• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE SIMA’I DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN PADA SANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN TA’MIRUL ISLAM LAWEAN SURAKARTA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERAPAN METODE SIMA’I DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN PADA SANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN TA’MIRUL ISLAM LAWEAN SURAKARTA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE SIMA’I

DALAM

MENGHAFAL AL-

QUR’AN PADA SANTRI

PONDOK

PESANTREN

TAHFIDZUL QUR’AN TA’MIRUL

ISLAM LAWEAN SURAKARTA TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

MIFTAHUR ROHMAN

NIM. 111-12-248

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

PENERAPAN METODE SIMA’I

DALAM

MENGHAFAL AL-

QUR’AN PADA SANTRI

PONDOK

PESANTREN

TAHFIDZUL QUR’AN TA’MIRUL

ISLAM LAWEAN SURAKARTA TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

MIFTAHUR ROHMAN

NIM. 111-12-248

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

ٍَْْخ

ََُْوَّلَع ََّْىآ ْشُقْلاَْنَّلَعَتْْيَهْْنُمُش

“Sebaik

-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta

karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak dan Emakku , Sholihin dan Ma‟rum yang selalu membimbingku,

memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam

kehidupanku.

2. Keluarga Besarku, mbak Asti, mas Nur, yang telah memberikan

dukungan, doa, dan motivasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga

proses penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.

3. Untuk keluarga besar bapak Fathur Rohim yang telah memberikan

kepercayaan kepadaku.

4. Dan untuk seluruh Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan

perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “ Penerapan Metode Sima‟i dalam menghafal Al-Qur‟an pada Santri

Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta Tahun 2016”. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga

banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis

mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

5. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam

penyusunan skripsi ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa

kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah

SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya

(10)

masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 20 Maret 2016

Penulis

Miftahur Rohman

(11)

ABSTRAK

Rohman, Miftah. 2016. Penerapan Metode Sima‟i dalam Menghafal Al-Qur‟an

pada Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam Lawean

Surakarta Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M. Pd.

Kata kunci: Pondok Pesantren, Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an.

Tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas. Guna mencapai tujuan ini, pesantren mengajarkan

pembelajaran Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, dan pembelajaran kitab. Seperti

halnya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta yang

memiliki berbagai pembelajaran kitab dan Tahfidul Qur‟an. Tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana metode

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam, baaimana

penerapan metode sima‟i dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

Pesantren Ta‟mirul Islam, faktor penunjang dan penghambat pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, metode pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren Ta‟mirul Islam ini sangat bervariasi,

diantaranya adalah metode wahdah, sima‟i, dan metode jama‟. Kedua Penerapan

metode sima‟i PP Ta‟mirul Islam Surakarta ada 4, yaitu: Saba‟, sabqi, manjil, dan tasmi‟. Ketiga, faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an adalah Penerapan

metode yang bagus, adanya variasi metode tasmi‟ dalam menghafal Al-Qur‟an,

diwajibkan sima‟i diantara santri, santri berada dalam usia ideal untuk menghafal Al-Qur‟an (12-18 tahun), adanya ma‟had khusus tahfidz santri putri, adanya pengawasan oleh pengurus dan ustadz, adanya evaluasi setiap semester minimal 3

juz. Keempat, faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yaitu tidak sabar

dalam menghafal, kurangnya motivasi muraja‟ah santri saat dirumah, ambisi

berlebihan dalam menambah hafalan, padatnya kegiatan dalam kurikulum KMI,

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN. ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 7

Penegasan Istilah ... 8

Tinjauan Pustaka ... 11

(13)

Sistematika Penulisan ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟andalam Pondok Pesantren ... 24

Pengertian Metode Pembelajaran ... 24

Pengertian Tahfidzul Qur‟an ... 25

Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an ... 27

Macam-macam metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 31

Pondok Pesantren dan Karakteristiknya... 33

Penerapan Metode Sima‟i dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 42

Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 43

Faktor Pendukung Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 43

Faktor Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 48

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

Letak Geografis Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 57

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 59

Biografi Pendiri Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 60

Visi dan Misi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 64\

Sarana Prasarana Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta Tahun 2016 ... 65

Keadaan Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta Tahun 2016 ... 66

Keadaan Santri Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta Tahun 2016 ... 67

(14)

Gambaran Informan ... 68

Temuan Penelitian ... 70

Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 70

Penerapan Metode Sima‟i Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 73

Faktor Penunjang dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota SurakartaTahun 2016 ... 76

BAB IV PEMBAHASAN Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 81

Penerapan Metode Sima‟i dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 84

Faktor Penunjang dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 87

BAB V PENUTUP Kesimpulan ... 104

Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 identitas Pondok Pesantren ... 58

Tabel 3.2 data Penasuh ... 60

Tabel 3.3 data sarana da prasarana... 65

Tabel 3.4 data Ustadz dan Ustadzah ... 66

Tabel 3.5 data santri ... 67

Tabel 3.6 daftar nama informan ... 69

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Transliterasi Arab-Latin

2. Daftar Nilai SKK

3. Riwayat Hidup Penulis

4. Nota Pembimbing Skripsi

5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

6. Lembar Konsultasi

7. Pedoman Wawancara

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang berupa mu‟jizat kepada Nabi

Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, sebagai petunjuk jalan lurus bagi

kehidupan umat Islam. Al-Qur‟an merupakan kitab yang berfungsi sebagai

sumber hikmah, cahaya mata dan akal bagi siapa saja yang ingin memikirkan

dan merenungkannya. Di samping itu Al-Qur‟an juga merupakan undang

-undang Allah yang kokoh yang memberikan kebahagiaan bagi yang

menjadikannya pegangan dalam kehidupan. Al-Qur‟an sendiri menyatakan

dirinya sebagai petunjuk, peringatan, pelajaran, obat dan rahmat, pembeda

antara yang hak dan yang batil, dan pemberi kabar gembira (Munjahid,

2007:9).

Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran Islam dan merupakan pedoman

hidup bagi setiap muslim. Al-Qur‟an bukan hanya memuat petunjuk tentang

hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia

dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), bahkan

hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam

secara sempurna maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah

memahami isi kandungan Al-Qur‟an dan mengamalkannya dalam kehidupan

(18)

Al-Qur'an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.

Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya

dijamin oleh Allah dan dipelihara. Kitab suci umat Islam ini adalah

satu-satunya kitab suci samawi yang masih murni dan asli. Jadi, Al-Qur'an yang ada

sekarang ini masih asli dan murni sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi

Muhammad SAW kepada para sahabatnya, hal itu karena Allah yang

menjaganya. Sesuai dengan firman-Nya:

َْىُْظِف ََٰحَلْۥََُلْبًَِّإ ََّْشۡمِّزلٱْبٌَۡلَّضًَُْي ۡحًَْبًَِّإ

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr:9).

Penjagaan Allah kepada Al-Qur'an bukan berarti Allah menjaga secara

langsung fase-fase penulisan Al-Qur'an, akan tetapi Allah melibatkan para

hamba-Nya untuk ikut menjaga Al-Qur'an. Salah satu usaha nyata dalam

proses pemeliharaan Al-Qur'an adalah dengan menghafalnya pada setiap

generasi. Menjaga dan memelihara Al- Qur'an adalah perbuatan yang sangat

mulia dihadapan Allah.

Menghafal Al-Qur'an adalah salah satu cara untuk memelihara

kemurnian Al-Qur'an. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang dapat

menjaga Al-Qur'an dengan menghafal, memahami, dan mengamalkan isi

kandungannya. Dengan Al-Qur‟an, Allah mengangkat derajat para penghafal

Al-Qur‟an serta memakaikan kedua orangtuanya mahkota, yang sinarnya lebih

(19)

metode yang digunakan oleh Rasulullah dalam menerima wahyu dari Allah

melalui perantara malaikat Jibril. Menghafal Al-Qur‟an merupakan sebab

diselamatkannya seseorang dari api neraka. Abu Umamah berkata.”

Sesungguhnya Allah tidak menyiksa hati yang menghafal Al-Qur‟an dengan

api neraka.” Penghafal Al-Qur‟an akan selalu bersama dengan para malaikat

yang mulia dan taat. Dalam sebuah hadist redaksi dari Bukhari disebutkan,

“Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur‟an dan menghafalnya adalah

bersama para malaikat yang mulia dan taat.” Alangkah mulianya seseorang

yang dapat bersama dengan mereka (malaikat), yang disebutkan Allah Swt.

(Badwilan, 2009: 19).

Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal yang

mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu

pendidikan di Indonesia yang bersifat tradisional. Sejarah pendidikan

menyebutkan bahwa pesantren merupakan bukti awal kepedulian masyarakat

Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga disebut dengan

lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI, 2003:1). Pesantren

yang ada di Indonesia telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat

muslim dan mampu menampung berjuta santri. Oleh karena itu, pesantren telah

diakui sebagai lembaga pendidikan yang ikut berperan serta dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain itu, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim

(20)

untuk pengabdiannya kepada Allah SWT. Guna mencapai tujuan ini, pesantren

mengajarkan Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, Tafsir dan ilmu Tafsir, Hadits

beserta ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tauhid, Tarikh, Akhlaq dan

Tasawuf, Nahwu, Sharaf, serta ilmu Manthiq kepada para santrinya (Depag RI,

2003: 21). Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pengajaran untuk para

santri dengan berbagai macam materi tersebut, maka dibutuhkan juga berbagai

macam metode pembelajaran yang ada di pesantren baik untuk pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an maupun pembelajaran kitab.

Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Kota Surakarta memberikan pilihan

kepada santri untuk mengikuti pembelajaran kitab dan Tahfidz Al-Qur‟an.

Santri di pesantren Ta‟mirul Islam yang sekaligus siswa setara SMP dan SMA

bisa mengikuti program Tahfidz Al-Qur‟an. Hal tersebut menjadikan

pesantren Ta‟mirul Islam banyak memiliki santri yang berasal dari berbagai

daerah yang ada di Indonesia.

Dalam menghafal Al-Qur‟an dibutuhkan suatu cara atau metode yang

digunakan agar hafalan Al-Qur‟an menjadi terprogram. Metode yang

digunakan ini juga diharapkan nantinya dapat membantu hafalan menjadi

efektif. Di zaman yang serba canggih pada saat ini, kita bisa menemukan

banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk membantu proses

penghafalan Al-Qur‟an. Hal ini bisa kita temui di media elektronik dan juga di

media cetak. Selain itu, kita juga dapat menemukan dan mengikuti

metode-metode tahfidzul qur‟an yang dipakai pada instansi pendidikan formal ataupun

(21)

dan dibimbing langsung oleh pemandu tahfidz yang berkompeten dalam

penghafalan Al-Qur‟an. Hal ini bertujuan agar hafalan yang sudah kita

dapatkan bisa dipantau dan dibina oleh pemandu tahfidz jika terdapat

kesalahan.

Program Tahfidz Al-Qur‟an Ta‟mirul Islam Surakarta diikuti santri atau

siswa putra dan putri. Santri yang menghafal Al-Qur‟an merupakan santri

Ta‟mirul Islam yang mengikuti pembelajaran tahfidz setelah mengikuti

pembelajaran formal di sekolah yang ada di dalam lingkup pesantren tersebut.

Dengan menejemen waktu dan metode yang digunakan mampu membantu

santri dapat menghafal Al-Qur‟an secara baik.

Sesuai hasil observasi yang peneliti lakukan pada santri Tahfidzul

Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Surakarta, terdapat beberapa

metode menghafal Al-Qur‟an yang digunakan di Pondok Pesantren tersebut.

Metode yang digunakan diantaranya adalah metode sima‟i yang memberikan

waktu lebih banyak santri untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an dan membagi

waktu antara belajar di sekolah dan belajar menghafal Al-Qur‟an. Hal tersebut

yang mendorong peneliti untuk mengambil judul penelitian “PENERAPAN

METODE SIMA'I DALAM MENGHAFAL AL-QUR'AN PADA SANTRI

PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR'AN TA'MIRUL ISLAM

(22)

B. Rumusan Masalah

Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren

Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016?

2. Bagaimana penerapan metode sima'i dalam proses pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016?

3. Apa saja faktor penunjang dan Penghambat proses pembelajaran Tahfidzul

Qur‟andi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, sasaran hasil atau tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Macam-macam metode Tahfidzul Qur‟an di Pondok

Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016.

2. Untuk mengetahui penerapan metode sima'i dalam proses Tahfidzul Qur‟an

di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016.

3. Untuk mengetahui faktor penunjang dan penghambat proses pembelajaran

Tahfidzul Qur‟andi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

(23)

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah

khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran

Tahfidzul Qur‟an, khususnya di pondok pesantren Ta‟mirul Islam

Lawean Surakarta dan lembaga pendidikan tahfidz pada umumnya.

b. Memberikan informasi yang baru bagi masyarakat luas (pembaca)

tentang metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang digunakan untuk

pelajar, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan bagi pondok pesantren

atau instansi-instansi lain yang berkecimpung dalam menghafal

Al-Qur‟an.

2. Secara Praktis

a. Bagi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta, dapat

mengetahui manfaat atas penerapan metode sima'i dalam proses

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang selama ini telah diterapkan, dan

untuk mengetahui hambatan-hambatan proses pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an, kemudian dicarikan solusi terbaik.

b. Bagi lembaga pondok pesantren, dapat mengambil contoh metode

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dinilai efektif untuk kemudian

diterapkan oleh kyai/ustadz kepada santri sehingga mencetak generasi

penghafal Al-Qur‟an yang cerdas.

c. Bagi masyarakat luas, dapat mengetahui pentingnya pembelajaran

Tahfidzul Qur‟an bagi generasi umat Islam. Khususnya untuk para

(24)

mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga

dapat menjadi generasi yang Qur‟ani sesuai dengan harapan masyarakat,

agama, dan bangsa.

d. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan sumbangan

ilmiah bagi kalangan akademisi yang mengadakan penelitian berikutnya,

baik meneruskan maupun mengadakan riset baru. Sehingga memperkaya

temuan-temuan penelitian tentang metode pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an.

E. Penegasan Istilah

1. Metode Pembelajaran

Metode adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan

(Haryanto, 2003:267). Menurut undang-undang no 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran secara sederhana diartikan sebagai sebuah usaha

mempengaruhi emosi, intelektual, spiritual seseorang agar mau belajar

dengan kehendaknya sendiri (Fathurrohman, 2012:6). Menurut Abudin Nata

sebagaimana dikutip Fathurrahman (2012:7), pembelajaran adalah usaha

pendidik untuk membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan

yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar yang akhirnya

(25)

2. MetodeSima’i

Menurut Ahsin Al Hafidz (2000:63) Sima‟i artinya mendengar.

Yang dimaksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan

untuk dihafalkannya. Metode ini bisa dilakukan dengan mendengarkan dari

guru pembimbing atau dari alat bantu perekam.

Menurut Wahid Alawiyah (2014:98), metode sima‟i mempunyai

tujuan agar ayat Al-Qur‟an terhindar dari berkurang dan berubahnya

keaslian lafadz serta mempermudah dalam memelihara hafalan agar tetap

terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui letak

ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.

Wahid Alawiyah (2014:137) juga berpebdapat, salah satu metode

agar hafalan tidak mudah lupa adalah dengan melakukan sima‟an dengan

sesama teman, senior, atau kepada guru dari ayat-ayat yang telah dihafal.

Namun, jika penghafal malas atau tidak mengikuti sima‟an, maka hal

tersebut akan menyebabkan hafalan mudah hilang. Selain itu, jika penghafal

tidak suka melakukan sima‟an, maka ketika ada kesalahan ayat, hal itu tidak

akan terdeteksi. Oleh karena itu, perbanyaklah melakukan sima‟an. Sebab,

dengan banyak mengikuti sima‟an, sama halnya dengan mengulang hafalan

yang terdahulu atau yang baru.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, metode sima‟i adalah proses

menhafal Al-Qur‟an dengan cara mendengarkan atau memperdengarkan

suatu bacaan Al-Qur‟an agar ayat Al-Qur‟an terhindar dari berkurang dan

(26)

agar tetap terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui

letak ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.

3. Tahfidzul Qur’an

Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang

berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz

merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi ( اًظْيِفْحَت– ُظِّفَحُي– َظَّفَح ) yang artinya memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).

Sedangkan Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara istilah,

Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat),

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul

dengan perantaraan malaikat jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan

diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan

disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta mempelajarinya

merupakan suatu ibadah (Ash-Shabuuny, 1991: 15).

Jadi dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah kegiatan

menghafal Al-Qur‟an dengan maksud beribadah yang dimulai dari surat Al

-Fatihah sampai surat An-Nas agar ayat-ayat Al-Qur‟an dapat dijaga, dihafal,

(27)

4. Pondok Pesantren

Pondok yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan

asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam (Purwadarminto,

2006: 906).

Pesantren adalah tempat murid-murid dari berbagai daerah tinggal

bersama-sama untuk menuntut ilmu di bawah pimpinan seorang atau

beberapa orang guru (Saerozi, 2013: 27).

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal santri-santri yang

sedang menuntut ilmu agama kepada kyai atau ustadz di lingkungan

kediaman rumah kyainya. Pada asrama itulah para santri tinggal selama

beberapa tahun untuk belajar langsung keilmuan yang dimiliki oleh

kyainya. Sehingga memberi kemudahan bagi kyai untuk pemantauan

perkembangan pembelajaran santri.

Dari keterangan di atas, dapat dipahami maksud dari penelitian ini

adalah pola atau ragam cara dalam menghafal Al-Qur‟an yang

dilaksanakan di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta

tahun 2016.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan telaah terhadap karya penelitian terdahulu.

Pada tinjauan pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan karya penelitian

terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun

(28)

1. Skripsi Maidatul Faizah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Metode

Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Daarul Qur‟an (Santri

Usia Sekolah Menengah Pertama Colomadu Karanganyar Tahun 2012)”.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian

menjelaskan metode yang diterapkan dalam tahfidzul Qur'an adalah metode

wahdah, metode sima‟i, metode menghafal per hari satu halaman, metode

pengulangan umum. Di dalam penelitian ini tidak ada kekurangan yang

jelas. Hal itu dibuktikan dari hasil pembelajaran yang selalu maksimal.

2. Skripsi Arif Rahman Hakim (STAIN Salatiga, 2013) yang berjudul “Metode

Tahfidzul Qur‟an di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur‟an (SDITQ) Al

-Irsyad Desa Butuh Kecamatan Tengaran Tahun 2013”. Jenis penelitian

yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan metode

tahfidzul qur‟an yang digunakan di SDITQ adalah metode Pakistani, jenis

metode ini diantaranya adalah Sabak, Sabki dan Manzil. Tujuan metode ini

untuk mempermudah siswa dalam menghafalnya. Media yang digunakan

yaitu Al-Qur‟an, iqro‟,panduan tajwid, MP3, Al-Qur‟an, Al-Qur‟an digital,

formulir hafalan siswa. Hasil penggunaan metode ini cukup baik, ini

dibuktikan dengan prestasi lomba yang diikuti oleh siswa.

Berdasarkan penelitian di atas, penulis ingin memaparkan bahwa

penelitian yang akan dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, satu titik yang membedakan adalah fokus kajian serta tempat dari

(29)

hambatan Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Surakarta

Tahun 2016.

G. Metode Penelitian

Kedudukan metode penelitian sangat penting dalam suatu penelitian

ilmiah. Metode penelitian merupakan teknik atau cara yang digunakan guna

keberhasilan penelitian sesuai dengan hasil yang diinginkan. Metode yang

penulis gunakan pada penelitian ini adalah:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field

research) yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan

peneliti yang berada langsung dengan obyek, terutama dalam memperoleh

data dan berbagai informasi. Dengan kata lain peneliti langsung berada di

lingkungan yang hendak ditelitinya.

Jenis penelitian ini deskriptif, yaitu dengan membuat gambaran

secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai ragam metode pembelajaran

dan penerapan metode sima‟i di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam agar

dapat tercapai tujuan atau target yang diinginkan, yaitu santri mampu

menghafal al-Qur‟an dengan fasih dan jelas secara efektif 30 juz seperti

yang ditentukan dalam kurikulum pondok tersebut.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian,

(30)

lokasi penelitian, terutama dalam memperoleh data-data dan berbagai

informasi yang diperlukan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam

Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta. Alasan peneliti memilih lokasi adalah

karena letak pondok pesantren yang strategis, dan peneliti pernah

melakukan Kuliah Kerja Lapangan di tempat tersebut.

4. Sumber Data

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif

adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan serta

dokumen dan lain-lain (Moeloeng, 2011:157). Hal-hal itu dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Sumber data utama

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau

diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat

melalui catatan tertulis atau perekaman vidio/audio tapes, pengambilan

foto, atau film. Untuk itu diperlukannya menentukan subyek penelitian.

Subyek penelitian yang akan diteliti adalah para ustadz dan ustadzah,

pengurus pondok pesantren Ta‟mirul Islam Tegalsari, Bumi, Lawean

Surakarta dan santri yang terlibat langsung untuk memberikan

keterangan secara menyeluruh mengenai berbagai aktivitas dalam

pelaksanaan penerapan metode sima'i dalam proses pembelajaran

(31)

b. Sumber tertulis

Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah

ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi

(Moeleong, 2011:159). Peneliti juga akan mencari informasi dan

dokumen dari pondok pesantren Ta‟mirul Islam terkait sejarah berdirinya

pondok perkembangan pendidikannya (dari aspek program

pembelajarannya, pendidik, peserta didik) dan yang lebih khusus lagi

tentang metode pembelajarannya.

Selain subyek penelitian, dibutuhkan teknik sampling. Sampling

berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis sumber data yang akan

digunakan dalam penelitian. Pemikiran mengenai sampling ini hampir

tidak bisa dihindari oleh peneliti mengingat berbagai keterbatasan, seperti

waktu, tenaga dan biaya. Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling

digunakan dalam rangka generalisi teoritik. Sampling yang diambil juga

lebih selektif. Jenis teknik sampling yang digunakan adalah “purposive

sampling”, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang

dianggap mengetahui informasi dan masalah yang mendalam dan dapat

dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Suprayogo,

2003:165). Dengan demikian, penulis akan menentukan sumber

wawancara yaitu ustadz dan ustadzah pondok berjumlah 2 orang,

pengurus dan santri bagian program tahfidzul Qur‟an berjumlah 6 orang.

(32)

c. Foto

Pentingnya foto bagi penelitian kualitatif baik foto yang

dihasilkan oleh orang lain maupun foto yang dihasilkan oleh diri sendiri

yaitu sebagai penguat data wawancara maupun tertulis. Maka setiap

mendapatkan data sesuai kebutuhan, peneliti berusaha mengambil

gambar atau foto sebagai lampiran bukti pelaksanaan penelitian.

d. Data statistik

Penelitian kualitatif juga sering menggunakan data statistik yang

telah tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik

misalnya dapat membantu memberi gambaran tentang kecenderungan

subjek pada latar penelitian (Moeleong, 2011:162). Dalam hal ini peneliti

juga akan menggunakan data statistik bila dirasa perlu.

5. Metode Pengumpulan Data

Sesuai dengan sumber data di atas, metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Metode Dokumentasi

Metode dekomentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari

data mengeni hal-hal atau variabel-variabel baik itu mengenai catatan,

transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 1989:30). Metode ini digunakan untuk mengetahui

pengembangan data jumlah santri, aktivitas santri setiap hari, sususan

(33)

b. Metode Observasi

Observasi merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data

dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung. Dalam penggunaan teknik ini, bentuk observasi adalah

observasi partisipatif yang berarti pengamatan ikut serta dalam kegiatan

yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2005:220).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi secara

langsung yang digunakan untuk pengumpulan data. Dalam hal ini

peneliti akan langsung melakukan pengamatan terhadap ragam metode

pembelajaran tahfidzul Qur‟an santri di Pondok Pesantren Ta‟mirul

Islam Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta untuk mengetahui tentang

syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti pembelajaran tahfidz. Selain

itu untuk memperoleh gambaran umum tentang pondok tersebut.

c. Metode Wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeleong,

2011:186). Wawancara ditujukan kepada pimpinan dan pengasuh pondok

pesantren untuk memperoleh data yang berkaitan dengan sejarah

berdirinya pondok pesantren serta perkembangannya, para guru atau

(34)

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, catatan lapangan dan

wawancara dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, menyusun sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain

(Sugiyono, 2011:224).

Menurut Salim dalam Maslikhah (2013: 323), proses analisis data

sebagaimana penelitian kualitatif, digunakan teknik analisis data sebagai

berikut:

a. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan,

abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan.

b. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang

memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif

mencari makna dari gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan

atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan

proposisi.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Moeleong (2011:324) untuk menetapkan keabsahan

(35)

pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria

yang digunakan yaitu: derajat kepercayaan (credibility), keteralihan

(transferability), kebergantungan (dependability), kepastian

(confirmability).

Sedangkan yang berkaitan dengan penelitian ini hanya menggunakan

tiga unsur, yaitu:

a. Kepercayaan (credibility)

Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang

berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. Ada beberapa teknik

untuk mencapai kredibilitas ini antara lain: sumber, pengecekan anggota,

perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, diskusi teman sejawat, dan

pengecekan kecukupan referensi.

b. Kebergantungan (dependability)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan

terjadinya kemungkinan kesalahan dalam pengumpulan dan

menginterprestasikan data. Sehingga data dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah. Lebih jelasnya adalah karena keterbatasan pengalaman,

waktu dan pengetahuan dari penulis maka cara untuk menetapkan bahwa

proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit

dependability oleh dosen pembimbing.

c. Kepastian (confirmability)

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang

(36)

hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan

audit.

8. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan

laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum ke lapangan

Dalam tahap ini peneliti harus menyusun rancangan penelitian,

memilih lapangan penelitian, pengurus perizinan, menjajaki dan menilai

lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di pondok Ta‟mirul Islam

Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta ini, maka peneliti menyusun

rancangan penelitian berupa rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan

dalam penelitian, memilih dan menentukan informan, serta menyiapkan

hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: (1) memahami latar

penelitian dan persipan diri, (2) memasuki lapangan, (3) berperan sambil

mengumpulkan data.

c. Tahap analisis data

Tahap menganalisi data melalui hasil temuan data dari penelitian

baik secara lisan maupun secara tulisan yang diperoleh melalui observasi,

(37)

dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan pondok tersebut.

Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks

permasalahan yang diteliti. Selanjutnya pengecekan keabsahan data

dengan mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data

sehingga data benar-benar valid. Data yang valid adalah dasar dan bahan

untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam

memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.

d. Tahap penulisan laporan

Tahap ini meliputi kegiatan hasil penelitian dari semua rangkaian

kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu

dilakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk

mendapatkan perbaikan dan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang

kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis

skripsi yang sempurna. Langkah terakhir melakukan penyusunan

kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk

mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi skripsi.

Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai

(38)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan penelitian,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan

teoritik penelitian, meliputi pengertian metode pembelajaran, pengertian

Tahfidzul Qur‟an, dasar hukum dan kaidah penting dalam Tahfidzul Qur‟an,

metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, pengertian pondok pesantren, jenjang

pendidikan pondok pesantren, macam-macam pondok pesantren, model

pembelajaran pondok pesantren, faktor pendukung dan penghambat proses

pembelajaran Tahfidzul Qur‟an.

BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum pondok pesantren Ta‟mirul

Islam Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta yang meliputi sejarah berdirinya

pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, struktur kepengurusan, sarana

dan prasarana, keadaan ustadz, keadaan santri, dan jenjang pendidikan pondok

pesantren. Kemudian hasil dokumentasi dan wawancara tentang metode sima'i

dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor-faktor yang menunjang

dan menghambat metode sima'i dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an

serta cara mengatasinya.

(39)

Bab ini membahas satu persatu tentang analisis data dari hasil

penelitian.

BAB V: PENUTUP

(40)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an dalam Pondok Pesantren

1. Pengertian Metode Pembelajaran

Menurut pendapat David J. R. dalam Majid (2012: 131), metode

adalah cara untuk mencapai sesuatu. Metode secara harfiah berarti

“cara”. Untuk pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu

cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata

“pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar

terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Jadi, metode pembelajaran

adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh

pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya

untuk mencapai tujuan.

Metode berbeda dengan strategi. Strategi menunjukkan pada

sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah

cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi (Rusman, 2011:

133).

Istilah lain yang mempunyai hampir sama dengan metode

adalah model pembelajaran. Joyce dan Weil dalam Rusman (2011: 133),

berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola

(41)

pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,

dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Menurut

pendapat Dahlan dalam Sutikno (2014: 57), menjelaskan bahwa model

pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam

menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk

kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting

lainnya.

Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat

disimpulkan perbedaan antara metode, strategi dan model pembelajaran.

Metode cara yang diterapkan dalam sebuah pembelajaran agar tercipta

suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan, kreatif serta

inovatif. Strategi pembelajaran menekankan pada cara menerapkan

rencana pembelajaran yang telah disusun agar pembelajaran maksimal.

Sedangkan model pembelajaran menekankan pada kerangka-kerangka

umum sistem pembelajaran dalam waktu jangka panjang.

2. Pengertian Tahfidzul Qur’an

Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata,

yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz merupakan bentuk isim

mashdar dari fiil madhi

بًظٍِْفْحَت

ْ

ْ ُعِّفَحٌُ

ْ

ْ َعَّفَح

) yang artinya

memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73). Pengertian

menghafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha

(42)

Menurut Al-Lihyani dan mayoritas ulama‟, secara bahasa Al

-Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari fiil madhi qara-a (أشق) yang

artinya “membaca”, yang bersinonim dengan kata qira-ah (حأشق). Kata

qara-a sendiri berarti menghimpun dan memadukan sebagian

huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang sebagian lainnya.

Kenyataannya, memang huruf-huruf dan lafal-lafal serta

kalimat-kalimat Al-Qur‟an berkumpul dalam satu mushaf. Secara terminologi

kata Al-Qur‟an didefinisikan dalam berbagai redaksi. Salah satunya

menurut Manna‟ Khalil Al-Qaththan dalam tulisan Sugianto (2004:

18-19), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang bernilai ibadah membacanya.

Menurut Taufiqul Hakim dalam kamus At-Taufiq (2004: 506),

Al-Qur‟an merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi (

ْ أشقٌْ أشق

بًأشقّْْخئاشق

) yang artinya moco, mertela‟ake (membaca, menjelaskan).

Sedangkan menurut Ali Ash-Shobuny dalam Munjahid (2007:

25), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang melemahkan tantangan musuh

(mu‟jizat) yang diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul yaitu

Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril, dimulai

dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis

dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir,

(43)

Setelah melihat definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

Tahfidzul Qur‟an adalah usaha untuk menghafal, mengingat, dan

memelihara ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang diturunkan kepada

Rasulullah SAW agar dapat meresap ke dalam pikiran seseorang (di

luar kepala), agar tetap terjaga kemurniannya baik secara keseluruhan

maupun sebagian.

3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur’an

a. Dasar Hukum Tahfidzul Qur‟an

Umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara

riil dan konsekuen berusaha memelihara Al-Qur‟an, karena

pemeliharaan terbatas sesuai dengan sunnatullah yang telah

ditetapkan-Nya tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat

Al-Qur‟an akan diusik dan diputarbalikkan oleh musuh-musuh

Islam. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan kemurnian

Al-Qur‟an yaitu dengan menghafalkannya (Ahsin, 2000: 21).

Dari sini, secara tegas banyak para ulama‟ mengatakan alasan

yang menjadi dasar untuk menghafal Al-Qur‟an adalah sebagai

berikut:

1) Jaminan kemurnian Al-Qur‟an dari usaha pemalsuan. Para

penghafal Al-Qur‟an adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk

menjaga kemurnian Al-Qur‟an dari usaha-usaha pemalsuannya.

(44)





Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran,

dan Sesungguhnya kami benar-benar

memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9)

Dengan demikian sebagai konsekuensi logis, maka Allah

SWT memberikan kemudahan kepada orang-orang yang

berminat untuk menghafal Al-Qur‟an dan bersungguh-sungguh

dalam menghafalnya. Hingga akhir zaman, Al-Qur‟an akan tetap

eksis serta tidak akan kekurangan para penghafalnya, yang

semuanya itu tidak lepas dari kehendak Allah SWT begitu pula

para penghafal Al-Qur‟an pada hakikatnya merupakan pilihan

Allah SWT yang memegang peranan sebagai penjaga dan

pemelihara terhadap kemurnian Al-Qur‟an (Sugianto, 2004: 44).

2) Al-Qur‟an diturunkan, diterima, dan diajarkan oleh Nabi SAW

secara hafalan. Sehingga mendorong para sahabat untuk

menghafalkannya. Sungguh merupakan suatu hal yang luar biasa

bagi umat Muhammad SAW karena Al-Qur‟an dapat dihafal

dalam dada mereka bukan sekedar dalam tulisan-tulisan kertas,

tetapi Al-Qur‟an selalu dibawa dalam hati para penghafalnya.

Sesuai dengan firman Allah SWT:

(45)

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil

pelajaran” (QS. Al-Qamar: 17).

3) Menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu kifayah. Ini berarti bahwa

orang yang menghafal Al-Qur‟an tidak boleh kurang dari jumlah

mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya

pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur‟an

(Ahsin, 2000: 23-24).

Menurut pendapat Syeikh Muhammad Makki Nashr

dalam Ahsin (2000: 24) mengatakan sebagai berikut:

ِْىآ ْشُقْلاَْعْف ِحَّْىِا

ْ

ٍْخٌَْبَفِمْ ُض ْشَفٍْتْلَقْ ِشَِْظْْيَع

Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur‟an di luar kepala

hukumnya fardhu kifayah”.

Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal

Al-Qur‟an hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian

melakukan maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Sebaliknya

jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan

menanggung dosanya.

b. Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an

Para penghafal Al-Qur‟an terikat oleh beberapa kaidah

penting di dalam menghafal (Chairani dan Subandi, 2010: 38-40)

(46)

1) Ikhlas, bermakna bahwa seseorang akan meluruskan niat dan

tujuan menghafal Al-Qur‟annya semata-mata untuk beribadah dan

mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2) Memperbaiki ucapan dan bacaan, meskipun Al-Qur‟an

menggunakan bahasa Arab akan tetapi melafadzkannya sedikit

berbeda dari penggunaan bahasa Arab populer. Oleh karena itu,

mendengarkan terlebih dahulu dari orang yang bacaannya benar

menjadi suatu keharusan.

3) Menentukan presentasi hafalan setiap hari. Kadar hafalan ini

sangat penting untuk ditentukan agar penghafal menemukan ritme

yang sesuai dengan kemampuannya.

4) Konsisten dengan satu mushaf. Alasan kuat penggunaan satu

mushaf ini adalah bahwa manusia mengingat dengan melihat dan

mendengar sehingga gambaran ayat dan juga posisinya dalam

mushaf dapat melekat kuat dalam pikiran.

5) Pemahaman adalah cara menghafal. Memahami apa yang dibaca

merupakan bantuan yang sangat berharga dalam menguasai suatu

materi. Oleh karena itu, penghafal Al-Qur‟an selain harus

melakukan pengulangan secara rutin, juga diwajibkan untuk

membaca tafsiran ayat yang dihafalkan.

6) Memperdengarkan bacaan secara rutin. Tujuannya adalah untuk

membenarkan hafalan dan juga berfungsi sebagai kontrol terus

(47)

7) Mengulangi secara rutin. Penghafalan Al-Qur‟an berbeda dengan

penghafalan yang lain karena cepat hilang dari pikiran. Oleh

karena itu, mengulangi hafalan melalui wirid rutin menjadi suatu

keharusan bagi penghafal Al-Qur‟an.

4. Macam-Macam Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

Menurut pendapat Ahsin W. (2000: 63) menjelaskan bahwa ada

lima metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain:

a. Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang

hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa

dibaca sebanyak 10 kali, atau 20 kali, atau lebih sehingga proses ini

mampu membentuk pola dalam bayangannya.

b. Kitabah, artinya menulis. Pada model ini penghafal terlebih dahulu

menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang

telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya

sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.

Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan berkali-kali

menuliskannya sehingga dengan begitu ia dapat sambil

memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Model ini

cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan,

aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam

mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.

c. Sima‟i, artinya mendengar. Maksud dari sima‟i ini ialah

(48)

sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra,

terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di

bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.

d. Gabungan. Model ini merupakan gabungan antara metode wahdah

dan kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki

fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya.

Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang

dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang

telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika penghafal

belum mampu mereproduksi hafalannya ke dalam tulisan secara

baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar

mencapai nilai hafalan yang valid. Kelebihan model ini adalah

adanya fungsi ganda, yakni untuk menghafal dan sekaligus berfungsi

untuk pemantapan hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun

akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan

visual yang mantap.

e. Jama‟, yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif

(bersama-sama), dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama,

instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa

menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur

membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan

siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan

(49)

sedikit demi sedikit dengan mencoba melepaskan mushaf (tanpa

melihat mushaf) dan demikian seterusnya. Sehingga ayat-ayat yang

sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam

bayangannya. Cara ini termasuk model yang baik untuk

dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di

samping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap

ayat-ayat yang dihafalkannya.

f. Metode persial, yaitu: cara menghafal dengan membagi-bagi ayat

yang akan dihafal dengan beberapa bagian yang sama ataupun

berbeda. Seorang penghafal akan menghafalnya dengan

sebagian-sebagian hingga sampai berhasil, setelah itu baru pindah ke bagian

berikutnya (Wafa, 2013:73).

5. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya 1. Pengertian Pondok Pesantren

Menurut Madjid (1997: 3), pondok pesantren yaitu lembaga

yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan

sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya

identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna

keaslian Indonesia. Sedangkan menurut Muhammad Arifin, pondok

pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh

serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek)

dimana para santri menerima pendidikan agama melalui sistem

(50)

dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri

khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal (Mu‟in

dkk, 2007: 16).

Menurut Nasir (2005: 80-81) pengertian dari pondok pesantren

sendiri juga terdapat banyak variasinya, antara lain:

a. Pondok pesantren adalah gabungan dari kata pondok dan pesantren.

Istilah pondok berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang

berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren

Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan

dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang

dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama

bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya

dari pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid

mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syekh di pondok

pesantren.

b. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan

ilmu agama Islam. Pondok Pesantren merupakan salah satu bentuk

lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara

lahiriyah, pesantren pada umumnya adalah suatu komplek bangunan

yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para

(51)

selama beberapa tahun untuk belajar langsung dengan kyai dalam

bidang ilmu agama.

c. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan

pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan

pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi

dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana seorang kyai

mengajar para santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam

bahasa Arab oleh ulama‟-ulama‟ besar sejak abad pertengahan, dan

para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam

pesantren tersebut.

Zamakhsari Dhofier mengemukakan bahwa ciri khas pesantren

dan sekaligus unsur-unsur pembedanya dengan lembaga pendidikan

lainnya adalah adanya pondok tempat tinggal kyai dan santrinya, hanya

masjid sebagai tempat kegiatan ibadah dan belajar-mengajar

(pengajian), santri bertempat tinggal secara tetap dalam waktu yang

relatif lama (bermukim), kyailah yang menjadi tokoh sentral dalam

pesantren, yang diajarkan adalah kitab-kitab Islam klasik sebagai

kelanjutan dari pengajian Al-Qur‟an (Saerozi, 2013: 28).

2. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren

Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam

lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal (berjenjang

kelas). Biasanya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi

(52)

kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu

kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh

kyainya, maka ia berpindah ke kitab lain yang lebih tinggi tingkatannya.

Jenjang pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan

penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai

paling tinggi.

Sebagai konsekuensi dari sistem klasikal di atas, pendidikan

pesantren biasanya menyediakan beberapa cabang ilmu (fununul „ilmi)

atau bidang-bidang khusus yang merupakan fokus masing-masing

pesantren untuk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di

dalamnya. Biasanya keunikan pendidikan sebuah pesantren telah

diketahui oleh calon santri yang ingin mondok (Depag RI, 2003:

89-90).

3. Macam-Macam Pondok Pesantren

Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua,

yakni Pesantren Salaf (tradisional) dan Pesantren Khalaf (modern).

Pesantren Salaf adalah sebuah pesantren yang tetap melestarikan

unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi

pesantrennya, melalui kegiatan pendidikannya berdasarkan pada

pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning

dengan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan Pesantren Khalaf

(53)

pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur-unsur modern

yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan adanya materi

ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (Depag RI, 2003: 7-8).

Elemen-elemen dasar dari sebuah pesantren pada praktiknya

terdapat beberapa variasi bentuk atau model suatu pesantren. Sehingga

terjadilah pengelompokkan bentuk-bentuk pondok pesantren yang

dalam peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tentang bantuan

kepada pondok pesantren yang mengkategorikan pondok pesantren

menjadi empat macam tipe pesantren yaitu:

1) Pesantren Tipe A yaitu pondok yang seluruhnya dilaksanakan secara

tradisional.

2) Pondok Pesantren tipe B yaitu pondok yang menyelenggarakan

pengajaran secara klasikal (madrasah).

3) Pondok Pesantren tipe C yaitu pesantren yang merupakan asrama

sedangkan santrinya belajar di luar.

4) Pondok Pesantren tipe D yaitu pondok yang menyelenggarakan

sistem pendidikan pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau

madrasah (Depag RI, 2003: 15).

Selain tipe pesantren di atas, menurut Nasir (2005: 87)

menyebutkan lima klasifikasi pesantren antara lain:

1) Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren yang di

dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan

(54)

2) Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok pesantren yang di

dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan

sistem klasikal (madrasah) swasta kurikulum 90% agama dan 10%

umum.

3) Pondok pesantren berkembang yaitu hampir sama dengan semi

berkembang hanya berbeda dalam bidang kurikulumnya 70% agama

dan 30% umum, serta telah diselenggarakan madrasah SKB Tiga

Mentri.

4) Pondok pesantren modern (khalaf) yaitu pondok pesantren ini lebih

lengkap dari pondok pesantren berkembang

4. Model Pembelajaran Pondok Pesantren

Model pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional

dan ada pula model pembelajaran yang bersifat baru (modern).

Pesantren pada mulanya sebenarnya telah mengenal sistem klasikal,

tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sistem

klasikal yang diterapkan di sekolah atau madrasah modern (Depag RI,

2003: 73). Adapun model pembelajaran pesantren yang bersifat

tradisional antara lain:

1) Sorogan

Model sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para

santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan

(55)

kyai. Pengajian sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada

ruang tertentu di mana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai

atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk

meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain,

baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak

jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz

kepada temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu

gilirannya dipanggil (Depag RI, 2003: 74-75).

2) Bandongan

Model bandongan disebut juga dengan metode wetonan.

Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap

sekelompok peserta didik atau santri, untuk mendengarkan dan

menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. Seorang kyai atau

ustadz dalam hal ini membaca, menerjemahkan, menerangkan dan

sering kali mengulang teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat

(gundul). Sementara itu santri dengan memegang kitab yang sama,

masing-masing melakukan pen-dhabitan (penetapan) harakat,

pencatatan simbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung di

bawah kata yang dimaksud, dan keterangan-keterangan lain yang

dianggap penting dan dapat membantu memahami teks. Posisi para

santri pada pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah

melingkari dan mengelilingi kyai atau ustadz sehingga membentuk

(56)

menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para

santrinya (Depag RI, 2003: 86-87).

3) Musyawarah

Musyawarah merupakan model pembelajaran yang lebih mirip

dengan diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah

tertentu membentuk halaqah (lingkaran) yang dipimpin langsung

oleh kyai atau ustadz, dan mungkin juga santri senior, untuk

membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan

sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan bebas

mengajukan pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapatnya. Dengan

demikian, model ini lebih menitikberatkan pada kemampuan

perseorangan di dalam menganalisis atau memecahkan suatu

persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab

tertentu (Depag RI, 2003: 92-93).

4) Pengajian Pasaran

Model pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri

melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang ustadz yang

dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus

menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi

umumnya pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh

hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab

(57)

metode bandongan. Akan tetapi pada metode ini target utamanya

adalah khatam atau selesai (Depag RI, 2003: 96).

5) Hafalan (Muhafadzah)

Model hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara

menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan

seorang ustadz atau kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal

bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki

santri ini kemudian dihafalkan di hadapan ustadz atau kyainya secara

periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk gurunya

tersebut. Materi pembelajaran di Pondok Pesantren yang disajikan

dengan metode hafalan pada umumnya berkenaan dengan

Al-Qur‟an, nadzam-nadzam untuk disiplin nahwu, sharaf, tajwid atau

untuk teks-teks nahwu sharaf dan fiqih (Depag RI, 2003: 100).

6) Muzhakarah

Model Muzhakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa‟il

merupakan pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah

seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Model ini

sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan model musyawarah. Hanya

bedanya pada model muzhakarah pesertanya adalah para kyai atau

Gambar

Tabel 3.1 Identitas Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Lawean Kota
Tabel 3.2 Identitas Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Lawean Kota
Tabel 3.3 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Ta’mirul Islam
Tabel 3.4 Data Ustadz Pondok Pesantren Ta’mirul Islam
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pondok Pesantren Ta’mirul Islam , Al- Qur’an disamping menjadi Kitab Suci. juga merupakan mata pelajaran wajib yang diajarkan

Skripsi yang berjudul “Implementasi Bimbingan Konseling Islam Bagi Santri Putri Dalam Menghafal Al-Qur`an Di Pondok Pesantren Tahfidz Manbaul Qur`an Karangrejo” disusun

Terkhusus untuk lingkungan Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur’an Putri As Sunnah Panciro, komunitas sosial yang terjadi merupakan hasil dari dakwah itu sendiri, terjadi

Kebutuhan atau motif adalah satu definisi keniscayaan yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam diri manusia baik disebabkan oleh cacat materi ataupun non

Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai salah satu mukjizat kerasulannya. Al- Qur‟an merupakan

Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Kesulitan menghafal Al- Qur’an yang dialami oleh santri di Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur’an Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak,

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh tingkat problematika menghafal al-Qur’an yang mempengaruhi keberhasilan menghafal al-Qur’an. Penelitian ini dimaksudkan untuk

Bapak Taufik, Ph.D, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.. Ibu Wisnu Sri