BAB 2
ORBIT DAN SIFAT FISIS ASTEROID
2.1
Asteroid
Definisi kata Asteroid adalah star-like atau seperti bintang. Definisi ini menjelaskan penampakan visual asteroid dari teleskop namun tidak sesuai dengan sifat fisisnya. Asteroid yang dulu disebut dengan planet kecil atau minor planet, kini setelah pendefinisian ulang planet pada International Astronomical Union (IAU) tahun 2006 diubah istilahnya menjadi small solar-system bodies atau benda kecil tata surya.
Kandungan mineral yang dimilikinya dapat membuat asteroid sebagai sumber bahan baku. Sehingga tidak perlu lagi membawa bahan baku dari bumi jika ingin membangun koloni di luar angkasa. Besi, Nikel, susunan karbon dan bahkan air terkandung dalam asteroid.
Berbeda dengan planet, asteroid memiliki ukuran yang lebih kecil dan asimetris. Tetapi karena komposisi yang dimilikinya mirip dengan planet, muncul ide bahwa Asteroid berasal dari pecahan planet yang berbenturan dengan benda kecil atau pecahan dari proses bertabraknya benda angkasa. Namun, asteroid juga diprediksi sebagai sisa komet yang telah habis menjalani masa hidupnya. Ide ini muncul karena beberapa asteroid memiliki orbit yang serupa dengan orbit komet.
Berdasarkan variasi warnanya, asteroid dibagi menjadi beberapa kelas taksonomi. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menyetarakan kelas-kelas ini dengan kelas meteorit yang memiliki kemiripan dalam profil spektranya. Tipe C (dari Carbonaceous) yang mendominasi populasi asteroid hingga 60% memiliki warna biru, hampir datar tidak berfitur, mirip dengan meteorit jenis chondrit carbonaceous. Tipe S (Silicaceous) mendominasi populasi kedua memiliki warna yang lebih merah, dan spektra seperti meteorit besi-batuan. Kedua tipe ini adalah
jenis yang mencakup sebagian besar asteroid. Jenis lainnya yang lebih sedikit adalah Tipe E untuk enstatite, M untuk mettalic, dan R untuk red.
2.2
Kecerlangan
Kecerlangan tampak dari asteroid bergantung oleh ukuran objek dan jarak dari bumi. Karena asteroid dan Bumi selalu bergerak, maka dibuatlah istilah magnitudo mutlak yang mengindikasikan kecerlangan intrinsik, bergantung pada jaraknya. Dikatakan magnitudo mutlak asteroid berarti magnitudo asteroid yang diandaikan 1 AU dari Bumi. Beberapa peneliti menggunakan simbol g, H atau simbol B(1,0) untuk magnitudo mutlak di dalam biru dan V(1,0) untuk kuning atau visual. Pada tugas akhir ini, digunakan simbol H seperti yang dipakai oleh program NEA dari NASA sebagai sumber data.
Kecerlangan tampak tidak hanya bergantung pada jarak dan ukuran asteroid, tetapi juga dipengaruhi oleh derajat iluminasinya atau fase dari asteroid. Seperti bulan pada fase penuh lebih terang dibandingkan dengan saat fase bulan sabit, kecerlangan asteroid juga dipengaruhi posisi orbit asteroid ketika diamati. Kecerlangan pada fase penuh adalah 0,3 magnitudo lebih terang dibandingkan dengan fase parsialnya.
Bentuk yang tidak beraturan dan rotasinya mengakibatkan kecerlangan tampak berubah-ubah. Dengan mengamati perubahan ini pada setiap waktu, dapat ditentukan bentuk dari asteroid. Namun tidak sesederhana yang dikira, bentuk dan amplitudo dari kurva cahaya juga bergantung pada sumbu rotasi asteroid. Sehingga diperlukan pengambilan kurva cahaya pada beberapa bagian orbit asteroid.
Albedo atau daya pantul permukaan asteroid yang diberi simbol p juga mempengaruhi kecerlangannya. Beberapa asteroid dapat memantulkan 3 atau 4% cahaya matahari yang menyinarinya. Asteroid lain mampu memantulkan 40% dari cahaya datang bergantung dengan komposisi mineral pada permukaan asteroid. Cahaya matahari yang tidak dipantulkan diserap oleh asteroid yang menyebabkan
diradiasikan sebagai radiasi inframerah. Karena albedo bergantung pada komposisi mineral asteroid, maka dapat dibedakan berdasarkan kelas spektralnya.
2.3
Diameter Asteroid
Dari data pengamatan, Bowell dan Lumme tahun 1979 membuat sebuah persamaaan empiris untuk menghubungkan diameter asteroid dengan albedo p dan magnitudo mutlak H asteroid. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut
logd =3,122 0,5log− p−0, 2H (2.1) Rentang diameter untuk asteroid berkisar antara ratusan meter hingga beberapa kilometer.
2.4
Kerapatan
Kerapatan masing-masing jenis dapat ditentukan jika telah diketahui komposisinya. Asteroid yang terdiri dari batuan memiliki kerapatan ~2000 hingga 3000 kg m-3 (Hilton 2002) , dan besi ~8000 kg m-3. Namun ada beberapa asteroid yang memiliki kerapatan lebih rendah (~500 – 1500 kg m-3) yaitu yang memiliki es sebagai komposisi terbesarnya.
2.5
Meteorit
Istilah meteorit ini berlaku untuk asteroid yang jatuh sampai ke permukaan bumi. Meteor adalah segaris cahaya yang tampak di langit yang disebabkan oleh meteoroid yang menghujam atmosfer bumi dan terbakar karenanya. Sebagian dari “bintang jatuh” yang dilihat ini adalah berupa partikel yang tidak lebih besar dari debu atau pasir. Sebagian meteoroid yang berukuran lebih besar mampu menembus atmosfer bumi hingga membentur permukaan bumi yang menjadi meteorit.
Seperti yang telah dikatakan pada awal penjelasan bahwa asteroid yang beredar berkaitan dengan meteorit yang ditemukan di bumi. Sehingga dapat ditelaah
komposisi asteroid dengan meneliti komposisi meteorit sesuai dengan spektra yang cocok dengannya.
Tabel 2-1 Klasifikasi meteorit berdasarkan komposisi mineralnya
No. Kelas Sub-Kelas Jenis Penandaan
1. Besi
(siderite)
Hexahedrite
Octahedrite Kaya akan Nikel ataxite Nickel 4-6% Logam ~ 95% Nikel 6 – 14% Nikel > 10% hingga 66% 2. Besi-Batu (siderolite) Pallasite Siderophyte Lodranit Mesosiderit Mengandung silikat, dengan beberapa logam bebas Aubrite (enstatite) Diogenites (hypersthene) Chassignite (olivine) Ureilites (olivine-pigeonite) Rendah Kalsium Angrite Nakhalite Achondrite Howardite Eucrite Achondrite Basaltic Kaya Kalsium 3. Batuan (aerolite)
Chondrite Enstatite (E) Olivie-bronzite (H)a
Olivine-hypersthene (L , L)
Carbonaceous (C1, C2, C3) atau (CI, CM, CO, CV)
Mengandung air, karbon, silikat dan logam
Tabel 2-2 Kelas spektral dan rentang albedo
No. Kelas Spektral Rentang Albedo Warna dan Profil Spektra Komposisi Mineral Serupa dengan Meteorit 1. Tipe C 0,03 – 0,07 biru, hampir datar tidak berfitur silikat dan carbon carbonaceous chondrit 2. Tipe S 0,1 – 0,2 kemerahan, absorbsi Fe2+ silikat dan
logam besi batuan
3. Tipe M 0,10 – 0,18 sedikit kemerahan tidak berfitur logam, atau logam dan silikat netral nikel-besi enstatite chondrit 4. Tipe E 0,25 – 0,6 datar tidak berfitur silikat netral enstatite achondrit 5. Tipe R 0,16 – 0,25 merah
fitur yang kuat silikat Fe
2+ belum diketahui
6. Tipe U
bermacam-macam tidak biasa
bermacam-macam
belum diketahui
2.6
Orbit Asteroid
Berkaitan dengan posisi orbitnya, gugus asteroid dapat dikelompokkan menjadi asteroid di sabuk utama (Main Belt) yang terletak di antara orbit Jupiter dan Mars (antara 2 sampai 3,7 AU), di titik kesetimbangan (titik Lagrange) antara Jupiter dan Matahari yang dikenal dengan kelompok Troyan dan terakhir adalah AAA
(Apollo,Amor,Aten) yang dapat berpotongan orbit dengan Venus, Mars dan Bumi. Kriteria yang lebih rinci untuk gugus asteroid berdasarkan orbitnya dapat dilihat pada Tabel 2-3 yang disusun oleh Zellner(1979), Kresak(1979) dan Shoemaker et al. (1979).
Tabel 2-3 Kriteria gugus asteroid menurut Zellner(1979), Kresak(1979) dan Shoemaker et al. (1979)
No Zona Asteroid Krietia Model
1. A1 Aten a< 1,0, Q > 0,983 Shoemaker dkk 2. A2 Apollo a ≥ 1,0 , q ≤ 1,017 Shoemaker dkk 3. A3 Amor a > 1,0 , 1,017< q ≤ 1,3 Shoemaker dkk 4. Hu Hungaria 1,82 < a < 2, e < 0,5 dan i >160 Zellner 5. Ph Phoceas 2,25 < a < 2,50, e < 0,35 dan i >170 Zellner 6. Fl Floras 2,06 < a < 2,29 dan i <100 Zellner 7. Ny Nysa a ≈ 2,43, e ≈ 0,17 dan i ≈ 30 Zellner
8. I Main Belt I 2,06 < a < 2,50, e < 0,35 dan i <300 Zellner 9. II Main Belt II 2,50 < a < 2,82, e < 0,35 dan i <300 Zellner 10. Eos Eos a ≈ 3,01 e ≈ 0,17 dan i ≈ 100 Zellner 11. Ko Kronis a ≈ 2,85, e ≈ 0,05 dan i ≈ 20 Zellner 12. Th Themis a ≈ 3,13, e ≈ 0,15 dan i ≈ 10 Zellner 13. III Main Belt III 2,82 < a < 3,27 Zellner 14. IV Main Belt IV 3,27 < a < 3,65, e < 0,35 dan i <300 Zellner 15. Hi Hildas 3,80 < a < 4,2, e < 0,35 dan i <300 Zellner 16. T Trojan 5,31 < Q < 5,96 dan 4,41< q <5,15 Kresak