BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Disiplin Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 1. Pengertian Disiplin Penerapan K3
Disiplin sangat diperlukan dalam dunia kerja karena dipandang sebagai
faktor pengikat dan integrasi serta merupakan kekuatan yang dapat memaksa
individu untuk mematuhi peraturan serta prosedur kerja yang telah ditentukan.
Kedisiplinan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja agar
karyawan dapat menjalankan pekerjaan secara aman dan sehat. Untuk itu
pengetahuan dan pemahaman mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
harus diterapkan dan diberikan kepada setiap karyawan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia disiplin merupakan latihan batin dan watak dengan maksud
supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib.
Menurut Hasibuan (2006) kedisiplinan merupakan bentuk kesadaran dan
kesediaan seseorang dalam menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku. Berkaitan dengan manajemen organisasi Siagian
(dalam Bayu, 2006) menyatakan bahwa disiplin merupakan tindakan manajemen
Sementara menurut Rivai (2004) disiplin kerja adalah suatu alat yang
digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia
untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku. Ditambahkan oleh Widodo (1989) disiplin dapat terjadi
ketika anggota dengan senang hati melaksanakan aturan-aturan, norma-norma,
instruksi-instruksi atasannya dan mentaati aturan yang dinyatakan berlaku kepadanya.
Sedangkan Standar Operasional Prosedur dari PLN adalah segala upaya atau
langkah-langkah pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaatan tenaga
listrik untuk mewujudkan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya
bagi manusia, serta kondisi akrab lingkungan (ramah lingkungan) dalam arti tidak
merusak lingkungan hidup disekitar instalasi tenaga listrik (Keselamatan
Ketenagalistrikan, 2017).
Kedisiplinan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan dalam setiap tugasnya dalam bekerja. Menurut Mangkunegara (2005),
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yaitu suatu pemikiran serta usaha untuk
menanggung keutuhan serta kesempurnaan jasmani ataupun rohani tenaga kerja
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju
masyarakat yang adil serta makmur. Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
menurut Mondy dan Noe (dalam munir, 2014) adalah perlindungan karyawan dari
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa disiplin penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya yang dilakukan karyawan untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman bagi karyawan, sehingga karyawan
dapat mematuhi SOP yang berlaku, menjaga jarak aman ketika bekerja serta mampu
bekerja sama dengan rekan kerja.
2. Aspek-aspek Disiplin Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Gibson (2007) mengungkapkan bahwa disiplin yang merupakan sikap
mental sebenarnya mengandung keterkaitan dengan aspek-aspek antara lain :
a. Aspek afeksi
Aspek afeksi berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di
dalam suatu organisasi. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan
organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Ditambahkan
oleh Azwar (2016) afeksi menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek, secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan
yang dimiliki terhadap sesuatu. Kaitan aspek afeksi dengan SOP yang terdapat di
PLN adalah ketika subjek merasa nyaman dalam menggunakan alat pelindung diri
yang telah disediakan, subjek merasa tenang ketika diberikan instruksi terlebih
dahulu sebelum mulai bekerja.
b. Aspek kognitif
Aspek kognitif yaitu berhubungan dengan proses berfikir dengan tekanan khusus
keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek tertentu, bentuk kesadaran
karyawan dalam mengetahui dan memahami kebijakan perusahaan atau lembaga
yang berlaku. Azwar (2016) kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa
yang berlaku atau apa yang benar bagi objek. Kaitannya aspek kognitif dengan
SOP yang terdapat di PLN adalah ketika subjek mematuhi peraturan tentang K3
yang ada di perusahaan yang membuat bekerja menjadi aman.
c. Aspek Perilaku
Merupakan aspek yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk
bertindak menghadapi sesuatu dengan cara tertentu, perilaku yang secara wajar
menunjukan kesanggupan untuk mentaati segala apa yang diketahui secara cermat
mengenai metode kerja dan sikap melaksanakan petunjuk penggunaan mesin dan
kelengkapan alat kerja. Perilaku menunjukan kecenderungan berperilaku yang ada
dalam diri seseorang berkaitan dengan objek yang dihadapinya (Azwar, 2016).
Kaitannya dengan aspek perilaku dari SOP yang terdapat di PLN adalah subjek
menegur rekan kerja yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur, subjek
melaksanakan pekerjaan ketika diawasi oleh pengawas manuver.
Aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja menurut Darmawang
(Oktorita, 2000) ialah:
a. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku karyawan dalam menjalankan
b. Mesin dan peralatan
Kondisi mesin dan peralatan kerja dapat berpengaruh, baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kemungkinan timbulnya kasus kecelakaan kerja.
Peralatan dan mesin kerja yang tidak ergonomis dapat cepat menimbulkan
kelelahan bagi karyawan.
c. Kondisi fisik
Karyawan dengan kondisi fisik yang kurang sehat cenderung mengakitbatkan
menurunnya produktivitas kerja dan cepat mengalami kelelahan.
d. Kondisi psikis
Karyawan yang mempunyai kondisi psikis yang kurang sehat akan menyebabkan
menurunnya semangat kerja dan kurang konsentrasi dalam bekerja.
e. Cara kerja
Keberhasilan kerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya sangat
ditentukan oleh kebiasaan kerja yang benar.
Moenir (1987) mengemukakan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja
yaitu:
a. Lingkungan kerja
Meliputi penerangan, kebersihan, pengaturan tata ruang, dan penempatan
benda-benda, bahan dan peralatan kerja suhu dan kebisingan, serta landasan tempat kerja
b. Alat pelindung diri
Meliputi pakaian dan alat pelindung mata, telinga, tangan, kepala dan dada.
c. Metode kerja
Meliputi cara kerja yang ear dan tepat sesuai prosedur dan sikap kerja yang baik
dan benar.
d. Petunjuk pemakaian alat kerja
Meliputi mematuhi penggunaan mesin-mesin yang sesuai dengan prosedur metode
kerja, memperhatikan kelengkapan peralatan kerja yang digunakan serta
pemelihaannya.
Standar Operasional Prosedur dari PLN adalah segala upaya atau
langkah-langkah pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaatan tenaga
listrik untuk mewujudkan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya
bagi manusia, serta kondisi akrab lingkungan (ramah lingkungan) dalam arti tidak
merusak lingkungan hidup disekitar instalasi tenaga listrik (Keselamatan
Ketenagalistrikan, 2017). SOP yang berlaku dalam PLN dibagi dalam beberapa
bagian, yaitu SOP pelaksanaan deteksi gangguan, SOP penggantian PHB-TR dan
SOP penggantian trafo gardu yang semuanya harus dikerjakan dengan
memperhatikan alat kerja, perlengkapan K3, langkah kerja, dan material-material
yang dibutuhkan dalam pengerjaan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
kedisiplinan penerapan K3 adalah suatu kondisi yang tercipta melalui serangkainan
Serta sub-sub nilai berdasarkan Standard Operational Prosedure (SOP) yang berlaku
pada PLN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek-aspek tersebut karena
aspek tersebut sesuai dengan karakteristik subjek yang akan diukur.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Disiplin Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Atmosudirdjo (2000) mengukapkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
a. Faktor dari dalam individu, yang meliputi:
(1) Semangat kerja
Semangat kerja berkaitan dengan bagaimana persepsi individu terhadap kondisi
kerjanya, yang menyangkut kesejahteraan individu.
(2) Kesadaran
Karyawan yang mempunyai kesadaran diri dalam berperilku dikatakan karyawan
terseut mempunyai moral, karyawn kan merasa malu apabila melanggar peraturan
K3 maupun prosedur-prosedur K3 yang telah disepakati sebelumnya.
(3) Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap kedisiplinan pelaksanaan K3 yang
mendukung keselamatan dan kesehatan pada karyawan. Lingkungan kerja di
perusahaan merupakan tempat belajar bersosialisasi bagi semua karyawan dalam
(4) Suasana Kerja
Suasana kerja juga berpengaruh besar dalam membentuk perilaku disiplin karena
suasana kerja merupakan aspek emosi yang melatar belakngi perilku karyawan.
Menurut Swasto (2011) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:
a. Kondisi lingkungan tempat kerja kondisi ini meliputi:
(1) Kondisi fisik
Berupa penerangan, suhu udara, ventilasi ruangan tempat kerja, tingkat
kebisingan, getaran mekanis, radiasi dan tekanan udara.
(2) Kondisi Fisiologis
Kondisi ini dapat dilihat dari konstruksi mesin/peralatan, sikap badan dan cara
kerja dalam melakukan pekerjaan, hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan fisik
dan bahkan dapat mengakibatkan perubahan fisik tubuh karyawan.
(3) Kondisi Khemis
Kondisi yang dapat dilihat dari uap gas, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda
padat.
b. Mental Psikologis
Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman sekerja, hubungan
kerja antara bawahan dan atasan dan sebaliknya, suasana kerja, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan terdapat faktor-faktor yang
kerja, kesadaran, lingkungan, suasana kerja dan kondisi tempat kerja serta mental
psikologis. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi faktor yang sangat berpengaruh
pada disiplin penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu semangat kerja.
Menurut Abidin, dkk (2008) semangat kerja yang optimal yang ditunjukkan oleh
pekerja dalam upaya untuk mencapai produktivitasnya merupakan salah satu hal yang
dapat menciptakan timbulnya kedisiplinan pekerja dalam menerapkan K3.
B.Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja
Hasibuan (2008) mengemukakan bahwa semangat kerja adalah keinginan
dan kesungguhan seseorang mengerjakan dengan baik serta berdisiplin untuk
mencapai prestasi kerja yang maksimal. Menurut Muchinsky (2002) mengatakan
bahwa semangat kerja adalah kondisi seseorang yang menunjang dirinya melakukan
pekerjaan lebih cepat dan lebih baik.
Sutanto & Stiawan (2000) mengemukakan bahwa semangat kerja adalah
dorongan yang menyebabkan melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan
demikian pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Nitisemito (1992)
mendefinisikan bahwa semangat kerja adalah kondisi seseorang yang menunjang
dirinya untuk melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik di dalam sebuah
perusahaan. Semangat kerja merupakan keadaan psikologis seseorang. Semangat
kesenangan yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih giat dan konsekuen
(Siswanto, 2000).
Dari beberapa pendapat ahli di atas disimpulkan bahwa semangat kerja
adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan dengan baik serta
berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.
2. Aspek-aspek Semangat Kerja
Menurut Nitisemito (1992) mengungkapkan tiga aspek semangat kerja yaitu:
a. Absensi
Absensi menunjukkan ketidakhadiran karyawan dalam tugasnya. Tingkat absensi
karyawan dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui semangat kerja
karyawan
b. Kerjasama
Kerjasama adalah bentuk tindakan seseorang terhadap orang lain. Kerjasama dapat
dilihat dari kesediaan karyawan untuk bekerja sama dengan rekan kerja atau
dengan atasan mereka berdasarkan untuk mencapai tujuan bersama.
c. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan melalui cara pandang karyawan terhadap pekerjaan mereka.
Menurut Gulon (Febriani & Nurtjahjanti, 2006) mengemukakan bahwa
aspek-aspek semangat kerja adalah:
a. Perasaan senang atau bahagia
Berkaitan dengan perasaan senang atau bahagia yang dialami karyawan ketika
bekerja sehingga pekerjaan tidak membosankan, pekerjaan dengan cepat berlalu
dan karyawan betah bekerja.
b. Konflik dalam bekerja
hal ini lebih ditujukan pada tidak adanya konflik dalam diri sendiri terutama antara
perasaan suka atau tidak suka terhadap pekerjaan, sesama karyawan, atasan
maupun terhadap sistem.
c. Penyesuaian perseorangan yang baik
kemampuan karyawan dalam mengerti, memahami, dan menyesuaikan diri baik
dengan keadaan, pekerjaan maupun hubungan.
d. Kepaduan kelompok
kemampuan antar anggota kelompok untuk bekerja sama termasuk di dalamnya
mampu bekerja sama antara atasan dengan bawahan maupun antar sesama
karyawan.
e. Keterlibatan ego individu terhadap pekerjaannya
individu menganggap pekerjaannya sebagai bagian dari dirinya, penyalur motivasi
dan bukan hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan melainkan sudah menjadi
kebutuhan itu sendiri. Cara individu melibatkan diri dan perasaannya dalam
f. Sekumpulan sikap karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya berkaitan
dengan penerimaan individu terhadap keseluruhan hasil pekerjaannya yaitu cara
individu bersikap terhadap semua aspek yang ada dalam kerja baik mengenai
pekerjaan itu sendiri maupun aspek-aspek lain dalam bekerja
g. Adanya penerimaan individu terhadap tujuan kelompok
berkaitan dengan kesesuaian antara tujuan perusahaan dengan tujuan individu.
Sejauh mana individu memahami, mengerti, menerima tujuan perusahaan serta
adanya keinginan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan aspek yang diungkapkan oleh ahli diatas menunjukan bahwa
banyak aspek semangat kerja. Peneliti menyimpulkan bahwa pendapat dari
Nitisemito (1992) tentang aspek semangat kerja adalah yang paling tepat, yaitu
absensi, kerja sama, kepuasan kerja.
C.Hubungan antara Semangat Kerja dengan Disiplin Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tinggi rendahnya keselamtan kerja karyawan dalam menyelesaikan tugas
pekerjaannya ditentukan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi
keselamatan kerja karyawan adalah semangat kerja. Menurut Abidin, dkk (2008)
iklim semangat kerja yang optimal merupakan suatu upaya untuk menciptakan
suasana bekerja yang aman, sehingga dapat memberikan keselamatan dan kesehatan
kerja karyawan (K3) untuk mencapai produktivitas setinggi-tingginya, oleh karena itu
Menurut Moekijat (Adyani, 2008) semangat kerja menggambarkan perasaan
yang berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan dan kegiatan.
Karyawan dapat dikatakan memiliki semangat kerja yang tinggi apabila tampak
merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas. Semangat kerja juga diartikan
sebagai suatu kondisi rohaniah atau sikap individu tenaga kerja dan
kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja
untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan
perusahaan (Sastrohadiwiryo, 2003).
Hasibuan (2008) mengemukakan bahwa semangat kerja adalah keinginan
dan kesungguhan seseorang mengerjakan dengan baik serta berdisiplin untuk
mencapai prestasi kerja yang maksimal. Aspek-aspek semangat kerja karyawan
menurut Nitisemito (1992) dapat dilihat dari tiga segi. Ketiga segi tersebut adalah,
absensi, kerja sama, kepuasan kerja. Aspek pertama dari semangat kerja menurut
Nitisemito (1992) adalah kepuasan kerja, (Moorse dalam Panggabean 2002)
menyatakan pada dasarnya kepuasan kerja adalah apa yang diinginkan oleh seorang
karyawan dari pekerjaannya dan apa yang mereka peroleh. Karyawan yang paling
merasa tidak puas adalah mereka yang mempunyai keinginan paling banyak dan
mendapat paling sedikit,sedangkan yang merasa paling puas adalah mereka yang
menginginkan banyak dan mendapatkannya. Sopiah (2008) menyatakan kepuasan
kerja berpengaruh terhadap kondisi dan keamanan kerja (K3), Pendapat tersebut
diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shahnaz et.al (2011) yang
dan kesehatan kerja adalah tinggi, seperti kemudahan dalam pemberian peringatan
pada peralatan kerja, ketersediaan alat perlindungan kerja yang memadai dari
perusahaan, serta pemberian asuransi kerja pada karyawan.
Menurut Gulon (Febriani & Nurtjahjanti, 2006) kemampuan antar anggota
kelompok untuk bekerja sama termasuk di dalamnya mampu bekerja sama antara
atasan dengan bawahan maupun antar sesama karyawan. Adanya penerimaan
individu terhadap tujuan kelompok, berkaitan dengan kesesuaian antara tujuan
perusahaan dengan tujuan individu. Sejauh mana individu memahami, mengerti,
menerima tujuan perusahaan serta adanya keinginan untuk mencapai tujuan untuk
menciptakan perlindungan suasana dan lingkungan kerja yang aman untuk menjamin
kesejahteraan jasmani dan rohani tenaga kerja (K3). Sedangkan karyawan yang tidak
mampu bekerja sama dengan rekan kerja, tidak mampu mengatasi tekanan pekerjaan
dari atasan, serta kurangnya komunikasi di dalam kelompok kerja dapat
menimbulkan kondisi atau situasi kerja yang tidak stabil dan berdampak pada
kesehatan dan keselamatan kerja karyawan (Putra, 2014).
Absensi yang rendah merupakan kehadiran pegawai yang berhubungan
dengan tugas dan kewajibannya. Pada umumnya instasi atau lembaga selalu
memperhatikan pegawainya untuk datang dan pulang tepat waktu, kehadiran di
tempat kerja, dan kehadiran pegawai apabila mendapat undangan untuk mengikuti
kegiatan atau acara dalam instansi. Ketidakhadiran seorang pegawai akan
bisa mencapai tujuan secara optimal (Nitisemito, 2004).Tingkat absensi yang tinggi
karyawan ditunjukan dengan minimnya kehadiran karyawan dalam bekerja sehingga
dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Maka perlunya adanya implementasi
program disiplin keselamatan dan kesehatan kerja yang diharapkan mampu
meminimalisir resiko tingkat absensi yang tinggi dan kurangnya disiplin dalam
bekerja (Sompie B.F dkk, 2013).
Tinggi rendahnya semangat kerja karyawan dalam menyelesaikan tugas
pekerjaannya menetukan keselamatan kerja karyawan. Menurut Abidin, dkk (2008)
iklim semangat kerja yang optimal merupakan suatu upaya untuk menciptakan
suasana bekerja yang aman, dapat memberikan keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan (K3) untuk mencapai produktivitas setinggi-tingginya, oleh karena itu K3
mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa terkecuali.
Dalam masalah ini peranan disiplin penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) sangat dibutuhkan karena dengan melihat kejadian-kejadian yang telah
terjadi diperusahaan besar banyak sekali kejadian ataupun peristiwa dimana
melibatkan langsung dengan keselamatan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dalam perusahaan merupakan salah satu masalah yang penting dalam
perusahaan terutama dalam proses operasionalnya. Penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dalam lingkungan kerja mempunyai maksud memelihara
tenaga kerja dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit kerja termasuk angka
Bachroni (1999) mengemukakan bahwa semangat kerja yang diterapkan
oleh karyawan dalam bekerja inilah yang akan memicu tingginya rasa aman
karyawan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya, sehingga menimbulkan
kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan.Kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) pada hakekatnya merupakan suatu pengetahuan yang berkaitan dengan dua
kegiatan. Pertama berkaitan dengan upaya keselamatan terhadap keberadaan tenaga
kerja yang sedang bekerja. Kedua berkaitan dengan kondisi kesehatan sebagai akibat
adanya penyakit dalam bekerja. Oleh karena itu hal yang paling hakiki dari disiplin
penerapan K3 ini adalah cara agar tenaga kerja dapat melaksanakan tugas
pekerjaannya dengan tanpa mengalami kecelakaan atau menderita sakit yang
dimungkinkan sebagai akibat dari pelaksanaan tugas atau keterlibatannya dalam
pekerjaannya itu. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Setiawan (2000) yang
mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
memelihara semangat dan kegairahan kerja karyawan adalah dengan memperhatikan
rasa aman menghadapi masa depan lewat upaya menerapkan disiplin K3 yang dapat
berpengaruh dalam menjamin keselamatan kerja pegawai.
D.Hipotesis
Adapun hipotesis penelitin ini adalah ada hubungan positif antara semangat
kerja dan disiplin penerapan keselamatan dan kesehatan kerja pada karyawan.
Semakin tinggi semangat kerja maka akan semakin tinggi pula disiplin penerapan
karyawan maka disiplin penerapan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan akan