• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECEMASAN PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE II Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KECEMASAN PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE II Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

DIABETES MELITUS TIPE II

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Maria Melisa Kristina Lay Dasilba NIM : 089114147

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2014

(2)
(3)
(4)

Saat keadaan disekelilingku ada di luar kemampuanku, kuberdiam diri mencari Tuhan.

Saat kenyatan di depanku mengecewakan perasaanku, ku menutup mata memandang Tuhan.

Doa mengubah segala sesuatu.

Seperti mata air di tanggan Tuhan mengalir ke manapun Kau mau, tiada yang mustahil di mata Tuhan.

sebab doa mengubah segala sesuatu.

Percaya pada diri sendiri, meski saat ini kamu sedang

bersedih, karena penyemangat terbesar dalam hidupmu adalah

dirimu sendiri.

ORA ET LABORA

Semangat... ^_^

PERSEMBAHAN

Semua usahaku ini ku persembahkan untuk kemuliaan Tuhan yang menjadi penopangku Bunda Maria yang menjadi pelindungku Mami Lany dan Papi Hiong yang selalu memberi dukungan semangat dan doa serta bekerja keras membiayai kuliahku Mama Nona dan Papa Fei yang selalu memberikan semangat Ci Linda, Ko Indra, Ko Yohan dan Ongso galuh serta ponakan Rafael tersayang yang sangat ku cintai

(5)
(6)

DIABETES MELITUS TIPE II

Maria Melisa Kristina Lay Dasilba

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala kecemasan dan cara mengatasi kecemasan pada individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II. Jenis penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan maupun menginterpretasikan maksud dari suatu fenomena maupun pengalaman personal dan sosial yang dialami oleh subjek penelitian. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang. Subjek dipilih menggunakan teknik snowball atau bola salju yaitu dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya yang sesuai dengan kriteria yaitu subjek yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II, minimal 6 bulan, berusia 40-60 tahun, sudah menikah, dan masih memiliki pasangan. Hasil penelitian ini adalah keempat subjek mengalami kecemasan neurotik dan memiliki gejala kecemasan fisik serta gejala kecemasan psikologis. Gejala-gejala kecemasan tersebut dapat diatasi dengan cara relaksasi.

Kata kunci : diabetes melitus tipe II, gejala kecemasan, cara mengatasi kecemasan.

(7)

Maria Melisa Kristina Lay Dasilba

ABSTRACT

This study aimed to find out the symptoms of anxiety and how to overcome anxiety in individuals with diabetes mellitus type II. Type of research is qualitative phenomenology that explore, describe and interpret the intent and phenomena as well as personal and social experienced by subjects of research. Subjects in this study were four people. Subjects were selected using snowball technique that are performed in sequence by requestes information on people who have been intervied or contacted before, and so on according criteria of the subject who experienced diabetes mellitus type II at least six months, 40-60 years old, are married, and still has a pair. The results of this study are all of subject, four of them, experienced neurotic anxiety, have physical anxiety and psychological anxiety symptoms. These anxiety symptoms can be overcome with relaxations.

Keyword: diabetes mellitus type II, symptoms of anxiety, how to overcome anxiety.

(8)
(9)

Puji syukur kehadirat Tuhan di surga atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan orang lain. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas kesehatan, perlindungan dan bimbingan-Nya sampai saat ini sehingga penenulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Santa Dharma yang memberikan pelajaran berharga selama kuliah.

3. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, Ph. D. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan pencerahan dengan saran dan pendapat yang sangat bermanfaat bagi penelitian ini. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan diskusi yang mengantarkan pemikiran dan penalaran penulis untuk terus bertumbuh.

4. Ibu Ratri Sunar A., M.Si selaku Kaprodi dan Dewi Soerna Anggreani, M. Si selaku wakaprodi

5. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing akademik.

6. Mas Gandung, Bu Nanik, dan Pak Gie, terima kasih atas bantuan yang sudah diberikan selama ini. Mas Doni atas bantuannya dalam peminjaman buku dan jurnal di ruang baca dan Mas Muji atas bantuan dan dukungannya selama ini, terutama pada saat penulis melakukan praktikum. 7. EOS, MLS, MRTH dan ADQ selaku individu dalam penelitian dalam penelitian ini. Terima kasih atas bantuan dan kesediaan kalian untuk berbagi pengalaman dan informasi dengan peneliti.

8. Teman-teman Psikologi 2008: Vista, Ocha, Hesti, Anggit dan semua teman yang namanya tidak bisa disebut satu persatu terima kasih atas semangat dan canda tawa selama kita belajar ilmu jiwa.

9. Ci Lia, Ci manda, Ella ndut, Budi Hartono, dan Erick terima kasih untuk keceriaan kalian, ayoo kita kumpul lagi yuk...

10. Nitha, Ermen, Nancy, Densi, Itin Moron, Idha dan Ipon terima kasih buat dukungan, motivasi dan doa bagi penulis, kalian adalah orang-orang yang

(10)
(11)
(12)

a. Teori psikoanalitik ... 5. Cara Mengatasi Kecemasan ... a. Penerimaan diri ... b. Relaksasi ... c. Psikoterapi ... B. Diabetes Melitus Tipe II ...

(13)

e. Kurangnya berolah raga ... e. Serangan jantung koroner ... C. Kecemasan Pada Individu Yang Mengalami Penyakit Diabetes

Melitus Tipe II ... D. Kerangka Penelitian ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... A. Jenis dan Metode Penelitian ... B. Fokus Penelitian ... C. Subjek Penelitian ...

1. Kriteria subjek penelitian ... 2. Prosedur pengambilan subjek penelitian ... D. Metode Pengumpulan Data ... E. Metode Analisis Data ... 1. Organisasi data ... 2. Koding (memberi kode) ... 3. Intepretasi ... F. Pemberian Kredibilitas Data ...

(14)

A. Proses Penelitia ... 1. Persiapa Penelitian ... 2. Pelaksanaan Penelitian ... 3. Jadwal Pengambilan Data ... 4. Proses Analisis Data ... B. Analisis Subjek ... 1. Subjek 1 (OES) ... 2. Subjek 2 (MLS) ... 3. Subjek 3 (MRTH) ... 4. Subjek 4 (ADQ) ... C. Analisis Antar Subjek ... D. Pembahasan ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... B. Keterbatasan Penelitian ... C. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

42 42 43 44 45 45 45 51 57 63 68 69 75 75 76 76 78 81

(15)

Tabel 1. Panduan Wawancara ... Tabel 2. Jadwal Pengambilan Data ... Tabel 3. Analisis Antar Subjek ...

39 44 68

(16)

Lampiran 1. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 1 (OES) ... Lampiran 2. Biodata Subjek 1 (OES) ... Lampiran 3. Koding Subjek 1 (OES) ... Lampiran 4. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 2 (MLS) ... Lampiran 5. Biodata Subjek 2 (MLS) ... Lampiran 6. Koding Subjek 2 (MLS) ... Lampiran 7. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 3 (MRTH) .... Lampiran 8. Biodata Subjek 3 (MRTH) ... Lampiran 9. Koding Subjek 3 (MRTH) ... Lampiran 10. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 4 (ADQ) ... Lampiran 11. Biodata Subjek 4 (ADQ) ... Lampiran 12. Koding Subjek 4 (ADQ) ...

81 82 83 87 88 89 93 94 95 97 98 99

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era perkembangan saat ini banyak orang yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya adalah dari pola makan yang dimiliki individu. Hal ini disebabkan karena tuntutan waktu yang mengharuskan individu melakukan aktivitas dengan cepat dan agar lebih efisien individu memilih mengkonsumsi makanan siap saji. Akibat dari pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat tersebut, individu akan lebih mudah mengalami gangguan kesehatan. Salah satu gangguan kesehatan saat ini yang sering kita jumpai adalah penyakit diabetes melitus.

Penyakit diabetes melitus dikenal sebagai penyakit kencing manis, yaitu penyakit yang banyak di derita oleh sebagian penduduk Indonesia. Bahkan negara ini memiliki urutan ke empat terbesar di dunia. Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia telah menjadi 14 juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur (Soegondo, 2007). Bahkan resiko kematian pengidap diabetes melitus empat kali lebih besar dibandingkan pada orang yang tidak mengidap penyaki diabetes melitus. Angka menunjukkan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Keduanya merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus. Selain kematian, diabetes melitus juga menyebabkan kecacatan. Menurut WHO (2003) saat ini ada sekitar 230 juta penderita diabetes melitus di seluruh dunia. Angka ini diperkirakan

(18)

meningkat menjadi 350 juta pada tahun 2025. Bisa dikatakan setiap tahun, ada enam juta penyandang diabetes melitus baru di dunia.

Bersadarkan fakta diatas maka dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit yang mematikan dan memerlukan penanganan yang lebih serius dibandingkan penyakit yang lainnya (Anderson, 2004). Penyakit diabetes melitus dapat dikendalikan dengan mengontrol kadar gula dengan cara mengatur asupan dan pembakaran kalori. Penyakit diabetes melitus terjadi pada individu yang mengalami peningkatan gula (glukosa) dalam darah dan mengakibatkan kekurangan insulin atau reseptor insulin yang tidak berfungsi dengan baik (Christyani, 2007).

Diabetes melitus memiliki beberapa klasifikasi yaitu : 1. Diabetes melitus tipe I

Pada diabetes melitus tipe I, terjadi kerusakan pada sel beta (β) pankreas melalui reaksi yang dinamakan sebagai reaksi autoimun, akibat kerusakan tersebut pankreas gagal untuk menghasilkan hormon insulin (Katzung, 2007).

2. Diabetes melitus tipe II

(19)

3. Diabetes melitus tipe III

Diabetes melitus tipe III yang dikenal dengan diabetes melitus gestasional terjadi pada ibu hamil dan diketahui pada saat kehamilan, disebabkan karena adanya ketidakseimbangan hormon. Diabetes melitus tipe ini beresiko terhadap proses persalinan (Katzung, 2007).

(20)

Penyakit diabetes melitus tipe II dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Menurut Putra dan Swastini (2009) dalam jurnalnya mengatakan bahwa individu yang mengalami diabetes melitus tipe II ini, akan mengalami kecemasan dalam menghadapi penyakitnya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (penyakitnya) yang mengganggu kehidupannya. Kecemasan yang dihadapi oleh masing-masing individu yang mengalami diabetes melitus tipe II berbeda-beda sesuai dengan kondisi individu tersebut.

Individu yang menderita diabetes melitus tipe II sangat beresiko mengalami luka yang tak kunjung sembuh dan beresiko untuk di amputasi. Hilangnya bagian tubuh akibat amputasi yang dialami menimbulkan perasaan cemas yang berkepanjangan karena ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari secara optimal (WHO, 2003).

Perasaan cemas yang muncul dalam diri individu disebabkan karena diagnosa penyakit yang dideritanya. Gangguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian, komplikasi yang timbul karena penyakit diabetes melitus tipe II seperti hipoglikemia yang tak kunjung sembuh (Brunner & Suddarth, 2002).

(21)

khawatir, dan cemas akibat penyakit yang dialami individu. Penyakit diabetes individu akan semakin memburuk saat individu dalam keadaan cemas dan masalah emosional ini menyebabkan kadar gula berada dalam keadaan tinggi secara kronis (Mc Quade & Aikman, 1987).

Menurut Christyani (2007) subjek diabetes melitus tipe II pada umumnya mengalami cemas terhadap segala hal yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe II, misalnya cemas terhadap kadar gula yang tinggi, cemas terhadap komplikasi akibat diabetes dan pada laki-laki cemas terhadap disfungsi seksual. Individu yang mengalami diabetes melitus tipe II akan mengalami cemas karena penyakit ini adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan, memperpendek umur, pengobatannya harus dilakukan seumur hidup, harus melaksanakan diet yang ketat dan hidupnya tidak bebas lagi (Tarno, 2004).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gejala-gejala kecemasan yang muncul pada individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II?

2. Bagaimana individu yang mengalami penyakit diabetes melitus II mengatasi gangguan kecemasannya?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

(22)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gejala-gejala kecemasan yang muncul pada individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II.

b. Melihat cara mengatasi kecemasan pada individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam bidang ilmu psikologi (pada umumnya), pada ilmu psikologi kesehatan, dan ilmu psikologi kesehatan mental (pada khususnya).

2. Manfaat Praktis

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian kecemasan

Menurut Freud (dalam Semiun, 2005), kecemasan merupakan suatu keadaan perasaan yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering sulit menunjuk perasaan dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Freud (dalam Semiun, 2005), mengemukakan gagasan bahwa kecemasan disebabkan oleh perasaan tidak berdaya yang luar biasa. Bila kecemasan meningkat sampai individu merasa kelangsungan hidupnya terancam, maka simtom-simtom neurotik mungkin terbentuk sebagai usaha untuk menghilangkan perasaan emosional. Kecemasan pada dasarnya merupakan pengalaman ketidakberdayaan, seperti perasaan tidak berdaya untuk menangani kebutuhan-kebutuhan internal, tidak berdaya menanggulangi ancaman-ancaman dari luar dan isyarat-isyarat disintergrasi, dan tidak berdaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Kecemasan adalah suatu perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala seperti ketegangan fisik, dan kekhawatiran tentang masa depan (American

(24)

Psychiatric Association, 1994; Barlow, 2002). Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah, resah), atau respon fisiologis yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang meningkat dan otot yang menegang.

Kecemasan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang, yang ditandai oleh adanya kekhawatiran karena tidak dapat memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang (Barlow & Craske, 1994).

Kecemasan merupakan suatu kondisi yang sering dialami oleh individu dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan salah satu aspek kepribadian yang menjadi konsep utama dalam beberapa teori kepribadian. Menurut Preist (1987), kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang berpikir tentang sesuatu yang tidak meyenangkan yang akan terjadi dan timbul karena berbagai alasan serta situasi.

(25)

Jadi definisi yang dipakai dalam penelitian ini adalah kecemasan sabagai suasana hati yang ditandai oleh efek negatif dan gejala-gejala ketegangan dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir. Kecemasan melibatkan perasaan, perilaku, dan respons-respons fisiologis.

2. Teori tentang kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan penyebab kecemasan, antara lain :

a. Teori psikoanalitik

Dalam pandangan psikoanalitik ansietas atau kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitife seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas atau kecemasan meningkatkan ego bahwa adanya bahaya (Freud dalam Semiun, 2005).

b. Teori interpersonal

(26)

c. Teori biologi

Menurut Kendler, Davis & Kessler (1997) Berdasarkan teori biologi, kontribusi kecil dari banyak gen di wilayah-wilayah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat kita mengalami cemas. Kecemasan juga berhubungan dengan sirkuit otak dan sistem neurotransmiter tertentu. Daerah otak yang paling sering berhubungan dengan kecemasan adalah sistem limbik yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks (Charney & Drevets, 2002).

Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) dan endorfin juga memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.

3. Jenis-jenis kecemasan

Jenis-jenis kecemasan yang dimaksud adalah pembagian kecemasan mengikuti dasar tertentu. Klasifikasi jenis ini merupakan varian dari kecemasan yang muncul dikarenakan ada bahaya yang mengancam. Freud (dalam Semiun, 2005) membagi kecemasan berdasarkan ketergantungan ego pada id, yaitu:

a. Kecemasan Realitas

(27)

b. Kecemasan Neurotik

Kecemasan neurotik adalah kecemasan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang bisa mendatangkan hukuman baginya. Misalnya menjadi agresif atau hanyut dalam hasrat seksual. Berlandaskan penjelasan diatas, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal dari dalam diri ke luar diri individu misalnya kecemasan terhadap kelemahan atau kekurangan yang dimilikinya dan ia berusaha menutupi kelemahan atau kekurangan yang dimilikinya agar tidak diketahui orang lain.

(28)

c. Kecemasan Moral

Kecemasan moral terjadi karena konflik antara ego dan superego. Kecemasan moral juga terjadi bila kita gagal melakukan apa yang dianggap baik atau benar secara moral. Kecemasan moral ini juga merupakan salah satu ketakutan terhadap hati nurani. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas, karena dimasa lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar moral dan mungkin akan mendapat hukuman lagi.

Kecemasan moral merupakan kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego individu berhubung individu telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral. Kecemasan ini menyatakan diri dari dalam diri dalam bentuk rasa bersalah atau rasa berdosa (Koeswara, 1991).

4. Gejala-gejala kecemasan

Gejala adalah tanda-tanda yang menunjukkan adanya keadaan tetentu. Menurut Mustafa Fahmy (1977) gejala-gejala kecemasan dikategorikan dalam dua gejala, yaitu :

a. Gejala Fisiologis : tanda-tanda kecemasan yang tampak pada gejala fisik atau pada bagian tubuh individu yang ditandai dengan ujung jari dan tangan dingin, banyak mengeluarkan keringat, nafsu makan hilang, detak jantung cepat, tidur tidak nyenyak, kepala pusing dan pernafasan terganggu.

(29)

berlebihan seakan-akan terjadi bahaya atau kecelakaan, tidak mampu memusatkan perhatian, tidak berdaya, tidak percaya diri, serta ingin lari dalam menghadapi suasana kehidupan.

5. Cara Mengatasi Kecemasan

Menurut Bruno, 1998 (dalam Christyani, 2007) ada beberapa cara yang untuk mengatasi kecemasan yang muncul dari dalam diri agar hidupnya menjadi lebih baik dan tenang.

a. Penerimaan diri

Penerimaan diri menurut Hurlock (1973) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memiliki beban perasaan terhaap diri sendiri sehingga individu lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Individu cenderung ingin sempuran dan ketika individu tersebut gagal memenuhi kriteria pribadi, individu tersebut merasa jijik dengan diri sendiri. Penerimaan diri seharusnya membuat individu mencintai diri sendiri dengan segala kesalahan yang ada dan peduli pada diri sendiri meskipun mempunyai kekurangan. Kekurangan yang dipunyai oleh seseorang adalah termasuk penyakit yang ada di dalam tubuh individu.

b. Relaksasi

(30)

terbukti dapat membuat perasaan seseorang menjadi lebih baik. Ada dua metode relaksasi yang cukup mudah dan murah untuk dilakukannya, yaitu : 1) Olah raga

Olah raga secukupnya, diawali dengan berjalan kaki sekitar 15 sampai 20 menit akan membantu individu merasa rileks apalagi bila setelah berolah raga individu duduk di kursi yang nyaman, memejamkan mata, dan melamun sejenak tanpa berupaya mengendalikan arah peristiwa-peristiwa mental. Tubuh akan terasa sangat rileks secara otomatis. Berjalan kaki meningkatkan aktivitas bagian sympathetic dari sistem saraf otonom sedangkan duduk dengan mata terpejam secara otomatis menghidupkan kegiatan antagonis dari saraf parasympathetic sistem saraf otonom. Relaksasi akan muncul sesudahnya tanpa usaha yang diakukan secara sadar. Olah raga secukupnya juga membantu pembentukan endorfin, pengirim pesan kimiawi dalam otak yang memberi perasaan sejahtera dalam diri individu.

2) Mandi air hangat

(31)

dalam bak air hangat karena minuman keras akan menurunkan kesiagaan sedangkan berendam dalam air hangat juga akan menurunkan kesiagaan. c. Psikoterapi

Ada beberapa bentuk mengatasi kecemasan melalui pendekatan psikoterapi menurut Jeffry, Spence, dan Beverly (2003), yaitu :

1) Pendekatan psikodinamis

Pendekatan psikodinamis ini dirintis oleh Sigmund Freud dalam kerangka kerja psikoanalisis klasi. Dari pendekatan ini, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan individu merupakan simbolisasi dari konflik dalam (inner conflict) diri individu; dengan adanya simbolisasi ini, ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat lebih memberi perhatian kepada tugas-tugas yang lebih kreaktif dan memberi peningkatan.

(32)

terapis-terapis psikodinamik mungkin terbukti membantu dalam menangani gangguan-gangguan kecemasan, bukti empiris ekstensif yang membuktikan efektivitas tidaklah mencukupi (USDHHS, 1999).

2) Pendekatan kognitif

(33)

3) Pendekatan humanistik

Pendekatan humanistik percaya bahwa banyak dari kecemasan yang berasal dari represi sosial diri kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidakselarasan antara inner self seseorang yang sesungguhnya dan kodek sosialnya mendekat ke arah kesadaran. Individu merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, tetapi tidak mampu untuk mangatakan apa itu karena bagian diri yang tidak diakui tidak secara langsung diekspresikan dalam kesadaran. Karena ketidaksetujuan individu lain, individu mungkin gagal mengembangkan bakat mereka dan gagal mengenali perasaan-perasaan yang autentik. Dengan demikian terapis-terapis humanistik bertujuan membantu individu untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-perasaan individu yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, individu menjadi bebas untuk menemukan dan menerima diri individu yang sesungguhnya, dan tidak bereaksi dengan kecemasan bila perasaan-perasaan individu yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan individu mulai muncul ke permukaan (Mariam dan Free Fall, 1985, dalam Jeffrey, Spencer, dan Beverly, 2003).

(34)

kecemasan. Individu dapat melakukan relaksasi untuk mengatasi kecemasan yang muncul. Relaksasi dapat membuat perasaan seseorang menjadi lebih baik, bahkan tidak membutuhkan biaya yang cukup mahal dengan berolahraga atau mandi air hangat. Mandi dengan air hangat akan membuat otot-otot rileks secara otomatis karena kehangtan akan memperbesar pembuluh darah sehingga menghasilkan aliran darah yang lebih besar ke seluruh tubuh. Selain itu, psikoterapi juga dapat membantu mengatasi kecemasan yang muncul pada individu dan tentu saja memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan metode relaksasi.

B. Penyakit Diabetes Melitus

(35)

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit yang hiperglikemia yang ditandai dengan keadaan dengan kegiatan absolut insulin atau penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin. Diabetes melitus dimengerti masyarakat umum sebagai penyakit metabolik yang ditandai dengan tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut maupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif maupun insulin absolut dalam tubuh. Gangguan primer diabetes melitus terletak pada metabolisme karbohidrat, yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme protein dan lemak. Pengidap diabetes melitus sebagian besar merupakan penyakit keturunan (Guthrie & Guthrie, 2009). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak diderita oleh sebagian penduduk Indonesia. Resiko kematian pengidap diabetes melitus empat kali lebih besar dibandingkan nondiabetik. Angka menunjukkan penyebab kematian 50% akibat jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Keduanya merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus. Selain kematian, diabetes melitus juga menyebabkan kecacatan.

(36)

dalam tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah ke sistem urine (Anderson, 2004).

Diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan sehingga memerlukan penanganan yang serius. Pengobatan yang dilakukan oleh para pengidap diabetes melitus adalah obat oral, olah raga, diet, serta terapi insulin. Penyakit diabetes melitus juga menyebabkan komplikasi apabila tidak mendapat penanganan yang serius. Komplikasi diabetes melitus tersebut antara lain jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan atau amputasi (Soegondo, 2007). Anderson (2004), menyebutkan bahwa jika yang mengidap adalah ibu hamil maka penyakit ini dapat membahayakan baik pada ibu ataupun sang bayi yang akan dilahirkan.

2. Klasifikasi diabetes melitus

Dokumen konsensus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s

Expert Committee in the Diagnosis and Classification of Diabates Mellitus

menjabarkan empat kategori utama diabetes: tipe 1, dengan karateristik ketiadaan insulin absolut; tipe 2, ditandai dengan resistensi insulin disertai efek sekresi insulin. Tipe 3, tipe spesifik lainnya; dan tipe 4, diabetes gestasional atau diabetes yang terjadi pada ibu hamil (Elizabeth, 2009). a. Diabetes Melitus tipe I

(37)

biasanya di jumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbadingan laki-laki lebih sedikit dari wanita, karena insidens tipe I dapat timbul pada semua kelompok usia (Elizabeth, 2009). b. Diabetes Melitus tipe II

Hiperglekemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut diabetes melitus tipe 2. Selain itu, terjadi defek sekresi insulin ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta (β) pankreas, diabetes melitus tipe 2 yang biasanya disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (noninsulin insulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang mengidap penyakit diabetes melitus tipe 2, lebih banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan pria. Predisposisi genetik yang kuat dan faktor lingkungan yang nyata dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2 (Elizabeth, 2009). c. Diabetes Melitus tipe III

(38)

d. Diabetes Melitus tipe IV

Diabetes melitus tipe IV atau diabetes gestasional, adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah bersalin, sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika membaik setelah persalinan, resiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah sekitar 5 tahun pada waktu mendatang lebih besar dari pada normal (Elizabeth, 2009).

3. Epidemiologi Diabetes Melitus

Epidemiologi mempelajari frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor yang mempengaruhinya. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya (Beaghole & Kjellstrom, 1993).

(39)

Menurut Handayani (2007) saat ini ada sekitar 230 juta pengidap diabetes melitus di seluruh dunia. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 350 juta pada tahun 2025 bisa dikatakan bahwa setiap tahun, ada enam juta penyandang diabetes melitus baru di dunia. Dari fakta diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit yang mematikan dan memerlukan penanganan yang lebih serius disbandingkan penyakit yang lainnya.

4. Gejala-gejala diabetes melitus

Menurut kamus besar bahasa indonesia gejala merupakan keadaan yang menjadi tanda-tanda akan timbulnya sesuatu. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejala sangat bervarisasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga individu tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering marasa haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia), serta berat badan yang menurun.

(40)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes melitus

Menurut Smeltzer & Bare (2002) Penyakit diabetes melitus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah :

a. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes melitus sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebihan, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.

b. Stres

Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak. Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit diabetes melitus.

c. Pola makan

(41)

pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian individu atau masyarakat perkantoran. Pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat menjadi penyakit diabetes melitus, misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim. d. Obesitas atau kegemukan

Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu munculnya diabetes melitus.

e. Kurangnya berolah raga atau beraktivitas

Kurangnya berolah raga dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga dapat mengakibatkan diabetes melitus. Olah raga dapat dilakukan 3-5 kali seminggu (Waspadji, 2002).

6. Komplikasi pada diabetes melitus

Menurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi yang timbul dari penyakit diabetes melitus adalah :

a. Hiperglekemia

Adalah adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Tanda khas kesadaran menurun disertai dehidrasi besar.

b. Kerusakan ginjal

(42)

menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine.

c. Gangren (infeksi berat pada kaki hingga membusuk)

Gangren adalah kematian jaringan tubuh yang paling sering disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan infeksi. Kondisi ini dapat menyebabkan amputasi.

d. Gangguan penglihatan

Penyakit ini dapat mengalami gejala penglihatan kabur yang dapat menyebabkan katarak ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Hal ini disebabkan oleh kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen (Elizabeth, 2009).

e. Serangan jantung koroner

Penyakit ini merupakan suatu kondisi jantung yang tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, karena otot jantung mengalami kerusakan akibat kekurangan oksigen dan penyakit ini merupakan salah satu komplikasi dari penyakit diabetes melitus.

(43)

kerusakan saraf (neuropati) dimana kerusakan saraf dapat terjadi pada beberapa bagian dari tubuh kita, termasuk jantung, kaki, dan dapat menyebabkan impoten dan kelumpuhan (paralisis) dari perut (Putra & Swastini, 2009).

Individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II biasa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak di kelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata. Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah. Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan, maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mangalami kerusakan, maka dampak yang dirasakan adalah kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meredakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus

(borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi (Soegondo, 2006).

C. Kecemasan Individu Diabetes Melitus Tipe II

(44)

hidup menimbulkan berbagai macam komplikasi sehingga membuat individu diabetes melitus tipe II menunjukkan reaksi psikologis yang negatif diantaranya kecemasan yang meningkat (Putra & Swastini, 2009).

Penyakit diabetes melitus tipe II sering menjadi kronis sehingga individu cemas dalam menghadapinya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan (penyakit) yang tidak menyenangkan, sehingga mengganggu kehidupan sehari-harinya. Kecemasan yang dihadapi oleh masing-masing individu adalah berbeda-beda sesuai dengan keadaan penyakitnya seperti diabetes melitus tipe II (Stuart & Sundden, 2002).

(45)

Secara interpersonal individu merasa cemas pada perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Individu yang mengalami penyakit diabetes sangat berisiko terjadinya ulkus atau gangren serta berisiko untuk dilakukan amputasi. Kehilangan bagaian tubuh individu diabetes melitus tipe II tersebut dianggap sebagai ancaman terhadap integritas meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Stuart & Sundeen, 2002).

Freud (dalam Acocella dan Calhoun, 1990), menyatakan bahwa sumber kecemasan adalah konflik internal yang tidak disadari, ketidakberhasilan mempertahankan dorongan yang tidak disadari (misalnya dorongan seksual dan sifat agresif). Sedangkan Sullivan (dalam Hall dan Lindzey, 1993), megatakan bahwa kecemasan adalah penghayatan tegangan akibat adanya ancaman nyata dibayangkan terhadap keamanan individu. Ancaman-ancaman rasa sakit dan pengrusakan dari luar yang tidak siap ditanggulangi oleh individu akan menimbulkan satu reaksi umum yaitu takut dan diliputi kecemasan (Hall dan Lindzey, 1993).

(46)

dari orang-orang sekitar individu, terdapat konflik yang menyebabkan individu merasa ditarik ke arah dua perasaan yang berbeda sekaligus dan menimbulkan rasa yang tidak enak, pengaruh lingkungan sekitar individu, dan juga kehilangan orang yang dekat. Komplikasi dari diabetes melitus tipe II itu sendiri juga akan memicu timbulnya kecemasan dalam diri individu. Individu diabetes melitus tipe II rentan terhadap beberapa penyakit yang cukup fatal bagi dirinya. Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada individu yang mengidap penyakit diabetes melitus tipe II ini seringkali menimbulkan gejala-gejala yang tidak logis dan tidak mempunyai argumen yang realitas disebut khayalan atau delusi (Freud, 2003). Berbagai komplikasi dari penyakit diabetes melitus tipe II ini juga menimbulkan kecemasan bagi individu yang mengalami penyakit diabetes dan memunculkan khayalan-khayalan. Khayalan-khayalan yang muncul dalam diri individu biasanya bersumber dari kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari yang belum terjadi, yang biasanya berasal dari pemikiran-pemikiran yang tidak menarik dari diri individu. Kecemasan yang dialami individu diabetes melitus tipe II ini termasuk kecemasan neurosis.

Freud (2003), mengatakan bahwa kecemasan neurosis merupakan kegelisahan yang bersifat umum, suatu kecemasan yang “bebas mengambang”

siap untuk menyatuhkan diri pada setiap pemikiran yang tidak sesuai, mempengaruhi pemikiran-pemikiran, membawa pembenaran baginya. Freud menyebut kondisi ini “expectant dread” (rasa takut yag mengandung harapan)

(47)

mungkin ada, mengartikan semua kesempatan yang muncul sebagai suatu pertanda buruk, dan menganggap setiap ketidakpastian sebagai hal yang terburuk. Kecemasan neurosis bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan. Kecemasan neurosis mempunyai dasar dalam kenyataan.

Individu diabetes melitus tipe II pada umumnya mengalami rasa cemas terhadap segala hal yang buruk sejauh itu menyangkut penyakit diabetes (komplikasi jangka panjang) yang belum terjadi dalam diri individu, yang dianggap sebagai hukuman akibat pemuasan insting dalam diri individu. Banyak bukti yang memperlihatkan berulang kali bahwa dalam keadaan cemas, kadar gula darah individu akan meningkat lebih cepat dibandingkan akibat pengkonsumsian makanan secara sembrono. Diabetes melitus tipe II individu akan semakin memburuk saat individu dalam keadaan cemas. Menurut ahli riset, masalah emosional menyebabkan kadar gula berada dalam keadaan tinggi secara kronis. Saat gula darah individu diabates melitus tipe II mulai meningkat, maka akan muncul beberapa gejala yang menandai meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh seseorang. Individu sadar satu dari beberapa komplikasi dari penyakit diabetes melitus dan komplikasi tersebut akan membawa indvidu pada kematian.

(48)

sendiri dapat mempengaruhi pengendalian gula darah. Cannon mendemonstrasikan bahwa ketakutan dan kecemasan dapat menimbulkan

glycosuria pada orang normal (American Psychiatric Association, 1994).

(49)

sebagai hal yang terburuk. Beberapa gejala akan muncul yang menandai meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh seseorang, terkhusus seorang indivdu diabetes melitus tipe II. Individu sadar bahwa suatu hari nanti ada kemungkinan akan mengalai salah satu komplikasi dari penyakit diabetes melitus sehingga dapat membawa pada kematian. Masalah emosional juga menyebabkan kadar gula berbeda dalam keadaan tinggi secara kronis dan kecemasan yang berlebihan ini justru akan membawa individu diabetes melitus tipe II pada keadaan yang semakin buruk.

Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa cara yang dapat digunakanoleh individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II untuk mengatasi kecemasan yang muncul dari dalam dirinya. Hal pertama yang harus dilakukan oleh individu adalah penerimaan diri pada penyakit yang ada dalam diri dan mencintai diri sendiri dengan segala keberadaanya adalah salah satu cara untuk mengatasi kecemasan. Individu juga dapat melakukan relaksasi, karena dapat membuat perasaan seseorang menjadi lebih baik, bahkan tidak membutuhkan biaya yang cukup mahal dengan beroleh raga atau mandi dengan air hangat. Selain itu, psikoterapi juga dapat membantu mengatasi kecemasan yang muncul pada individu dan memerlukan biaya yang sangat besar dibandingkan dengan metode relaksasi.

(50)

D.

Kerangka Penelitian

Individu yang

mengalami penyakit

diabetes melitus tipe

II

Kecemasan

Gejala-gejala :

 Gejala fisiologis

 Gejala psikologis

Jenis-jenis kecemasan :

 Kecemasan Realitas

 Kecemasan Neurotik

 Kecemasan Moral

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian yang berjudul “kecemasan pada individu yang mengalami

penyakit diabetes melitus tipe II” ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif

dengan metode fenomenologi. Pendekatan kualitaitf adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya (Peorwandari, 2005). Pilihan penelitian ini dinilai tepat untuk memenuhi tujuan peneliti, yaitu untuk mengetahui gejala-gejala kecemasan yang muncul serta cara mengatasi kecemasan pada individu yang mengalami penyakit diabetes melitus tipe II karena penelitian kualitatif berusaha untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan maupun menginterpretasikan maksud dari suatu fenomena maupun pengalaman personal dan sosial yang dialami oleh subjek penelitian (Creswell, 2007).

Sedangkan metode fenomenologi adalah studi yang mencoba untuk memahami persepsi masyarakat, perspektif dan memahami suatu situasi tertentu (Paul, 2005). Tujuan dari fenomenologis adalah hendak mengungkapkan secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya. Fenomenologi juga berusaha untuk mengeksplorasi pengalaman personal serta menekankan pada persepsi atau pendapat personal seorang individu tentang objek atau peristiwa (Smith, 2009).

(52)

B. Fokus Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana gejala-gejala kecemasan dan bagaimana cara mengatasi kecemasan tersebut.

C. Subjek Penelitian 1. Kriteria Subjek Penelitian

Pemilihan individu penelitian didasarkan pada ciri tertentu. Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah penderita diabetes melitus tipe II yang mengidap penyakit tersebut minimal enam bulan. Individu penelitian adalah individu yang berumur dewasa madya yaitu usia 40 sampai 60 tahun karena pada usia tersebut lebih mudah terserang penyakit, sudah menikah, dan yang masih memiliki pasangan baik laki-laki maupun perempuan. Mengambil dewasa madya dengan asumsi bahwa mayoritas jumlah peneliti diabetes melitus tipe II berusia 30 tahun keatas.

Sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya atau sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili (bersifat representatif terhadap) fenomena yang dipelajari atau diteliti (Creswell, 1998).

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan peneliti dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

a. Individu yang mengalami diabetes melitus tipe II. b. Minimal 6 bulan.

(53)

d. Sudah menikah.

e. Masih memiliki pasangan.

2. Prosedur Pengambilan Subjek Penelitian

Prosedur pengambilan sampel menggunakan sampel bola salju atau snowball sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya. Peneliti bertanya pada individu penelitiannya tentang (calon) individu penelitian atau nara sumber lain yang penting atau harus dihubungi : “Apakah anda mengetahui siapa yang dapat

saya hubungi untuk memperoleh informasi tentang individu yang mengalami

kecemasan yang disebabkan oleh penyakit diabetes melitus tipe II?” dengan

bertanya pada orang yang diwawancara mengenai siapa lagi yang dapat memberikan informasi, rantai semakin lama semakin besar (Poerwandari, 2005). Oleh karena itu jumlah individu yang ditentukan oleh peneliti tidak dibatasi. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mendapatkan data yang sangat mendalam dan lengkap. Peneliti akan menghentikan pengambilan data ketika data yang di peroleh sudah dikatakan jenuh. Dikatakan jenuh ketika penambahan individu tidak menambahkan hasil data baru.

(54)

dialaminya terutama pada laki-laki karena cemas terhadap disfungsi seksualnya.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki fokus penelitian sebagai berikut bagaimana individu yang mengalami diabetes melitus tipe II melihat gejala-gejala kecemasan yang ada dalam diri individu dan bagaimana cara mengatasi kecemasan. Oleh karena itu, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2008). Menurut Banister, dkk (1994 dalam Poerwandari, 2005), wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam dengan menggunakan teknik semi structured interview. Dalam teknik ini peneliti telah memiliki gambaran mengenai aspek-aspek pengalaman individu yang akan dikaji secara mendalam. Peneliti telah membuat panduan wawancara sebagai acuan. Secara garis besar jalannya wawancara mengikuti pola kerucut, dimana wawancara dimulai dari aspek yang bersifat umum dan diarahkan menjurus ke aspek pengalaman yang bersifat khusus.

(55)

Tabel 1

Panduan Wawancara

Tema Besar Pertanyaan Tujuan

Kecemasan Gejala kecemasan apa yang muncul dari anda?

Untuk mengetahui gejala yang muncul.

Bagaimana bentuk-bentuk kecemasan yang timbul dalam diri anda?

Untuk mengetahui bentuk-bentuk

kecemasan. Usaha apa yang dilakukan oleh

anda untuk mengatasi rasa cemas tersebut?

Untuk mengetahui usaha mengatasi rasa cemas. Faktor-faktor apa yang

mempengaruhi munculnya kecemasan dalam diri anda terhadap komplikasi penyakit diabetes melitus tipe II?

Untuk mengetahui faktor-faktor kecemasan akibat komplikasi penyakit diabetes melitus tipe II.

E. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen, 1982 dalam Moleong, 2009).

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif ini adalah : 1. Organisasi Data

(56)

2. Koding (memberi kode)

Setelah melalukan transkrip verbatim, peneliti secara urut melakukan penomoran pada baris-baris transkrip tersebut. Kemudian peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Penelitian harus memberikan kode yang mudah diingat. Koding digunakan untuk mengorganisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.

3. Intepretasi

Setelah pengkodean selesai dilakukan, peneliti melalukan analisis dengan mencari tema dari data yang tersedia. Jika tema telah ditemukan, peneliti akan mengklasifikasikan tema tersebut dengan memberi label, definisi ataupun deskripsi. Dalam proses ini, akan menghasilkan daftar tema. Sedangkan kegunaan tema adalah dapat mendeskripsikan fenomena yang muncul dari hasil penelitian.

F. Pemeriksaan Kredibilitas Data

Kredibilitas menjadi istilah yang dipilih pada penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas pada penelitian kuantitatif. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan seting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2005).

(57)
(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Penelitian 1. Persiapan Penelitian

Persiapan yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara adalah:

a. Peneliti mencari individu yang memiliki kriteria yang sesuai dalam penelitian tersebut. Kriteria individu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang berumur 40-60 tahun, sudah menikah, dan masih memiliki pasangan. Peneliti mendapat bantuan atau informasi dari orang tua dan teman dalam mencari responden. Peneliti menggunakan teknik bola salju (snowball sampling) dalam pengambilan data. Prosedur ini dipilih karena peneliti tidak mendapatkan jumlah individu yang diharapkan.

b. Peneliti kemudian memastikan bahwa individu yang peneliti cari sesuai dengan kriteria. Kemudian peneliti meminta kesediaan individu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Individu yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Peneliti menjelaskan terlebih dahulu kepada individu mengenai penelitian yang dilakukannya, yaitu dalam penelitian tersebut peneliti ingin mengungkap lebih dalam tentang kecemasan pada individu yang mengalami diabetes melitus tipe II. Lalu memberikan gambaran tentang tujuan penelitian dan menjelaskan bahwa data yang didapatkan dari individu penelitian akan dijamin kerahasiaannya.

(59)

c. Saat melakukan wawancara peneliti menggunakan tape recorder untuk merekam sesi tanya jawab dengan para individu.

2. Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan pada pertengahan bulan November 2013 sampai dengan bulan Desember 2013. Jumlah individu penelitian adalah empat orang. Data diperoleh dengan menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan sebanyak dua kali demi mendapatkan hasil data yang lengkap dan akurat.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada individu untuk merekam hasil wawancara. Selama melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu tape recorder yang digunakan untuk merekam hasil wawancara. Peneliti mencatat hasil wawancara terkait latar belakang individu. Hal tersebut dikarenakan individu meminta agar peneliti tidak merekam data terkait latar belakangnya, sehingga peneliti harus mencatat hasilnya.

(60)

berhak untuk memberi masukan kepada peneliti terkait transformasi yang lebih sesuai.

3. Jadwal Pengambilan Data

Tabel 2

Subjek Hari/Tanggal Tempat Kegiatan

OES Selasa, 12 Nov

Permintaan kesediaan untuk di wawancara, wawancara 1 yang meliputi latar belakang subjek. Wawancara 2 meliputi perasaan yang dirasakan responden saat mengetahui mengidap diabetes melitus tipe II, efek yang dirasakan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, gejala kecemasan dan cara mengatasi kecemasan.

Permintaan kesediaan untuk di wawancara, wawancara 1 yang meliputi latar belakang subjek. Wawancara 2 meliputi perasaan yang dirasakan responden saat mengetahui mengidap diabetes melitus tipe II, efek yang dirasakan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, gejala kecemasan dan cara mengatasi kecemasan.

(61)

ADQ Sabtu, 07 Des 2013

Senin, 09 Des 2013

Rumah Subjek

Labotorium Rumah Sakit

Permintaan kesediaan untuk di wawancara, wawancara 1 yang meliputi latar belakang subjek. Wawancara 2 meliputi perasaan yang dirasakan responden saat mengetahui mengidap diabetes melitus tipe II, efek yang dirasakan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, gejala kecemasan dan cara mengatasi kecemasan.

4. Proses Analisis Data

Proses analisis dimulai dengan pengorganisasian data, pemberian kode, intepretasi dan mengambil kesimpulan. Dibawah ini akan dijelaskan secara lebih lanjut :

a. Setelah wawancara selesai, peneliti melakukan pemindahan hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan sehingga menghasilkan verbatim.

b. Kemudian peneliti memberikan nomor pada tiap baris hasil dari wawancara tersebut.

B. Analisis Per Subjek 1. Subjek 1 (OES)

a. Profil Subjek

(62)

OES adalah ayah dari 3 orang anak. Saat ini subjek tinggal bersama istrinya dan ketiga anak subjek. Anak pertama sudah bekerja di sebuah perusahaan, anak yang kedua hampir menyelesaikan kuliah di sebuah universitas di luar kota, sedangkan anak ketiga masih sekolah menengah. Istri subjek seorang rumah tangga. Subjek bekerja sebagai pegawai negeri di sebuah kantor. Setiap hari Senin sampai hari Jumat subjek selalu bekerja di kantor dan pulang sampai sore, terkadang sampai malam karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan oleh subjek. Setiap hari Sabtu dan hari Minggu subjek selalu meluangkan waktu untuk keluarganya.

b. Hasil Wawancara

Pada awal wawancara subjek terkesan seorang yang pendiam dan pemalu. Tetapi setelah subjek dan peneliti berbincang-bincang tentang kehidupan sehari-hari subjek menjadi lebih santai dan lebih terbuka. Subjek mulai santai dan terbuka, bahkan subjek bisa menceritakan banyak hal dengan lancar kepada peneliti. Dari hasil wawancara ada beberapa poin yang dapat menjelaskan hasil tersebut, yaitu :

1) Perasaan awal mengidap penyakit diabetes melitus tipe II

(63)

kedua dan ketiga tetap belum divonis penyakit diabetes melitus tipe II tersebut, setelah itu subjek melakukan pemeriksaan lagi yang keempat kalinya ternyata subjek mengidap penyakit diabetes melitus tipe II dan kadar gula dalam darah subjek meningkat mencapai 336 mg/dl sehingga subjek menjadi khawatir. Selain itu, subjek juga mengkonsumsi obat dari dokter selama dua minggu dan mengakibatkan subjek menjadi drop dikarenakan tingkat gula dalam darah yang dimiliki oleh subjek sangat rendah hingga mencapai 60 mg/dl.

Saya merasa kurang nyaman dengan perasaan, terus kita melakukan pemeriksaan medis ternyata hasil lab dari medis pemeriksaan awal itu tidak ada penyakit yang divonis oleh dokter, nah disitulah muncul kecemasan. saya kok saya merasa sangat menderita sekali, tapi kok tidak ada penyakit yang saya yang sesuai. yang hasil medis saya alami terus seminggu lagi kita ee pemeriksaan ulang hasil lab keseluruhan tidak juga jadi selama tiga minggu kita pemeriksaan rutin ternyata ada hasilnya saya divonis diabetes yang sangat eee tinggi sekali yaitu berkisar 336 yang menjadi eee kekhawatiran yang sangat mendasar itu ketika konsumsi obat selama dua minggu kurang dua hari kita kontrol lagi ternyata drop sekali menurut dokter karena dari hasil awal tuh 336 menjadi60 rendah sekali

(5-20) Subjek memang merasa aneh dalam dirinya secara fisik. Subjek yang tadinya seorang yang enerjik dan bersemangat, tiba-tiba saja menjadi mudah lelah dan sering mengalami tidak enak badan atau sering meriang seperti badan bergerak sendiri, berkeringatan, panas tinggi, dan sering buang air kecil bahkan badan subjek sampai kurus.

Eee badan saya rasa kek sepertinya bergerak sendiri, berkeringat, minta maaf eee buang air kecilnya banyak pada waktu malam hari,dengan saya panas tinggi saya demam

(64)

2) Reaksi subjek pada awal menghadapi penyakit diabetes melitus tipe II

Reaksi subjek ketika mengeahui bahwa subjek mengalami penyakit diabetes melitus tip II, subjek dengan spontan langsung mengatasi dengan pengobatan medis. Meskipun subjek langsung mengatasinya namun, pada awalnya subjek merasa kurang nyaman dengan pola makan yang dianjurkan oleh dokter karena pola makan subjek memang porsi yang banyak. Lama kelamaan subjek sudah menjadi terbiasa dengan pola makan tersebut dan akhirnya subjek mengkonsumsi jenis makan yang diajurkan oleh dokter dan subjek rajin mengkonsumsi obat dari dokter.

Eee saya spontan saya mengantisi itu dengan eee pengobatan medis.

(56)

Awalnya saja yang saya rasa eee kurang menyenangkan karena memang porsi makan saya awal awal sebelum derita tuh banyak tapi ketika di vonis diabetes saya jaga pola makan itu jam 7 tepat pasti saya makan pagi. Sampai dengan hari ini ya bersyukur saya masih tetap menjalani jam 12 siang saya makan jam 6 sore saya makan. Berarti sudah sangat teratur? Sangat teratur salama kurang lebih eee satu tahun dua bulan ini.

(94-103) 3) Efek-efek yang dirasakan karena mengidap penyakit diabetes

melitus tipe II

(65)

menjadi terhambat, karena subjek di larang oleh dokter untuk melakukan pekerjaan yang berat.

Sangat terganggu, eee saya pegawai negri yang golongannya rendah tapi saya punya kepercayaan menjadi salah se aaa ajudan disalah satu pejabat jadi aktivitas saya tuh eee sangat terganggu.

(132-136) 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan dalam

diri subjek

Subjek selalu khawatir bila tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda meningkatnya gula dalam darah karena subjek juga sudah divonis mengidap penyakit tiroid (salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia). Subjek menjadi khawatir dan tampak sekali kecemasan yang muncul dalam diri subjek.

Disini nampak sekali kecemasan saya tidak tahu apa penyebab dari penderitaan yang saya alami ini.

Tapi yang tadi saya bilang itu yang menjadi kekhawatira saya

(36-38) 5) Gejala kecemasan yang muncul dari dalam diri subjek

(66)

saya cemas itu bahwa tidak ada sesuatu yang dinyatakan bahwa aaa ancaman dari penyakit ini karena kita orang awam semata mata hanya berfokus pada medis itu

(107-110)

Aaah memang sangat sangat gelisah saya, malam susah tidur aaa dua bulan kurang dua bulan empat hari saya tidak bisa tidur siang tidur malam karena saya cemas sekali sangat sangat cemas itu yang mengancam saya eee menjadi beban penderitaan

(120-125) 6) Usaha untuk mengatasi kecemasan

Subjek juga memiliki cara atau usaha-usaha untuk mengatasi kecemasan yang muncul dengan cara subjek bersenang-senang dengan keluarga dan meningkatkan aktivitas meskipun aktivitas tersebut tidak maksimal. Namun, itu sanggat membantu subjek untuk mengatasi munculnya kecemasan.

Eehmm saya happy happy dengan keluarga. Eee saya mulai tingkatkan aktivitas saya eee saya mulai bertugas kembali eee biasa walaupun tidak maksimal.

(147-151)

c. Kesimpulan

Terkait dengan kecemasan yang dialami oleh subjek 1 (OES), kecemasan yang muncul bersumber dari dalam diri subjek sendiri. Subjek mengalami penyakit diabetes melitus tipe II sudah enam bulan, sehingga membuat subjek menjadi khawatir.

(67)

sampe empat kali. Hasil kedau dan ketiga tetap sama bahwa subjek tidak mengalami penyakit tersebut, namun pada hasil lab keempat baru lah tahu bahwa subjek mengalami penyakit diabetes melitus tipe II tersbut sehingga dengan spontan subjek mengatasi penyakit diabetes melitus tipe II tersebut dengan cara mengatur pola makan, meskipun awalnya subjek susah untuk mengatur pola makan tersebut, subjek tetap menjalankan aturan yang dianjurkan oleh dokter. Selain dari penyakit diabetes melitus tipe II tersebut subjek juga memiliki penyakit lain yaitu penyakit tiroid (kelenjar endokrinbesar yang terletak dipangkal leher bagian depan, dibawah lapisan kulit dan otot) sehingga subjek merasa cemas dengan penyakitnya tersebut. Gejala kecemasan yang muncul dalam diri subjek berupa gejala fisik dan gejala psikologis. Gejala kecemasan secara fisik yang dirasakan oleh subjek adalah keringatan, badan panas tinggi, sering buang air kecil, susah tidur. Sedangkan gejala kecemasan secara psikologis berupa gelisah, lemah, dan khawatir.

Berdasarkan gejala-gejala kecemasan tersebut, individu mengatasi kecemasan yang muncul dengan mengalihkan rasa cemas tersebut dengan bersenang-senang bersama keluarga dan meningkatkan aktivitas meskipun aktivitas tersebut tidak maksimal.

2. Subjek 2 (MLS) a. Profil Subjek

(68)

1963 ini memilki tubuh gemuk dan berkulit hitam. MLS adalah pribadi yang ramah dan sopan. MLS beragama kristen protestan. Pekerjaan MLS adalah sebagai PNS.

Subjek adalah ibu dari 2 orang anak. Saat ini subjek tinggal bersama suami dan kedua orang anak subjek. Anak pertama subjek, seorang laki-laki yang masih kuliah di Stikom kota kupang-NTT dan anak kedua sbujek juga msih berkuliah di salah satu universitas undana yang berada di kota kupang-NTT. Suami subjek seorang PNS.

Setiap harinya subjek dan suami bekerja dan anak-anak subjek pergi kuliah menjalani aktivitas masing-masing. Subjek dan keluarga subjek dapat berkumpul bersama ketika semua aktivitas sudah selesai. Subjek dan keluarga subjek sering sharing tentang kesibukan mereka masing-masing. Selain itu, subjek lebih sering menghabiskan waktunya bersama dengan keluarga subjek.

b. Hasil wawancara

Pada awal wawancara pertama berlangsung, suasanan di sekitar rumah subjek cukup tenang sehingga wawancara dapat berjalan dengan baik dan lanar. Pada waktu wawancara yang kedua wawancara di lakukan di rumah sakit, suasana di sekitar rumah sakit agak sedikit ribut namun subjek dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jelas.

(69)

Subjek menceritakan tentang dirinya dengan lancar dan kehidupannya dengan wajah berseri-seri. Dari hasil wawancara ada beberapa poin yang dapat menjelaskan hasil tersebut, yaitu :

1) Perasaan awal mengidap penyakit diabetes melitus tipe II

Subjek sudah 8 tahun menderita penyakit diabetes melitus tipe II. Penyakit ini diketahui ketika mata subjek mulai terganggu bahkan mata subjek kiri dan yang kanan harus dioperasi. Subjek merasa takut karena sudah terjadi komplikasi pada kedua mata subjek dan subjek ingin penyakit diabetes melitus tipe II ini cepat sembuh. Hal ini dikarenakan, subjek dituntut harus melanjutkan keperguruan tinggi S1, karena saat ini subjek hanyalah lulusan D2.

Mata kerana sudah semakin ini sudah katarak kiri kanan

(15).

Dulunya cuma D2 sekarang dituntut untuk S1

(29)

Ini sudah dari tahun 2005 febuari, sekarang sudah 8 tahun

(51-52). 2) Reaksi subjek yang mengidap diabetes melitus tipe II

Reaksi subjek ketika tahu bahwa subjek mengidap penyakit diabetes melitus tipe II ini, subjek melakukan pengontrolan tiap bulan dan pengontrolan pola makan menjadi lebih baik. Subjek mengikuti cara pengontrolan pola makan yang baik dan benar oleh dokter.

Tiap bulan harus kontrol supaya cari tahu naik atau turun.

(33-34)

Kalau pola hidup saya hidup pas-pasan, tapi itu di rumah makan pagi, siang dan sore itu sudah pasti tapi tiap konsumsi tidak sama dengan orang sehat, punya saya nasinya sedikit sayurnya yang banyak

(70)

3) Efek-efek yang dirasakan karena mengidap penyakit diabetes melitus tipe II

Subjek tidak merasa terganggu dengan keberadaan penyakit diabetes melitus tipe II ini karena pada awalnya subjek menerima diagnosis dari dokter. Tetapi lama-kelamaan jari-jari subjek sering keram dan subjek menjadi sering buang air kecil. Kondisi fisik subjek tidak lagi sekut sebelum subjek mengidap penyakit diabetes melitus tipe II. Subjek juga merasakan adanya gangguan di bagian mata. Penglihatan subjek sering kunang-kunang atau kabur. subjek tidak menyadari bahwa penglihatan selalu kunang-kunang atau kabur adalah salah satu tanda-tanda dari penyakit diabetes meltus tipe II.

Mata sudah kunang-kunang jadi saya pikir saja kan mata yang terganggu saya ke dokter mata nanti di sana pertama dikasihkan obat terus janji berapa minggu untuk pergi lagi, terus yang ketiga kalinya kok mata tetap terus yang satunya lagi buang air kecil terus-terus ini permisi kadang pake pembalut kalau tidak tidak cepat ke belakang basah sudah dari situ dokter dokter eko dokter mata itu saya rujukan ke rumah sakit umum waktu saya pindah kesini langsung berobat, perikasa dulu periksa lagi jadi dari situ baru tahu bahwa saya aaa derita penyakit diabetes.

(1-13).

Ini jari keram, mata ini, kan ini harus di operasi, kan sudah tau jelas mata yang ini katarak jadi terakhir harus operasi

(91-93).

4) Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan dalam diri subjek

Gambar

Tabel 3. Analisis Antar Subjek ............................................................................
Tabel 1
Tabel 2 Subjek
Tabel 3 Analisis antar Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Sari Coffee Indonesia, Starbucks Coffee merupakan perusahaan kedai kopi terbesar di Indonesia yang memiliki lebih dari 100 cabang baik di dalam kota maupun luar

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat

ANALISIS KALIMAT ELIPSIS BAHASA JERMAN DALAM ROMAN TRÄUME WOHNEN ÜBERALL KARYA CAROLIN PHILIPPS DAN PADANANNYA.. DALAM

Berdasarkan kendala-kendala dalam pembelajaran siklus I yang telah diuraikan di atas, selanjutnya dilakukan beberapa upaya perbaikan untuk mengatasi kendala-kendala

a. Mengembangkan prosedur dan alat untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko. Mendesain dan menerapkan perangkat yang dibutuhkan dalam penerapan