Qur’an dan hadits, yang mereka

sebut dengan “hukum kafir”. Fokus penelitian ini adalah bagaimana konsep Negara Islam dan syari’ah Islam yang dilaksanakan NII dan bagaimana gerakan NII dalam

mewujudkan syari’ah dan Negara Islam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Teknik penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun lokasi penelitian adalah Salatiga karena penulis mempunyai akses untuk mendapatkan informasi mengenai NII dari eks-anggota NII.

Adapun ajaran syari’at NII adalah mengganti syahadad dengan baiat dan

sapta subaya. Tidak menganjurkan melaksanakan sholat 5 waktu tetapi diganti menggunakan ibadah universal dengan cara merekrut anggota baru dan malliyah sebesar-besarnya. Ibadah puasa dianggap tidak wajib bagi anggota NII dan apabila tidak puasa dikenakan fidyah Rp. 15.000,- setiap hari. Pelaksanaan zakat fitrah diwajibkan membayar harakah Ramadhan sebesar Rp. 50.000,- per orang dengan batas maksimal yang tidak ditentukan. Pelaksanaan ibadah haji tidak perlu ke Mekkah-Arab Saudi, tetapi cukup ke Ma’had Al-Zaytun sebagai pusat NII. Jihad yang dimaksudkan di NII adalah dengan cara melakukan perekrutan anggota baru dan malliyah sebanyak-banyaknya. Proses pernikahan dilakukan mempelai 2 kali yaitu di NII dan KUA. Adapun untuk mewujudkan negara Islam, NII menggunakan cara: pertama, pemanfaatan peluang politik dilakukan dengan mengikuti pemilihan calon legislatif, perekrutan anggota yang bukan dari anggota TNI dan POLRI, dan perekrutan anggota yang jauh dari pantauan orang tua. Kedua, mobilisasi struktural (mobilisasi eksternal dan mobilisasi internal). Mobilisasi eksternal dilakukan dengan

rekruitmen anggota baru dan pembangunan Ma’had Al-Zaytun. Mobilisasi internal dilakukan dengan cara tazkiyah dan malliyah. Ketiga, penyusunan proses gerakan, yakni dengan cara menggunakan media cetak meliputi penerbitan majalah bulanan. Dengan demikian, NII adalah gerakan sosial politik yang menggunakan dalil

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi Akhir zaman Muhammad SAW, sahabat, dan pengikut beliau pada akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk sempurnanya penelitian ini. Keberhasilan penyusunan penelitian ini, selain atas ridho dari Allah SWT, juga tak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M.Ag., selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Mubasirun, M.Ag., selaku ketua jurusan STAIN Salatiga.

3. Bapak Ilyya Muhsin,S.HI,M.Si., selaku ketua Progdi Al Ahwal Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga dan sekaligus sebagai pembimbing skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen serta civitas akademika lingkungan Jurusan Syari’ah yang telah dengan sabar dan ikhlas membagi ilmunya.

5. Para dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan jalan ilmu dan pelayanan.

6. Teman-teman sekelasku non-reguler angkatan 2009 yang telah menjadi inspirasi, motivasi, dan penyemangat.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tinjauan Penelitian... 4

D. Kegunaan Penelitian... 4

E. Penegasan Istilah ... 5

F. Tinjauan Pustaka ... 6

G. Metode Penelitian...8

H. Sistematika Penulisan... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Negara dan Pemerintahan ... 14

B. Syariat Islam... 16

(9)

BAB III PROFIL DAN KONSEP NII TENTANG NEGARA ISLAM DAN SYARIAT ISLAM

A. Latar Belakang Historis Lahirnya NII... 66

B. Perkembangan NII di Salatiga ... 70

C. Konsep NII tentang Negara Islam ... 75

D. Konsep NII tentang Syariat Islam ... 83

BAB IV GERAKAN SOSIAL NII A. Pemanfaatan Peluang Politik (Political Opportunities) ... 102

B. Mobilisasi Struktural (Mobilizing Structures) ... 104

C. Proses Penyusunan Gerakan (Framing Process) ... 144

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 147

B. Rekomendasi ... 150

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Islam Indonesia (disingkat NII, juga dikenal dengan nama

Darul Islam) yang artinya adalah “Rumah Islam”. Negara Islam Indonesia

adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada tanggal 07 Agustus 1949 oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di desa Cidegalen, Kecamatan Cisampang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Triana, 2011:25).

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia sebagai Negara Teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam

proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia

adalah hukum Islam, dan hukum yang tertinggi adalah Al-Qur’an dan Hadits. Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat Undang-Undang yang berlandaskan syari’at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Al-Qur’an dan hadits shahih yang mereka

sebut dengan “hukum kafir”, sesuai dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) Allah bagi

orang-orang yang meyakini (agamanya)”( Al-Maidah, 5 : 50)

(11)

sesuai dengan syariat Islam yang telah ada, seperti: syahadad, sholat, zakat, puasa, haji dan perkawinan.

Selain itu NII juga mudah mengkafirkan umat Islam di luar NII, karena mereka menganggap bahwa ajaran NII-lah yang paling benar dan juga menganggap selain golongan mereka itu masuk neraka, sedang yang masuk surga hanya kelompok NII.

Ajaran NII yang didoktrinkan kepada jamaah (anggota) ada 2 macam, yaitu tentang akidah dan syariah. Ajaran-ajaran tentang akidah yaitu menyusun sistematika tauhid dengan membagi tiga substansi tauhid yaitu Rububiyah, Mulkiyah dan Uluhiyah, meyakini kerasulan dan kenabian itu tidak akan berakhir dan memberikan keyakinan tentang adanya otoritas nubuwwah pada diri dan kelompok mereka dalam menerima, memahami dan menjelaskan serta melaksanakan Al-Qur’an dan sunnah hingga tegaknya

syari’ah. (Ahmad Jaiz, 2002:46).

Sedangkan ajaran syariah NII adalah menggunakan baiat dan sapta subaya sebagai syahadad, tidak mewajibkan sholat bagi pengikutnya, mewajibkan pembayaran zakat dengan tolak ukurnya adalah uang, semakin banyak uang yang dibayarkan kepada NII semakin baik amalannya. Pengikut NII diperbolehkan untuk tidak melaksanakan puasa, tetapi sebagai pengganti puasa anggota NII diwajibkan untuk membayar fidyah berupa uang. Sedangkan untuk ibadah haji anggota NII tidak perlu pergi ke Mekkah-Arab

Saudi, tetapi cukup ke Ma’had Al-Zaytun karena dianggap sebagai pusat

(12)

yang dilakukan oleh pimpinan kepada anggotanya. Dan untuk melangsungkan pernikahan di NII, anggota harus membayarkan sejumlah uang kepada negara sebagai syarat syahnya pernikahan. Pernikahan dilakukan 2 kali, yaitu di depan pejabat NII dan setelah 3-4 bulan baru dicatatatkan di KUA.

Akhir-akhir ini eksistensi gerakan NII kembali muncul dengan data sejumlah mahasiswa dilaporkan menjadi korban cuci otak NII. Para korban banyak yang direkrut oleh orang yang belum lama atau baru dikenalnya dengan didoktrin untuk tidak percaya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebaliknya digiring untuk meyakini dan percaya kepada NII (Negara Islam Indonesia). Gerakan NII mulai masuk Salatiga sekitar tahun 2010. Melihat kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, bahwa banyak kasus remaja Salatiga yang ikut bergabung dengan NII, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai konsep Negara Islam Indonesia tentang penerapan syariah Islam di Indonesia dan tujuan untuk mewujudkannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, maka perlu dibuat rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan tema yaitu:

1. Bagaimana konsep negara Islam dan syariah Islam yang dilaksanakan oleh NII?

(13)

C. Tujuan Penelitian

Dalam mengkaji kasus ini, adapun tujuan yang ingin penulis capai diantaranya:

1. Untuk mengetahui konsep negara Islam dan syariah Islam yang ingin dilaksanakan oleh gerakan NII

2. Untuk mengetahui gerakan NII dalam mewujudkan syariah Negara Islam dan ajaran-ajarannya

D. Kegunaan Penelitian

Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna secara keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat secara:

1. Teoritis

Dapat memberikan informasi tentang konsep negara Islam Indonesia dan

syari’ah yang meliputi: syahadad, sholat, zakat, puasa, haji dan

perkawinan. 2. Praktis

a. Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi yang benar kepada masyarakat mengenai gerakan NII, sehingga bisa membentengi diri terhadap gerakan-gerakan radikal, subversif dan menyimpang.

b. Bagi pemerintah

(14)

c. Bagi STAIN Salatiga

Dapat memberikan informasi kepada lembaga pendidikan agama, bahwa NII berkembang atas dalih agama.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata, maka perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian. Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah:

1. Negara Islam Indonesia yang disingkat (NII) adalah organisasi yang ingin mendirikan Negara Islam di Indonesia dengan membuat Undang-Undang yang berlandaskan syariat Islam dengan sumber hukum berasal dari

Al-Qur’an dan Sunnah. NII ini eksis di dalam tubuh NKRI (Negara Kesatuan

Republik Indonesia), sehingga disebut negara dalam negara yang beroperasi secara underground atau bergerak di bawah tanah (www.negaraislamindonesia.com).

(15)

F. Tinjauan Pustaka

Penerapan syari’at Islam di Indonesia (studi kasus gerakan NII di wilayah Salatiga) belum pernah diangkat menjadi skripsi. Oleh karena itu, penulis mengacu pada buku yang digunakan untuk sumber referensi diantaranya:

1. Idris, Muhammad. Mereka Bilang Aku Kafir (Kisah Seorang Pelarian NII). 2011. Mizania: Jakarta. Buku ini berisi kisah nyata seorang lulusan

pesantren yang bertemu dengan seseorang yang baru dikenalnya. Diawali dari pertemuan biasa, berlanjut kepada diskusi agama sampai akhirnya mengabdi total siang dan malam demi kepentingan NII. Hingga akhirnya ada keraguan terhadap apa yang diikuti selama ini dan berusaha untuk melepaskan diri dari jeratnya walaupun akan dianggap kafir oleh orang-orang NII yang masih taat.

2. Insep, Tim Peneliti. Al Zaytun The Untold Stories. 2011. Pustaka Alvabet: Jakarta. Buku ini ditulis berdasarkan riset investigasi terhadap pesantren paling kontroversial di Indonesia. Dengan pendekatan yang jernih dan kritis, buku ini mengurai secara detail sejarah berdiri dan

perkembangan Ma’had Al-Zaytun. Buku ini juga mengungkap misteri

kunci yang selama ini diributkan banyak kalangan tentang tokoh, doktrin dan ajaran keagamaan, serta sumber pendanaan pesantren tersebut. 3. Jaiz, Hartono Ahmad. Aliran dan Paham Sesat Indonesia. 2002. Pustaka

(16)

oleh NII, baik penyimpangan tentang aqidah dan penyimpangan syari’ah

yang dilakukan oleh NII.

4. Pratama, Gilang. Cuci Otak NII. 2011. Tinta Publisher: Jakarta. Buku ini berisi kisah nyata pengakuan mantan korban sekaligus juru doktrin NII yang mengungkap sejarah, doktrin, metode perekrutan, cuci otak dan segala seluk-beluk NII lainnya yang selama ini samar dan buram di mata masyarakat.

5. Triana, Dewi. Mengapa Saya Memilih Negara Islam. 2011. Mizan: Jakarta Selatan. Buku ini membahas tentang seorang mahasiswi yang melakukan penelitian terlibat terhadap kelompok NII di Pamulang-Jakarta. Dia meneliti dan mempelajari bagaimana para komunitas tersebut beroperasi, termasuk strategi perekrutan anggota, indoktrinasi yang dilakukan, dan bagaimana mereka mencari dana demi mempertahankan kelangsungan NII. Disini Dewi Triana menunjukkan secara meyakinkan bagaimana gagasan dan aktivitas NII mampu mempengaruhi dan mengubah cara anggota-anggotanya berpikir tentang agama, negara, keluarga, bahkan diri mereka sendiri.

(17)

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian yang diantaranya adalah:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. PendekatanPenelitian

1) Pendekatan Normatif

Penelitian ini digunakan untuk menganalisis konsep-konsep NII yang terkait dengan Negara Islam dan ajaran-ajaran Islam yang disebarkan dan diperjuangkannya.

2) Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui bagaimana gerakan NII dalam mewujudkan cita-cita ideolois yaitu mewujudkan Negara Islam Indonesia.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitan ini adalah penelitan kualitatif yang secara umum bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti.

Dalam hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan dengan gerakan NII di wilayah Salatiga.

2. Lokasi Penelitian

(18)

wilayah Kabupaten Semarang dan di Salatiga penulis mempunyai akses untuk mendapatkan informasi mengenai NII dari eks-anggota NII yang penulis kenal.

Penelitian ini menggunakan 2 sumber data yaitu: a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan eks anggota NII dan hasil pengamatan langsung ketika peneliti mengikuti kegiatan NII dan dokumentasi-dokumentasi yang terkait NII (Negara Islam Indonesia).

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka yang bersumber dari beberapa penulis buku yang membahas tentang NII (Negara Islam Indonesia).

3. Tekhnik Pengumpulan Data

Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Observasi

Peneliti melakukan observasi terlibat, artinya menjadi bagian dari NII Salatiga. Peneliti terlibat mengikuti kegiatan-kegiatan NII Salatiga

seperti: bai’at atau hijrah, tazkiyah dan malliyah.

b. Wawancara

(19)

Berikut ini adalah data-data informan:

NO NAMA L/P USIA PENDIDIKAN KET.

1 E-M P 24 D-1 Kerja

2 C-M P 21 SMK Kerja

3 S-A L 22 Kuliah Kuliah

4 U-L P 28 SMA _

5 A-I L 30 SMK _

c. Dokumentasi

Dokumentasi ialah data yang berupa catatan, transkip, surat kabar, agenda,dll. Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah catatan penulis yang diberikan oleh pemateri ketika proses penelitian secara terlibat.

4. Tekhnik Analisis Data

(20)

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah sajian analisa suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b. Sajian Data

Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data. Peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan susuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut.

c. Penarikan Kesimpulan

(21)

5. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, keabsahan data mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu pengecekan keabsahan data. Pengecekan dilakukan penulis dengan cara perbandingan buku dengan buku, wawancara dengan wawancara, buku dengan wawancara, buku - wawancara dan observasi. 6. Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap. Pertama observasi awal lapangan, kemudian peneliti menentukan topik penelitian dan mencari informasi umum mengenai adanya gerakan NII yang ada di wilayah Salatiga. Tahap selanjutnya, peneliti terjun ke lapangan untuk mencari data dari informan baik pelaku NII atau eks-anggota NII. Tahap akhir yakni penyusunan laporan penelitian dengan cara menganalisis data atau temuan kemudian memaparkannya dengan narasi deskriptif.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan penelitian, maka secara garis besar dapat digunakan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab sebagai berikut:

(22)

Sedangkan bab kedua berisi kajian pustaka tentang negara dan

pemerintahan, syari’at Islam dan gerakan sosial.

Bab ketiga berisi paparan hasil penelitian yang peneliti lakukan meliputi: latar belakang historis lahirnya NII, perkembangan NII di Salatiga dan konsep NII tentang negara Islam dan syari’at Islam.

Bab keempat berisi analisis gerakan sosial NII meliputi: pemanfaatan peluang politik, mobilisasi struktural dan proses penyusunan gerakan (framing process).

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Negara Islam

Negara adalah suatu wilayah yang ada di permukaan bumi, yang di dalamnya terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya pertahanan keamanan dan sebagainya. Unsur-unsur negara dalam suatu negara meliputi: rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain (Lestari, 2010: 1).

(24)

Adapun Vaezi mendefinisikan pemerintah Islam sebagai pemerintahan yang menerima dan mengakui otoritas absolut dalam Islam. Pemerintahan

Islam berupaya membentuk tertib sosial yang Islami, pelaksanaan syari’at,

sembari terus menerus mengarahkan keputusan politik dan fungsi-fungsi publik sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai Islam (Rofiq al Amin,2012:18). Munawir Sjadzali secara lengkap membagi 3 pandangan muslim tentang negara yaitu (Nashir,2007:108)

1. Aliran tradisional atau integralistik yaitu paham yang berpendirian bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan bernegara.

2. Aliran sekuler yaitu paham ini menyatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan, bahwa Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang Rasul biasa dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali pada kehidupan yang mulia untuk menjunjung tinggi budi pekerti luhur, dan Nabi tidak pernah bertujuan mengepalai sebuah negara.

3. Aliran reformis-modernis yaitu paham ini menyatakan bahwa dalam Islam memang tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.

(25)

dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, melainkan Islam mengajarkan tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.

Ajaran ini percaya bahwa dalam Islam terdapat seperangkat prinsip dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seperti dalam Al-Qur’an yang memiliki kelenturan dalam pelaksanaan dan penerapannya dengan memperhatikan perbedaan situasi dan kondisi antara satu zaman dengan zaman lainnya serta antara budaya dengan budaya lain.

B. Syariat Islam

Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada para Nabi sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW yang terdiri atas iman dan amal. Iman menyangkut akidah sedangkan amal berkaitan dengan

syari’at. Sedangkan syari’at adalah susunan, peraturan dan ketentuan yang

disyari’atkan Tuhan dengan lengkap atau pokok-pokoknya saja, supaya

manusia mempergunakaannya dalam mengatur hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan saudara seagama, hubungan dengan saudaranya sesama manusia serta hubungannya dengan alam besar dan kehidupan. Hubungan

antara akidah atau iman dengan amal atau syari’at tidak dapat dipisahkan,

bahwa akidah menjadi landasan bagi syari’at dan syaria’at bertumpu pada

akidah. Dengan tercakupnya aspek amal atau syari’at dan muamalah maka

(26)

Tidak banyak orang yang mengerti apakah syari’at Islam itu

sesungguhnya. Kebanyakanya mengetahui bahwa syari’at itu tak lain

hanyalah hukuman potong tangan bagi yang mencuri, hukuman rajam bagi yang berzinah, dan hukuman mati bagi yang membunuh apabila keluarga

korban tidak memaafkan pembunuh tersebut. Sebenarnya, syari’at Islam

memiliki makna yang lebih dalam daripada semua hal tersebut karena syari’at

Islam bukan hanya mengatur bagaimana tata cara dan norma-norma yang harus dipatuhi dalam berhubungan dengan sesama manusia atau disebut juga muamallah melainkan juga mengatur mengenai hubungan manusia dengan Penciptanya yaitu Allah SWT. Contohnya antara lain, ibadah salat lima waktu yang kita tunaikan setiap hari. Karena luasnya bidang kehidupan yang diatur dalam Islam, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa Islam hanya sebatas agama yang diyakini pemeluknya, melainkan merupakan suatu totalitas yang memiliki cakupan universal. Luasnya cakupan itu ditunjukkan dengan adanya konsep bernegara.

1. Syahadad

Esensi iman kepada Allah SWT adalah tauhid yaitu

mengesakannya, baik dalam zat, asma’ wa shifat maupun afal

(perbuatan) Nya (Abdul Wahhab,1987:1).

Secara sederhana Imam Abdul Wahhab membagi tauhid dalam 3 tingkatan, yaitu:

(27)

c. Tauhid Ilahiyah (mengimani Allah sebagai satu-satunya Allah).

Kata Illah mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian Rububiyah dan Mulkiyah, maka kata inilah yang dipilih Allah SWT untuk kalimat thayyibah, yaitu: La Ilaha Illallah. Iqrar la ilaha illallah tidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, oleh sebab itu iqrar la ilaha illallah harus diikuti oleh iqrar Muhamad Rasulullah. Dua iqrar itulah yang dikenal dengan dua kalimah syahadah (syahadatain) yang menjadi pintu gerbang seseorang memasuki dien Allah SWT. Kata asyhadu secara estimologis berakar dari kata syahada yang mempunyai tiga pengertian: musyahadah (menyaksikan), syahadah (kesaksian), dan half (sumpah). Ketiga pengertian diatas terdapat relevansi yang kuat: seseorang akan bersumpah bila dia memberi kesaksian, dan dia akan memberikan kesaksian bila dia menyaksikan (Abdul Wahhab,1987:1). Berdasarkan pengertian etimologis di atas maka syahadah seseorang (bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah semata, dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah) harus mencakup ketiga pengertian diatas: Musyadah (dengan hati dan pikiran), syahadah (dengan lisan), dan half (dengan menghilangkan segala keraguan).

(28)

secara vertikal, maupun dalam hubungan dengan manusia (hablum minannas) secara horisontal.

Iqrar la ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah bila dipahami secara benar tentu akan memberikan dampak positif yang besar kepada setiap pribadi muslim yang antara lain dapat diukur dari dua sikap yang dilahirkan yaitu cinta dan ridho kepada Allah dan Rasulnya.

Seorang muslim yang mengikrarkan dua kalimah syahadah akan memberikan cinta yang pertama dan utama sekali kepada Allah SWT, kemudian kepada Rasulullah SAW dan jihad fisabilillah. Dia harus menempatkan cinta kepada anak-anak, suami dan istri, saudara-saudara, anak keturunan, harta benda, pangkat,dll

Menurut Sa’id Hawwa dalam bukunya Al-Islam, banyak

orang yang keliru mengira, bahwa kalau dia sudah mengucapkan dua kalimah syahadah, sudah memiliki nama yang Islam, maka tidak ada satupun sikap atau perbuatannya yang bisa membatalkan keislaman atau membatalkan 2 kalimah syahadahnya.

Sebenarnya banyak sikap atau perbuatan seorang muslim yang bisa membatalkan kalimah syahadahnya,yaitu (Abdul Wahhab,1987: 12) a. Bertawakal bukan kepada Allah SWT (seorang kafir berusaha

(29)

b. Tidak mengakui bahwa semua nikmat lahir maupun batin adalah karunia Allah.

c. Beramal dengan tujuan selain Allah (seorang muslim tidak boleh berbuat karena seseuatu yang lain, contoh: karena nasionalisme, hidup matinya untuk nasionalisme. Yang dilarang disini adalah

menjadikannya sebagai “isme”, karena bila sudah menjadi isme dia

akan menomor satukannya dari segala-galanya, termasuk melebihi agamanya (Islam).

d. Memberikan hak menghalalkan dan mangharamkan, hak memerintah dan melarang, atau hak menentukan syariat / hukum pada umumnya selain Allah.

e. Taat secara mutlak kepada selain Allah dan Rasulnya. f. Tidak menegakkan hukum Allah SWT.

g. Membenci Islam, seluruh atau sebagiannya.

h. Mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat atau menjadikan dunia segala-galanya.

i. Memperolok-olok Al-Qur’an dan sunnah atau orang-orang yang menegakkan keduanya, atau memperolok-olokkan hukum Allah/ syiar Islam.

j. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, dan mengharamkan apa yang dihalalkannya.

(30)

l. Mengangkat orang0orang kafir dan munafik menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-orang yang beraqidah Islam.

m.Tidak beradab dalam bergaul dengan Rasulullah.

n. Tidak menyenangi tauhid, malah menyenangi kemusyrikan.

o. Menyatakan bahwa makna yang (batin) dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat (sesuai dengan pengertian bahasa).

p. Memungkiri salah satu asma, sifat dan af’al Allah SWT.

q. Memungkiri salah satu sifat Rasulullah SAW yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, atau memberinya sifat yang tidak baik, tidak meyakininya sebagai contoh teladan utama bagi umat manusia.

r. Mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir.

s. Beribadah bukan kepada Allah SWT (contoh: menyembelih binatang

untuk dipersembahkan kepada Allah, ruku’ dan sujud kepada selain

Allah, tawaf tidak di Baitullah, meminta kepada selain Allah).

(31)

2. Sholat

a. Pengertian Sholat

Sholat menurut bahasa ialah do’a. Sedangkan menurut

syari’at adalah ucapan-ucapan dan gerakan-gerakan tertentu yang

dilakukan dengan niat sholat, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Bagir al Habsyi,1999:105).

Dalam Islam, shalat menempati bagian amat penting dalam kehidupan seorang muslim, sebagai perjalanan spiritual menuju Allah SWT yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu setiap harinya. Dalam shalat, manusia melepaskan diri dari semua kesibukan duniawi, berkonsentrasi sepenuhnya untuk memohon petunjuk serta mengharapkan pertolongan dan kekuatan dari Allah.

Sholat memiliki kedudukan yang sangat penting, karena shalat menjadi tempat bertumpu dan bergantung bagi amalan-amalan yang lain, karena jika sholat seseorang rusak maka rusaklah seluruh amalannya dan sebaliknya jika sholatnya itu baik, maka baiklah pula seluruh amalannya.

b. Hukum Sholat

(32)

1) Sholat Fardhu (wajib)

Sholat fardhu ialah sholat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Sholat fardhu terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Fardhu ‘Ain, adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan atau pun dilaksanakan oleh orang lain, seperti

sholat 5 waktu, dan sholat Jum’at (fardhu ‘ain untuk pria).

b) Fardhu Kifayah, adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Contoh sholat jenazah. 2) Sholat Sunah

Sholat sunah adalah sholat-sholat yang dianjurkan atau disunahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Sholat sunah terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

a) Sunah Muakad, adalah sholat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti: sholat idul fitri, sholat idul adha, sholat sunah witir dan sholat sunah tawaf.

(33)

sholat sunah yang sifatnya insidental (tergantung waktu dan keadaan, seperti: sholat kusuf atau khusuf yang hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana.

Apabila ada seorang muslim yang sakit, hukumnya sholat adalah wajib selama ingatannya masih berfungsi dengan baik, namun berbeda aturannya dengan sholat yang dilakukan ketika kita sehat. Allah memberikan keringanan bagi si sakit dalam melaksanakan sholatnya, yaitu sesuai dengan hadist:

“Sholatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu,

kerjakanlan dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping” (HR. Bukhari).

Hal ini karena Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah sholat, sehingga barang siapa mendirikan sholat, maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan sholat, maka ia meruntuhkan agama (Islam).

c. Waktu – Waktu Sholat

1) Subuh, waktunya sejak saat fajar menyingsing sampai saat terbit matahari. Adapun pelaksanaannya adalah segera setelah masuk waktunya.

(34)

3) Ashar, waktunya sejak berakhirnya waktu zhuhur sampai terbenamnya matahari.

4) Maghrib, waktunya setelah terbenam matahari sampai saat terbenamnya cahaya merah yang merata di ufuk barat.

5) Isya, waktunya sejak terbenamnya cahaya merah yang merata di ufuk barat sampai saat menyingsingnya fajar (yakni saat masuknya waktu subuh).

d. Syarat-Syarat Sholat

Shalat dipandang sah dan sempurna, manakala shalat itu dilaksanakan dengan memenuhi syarat yaitu: (Daradjat,1982:122) 1) Mengetahui waktunya

2) Suci dari hadats kecil dan hadats besar

3) Badan, pakaian dan tempat yang digunakan suci dari najis 4) Menutup aurat

5) Menghadap kliblat e. Rukun Sholat

Bacaan dan gerakan dalam shalat terdiri atas dua bagian: yang wajib dikerjakan (rukun shalat) dan yang tidak wajib dianjurkan (sunnah shalat). Rukun shalat adalah gerkan dan bacaan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari shalat. Meninggalkan salah satu rukun shalat mengakibatkan shalat menjadi batal atau tidak sah.

(35)

Sedangkan sunnah shalat ialah gerakan dan bacaan yang membuat shalat menjadi lebih sempurna. Tetapi meninggalkan salah satu sunnah tidak membatalkan, walaupun mengurangi pahala yang disediakan (Bagir al Habsy, 1999:122).

1). Rukun sholat a) Niat b) Berdiri

c) Takbiratul ikhram d) Membaca Al-Fatihah e) Ruku’

f) Bangun dari ruku’ g) sujud dengan tuma’ninah h) Duduk diantara dua sujud i) Membaca tasyahud j) Mengucapkan salam f. Menjama’ Sholat

Adalah mengumpulkan dua sholat fardhu dalam satu waktu, dengan mengajukan sholat yang kemudian kepada sholat waktu yang lebih dahulu atau dengan mengundurkan sholat yang lebih dahulu kepada waktu sholat yang kemudian. Shalat-shalat yang boleh dijama’kan yaitu shalat dzuhur dengan shalat ashar, dan shalat

maghrib dengan shalat isya’. Apabila dengan mengajukan sholat yang

(36)

dengan sholat ashar dikerjakan diwaktu sholat ashar, dan sholat

maghrib dengan sholat isya’ dikerjakan diwaktu sholat maghrib

dinamakan dengan jama’ taqdim, sedangkan apabila dengan

mengundurkan sholat yang lebih dahulu kepada waktu sholat yang kemudian, yakni sholat dzuhur dengan sholat ashar dikerjakan pada waktu sholat ashar dan sholat maghrib dengan isya’ dikerjakan pada

waktu sholat isya’, dinamakan dengan jama’ takhir

(Daradjat,1982:181).

Menjama’ sholat dapat dilakukan , apabila:

1) Berada di Arafah dan Muzdalifah 2) Dalam bepergian

3) Dalam keadaan hujan

4) Dalam keadaan sakit/ karena suatu halangan 5) Karena ada suatu keperluan

g. Mengqashar Sholat

Mengqasharkan shalat adalah mempersingkat jumlah rakaat

shalat Zhuhur, Ashar dan Isya’ menjadi masing-masing dua rakaat

saja. Sedangkan shalat Maghrib tetap tiga rakaat, dan shalat Subuh tetap dua rakaat (Bagir al Habsy, 1999:207). Mengqashar sholat dapat dilakukan apabila seseorang sedang bepergian, dasar firman Allah terdapat dalam QS. An-Nisa : 101, yaitu:

(37)

3. Zakat

Pengertian zakat secara bahasa (lughah) mengandung arti: keberkahan, kesuburan, kesucian dan kebaikan. Sedangkan menurut istilah zakat menurut syariat adalah sejumlah harta (berupa uang atau benda) yang wajib dikeluarkan dari milik seseorang, untuk kepentingan kaum fakir miskin serta anggota masyarakat lainnya yang memerlukan dan berhak menerimanya (Bagir al Habsy, 1999:273).

Dengan adanya zakat diharapkan dapat memberikan sifat kebaikan yang bersemayam dalam hati nurani seseorang, sehingga dapat berempati atau merasakan penderitaan orang lain dan karenanya ia terdorong untuk membantu dengan hati yang ikhlas tanpa merasa terbebani. Zakat termasuk salah satu diantara kelima rukun Islam, sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul agar kamu diberi rahmat” (QS. An-Nur : 56).

(38)

a. Macam Zakat dan Dasar Hukumnya

Menurut garis besarnya, zakat dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Daradjat,1982:241):

1) Zakat jiwa (zakat nafs)

Zakat ini dikenal masyarakat dengan nama zakat fitrah, yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim di bulan Ramadhan menjelang sholat idul fitri sebesar 2,5 kg beras.

2) Zakat harta (zakat mall)

Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup: zakat emas (20 misqal/ 20 dinar/ 93,2 gram), zakat perak (200 dirham), binatang ternak, hasil tumbuh-tumbuhan baik berupa buah-buahan maupun biji-bijian dan harta perniagaan.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Adapun dasar hukum zakat dalam agama Islam adalah: 1) QS. Adz-Dzaariyaat:19, artinya:

“Dan pada harta-harta mereka terdapat hak untuk orang miskin

yang tidak mendapat bagian (yang tidak meminta)”

2) QS. At-Taubah: 103, artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

(39)

3) QS. Al-Baqarah: 177, artinya:

“Kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari Kiamat, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi dan mendermakan harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang –orang miskin, musafir, pengemis, dan memerdekakan hamba sahaya”.

b. Syarat Wajib Zakat

Syarat wajib zakat bagi harta benda yang dikenakan zakat adalah (Daradjat,1982:252):

1) Cukup haul, harta yang sampai nishab itu sudah sampai 1 tahun dimiliknya.

2) Cukup nishab, nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

3) Islam, zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam saja.

4) Merdeka, hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat, kecuali zakat fitrah, sedangkan tuannya wajib mengeluarkannya. Dimasa sekarang persoalan hamba sahaya tidak ada lagi. Bagaimanapun syarat merdeka tetap harus dicantumkan sebagai salah satu syarat wajib mengeluarkan zakat karena persoalan hamba sahaya ini merupakan salah satu syarat yang tetap ada.

(40)

c. Yang Berhak Menerima Zakat

Orang yang berhak menerima zakat (dalam istilah fiqih disebut mustahiq) yang terdiri dari delapan golongan yaitu: (Bagir al Habsy, 1999:305)

1) Orang fakir, orang melarat yang amat sengsara hidupnya tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2) Orang miskin, adalah orang yang tidak cukup penghidupannya

dan dalam keadaan kekurangan. Apabila kita perbandingkan kehidupan orang fakir dengan orang miskin, maka keadaannya lebih melarat orang fakir.

3) Pengurus zakat atau amil, ialah orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat. Artinya mereka adalah orang yang diangkat oleh penguasa atau suatu badan perkumpulan (organisasi) Islam untuk mengurus zakat sejak dari mengumpulkannya sampai dia mencatat, menjaga dan membagikannya kepada yang berhak.

(41)

dengan kegiatan-kegiatan Islam, apabila ia diberi pemberian ini, ia akan membantu usaha-usaha Islam.

5) Riqab, yaitu untuk memerdekakan budak termasuk dalam pengertian tebusan yang diperlukan untuk membebaskan orang Islam yang ditawan oleh orang-orang kafir. Pemberian zakat kepada budak-budak sebagai tebusan yang akan diberikannya pada dasarnya sebagai syarat pembebasan dirinya dari perbudakan adalah merupakan salah satu cara di dalam Islam untuk menghapuskan perbudakan di muka bumi.

6) Orang–orang yang terhimpit berhutang (Al-Gharimin), yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam atau perjuangan Islam atau kemaslahatan umum semua umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya dengan orang sendiri (pribadi).

(42)

dengan segala cara atau jalan yang dapat menolong memajukan Islam di dalam segala bidang (aspek) kehidupan.

8) Ibnu Sabil, ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanan karena kehabisan biaya.

d. Pengelolaan Zakat

Apabila zakat yang terkumpul cukup banyak, maka sebaiknya dibagikan kepada kedelapan golongan mustahiq.

Untuk menciptakan pengelolaan zakat yang baik diperlukan syarat-syarat (Daradjat,1982:268)

1) Kesadaran masyarakat akan makna, tujuan serta hikmah zakat 2) Amil zakat benar-benar orang terpercaya, karena masalah zakat

adalah masalah yang sensitif. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya kejujuran dan keikhlasan amil zakat untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada amil zakat.

3) Perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan zakat yang baik.

(43)

dilakukan dengan tertib dan terkoordinir dengan rapi sehingga kesalahan-kesalahan dalam praktek zakat bisa diminimalisir dengan baik.

4. Puasa

a. Pengertian

Puasa atau shiyam dalam istilah fiqih adalah menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan, seperti makan, minum dan senggama, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan niat dan persyaratan tertentu (Bagir al Habsy, 1999:341).

Seperti dalam firman Allah SWT:

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Baqarah:183).

Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal,

atau setelah bulan Sya’ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib

(44)

Dr.Yusuf Qardhawi dalam ibadah puasa terdapat sejumlah hikmah dan maslahat yaitu:

1) Pembersihan jiwa dengan mematuhi perintah-perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan melatih diri untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah SWT.

2) Bahwa puasa disamping menyehatkan badan juga bisa mengangkat aspek kejiwaan menggungguli aspek materi dalam diri manusia.

3) Bahwa puasa merupakan tarbiah bagi kemauan, jihad bagi jiwa dan pembiasaan kesabaran.

4) Puasa berpengaruh mematahkan gelora syahwat dan mengangkat naluri.

5) Menajamkan perasaan terhadap nikmat Allah SWT.

6) Puasa memiliki hikmah sosial (karena dengan puasa ini dapat menanamkan dalam diri orang yang mampu/kaya agar berempati terhadap derita orang fakir miskin).

(45)

b. Syarat dan Rukun Puasa

Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Fiqh Jilid I, syarat dan rukun puasa terbagi menjadi:

1) Syarat wajib puasa meliputi:

a) Berakal (aqil), orang gila tidak diwajibkan puasa

b) Baliqh (sampai umur), anak-anak belum wajib berpuasa c) Kuat berpuasa (qadir), orang yang tidak kuat untuk berpuasa

baik karena tua/sakit yang tidak diharapkan sembuhnya, tidak dapat diwajibkan atasnya puasa, tapi wajib membayar fidyah. 2) Syarat syah puasa meliputi:

a) Islam

b) Mumayiz, mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang tidak baik

c) Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah

d) Dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa 3) Rukun puasa meliputi:

a) Niat

b) Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbir fajar sampai terbenam matahari.

(46)

puasa sunnah, misalnya: puasa 6 hari di bulan Syawal, puasa hari senin dan kamis, dll (Bagir al Habsy, 1999:342).

Al-Qur’an dan Hadits memberikan beberapa ketentuan yang membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menjalankan puasa karena adanya halangan-halangan tertentu, yaitu: (Daradjat,1982:317)

1. Orang yang sakit dan orang yang dalam bepergian (terhadap mereka diperbolehkan tidak berpuasa dengan ketentuan harus mengganti pada hari yang lain) seperti pada firman Allah:

“Maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (Al-Baqarah 2:184).

2. Orang yang merasa terlalu berat menjalankan puasa, seperti: udzur ketuaannya, sakit yang berkepanjangan, wanita hamil dan menyusui anaknya (terhadap meraka dibolehkan tidak berpuasa dan tidak perlu mengganti hari lain, tapi wajib membayar fidyah dengan memberi makan kepada orang fakir miskin tiap–tiap hari satu mud (-+ ¾ liter beras), seperti dalam firman Allah SWT:

(47)

5. Haji

Haji berasal dari bahasa Arab: yaitu hajj atau hijj, yang berarti menuju atau mengunjungi sesuatu (biasanya digunakan untuk mengunjungi sesuatu yang yang dihormati). Sedangkan menurut istilah

agama ialah mengunjungi Ka’bah dan sekitarnya di kota Makkah untuk

mengerjakan ibadah tawaf, sa’iy, wukuf di Arafah dan sebagainya,

semata-mata demi perintah Allah (Bagir al Habsy, 1999:377).

Tujuan manusia melaksanakan ibadah haji adalah karena hendak

menta’ati perintah Allah, mengagungkan syi’ar Allah dan juga memohon

ampunan Allah SWT. Ibadah haji dilaksanakan pada bulan-bulan

tertentu, yaitu: Syawwal, Dzulqa’idah dan bulan Dzulhijjah.

Ibadah haji diwajibkan kepada setiap ummat Islam yang mampu, sebagimana firman Allah QS. Ali Imran:197:

“Dan karena Allah, wajiblah atas orang-orang melakukan haji ke Bait,

yaitu bagi yang mampu melakukan perjalanan kesana”

Ibadah haji mempunyai syarat, rukun dan wajib haji yaitu: a. Syarat wajib haji

Para sarjana hukum Islam (fuqaha’) sepakat syarat-syarat wajib

ibadah haji adalah (Daradjat,1982:350): 1) Islam

2) Baligh 3) Berakal

(48)

5) Mampu (kesehatan, kendaraan, bekal, ongkos dan keamanan) b. Rukun haji

Rukun adalah sesuatu yang tidak sah haji kecuali dengan mengerjakannya, dan tidak boleh diganti dengan dam atau menyembelih seekor hewan ternak (Bagir al Habsy, 1999:389). Rukun haji itu meliputi:

1) Ihram (niat haji) 2) Tawaf Ifadhah

3) Sa’iy (berjalan antara bukit Shafa dan Marwah) 4) Wukuf di Arafah

5) Mencukur atau memotong rambut sedikitnya 3 helai. c. Wajib haji

Wajib adalah sesuatu yang harus dikerjakan, walaupun sahnya haji tidak bergantung padanya. Tetapi jika tidak dikerjakan, harus diganti dam atau menyembelih seekor hewan ternak (Bagir al Habsy, 1999:390).

Wajib haji itu meliputi:

1) Ihram dari miqat atau niat waktu haji

(49)

Adapun hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam ibadah haji adalah: (Daradjat,1982:352)

1) Hubungan seksuil dan apa saja yang mengantar kepada perbuatan hubungan seksuil

2) Melakukan perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat yang

menyebabkan orang keluar dari keta’atan kepada Allah

3) Bertengkar dengan teman

4) Memakai pakaian yang berjahir bagi lelaki 5) Memakai pakaian atau apa saja yang harum 6) Memakai khuf, kaos kaki ataupun sepatu

7) Melakukan akad nikah, baik dirinya atau untuk orang lain 8) Memotong kuku.

9) Memotong atau mencabut rambut, baik dengan mencukur atau menggunting atau jalan apa saja baik rambut kepala atau rambut mana saja

10) Berharum-haruman, baik pada baju, kain ataupun badan

11) Memakai baju atau kain yang telah dicelup yang mempunyai bau yang harum.

(50)

6. Jihad

Arti jihad di dalam bahasa Indonesia adalah berjuang, bersungguh-sungguh, perjuangan, kesungguh-sungguhan. Ibnul Qaiyim

di dalam kitabnya Zadul Ma’ad, perjuangan melawan hawa nafsi (jihad)

didahulukan daripada jihad-jihad yang lain-lainnya karena apabila orang tidak dapat manaklukkan hawa nafsunya, pastilah ia akan meninggalkan apa yang diperintahkan dan akan mengerjakan apa yang dilarang. Jadi jihad itu adalah berjuang dijalan Allah untuk menyebarkan, menegakkan dan mempertahankan agama Islam (Daradjat,1982:437).

Kewajiban ummat Islam adalah menyebarkan agama, dan setelah menegakkannya dengan baik selanjutnya adalah mempertahankan agama itu dengan sungguh-sungguh. Sehingga manusia di bumi

seharusnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan

kebajikan dan melarang kemunkaran) agar tercipta manusia yang baik disisi Allah SWT.

a. Dasar Hukum

(51)

b. Macam-Macam Jihad

Jihad menurut Dr. Zakiah Daradjat terbagi menjadi tiga macam: 1) Jihad melawan musuh yang nyata

2) Jihad melawan hawa nafsu 3) Jihad melawan syetan

Jihad melawan nafsu dan syetan ini termasuk jihad akbar, dan orang melakukan jihad dapat dengan jiwa, tenaga dan hartanya. Dalam surat Al-Anfal: 65 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut:

“Wahai Nabi, gerakkanlah orang-orang mu’min untuk

berperang. Apabila dikalangan kamu sekalian ada dua puluh orang yang sabar, akan dapat mengalahkan dua ratus orang, dan apabila daripadamu terdapat seratus orang akan dapat mengalahkan seribu orang dari orang-orang yang kafir, karena mereka itu orang-orang yang tidak mengerti”.

Terhadap golongan kafir, Islam membedakan dalam empat kategori yaitu (Daradjat,1982:456)

1) Kafir harbi, yaitu mereka yang selalu mengganggu Islam, mereka wajib diperang

(52)

3) Kafir mu’ahid, yaitu kaum kafir yang mengadakan perjanjian dengan ummat, gencatan senjata, selama dalam perjanjian mereka tidak boleh diganggu.

4) Golongan musta’min, yaitu orang kafir dari negeri kafir dan meminta perlindungan kepada negeri Islam. Mereka wajib dilindungi. Dan haram mengganggu serta membunuhnya.

Adapun harta yang didapat dari pihak orang yang tidak beragama Islam, harta tersebut ada 3 macam yaitu (Rasjid,1954:436)

1) Salab, artinya pakaian, alat senjata, kendaraan dan alat-alat lainnya yang ada di tangan tentara musuh ketika ia dibunuh atau ditangkap

2) Ghanimah, artinya harta yang didapat dari musuh dengan jalan peperangan selain dari salab tadi, ghanimah itu ada 2 macam: a) Barang yang tidak bergerak. Menurut mazhab Imam

Hanafi Imam berhak memilih antara 3 jalan yaitu: dibagikan kepada tentara dan pemerintah harus mengambil keuntungan dari hasilnya, dikembalikan kepada yang punya dan dijadikan wakaf kepada umat Islam dipergunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin.

(53)

1/5 untuk tentara yang berjalan kaki, 3/5 untuk tentara yang berkendaraan.

3) Al-Faii = upeti, yaitu harta yang didapat dari orang yang tidak beragama Islam dengan jalan damai (tidak berperang), pajak, bea, harta orang murtad, hadiah dan lain-lain.

7. Pernikahan

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan, tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan yang lain. Serta perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan kepada tolong-menolong antara satu dengan lainnya (Rasjid,1954:355).

Oleh karena itu, Islam mengatur masalah perkawinan dengan teliti dan terperinci tentang sebab hukum perkawinan dan mengatur tata cara kehidupan keluarga yang merupakan inti kehidupan masyarakat sejalan dengan kedudukan sebagai makhluk yang melebihi makhluk lainnya.

a. Definisi Nikah

(54)

seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (Ni’am Sholeh,2008:3).

Dalam Islam, perkawinan juga merupakan salah satu perintah yang diperuntukkan bagi kaum muslimin sebagaimana terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, bahwa:

“perkawinan yang sah menurut hukum Islam merupakan pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” (KHI:Pasal 1).

Dalam Islam, perkawinan dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasulnya. Adapun menurut Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 perkawinan adalah

“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

b. Hukum Melakukan Perkawinan

Nikah disyariatkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah . Ayat yang menunjukkan nikah disayariatkan adalah firman Allah SWT yang artinya:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang laki dan hamba-hamba-hamba-hamba sahayamu

(55)

Adapun hadist Nabi SAW, yang menerangkan ini adalah:

Wahai para pemuda, barang siapa yang mempu untuk menikah maka menikahlah, karena sesungguhnya menikah itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (dari perbuatan zina) dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu adalah

sebuah penawar” ( HR. Bukhari dan Muslim).

Meskipun pada dasarnya Islam menganjurkan perkawinan, namun apabila ditinjau dari keadaan yang melaksanakannya, perkawinan dapat dikenai hukum wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah (Azhar Basyir,1996:12).

1. Perkawinan yang wajib

Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin akan mudah tergelincir untuk berbuat zina.

2. Perkawinan yang sunnat

Perkawinan hukumnya sunnat bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran berbuat zina. 3. Perkawinan yang haram

(56)

melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup perkawinan, hingga apabila ia kawin juga akan berakibat menyusahkan isterinya.

4. Perkawinan yang makruh

Perkwainan hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap isterinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan pihak isteri, contoh: calon isteri tergolong orang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk kawin. 5. Perkawinan yang mubah

(57)

c. Prinsip-Prinsip Perkawinan Dalam Islam

Perkawinan menurut Islam ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut (Azhar Basyir,1996:14)

1. Pilihan jodoh yang tepat

2. Perkawinan didahului dengan peminangan

3. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan

4. Perkawinan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan

5. Ada persaksian dalam akad nikah

6. Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu 7. Ada kewajiban membayar maskawin atas suami 8. Adaa kebebasan mengajukan syarat dalam nikah 9. Tanggung jawab pemimpin keluarga pada suami

10. Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga

d. Meminang

(58)

Sedangkan hukum meminang adalah boleh (mubah) dengan

ketentuan sebagai berikut (Ni’am Sholeh,2008:9).

1. Perempuan yang dipinang harus memenuhi syarat sebagi berikut: a) Tidak terikat oleh akad pernikahan

b) Tidak berada dalam masa iddah talak raj’i c) Bukan pinangan laki-laki lain

2. Cara mengajukan pinangan:

a) Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddah-nya boleh diiddah-nyatakan secara terang-terangan.

b) Pinangan kepada janda yang masih dalam talak bain atau iddah ditinggal wafat suaminya, tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan mereka hanya boleh dilakukan secara sindiran saja.

e. Syarat dan rukun nikah

Adapun pernikahan dianggap sah apabila terdapat 5 rukun

yang dipenuhi yaitu (Ni’am Sholeh,2008:30):

1. Calon suami 2. Calon isteri

3. Sighah (ijab dan qabul)

(59)

Syarat-syarat nikah dapat diformulasikan ke dalam 3 bagian,

yaitu (Ni’am Sholeh,2008:28)

1. Syarat sah (keabsahan)

Syarat sah adalah syarat-syarat yang menghendaki sebuah akad

diakui keabsahannya dan keberadaannya, yang diakui oleh syara’,

dan tidak mempunyai ketetapan hukum sebelum terpenuhi syarat-syarat tersebut. Seperti keharusan menghadirkan 2 orang saksi ditempat akad dan kelayakan serta kepantasan calon isteri untuk menjalani akad berupa status bukan muhrim.

2. Syarat nafaz (pelaksanaan)

Masksudnya adalah syarat-syarat yang menghendaki rentetan hukum yang berkaitan dengan akad, dimana akad tidak diberlakukan kepada kedua belah pihak calon suami isteri tanpa adanya syarat-syarat itu tidak akan dilangsungkan sebelum terpenuhi. Contohnya: syarat seorang calon suami harus baliq dan berakal.

3. Syarat luzum (kelayakan)

(60)

a) Wali yang diangakat selain bapak, kakek maupun anak harus pantas dan layak menjadi wali.

b) Mahar tidak boleh kurang dari mahar yang berlaku (mitsil). Apabila seorang wanita baliq dan berakal menikah tanpa melibatkan walinya dalam pernikahannya, sedang mahar yang disebutkan kurang dari mahar yang semestinya berlaku, maka walinya berhak memprotes bahkan membatalkan pernikahannya hingga mahar itu dicukupkan sebagaimana mestinya.

c) Jika tidak memadai, seorang wanita baliq dan berakal tidak boleh menikahkan dirinya, jika hal itu terjadi maka walinya berhak membatalkan pernikahan itu.

d) Tidak boleh membiasakan dalam akad nikah memanipulasi hal yang berkaitan dengan kepantasan maupun kelayakan dalam pelaksanaan nikah seperti seorang suami menasabkan dirinya kepada kabilah yang bukan kabilahnya kemudian terbukti ia tidak bernasab dari kabilah tersebut. Maka pada kondisi ini si wanita berhak membatalkan pernikahan demikian halnya dengan walinya.

f. Hikmah Pernikahan

Pernikahan dalam Islam mempunyai hikmah dan manfaat yang sangat besar, baik bagi kehidupan, individu, keluarga, masyarakat bahkan agama bangsa dan negara serta kelangsungan umat manusia. Beberapa

(61)

1. Pernikahan sejalan dengan fitrah manusia untuk berkembang biak, dan

keinginan untuk melampiaskan syahwat secara manusiawi dan syar’i

2. Upaya menghindarkan diri dari perbuatan maksiat akibat penyaluran hawa nafsu yang tidak benar seperti perzinaan dan perkosaan

3. Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tenteram, dengan adanya cinta dan kasih sayang diantara sesama

4. Membuat ritme kehidupan seseorang menjadi lebih tertib, teratur, dan mengembangkan sikap kemandirian serta tanggung jawab, baik dalam hubungan suami-isteri maupun orang tua dan anak

5. Pernikahan dan adanya keturunan akan mendatangkan rezeki yang halal serta barokah

6. Nikah mempunyai kontribusi di dalam membentuk pribadi untuk berperilaku disiplin dalam membagi waktu dan pekerjaan.

7. Memperkokoh tali persaudaraan antar masyarakat, terutama antar kedua keluarga sehingga terwujud solidaritas sosial dengan memperluas hubungan persaudaraan

(62)

C. Gerakan Sosial

Gerakan sosial adalah aktivitas sosial beruapa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi, berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial (www.gerakansosial.com).

Gerakan agama merupakan bagian dari gerakan sosial. Gerakan agama selalu mengenai masalah kebenaran dari doktrin atau ajaran yang sedang dianut, yang menyangkut penghayatan kultural tentang bagaimana sesungguhnya sesuatu yang diyakini itu terpancar dalam kehidupan pribadi dan kenyataan umat Islam. Gerakan agama di lingkungan umat Islam, yang disebut gerakan Islam, tidak lepas bahkan tampak kental menunjukkan pergumulan antara doktrin ajaran dengan realitas kehidupan para pemeluknya baik dalam menghadapi keadaan internal maupun dunia luar (Nashir,2007:156).

(63)

Adapun Teori gerakan sosial yang relevan untuk melihat aktivitas sosial-keagamaan dan politik adalah teori yang dikembangkan Sidney Tarrow dan juga Doug Mc Adam dkk, yang mengemukakan tiga kerangka strategis dalam membentuk sebuah gerakan sosial, yaitui: (Muhsin, 2007:31-39)

1. Pemanfaatan Peluang Politik (Political Opportunities)

Dalam melihat peluang politik ini, tentu tidak bisa dilepaskan dari aktivitas protes, dan Michael Lipsky berasumsi bahwa pasang surut aktivitas protes menjadi sebuah fungsi perubahan yang meninggalkan sistem politik yang lebih luas menjadi lebih reseptif terhadap berbagai tuntutan kelompok tertentu. Dari sinilah kemudian Peter Eisinger

menggunakan istilah “struktur peluang politik” untuk membantu

menjelaskan berbagai variasi “perilaku kerusuhan” di empat puluh tiga

kota di Amerika. Selanjutnya, Eisinger berpandangan bahwa “peristiwa protes dihubungkan dengan hakikat struktur peluang politik sebuah

kota,” yang dia definisikan sebagai “syarat bagi kelompok untuk

mendapatkan akses menuju kekuasaan dan memanipulasi sistem politik.”

Dengan demikian, protes atau melakukan demonstrasi menjadi sesuatu yang sangat penting dalam menggerakkan sebuah gerakan sosial.

(64)

gerakan sosial yang terus menerus. Proses tersebut membutuhkan penantang (challengers) untuk melakukan repertoir gerakan, mengerangkakan pesan-pesan mereka secara dinamis, dan untuk memasuki atau mengkonstruksi penyatuan mobilisasi struktur. Tapi, dalam rangka membuka pikiran sekutu dan menunjukkan kelemahan para

musuh, “peluang politik” ini mengkomunikasikan informasi krusial bagi

pembentukan sebuah gerakan.

Adapun proses terjadinya peluang politik ini diawali dengan:

a. Adanya legitimasi terhadap negara yang berkurang sehingga rakyat mampu menyusun gerakan dan juga identitas kolektif.

b. Terdapat erosi dalam tubuh kekuasaan negara itu sendiri sehingga membuat rakyat semakin tidak percaya dan kemudian menggerakkan gerakan moral menentang kekuasaan lewat aksi protes dan demonstrasi.

c. Dari kondisi pertama dan kedua di atas, akan muncul berbagai mobilisasi gerakan sosial yang ikut mendorong dan memperkuat proses ke arah transisi atau perubahan yang diinginkan.

(65)

sosial dalam masyarakat.Jadi pada intinya, peluang politik adalah segala hal yang bisa memungkinkan sebuah gerakan sosial digerakkan dengan berbagai tujuannya.

2. Mobilisasi Struktural (Mobilizing Structures)

Mobilisasi struktur menekankan pada analisis tindakan-tindakan yang pada umumnya rasional yang dilakukan para pengikut gerakan sosial untuk membuat gerakan sosialnya berhasil. Menurut teori ini, agar suatu gerakan sosial menjadi berhasil secara efektif, maka tindakan para pengikut gerakan itu haruslah dilakukan oleh organisasi-organisasi pergerakan.

Dengan demikian, mobilisasi struktur merupakan kendaraan kolektif (organisasi pergerakan), baik formal maupun informal, yang dengan organisasi tersebut para anggota pergerakan bisa memobilisasi dan melakukan aksi kolektif. Ini terfokus pada kelompok tingkatan menengah (meso-level groups), organisasi-organisasi, dan jaringan informal yang terdiri dari blok-blok bangunan kolektif gerakan sosial dan revolusi.

(66)

dan malah memfokuskan pada proses-proses mobilisasi dan manifestasi organisasi formal dari proses-proses ini. Dalam hal ini, para teoretikus mobilisasi sumber daya menekankan peran industri gerakan sosial, organisasi gerakan, dan entrepreneur gerakan dalam proses mobilisasi struktur ini.Dengan kata lain, unsur penting dari gerakan sosial menurut teori mobilisasi sumber daya adalah organisasi, bukan individu, yang dibangun di atas rasionalitas, cara untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam suatu gerakan sosial.

Bagi teori mobilisasi sumber daya ini, tidak jadi soal apakah ketegangan struktural itu ada secara objektif atau cuma dalam angan-angan para pengikut gerakan, entah persepsi tentang ketegangan-angan dan tujuan sebuah gerakan rasional atau tidak, atau bentuk simbolis mana yang diberikan oleh pengikut sebuah gerakan kepada ketegangan yang ada. Yang jadi perhatiannya adalah tindakan-tindakan yang pada umumnya rasional, yang dilakukan oleh para pengikut sebuah gerakan untuk membuat gerakannya berhasil.

Adapun struktur gerakannya terdapat tiga jenis yang sifatnya elementer, yakni:

(67)

b. model kelompok kepentingan (interest-group model), yang dikarakterisasi oleh sebuah penekanan terhadap berbagai kebijakan yang berpengaruh (melalui lobi, misalnya) dan sebuah kepercayaan terhadap organisasi formal

c. model yang berorientasi partai (party-oriented model), yang dikarakterisasi oleh sebuah penekanan terhadap proses elektoral, partai politik, dan juga sebuah kepercayaan terhadap organisasi formal. Tiga bentuk ini bisa bervariasi dalam tingkat kejelasannya, ruang lingkupnya, bobot relatifnya, jenis hubungannya, dan seterusnya.

3. Proses Penyusunan Gerakan (Framing Process)

(68)

Penyusunan proses gerakan tentu tidak bisa dilepaskan dari konstruksi budaya, sehingga gerakan sosial memiliki dan tidak dapat dilepaskan dari dimensi kebudayaan di mana gerakan tersebut muncul dan berkembang. Dalam gerakan sosial tersebut, terdapat aspek sistem kesadaran kolektif yang mengandung berbagai makna yang menjadi kekuatan legitimasi dan motivasi bagi lahirnya tindakan-tindakan kolektif.

Dengan kata lain, penyusunan proses gerakan (framing process) didefinisikan sebagai sebuah usaha sadar yang strategis oleh kelompok orang untuk menciptakan pemahaman bersama mengenai dunia dan diri

mereka sendiri yang melegitimasi dan memotivasi aksi kolektif.

Dalam penyusunan proses gerakan ini, ada dua komponen esensial yang harus diperhatikan, yaitu:

a. unsur diagnosa penjabaran mengenai masalah dan sumbernya;

b. unsur prognosis (ramalan), yakni identifikasi mengenai sebuah strategi yang tepat untuk memperbaiki masalah yang ada dengan menggunakan aksi kolektif.

Referensi

Dokumen terkait

Diajukan kepada Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

PRAKTEK PENGELOLAAN WAKAF DI NEGARA MUSLIM (STUDI PADA NEGARA BRUNEI DARUSSALAM) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S E ) Oleh

Data yang berupa variabel BI rate, tingkat inflasi dan nilai tukar kurs diperoleh dengan cara mengutip langsung pada Laporan Kebijakan Moneter dan sensitivitas Net

Mencintai harta merupakan sebuah tabiat manusia. Hal ini tidak akan menjadi sebuah masalah jika kecintaannya terhadap harta tidak menyebabkan seseorang menjadi

Dana program pelayanan sosial lansia di bantul berasal dari APBN (ASLUT) dan APBD (Homecare dan Pemberdayaan Lansia). Aktor utama yang berperan dalam proses penyaluran pelayanan

Desa Pasuruhan Lor Kecamatan Jati Kabupaten Kudus sudah tidak asing lagi dalam kesenian Barongan yang selalu membuat masyarakat untuk ingin menghadiri pertunjukan ini

Dalam hadis tersebut dapat dipahami dan diambil maknanya bahwa dalam melakukan perdangan (dalam hal ini pembiayaan dengan akad murabahah) dibolehkan oleh Rasulullah SAW

Hasil dari analisis ini berupa indeks kehandalan atau probabilitas kegagalan yang dapat dijadikan acuan dalam meninjau kapasitas sambungan selama masa layan struktur atau