• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II VERAWATY ANIF FARMASI'17

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II VERAWATY ANIF FARMASI'17"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bahan Pencemar

Bahan pencemar yang masuk ke muara sungai akan tersebar dan akan mengalami proses pengendapan, sehingga terjadi pencemaran pada lingkungan (Erlangga, 2007). Kontaminasi bahan pencemar yang berasal dari aktivitas industri, pertanian, peternakan, maupun kegiatan rumah tangga telah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air pada sumber air seperti sungai, danau, dan waduk. Walaupun saat ini telah diberlakukan berbagai macam kebijakan dan peraturan terkait dengan pengendalian pencemaran air, diantaranya: PP No. 82 tahun 2001 dan Permen LH No. 13 Tahun 2010, namun lemahnya praktek, pengawasan, dan penegakan hukum menyebabkan penurunan kualitas air di badan air terus terjadi. Status Lingkungan Hidup Indonesia (KLH, 2010) melaporkan bahwa sekitar 74% sungai-sungai besar di Pulau Jawa tidak memenuhi Kriteria Air Kelas II.

B. Air

Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi, air bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu melalui penguapan terlebih dahulu dari air laut, sungai atau sumber mata air lainnya, kemudian berkumpul di awan membentuk butiran yang akan menjadi hujan, dan akhirnya turun di atas permukaan tanah menuju laut. Air bersih sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia di bumi (PermenPU, 1993).

(2)

air sungai, sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena apabila air sungai tersebut digunakan sebagai air minum, maka akan mempengaruhi fungsi organ tubuh. Oleh sebab itu sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya (PermenPU, 1993).

(3)

kehidupan yang terus berkembang untuk mencukupi berbagai kebutuhan (Asmadi, et al., 2011).

C. Industri Pembuatan Semen

1. Semen

Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton yang artinya crescere (tumbuh), yang maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2), aluminium

oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO).

Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg (Richardo, 2006).

Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang selanjutnya disebut

sebagai “cementum”. Semen yang digunakan dalam konstruksi

digolongkan ke dalam semen hidrolik dan semen nonhidrolik.

(4)

kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Pedoman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan hidrat pada reaksi dengan air segera mungkin. Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan di dasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gipsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru. Semen nonhidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gipsum yang harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair. Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk membentuk kembali kalsium karbonat (Richardo, 2006).

Penguatan dan pengerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan air yang mengandung senyawa-senyawa, pembentukan sebagai hasil reaksi antara komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan hidrat secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera, suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini diarahkan pada permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut penguatan setelah mulai tahap pengerasan.

2. Jenis-jenis Semen

a. Semen Abu atau semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. b. Semen Putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari

(5)

seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

c. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

d. Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan

Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous

silica, aluminium oksida, besi oksida, dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland

terdiri dari 5 tipe yaitu : a. Semen Portland tipe I

Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9%

(SO3); 1,0% hilang dalam pembakaran, dan 1,0%

b. Semen Portland tipe II

Dipakai untuk keperluan konstruksi umum dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5%

(SO3); 0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

c. Semen Portland tipe III

(6)

57% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1%

(SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran, dan 1,3% bebas CaO.

d. Semen Portland tipe IV

Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9%

(SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

e. Semen Portland tipe V

Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: (C3S);

43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3); 0,9%

hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:

(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)

Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15 (Richardo, 2006).

D. Logam Berat

(7)

Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 g/cm3, dan memiliki nomor atom 22 sampai 92 yang terletak pada periode III sampai VII dalam susunan tabel periodik. Logam berat jarang ada yang berbentuk atom bebas di dalam air, tetapi biasanya terikat oleh beberapa senyawa lain sehingga membentuk sebuah molekul. Logam berat merupakan senyawa kimia yang berpotensi menimbulkan masalah yaitu pencemaran lingkungan. Logam berat memiliki kekuatan dan ketahanan yang baik, daya pantul cahaya dan daya hantar listrik yang tinggi, serta daya hantar panas yang cukup baik (Dahuri, 1996).

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dibagi menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan logam berat tidak esensial (beracun). Keberadaan logam berat esensial dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain,seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), dan mangan (Mn). Sebaliknya, keberadaan logam berat tidak esensial dalam tubuh organisme hidup dapat bersifat racun, seperti logam merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr),dan lain-lain. Logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun (Palar, 1994).

E. Karakteristik Logam Berat 1. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan senyawa kimia dengan nomor atom 82, titik leleh 327,46 ºC, dan titik didih 1749 ºC. Timbal (Pb) berada di alam dalam bentuk batuan galena (PbS), sensite (PbCO3), dan alglesit (PbSO4).

Timbal mudah dibentuk dan dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan (Gayer, 1986).

(8)

Makanan dan minuman yang bersifat asam seperti air tomat, air buah apel, dan asinan dapat melarutkan timbal yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci. Sumber utama limbah timbal adalah gas buang kendaraan bermotor dan limbah industri. Diperkirakan 65% dari pencemaran udara disebabkan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, dimana timbal digunakan sebagai bahan tambahan pada bensin (Mukono, 1991). Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman. Masuknya senyawa timbal kedalam tubuh makhluk hidup dapat mengakibatkan gejala keracunan seperti gangguan gastrointestinal, rasa logam pada mulut atau mulut terasa bau logam, muntah, sakit perut, dan diare. Di dalam tubuh timbal terikat pada gugus sulfidril (-SH) pada molekul protein dan hal ini mengakibatkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Timbal tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam timbal, tubuh akan mengeluarkannya sebagian dan sisanya akan terakumulasi dalam tubuh yang dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan pada saraf, hati, ginjal, tulang, dan otak. Pada bayi dan anak-anak, keracunan timbal dapat mengakibatkan ensefalopati, gangguan mental, dan penurunan kecerdasan (Setyawan, 2004). Batas normal kadar timbal yang masih dapat ditoleransi oleh tubuh adalah berkisar antara 0,1–0,3 mg/hari. Apabila yang masuk kedalam tubuh lebih dari 0,6 mg/hari dapat menyebabkan keracunan timbal yang berakibat fatal (Homan dan Brogan, 1993).

2. Tembaga (Cu)

(9)

tembaga (Cu) dapat terjadi akibat penggunaan pestisida secara berlebihan (Ganiswara, 1995). Adanya tembaga (Cu) dalam jumlah yang besar dalam tubuh dapat mengakibatkan gejala-gejala yang akut. Keracunan tembaga dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti sakit perut, mual, muntah, dan diare, serta gangguan sistem peredaran darah. Beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian (Darmono, 1995).

3. Mangan (Mn)

Mineral mangan tersebar secara luas dalam banyak bentuk seperti oksida, silikat, karbonat. Penemuan sejumlah besar senyawa mangan di dasar lautan merupakan sumber mangan dengan kandungan 24%, bersamaan dengan unsur lainnya dengan kandungan yang lebih sedikit. Kebanyakan senyawa mangan saat ini ditemukan di Rusia, Brazil, Australia, Afrika Selatan, Gabon, dan India. Irolusi dan rhodokhrosit adalah mineral mangan yang paling banyak dijumpai.

Mangan terdapat sekitar 1000 ppm (0,1%) dari kerak bumi. Tanah mengandung mangan 7-9.000 ppm dengan rata-rata 440 ppm. Air laut yang hanya 10 ppm mangan dan suasana mengandung 0,01 μg/m3. Mangan terjadi terutama sebagai pyrolusite (MnO2), braunite, (Mn2+ (SiO12), dan

ke tingkat yang lebih rendah sebagai rhodochrosite (MnCO3).

Pyrolusite bijih mangan (MnO2) merupakan bentuk mangan yang

paling penting yang tersedia di alam. Lebih dari 80% dari sumber daya Bijih mangan penting biasanya menunjukkan yang erat kaitannya dengan bijih besi. Mangan banyak ditemukan di Afrika Selatan dan Ukraina. Endapan mangan penting lainnya berada di Australia, India, Cina, Gabon dan Brasil. Pada tahun 1978 diperkirakan 500 miliar ton nodul mangan ada di di dasar laut.

4. Besi (Fe)

(10)

periodik, besi mempunyai simbol Fe dan memiliki nomor atom 26. Besi juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Besi merupakan logam yang paling banyak dan paling beragam penggunaannya. Hal itu dikarenakan beberapa hal seperti: limpahan besi di kulit bumi cukup besar, pengolahannya relatif mudah dan murah, serta besi mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan serta mudah dimodifikasi.

Salah satu kelemahan besi adalah besi mudah mengalami korosi. Korosi menimbulkan banyak kerugian karena mengurangi umur pakai berbagai barang atau bangunan yang berbahan besi dan baja (Mulyadi, 2008).

5. Kadmium (Cd)

Pencemaran kadmium dapat berasal dari kontaminasi makanan dan penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk tanaman pangan sarta hasil peleburan dan penggunaannya dalam industri (Roechan, 1986). Kadmium merupakan salah satu dari berbagai jenis logam berat yang berbahaya, tidak hanya bagi tanaman tapi juga bagi manusia dan hewan. Logam kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (Roth dan Blasvhke,1988). Kadmium memiliki ikatan yang sangat tinggi dengan gugus sulfidril (-SH) pada enzim dan protein. Oleh karena itu keberadaan cadmium akan mengganggu aktifitas enzim, metabolism Fe (besi), menyebabkan klorosis (kekurangan klorofil pada tumbuhan) pada daun (Setyawan, 2004).

6. Aluminium (Al)

(11)

kedua termudah dalam soal pembentukan, dan keenam dalam soal

ductility. Sifat-sifat penting yang dimiliki aluminium sehingga banyak digunakan sebagai material teknik:

a. Berat jenisnya ringan (hanya 2,7 g/cm³, sedangkan besi ± 8,1 g/cm³) b. Tahan korosi

Sifat bahan korosi dari aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan aluminium oksida (Al2O3) pada permukaan aluminium. Lapisan ini membuat Al tahan korosi tetapi sekaligus sukar dilas, karena perbedaan melting point (titik lebur).

c. Penghantar listrik dan panas yang baik Aluminium umumnya melebur pada temperatur ± 600 oC dan aluminium oksida melebur pada temperature 2000 oC.

d. Mudah difabrikasi/dibentuk

Kekuatan dan kekerasan aluminium tidak begitu tinggi dengan pemaduan dan heat treatment dapat ditingkatkan kekuatan dan kekerasannya. Aluminium komersil selalu mengandung ketidak murnian ± 0,8% biasanya berupa besi, silikon, tembaga dan magnesium

7. Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan unsur kedelapan paling berlimpah dalam kerak Bumi. Mg terdapat dalam bentuk bahan mineral magnesit, dolomit, dan mineral lain.

(12)

Logam Mg ditemukan dalam sel, dimana zat ini dapat mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan asam amino. Mg juga membantu mengatur keseimbangan alkali-alkali di dalam tubuh. Mg juga membantu meningkatkan penyerapan dan metabolisme metabolisme mineral-mineral yang lain seperti kalsium, fosfor, natrium serta kalium dan magnesium ini larut daalam cairan sel.

Dewasa ini penggunaan logam magnesium sudah sangat banyak diantaranya adalah sebagai bahan refraktori untuk menghasilkan besi, kaca, dan semen. Dalam bentuk logam, kegunaan utama unsur ini adalah sebagai bahan tambah logam dalam aluminium. Logam aluminium-magnesium ini biasanya digunakan dalam pembuatan kaleng minuman, digunakan dalam beberapa komponen otomotif dan truk, serta dapat melindungi struktur besi seperti pipa-pipa dan tangki air yang terpendam di dalam tanah terhadap korosi. Magnesium memegang peranan amat penting dalam proses kehidupan hewan dan tumbuhan. Magnesium terdapat dalam klorofil, yaitu yang digunakan oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Magnesium juga mengambil peranan dalam replikasi DNA dan RNA yang mempunyai peranan amat penting dalam proses keturunan semua organisme. Di samping itu magnesium mengaktifkan berbagai enzim yang mempercepat reaksi kimia dalam tubuh manusia dan dijadikan sebagai obat penetralisir asam lambung.

F. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

(13)

Gambar 2.1. Spektrofotometri serapan atom

1. Prinsip Dasar dari Spektrofotometri Serapan Atom

Prinsip dasar dari SSA adalah penyerapan cahaya oleh atom bebas dari suatu unsur pada tingkat energi terendah (groundstate). Keadaan

groundstate dari sebuah atom adalah keadaan dimana semua elektron yang dimiliki unsur tersebut memiliki konfigurasi yang stabil. Saat cahaya diserap oleh atom, maka satu atau lebih elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Penyerapan energi cahaya ini berlangsung pada panjang gelombang yang spesifik untuk setiap logam dan mengikuti hukum Lambert-Beer, yakni serapan berbanding lurus dengan konsentrasi uap atom dalam nyala (Vandecasteele &Block, 1993).

2. Instrumentasi

Spektrofotometri serapan atom memiliki lima komponen dasar, yaitu sumber cahaya, sistem atomisasi, monokromator, detektor, dan alat pembacaan (Welz & Michael, 2005).

3. Sumber Cahaya

Dua sumber cahaya utama pada alat spektrofotometer serapan atom adalah hollow cathode lamp (HCL) dan electrodeless discharge lamp

(14)

mengalirkan listrik yang besarnya bergantung pada unsur yang akan dianalisis. Arus listrik tersebut sangat bervariasi antara 1-50 mA. Penggunaan arus listrik yang semakin tinggi dapat mengurangi masa kerja dari HCL (Ingle &Crouch, 1988). EDL lebih kuat dari HCL, memberikan presisi yang baik, dan batas deteksi yang lebih rendah (Welz dan Michael, 2005). EDL berisi halida atau unsur yang mudah menguap, bersama dengan neon atau argon dengan tekanan antara 30-300 Pa di dalam tabung

quartz. Sebagian besar EDL memancarkan radiasi 10 kali lebih kuat bila dibandingkan dengan HCL (Ingle &Crouch, 1988).

4. Sistem Atomisasi

Sistem atomisasi yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom dapat berupa nyala atau elektrotermal. Spektrofotometer serapan atom yang memiliki sistem atomisasi berupa nyala disebut Flame Atomic Absorption Spectrometry (FAAS), sedangkan spektrofotometri serapan atom yang memiliki sistem atomisasi berupa elektrotermal disebut

Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometry (GFAAS). Sistem atomisasi nyala dapat digunakan pada banyak unsur yang berbeda. Pada sistem atomisasi nyala, larutan sampel yang mengandung logam dalam bentuk garam akan diubah menjadi aerosol dengan dilewatkan pada nebulizer, kemudian dengan adanya penguapan pelarut, butiran aerosol akan menjadi padatan. Setelah itu, terjadi perubahan bentuk dari padatan menjadi gas dan senyawa yang terdapat di dalam sampel akan berdisosiasi menjadi bentuk atom-atomnya. Beberapa atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal atom netral pada tingkat energi terendah (ground state). Atom-atom yang berada pada tingkat energi terendah ini, kemudian menyerap cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya (Cantle, 1982).

5. Proses Atomisasi pada Spektrofotometer Serapan Atom

(15)

Nyala udara-asetilen memiliki temperatur 2100 °C–2300 °C, sedangkan nyala N2O-asetilen memiliki temperatur 2600 °C-2800 °C. Temperatur

pada nyala udara-asetilen ini cukup untuk mendapatkan atomisasi unsur yang akan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom. Nyala N2O-asetilen digunakan untuk penetapan kadar unsur yang

membentuk oksida dan sulit terurai. Unsur-unsur tersebut adalah Al, B, Mo, Si, So, Ti, V, dan W (Jose, 2002).

Dalam analisis digunakan dua macam gas pembakar yaitu gas pembakar yang bersifat oksidasi dan bahan bakar. Gas pengabsorbsi misalnya: udara, udara + O2, atau campuran O2 + N2O. Sedangkan contoh

bahan bakar adalah gas alam, asetilen, butana, propana, dan H2.

Spektrofotometer banyak digunakan dalam analisis kuantitatif logam alkali dan alkali tanah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis ini yaitu larutan sampel harus seencer mungkin, kadar senyawa yang dianalisis tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai, larutan yang dianalisis sebaiknya diasamkan terlebih dahulu, atau jika dilebur dengan alkali tanah, terakhir harus diasamkan lagi. Pelarut yang digunakan sebaiknya bukan senyawa aromatik atau halogenida. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah keton, ester, dan etil asetat (Mulja dan Suharman, 1995).

6. Monokromator

Fungsi dari monokromator pada spektrofotometer serapan atom adalah untuk memisahkan garis resonansi dari beberapa garis yang tidak diserap dan dipancarkan oleh sumber cahaya. Monokromator yang digunakan yaitu kisi difraksi, karena sebaran yang dihasilkan lebih seragam dibandingkan dengan prisma sehingga alat memiliki daya pisah yang baik (Cahyady, 2009).

7. Detektor

(16)

adalah tabung penggandaan foton atau photo multiplier tube detector

(Mulja dan Suharman, 1997).

8. Alat Pencatat

Alat pencatat ini berupa alat yang telah dikalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorpsi. Hasil bacaan dapat berupa angka atau kurva yang menggambarkan nilai serapan atau intensitas emisi (Ganjar dan Rohman, 2007)

9. Penyiapan Sampel

Destruksi sampel ini dilakukan untuk memutuskan ikatan antara unsur logam dengan matriks sampel, agar diperoleh logam dalam bentuk bebasnya sehingga dapat dianalisis dengan spektrofotometri serapan atom (Raimon, 1993). Teknik analisis yang banyak digunakan di laboratorium, termasuk spektrofotometer serapan atom membutuhkan sampel dalam bentuk cairan. Oleh karena itu, perlu dilakukan ekstraksi atau destruksi jika sampel yang akan digunakan adalah sampel padatan. Terdapat 3 teknik destruksi diantaranya adalah destruksi basah, destruksi kering, dan fusion. Reaksi yang terjadi pada ketiga teknik destruksi ini dipengaruhi oleh panas yang berasal dari penangas listrik, digestor block, dan

microwave (Anderson, 1999).

10.Destruksi kering

Destruksi kering dilakukan dengan cara memanaskan sampel pada suhu 400 °C-600 °C selama 5-15 jam di dalam tungku. Penambahan garam dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan kontaminasi yang besar (Anderson, 1999).

11.Destruksi dengan Menggunakan Microwave

(17)

menggunakan spektrofotometer serapan atom. Larutan asam ditambahkan ke dalam sampel kemudian didestruksi selama 5-40 menit. Destruksi dengan microwave menggunakan bejana yang kedap sehingga waktu yang digunakan untuk mendestruksi sampel lebih singkat dan dalam satu kali proses dapat langsung mendestruksi 8-12 sampel sehingga kerja peneliti menjadi lebih singkat. Inilah yang membedakan destruksi menggunakan

microwave berbeda dengan destruksi basah biasa yang hanya menggunakan labu erlenmeyer terbuka (tidak kedap) yang dipanaskan di atas penangas listrik (Anderson, 1999).

12.Destruksi Basah

Destruksi basah adalah proses perombakan logam organik dengan menggunakan asam kuat, baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi menggunakan zat oksidator sehingga dihasilkan logam anorganik bebas. Destruksi basah sangat sesuai untuk penentuan unsur-unsur logam yang mudah menguap. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah adalah HNO3 dan HClO4. Pelarut-pelarut tersebut

(18)

13.Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom a. Gangguan Spektra

Gangguan spektra terjadi bila panjang gelombang dari unsur yang diperiksa berhimpit dengan panjang gelombang dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam larutan yang sedang diperiksa. Jarak antara spektrum yang satu dengan yang lain kurang dari 0,01 nm. Gangguan ini jarang dijumpai pada spektrofotometer serapan atom karena penggunaan sumber cahaya yang spesifik untuk unsur yang bersangkutan (Roth dan Blasvhke, 1988).

b. Gangguan Fisika

Gangguan fisika dapat terjadi karena perubahan viskositas larutan yang mempengaruhi kecepatan sampel menuju detector dan konsentrasi sampel. Oleh karena itu, sifat-sifat fisika zat yang diperiksa dan larutan pembanding harus sama (Oberdier, 1996).

c. Gangguan Kimia

Gangguan kimia dibagi menjadi dua yaitu, gangguan kimia dalam bentuk uap dan bentuk padat. Gangguan kimia ini biasanya memperkecil jumlah atom pada level energi terendah (ground state). Dalam nyala, atom dalam bentuk uap dapat berkurang karena terbentuknya senyawa seperti senyawa oksida atau klorida. Dengan menggunakan nyala yang sesuai, gangguan ini dapat dikurangi (Ebdon, 2006). Gangguan bentuk padat disebabkan karena terbentuknya senyawa yang sukar menguap atau sukar terdisosiasi dalam nyala. Hal ini terjadi pada saat pelarut menguap meninggalkan partikel-partikel padat waktu melewati nyala. Gangguan padat dapat diatasi dengan mengubah kondisi nyala, misalnya dengan penambahan aliran bahan bakar atau menggunakan nyala dengan suhu yang lebih tinggi, misalnya N2O-asetilen sehingga dapat memperkecil pembentukan

(19)

G. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah proses dimana suatu metode ditetapkan melalui beberapa uji laboratorium untuk mengetahui bahwa parameter metode yang diuji memenuhi persyaratan untuk penerapan metode yang dimaksud. Tujuan utama validasi adalah untuk menjamin metode analisis yang digunakan mampu memberikan hasil yang cermat, handal, dan dapat dipercaya. Parameter metode analisis adalah kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas, linearitas, rentang, batas kuantitasi (LOQ) dan batas deteksi (LOD) (Horwitz, 1975).

1. Keseksamaan

Keseksamaan atau presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil individu dari hasil rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Ganjar& Rohman, 2007).

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dan dinyatakan sebagai keterulangan. Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama, pada kondisi yang sama, dan dalam interval waktu yang pendek. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (koefisienvariasi) sebesar 2% atau kurang (Ganjar& Rohman, 2007).

2. Selektivitas

(20)

mengandung bahan lain yang ditambahkan (Fifield dan Kealey, 2000). Jika cemaran dan hasil urai yang ditambahkan ke dalam sampel tidak tersedia, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil urai dengan menggunakan metode tertentu lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian, seperti kromatografi (Fifield dan Kealey, 2000).

3. Linearitas

Linearitas adalah kemampuan metode analisis untuk memberikan respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linearitas dapat diperoleh dengan mengukur konsentrasi standar yang berbeda, minimal lima konsentrasi. Data yang diperoleh kemudian diproses menggunakan regresi linier, sehingga diperoleh nilai slope, intersep, dan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi di atas 0,9990 sangat diharapkan untuk suatu metode analisis yang baik. Selain koefisien korelasi, simpangan baku residual (Sy) juga harus dihitung. Semua perhitungan matematika tersebut dapat diukur dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer (Anderson, 1999).

4. Batas Kuantitasi (LOQ) dan Batas Deteksi (LOD)

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang signifikan bila dibandingkan dengan blanko (Khopkar, 1990).

Gambar

Gambar 2.1. Spektrofotometri serapan atom

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Dari hasil wawancara penulis terhadap para nara sumber didapatkan bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi mahar wanita Bugis maka banyak menimbulkan mafsadah

Penetapan Kadar Air dan Bilangan Asam dari Minyak Kelapa yang Dibuat Dengan Cara Tradisional dan Fermentasi.. FMIPA

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

• Melihat target pembacanya adalah khalayak umum, kita perlu mencermati bahasa yang Melihat target pembacanya adalah khalayak umum, kita perlu mencermati bahasa yang kita gunakan

Menurut Indra Lesmana Karim, upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah melalui lingkungan yang terkecil

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji