PENERAPAN METODE SIMA’I
DALAM
MENGHAFAL AL-
QUR’AN PADA SANTRI
PONDOK
PESANTREN
TAHFIDZUL QUR’AN TA’MIRUL
ISLAM LAWEAN SURAKARTA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
MIFTAHUR ROHMAN
NIM. 111-12-248
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
PENERAPAN METODE SIMA’I
DALAM
MENGHAFAL AL-
QUR’AN PADA SANTRI
PONDOK
PESANTREN
TAHFIDZUL QUR’AN TA’MIRUL
ISLAM LAWEAN SURAKARTA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
MIFTAHUR ROHMAN
NIM. 111-12-248
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
MOTTO
ٍَْْخ
ََُْوَّلَع ََّْىآ ْشُقْلاَْنَّلَعَتْْيَهْْنُمُش
“Sebaik
-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta
karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan Emakku , Sholihin dan Ma‟rum yang selalu membimbingku,
memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam
kehidupanku.
2. Keluarga Besarku, mbak Asti, mas Nur, yang telah memberikan
dukungan, doa, dan motivasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga
proses penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.
3. Untuk keluarga besar bapak Fathur Rohim yang telah memberikan
kepercayaan kepadaku.
4. Dan untuk seluruh Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan
perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “ Penerapan Metode Sima‟i dalam menghafal Al-Qur‟an pada Santri
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta Tahun 2016”. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga
banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa
kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah
SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 20 Maret 2016
Penulis
Miftahur Rohman
ABSTRAK
Rohman, Miftah. 2016. Penerapan Metode Sima‟i dalam Menghafal Al-Qur‟an
pada Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam Lawean
Surakarta Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M. Pd.
Kata kunci: Pondok Pesantren, Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an.
Tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas. Guna mencapai tujuan ini, pesantren mengajarkan
pembelajaran Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, dan pembelajaran kitab. Seperti
halnya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta yang
memiliki berbagai pembelajaran kitab dan Tahfidul Qur‟an. Tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana metode
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam, baaimana
penerapan metode sima‟i dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok
Pesantren Ta‟mirul Islam, faktor penunjang dan penghambat pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, metode pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren Ta‟mirul Islam ini sangat bervariasi,
diantaranya adalah metode wahdah, sima‟i, dan metode jama‟. Kedua Penerapan
metode sima‟i PP Ta‟mirul Islam Surakarta ada 4, yaitu: Saba‟, sabqi, manjil, dan tasmi‟. Ketiga, faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an adalah Penerapan
metode yang bagus, adanya variasi metode tasmi‟ dalam menghafal Al-Qur‟an,
diwajibkan sima‟i diantara santri, santri berada dalam usia ideal untuk menghafal Al-Qur‟an (12-18 tahun), adanya ma‟had khusus tahfidz santri putri, adanya pengawasan oleh pengurus dan ustadz, adanya evaluasi setiap semester minimal 3
juz. Keempat, faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yaitu tidak sabar
dalam menghafal, kurangnya motivasi muraja‟ah santri saat dirumah, ambisi
berlebihan dalam menambah hafalan, padatnya kegiatan dalam kurikulum KMI,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN. ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 6
Tujuan Penelitian ... 6
Manfaat Penelitian ... 7
Penegasan Istilah ... 8
Tinjauan Pustaka ... 11
Sistematika Penulisan ... 22
BAB II KAJIAN PUSTAKA Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟andalam Pondok Pesantren ... 24
Pengertian Metode Pembelajaran ... 24
Pengertian Tahfidzul Qur‟an ... 25
Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an ... 27
Macam-macam metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 31
Pondok Pesantren dan Karakteristiknya... 33
Penerapan Metode Sima‟i dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 42
Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 43
Faktor Pendukung Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 43
Faktor Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ... 48
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57
Letak Geografis Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 57
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 59
Biografi Pendiri Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 60
Visi dan Misi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta ... 64\
Sarana Prasarana Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta Tahun 2016 ... 65
Keadaan Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta Tahun 2016 ... 66
Keadaan Santri Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta Tahun 2016 ... 67
Gambaran Informan ... 68
Temuan Penelitian ... 70
Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 70
Penerapan Metode Sima‟i Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 73
Faktor Penunjang dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota SurakartaTahun 2016 ... 76
BAB IV PEMBAHASAN Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 81
Penerapan Metode Sima‟i dalam Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 84
Faktor Penunjang dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam ... 87
BAB V PENUTUP Kesimpulan ... 104
Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 107
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 identitas Pondok Pesantren ... 58
Tabel 3.2 data Penasuh ... 60
Tabel 3.3 data sarana da prasarana... 65
Tabel 3.4 data Ustadz dan Ustadzah ... 66
Tabel 3.5 data santri ... 67
Tabel 3.6 daftar nama informan ... 69
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transliterasi Arab-Latin
2. Daftar Nilai SKK
3. Riwayat Hidup Penulis
4. Nota Pembimbing Skripsi
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
6. Lembar Konsultasi
7. Pedoman Wawancara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang berupa mu‟jizat kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, sebagai petunjuk jalan lurus bagi
kehidupan umat Islam. Al-Qur‟an merupakan kitab yang berfungsi sebagai
sumber hikmah, cahaya mata dan akal bagi siapa saja yang ingin memikirkan
dan merenungkannya. Di samping itu Al-Qur‟an juga merupakan undang
-undang Allah yang kokoh yang memberikan kebahagiaan bagi yang
menjadikannya pegangan dalam kehidupan. Al-Qur‟an sendiri menyatakan
dirinya sebagai petunjuk, peringatan, pelajaran, obat dan rahmat, pembeda
antara yang hak dan yang batil, dan pemberi kabar gembira (Munjahid,
2007:9).
Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran Islam dan merupakan pedoman
hidup bagi setiap muslim. Al-Qur‟an bukan hanya memuat petunjuk tentang
hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia
dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), bahkan
hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam
secara sempurna maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah
memahami isi kandungan Al-Qur‟an dan mengamalkannya dalam kehidupan
Al-Qur'an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.
Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya
dijamin oleh Allah dan dipelihara. Kitab suci umat Islam ini adalah
satu-satunya kitab suci samawi yang masih murni dan asli. Jadi, Al-Qur'an yang ada
sekarang ini masih asli dan murni sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW kepada para sahabatnya, hal itu karena Allah yang
menjaganya. Sesuai dengan firman-Nya:
َْىُْظِف ََٰحَلْۥََُلْبًَِّإ ََّْشۡمِّزلٱْبٌَۡلَّضًَُْي ۡحًَْبًَِّإ
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr:9).
Penjagaan Allah kepada Al-Qur'an bukan berarti Allah menjaga secara
langsung fase-fase penulisan Al-Qur'an, akan tetapi Allah melibatkan para
hamba-Nya untuk ikut menjaga Al-Qur'an. Salah satu usaha nyata dalam
proses pemeliharaan Al-Qur'an adalah dengan menghafalnya pada setiap
generasi. Menjaga dan memelihara Al- Qur'an adalah perbuatan yang sangat
mulia dihadapan Allah.
Menghafal Al-Qur'an adalah salah satu cara untuk memelihara
kemurnian Al-Qur'an. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang dapat
menjaga Al-Qur'an dengan menghafal, memahami, dan mengamalkan isi
kandungannya. Dengan Al-Qur‟an, Allah mengangkat derajat para penghafal
Al-Qur‟an serta memakaikan kedua orangtuanya mahkota, yang sinarnya lebih
metode yang digunakan oleh Rasulullah dalam menerima wahyu dari Allah
melalui perantara malaikat Jibril. Menghafal Al-Qur‟an merupakan sebab
diselamatkannya seseorang dari api neraka. Abu Umamah berkata.”
Sesungguhnya Allah tidak menyiksa hati yang menghafal Al-Qur‟an dengan
api neraka.” Penghafal Al-Qur‟an akan selalu bersama dengan para malaikat
yang mulia dan taat. Dalam sebuah hadist redaksi dari Bukhari disebutkan,
“Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur‟an dan menghafalnya adalah
bersama para malaikat yang mulia dan taat.” Alangkah mulianya seseorang
yang dapat bersama dengan mereka (malaikat), yang disebutkan Allah Swt.
(Badwilan, 2009: 19).
Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal yang
mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu
pendidikan di Indonesia yang bersifat tradisional. Sejarah pendidikan
menyebutkan bahwa pesantren merupakan bukti awal kepedulian masyarakat
Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga disebut dengan
lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI, 2003:1). Pesantren
yang ada di Indonesia telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat
muslim dan mampu menampung berjuta santri. Oleh karena itu, pesantren telah
diakui sebagai lembaga pendidikan yang ikut berperan serta dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim
untuk pengabdiannya kepada Allah SWT. Guna mencapai tujuan ini, pesantren
mengajarkan Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, Tafsir dan ilmu Tafsir, Hadits
beserta ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tauhid, Tarikh, Akhlaq dan
Tasawuf, Nahwu, Sharaf, serta ilmu Manthiq kepada para santrinya (Depag RI,
2003: 21). Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pengajaran untuk para
santri dengan berbagai macam materi tersebut, maka dibutuhkan juga berbagai
macam metode pembelajaran yang ada di pesantren baik untuk pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an maupun pembelajaran kitab.
Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Kota Surakarta memberikan pilihan
kepada santri untuk mengikuti pembelajaran kitab dan Tahfidz Al-Qur‟an.
Santri di pesantren Ta‟mirul Islam yang sekaligus siswa setara SMP dan SMA
bisa mengikuti program Tahfidz Al-Qur‟an. Hal tersebut menjadikan
pesantren Ta‟mirul Islam banyak memiliki santri yang berasal dari berbagai
daerah yang ada di Indonesia.
Dalam menghafal Al-Qur‟an dibutuhkan suatu cara atau metode yang
digunakan agar hafalan Al-Qur‟an menjadi terprogram. Metode yang
digunakan ini juga diharapkan nantinya dapat membantu hafalan menjadi
efektif. Di zaman yang serba canggih pada saat ini, kita bisa menemukan
banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk membantu proses
penghafalan Al-Qur‟an. Hal ini bisa kita temui di media elektronik dan juga di
media cetak. Selain itu, kita juga dapat menemukan dan mengikuti
metode-metode tahfidzul qur‟an yang dipakai pada instansi pendidikan formal ataupun
dan dibimbing langsung oleh pemandu tahfidz yang berkompeten dalam
penghafalan Al-Qur‟an. Hal ini bertujuan agar hafalan yang sudah kita
dapatkan bisa dipantau dan dibina oleh pemandu tahfidz jika terdapat
kesalahan.
Program Tahfidz Al-Qur‟an Ta‟mirul Islam Surakarta diikuti santri atau
siswa putra dan putri. Santri yang menghafal Al-Qur‟an merupakan santri
Ta‟mirul Islam yang mengikuti pembelajaran tahfidz setelah mengikuti
pembelajaran formal di sekolah yang ada di dalam lingkup pesantren tersebut.
Dengan menejemen waktu dan metode yang digunakan mampu membantu
santri dapat menghafal Al-Qur‟an secara baik.
Sesuai hasil observasi yang peneliti lakukan pada santri Tahfidzul
Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Surakarta, terdapat beberapa
metode menghafal Al-Qur‟an yang digunakan di Pondok Pesantren tersebut.
Metode yang digunakan diantaranya adalah metode sima‟i yang memberikan
waktu lebih banyak santri untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an dan membagi
waktu antara belajar di sekolah dan belajar menghafal Al-Qur‟an. Hal tersebut
yang mendorong peneliti untuk mengambil judul penelitian “PENERAPAN
METODE SIMA'I DALAM MENGHAFAL AL-QUR'AN PADA SANTRI
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR'AN TA'MIRUL ISLAM
B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren
Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016?
2. Bagaimana penerapan metode sima'i dalam proses pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016?
3. Apa saja faktor penunjang dan Penghambat proses pembelajaran Tahfidzul
Qur‟andi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, sasaran hasil atau tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Macam-macam metode Tahfidzul Qur‟an di Pondok
Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016.
2. Untuk mengetahui penerapan metode sima'i dalam proses Tahfidzul Qur‟an
di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta tahun 2016.
3. Untuk mengetahui faktor penunjang dan penghambat proses pembelajaran
Tahfidzul Qur‟andi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah
khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran
Tahfidzul Qur‟an, khususnya di pondok pesantren Ta‟mirul Islam
Lawean Surakarta dan lembaga pendidikan tahfidz pada umumnya.
b. Memberikan informasi yang baru bagi masyarakat luas (pembaca)
tentang metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang digunakan untuk
pelajar, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan bagi pondok pesantren
atau instansi-instansi lain yang berkecimpung dalam menghafal
Al-Qur‟an.
2. Secara Praktis
a. Bagi Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Surakarta, dapat
mengetahui manfaat atas penerapan metode sima'i dalam proses
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang selama ini telah diterapkan, dan
untuk mengetahui hambatan-hambatan proses pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an, kemudian dicarikan solusi terbaik.
b. Bagi lembaga pondok pesantren, dapat mengambil contoh metode
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dinilai efektif untuk kemudian
diterapkan oleh kyai/ustadz kepada santri sehingga mencetak generasi
penghafal Al-Qur‟an yang cerdas.
c. Bagi masyarakat luas, dapat mengetahui pentingnya pembelajaran
Tahfidzul Qur‟an bagi generasi umat Islam. Khususnya untuk para
mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga
dapat menjadi generasi yang Qur‟ani sesuai dengan harapan masyarakat,
agama, dan bangsa.
d. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan sumbangan
ilmiah bagi kalangan akademisi yang mengadakan penelitian berikutnya,
baik meneruskan maupun mengadakan riset baru. Sehingga memperkaya
temuan-temuan penelitian tentang metode pembelajaran Tahfidzul
Qur‟an.
E. Penegasan Istilah
1. Metode Pembelajaran
Metode adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan
(Haryanto, 2003:267). Menurut undang-undang no 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran secara sederhana diartikan sebagai sebuah usaha
mempengaruhi emosi, intelektual, spiritual seseorang agar mau belajar
dengan kehendaknya sendiri (Fathurrohman, 2012:6). Menurut Abudin Nata
sebagaimana dikutip Fathurrahman (2012:7), pembelajaran adalah usaha
pendidik untuk membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar yang akhirnya
2. MetodeSima’i
Menurut Ahsin Al Hafidz (2000:63) Sima‟i artinya mendengar.
Yang dimaksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan
untuk dihafalkannya. Metode ini bisa dilakukan dengan mendengarkan dari
guru pembimbing atau dari alat bantu perekam.
Menurut Wahid Alawiyah (2014:98), metode sima‟i mempunyai
tujuan agar ayat Al-Qur‟an terhindar dari berkurang dan berubahnya
keaslian lafadz serta mempermudah dalam memelihara hafalan agar tetap
terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui letak
ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.
Wahid Alawiyah (2014:137) juga berpebdapat, salah satu metode
agar hafalan tidak mudah lupa adalah dengan melakukan sima‟an dengan
sesama teman, senior, atau kepada guru dari ayat-ayat yang telah dihafal.
Namun, jika penghafal malas atau tidak mengikuti sima‟an, maka hal
tersebut akan menyebabkan hafalan mudah hilang. Selain itu, jika penghafal
tidak suka melakukan sima‟an, maka ketika ada kesalahan ayat, hal itu tidak
akan terdeteksi. Oleh karena itu, perbanyaklah melakukan sima‟an. Sebab,
dengan banyak mengikuti sima‟an, sama halnya dengan mengulang hafalan
yang terdahulu atau yang baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, metode sima‟i adalah proses
menhafal Al-Qur‟an dengan cara mendengarkan atau memperdengarkan
suatu bacaan Al-Qur‟an agar ayat Al-Qur‟an terhindar dari berkurang dan
agar tetap terjaga serta bertambah lancar sekaligus membantu mengetahui
letak ayat-ayat yang keliru ketika sudah dihafal.
3. Tahfidzul Qur’an
Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang
berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz
merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi ( اًظْيِفْحَت– ُظِّفَحُي– َظَّفَح ) yang artinya memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).
Sedangkan Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara istilah,
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat),
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul
dengan perantaraan malaikat jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan
disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta mempelajarinya
merupakan suatu ibadah (Ash-Shabuuny, 1991: 15).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah kegiatan
menghafal Al-Qur‟an dengan maksud beribadah yang dimulai dari surat Al
-Fatihah sampai surat An-Nas agar ayat-ayat Al-Qur‟an dapat dijaga, dihafal,
4. Pondok Pesantren
Pondok yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan
asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam (Purwadarminto,
2006: 906).
Pesantren adalah tempat murid-murid dari berbagai daerah tinggal
bersama-sama untuk menuntut ilmu di bawah pimpinan seorang atau
beberapa orang guru (Saerozi, 2013: 27).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal santri-santri yang
sedang menuntut ilmu agama kepada kyai atau ustadz di lingkungan
kediaman rumah kyainya. Pada asrama itulah para santri tinggal selama
beberapa tahun untuk belajar langsung keilmuan yang dimiliki oleh
kyainya. Sehingga memberi kemudahan bagi kyai untuk pemantauan
perkembangan pembelajaran santri.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami maksud dari penelitian ini
adalah pola atau ragam cara dalam menghafal Al-Qur‟an yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Lawean Kota Surakarta
tahun 2016.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan telaah terhadap karya penelitian terdahulu.
Pada tinjauan pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan karya penelitian
terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun
1. Skripsi Maidatul Faizah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Metode
Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Daarul Qur‟an (Santri
Usia Sekolah Menengah Pertama Colomadu Karanganyar Tahun 2012)”.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian
menjelaskan metode yang diterapkan dalam tahfidzul Qur'an adalah metode
wahdah, metode sima‟i, metode menghafal per hari satu halaman, metode
pengulangan umum. Di dalam penelitian ini tidak ada kekurangan yang
jelas. Hal itu dibuktikan dari hasil pembelajaran yang selalu maksimal.
2. Skripsi Arif Rahman Hakim (STAIN Salatiga, 2013) yang berjudul “Metode
Tahfidzul Qur‟an di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur‟an (SDITQ) Al
-Irsyad Desa Butuh Kecamatan Tengaran Tahun 2013”. Jenis penelitian
yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan metode
tahfidzul qur‟an yang digunakan di SDITQ adalah metode Pakistani, jenis
metode ini diantaranya adalah Sabak, Sabki dan Manzil. Tujuan metode ini
untuk mempermudah siswa dalam menghafalnya. Media yang digunakan
yaitu Al-Qur‟an, iqro‟,panduan tajwid, MP3, Al-Qur‟an, Al-Qur‟an digital,
formulir hafalan siswa. Hasil penggunaan metode ini cukup baik, ini
dibuktikan dengan prestasi lomba yang diikuti oleh siswa.
Berdasarkan penelitian di atas, penulis ingin memaparkan bahwa
penelitian yang akan dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, satu titik yang membedakan adalah fokus kajian serta tempat dari
hambatan Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam Surakarta
Tahun 2016.
G. Metode Penelitian
Kedudukan metode penelitian sangat penting dalam suatu penelitian
ilmiah. Metode penelitian merupakan teknik atau cara yang digunakan guna
keberhasilan penelitian sesuai dengan hasil yang diinginkan. Metode yang
penulis gunakan pada penelitian ini adalah:
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan
peneliti yang berada langsung dengan obyek, terutama dalam memperoleh
data dan berbagai informasi. Dengan kata lain peneliti langsung berada di
lingkungan yang hendak ditelitinya.
Jenis penelitian ini deskriptif, yaitu dengan membuat gambaran
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai ragam metode pembelajaran
dan penerapan metode sima‟i di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam agar
dapat tercapai tujuan atau target yang diinginkan, yaitu santri mampu
menghafal al-Qur‟an dengan fasih dan jelas secara efektif 30 juz seperti
yang ditentukan dalam kurikulum pondok tersebut.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian,
lokasi penelitian, terutama dalam memperoleh data-data dan berbagai
informasi yang diperlukan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Ta‟mirul Islam
Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta. Alasan peneliti memilih lokasi adalah
karena letak pondok pesantren yang strategis, dan peneliti pernah
melakukan Kuliah Kerja Lapangan di tempat tersebut.
4. Sumber Data
Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan serta
dokumen dan lain-lain (Moeloeng, 2011:157). Hal-hal itu dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Sumber data utama
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat
melalui catatan tertulis atau perekaman vidio/audio tapes, pengambilan
foto, atau film. Untuk itu diperlukannya menentukan subyek penelitian.
Subyek penelitian yang akan diteliti adalah para ustadz dan ustadzah,
pengurus pondok pesantren Ta‟mirul Islam Tegalsari, Bumi, Lawean
Surakarta dan santri yang terlibat langsung untuk memberikan
keterangan secara menyeluruh mengenai berbagai aktivitas dalam
pelaksanaan penerapan metode sima'i dalam proses pembelajaran
b. Sumber tertulis
Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah
ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi
(Moeleong, 2011:159). Peneliti juga akan mencari informasi dan
dokumen dari pondok pesantren Ta‟mirul Islam terkait sejarah berdirinya
pondok perkembangan pendidikannya (dari aspek program
pembelajarannya, pendidik, peserta didik) dan yang lebih khusus lagi
tentang metode pembelajarannya.
Selain subyek penelitian, dibutuhkan teknik sampling. Sampling
berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis sumber data yang akan
digunakan dalam penelitian. Pemikiran mengenai sampling ini hampir
tidak bisa dihindari oleh peneliti mengingat berbagai keterbatasan, seperti
waktu, tenaga dan biaya. Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling
digunakan dalam rangka generalisi teoritik. Sampling yang diambil juga
lebih selektif. Jenis teknik sampling yang digunakan adalah “purposive
sampling”, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang
dianggap mengetahui informasi dan masalah yang mendalam dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Suprayogo,
2003:165). Dengan demikian, penulis akan menentukan sumber
wawancara yaitu ustadz dan ustadzah pondok berjumlah 2 orang,
pengurus dan santri bagian program tahfidzul Qur‟an berjumlah 6 orang.
c. Foto
Pentingnya foto bagi penelitian kualitatif baik foto yang
dihasilkan oleh orang lain maupun foto yang dihasilkan oleh diri sendiri
yaitu sebagai penguat data wawancara maupun tertulis. Maka setiap
mendapatkan data sesuai kebutuhan, peneliti berusaha mengambil
gambar atau foto sebagai lampiran bukti pelaksanaan penelitian.
d. Data statistik
Penelitian kualitatif juga sering menggunakan data statistik yang
telah tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik
misalnya dapat membantu memberi gambaran tentang kecenderungan
subjek pada latar penelitian (Moeleong, 2011:162). Dalam hal ini peneliti
juga akan menggunakan data statistik bila dirasa perlu.
5. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan sumber data di atas, metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Metode Dokumentasi
Metode dekomentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari
data mengeni hal-hal atau variabel-variabel baik itu mengenai catatan,
transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda dan sebagainya
(Arikunto, 1989:30). Metode ini digunakan untuk mengetahui
pengembangan data jumlah santri, aktivitas santri setiap hari, sususan
b. Metode Observasi
Observasi merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data
dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung. Dalam penggunaan teknik ini, bentuk observasi adalah
observasi partisipatif yang berarti pengamatan ikut serta dalam kegiatan
yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2005:220).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi secara
langsung yang digunakan untuk pengumpulan data. Dalam hal ini
peneliti akan langsung melakukan pengamatan terhadap ragam metode
pembelajaran tahfidzul Qur‟an santri di Pondok Pesantren Ta‟mirul
Islam Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta untuk mengetahui tentang
syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti pembelajaran tahfidz. Selain
itu untuk memperoleh gambaran umum tentang pondok tersebut.
c. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeleong,
2011:186). Wawancara ditujukan kepada pimpinan dan pengasuh pondok
pesantren untuk memperoleh data yang berkaitan dengan sejarah
berdirinya pondok pesantren serta perkembangannya, para guru atau
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, catatan lapangan dan
wawancara dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, menyusun sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2011:224).
Menurut Salim dalam Maslikhah (2013: 323), proses analisis data
sebagaimana penelitian kualitatif, digunakan teknik analisis data sebagai
berikut:
a. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan,
abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan.
b. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang
memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif
mencari makna dari gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan
atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan
proposisi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Moeleong (2011:324) untuk menetapkan keabsahan
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria
yang digunakan yaitu: derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability), kepastian
(confirmability).
Sedangkan yang berkaitan dengan penelitian ini hanya menggunakan
tiga unsur, yaitu:
a. Kepercayaan (credibility)
Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang
berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. Ada beberapa teknik
untuk mencapai kredibilitas ini antara lain: sumber, pengecekan anggota,
perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, diskusi teman sejawat, dan
pengecekan kecukupan referensi.
b. Kebergantungan (dependability)
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan
terjadinya kemungkinan kesalahan dalam pengumpulan dan
menginterprestasikan data. Sehingga data dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Lebih jelasnya adalah karena keterbatasan pengalaman,
waktu dan pengetahuan dari penulis maka cara untuk menetapkan bahwa
proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit
dependability oleh dosen pembimbing.
c. Kepastian (confirmability)
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang
hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan
audit.
8. Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan
laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Tahap sebelum ke lapangan
Dalam tahap ini peneliti harus menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, pengurus perizinan, menjajaki dan menilai
lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di pondok Ta‟mirul Islam
Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta ini, maka peneliti menyusun
rancangan penelitian berupa rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam penelitian, memilih dan menentukan informan, serta menyiapkan
hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: (1) memahami latar
penelitian dan persipan diri, (2) memasuki lapangan, (3) berperan sambil
mengumpulkan data.
c. Tahap analisis data
Tahap menganalisi data melalui hasil temuan data dari penelitian
baik secara lisan maupun secara tulisan yang diperoleh melalui observasi,
dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan pondok tersebut.
Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks
permasalahan yang diteliti. Selanjutnya pengecekan keabsahan data
dengan mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data
sehingga data benar-benar valid. Data yang valid adalah dasar dan bahan
untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam
memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan
Tahap ini meliputi kegiatan hasil penelitian dari semua rangkaian
kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu
dilakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk
mendapatkan perbaikan dan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang
kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis
skripsi yang sempurna. Langkah terakhir melakukan penyusunan
kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk
mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi skripsi.
Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan
teoritik penelitian, meliputi pengertian metode pembelajaran, pengertian
Tahfidzul Qur‟an, dasar hukum dan kaidah penting dalam Tahfidzul Qur‟an,
metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, pengertian pondok pesantren, jenjang
pendidikan pondok pesantren, macam-macam pondok pesantren, model
pembelajaran pondok pesantren, faktor pendukung dan penghambat proses
pembelajaran Tahfidzul Qur‟an.
BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum pondok pesantren Ta‟mirul
Islam Tegalsari, Bumi, Lawean Surakarta yang meliputi sejarah berdirinya
pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, struktur kepengurusan, sarana
dan prasarana, keadaan ustadz, keadaan santri, dan jenjang pendidikan pondok
pesantren. Kemudian hasil dokumentasi dan wawancara tentang metode sima'i
dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor-faktor yang menunjang
dan menghambat metode sima'i dalam proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an
serta cara mengatasinya.
Bab ini membahas satu persatu tentang analisis data dari hasil
penelitian.
BAB V: PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an dalam Pondok Pesantren
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut pendapat David J. R. dalam Majid (2012: 131), metode
adalah cara untuk mencapai sesuatu. Metode secara harfiah berarti
“cara”. Untuk pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu
cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata
“pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar
terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Jadi, metode pembelajaran
adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya
untuk mencapai tujuan.
Metode berbeda dengan strategi. Strategi menunjukkan pada
sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah
cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi (Rusman, 2011:
133).
Istilah lain yang mempunyai hampir sama dengan metode
adalah model pembelajaran. Joyce dan Weil dalam Rusman (2011: 133),
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Menurut
pendapat Dahlan dalam Sutikno (2014: 57), menjelaskan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk
kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting
lainnya.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan perbedaan antara metode, strategi dan model pembelajaran.
Metode cara yang diterapkan dalam sebuah pembelajaran agar tercipta
suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan, kreatif serta
inovatif. Strategi pembelajaran menekankan pada cara menerapkan
rencana pembelajaran yang telah disusun agar pembelajaran maksimal.
Sedangkan model pembelajaran menekankan pada kerangka-kerangka
umum sistem pembelajaran dalam waktu jangka panjang.
2. Pengertian Tahfidzul Qur’an
Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz merupakan bentuk isim
mashdar dari fiil madhi (ْ
بًظٍِْفْحَت
ْ
–
ْ ُعِّفَحٌُ
ْ
–
ْ َعَّفَح
) yang artinyamemelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73). Pengertian
menghafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha
Menurut Al-Lihyani dan mayoritas ulama‟, secara bahasa Al
-Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari fiil madhi qara-a (أشق) yang
artinya “membaca”, yang bersinonim dengan kata qira-ah (حأشق). Kata
qara-a sendiri berarti menghimpun dan memadukan sebagian
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang sebagian lainnya.
Kenyataannya, memang huruf-huruf dan lafal-lafal serta
kalimat-kalimat Al-Qur‟an berkumpul dalam satu mushaf. Secara terminologi
kata Al-Qur‟an didefinisikan dalam berbagai redaksi. Salah satunya
menurut Manna‟ Khalil Al-Qaththan dalam tulisan Sugianto (2004:
18-19), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang bernilai ibadah membacanya.
Menurut Taufiqul Hakim dalam kamus At-Taufiq (2004: 506),
Al-Qur‟an merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi (
ْ أشقٌْ أشق
بًأشقّْْخئاشق
) yang artinya moco, mertela‟ake (membaca, menjelaskan).Sedangkan menurut Ali Ash-Shobuny dalam Munjahid (2007:
25), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang melemahkan tantangan musuh
(mu‟jizat) yang diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul yaitu
Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril, dimulai
dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis
dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir,
Setelah melihat definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Tahfidzul Qur‟an adalah usaha untuk menghafal, mengingat, dan
memelihara ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW agar dapat meresap ke dalam pikiran seseorang (di
luar kepala), agar tetap terjaga kemurniannya baik secara keseluruhan
maupun sebagian.
3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur’an
a. Dasar Hukum Tahfidzul Qur‟an
Umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara
riil dan konsekuen berusaha memelihara Al-Qur‟an, karena
pemeliharaan terbatas sesuai dengan sunnatullah yang telah
ditetapkan-Nya tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat
Al-Qur‟an akan diusik dan diputarbalikkan oleh musuh-musuh
Islam. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan kemurnian
Al-Qur‟an yaitu dengan menghafalkannya (Ahsin, 2000: 21).
Dari sini, secara tegas banyak para ulama‟ mengatakan alasan
yang menjadi dasar untuk menghafal Al-Qur‟an adalah sebagai
berikut:
1) Jaminan kemurnian Al-Qur‟an dari usaha pemalsuan. Para
penghafal Al-Qur‟an adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk
menjaga kemurnian Al-Qur‟an dari usaha-usaha pemalsuannya.
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran,
dan Sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9)
Dengan demikian sebagai konsekuensi logis, maka Allah
SWT memberikan kemudahan kepada orang-orang yang
berminat untuk menghafal Al-Qur‟an dan bersungguh-sungguh
dalam menghafalnya. Hingga akhir zaman, Al-Qur‟an akan tetap
eksis serta tidak akan kekurangan para penghafalnya, yang
semuanya itu tidak lepas dari kehendak Allah SWT begitu pula
para penghafal Al-Qur‟an pada hakikatnya merupakan pilihan
Allah SWT yang memegang peranan sebagai penjaga dan
pemelihara terhadap kemurnian Al-Qur‟an (Sugianto, 2004: 44).
2) Al-Qur‟an diturunkan, diterima, dan diajarkan oleh Nabi SAW
secara hafalan. Sehingga mendorong para sahabat untuk
menghafalkannya. Sungguh merupakan suatu hal yang luar biasa
bagi umat Muhammad SAW karena Al-Qur‟an dapat dihafal
dalam dada mereka bukan sekedar dalam tulisan-tulisan kertas,
tetapi Al-Qur‟an selalu dibawa dalam hati para penghafalnya.
Sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran” (QS. Al-Qamar: 17).
3) Menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu kifayah. Ini berarti bahwa
orang yang menghafal Al-Qur‟an tidak boleh kurang dari jumlah
mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya
pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur‟an
(Ahsin, 2000: 23-24).
Menurut pendapat Syeikh Muhammad Makki Nashr
dalam Ahsin (2000: 24) mengatakan sebagai berikut:
ِْىآ ْشُقْلاَْعْف ِحَّْىِا
ْ
ٍْخٌَْبَفِمْ ُض ْشَفٍْتْلَقْ ِشَِْظْْيَع
Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur‟an di luar kepala
hukumnya fardhu kifayah”.
Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal
Al-Qur‟an hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian
melakukan maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Sebaliknya
jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan
menanggung dosanya.
b. Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an
Para penghafal Al-Qur‟an terikat oleh beberapa kaidah
penting di dalam menghafal (Chairani dan Subandi, 2010: 38-40)
1) Ikhlas, bermakna bahwa seseorang akan meluruskan niat dan
tujuan menghafal Al-Qur‟annya semata-mata untuk beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2) Memperbaiki ucapan dan bacaan, meskipun Al-Qur‟an
menggunakan bahasa Arab akan tetapi melafadzkannya sedikit
berbeda dari penggunaan bahasa Arab populer. Oleh karena itu,
mendengarkan terlebih dahulu dari orang yang bacaannya benar
menjadi suatu keharusan.
3) Menentukan presentasi hafalan setiap hari. Kadar hafalan ini
sangat penting untuk ditentukan agar penghafal menemukan ritme
yang sesuai dengan kemampuannya.
4) Konsisten dengan satu mushaf. Alasan kuat penggunaan satu
mushaf ini adalah bahwa manusia mengingat dengan melihat dan
mendengar sehingga gambaran ayat dan juga posisinya dalam
mushaf dapat melekat kuat dalam pikiran.
5) Pemahaman adalah cara menghafal. Memahami apa yang dibaca
merupakan bantuan yang sangat berharga dalam menguasai suatu
materi. Oleh karena itu, penghafal Al-Qur‟an selain harus
melakukan pengulangan secara rutin, juga diwajibkan untuk
membaca tafsiran ayat yang dihafalkan.
6) Memperdengarkan bacaan secara rutin. Tujuannya adalah untuk
membenarkan hafalan dan juga berfungsi sebagai kontrol terus
7) Mengulangi secara rutin. Penghafalan Al-Qur‟an berbeda dengan
penghafalan yang lain karena cepat hilang dari pikiran. Oleh
karena itu, mengulangi hafalan melalui wirid rutin menjadi suatu
keharusan bagi penghafal Al-Qur‟an.
4. Macam-Macam Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
Menurut pendapat Ahsin W. (2000: 63) menjelaskan bahwa ada
lima metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain:
a. Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang
hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa
dibaca sebanyak 10 kali, atau 20 kali, atau lebih sehingga proses ini
mampu membentuk pola dalam bayangannya.
b. Kitabah, artinya menulis. Pada model ini penghafal terlebih dahulu
menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang
telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya
sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.
Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan berkali-kali
menuliskannya sehingga dengan begitu ia dapat sambil
memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Model ini
cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan,
aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam
mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.
c. Sima‟i, artinya mendengar. Maksud dari sima‟i ini ialah
sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra,
terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di
bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.
d. Gabungan. Model ini merupakan gabungan antara metode wahdah
dan kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki
fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya.
Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang
dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang
telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika penghafal
belum mampu mereproduksi hafalannya ke dalam tulisan secara
baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar
mencapai nilai hafalan yang valid. Kelebihan model ini adalah
adanya fungsi ganda, yakni untuk menghafal dan sekaligus berfungsi
untuk pemantapan hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun
akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan
visual yang mantap.
e. Jama‟, yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif
(bersama-sama), dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama,
instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa
menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur
membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan
siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan
sedikit demi sedikit dengan mencoba melepaskan mushaf (tanpa
melihat mushaf) dan demikian seterusnya. Sehingga ayat-ayat yang
sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam
bayangannya. Cara ini termasuk model yang baik untuk
dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di
samping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap
ayat-ayat yang dihafalkannya.
f. Metode persial, yaitu: cara menghafal dengan membagi-bagi ayat
yang akan dihafal dengan beberapa bagian yang sama ataupun
berbeda. Seorang penghafal akan menghafalnya dengan
sebagian-sebagian hingga sampai berhasil, setelah itu baru pindah ke bagian
berikutnya (Wafa, 2013:73).
5. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya 1. Pengertian Pondok Pesantren
Menurut Madjid (1997: 3), pondok pesantren yaitu lembaga
yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan
sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya
identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna
keaslian Indonesia. Sedangkan menurut Muhammad Arifin, pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh
serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek)
dimana para santri menerima pendidikan agama melalui sistem
dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri
khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal (Mu‟in
dkk, 2007: 16).
Menurut Nasir (2005: 80-81) pengertian dari pondok pesantren
sendiri juga terdapat banyak variasinya, antara lain:
a. Pondok pesantren adalah gabungan dari kata pondok dan pesantren.
Istilah pondok berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang
berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren
Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan
dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang
dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama
bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya
dari pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid
mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syekh di pondok
pesantren.
b. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan
ilmu agama Islam. Pondok Pesantren merupakan salah satu bentuk
lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara
lahiriyah, pesantren pada umumnya adalah suatu komplek bangunan
yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para
selama beberapa tahun untuk belajar langsung dengan kyai dalam
bidang ilmu agama.
c. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan
pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan
pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi
dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana seorang kyai
mengajar para santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam
bahasa Arab oleh ulama‟-ulama‟ besar sejak abad pertengahan, dan
para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam
pesantren tersebut.
Zamakhsari Dhofier mengemukakan bahwa ciri khas pesantren
dan sekaligus unsur-unsur pembedanya dengan lembaga pendidikan
lainnya adalah adanya pondok tempat tinggal kyai dan santrinya, hanya
masjid sebagai tempat kegiatan ibadah dan belajar-mengajar
(pengajian), santri bertempat tinggal secara tetap dalam waktu yang
relatif lama (bermukim), kyailah yang menjadi tokoh sentral dalam
pesantren, yang diajarkan adalah kitab-kitab Islam klasik sebagai
kelanjutan dari pengajian Al-Qur‟an (Saerozi, 2013: 28).
2. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren
Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam
lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal (berjenjang
kelas). Biasanya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi
kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu
kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh
kyainya, maka ia berpindah ke kitab lain yang lebih tinggi tingkatannya.
Jenjang pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan
penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai
paling tinggi.
Sebagai konsekuensi dari sistem klasikal di atas, pendidikan
pesantren biasanya menyediakan beberapa cabang ilmu (fununul „ilmi)
atau bidang-bidang khusus yang merupakan fokus masing-masing
pesantren untuk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di
dalamnya. Biasanya keunikan pendidikan sebuah pesantren telah
diketahui oleh calon santri yang ingin mondok (Depag RI, 2003:
89-90).
3. Macam-Macam Pondok Pesantren
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yakni Pesantren Salaf (tradisional) dan Pesantren Khalaf (modern).
Pesantren Salaf adalah sebuah pesantren yang tetap melestarikan
unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi
pesantrennya, melalui kegiatan pendidikannya berdasarkan pada
pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning
dengan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan Pesantren Khalaf
pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur-unsur modern
yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan adanya materi
ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (Depag RI, 2003: 7-8).
Elemen-elemen dasar dari sebuah pesantren pada praktiknya
terdapat beberapa variasi bentuk atau model suatu pesantren. Sehingga
terjadilah pengelompokkan bentuk-bentuk pondok pesantren yang
dalam peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tentang bantuan
kepada pondok pesantren yang mengkategorikan pondok pesantren
menjadi empat macam tipe pesantren yaitu:
1) Pesantren Tipe A yaitu pondok yang seluruhnya dilaksanakan secara
tradisional.
2) Pondok Pesantren tipe B yaitu pondok yang menyelenggarakan
pengajaran secara klasikal (madrasah).
3) Pondok Pesantren tipe C yaitu pesantren yang merupakan asrama
sedangkan santrinya belajar di luar.
4) Pondok Pesantren tipe D yaitu pondok yang menyelenggarakan
sistem pendidikan pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau
madrasah (Depag RI, 2003: 15).
Selain tipe pesantren di atas, menurut Nasir (2005: 87)
menyebutkan lima klasifikasi pesantren antara lain:
1) Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren yang di
dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan
2) Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok pesantren yang di
dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan
sistem klasikal (madrasah) swasta kurikulum 90% agama dan 10%
umum.
3) Pondok pesantren berkembang yaitu hampir sama dengan semi
berkembang hanya berbeda dalam bidang kurikulumnya 70% agama
dan 30% umum, serta telah diselenggarakan madrasah SKB Tiga
Mentri.
4) Pondok pesantren modern (khalaf) yaitu pondok pesantren ini lebih
lengkap dari pondok pesantren berkembang
4. Model Pembelajaran Pondok Pesantren
Model pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional
dan ada pula model pembelajaran yang bersifat baru (modern).
Pesantren pada mulanya sebenarnya telah mengenal sistem klasikal,
tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sistem
klasikal yang diterapkan di sekolah atau madrasah modern (Depag RI,
2003: 73). Adapun model pembelajaran pesantren yang bersifat
tradisional antara lain:
1) Sorogan
Model sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para
santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
kyai. Pengajian sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada
ruang tertentu di mana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai
atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk
meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain,
baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak
jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz
kepada temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu
gilirannya dipanggil (Depag RI, 2003: 74-75).
2) Bandongan
Model bandongan disebut juga dengan metode wetonan.
Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap
sekelompok peserta didik atau santri, untuk mendengarkan dan
menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. Seorang kyai atau
ustadz dalam hal ini membaca, menerjemahkan, menerangkan dan
sering kali mengulang teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat
(gundul). Sementara itu santri dengan memegang kitab yang sama,
masing-masing melakukan pen-dhabitan (penetapan) harakat,
pencatatan simbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung di
bawah kata yang dimaksud, dan keterangan-keterangan lain yang
dianggap penting dan dapat membantu memahami teks. Posisi para
santri pada pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah
melingkari dan mengelilingi kyai atau ustadz sehingga membentuk
menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para
santrinya (Depag RI, 2003: 86-87).
3) Musyawarah
Musyawarah merupakan model pembelajaran yang lebih mirip
dengan diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah
tertentu membentuk halaqah (lingkaran) yang dipimpin langsung
oleh kyai atau ustadz, dan mungkin juga santri senior, untuk
membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan
sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan bebas
mengajukan pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapatnya. Dengan
demikian, model ini lebih menitikberatkan pada kemampuan
perseorangan di dalam menganalisis atau memecahkan suatu
persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab
tertentu (Depag RI, 2003: 92-93).
4) Pengajian Pasaran
Model pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri
melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang ustadz yang
dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus
menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi
umumnya pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh
hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab
metode bandongan. Akan tetapi pada metode ini target utamanya
adalah khatam atau selesai (Depag RI, 2003: 96).
5) Hafalan (Muhafadzah)
Model hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara
menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan
seorang ustadz atau kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal
bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki
santri ini kemudian dihafalkan di hadapan ustadz atau kyainya secara
periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk gurunya
tersebut. Materi pembelajaran di Pondok Pesantren yang disajikan
dengan metode hafalan pada umumnya berkenaan dengan
Al-Qur‟an, nadzam-nadzam untuk disiplin nahwu, sharaf, tajwid atau
untuk teks-teks nahwu sharaf dan fiqih (Depag RI, 2003: 100).
6) Muzhakarah
Model Muzhakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa‟il
merupakan pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah
seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Model ini
sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan model musyawarah. Hanya
bedanya pada model muzhakarah pesertanya adalah para kyai atau