• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKAYAAN JENIS MAKROEPIFIT DI HUTAN TELAGA TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) KABUPATEN LANGKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEKAYAAN JENIS MAKROEPIFIT DI HUTAN TELAGA TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) KABUPATEN LANGKAT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KEKAYAAN JENIS MAKROEPIFIT DI HUTAN TELAGA

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) KABUPATEN LANGKAT

T. Alief Aththorick1,2, Etti Sartina Siregar1, dan Sri Hartati

1) Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU

Abstract

The research has been conducted in Telaga Village Gunung Leuser National Park, Langkat Regency. Data were collected using Quadrat Method. The result showed that there were 26 species of macroepiphytes belong to 18 genera and 9 families. Orchidaceae had the highest number of species followed by Polypodiaceae and Aspleniaceae with the number of 9, 6 and 4 species respectively. In family level, Polypodiaceae dominated in all strata followed by Aspleniaceae and Davalliaceae.

Keywords: species richness, macroepiphytes, Gunung Leuser National Park

PENDAHULUAN

Epifit adalah tumbuhan yang tumbuhnya melekat pada batang dan cabang pohon, semak, dan liana (Polunin, 1990). Smith (1992) membedakan epifit berdasarkan ukuran tubuhnya menjadi mikroepifit dan makroepifit. Mikroepifit adalah epifit yang mempunyai ukuran daun yang kecil di mana bagian-bagiannya (akar, batang, dan daun) sukar dibedakan karena daunnya berbentuk seperti sisik, contohnya lumut, lichenes, dan alga sedangkan makroepifit adalah epifit yang mempunyai ukuran daun yang lebih besar dari pada mikroepifit dimana bagian-bagiannya (akar, batang, dan daun) dengan nyata dapat dibedakan dengan jelas, contohnya dari famili Orchidaceae, Ericaceae, Melastomataceae, dan tumbuhan paku (Richard, 1981).

Sebagian besar epifit dipencarkan oleh angin. Pada tumbuhan paku, spora kecil dan ringan sehingga mudah diterbangkan angin demikian juga dengan biji-biji anggrek yang kecil diterbangkan angin sampai jarak yang sangat jauh (MacKinnon, 1986). Epifit paling banyak ditemukan pada kondisi lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Epifit ada yang menyenangi tempat-tempat terlindung tetapi ada juga yang menyenangi tempat terbuka, contohnya Asplenium (Soeriaatmadja, 1989).

Epifit memiliki fungsi ekologi yaitu menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu dalam ekosistem dan sebagai pembentuk iklim mikro (Anwar, et al., 1984). Selanjutnya menurut Tjitrosomo et al. (1983), bahwa secara ekologi epifit yang berasal dari paku-pakuan berperan dalam proses pelapukan. Epifit juga memiliki fungsi ekonomi yang tinggi, umumnya dijadikan sebagai tanaman hias karena memiliki bentuk yang beraneka ragam dan warna

yang indah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambah penghasilan, contohnya jenis-jenis anggrek. Selain itu epifit yang berasal dari paku-pakuan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat, contohnya Drynaria quersifolia di Malaya, dipakai untuk obat bengkak, air enthalnya juga dapat dipakai untuk menyembuhkan demam (Sastrapradja et al., 1980).

Aminah (2002) melaporkan di hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang terdapat 14 jenis paku epifit. Yulinda (2004) melaporkan di kawasan hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat terdapat 47 jenis makroepifit yang termasuk dalam 4 kelas, 10 ordo, 20 famili, dan 32 genera. Orchidaceae merupakan famili yang memiliki jumlah jenis tertinggi sebanyak 9 jenis, sedangkan Sari (2005) melaporkan di kawasan hutan Gunung Sinabung terdapat 25 jenis paku epifit.

Selanjutnya Mahfuz (1995) melaporkan di Hutan Gunung Tujuh Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat terdapat 6 famili, 14 genera, dan 120 jenis paku epifit. Famili Davalliaceae merupakan famili yang paling banyak jumlah jenisnya. Hernawati (1995), melaporkan bahwa terdapat 61 jenis paku epifit dari 5 famili di Taman Nasional Kerinci Seblat. Rini (1998), melaporkan bahwa di Areal Stasiun Riset Soraya Ekosistem Leuser Kabupaten Aceh Selatan terdapat 15 jenis paku epifit dari 5 famili di mana jenis Asplenium nidus L. merupakan jenis yang paling banyak ditemukan. Ruhana (2003), melaporkan bahwa terdapat anggrek epifit sebanyak 25 genus (70 jenis) di Stasiun Penelitian Ketambe Ekosistem Leuser. Selanjutnya Amalia (2004), melaporkan bahwa di Gunung Tangkubanparahu terdapat 4053 individu makroepifit yang berasal dari 89 jenis dan 37 famili. Famili terbanyak adalah Orchidaceae.

(2)

Hutan di Desa Telagah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat termasuk salah satu tipe hutan hujan dataran rendah di Sumatera Utara yang berdasarkan pengamatan di lapangan memiliki keanekaragaman makroepifit yang tinggi. Hutan ini memiliki pohon-pohon yang tinggi dan udara yang lembab sehingga merupakan habitat yang sesuai bagi pertumbuhan epifit. Untuk mendukung upaya konservasi kawasan hutan ini perlu diketahui terlebih dahulu data dasar tentang kekayaan jenis floranya termasuk salah satunya adalah tumbuhan epifit. Namun demikian sejauh ini belum pernah dilaporkan kekayaan jenis makroepifit di hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman makroepifit di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dasar bagi instansi terkait dan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam rangka upaya konservasi.

BAHAN DAN METODE

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan keberadaan tumbuhan makroepifit yang dianggap mewakili tempat tersebut. Pengamatan dan pengambilan koleksi tumbuhan menggunakan metode kuadrat. Pada lokasi penelitian dibuat plot petak tunggal berukuran 500 x 20 m yang dibagi menjadi 25 subplot dengan ukuran 20 x 20 m. Pada setiap subplot dicatat setiap jenis makroepifit yang dijumpai, jumlah individu setiap jenis dan strata ditemukannya makroepifit. Strata bawah yaitu dari permukaan tanah sampai tinggi batang pohon 1,3 m, strata tengah yaitu dari 1,3 m sampai bebas cabang, strata atas yaitu dari bebas cabang sampai tajuk pohon.

Makroepifit yang tidak diketahui jenisnya dikoleksi, diberi label, dan dicatat ciri-ciri morfologi yang akan hilang setelah spesimen kering seperti warna bunga, buah dan spora dari spesimen yang diambil. Koleksi diatur sedemikian rupa di antara lipatan koran, kemudian koran dilipat, diikat dengan tali plastik, dimasukkan ke dalam kantung plastik yang berukuran 60 x 40 cm dan diawetkan dengan alkohol 70% sampai lembab agar spesimen tidak kering, rontok atau busuk, diusahakan sebelum kantung plastik ditutup rapat dikosongkan terlebih dahulu udara yang terdapat di dalam kantung plastik seminimal mungkin baru kemudian kantung plastik ditutup rapat dengan lakban. Selanjutnya spesimen dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Jenis Makroepifit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat terdapat 26 jenis makroepifit yang termasuk ke dalam 2 divisi yaitu Pteridophyta dan Spermatophyta, 3 kelas, 4 ordo, 9 famili, dan 18 genera, seperti yang tercantum pada Tabel 1. Jumlah jenis ini lebih rendah dari penelitian Yulinda (2004) di hutan Tangkahan yang melaporkan bahwa di kawasan hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat terdapat 47 jenis makroepifit yang termasuk dalam 4 kelas, 10 ordo, 20 famili, dan 32 genera.

Sebagian besar makroepifit yang ditemukan di lokasi penelitian tergolong tumbuhan paku-pakuan. Spora yang dimiliki oleh tumbuhan paku-pakuan sangat mudah diterbangkan oleh angin maupun serangga sehingga menyebabkan paku-pakuan ini mempunyai penyebaran yang luas. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kelas Filicinae merupakan kelas yang paling banyak jumlah jenisnya yaitu sebanyak 15 jenis yang termasuk ke dalam 6 famili. Jumlah jenis yang paling banyak terdapat pada famili Polypodiaceae yaitu sebanyak 6 jenis, selanjutnya famili Aspleniaceae dan Davalliaceae dengan jumlah jenis berturut-turut sebanyak 4 jenis dan 2 jenis, serta famili Lomariopsidaceae dan Nephrolepidaceae masing-masing hanya 1 jenis. Haupt (1956) dan Polunin (1997) menyatakan bahwa Filicinae merupakan paku-pakuan yang jumlah jenisnya banyak, tersebar luas pada daerah tropis dan kebanyakan tumbuh pada daerah yang lembab dan ternaungi.

Dari Tabel 1 juga dapat dilihat adanya stratifikasi makroepifit. Makroepifit yang ditemukan pada strata bawah sebanyak 19 jenis yang termasuk ke dalam 8 famili. Strata tengah 24 jenis yang termasuk ke dalam 9 famili, selanjutnya makroepifit yang ditemukan pada strata atas terdapat 13 jenis yang termasuk ke dalam 5 famili. Dari 26 jenis makroepifit yang ditemukan pada lokasi penelitian, ada 8 jenis makroepifit yang ditemukan pada semua strata yaitu D. corniculata, D. trichomanoides, E. callifolium, Crypsinus stenophyllus, L. avenia, M. sarawakense, P. nigrescens, dan Polypodium persicifolium.

Famili Orchidaceae merupakan famili paling banyak jumlah jenisnya dari semua famili yang ditemukan yaitu sebanyak 9 jenis, diikuti oleh famili Polypodiaceae 6 jenis, famili Aspleniaceae 4 jenis, famili Davalliaceae 2 jenis, famili Lomariopsidaceae, Nephrolepidaceae, Zingiberaceae, Melastomataceae, dan Lindsaeaceae masing-masing 1 jenis (Tabel 2). Tingginya jumlah jenis dari famili Orchidaceae ini

(3)

sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya, dengan suhu udara 21,3o C masih cukup baik untuk jenis-jenis anggrek dapat tumbuh. Pewarta (1981) menyatakan bahwa kondisi ini masih berada pada kisaran suhu udara yang sesuai untuk pertumbuhan anggrek yaitu antara 21-35o C.

Anwar et al. (1984) menyatakan bahwa biji-biji anggrek biasanya mudah dipencarkan oleh tupai

atau burung, cukup tahan terhadap cahaya matahari langsung, dan pertumbuhan semai cepat. Hal ini menyebabkan jenis-jenis anggrek mempunyai penyebaran yang luas. Selanjutnya Comber (2001) menambahkan bahwa famili Orchidaceae di Sumatera termasuk paling banyak jenisnya yaitu terdapat 1118 jenis.

Tabel 1. Jenis-jenis makroepifit di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

Strata

No Kelas Ordo Famili Jenis

B T A 1. Filicinae Filicales Aspleniaceae Asplenium longissimum 13 7 -

2. A. nidus - 47 93

3. A. salignum 4 8 -

4. A. tenerum 1 - -

5. Davalliaceae Davallia corniculata 6 52 7

6. D. trichomanoides 35 48 17

7. Lindsaeaceae Lindsaea sp. 1 1 -

8. Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium 12 35 8

9. Nephrolepidaceae Nephrolepis falcata 53 41 -

10. Polypodiaceae Colysis macrophylla 6 36 -

11. Crypsinus stenophyllus 2 44 3

12. Loxogramme avenia 5 26 34

13. Microsorum sarawakense 12 40 2

14. Phymatodes nigrescens 12 14 4

15. Polypodium persicifolium 21 6 5

16. Monocotyledoneae Orchidales Orchidaceae Appendicula ramosa - 3 -

17. Bulbophyllum lepidum - 8 4 18. Bulbophyllum sp.1 - 13 8 19. Bulbophyllum sp.2 2 4 - 20. Bulbophyllum sp.3 1 - - 21. Bulbophyllum sp.4 - 5 16 22. Dendrobium concinnum 3 1 - 23. Flickingeria luxurians - 14 3 24. Phreatia sp. 13 10 -

25. Zingiberales Zingiberaceae Hedychium sp. - 18 -

26. Dicotyledoneae Myrtales Melastomataceae Medinilla hasseltii 9 2 -

Total 211 483 204 Keterangan: B : Bawah T : Tengah A : Atas - : tidak ditemukan

(4)

Tabel 2. Famili makroepifit pada semua strata

No. Famili Jumlah Jenis Individu Jumlah

1. Orchidaceae 9 108 2. Polypodiaceae 6 272 3. Aspleniaceae 4 173 4. Davalliaceae 2 165 5. Lomariopsidaceae 1 55 6. Nephrolepidaceae 1 94 7. Zingiberaceae 1 18 8. Melastomataceae 1 11 9. Lindsaeaceae 1 2 Total 26 898

Tingginya jumlah jenis pada famili Orchidaceae yang terdapat pada seluruh strata menandakan bahwa famili Orchidaceae adalah famili terbesar yang terdapat di lokasi penelitian. Menurut Rifai (1993), bahwa jumlah jenis anggrek yang hidup sebagai epifit pada pepohonan belantara pegunungan sangatlah besar, terutama dari jenis-jenis Bulbophyllum. Monk et al. (2000), menyatakan bahwa di hutan pegunungan bawah banyak ditemukan anggrek epifit, khususnya anggrek Corybas, Corymborkis, dan Malaxis.

Deskripsi Jenis Makroepifit dari Kelas Filicinae. Asplenium longissimum BI. Enthal tunggal,

tersusun menyirip, warna hijau; tepi bergerigi. Sori terdapat pada percabangan urat enthal yang pertama dekat anak tulang enthal; indusia tipis seperti selaput.

Asplenium nidus L. Enthal tunggal, tersusun melingkar pada batang yang sangat pendek, warna hijau muda atau tua terang; ujung meruncing atau membulat; tepi rata dengan permukaan yang berombak dan mengkilap. Sori di sepanjang urat enthal yang menyirip, tersusun rapat; indusia panjang, tipis seperti selaput.

Asplenium salignum BI. Enthal tunggal, tersusun menyirip, warna hijau gelap mengkilap; ujung runcing. Sori tersusun memanjang menjadi 2 baris dan terpusatkan pada area tengah enthal-nya.

Asplenium tenerum Forst. Enthal menyirip ganda dua, berbentuk jorong, warna hijau terang, letaknya berdekatan tetapi tidak saling menutupi; ujung membulat; tepi bergerigi; bagian dasarnya mempunyai bentuk tidak sama. Sori tersusun sejajar dengan anak tulang enthal, terdapat di permukaan bawah enthal.

Colysis macrophylla (BI.) Presl. Enthal tunggal, berbentuk jorong, warna hijau mengkilap; ujung runcing. Sori berbentuk garis, sejajar pada urat enthal yang menyirip.

Crypsinus stenophyllus (BI.) Holtt. Enthal tunggal, berbentuk lanset, warna hijau terang; ujung runcing. Sori berbentuk bulat, terdapat hampir di sepanjang permukaan bawah enthal.

Davallia corniculata Moore. Enthal menyirip ganda dua, tipis, warna hijau muda terang. Sori terdapat pada ujung anak enthal. Rhizome berambut halus, tersusun jarang dan panjang.

Davallia trichomanoides BI. Enthal menyirip ganda dua, tebal dan sedikit kaku, warna hijau tua; anak enthal berbagi. Sori terdapat pada ujung anak enthal. Rhizome berambut halus, tersusun rapat dan panjang.

Elaphoglossum callifolium (BI.) Moore. Enthal tunggal, berbentuk lanset yang memanjang, warna hijau mengkilap; ujung meruncing, enthal fertil dan steril terpisah. Sori menutupi seluruh permukaan bawah enthal.

Lindsaea sp. Enthal tunggal, tersusun menyirip, warna hijau. Sori di tepi lekukan anak enthal pada ujung percabangan urat enthal.

Loxogramme avenia (BI.) Presl. Enthal tunggal, tersusun membulat atau melingkar, sederhana. Sori berbentuk lonjong, panjang dan berbaris di ujung enthal; indusia panjang, tipis seperti selaput, terdapat di permukaan bawah enthal.

Microsorum sarawakense (Baker) Holtt. Enthal tunggal, berbentuk delta (tombak), warna hijau gelap. Sori menutupi seluruh permukaan bawah enthal, berbentuk bulat, tersusun menyirip dalam 3 baris, sejajar di sisi kanan dan kiri enthal.

Nephrolepis falcata (Cav.) C.Chr. Enthal tunggal, tersusun menyirip, warna hijau; ujung runcing; tepi bergerigi. Sori berbentuk bulat, berupa bintik-bintik kecil di tepi enthal, terdapat di permukaan bawah enthal.

Phymatodes nigrescens (BI.) J.Sm. Enthal bercangap tiga, warna hijau tua; tangkai enthal cukup panjang. Sori terdapat pada kedua sisi ibu tulang enthal.

Polypodium persicifolium Desv. Enthal tersusun menyirip ganda dua, kaku, warna hijau terang; ujung runcing. Sori berupa bintik-bintik menonjol pada permukaan enthal bagian bawah, terdapat di dekat ibu tulang enthal, berbaris sejajar.

Deskripsi Jenis Makroepifit dari Kelas Monocotyledoneae. Appendicula ramosa BI. Tidak

mempunyai umbi semu. Batang tegak, panjang ± 7,5-15,1 cm. Daun tersusun menyirip, panjang ± 0,2-1,1 cm dan lebar ± 0,1-0,3 cm.

Bulbophyllum lepidum (Blume) J.J.Sm. Umbi semu berbentuk segi empat, tumpul, tinggi sekitar 1,5-2,1 cm; jarak antar umbi semu sekitar 1,3 cm. Daun berbentuk lanset memanjang, panjang ± 10,3-15,1 cm dan lebar ± 2,2-2,9 cm.

Bulbophyllum sp.1. Tidak mempunyai umbi semu. Daun berbentuk lanset memanjang, panjang ± 33 cm dan lebar ± 1,9-3,2 cm.

(5)

Bulbophyllum sp.2. Umbi semu mempunyai tinggi sekitar 0,6-1,9 cm; jarak antar umbi semu sekitar 0,1-0,2 cm. Daun berbentuk lanset, panjang ± 1,8-5,2 cm dan lebar ± 0,5-0,8 cm.

Bulbophyllum sp.3. Umbi semu mempunyai tinggi sekitar 0,7 cm; jarak antar umbi semu sekitar 1,3-2 cm. Batang panjangnya ± 18,4 cm, lentur, ditutupi pelepah daun yang halus. Daun berbentuk lanset, ujung tumpul, tersusun menyirip, panjang sekitar 4,1-6,6 cm, dan lebar sekitar 1,3-1,9 cm.

Bulbophyllum sp.4. Umbi semu mempunyai tinggi sekitar 2,6 cm; jarak antar umbi semu sekitar 2,7 cm. Daun berbentuk lanset, panjang ± 3,4-8,3 cm dan lebar ± 0,9-1,8 cm.

Dendrobium concinnum Miq. Tidak ada umbi semu. Batang tumbuh rapat pada akar, menggantung, tertutup pangkal daun dan panjang sekitar 26,5 cm. Daun berbentuk segitiga memanjang, sedikit melengkung, panjangnya ± 0,4 x 0,7 cm, daun yang dekat pangkal lebih pendek daripada daun yang dekat ujung terdiri dari ± 20-36 helai daun; ujung runcing.

Flickingeria luxurians (J.J.Sm.) Hawkes. Umbi semu berbentuk bulat telur sungsang yang memanjang, tinggi sekitar 2,4 cm; jarak antar umbi semu sekitar 1,6-2,5 cm. Daun berbentuk lanset, panjang ± 3,3-5,3 cm dan lebar ± 0,5-0,8 cm.

Phreatia sp. Tidak mempunyai umbi semu dan batang. Akar terdapat pada pangkal daun. Daun berbentuk seperti pita memanjang, panjang ± 9,6-19,8 cm, lebar ± 0,3-0,8 cm; ujung meruncing; dasar daun membulat; jarak antar satu daun sekitar 0,5-1 cm.

Hedychium sp. Akar beraroma. Batang tumbuh dengan tegak. Daun berbentuk bulat telur memanjang, tersusun menyirip dalam 2 baris dengan pelepah memeluk batang; ujung meruncing.

Deskripsi Jenis Makroepifit dari Kelas Dycotyledoneae. Medinilla hasseltii BL. Akar tidak

beraroma. Batang bulat. Daun berbentuk bulat telur, warna hijau terang, letaknya berhadapan; ujung meruncing; dasar daun runcing; daging daun cukup tebal; urat daun 3 terlihat sangat jelas. Buah aksilar, majemuk, berwarna kuning muda kemerahan.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia. 2004. Macroepiphyte diversity and distribution based on surface type of phorophyte (host) on mount Tangkubanparahu. [19 Sep. 2005]. Aminah. 2002. Inventarisasi Paku-pakuan di Sibayak

I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli

Serdang. Thesis. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Anwar, J., S. J. Damanik., A. J. Whitten & N. Hisyam. 1984. Ekologi Ekosistem

Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Comber, J. B. 2001. Orchids of Sumatra. Singapore: Singapore Botanic Gardens.

Corner, E. J. H & Watanabe. 1969. Collection of Illustrated Tropical Plants. IV Book. Kyoto. Holttum, R. E. 1968. A Rivised Flora of Malaya. Vol

II. Fern of Malaya. Singapura: Government Printing Office.

Lawrence, G. H. M. 1951. Taxonomy of Vascular Plants. New York: The Macmillan Company. Mahfuz, M. 1995. Jenis-jenis Paku Epifit Yang

Terdapat Di Hutan Gunung Tujuh Kawasan Taman Kerinci Seblat. Thesis. Padang: Universitas Andalas.

Mahyar, U. W & A. Sadili. 2003. Jenis-jenis anggrek Taman Nasional Gunung Halimun. PT. Binamitra Megawarna.

Pewarta. 1981. Anggrek Indonesia. Bandung: PT. Rukun Gaya Baru Offset.

Piggott, A. G. 1988. Ferns of Malaysia in Colour. Malaysia: Tropical Press SDN. BHD.

Richards, P. W. 1981. The Tropical Rain forest. 7th Edition. New York: Cambridge University Press London.

Rini, C. 1998. Kondisi Vegetasi Dan Keragaman Jenis Paku (Pteridophyta) Di Areal Stasiun Riset Soraya Ekosistem Leuser Kabupaten Aceh Selatan. Thesis. Darussalam Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Ruhana. 2003. Kajian Jenis Anggrek Di Stasiun Penelitian Ketambe Ekosistem Leuser. Thesis. Darussalam Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Sari, W. D. P. 2005. Struktur dan Komposisi Paku-pakuan Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Thesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sastrapradja, S., J. J. Afriastini., D. Darnaedi & Elizabeth. 1980. Jenis Paku Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional – LIPI, Balai Pustaka.

. 1985. Kerabat Paku. Bogor: Lembaga Biologi Nasional – LIPI.

Sulistiarini, D & U. W. Mahyar. 2003. Jenis-jenis Anggrek Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Pusat Penelitian Biologi. Bogor: CV. Mitrayuda.

Yulinda. 2004. Keanekaragaman Makroepifit Di Kawasan Hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Thesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis makroepifit di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat  Strata
Tabel 2. Famili makroepifit pada semua strata  No. Famili  Jumlah

Referensi

Dokumen terkait

• Pasal 263 ayat (3) UU Pemda “RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran,

Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) antara legum dengan taraf cekaman kekeringan terhadap produksi bahan kering legum Stylosanthes guianensis dan

Windmill Water Flow Top benefited from the force of gravity to the ater entering the turbine blade, so that power is generated not only from the kinetic energy comes

[r]

Topics in Emergency Medicine; Sep 2002; 24, 3; ProQuest Medical Library pg... Reproduced with permission of the

Aplikasi Multimedia Player yang dibangun dan dibuat oleh para programmer pada umumnya menggunakan bahasa yang sulit pada setiap komponen dan button yang digunakan. Dalam

[r]

[r]